kapur yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan nilai pH yang signifikan di suatu ekosistem. Menurut Ginting 2002, hlm: 8 terjadinya perbedaan komposisi kimia pada
setiap stasiun dipengaruhi oleh adanya peningkatan komposisi kimia dari subtrat dasar perairan.
4.4.6 Suhu
C
Nilai rata-rata suhu yang tertinggi diperoleh pada stasiun I sebesar 24,66 C dan terendah
di stasiun II sebesar 23,66
Gambar 10. Kisaran suhu Pada setiap Stasiun
Keadaan ini dapat disebabkan oleh keadaan cuaca yang belum stabil baik yang disebabkan oleh angin, gelombang. Menurut Barus 2004, hlm: 44-45, menyatakan
bahwa pola suhu ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya, pertukaran panas antara air dengan udara disekelilingnya dan juga dipengaruhi
oleh faktor kanopi penutupan vegetasi dari pepohonan yang tumbuh di tepi. C seperti pada gambar berikut:
Nilai rata-rata suhu yang diperoleh berdasarkan kedalaman diperoleh rata-rata suhu yang tertinggi pada kedalaman 3,5 meter sebesar 24,30
C dan terendah pada kedalaman 7 meter sebesar 23,60
5 10
15 20
25 30
35 40
st I st II
st III 0 m
3,5 m 7 m
ra-rata
C. Perbedaan suhu air anatara permukaan dan kedalaman tidak terlalu jauh. Kisaran temperatur di Danau Toba tidak mengalami
fluktuasi atau relatif konstan karena tidak mengalami perubahan yang tinggi. Temperatur
Universitas Sumatera Utara
air di Danau Toba umumnya homogen yang berfluktuasi secara vertikal sesuai dengan kedalaman lapisan air. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa nilai temperatur air pada
lapisan permukaan Danau Toba tidak berbeda jauh jika dibandingkan pada temperatur pada berbagai kedalaman danau pada kedalaman 200-500 m, perbedaannya didapatkan
hanya 1 C Barus, 2004, hlm: 107.
Menurut Brower, et al. 1990, hlm: 549, kisaran suhu yang optimal untuk pertumbuhan fitoplankton antara 20
C-25
74 76
78 80
82 84
86 88
St I St II
St III 0 m
3,5 m 7 m
Rata-rata
C. Jadi kisaran temperatur yang diperoleh dari perairan tersebut masih dalam kisaran mendukung pertumbuhan fitoplankton di Parapat,
Danau Toba.
4.4.7 Kejenuhan oksigen Nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada stasiun III sebesar 86,819 dan terendah pada
stasiun II sebesar 79,586 seperti pada gambar berikut.
Gambar 11. Kejenuhan Oksigen Pada Setiap Stasiun
Hal ini disebabkan badan perairan memiliki sumber pemasukan oksigen yang cukup besar yang berasal dari hasil fotosintesis fitoplankton. Menurut Schwrobel 1987
dalam Barus 1996, hlm:11, nilai oksigen terlarut pada suatu perairan mengalami fluktuasi harian maupun musiman yang sangat dipengaruhi oleh perubahan temperatur
dan aktivitas fotosintesis tumbuhan yang menghasilkan O
2.
Nilai rata-rata kejenuhan oksigen yang diperoleh berdasarkan kedalaman didapat yang tertinggi pada kedalaman 3,5 meter sebesar 83,71 dan terendah kedalaman
7 meter sebesar 82,78. Adanya perbedaan kejenuhan oksigen disebabkan oleh
Universitas Sumatera Utara
kehadiran senyawa organik berupa limbah baik dari rumah tangga, limbah perhotelan, tumpahan minyak dan lain-lain. Pada stasiun penelitian dimana penggunaan oksigen oleh
mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik tersebut juga berbeda. Namun, dari nilai kejenuhan oksigen yang diperoleh menunjukkan tingkat pencemaran di Parapat,
Danau Toba masih tergolong rendah. Menurut Ginting 2002, hlm: 6-7, limbah organik akan menyebabkan
penggunaan oksigen oleh biota air semakin meningkat yakni untuk menguraikan limbah tersebut, sehingga terjadi juga penambahan kejenuhan oksigen yang akan menunjukkan
adanya defisit oksigen pada lokasi tersebut. Defisit oksigen terlarut tersebut dapat disebabkan laju fotosintesis yang tidak optimal, gerakan air yang lambat sehingga
menyebabkan absorbsi oksigen dari udara ke dalam air tidak berlangsung dengan baik sehingga menurunkan kadar oksigen terlarut dalam air.
4.4.8 Penetrasi dan Intensitas Cahaya