Ketidakamanan Kerja Variabel Bebas

15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Variabel Bebas

1. Ketidakamanan Kerja

a. Definisi Ketidakamanan Kerja Ketidakamanan kerja merupakan persepsi yang dirasakan seseorang yang berkaitan dengan potensi kehilangan pekerjaan yang telah berlangsung seperti kehilangan pekerjaan tetap hingga hilangnya hal-hal penting dalam pekerjaan tersebut Greenhalg Rosenblatt, 1984. Greenhalg Rosenblatt dalam Ashford, Lee, Bobko, 1989 mendefinisikan ketidakamanan kerja sebagai ketidakberdayaan seseorang untuk mempertahankan keberlanjutan dalam bekerja dari situasi kerja yang mengancam. Gaunt and Benjamin dalam Cetin, 2013 menjelaskan bahwa ketidakamanan kerja adalah sebuah proses yang mencerminkan perubahan mendasar yang terjadi di luar permintaan karyawan berdasarkan persepsi pribadi dari situasi kerja berkelanjutan. Mohr, van Vuuren dalam Witte, 2012 memaparkan ketidakamanan kerja dapat disamakan dengan perasaan terancam saat bekerja serta dapat didefinisikan sebagai kekhawatiran tentang kelangsungan dari pekerjaan saat ini. Hal serupa dipaparkan oleh Sulistyawati, Nurtjahjanti, dan Prihatsanti 2012 yang mengungkapkan bahwa ketidakamanan kerja sangat berkaitan dengan ketidakberdayaan dalam menghadapi situasi kerja yang mengancam. Situasi kerja yang mengancam dapat diartikan sebagai berbagai faktor yang menyebabkan seseorang merasa terancam dalam bekerja. Faktor yang menyebabkan seseorang merasa terancam dalam bekerja seperti mendapat surat pemberhentian kerja, situasi kerja yang tidak kondusif, tidak adanya tunjangan dalam bekerja, persaingan kerja yang tidak sehat dan lain sebagainya. Setiawan 2008 menjelaskan bahwa ketidakamanan kerja sebagai kondisi 33 yang dialami seorang pekerja yang disebabkan oleh faktor eksternal seperti perubahan lingkungan dan faktor internal seperti watak atau kepribadian serta mental seseorang yang mengalami kondisi tersebut. Witte 2012 menyebutkan bahwa ketidakamanan kerja juga dikatakan sebagai persepsi subjektif dari seseorang, sehingga setiap orang akan menginterpretasikan berbeda dari setiap situasi kerja yang mengancam. Persepsi subjektif merujuk pada perbedaan pendapat pada setiap orang dalam menginterpretasikan sesuatu. Sependapat dengan Witte 2012, Burchell 2002 menjelaskan bahwa ketidakamanan kerja di definisikan sebagai perasaan subjektif tentang risiko kehilangan seuatu pekerjaan yang dirasakan oleh karyawan tersebut. Witte 2012 juga menjelaskan bahwa situasi objektif yang sama dapat ditafsirkan secara berbeda oleh setiap karyawan. Beberapa karyawan merasa takut tentang suatu saat dirinya diberhentikan dari pekerjaan, sedangkan karyawan lainnya merasa yakin tentang pekerjaan mereka, sementara ada kemungkinan kuat bahwa mereka akan diberhentikan. Pearce dalam Sverke, 2006 menyebutkan bahwa seseorang yang memiliki kecenderungan mengalami ketidakamanan kerja adalah karyawan tidak tetap atau karyawan yang bekerja sementara kontrak atau outsourcing. Sependapat dengan Nopiando 2012 menyebutkan bahwa golongan pekerja yang rentan mengalami ketidakamanan kerja salah satunya adalah karyawan kontrak, karena ketidakpastian untuk bekerja jika kontrak sudah habis maka karayawan merasa tidak berdaya. Pendapat lainnya menyebutkan bahwa ketidakamanan kerja adalah harapan seseorang tentang kontinuitas dalam bekerja Davy, Kinicki, Scheck, 1997 dalam Sverke, 2006; perhatian menyeluruh tentang masa depan dalam pekerjaan Rosenblatt Ruvio, 1996 dalam 34 Sverke, 2006; Persepsi karyawan terhadap potensi terjadinya ancaman yang dapat mempengaruhi kelangsungan dalam pekerjaannya saat ini Heaney, Israel, House, 1994 dalam Sverke, 2006; dan perbedaan antara tingkat keamanan berdasarkan pengalaman seseorang Hartley et al, 1991 dalam Sverke, 2006. Berdasarkan definisi dari ketidakamanan kerja yang telah dipaparkan diatas, dapat disimpulkan definisi ketidakamanan kerja yang akan menjadi batasan dalam penelitian ini mengacu pada teori dari Burchell 2002 yaitu perasaan subjektif tentang risiko kehilangan seuatu pekerjaan yang dirasakan oleh karyawan tersebut. b. Dimensi Ketidakamanan Kerja Menurut Greenhalg Rosenblatt 1984, terdapat dua dimensi dasar dari ketidakamanan kerja yaitu: 1 perceived severity of threat persepsi terhadap tingkat ancaman 2 perceived powerlessness to resist threats persepsi ketidakberdayaan untuk melawan ancaman. Burchell 2002 membagi ketidakamanan kerja keadalam dua diemensi yaitu: 1 Losing The Job Itself : Persepsi karyawan mengenai ketakunan yang dirasakan ketika kehilangan pekerjaan. Pada komponen ini ketakunan yang dirasakan karyawan ketika kehilangan pekerjaan dikarenakan oleh redundancies, lay-off, sackings, dan bullyingharassment. Adapun penjelasan dari masing-masing aspek adalah sebagai berikut: a redundancies : suatu keadaan dimana ketika suatu perusahaan atau organisasi secara keseluruhan melakukan perampingan atau downsizing ketika perusahaan 35 mengalami merger atau di akuisisi dan ketika pekerjaan dari karyawan tidak lagi diperlukan lagi oleh perusahaan Armstrong, 2009 b lay-off : kebijakan yang dilakukan oleh perusahaan untuk menekan cost atau biaya perusahaan dengan memberhentikan sejumlah karyawan Gomez, 2010. Karyawan yang di layoff merasa ketakutan akan masa depan kerja yang tidak pasti. c sackings : suatu keadaan dimana karyawan dipecat oleh perusahaan karena suatu alasan seperti kinerja karyawan yang buruk, kualitas kerja yang rendah atau perusahaan tidak menginginkan karyawan tersebut bekerja di perusahaan lain. Karyawan yang mendapat lay-off atau di PHK tidak dapat bekerja di perusahaan tersebut kembali dan akan digantikan dengan karyawan lain. d bullyingharassment : suatu keadaan dimana karyawan mendapat perlakukan yang tidak mendapat menyenangkan atau mendapat perundungan dari karyawan lain. Karyawan yang mendapat perundungan memiliki potensi untuk pindah bekerja ke perusahaan lain karena tidak tahan dengan perlakuan yang tidak menyenangkan dari karyawan lain. 2 Losing Valued Job Features : persepsi karyawan mengenai ketakutan yang dirasakan ketika kehilangan aspek-aspek yang menyertai dalam bekerja. Pada komponen ketakutan yang dirasakan ketika kehilangan aspek-aspek yang menyertai dalam bekerja seperti, kehilangan kesempatan mendapat promosi, kehilangan kontrol atas pekerjaan yang dilakukan, kehilangan kemampuan untuk 36 menyelesaikan keseluruhan pekerjaan, tidak mendapat kenaikan upah, dan kehilangan kemandirian dalam bekerja. Dalam penelitian ini, dimensi dari ketidakamanan kerja yang digunakan oleh peneliti mengacu pada teori dari Burchell 2002 yaitu, Losing The Job Itself, dan Losing Valued Job Features. c. Faktor Yang Mempengaruhi Ketidakamanan Kerja Adanya ketidakamanan kerja tidak lepas dari faktor-faktor yang turut menyertai kemunculan ketidakamanan kerja. Adanya perubahan dalam organisasi seperti merger, pengurangan jumlah karyawan atau downsizing, reorganisasi, penggunaan teknologi baru dan bahaya yang memberikan ancaman fisik adalah sumber dari ancaman yang dirasakan karyawan sehingga timbul perasaan tidak aman dalam bekerja Ashford, Lee, Bobko, 1989. Menurut Brockner 1988 dalam Ashford, Lee, Bobko 1989 menggarisbawahi layoffs sebagai penyebab langsung dari ketidakamanan kerja yang terjadi pada karyawan ketika karyawan berusaha untuk menghindari diistirahatkan dalam bekerja. Schweiger Ivancevich 1985 dalam Ashford, Lee, Bobko 1989 berpendapat bahwa mergers dalam perusahaan berhubungan secara negatif dengan kemunculan ketidakamanan dan ketidaktentuan dalam bekerja. Adapun role ambiguity atau ketidakjelasan peran memberikan ancaman terhadap kontrol pada karyawan dan dengan demikian memungkinkan menyebabkan persepsi dari ketidakamanan kerja Ashford, Lee, Bobko, 1989. Faktor dalam diri yaitu, locus of control juga berperan penting memunculkan perasaan tidak aman dalam bekerja Ashford, Lee, 37 Bobko, 1989. locus of control secara langsung berhubungan dengan perasaan tidak berdaya ketika terdapat ketidakamanan dalam bekerja Ashford, Lee, Bobko, 1989. Faktor karakteristik demografis juga dapat mempengaruhi munculnya ketidakamanan kerja. Karakteristik demografis yang dapat mempengaruhi ketidakamanan kerja meliputi usia, jenis kelamin, masa kerja, status pernikahan, dan tingkat pendidikan. Menurut Kinnunen, Mauno, Natti, Happonen 2000; Naswall, De Witte 2003 dalam Irene 2008 menjelaskan bahwa pria memiliki tingkat ketidakamanan kerja yang lebih tinggi dibandingkan wanita karena berkaitan dengan peran pria sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga, sehingga pria akan lebih tegang ketika menghadapi kehilangan pekerjaan. Usia memiliki hubungan yang positif dengan ketidakamanan kerja dimana semakin tinggi usia seseorang, ketidakamanan kerja yang dirasakan semakin tinggi pula. Sebaliknya, tingkat pendidikan dan masa kerja berhubungan negatif dengan ketidakamanan kerja, yaitu semakin rendah tingkat pendidika dan semakin pendek masa kerja, maka semakin tinggi ketidakamanan kerja yang dirasakan. Jika ditinjau dari karakteristik pekerjaan, hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Pearce dalam Sverke, 2006 menjelaskan bahwa karyawan yang bekerja sementara atau karyawan kontrak memiliki kecenderungan mengalami ketidakamanan kerja. Sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Pearce dalam Sverke, 2006, menurut Nopiando 2012 menyebutkan bahwa golongan pekerja yang rentan mengalami ketidakamanan kerja salah satunya adalah karyawan kontrak. 38 Peneliti pun menyimpulkan dari faktor-faktor yang dipaparkan diatas bahwa faktor yang mempenharuhi kemunculan dari ketidakamanan kerja adalah perubahan dalam organisasi, role ambiguity, locus of control, karakteristik demografis, dan karakteristik pekerjaan.

B. Variabel Tergantung