46 Berdasarkan pendapat para ahli mengenai jenis berbicara, pada penelitian ini
jenis berbicara dibagi menjadi dua berdasarkan jenisnya, yaitu 1 di muka umum; 2 di dalam konfrensi. Namun, berdasarkan tujuannya, berbicara dibagi menjadi tiga,
yaitu persuasif, instruktif, dan rekreatif.
2.2.6 Hakikat Pembelajaran Pola Kolaboratif
Konsep belajar kolaboratif sering diidentikkan dengan konsep belajar kooperatif, tetapi ada yang secara tegas membedakan antara keduanya. Slavin dalam
Agustina 2007:276 mengatakan belajar kooperatif mengacu pada variasi metode mengajar dimana pebelajar bekerja dalam kelompok-kelompok kecil, saling
membantu belajar materi pelajaran, berdiskusi dan saling adu argumentasi, saling mengases pengetahuan-pengetahuan baru dan dapat saling mengisi kekurangan
pengertian yang dialami. Ia lebih setuju penggunaan istilah belajar kooperatif daripada istilah belajar kolaboratif karena berbagai hasil penelitian terdahulu telah
mengidentifikasikan bahwa belajar kooperatif dapat digunakan secara efektif pada berbagai jenjang pendidikan untuk berbagai jenis isi pengajaran, mulai yang
matematis hingga membaca, science, dari ketrampilan dasar hingga pemecahan masalah yang kompleks.
Menurut Agustina 2007:277, dalam belajar kooperatif belum tentu ada peristiwa kolaboratif, tetapi memang setiap peristiwa kolaboratif diperlukan suasana
kerjasama atau kooperatif. Hal ini ditegaskan dengan pendapat Kreijns dalam Agustina 2007:277 menyatakan bahwa,
“Just placing students in groups does not
47 guarantee collaboration... The incentive to collaborate has to be structured within the
groups. ” Artinya jika sekadar membagi-bagi pebelajar dalam kelompok-kelompok
tidak menjamin adanya kolaborasi; yang memicu adanya kolaborasi itu harus dibangun dari dan oleh dalam kelompok sendiri.
Istilah belajar kolaboratif collaborative learning mengacu kepada metode pengajaran yang peserta didik dengan berbagai latar kemampuan bekerja bersama-
sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk mencapai tujuan. Tiap-tiap peserta didik saling bertanggung jawab atas belajar dengan teman-temannya sebagaimana ia
bertanggung jawab belajar untuk diri sendiri. Keberhasilan tiap individu merupakan keberhasilan pebelajar lainnya dalam kelompok.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan belajar kolaboratif merupakan intensitas yang lebih tinggi kadarnya daripada belajar
kooperatif. Secara fisik belajar kolaboratif tak ada beda bentuk maupun formulanya dengan belajar kooperatif, yang membedakan terletak pada intensitas interaksi, isi
kegiatan dan implikasi yang ditimbulkannya bagi setiap anggota kelompok belajar yaitu adanya rasa saling ketergantungan dan tanggung jawab yang ditopang oleh
kemandirian dari setiap individu yang terlibat dalam belajar melalui interaksi sosial. Semua sifat dan bentuk serta karakteristik belajar kooperatif merupakan prakondisi
belajar kolaboratif. Hal ini ditegaskan oleh Rusman 2013:202, Pembelajaran kooperatif cooperative learning merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa
belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang
48 anggotanya terdiri atas empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang
bersifat heterogen. Menurut Roger dan David Johnson dalam Lie 2008:31, tidak semua kerja
kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan. Pertama, saling
ketergantungan positif. Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha tiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu
menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.
Kedua, tanggung jawab perseorangan. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran cooperative learning membuat persiapan dan menyusun tugas
sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.
Ketiga, tatap muka. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini
adalah mengahargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan. Keempat, komunikasi antaranggota. Proses ini merupakan proses yang sangat
bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memeperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.
Kelima, evaluasi proses kelompok. Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama
mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
49
2.2.7 Pola Kolaboratif Think Pair Share