Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana) terhadap Gambaran Histologik Trakea dan Paru-Paru Mencit (Mus musculus) yang Terpapar Asap Rokok.

(1)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana) TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIK TRAKEA DAN PARU-PARU MENCIT (Mus musculus) YANG TERPAPAR

ASAP ROKOK

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Oleh Cahaya Utami NIM 12308141019

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.

Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli. Jika tidak asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode berikutnya.

Yogyakarta, 15 November 2016 Yang menyatakan,

Cahaya Utami NIM. 12308141019


(4)

(5)

ABSTRAK

Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana) terhadap Gambaran Histologik Trakea dan Paru-Paru Mencit (Mus

musculus) yang Terpapar Asap Rokok Oleh:

Cahaya Utami NIM. 12308141019

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kulit buah manggis terhadap gambaran histologik trakea mencit yang terpapar asap rokok, pengaruh pemberian ekstrak kulit buah manggis terhadap gambaran histologik paru-paru mencit yang terpapar asap rokok.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Terdiri dari 5 kelompok yaitu kontrol negatif (KI), kontrol positif (KII) dan kelompok perlakuan yang masing-masing menggunakan variasi dosis ekstrak kulit buah manggis 280 mg/KgBB (KIII) ,560 mg/KgBB (KIV) dan 840 mg/KgBB (KIV) yang diberikan per oral kepada mencit yang terpapar asap rokok dari 2 batang rokok perhari selama 30 hari. Variabel yang diamati adalah kerusakan histologik trakea dan paru-paru. Parameter kerusakan histologik meliputi jumlah sel epitel trakea dan deskripsi gambaran histologik paru-paru mencit akibat perlakuan. Data hasil pengamatan histologik trakea dianalisis dengan Kruskal Wallis untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap respon yang diamati (p ≤ 0,05) dan pada pengamatan histologik paru-paru dianalisis secara deskriptif.

Hasil analisis data menunjukkan ekstrak kulit buah manggis berpengaruh menurunkan jumlah kerusakan sel epitel trakea mencit yang terpapar asap rokok. Ekstrak kulit buah manggis tidak berpengaruh pada gambaran histologik paru-paru mencit yang terpapar asap rokok.

Kata kunci: ekstrak kulit buah manggis, sel epitel trakea, paru-paru, mencit, asap rokok.


(6)

ABSTRACT

The Effects of Mangosteen Rind Extract (Garcinia mangostana) to Histological Picture of Trachea and Lungs in Mice (Mus musculus) which

Exposed by Cigarette Smoke

by: Cahaya Utami NIM. 12308141019

The purpose of this study was to determine the effect of mangosteen rind extract (Garcinia mangostana) to the histological picture trachea and lungs of mice (Mus musculus) were exposed to smoke. This study is an experimental research. Consists of 5 groups: negative control (KI), a positive control (KII) and treatment groups, each of which uses a variation of doses of extract of mangosteen rind 280 mg / KgBW (KIII), 560 mg / KgBW (KIV) and 840 mg / KgBW (KIV) administered orally to mice exposed to cigarette from two cigarettes per day for 30 days. The variables measured were ephitelilal cells damage to the trachea and lungs. The parameters include the number of histological damage the epithelial cells of the trachea and a description of the histological picture of the lungs of mice because of mistreatment. Histological observation data analyzed by Kruskal Wallis trachea to see the effect of the treatment of the responses were observed (p ≤ 0.05) and in the lung histological observations were analyzed descriptively. The result showed extracts of the mangosteen rind effect to reduce the amount of damage the tracheal epithelial cells of mice exposed to cigarette smoke. Mangosteen rind extract has no effect on the histological picture of the lungs of mice exposed to cigarette smoke.

Keywords: mangosteen rind extract, the epithelial cells of the trachea, lungs, mice, cigarette smoke.


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Buah manggis merupakan salah satu buah yang digemari oleh masyarakat Indonesia yang mempunyai rasa manis dan asam yang menyegarkan. Buah manggis juga memiliki nilai gizi yang tinggi yaitu sebagai sumber vitamin dan mineral. Secara umum masyarakat hanya mengkonsumsi buahnya saja dan cenderung membuang kulit buahnya. Bagian tanaman yang sering dipakai dalam pengobatan tradisional (diare, disentri, eksim dan penyakit kulit lainnya) adalah kulit buah. Menurut Badan Pusat Statistik pada tahun 2010, Indonesia telah memproduksi buah manggis sebanyak 84.538 ton, sedangkan bagian buahnya yang dikonsumsi hanya 20%-30%, sisanya berupa kulit yang dibuang sebanyak 59-67 ribu ton (Adinda Ayu dan Simon B.W, 2015: 113).

Kulit buah manggis yang terbuang ternyata mengandung senyawa antioksidan. Senyawa antioksidan yang terkadung pada kulit buah manggis di dominasi oleh senyawa fenol yaitu xanton. Xanton pada kulit manggis mempunyai senyawa turunan yang di antaranya α-mangostin, β -mangosin, γ-mangostin, Garcinone, Gartanin, dan 8-deoxygartanine . Senyawa turunan dari xanton tersebut mempunyai gugus (OH) yang mampu menetralkan zat radikal bebas (Y.I.P Arry Miryanti, dkk, 2011: 42).


(8)

Antioksidan adalah suatu senyawa yang pada konsentrasi rendah secara signifikan dapat menghambat atau mencegah oksidasi substrat dalam reaksi rantai. Antioksidan dapat melindungi sel-sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul tidak stabil yang dikenal sebagai radikal bebas (Halliwell and Whitemann, 2004: 142).

Radikal bebas adalah molekul yang mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital terluarnya, radikal bebas sangat reaktif dan tidak stabil, sebagai usaha untuk mencapai kestabilannya radikal bebas akan bereaksi dengan atom atau molekul di sekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron. Reaksi ini berlangsung terus menerus dalam tubuh, dan menimbulkan reaksi berantai yang mampu merusak struktur sel dan apabila tidak dihentikan akan menimbulkan berbagai penyakit.

Menurut Jung, dkk (2006: 2077-2082) antioksidan adalah senyawa pemberi elektron yang dapat merendam dampak negatif radikal bebas. Antioksidan ada yang diproduksi dalam tubuh ada juga yang diperoleh dari luar tubuh. Produksi antioksidan dalam tubuh semakin menurun ketika seseorang bertambah tua. Hal ini menyebabkan tubuh membutuhkan asupan yang kaya akan antioksidan dari luar tubuh (antioksidan sekunder) salah satunya adalah ektrak kulit manggis.

Diambilnya latar belakang masalah di atas, diharapkan kulit buah manggis mampu dimanfaatkan untuk dibuat ekstrak yang mampu melawan senyawa radikal bebas yang berasal dari asap rokok, sehingga mampu


(9)

menurunkan jumlah kerusakan jaringan trakea dan paru-paru mencit yang terpapar asap rokok. Oleh sebab itu peneliti Peneliti mengambil judul “Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana) terhadap Gambaran Histologik Trakea dan Paru-Paru Mencit (Mus musculus) yang Terpapar Asap Rokok”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, sehingga dapat diidentifikasi beberapa masalah di antaranya:

1. Mengapa hanya 20-30% dari buah manggis yang dikonsumsi dan bagian buah lainnya seperti kulih buahnya tidak dimanfaatkan?

2. Mengapa belum banyak pengetahuan dalam pemanfaatan kulit buah manggis?

3. Mengapa belum banyak diketahui pengaruh mengenai pemanfaatan ekstrak kulit buah manggis sebagai antioksidan dalam tubuh akibat paparan asap rokok terutama pada gambaran histologik trakea dan paru-paru mencit?

4. Diperlukan dosis ekstrak kulit buah manggis yang paling efektif untuk mencegah gangguan kerusakan jaringan trakea dan paru-paru mencit yang terpapar asap rokok.

C. Batasan Masalah

Masalah yang akan diteliti dibatasi pada pengaruh pemberian ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana). Parameter yang ditentukan adalah gambaran histologik trakea dan paru-paru Mencit (Mus


(10)

musculus) yang terpapar asap rokok, asap rokok berasal dari 2 batang rokok kretek .Variasi ekstrak kulit buah manggis yang diberikan adalah 280 mg/KgBB, 560 mg/KgBB dan 840 mg/KgBB diberikan per oral selama 30 hari.

D. Rumusan Masalah

1. Apa pemberian ekstrak kulit buah manggis berpengaruh mengurangi kerusakan epitel trakea pada mencit yang terpapar asap rokok?

2. Apakah pemberian ekstrak kulit buah manggis berengaruh terhadap gambaran histologik paru-paru mencit yang terpapar asap rokok? E. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kulit buah manggis terhadap pengurangan kerusakan epitel trakea pada mencit yang terpapar asap rokok.

2. Mengetahui pemberian ekstrak kulit buah manggis terhadap gambaran histologik paru-paru mencit yang terpapar asap rokok.

F. Manfaat Penelitian 1. Teoritis

a. Mengembangkan ketrampilan pengujian ekstrak terhadap gambaran histologik suatu hewan uji.

b. Mahasiswa dapat berfikir kritis untuk memecahkan masalah mengenai histologik hewan saat berada di Masyarakat.


(11)

2. Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan bukti ilmiah mengenai manfaat ekstrak kulit buah manggis untuk mencegah kerusakan epitel trakea dan paru-paru akibat paparan asap rokok.

G. Batasan Operasional

1. Ekstrak kulit buah manggis

Ekstrak kulit buah manggis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari ekstraksi dengan metode maserasi dengan pelarut ethanol 96%. Hasil maserasi yang di peroleh selanjutnya di pekatkan menggunakan alat rotary evaporator hingga didapatkan ekstrak kulit manggis yang berbentuk pasta. Pasta tersebut diambil sesuai dosis selanjutnya dilarutkan dalam aquades, untuk memudahkan pasta larut ditambahkan dengan Tween dan PGA. Kulit manggis yang digunakan berasal dari buah yang dibeli dari Pasar Giwangan.

2. Rokok

Rokok yang digunakan pada penelitian adalah rokok jenis kretek merk “D” yang memiliki nilai tar 36,7 mg dan 2 mg nikotin. Rokok yang diberikan tiap hari per kelompok adalah 2 batang selama 15 menit kepada masing-masing kelompok mencit dalam waktu 30 hari.


(12)

3. Mencit

Mencit yang digunakan merupakan mencit jantan yang berumur 2-3 bulan, dengan rata-rata berat badan 29.18 gram. Mencit diperoleh dari LPPT UGM.

4. Gambaran Histologik Trakea

Bagian yang diamati pada organ trakea yaitu pada sel epitel. Sel epitel yang mengalami kerusakan dihitung menggunakan mikrometer obyektif yang sudah dikalibrasi.

5. Gambaran Histologik Paru-paru

Gambaran histologik paru-paru yang diamati meliputi susunan sel normal yang mengalami kerusakan.


(13)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka

1. Tanaman Manggis (Garcinia mangostana) a. Morfologik tanaman manggis dan klasifikasi

Manggis termasuk tanaman tahunan yang masa hidupnya mencapai puluhan tahun. Susunan tanaman manggis terdiri atas organ vegetatif dan generatif. Organ vegetatif tanaman manggis meliputi akar, batang, dan daun yang berfungsi sebagai alat pengambil, pengangkut, pengolah, pengedar, dan penyimpanan makanan. Batang tanaman manggis berbentuk pohon berkayu, tumbuh tegak ke atas hingga mencapai 25 meter atau lebih. Kulit batangnya tidak rata dan berwarna kecoklatan. Percabangan tanaman umumnya simetris membentuk tajuk yang rimbun dan rindang. Daun manggis berbentuk bulat telur sampai bulat panjang, struktur helai daun tebal dengan permukaan sebelah atas berwarna hijau mengkilap, sedangkan permukaan bawah warnanya kekuning-kuningan (Heyne K, 1987: 1385-1390).

Organ generatif tanaman manggis terdiri atas bunga, buah, dan biji. Bunga manggis muncul dari ujung ranting, berpasangan dengan tangkainya yang pendek, tebal dan teratur (aktinomorf). Struktur bunga manggis memiliki empat kelopak yang tersusun dalam dua pasang. Mahkota bunga terdapat empat helai, berwarna hijau kekuningan dengan warna merah pada pinggirnya. Benang sarinya banyak dan bakal buahnya mempunyai 4-8 ruang dengan 4-8 kuping kepala putik yang tidak pernah


(14)

rontok sampai stadium buahnya matang. Bakal buah manggis berbentuk bulat, mengandung 1-3 bakal biji yang mampu tumbuh berkembang menjadi biji normal. Bunga manggis mempunyai alat kelamin jantan dan betina atau disebut bunga sempurna, namun benang sarinya berukuran kecil dan mengering (rudimenter) sehingga tidak mampu membuahi sel telur. Manggis berbunga sempurna disebut hanya berbunga betina saja. Buah atau biji yang tumbuh dan berkembang tanpa melalui penyerbukan lebih dulu disebut Apomixis (Rukmana, 1995: 17).

Klasifikasi tanaman manggis menurut Verheij (1997: 220-225) adalah:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Dictyledonaceae Ordo : Guttiferales Family : Guttiferae Genus : Garcinia

Spesies : Garcinia mangostana\ b. Buah manggis

Manggis (Garcinia mangostana) merupakan buah yang berasal dari daerah Asia Tenggara meliputi Indonesia, Malaysia, Thailand dan Myanmar. Manggis merupakan tumbuhan fungsional karena sebagian besar dari buah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai obat. Diluar negeri buah manggis merupakan refleksi perpaduan dari rasa asam manis yang


(15)

tidak di punyai oleh komoditas buah lainnya. Di Indonesia manggis disebut dengan berbagai macam nama lokal seperti manggu (Jawa barat), Manggus (lampung), Manggusto (Sulawesi Utara), Manggista (Sumatera Barat). (Jose Pedraza, et al., 2008: 3227-3239).

Buah manggis berbentuk bulat saat buahnya masih muda permukaan kulit buah berwarna hijau namun setelah buahnya matang berubah menjadi ungu kemerah-merahan atau merah muda. Pada bagian ujung buah terdapat jaring berbentuk bintang sekaligus menunjukkan ciri dari jumlah segmen daging buah. Jumlah jaring buah ini berkisar 4-8 buah. Kulit buah manggis ukurannya tebal mencapai proporsi sepertiga bagian dari buahnya (Suksamrarnet 2006: 1)

Kulit buahnya mengandung getah yang warnanya kuning dan cita rasanya pahit. Bagian yang terpenting dari buah manggis adalah daging buahnya. Warna daging buah putih bersih dan cita rasanya sedikit asam sehingga digemari masyarakat luas. Biji manggis berbentuk bulat agak pipih dan berkeping dua (Suksamrarnet 2006: 1)


(16)

Kulit buah manggis mengandung resin kuning yang kaya akan xanton. Ekstrak kulit buah manggis yang tinggi antioksidan dapat diperoleh dengan cara pengupasaan dan pembuangan tangkai untuk mengurangi rendemen kulit buah manggis. Sebelum di ekstraksi rendemen pada kulit buah manggis sebesar 61,05 %. Sedangkan rendemen ekstrak kulit buah manggis menurun menjadi 23.47 %. Total fenol pada kulit buah manggis segar sebesar 18.67 %. Total fenol kulit buah manggis setelah diekstrak adalah sebesar 41.12 % (Adinda Ayu dan Simon B.W, 2015: 116).

Kandungan xanton pada ekstrak kulit buah manggis mencapai 95%. Terdapat sekitar 50 jenis xanton alami yang terdapat pada kulit buah manggis diantaranya Dehydration 6-0-methilmangostanin, 3-isomangostin, Mangostanol, Gartanine, 8-deoxygartanin, Mangostenone, mangostenone B, α-mangostin, β-mangostin ,γ-mangostin, Garcinone, Garcinone A, Garcione B, Garcinone C, Garcinone D, 9-hydroxycalabaxanthone, β-mangostin, mangostenone. Xanton merupakan senyawa polifenolik dengan struktur kimia yang mengandung cincin trisiklik aromatic. Struktur ini yang memiliki aktivitas biologis seperti antioksidan, antinflamasi, antibakteri, antikanker dll (Nakagawa, dkk, 2007: 5620-5628).

Xanton merupakan salah satu senyawa yang bersifat antioksidan, sebab mampu menetralkan senyawa radikal bebas. Senyawa turunan


(17)

xanton yang banyak ditemukan adalah α-mangostin, β-mangosin, γ -mangostin, Garcinone, Gartanin, dan 8-deoxygartanine.

Gambar 2. Rumus kimia turunan senyawa xanton (Jung : 2006)

Senyawa turunan dari xanton tersebut mempunyai gugus (OH) yang mampu menetralkan zat radikal bebas. Hal tersebut dibuktikan dari aktivitas antioksidan yang tinggi dari xanton. Pengukuran aktivitas antioksidan ekstrak kulit manggis dengan metode DPPH didapatkan Effective Concentration 50 (EC50) 8,5539 μg/ml. Nilai tersebut menunjukkan ekstrak tersebut termasuk dalam antioksidan kuat (Y.I.P Arry Miryanti, dkk, 2011: 42) . Pengukuran aktivitas antioksidan pada


(18)

ekstrak kulit buah manggis juga dapat diketahui dari Nilai ORAC. Nilai ORAC merupakan nilai yang menunjukkan kapasitas kemampuan suatu senyawa dalam mengabsorbsi oksigen reaktif atau senyawa radikal bebas. Nilai ORAC dari ekstrak kulit buah manggis adalah sekitar 17.000-20.000 ORAC (Oxygen Radical Absorbance Capacity). Nilai ORAC xanton yang tinggi menggambarkan kemampuannya dalam menyerap radikal bebas secara cepat (Yunitasari, 2011: 5).

Xanton mampu menghambat radikal bebas sebagai bukti adanya aktivitas antioksidan intraseluler secara signifikan yang diukur dengan metode DPPH. DPPH merupakan suatu senyawa organik yang mengandung nitrogen tidak stabil, senyawa ini berwarna ungu gelap. DPPH digunakan sebagai indikator kemampuan antioksidan suatu senyawa, dengan cara melihat perubahan warna dari DPPH tersebut. Perubahan warna dari ungu menjadi kuning dapat disimpulkan bahwa senyawa uji mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Hasil DPPH membuktikan bahwa ekstrak kulit buah manggis mampu menghambat 50% pembentukan radikal dan juga mereduksi radikal superoksida dan radikal hidroksil (Kosem, dkk, 2007 : 10).

Aktivitas antioksidan ekstrak lebih tinggi hingga 2 kali lipat di bandingkan dengan kulit segar, hal ini dapat diukur dari aktivitas antioksidan dengan metode DPPH. Aktivitas antioksidan dari kulit buah manggis segar hanya sebesar 40,30 %, sedangkan aktivitas antioksidan


(19)

dari ekstrak kulit buah manggis sebesar 84.42 % (Adinda Ayu dan Simon. B.W, 2015: 116).

Xanthone ialah suatu bahan kimia aktif dengan strukturnya yang terdiri dari 3 cincin dan ini menjadikannya sangat stabil ketika berada dalam tubuh manusia. Senyawa xanthone yang telah teridentifikasi diantaranya adalah 1,3,6-trihidroksi-7-metoksi-2.8-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on dan 1,3,6,7 – tetrahidroksi - 2,8-bis(3-metil-2-butenil) - 9Hxanten -9-on (Joze Pedraza, et al., 2008:3227-3239).

Xanton merupakan derivat dari difenil-γ-pyron, yang memiliki nama IUPAC 9H-xantin-9-on. Xanton terdistribusi luas pada tumbuhan tinggi, tumbuhan paku, jamur, dan tumbuhan lumut. Sebagian besar xanton ditemukan pada tumbuhan tinggi yang dapat diisolasi dari empat suku, yaitu Guttferae, Moraceae, Polygalaceae dan Gentianaceae. Xanton memiliki aktivitas farmakologi sebagai antibakteri, antifungi, antiinflamasi, antileukimia, antiagregasi platelet, selain itu xanton dapat menstimulasi sistem saraf pusat dan memiliki antituberkolosis secara in vitro pada bakteri Mycobacterium tuberculosis (Bruneton, 1999 ; Sluis,1985).

Xanton pada kulit manggis sudah terbentuk sejak buah berumur satu bulan setelah bunga mekar (SBM). Pada umur satu BSA hingga empat BSA (saat buah dipanen) kandungan xanton relatif sama (Kurniawati, 2011).


(20)

Xanton umumnya terdistribusi luas pada tumbuhan dalam bentuk ikatan glikosida seperti halnya flavonoid. Oleh karena itu, perlu dilakukan proses hidrolisis yang berfungsi untuk memecah ikatan glikosida sehingga dihasilkan aglikon xanton. Proses hidrolisis dilakukan dengan cara hidrolisis asam menggunakan HCl 2 N. Xanton biasanya terdapat sebagai xanton O-glikosida. Satu gugus hidroksi xanton (atau lebih) terikat pada suatu gula dengan ikatan hemiasetal yang tidak tahan asam. Hidrolisis asam digunakan untuk memecah ikatan O-glikosida tersebut (Pradipta, dkk., 2007).

Menurut Lenny tahun 2006 pada penelitiannya mengatakan, xanton termasuk ke dalam golongan senyawa flavonoid. Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenol yang terbanyak ditemukan di alam. Senyawa ini umumnya ditemukan pada tumbuhan yang berwarna merah, ungu, biru, atau kuning. Keberadaannya dalam daun dipengaruhi oleh adanya proses fotosintesis sehingga daun muda umumnya belum terlalu banyak mengandung flavonoid. Sebagian besar senyawa flavonoid di alam ditemukan dalam bentuk glikosida.

Glikosida adalah kombinasi antara suatu gula dan suatu alkohol yang saling berikatan melalui ikatan glikosida. Residu gula dari glikosida flavonoid alam adalah glukosida, ramnosida, galaktosida. Poliglikosida yang larut dalam air dan sedikit larut dalam pelarut organik seperti benzene,aseton, eter dan kloroform. Flavonoid merupakan deretan senyawa C6-C3-C6, artinya kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6


(21)

(cincin benzena) yang dihubungkan oleh rantai alifatik tiga karbon (Leny, 2006).

Kelas yang berlainan dalam golongan flavonoid dibedakan berdasarkan cincin heterosiklik-oksigen tambahan dan gugus hidroksil yang tersebar menurut pola yang berlainan. Berdasarkan penambahan rantai oksigen dan perbedaan distribusi dari gugus hidroksilnya flavonoid digolongkan menjadi enam jenis, yaitu flavon, isoflavon, flavonol, flavanon, kalkon, dan auron. Senyawa ini memiliki dua cincin benzene dan satu cincin piran. Inti xanton dikenal sebagai 9 xanthenone atau dibenzo-c-pyrone (Leny, 2006).

Xanton dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu; oxygenated xanthone, xanthone glycoside, prenylated xanthone, xanthonolignoid, dan miscellaneous Xanthone. Saat ini sekitar 1000xanton berbeda telah diketahui (Pedraza Chaverri, 2008 : 39).

Xanton telah diisolasi dari seluruh bagian buah manggis terutama kulit buah, seluruh buah, kulit batang, serta daun. Di antara senyawa xanton tersebut, dan mangostin, garcinone E, 8-deoxygartanin, dan gartanin paling banyak dipelajari, yang paling utama terkandung dalam xanton ialah kandungan alfa-mangostin dan gamma-mangostin. Alfa-mangostin adalah senyawa yang sangat berkhasiat dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon. Senyawa xanthone selain mengandung alfa-mangostin juga mengandung gamma-mangostin yang juga memiliki banyak manfaat dalam memberikan proteksi atau


(22)

melakukan upaya pencegahan terhadap serangan penyakit (Haryadi, 2010 : 8-10).

Kadar xanton berbeda tergantung pada kualitas buah, di mana kadar terbesar didapatkan pada buah dengan kulit burik atau kasar yakni sebesar 23,544 µg/g ekstrak, sedangkan pada buah besar dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18,502 µg/g ekstrak, buah kecil sebesar 20,434 µg/g dan buah 32 dengan kulit mengandung getah kuning 15,289 µg/g ekstrak. Buah dengan kulit burik terjadi akibat adanya serangan hama atau akibat kerusakan fisik. Xanton berperan sebagai mekanisme pertahanan dalam mencegah terjadinya stres akibat serangan hama tersebut atau kerusakan fisik (Haryadi, 2010 : 8-10).

2. Rokok

Rokok adalah salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Rokok berbentuk silinder dari kertas dengan ukuran panjang antara 70-120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung yang lainnya (Aditama, 2006: 8).

Jumlah perokok dalam satu dasawarsa ini mengalami kenaikan yang pesat di kalangan perokok laki-laki maupun perempuan di Indonesia. Hal tersebut membuat Indonesia menyandang predikat jumlah perokok terbanyak nomor tiga di dunia (Wirakusuma, 2011: 3).


(23)

Berdasarkan bahan baku atau isi, rokok umumnya dibagi menjadi tiga jenis, yaitu rokok mild/rokok putih, rokok kretek, dan rokok klembak. Rokok putih merupakan rokok dengan bahan baku berupa daun tembakau yang diberi perasa untuk mendapatkan efek rasa tertentu, mengandung sekitar 14–15 mg tar dan 5 mg nikotin. Rokok kretek merupakan rokok dengan bahan baku tembakau, cengkeh dan perasa agar mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu, mengandung kadar tar dan nikotin lebih tinggi daripada rokok putih yaitu 20-40 mg tar dan 3–5 mg nikotin. Rokok klembak merupakan rokok yang bahan bakunya berasal dari campuran tembakau, cengkeh, kemenyan dan perasa agar tercipta rasa dan aroma tertentu (Aditama, 2006: 8). Senyawa kimia yang terkandung dalam rokok antara lain:

a. Tar

Tar merupakan partikel solid yang tersuspensi dalam gas yang dihasilkan dari proses pembakaran rokok. Tar mengandung berbagai macam senyawa toksik, antara lain: metal, polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH), dioksin dan beberapa nitrosamin non-volatil. Dilaporkan bahwa senyawa PAH merupakan karsinogen yang dapat memicu karsinogenesis pada paru-paru. Pada saat rokok dihisap, tar akan masuk ke rongga mulut dalam bentuk uap padat. Setelah mengalami penurunan suhu, tar akan memadat dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran nafas dan paru-paru (Gondodiputro, 2007: 9).


(24)

b. Nikotin

Nikotin yaitu zat atau bahan senyawa porillidin yang terdapat dalam Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica dan spesies lainnya. Nikotin dapat meracuni syaraf tubuh, meningkatkan tekanan darah, menyempitkan pembuluh perifer (Sitepoe, 1997: 5). Kandungan nikotin berkisar dari <13 mg, mempunyai efek farmakologis yang mendorong faktor habituasi atau ketergantungan psikis (Toshinori Yoshida and Rubin, 2007: 87).

Rokok kretek mengandung 60–70 tembakau, sisanya 30%–40% cengkeh dan ramuan lain. Rokok kretek lebih berbahaya daripada rokok putih, karena kandungan tar, nikotin dan karbon monoksida di dalamnya lebih tinggi. Komsumsi rokok kretek di Indonesia mencapai 88% (Widodo, dkk., 2007: 277).

c. Karbon monoksida

Karbon monoksida merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau, yang diproduksi oleh segala proses pembakaran yang tidak sempurna dari bahan-bahan yang mengandung karbon atau pembakaran di bawah tekanan dan temperatur tinggi seperti yang terjadi di dalam mesin (Slamet, 1996: 58). Gas karbonmonoksida yang terkandung dalam asap rokok jumlahnya relatif tinggi. Gas CO yang masuk dalam tubuh dapat menyebabkan menurunnya kapasitas transportasi oksigen dalam darah oleh hemoglobin dan penggunaan oksigen ditingkat seluler. Hal tersebut terjadi karena gas CO memiliki afinitas dengan hemoglobin ± 200 kali lebih kuat jika dibandingkan dengan afinitas oksigen terhadap hemoglobin.


(25)

Karbon monoksida memiliki dampak buruk terhadap kesehatan karena CO dapat menggeser oksigen yang terikat pada hemoglobin dan mengikat Hb menjadi karboksihemoglobin seperti pada reaksi berikut: HbO2 + CO  HbCO + O2

Hal tersebut terjadi disebabkan karena afinitas CO terhadap Hb kira-kira 210 kali lebih kuat daripada afinitas O2 terhadap Hb. Reaksi ini

menyebabkan berkurangnya kapasitas darah untuk menyalurkan O2

kepada jaringan tubuh. Gas CO dalam dosis rendah menimbulkan efek atau gangguan pada penderita penyakit paru, jantung ataupun perokok yang sebagian dari hemoglobinnya sudah terikat oleh CO (Slamet, 1997: 59).

Gas CO mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin yang terdapat dalam eritrosit, lebih kuat dibandingkan oksigen, sehingga setiap ada asap tembakau, disamping kadar oksigen udara yang sudah berkurang, ditambah lagi eritrosit akan semakin kekurangan oksigen karena yang diangkut adalah CO (Gondodiputro,2007: 9).

d. Nitorsamin

Merupakan amina organik yang mengandung senyawa nitrogen (-NO) yang berikatan dengan grup amina melalui reaksi nitrosasi. Komponen nitrosamin yang spesifik pada tembakau dikenal dengan istilah tobacco-specific nitrosamines (TSNA), diantaranya N-nitrosoanabasin (NAB), Nnitrosoanatabin (NAT), 4-(metilnitrosamino)-1-(3- piridil)-1-butanon (NNK) dan nitrosonornikotin (NNN) (Gambar 2). Tembakau dan


(26)

asap rokok mengandung tobacco-specific nitrosamines dengan konsentrasi yang relatif tinggi. Dari keempat senyawa tersebut, NNK dan NNN merupakan senyawa mutagenik utama yang dapat menimbulkan kerusakan pada DNA sehingga memicu tumorigenesis dan/atau karsinogenesis (Stepanov and Stephen, 2005: 885-891).

3. Radikal Bebas

Radikal bebas merupakan suatu logam yang memiliki elektron tidak berpasangan. Dalam kepustakaan kedokteran radikal bebas sering disamakan dengan oksidan karena memiliki sifat yang mirip dan dapat menyebabkan kerusakan yang sama walaupun prosesnya berbeda. Salah satu penyebab adanya radikal bebas adalah asap rokok. Rokok merupakan faktor resiko utama dalam menimbulkan berbagai penyakit respirasi. Paru-paru, trakea dan rongga hidung juga beresiko terkena dampak asap rokok. Penyakit paru-paru yang ditimbulkan oleh asap rokok, antara lain adalah emfisema, bronkitis kronis dan chronic obstructive pulmonary disease (COPD) (Rahman, 2003: 95-109). Macam-macam penyakit pada saluran pernafasan antara lain gangguan nasal dan sinus, emphisema, bronkitis, chronic obstructive pulmonary disease (COPD), stroke dan kanker (Martey 2005: 289).

Hal tersebut disebabkan oleh adanya berbagai macam senyawa kimiawi yang bersifat toksik, mutagenik dan karsinogenik dalam asap rokok. Senyawa kimiawi dalam jumlah yang tinggi yang terkandung


(27)

dalam asap rokok adalah senyawa radikal bebas atau reactive oxygen species (ROS) (Kukner, 2001: 103-109).

Senyawa ROS dapat merusak protein, lipid dan rangkaian DNA yang merupakan unsur utama dalam sel (Yu, et al., 2012: 3791-3806). Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan resiko kanker pada saluran pernapasan, antara lain kanker pada alveoli, bronkiolus, bronkus dan trakea. Paparan asap rokok dapat menyebabkan lesi pre-neoplastik pada sel-sel epitelia trakea, yang disertai adanya hiperplasia sel basal, sel mukosa dan kelenjar submukosa (Kukner, 2001: 103-109)

Oksidan adalah bahan kimia elektrofil yang sangat reaktif dan dapat memindahkan elektron dari molekul lain dan menghasilkan oksidasi pada molekul tersebut. Oksidan yang dapat masuk berasal dari berbagai sumber, antara lain (Halliwell, 1999: 35):

1) Berasal dari tubuh sendiri, berupa senyawa yang sebenarnya berasal dari proses biologi normal oleh suatu sebab terdapat jumlah yang berlebihan (Halliwell, 1999: 35-36).

2) Berasal dari luar tubuh yang berperan menimbulkan dampak negatif adalah asap rokok, NO, NO2 dan ozon. Efek radikal bebas bebas

dalam tubuh akan dinetralisir oleh antioksidan yang dibentuk oleh tubuh sendiri dan suplemen dari luar melalui makanan, minuman atau obat-obatan, seperti karotenoid, citamin C, E dan lain-lain.


(28)

4. Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat merendam dampak negatif oksidan (radikal bebas) termasuk enzim-enzim dan protein-protein pengikat logam. Antioksidan ada yang diproduksi dalam tubuh ada juga yang diperoleh dari luar tubuh (Halliwell dan Whiteman, 2004: 231).

Berdasarkan fungsi sistem antioksidan dalam melindungi jaringan tubuh dari efek radikal bebas dapat dikelompokkan menjadi 5 macam, yaitu yaitu antioksidan internal/primer, antioksidan eksternal/sekunder, antioksidan tersier, oxygen scavenger dan chealtors atau squesstrants. a. Antioksidan internal atau primer

Antioksidan primer bekerja dengan cara mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif, dengan cara memberikan atom hidrogen ke zat radikal. Antioksidan primer meliputi enzim superperoksida dismutase (SOD), enzim katalase, glutation (GSH) dan glutation peroksidase (GPx). SOD yang dibentuk dalam sitosol merupakan metaolenzim yang mengandung atom tembaga, seng dan besi. SOD yang dibentuk di dalam matriks mitokondria mengandung tembaga.

SOD adalah antioksidan intraseluler utama dalam sel aerobik yang berada di dalam otak, hati, SDM, ginjal, tiroid, testis, otot jantung, mukosa lambung, kelenjar pituitary, pancreas dan paru-paru. Kerja enzim ini mengkatalisis pemecahan anion superperoksida menjadi oksigen dan hidrogen peroksida.


(29)

Reaksi yang terjadi adalah :

2O2- + 2H2O + SOD 2H2O + O2 + 2OH-

Glutation (GSH) dan glutation peroksidase (GPx) merupakan koenzim dan berperan dalam melindungi sel dari radikal oksigen dan senyawa toksik serta terlibat dalam transport asam amino. GPx merupakan tripertida yang terdiri dari asam amino glisin, asam glutamat, sistein, dan empat selenium. Enzim ini mencegah peroksidasi lipid dengan menggunakan hidrogen peroksida untuk mengubah glutation menjadi glutation teroksidasi (GS-SG). Reaksi yang terjadi adalah

H2O2 + 2 GSH 2 H2O + GS-SG

Enzim katalase banyak terdapat dalam hati dan eritrosit, dan sedikit terdapat pada otot, jantung dan otot skeleton. Kerja enzim ini mengkatalisis pengubahan hidrogen peroksida menjadi molekul air dan oksigen. Reaksinya adalah 2H2O 2H2O + O2

b. Antioksidan eksternal atau sekunder

Antioksidan eksternal atau sekunder disebut juga antioksidan nonenzimatis. Antioksidan dalam kelompok ini sebagai pencegahan dan sistem pertahanan tubuh. Antioksidan ini meliputi vitamin A, E, C, β karoten, golongan flavonoid, senyawa fenolik, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol dan asam-asam organik. Senyawa antioksidan ini bekerja dengan cara menagkap radikal bebas kemudian mencegah reaktivitas amplifikasinya


(30)

c. Antioksidan tersier

Antioksidan tersier berfungsi memperbaiki sel-sel dan jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas, misal enzim metionin sulfosida reduktase yang dapat memperbaiki DNA yang rusak dalam inti sel.

d. Oxygen scavenger

Oxygen scavenger berfungsi mengikat oksigen sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi.

e. Chelators atau squesstrants

Chelators atau squesstrants mampu mengikat logam yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi asam sitrat dan asam amino (Halliwell dan Whiteman, 2004: 231-250).

Pengukuran aktivitas antioksidan ekstrak kulit manggis dengan metode DPPH didapatkan Effective Concentration 50 (EC50) 8,5539 μg/ml. Nilai tersebut menunjukkan ekstrak tersebut termasuk dalam antioksidan kuat (Y.I.P Arry Miryanti, dkk, 2011: 42) .

Pengukuran aktivitas antioksidan pada ekstrak kulit buah manggis juga dapat diketahui dari Nilai ORAC. Nilai ORAC merupakan nilai yang menunjukkan kapasitas kemampuan suatu senyawa dalam mengabsorbsi oksigen reaktif atau senyawa radikal bebas. Nilai ORAC dari ekstrak kulit buah manggis adalah sekitar 17.000-20.000 ORAC (Oxygen Radical Absorbance Capacity) per 100 ons. Nilai ORAC xanton yang tinggi menggambarkan kemampuannya dalam menyerap radikal bebas secara cepat (Yunitasari, 2011: 5).


(31)

5. Asap Rokok

Asap rokok mengandung senyawa kimia lebih dari 4.000 molekul yang bersifat karsinogenik, mutagenik, iritatif maupun toksik. Asap rokok sangat mudah dijumpai di lingkungan dan sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia (Gilmour, et al., 2006: 627-633). Senyawa toksik utama dalam asap rokok, antara lain: nikotin, tar dan karbon monoksida (Mehta, et al., 2008: 497-503). Senyawa mutagenik dan karsinogenik yang utama dalam asap rokok, yaitu N-nitrosamin, 1,3-butadien, benzo(a)piren dan polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) ( Weiss and Jaeger, 2012: 2-3).

Setelah masuk kedalam mulut, asap terkonsentrasi secara aerosol dengan jutaan partikel per kubik sentimeter dengan ukuran 5µm (partikel sedang). Faktor penting pada komposisi asap rokok ditentukan pada suhu saat zona pembakaran. Asap rokok yang dihasilkan dari pembakaran rokok merupakan gas heterogen yang terdiri dari uap yang tidak terkondensasi dan zat cair partikulat. Kandungan asap rokok terdistribusi di lingkungan dengan dua fase yaitu fase partikulat atau partikel solid yang tersuspensi dalam gas (tar) dan fase uap (gas) (Geiss and Dimitrios, 2007).

6. Mencit

Pada penelitian ini hewan uji yang digunakan adalah mencit (Mus musculus) jantan putih. Mencit bersifat mudah ditangani, penakut, cenderung berkumpul dengan sesamanya, mempunyai kecenderungan untuk bersembunyi dan lebih aktif pada malam hari. Mencit cenderung menggigit, maka sebaiknya ditangkap dengan memegang ekor pada dekat


(32)

pangkalnya kemudian diangkat cepat-cepat dan diletakkan di atas ram kawat, kemudian ditarik pelan-pelan dan dipegang tengkuknya pada kulit yang longgar dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri, dengan tangan yang sama ekor dijepit menggunakan jari kelingking. Sebelum mencit diberi perlakuan, mencit dapat dipegang ekornya dan digoyang-goyangkan supaya tidak membalik diri dan merangkak ketangan pemegang (Smith dan Mangkoewidjoyo, 1988: 182).

Klasifikasi Mencit menurut Mangkoewidjojo & Smith (1988) : Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Famili : Muridae

Genus : Mus

Spesies : Mus musculus

Tabel 1. Data Biologik Mencit (Smith dan Mangkoedwidjojo, 1998) Lama Hidup 1-2 tahun

Umur dewasa 35 hari

Berat dewasa 20-40g jantan, 18-35g betina Volume darah 75-80 ml/kg

Sel darah merah 7,7-12,5 . 106/mm3 Sel darah putih 6,0-12,6 . 103/mm3 Hemoglobin 13-16/ 100 ml


(33)

Mencit (Mus musculus) termasuk mamalia yang dianggap memiliki struktur anatomi pencernaan mirip manusia, mudah ditangani dan mudah diperoleh dengan harga relatif murah dibandingkan hewan uji yang lain. Hewan ini bersifat fotofobik dan penakut. Mencit merupakan hewan nocturnal yang lebih aktif di malam hari, Aktifitas ini menurun dengan kehadiran manusia sehingga mencit perlu diadaptasikan terlebih dahulu dengan lingkungannya.

Mencit yang digunakan adalah mencit putih jantan galur Swiss yang mempunyai berat badan rata-rata 29,18 gram pada umur 4-6 minggu. Batas maksimal volume pemberian obat pada mencit untuk pemberian per oral adalah 1 ml. Hal ini berkaitan dengan kapasitas lambung mencit.

7. Trakea Mencit

a. Struktur dan fungsi trakea

Trachea (batang tenggorok) merupakan tabung dari cincin tulang rawan, terletak di daerah leher, yang mengubungkan phaynx dengan bronkus. Posisinya bersebelahan dengan kerongkongan, tepatnya di depan kerongkongan. Dinding dalamnya (mukosa) dilapisi lendir yang sel-selnya berambut getar (Heru Nurcahyo, 2010). Struktur trakea adalah:

1) Tunica mucosa tersusun atas sel thoraks (epithelium pseudocomplex columnair) bersilia dengan sel piala (sel goblet). Lamina propria tersusun atas jaringan ikat longgar dengan serabut elastis.


(34)

2) Tunica sub-mucosa tersusun atas jaringan ikat longgar dengan membrana elastica sebagai batas dengan lamina propria glandula sero-mucosa.

3) Tunica cartilaginea tersusun atas kartilago hialin berbetuk seperti tapal kuda (huruf C), jaringan ikat antara kedua ujung kartilago mengandung sel-sel otot polos juga glandula sero-mucosa.

4) Tunica adventitia tersusun atas jaringan pengikat longgar dengan pembuluh darah lymfe dan saraf.

Gambar 3. Struktur trakea mencit (Irma, 2015: 07).

Fungsi utama trakea adalah pertukaran udara, smembantu dalam perlindungan dari mikroba dan zat berbahaya. Trakea mencegah masuknya zat berbahaya ke bagian yang lebih dalam dari paru-paru, yang akan


(35)

mendorong kerusakan.trakea adalah bertanggung jawab mengangkut udara untuk respirasi dari laring ke bronkus.

a. Gambaran anatomi trakea

Trakea terletak di posterior laring, memanjang dan berbatasan dengan bifurkasio bronki primer dalam kavum thorak. Trakea merupakan organ tubuler yang bertekstur tipis, lentur dan tersusun dari 16-20 deretan kartilago hialin berbentuk C yang mengelilingi bagian ventral dan lateral trakea (Rajagopal and Paul, 2005; Samuelson, 2007). Kartilago hialin berfungsi menahan tekanan eksternal yang dapat menutup saluran pernapasan. Celah diantara kartilago hialin disatukan oleh jaringan fibroelastis yang berfungsi memudahkan pergerakan trakea. Pada dinding posterior trakea tidak terdapat kartilago, tetapi ada pita otot polos tebal yang melintang dan bersatu dengan jaringan ikat (Fawcett, 2002).

b. Gambaran histologi trakea

Trakea tersusun dari tunika mukosa, submukosa, adventisia, jaringan kartilago, jaringan ikat dan otot polos (Gambar 2). Tunika mukosa dilapisi oleh sel-sel epitelia kolumner kompleks bersilia yang terdiri dari enam jenis sel, yaitu sel basal, sel kolumner bersilia, sel Goblet, sel sikat, sel Clara dan sel neuroendokrin (Fawcett, 2002). Sel basal (± 29%) dan sel kolumner bersilia (± 30%) merupakan komponen utama dalam susunan sel-sel epitelia trakea. Sel-sel tersebut bertanggung jawab untuk regenerasi sel dan pengeluaran mukus. Selain itu, sel Goblet (± 28%) secara kontinyu memproduksi vesikel sekretori yang mengandung


(36)

musigen. Musigen tersebut akan dilepaskan pada lumen dan mengalami hidrasi menjadi musin, yaitu substansi likat yang dapat mengikat partikel asing dalam udara yang masuk ke dalam saluran pernapasan (inspirasi).

Sel sikat, sel Clara dan sel neuroendrokrin hanya terdapat dalam jumlah sedikit (± 10%) dari total populasi sel. Dilaporkan, bahwa sel sikat berkaitan dengan saraf trigeminalis sehingga dapat berperan sebagai sel sensori. Sel Clara berfungsi menghasilkan cairan lumen yang mengandung protein dan glikoprotein dan sel neuroendokrin berfungsi menghasilkan granula yang dilepaskan ke dalam lamina propria (Samuelson, 2007).

Lapisan submukosa memiliki 16–20 kartilago hialin berbentuk huruf C yang dilapisi oleh perikondrium berfungsi sebagai penjaga agar lumen trakea tetap terbuka. Cincin–C pada trakea lebih tebal di bagian anterior dari pada sisi posterior dan dipisahkan satu sama lain oleh jaringan ikat fibrosa yang tebal dan kontinyu dengan perikondrium cincin– C. Struktur ini menyebabkan lumen trakea tetap terbuka (Gartner, et al., 2012).

Gambar 4. Gambaran histologik epitel trakea mencit (Herliyani, 2009: 10


(37)

c. Pengaruh asap rokok terhadap saluran pernafasan

Saluran pernafasan memiliki mekanisme pertahanan terhadap masuknya benda asing, seperti debu, bakteri, dan virus, yang dapat masuk bersama udara inspirasi. Sel-sel epitelia saluran pernafasan merupakan pertahanan pertama terhadap antigen. Sel epitelium saluran pernafasan terdiri dari beberapa jenis sel. Jenis yang terbanyak adalah sel epitelium bersilia. Setiap sel tersebut, memiliki 250 silia pada permukaan apikal. Sedangkan dibagian bawah silia, terdapat banyak mitokondria.

Mitokondria akan menyediakan adenosin trifosfat (ATP) yang diperlukan sebagai sumber energi untuk penggetaran silia. Permukaan saluran pernafasan dilapisi oleh lapisan tipis mukus yang disekresikan oleh membran mukosa sel Goblet. Lapisan mukus pada saluran pernafasan mengandung faktor yang efektif sebagai mekanisme pertahanan tubuh, yaitu imunoglobulin terutama IgA, leukosit, interferon dan antibodi lainnya (Ganong, 2003: 468-480).

Merokok secara langsung membahayakan integritas barier fisik sel, meningkatkan permeabilitas sel-sel epitelia saluran pernafasan dan mengganggu kebersihan mukosilia. Jika partikel asing (antigen) masuk ke dalam saluran pernafasan, maka antigen tersebut akan ditangkap dan kemudian diteruskan ke faring. Antigen dan mukus digerakkan dengan kecepatan 1 cm/menit pada sepanjang permukaan trakea ke faring.

Inhalasi asap rokok pada perokok pasif maupun perokok aktif menimbulkan iritasi kronik dan gangguan pada mata, hidung dan


(38)

oroparing. Dilaporkan, bahwa partikel yang terdapat dalam asap rokok dapat menyebabkan penurunan gerakan silia pada saluran pernafasan (Tamashiro, et al., 2009: 117-122).

Paparan asap rokok akut mengakibatkan supresi sel-sel epitelia saluran pernafasan dan secara kronik dapat mengakibatkan inflamasi dan kerusakan sehingga menyebabkan metaplasia sel-sel epitelia (Stampfli, et al., 2009: 34-39). Asap rokok juga dapat menimbulkan perubahan pada mekanisme produksi mukus pada saluran pernafasan. Paparan asap rokok secara kronik menyebabkan kerusakan pada sel-sel epitelia saluran pernafasan dan meningkatkan jumlah dan ukuran sel Goblet sehingga meningkatkan sekresi mukus (Tamashiro, et al., 2009: 117-122). Pada saluran pernafasan, salah satu gambaran histopatologi yang terdapat pada trakea adalah adanya hiperplasia sel-sel Goblet (Komori, et al., 2001: 431-441).

Penelitian pada hewan percobaan, membuktikan bahwa asap rokok dapat meyebabkan meningkatnya jumlah sel Goblet. Selain itu dilaporkan, bahwa asap rokok dapat menghambat transportasi senyawa klorida yang dapat menyebabkan sistik fibrosis pada trakea (Kreindler, et al., 2005: 894-902).

Asap rokok menyebabkan perubahan struktural dan perubahan fungsional pada sel-sel epitelia saluran pernafasan. Penelitian membuktikan, bahwa asap rokok mereduksi viabilitas dan menginduksi apoptosis sel. Penelitian pada hewan percobaan yang dipapar asap rokok


(39)

secara kronik dan intermiten menyebabkan lesi histopatologi pada sel-sel epitelia saluran pernafasan. Jika konsentrasi asap rokok yang diberikan rendah, maka akan menyebabkan hiperplasia, sedangkan pada asap rokok konsentrasi tinggi menyebabkan nekrosis silia dan metaplasia dengan keratinisasi, penebalan submukosa dan infiltrasi sel-sel radang mononukleus (Tamashiro, et al., 2009: 117-122).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kristianti tahun 2004. Paparan asap rokok yang tinggi menyebabkan terjadinya lesi dan metaplasia sel epitelia bronkus dan bronkiolus, adanya metaplasia sel-sel epitelia, hiperplasia kelenjar dan infiltrasi sel-sel-sel-sel radang.

8. Paru-paru Mencit

a. Gambaran makroskopis

Paru-paru mencit berada dalam kavum toraks yang terdiri dari tiga lobi di sebelah kanan dan dua lobus berada di sebelah kiri (Sirois, 2005: 167,172). Paru-paru dibagi menjadi sistem penyalur udara intrapulmonalis, sistem respirasi (parenkima) dan pleura. Sistem penyalur udara intrapulmonalis (bronkus dan bronkiolus) mencakup 6% paru-paru. Parenkima atau daerah pertukaran gas terdiri dari duktus alveolaris, sakus alveolaris dan alveoli yang mencakup 85% dari seluruh paru-paru (Dellmann, et al., 1992).

b. Histologi paru-paru mencit 1) Bronkus


(40)

Bronkus primer memiliki diameter yang lebih kecil jika dibandingkan dengan trakea. Pada setiap bronkus terdapat saraf, pembuluh darah dan percabangan limfatik yang bersamaan dengan percabangan jalur udara. Lamina epitelium mengandung sel Goblet, kelenjar dan jaringan ikat dengan sedikit kartilago. Lamina muskularis terdiri atas jaringan otot polos dan jaringan elastis yang mengandung sel Clara. Setiap bronkus primer akan terbagi menjadi satu atau lebih bronkus intrapulmonalis yang terdiri atas bronkus sekunder dan tersier.(Samuelson, 2007).

Gambar 4. Gambaran histologik parenkima paru-paru mencit a) bronkus b) bronkiolus, c) bronkiolus respiratorius, d) alveoli (Laelatul Rahmad, 2013: 22).

2) Bronkiolus

Bronkiolus merupakan percabangan terakhir pada bronkus intrapulmonalis. Lanjutan pertama adalah bronkiolus primer, tunika mukosa yang terdiri dari lapisan epitelium kuboid bersilia dengan


(41)

jumlah sel Goblet yang semakin sedikit tanpa sel basal. Sel Clara sebagai sel eksokrin bronkial yang berfungsi mengabsorbsi dan mensekresikan glikoprotein bergranula yang dilepaskan melalui sel-sel epitelia bronkioli. Selain itu, sel Clara mampu mendegradasi substansi toksik yang terinhalasi dan sebagai sel basal untuk sel-sel epitelia bronkioli. Lamina propria terdiri dari jaringan ikat dan otot polos. Tunika adventisia terdiri dari sedikit kartilago dan serabut elastis di sekitar lapisan otot polos. Percabangan yang lebih kecil yaitu brokial terminal. Lamina epitelium tersusun atas epitelium kuboid simpleks yang mengandung sel Clara.

3) Bronkiolus respiratorius

Bronkiolus respiratorius melanjut sebagai alveoli dengan dinding yang sangat tipis dan terisi oleh duktus alveoli dan sakus alveoli. Bronkiolus respiratorius secara strukutral terdiri atas lamina epitelium, lamina propria dan tunika submukosa. Lamina epitelium tersusun atas sel-sel epitelia kuboid.

4) Alveoli

Sel utama penyusun alveoli adalah sel-sel epitelia skuamus simpleks (sel alveolar tipe I atau pneumosit I). Nukleus pneumosit I berbentuk pipih. Pneumosit I memiliki sitoplasma sangat tipis (<200 nm) sehingga tidak terlihat secara histologis karena keterbatasan resolusi mikroskop cahaya. Pneumosit I adalah penyusun permukaan luar alveoli sampai >95%. Sel natif lainnya yang menyusun sel-sel


(42)

epitelia alveolus adalah sel alveolar tipe II (pneumosit II) yang terlihat secara histologis berupa sel kuboid. Selain pneumosit I dan II, pada alveoli juga terdapat makrofag dan mast cell. Makrofag pulmonalis berasal dari monosit yang terdapat di dalam sirkulasi darah dan bermigrasi ke jaringan interstisium paru-paru yang juga disebut sebagai makrofag septal. Makrofag tersebut pada umumnya terdapat pada jaringan antar pneumosit I dan lumen alveoli sehingga disebut makrofag alveolaris (Samuelson, 2007).

c. Pengaruh asap rokok pada hewan percobaan mencit

Penelitian mengenai paparan asap rokok terhadap hewan laboratorium terutama mencit telah banyak dilakukan, salah satunya adalah penelitian yang ditujukan untuk menentukan efek sitotoksik asap rokok terhadap jaringan tubuh hewan laboratorium. Asap rokok mengandung reactive oxygen species (ROS) dan reactive nitrogen species (RNS) berupa radikal superoksida, peroksida hidroksil, radikal hidroksil dan peroksinitrit yang dapat menginduksi terjadinya lesi pada sel-sel epitelia alveolaris, stres oksidasi dan kematian sel pada jaringan paru-paru.

Asap rokok memiliki sifat sitotoksik yang dapat menghasilkan senyawa ROS dan memiliki kandungan senyawa aldehid pada fase gas asap rokok. Senyawa-senyawa tersebut dapat melemahkan aktifitas pemusnah radikal bebas di dalam tubuh, antara lain glutation (GSH), N-acetylcystein (NAC) dan superoxide dismutase (SODs). Kandungan


(43)

senyawa ROS akan menginduksi deplesi glutation, menggangu pertumbuhan sel, sel rusak dan lisis, serta meningkatkan permeabilitas sel-sel epitelia. Asap rokok juga berpotensi menginduksi respon inflamasi pada sel-sel epitelia alveoli dan bronki. Asap rokok mengandung acrolein dan acetaldehyde yang merupakan kandungan utama pada fase gas asap rokok yang terbukti dapat menginduksi apoptosis sel-sel epitelia bronki (Aoshiba, et al., 2003: 219-226).

Nekrosis dan apoptosis sel-sel epitelia alveolaris dan bronkialis, senyawa ROS dan RNS pada asap rokok dapat menginduksi terjadi fibrosis pulmonalis pada hewan laboratorium. Penelitian tersebut ditujukan untuk melihat kemampuan aktifitas antioksidan pada tubuh hewan percobaan, yaitu GSH, NAC dan SODs. Ketiga antioksidan tersebut mampu mengurangi induksi fibrosis pulmonalis oleh senyawa ROS atau RNS yang terkandung dalam asap rokok (Aoshiba, et al., 2003: 219-226).

Glutation merupakan antioksidan yang terdapat dalam jaringan paru-paru. Jika glutation jumlahnya tidak normal akan menyebabkan konstriksi bronkus. Senyawa NAC adalah antioksidan yang mengatur homeostatis glutation dengan meningkatkan level cysteine sehingga akan mengatur sintesis glutation. NAC juga akan menyebabkan penurunan aktifitas respon inflamasi, deposisi kolagen dan meningkatkan bleomycin sebagai induktor terjadinya fibrosis jaringan paru-paru. Antioksidan yang ketiga, yaitu SODs, memiliki aktifitas


(44)

yang dapat menurunkan stres oksidasi, inflamasi jaringan paru-paru dan mencegah terjadinya kerusakan jaringan paru-paru (Kinnula, et al., 2005: 417- 422).


(45)

B. Kerangka Berpikir Teoritis

Meningkatnya jumlah perokok aktif setara dengan jumlah

kematian akibat rokok di Indonesia.

Kandungan zat berbahaya pada asap rokok menyebabkan berbagai macam

penyakit terutama penyakit pada saluran pernafasan hingga

menyebabkan kanker.

Dapat dilakukan pencegahan secara alternatif dengan mengkonsumsi makanan atau

minuman kaya antioksidan. Kulit buah manggis (Garcinia

mangostana L) mengandung antioksidan tinggi terutama

xanthone.

Hewan perobaan menggunakan mencit yang diberi perlakuan berupa

pengasapan dari asap rokok dan diberi ekstrak kulit buah manggis

secara oral.

Gambaran histologik Trakea

Gambaran histologik Paru-Paru

Sel epitel

Kruskal Wallis


(46)

C. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka hipotesis penelitian ini yaitu :

1. Pemberian ekstrak kulit manggis berpengaruh terhadap pengurangan kerusakan epitel trakea mencit yang tepapar asap rokok

2. Pemberian ekstrak kulit manggis berpengaruh terhadap gambaran histologik paru-paru mencit yang tepapar asap rokok.


(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan perlakuan pemberian ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana) terhadap gambaran histologik trakea dan paru-paru mencit (Mus musculus) yang terpapar asap rokok.

B. Pelaksanaan Penelitian 1. Waktu penelitian

Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Maret - Juni 2016 2. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Animal House (kebun biologi FMIPA UNY) pada saat pemeliharaan dan perlakuan mencit, sedangkan untuk pembuatan ekstrak kulit manggis dan pembuatan preparat (awetan) histologik trakea dan paru-paru mencit di Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta.

C. Objek Penelitian 1. Populasi penelitian

Populasi penelitian ini adalah mencit putih (Mus musculus) jantan galur Swiss yang berumur 2 bulan dengan berat tubuh rata-rata 29,18 gram.


(48)

2. Sampel penelitian

Teknik pemilihan sampel yang dilakukan untuk dimasukkan ke dalam masing-masing kandang mencit adalah secara acak dengan pemberian tanda berupa warna menggunakan spidol permanen di bagian kepala mencit. Potongan kertas berbentuk kotak berukuran 10 x 10 cm yang juga diberi warna dengan spidol untuk melakukan pemilihan sampel secara acak. Kertas dilipat kemudian dimasukkan ke dalam toples kecil. kertas dipilih dan diambil dengan mata terpejam secara acak. Kertas yang terpilih disesuaikan dengan mencit yang sama warnanya, kemudian dimasukkan ke dalam masing-masing kandang sebanyak 5 ekor sampai keempat kandang terisi rata. Adapun pemberian warna mencit adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Pembagian Warna Pada Mencit Sebagai Teknik Melakukan Pemilihan Sampel

D. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemberian ekstrak kulit manggis dengan variasi dosis sebagai berikut :

Mencit Warna Mencit Warna 1 Merah 11 merah kuning 2 Kuning 12 merah hijau 3 Hijau 13 merah biru

4 Ungu 14 merah hitam

5 biru tua 15 merah merah 6 biru muda 16 merah coklat 7 Hitam 17 merah ungu 8 Pink 18 hitam hitam 9 Orange 19 hitam hijau 10 Coklat 20 hitam ungu


(49)

a. KI : kontrol negatif (tanpa ekstrak dan asap rokok) b. KII : kontrol positif (terpapar asap rokok)

c. KIII : ekstrak 280mg/KgBB perhari dan terpapar asap rokok

d. KIV : ekstrak 560 mg/KgBB perhari dan terpapar asap rokok

e. KV : ekstrak 840mg/KgBB perhari dan terpapar asap rokok

f. Variable tergayut

1) Gambaran histologik trakea mencit yang diamati secara mikroskopis meliputi pengurangan jumlah kerusakan sel epitel. 2) Gambaran histologik paru-paru mencit meliputi susunan sel

normal (bronkus, bronkiolus, alveoli). E. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat yang digunakan pada penelitian meliputi: sarung tangan yang terbuat dari kain tebal untuk melindungi tangan dari gigitan mencit, spuit ukuran 1 ml untuk pemberian ekstrak, korek api, botol kecil (flakon) sebagai wadah organ, baki lilin untuk meletakkan mencit saat pembedahan, alat bedah, sarung tangan lateks, masker, kamera, kandang pemeliharaan dan kandang perlakuan.

1) Kandang pemeliharaan : baki berbentuk kotak dengan tutup strimin agar mencit tidak lepas dan tetap bisa mendapat udara untuk bernafas, sekam, wadah pakan dan minum.


(50)

2) Kandang perlakuan : toples besar yang diberi lubang pada beberapa bagian tepi agar dapat memasukkan rokok dengan tutup toples terpasang, spuit ukuran 5 ml sebagai pompa rokok, selang bening untuk membuat pompa lebih panjang, wadah spidol untuk penjepit rokok.

2. Bahan

Bahan yang digunakan untuk penelitian antara lain mencit, pakan mencit, air minum, kulit buah manggis sebagai bahan utama pembuatan ekstrak kulit buah manggis, rokok kretek merk “D”, kapas, sekam, formalin, cloroform untuk membius mencit yang akan dibedah, dan kertas label untuk memberi label/tanda pada botol flakon.

F. Prosedur Kerja

1. Pembuatan Ekstrak Kulit Buah Manggis.

a. Menyiapkan buah manggis sebanyak 10 kilogram

b. Memisahkan buah, tangkai dan lapisan kulit terluar dari buah manggis.

c. Memotong kulit manggis tipis-tipis agar proses pengeringan semakin cepat.

d. Menggiling kulit manggis yang telah kering hingga berbentuk serbuk.

e. Serbuk ditimbang sebanyak 1 kg. lalu ditempatkan dalam maserator, selanjutnya dimasukkan pelarut ethanol 96% hingga semua terbasahi, maserasi dilakukan selama 48 jam.


(51)

f. Diambil ekstraknya, ampas dimaserasi kembali hingga 2 kali agar ekstrak yang didapatkan maksimal. 1 kg bubuk kulit buah manggis membutuhkan 8 liter ethanol 96%.

g. Hasil maserasi dipekatkan dengan rotary evaporator hingga didapatkan ekstrak kulit buah manggis berbentuk pasta berwarna cokelat.

h. Menimbang ektrak kulit buah manggis sebanyak dosis yang diperlukan, melarutkan kedalam aquadesh dengan suspensor Tween dan PGA sebanyak 1-2% dari berat ekstrak.

i. Diperoleh ektrak kulit buah manggis dalam bentuk cair sehingga memudahkan dalam proses pemberian ke hewan coba.

2. Penentuan Dosis Ekstrak Kulit Buah Manggis dan Asap Rokok Pemberian dosis ekstrak kulit buah manggis untuk mencit adalah 280 mg/KgBB, 560mg/KgBB dan 860 mg/KgBB. Pemberian dosis rokok yaitu sebanyak 2 batang rokok selama 15 menit untuk kelompok yang diberi perlakuan yaitu kelompok KII, KIII, KIVdan KV. Rokok yang digunakan adalah rokok nonfilter/ rokok kretek merk “D” secara inhalasi.

3. Perlakuan pada Mencit


(52)

a. KI : kelompok kontrol negatif yang terdiri dari 5 ekor mencit dengan dipelihara tanpa diberi perlakuan (tanpa paparan asap rokok dan tanpa ekstrak kulit buah manggis).

b. K II : kelompok kontrol positif yang terdiri dari 5 ekor mencit dengan dipelihara + paparan asap rokok dari 2 batang rokok/hari selama 15 menit.

c. KIII : kelompok perlakuan yang terdiri dari 5 mencit yang dipelihara + paparan asap rokok dari 2 batang rokok/hari selama 15 menit + ekstrak kulit buah manggis dengan dosis 280 mg/KgBB perhari.

d. K IV : kelompok perlakuan yang terdiri dari 5 mencit yang dipelihara + paparan asap rokok/hari selama 15 menit + ekstrak kulit buah manggis dengan dosis 560 mg/KgBB.

e. KV : kelompok perlakuan yang terdiri dari 5 mencit yang dipelihara + paparan asap rokok/hari selama 15 menit + ekstrak kulit buah manggis dengan dosis 840 mg/KgBB.

4. Pembuatan Preparat Histologik

Pembuatan preparat histologik trakea dan paru-paru mencit dilakukan di Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta. Proses pembuatan preparat histologik dilakukan melalui beberapa tahapan antara lain (Suntoro, 1983: 48-72):


(53)

a. Fiksasi

Sampel organ trakea dan paru-paru yang diambil difiksasi dengan larutan formalin 10%.

b. Trimming (pemotongan)

Jaringan dipotong tipis ± 10x10x3 mm dengan menggunakan pisau skalpel No. 22-24.

c. Dehydration (dehidrasi)

Tahap ini dilakukan dengan menggunakan automatic histotechnician tisuue processor. Dehidrasi dimaksudkan untuk mengeluarkan air yang terkandung dalam jaringan dan diganti dengan ethanol/ alkohol. Caranya, memasukkan jaringan ke dalam alkohol 80% 2 jam, alkohol 95% (I) 2 jam, 95% (II) 1 jam dan alkohol absolut 3 kali masing-masing 1 jam.

d. Clearing

Clearing (penjernihan): larutan dehidran dibuang dan diganti dengan xylol sebanyak 3 kali masing-masing 1 jam, agar xylol mudah diusir oleh parafin.

e. Infiltration (penyusupan)

Dilakukan di dalam oven dengan suhu 55-60ºC, menggunakan parafin dengan titik cair 56-58 ºC. Potongan organ dimasukkan dalam botol jam yang berisi : 1) parafin 1 selama 2 jam; 2) parafin 2 selama 2 jam; 3) parafin 3 selama 2 jam.


(54)

f. Embedding (penyelubungan)

Kertas kalender dibuat kotak-kotak dengan ukuran 2 x 2 x 2 cm3 atau base mold untuk menanam jaringan. Parafin yang sudah dicairkan dituang dalam kotak-kotak tadi, lalu potongan jaringan ditanam dalam parafin tersebut dan jaringan diletakkan di dasar parafinkemudian didinginkan.

g. Section (pengirisan)

Blok-blok parafin dikeluarkan dari cetakannya,dibentuk dan diiris dengan skalpel berbentuk trapesium. Potongan inikemudian dipasang pada holder yang kemudian dipasang pada mikrotom, kemudian dilakukan pengirisan preparat sampai terbentuk pita coupes.

h. Affixing (penempelan)

Coupes ditempelkan di atas gelas benda yang sebelumnya telah diolesi dengan albumin meyer, lalu ditetesi aquades secukupnya.

i. Deparafinisasi dan staining

Gelas benda yang ditempeli coupes direndam dalam xylol (I) selama 5 menit, xylol (II) 5 menit dan xylol (III) 5 menit. Proses pewarnaan dimulai dengan pencelupan dalam alkohol absolut (I) 5 menit, absolut (II) 5 menit, akuades 1 menit, lalu dimasukkan dalam Hematoxyline-Eosin kemudian dicelupkan dan dibersihkan dalam akuades 1 menit. Lalu dimasukkan


(55)

dalam alkohol asam 2-3 celupan. Bahan lalu dimasukkan dalam akuades (I) 1 menit, akuades (II) 15 menit, Eosin 2 menit, alkohol 96% (I) 3 menit, alkohol 96% (II) 3 menit, alkohol absolut (III) 3 menit, alkohol absolut (IV) 3 menit, kemudian dimasukkan xylol (IV) 5 menit dan xylol (V) selama 5 menit. j. Mounting (penutupan)

Coupes diambil dari larutan xylol kemudian dibersihkan dengan kertas penghisap, lalu ditetesi dengan permount dan ditutup dengan gelas penutup.Selanjutnya preparat dikeringkan di atas termostat.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah gambaran histologik trakea mencit dilihat dari jumlah sel epitel yang mengalami kerusakan. Gambaran histologik paru-paru mencit dilihat dari kerusakan pada susunan sel normal. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10 x 10 kali yang dihubungkan langsung pada monitor (TV). H. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari penghitungan ukuran kerusakan epitel trakea menggunakan Kruskal Wallis untuk mengetahui pengaruh dari pemberian ekstrak kulit buah manggis yang berbeda dosisnya pada taraf signifikan (p ≤ 0,05). Data diuji menggunakan bantuan programn Statistical Product and Service Solution (SPSS). Gambaran histologik paru-paru dianalisis secara deskriptif.


(56)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana) terhadap gambaran histologik trakea dan paru-paru mencit (Mus musculus) yang terpapar asap rokok. Hal tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa zat berbahaya yang terkandung dalam asap rokok dapat menyebabkan berbagai macam penyakit pada saluran pernafasan hingga kanker.

1. Gambaran Histologik Trakea

Paparan asap rokok mengakibatkan supresi sel-sel epitelia saluran pernafasan dan secara kronik dapat mengakibatkan inflamasi serta kerusakan sehingga menyebabkan metaplasia sel-sel epitel pada saluran pernafasan (Stampfli and Anderson, 2009: 34).

Jika konsentrasi asap rokok yang diberikan rendah, maka akan menyebabkan hiperplasia, sedangkan pada asap rokok konsentrasi tinggi menyebabkan nekrosis silia dan metaplasia dengan keratinisasi, penebalan submukosa dan infiltrasi sel-sel radang mononukleus (Tamashiro, et al., 2009: 117-122).


(57)

Tabel 3. Rerata Hasil Perhitungan Kerusakan Sel Epitel Trakea Mencit yang Terpapar Asap Rokok dan Diberi Ekstrak Kulit Buah Manggis.

Kadar ekstrak (Mg/Kgbb)

Tikus Total Kerusakan

Sel Epitel

Kontrol (-) 1 18,12

2 14,12

3 20,12

4 25,12

5 30,12

Rerata 21,52

Kontrol (+) 1 24,12

2 30,12

3 38,12

4 60,12

5 58,12

Rerata 42,12

280 mg/kgbb 1 37,12

2 44,12

3 38,12

4 36,12

5 38,12

Rerata 38,72

560 mg/kgbb 1 38,12

2 41,12

3 38,12

4 30,12

5 33,12

Rerata 36,12

840 mg/kgbb 1 30,12

2 33,12

3 25,12

4 38,12

5 30,12

Rerata 31,32

Standar Deviasi 1,44338

Pengamatan gambaran histologik trakea mencit ini dilakukan di laboratorium mikroskopi menggunakan mikroskop dengan perbesaran 100x yang dilihat langsung pada monitor (TV). Sel yang diamati yaitu sel yang mengalami


(58)

kerusakan. Sel yang mengalami kerusakan yaitu pada sel epitel. Kerusakan sel yang sudah terhitung dianalisis menggunakan analisis Kruskal wallis untuk mengetahui adanya pengaruh dari pemberian ekstrak kulit manggis terhadap gambaran histologik trakea mencit yang terpapar asap rokok.

Tabel 4. Data Hasil Analisis Kruskal Wallis terhadap Kerusakan Epitel Trakea Mencit yang Terpapar Asap Rokok dan diberi Ekstrak Kulit Buah Manggis.

perlakuan N Mean Rank selepitel kontrol(-) 5 4.10

kontrol(+) 5 16.10

280mg/kgbb 5 17.80

560mg/kgbb 5 16.10

840/kgbb 5 10.90

Total 25

Tabel 4 adalah hasil analisis Kruskal Wallis terhadap kerusakan epitel trakea mencit. Asymp. Sig menunjukan angka 0.018 lebih kecil dibanding nilai kritis 0,05 berarti perlakuan pemberian ekstrak kulit manggis memberikan pengaruh yang nyata terhadap kerusakan sel epitel trakea mencit yang terpapar asap rokok. Pada kolom Mean Rank, rata-rata terkecil kerusakan sel epitel yaitu pada kelompok I yaitu kelompok kontrol negatif yaitu 4.10 sel sedangkan rerata kerusakan tetinggi adalah pada kelompok III yaitu 17,80 sel.

selepitel Chi-Square 11.880

df 4

Asymp.


(59)

Gambar 6. Histogram rerata kerusakan sel epitel trakea mencit yang terpapar asap rokok dan diberi ekstrak kulit buah manggis.

Keterangan :

Kelompok I : kelompok kontrol negtif yang tidak diberi perlakuan II : kelompok kontrol positif yang diberi paparan asap rokok III : kelompok yang diberi ekstrak 280 ml/KgB dan asap rokok

IV : kelompok yang diberi ekstrak 560 ml/KgBB dan asap rokok

V : kelompok yang diberi ekstrak 840 ml/KgBB dan asap rokok

Tingkat kerusakan tertinggi sel epitel adalah pada kelompok II (kontrol positif) yaitu mencapai 42,12 sel. Rerata kerusakan sel epitel yang terendah pada kelompok I (kontrol negatif) yaitu hanya mencapai 21,52 sel. Kelompok III, IV dan V kerusakan sel epitel mengalami penurunan secara berturut-turut. Hal tersebut berarti perlakuan kelompok V dengan dosis 840 mg/kgBB mampu menurunkan tingkat kerusakan sel epitel lebih baik dibanding pada dosis 280 mg/KgBB (38,72) dan dosis 560 mg/KgBB (36,12sel).

1 2 3 4 5

sel epitel 21.52 42.12 38.72 36.12 31.32

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 jum la h ke rus a ka n


(60)

Gambar 7. Foto mikrograf preparat histologik epitel trakea mencit kelompok I.

Keterangan: 1) Lumen

2) Tunika mukosa 3) Submukosa 4) Kartiago hialin

Gambar 8. Foto mikrograf preparat histologi epitel trakea mencit kelompok II

Keterangan: 1) Lumen

2) Tunika mukosa 3) Submukosa 4) Kartiago hialin


(61)

Gambar 9. Foto mikrograf preparat histologi epitel trakea mencit kelompok III.

Keterangan: 1) Lumen

2) Tunika mukosa 3) Submukosa

Gambar 10. Foto mikrograf preparat histologi epitel trakea mencit kelompok IV

Keterangan: 1) Lumen

2) Tunika mukosa 3) Submukosa 4) Kartiago hialin


(62)

Gambar 11. Foto mikrograf preparat histologi epitel trakea mencit kelompok V.

Keterangan: 1) Lumen

2) Tunika mukosa 3) Submukosa 4) Kartiago hialin

2. Gambaran Histologik Paru-Paru Mencit

Asap rokok mengandung reactive oxygen species (ROS) dan reactive nitrogen species (RNS) berupa radikal superoksida, peroksida hidroksil, radikal hidroksil dan peroksinitrit yang dapat menginduksi terjadinya lesi pada sel-sel epitelia alveolaris, stres oksidasi dan kematian sel pada jaringan paru-paru.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kristianti pada tahun 2004. Paparan asap rokok subkronik menyebabkan terjadinya lesi dan metaplasia sel-sel epitelia bronkus dan bronkiolus, adanya metaplasia sel-sel epitelia, hiperplasia kelenjar dan infiltrasi sel-sel radang.


(63)

Gambar 12. Foto Mikrograf Preparat Histologi Paru-Paru Mencit Kelompok I (HE Perbesaran 100 x)

Keterangan : a. Bronkus

b. Bronkiolus respiratorius c. Alveoli

Gambar 13. Foto Mikrograf Preparat Histologi Paru-Paru Mencit Kelompok II (HE Perbesaran 100 x)

Keterangan : d. Bronkus

e. Bronkiolus respiratorius f. Alveoli


(64)

Gambar 14. Foto Mikrograf Preparat Histologi Paru-Paru Mencit Kelompok III (HE Perbesaran 100 x)

Keterangan : a. Bronkus

b. Bronkiolus respiratorius c. Alveoli

Gambar 15. Foto Mikrograf Preparat Histologi Paru-Paru Mencit Kelompok IV (HE Perbesaran 100 x)

Keterangan : a. Bronkus

b. Bronkiolus respiratorius c. Alveoli


(65)

Gambar 16. Foto Mikrograf Preparat Histologi Paru-Paru Mencit Kelompok V (HE Perbesaran 100 x)

Keterangan : a. Bronkus

b. Bronkiolus respiratorius c. Alveoli

Pada gambar diatas ditunjukan susunan sel normal paru-paru mencit yang terdiri dari bronkiolus, bronkiolus respiratorius, dan alveoli.

2. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana ) terhadap gambaran histologik trakea dan paru-paru mencit (Mus musculus) yang terpapar asap rokok. Variabel yang diukur meliputi jumlah kerusakan jaringan trakea yaitu pada sel epitel trakea mencit dan gambaran histologik paru-paru meliputi susunan sel normal paru-paru mencit.


(66)

1. Kerusakan Sel Trakea Akibat Asap Rokok

Kelompok kontrol negatif dijadikan sebagai patokan kerusakan/ kematian sel sebelum diberi perlakuan ekstrak dan rokok. Secara alami sel akan mengalami kerusakan akibat usia sel, selanjutnya akan digantikan oleh sel yang baru. Oleh sebab itu kontrol negatif diperlukan untuk menunjukkan bahwa kontrol positif dan kelompok perlakuan, kerusakan/ kematian sel hati bukan berasal dari kerusakan akibat degeneratif organ tersebut, melainkan disebabkan oleh dampak asap rokok yang dipaparkan.

Hasil pengamatan menunjukkan jumlah kerusakan sel epitel pada kelompok kontrol positif adalah yang tertinggi. Kerusakan sel tersebut disebabkan oleh perlakuan yang hanya berupa paparan asap rokok. Sel epitel yang mengalami kerusakan terjadi akibat asap rokok yang banyak mengandung radikal bebas baik pada komponen tar maupun komponen gasnya. Menurut Repine. J et.al (1997: 156) komponen dalam asap rokok dapat menghasilkan radikan Superperoksida (O2-), radikal Hidrogen Peroksida (H2O2), dan radikal Hidroksil (OH), selain itu kandungan logam

cadmium memicu terjadinya reaksi feton yang menghasilkan radikal Hidroksil. Tar dalam rokok juga mengandung ion besi yang dapat mengkatalisa pembentukan radikal Peroksil dan Hidrogen Peroksida.

Kelompok mencit dengan perlakuan paparan asap rokok dan ekstrak kulit buah manggis dengan dosis 840 mg/KgBB (KV) menunjukkan hasil yang paling baik. Jumah kematian sel pada kelompok KV mengalami penurunan jumlah kerusakan sel epitel trakea dibanding


(67)

kelompok III, dan IV. Keadaan ini dapat diartikan bahwa perlakuan ekstrak 840 mg/KgBB mampu menurunkan jumlah kerusakan sel epitel trakea. Hal ini jelas membuktikan bahwa ekstrak kulit buah manggis mampu bekerja sebagai antioksidan. Sesuai dengan Kosem (2007: 10) yang menyebutkan bahwa xanton terbukti menghambat produksi radikal bebas. Bukti adanya aktivitas antioksidan intraseluler secara signifikan yang diukur dengan metode DPPH. Hasil DPPH membuktikan bahwa ekstrak kulit buah manggis mampu menghambat 50 % pembentukan radikal dan juga mereduksi produksi senyawa radikal bebas dalam tubuh dengan menghambat radikal Superperoksida serta menangkap radikal Hidroksil.

Penurunan kerusakan diakibatkan kandungan ekstrak kulit buah terutama xanton berikatan dengan radikal bebas dan membantu dalam recovery sel. Gamma-mangostin dan alfa-mangostin yang terkandung dalam kulit manggis menunjukkan aktivitas scavenging radikal bebas. Xanton melawan radikal bebas dengan cara mendonorkan atom hydrogen dari gugus hidroksil (OH) kepada radikal bebas sehingga merubah radikal bebas menjadi lebih stabil (Rahmah, dkk., 2012: 80).

Penelitian ini membuktikan bahwa kandungan dalam ekstrak kulit buah manggis mampu menetralkan radikal bebas, sehingga zat radikal yang masuk ke dalam tubuh tidak mampu lagi merusak senyawa-senyawa dalam sel. Hal ini menyebabkan kerusakan sel tubuh, khususnya kerusakan sel epitel menjadi sangat berkurang. Semakin besar ekstrak kulit


(68)

buah manggis yang diberikan, jumlah kerusakan sel semakin kecil. Kadar ekstrak kulit buah manggis 840 mg/KgBB terbukti paling baik dalam menurunkan jumlah kerusakan sel epitel trakea mencit.

2. Gambaran Histologik Paru-Paru Mencit

Hasil pengamatan gambaran histologik paru-paru pada KI, KII, KIII, KIV, dan KV tidak menunjukkan adanya perubahan pada gambaran histologik paru-paru (normal), yaitu alveoli normal dengan sel-sel epithelia alveoli berbentuk skuamous simpleks dan tidak mengalami hipertropi, hiperplasia ataupun inflamasi. Alveoli tersusun oleh sel-sel epitelia skuamus (sel alveolar/pneumosit tipe I dan II). Alveolus merupakan unit terminal pertukaran udara dengan percabangan sakus alveolaris yang memiliki rongga yang lebih kecil jika dibandingkan dengan sakus alveolaris (Samuelson, 2007: 145-152)

KI yaitu kelompok kontrol negatif yang tidak diberi perlakuan menunjukan gambaran sel normal tidak mengalami kerusakan, lesi, nekrosis maupun mitosis limfosit. Begitu pula pada KII, III dan IV dengan pemberian dosis ekstrak kulit manggis dan paparan asap rokok menunjukan hasil yang sama. Dalam hal ini parenkima paru-paru, termasuk alveoli, septum interalveolaris, bronkus dan BALT-nya tidak mengalami perubahan. Menurut Aoshida dan Nagai (2003), jaringan paru-paru normal mencit dapat mempunyai struktur alveoli yang tersusun atas dua sel epitelia yang berbeda, sel epitelium simpleks (Pneumosit I) dan sel epitelium kuboid (Pneumosit II). Pneumosit I menyusun 90% permukaan


(69)

alveoli dan 7% jaringan parenkima paru-paru. Pneumosit II hanya menempati 10% permukaan alveoli dan 15% jaringan parenkima paru-paru. Bronchus associated lymphoid tissue (BALT) merupakan jaringan imun berupa folikel atau agregat limfosit mengandung sel limfosit T dan sel B terdapat di sebelah bronkus (Bienenstock and Robert, 2007: 1828 – 1928).

Pada KIII, KIV, dan KV kelompok yang diberi paparan asap rokok 2 batang per hari dan diberi ekstrak kulit buah manggis dengan dosis ekstrak 280 mg/KgBB, 560 mg/KgBB dan 840mg/KgBB yang diberikan per oral per hari selama 30 hari pada paru-paru mencit terlihat BALT normal, tidak terjadi perubahan histologik pada sel-sel limfosit di dalamnya dan alveoli juga normal.

Pada KII kelompok yang diberi pengasapan rokok 2 batang per hari tanpa diberi ekstrak kulit buah manggis juga tidak menunjukkan tanda-tanda kerusakan maupun lesi histopatologis BALT dan alveoli. Pada alveoli tidak ditemukan infiltrasi sel radang, terutama makrofag pada septum interalveolaris. Hal tersebut membuktikan bahwa ekstrak kulit buah manggis tidak berpengaruh pada gambaran histologik paru-paru mencit.

Berbeda dengan dasar teori yang menyebutkan bahwa asap rokok mengandung reactive oxygen species (ROS) dan reactive nitrogen species (RNS) berupa radikal superoksida, peroksida hidroksil, radikal hidroksil dan peroksinitrit yang dapat menginduksi terjadinya kerusakan pada


(70)

sel-sel epitelia alveolaris, stres oksidasi dan kematian sel-sel pada jaringan paru-paru. Hal ini terjadi kemungkinan dikarenakan kondisi paru-paru mencit yang sehat, dan waktu penelitian/waktu terkena paparan asap rokok yang tidak terlalu lama (Bienenstock and Robert, 2007: 1828 – 1928).

Kandungan senyawa ROS akan menginduksi deplesi glutation, menggangu pertumbuhan sel, sel rusak dan lisis, serta meningkatkan permeabilitas sel-sel epitelia. Asap rokok juga berpotensi menginduksi respon inflamasi pada sel-sel epitelia alveoli dan bronkiolus. Asap rokok mengandung acrolein dan acetaldehyde yang merupakan kandungan utama pada fase gas asap rokok yang terbukti dapat menginduksi apoptosis sel-sel epitelia bronki (Aoshiba and Nagai, 2003: 219-226).

Nekrosis dan apoptosis sel-sel epitelia alveolaris dan bronkialis, senyawa ROS dan RNS pada asap rokok juga dapat menginduksi terjadi fibrosis pulmonalis pada hewan laboratorium. Penelitian tersebut ditujukan untuk melihat kemampuan aktifitas antioksidan pada tubuh hewan percobaan, yaitu GSH, NAC dan SODs. Ketiga antioksidan tersebut mampu mengurangi induksi fibrosis pulmonalis oleh senyawa ROS atau RNS yang terkandung dalam asap rokok.

Penelitian ini mengenai pemberian ekstrak kulit buah manggis tidak berpengaruh terhadap gambaran histologik paru-paru mencit yang terpapar asap rokok.


(71)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Pemberian ekstrak kulit buah manggis memberikan pengaruh yang nyata (p ≤ 0,05) terhadap pengurangan jumlah kerusakan sel epitel trakea mencit yang terpapar asap rokok, dosis yang paling berpengaruh untuk menurunkan jumlah ukuran kerusakan sel epitel adalah 840 mg/KgBB. 2. Pemberian ekstrak kulit buah manggis tidak memberikan pengaruh

terhadap gambaran histologik paru-paru mencit yang terpapar asap rokok. B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kandungan ekstrak kulit buah manggis selain sebagai antioksidan.

2. Perlu dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi jumlah kerusakan pada gambaran histologik trakea mencit.

3. Perlu dilakukan penelitian dalam waktu yang lebih lama terutama pada paparan asap rokok untuk mengetahui gambaran histologik paru-paru mencit.

C. Keterbatasan penelitian

1. Pengamatan histologik trakea mencit hanya terbatas pada penghitungan jumlah sel yang mengalami kerusakan yaitu pada sel epitel.


(72)

2. Pengamatan histologik paru-paru mencit hanya terbatas pada waktu pemaparan asap rokok selama 15 menit berdasarkan pada lama habisnya rokok yang terbakar.


(73)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I . Hasil Analisis Kruskal Wallis Histologik Trakea Mencit. NPar Tests

Notes

Output Created 13-Oct-2016 16:12:39

Comments

Input Active Dataset DataSet0

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 25

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as

missing.

Cases Used Statistics for each test are based on all

cases with valid data for the variable(s) used in that test.

Syntax NPAR TESTS

/K-W=selepitel BY perlakuan(1 5) /STATISTICS DESCRIPTIVES /MISSING ANALYSIS.

‘Resources Processor Time 00:00:00.031

Elapsed Time 00:00:00.045

Number of Cases Alloweda 112347

a. Based on availability of workspace memory.

[DataSet0]

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

selepitel 25 33.9600 10.61712 14.12 60.12

perlakuan 25 3.0000 1.44338 1.00 5.00

Kruskal-Wallis Test

Test Statisticsa,b

selepitel

Chi-Square 11.880

df 4

Asymp. Sig. .018

a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: perlakuan

Ranks

perlakuan N Mean Rank

selepitel kontrol(-) 5 4.10

kontrol(+) 5 16.10

280mg/kgbb 5 17.80

560mg/kgbb 5 16.10

840/kgbb 5 10.90


(74)

Lamiran II. Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Kulit buah manggis yang sudah dikupas dari buahnya.

Gambar 2. Kulit buah manggis yang sudah dicampur dengan ethanol.

Gambar 3. Ekstrak kulit buah manggis yang sudah siap.

Gambar 4. Mencit yang digunakan dalam penelitian.

Gambar 5. Penimbangan berat badan mencit.

Gambar 6. Kandang pemeliharaan mencit.

Gambar 7. Spluit untuk memberi ekstrak kulit buah manggis ke mencit.

Gambar 8. Proses pemberian ekstrak kulit manggis secara oral.

Gambar 9. Alat dan kandang pengasaan.


(75)

Gambar 10. Rokok merk “D” yang digunakan untuk pengasapan.

Gambar 11. Proses pengasaan mencit.

Gambar 12. Bak parafin dan alat bedah untuk membedah mencit.

Gambar 13. Mencit yang akan dibedah.

Gambar 14. Proses pembedahan untuk pengambilan organ trakea dan paru-paru mencit.

Gambar 15. Formalin 10% untuk fiksasi organ.

Gambar 16.

Penyimpanan organ jantung dalam botol flakon kecil yang berisis formalin10%.

Gambar 17. Hasil pengamatan preparat histologik trakea mencit.

Gambar 18. Hasil pengamatan preparat histologik paru-paru mencit.


(1)

64

sel epitelia alveolaris, stres oksidasi dan kematian sel pada jaringan paru-paru. Hal ini terjadi kemungkinan dikarenakan kondisi paru-paru mencit yang sehat, dan waktu penelitian/waktu terkena paparan asap rokok yang tidak terlalu lama (Bienenstock and Robert, 2007: 1828 – 1928).

Kandungan senyawa ROS akan menginduksi deplesi glutation, menggangu pertumbuhan sel, sel rusak dan lisis, serta meningkatkan permeabilitas sel-sel epitelia. Asap rokok juga berpotensi menginduksi respon inflamasi pada sel-sel epitelia alveoli dan bronkiolus. Asap rokok mengandung acrolein dan acetaldehyde yang merupakan kandungan utama pada fase gas asap rokok yang terbukti dapat menginduksi apoptosis sel-sel epitelia bronki (Aoshiba and Nagai, 2003: 219-226).

Nekrosis dan apoptosis sel-sel epitelia alveolaris dan bronkialis, senyawa ROS dan RNS pada asap rokok juga dapat menginduksi terjadi fibrosis pulmonalis pada hewan laboratorium. Penelitian tersebut ditujukan untuk melihat kemampuan aktifitas antioksidan pada tubuh hewan percobaan, yaitu GSH, NAC dan SODs. Ketiga antioksidan tersebut mampu mengurangi induksi fibrosis pulmonalis oleh senyawa ROS atau RNS yang terkandung dalam asap rokok.

Penelitian ini mengenai pemberian ekstrak kulit buah manggis tidak berpengaruh terhadap gambaran histologik paru-paru mencit yang terpapar asap rokok.


(2)

65

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Pemberian ekstrak kulit buah manggis memberikan pengaruh yang nyata

(p ≤ 0,05) terhadap pengurangan jumlah kerusakan sel epitel trakea mencit yang terpapar asap rokok, dosis yang paling berpengaruh untuk menurunkan jumlah ukuran kerusakan sel epitel adalah 840 mg/KgBB. 2. Pemberian ekstrak kulit buah manggis tidak memberikan pengaruh

terhadap gambaran histologik paru-paru mencit yang terpapar asap rokok. B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kandungan ekstrak kulit buah manggis selain sebagai antioksidan.

2. Perlu dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi jumlah kerusakan pada gambaran histologik trakea mencit.

3. Perlu dilakukan penelitian dalam waktu yang lebih lama terutama pada paparan asap rokok untuk mengetahui gambaran histologik paru-paru mencit.

C. Keterbatasan penelitian

1. Pengamatan histologik trakea mencit hanya terbatas pada

penghitungan jumlah sel yang mengalami kerusakan yaitu pada sel epitel.


(3)

66

2. Pengamatan histologik paru-paru mencit hanya terbatas pada waktu pemaparan asap rokok selama 15 menit berdasarkan pada lama habisnya rokok yang terbakar.


(4)

74

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I . Hasil Analisis Kruskal Wallis Histologik Trakea Mencit.

NPar Tests

Notes

Output Created 13-Oct-2016 16:12:39

Comments

Input Active Dataset DataSet0

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 25

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as missing.

Cases Used Statistics for each test are based on all

cases with valid data for the variable(s) used in that test.

Syntax NPAR TESTS

/K-W=selepitel BY perlakuan(1 5) /STATISTICS DESCRIPTIVES /MISSING ANALYSIS.

‘Resources Processor Time 00:00:00.031

Elapsed Time 00:00:00.045

Number of Cases Alloweda 112347

a. Based on availability of workspace memory.

[DataSet0]

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

selepitel 25 33.9600 10.61712 14.12 60.12

perlakuan 25 3.0000 1.44338 1.00 5.00

Kruskal-Wallis Test

Test Statisticsa,b selepitel

Chi-Square 11.880

df 4

Asymp. Sig. .018

a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: perlakuan

Ranks

perlakuan N Mean Rank

selepitel kontrol(-) 5 4.10

kontrol(+) 5 16.10

280mg/kgbb 5 17.80

560mg/kgbb 5 16.10

840/kgbb 5 10.90


(5)

75 Lamiran II. Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Kulit buah manggis yang sudah dikupas dari buahnya.

Gambar 2. Kulit buah manggis yang sudah dicampur dengan ethanol.

Gambar 3. Ekstrak kulit buah manggis yang sudah siap.

Gambar 4. Mencit yang digunakan dalam penelitian.

Gambar 5. Penimbangan berat badan mencit.

Gambar 6. Kandang pemeliharaan mencit.

Gambar 7. Spluit untuk memberi ekstrak kulit buah manggis ke mencit.

Gambar 8. Proses pemberian ekstrak kulit manggis secara oral.

Gambar 9. Alat dan kandang pengasaan.


(6)

76 Gambar 10. Rokok merk

“D” yang digunakan untuk

pengasapan.

Gambar 11. Proses pengasaan mencit.

Gambar 12. Bak parafin dan alat bedah untuk membedah mencit.

Gambar 13. Mencit yang akan dibedah.

Gambar 14. Proses pembedahan untuk pengambilan organ trakea dan paru-paru mencit.

Gambar 15. Formalin 10% untuk fiksasi organ.

Gambar 16.

Penyimpanan organ jantung dalam botol flakon kecil yang berisis formalin10%.

Gambar 17. Hasil pengamatan preparat histologik trakea mencit.

Gambar 18. Hasil pengamatan preparat histologik paru-paru mencit.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Perubahan Kadar Enzim AST, ALT serta Perubahan Makroskopik dan Histopatologi Hati Mencit Jantan (Mus musculus L) strain DDW setelah diberi Monosodium Glutamate (MSG) diban

1 68 118

Pengaruh Penambahan Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia X Mangostana L.) Terhadap Nilai Spf Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenson Dan Oktil Metoksisinamat

4 100 106

Pengaruh Pemberian Ekstrak Segar Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Gambaran Histologis Ginjal Mencit Jantan (Mus musculus L.)

3 91 49

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Gambaran Histopatologis Lambung Tikus (Rattus norvegicus L.) Jantan yang Dipapari Kebisingan

2 103 56

Daya Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Fusobacterium nucleatum sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar secara in Vitro

8 89 59

Pengaruh Pemberian Ekstrak N-Heksan Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Gambaran Histologis Limpa Mencit (Mus musculus L.) Strain DDW

1 107 58

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana.L) Terhadap Perubahan Makroskopis, Mikroskopis dan Tampilan Immunohistokimia Antioksidan Copper Zinc Superoxide Dismutase (Cu Zn SOD) Pada Ginjal Mencit Jantan (Mus Musculus.L) Stra

3 48 107

Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana) terhadap Jumlah Eritrosit, Leukosit, Hemoglobin (Hb) dan Gambaran Histologik Jantung Mencit (Mus musculus) yang Terpapar Asap Rokok.

0 0 3

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana) TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIK HATI DAN GINJAL MENCIT (Mus musculus) YANG TERPAPAR ASAP ROKOK.

0 0 3

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana Linn) TERHADAP NEKROSIS GLOMERULUS DAN TUBULUS GINJAL MENCIT JANTAN (Mus musculus) YANG DI PAPAR ASAP ROKOK

0 1 73