Definisi Operasional KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis

1. Jika nilai elastisitas lebih dari satu E1, dikatakan elastis responsive karena perubahan satu persen variabel eksogen mengakibatkan perubahan variabel endogen lebih dari satu persen. 2. Jika nilai elastisitas antara nol dan satu 0E1, dikatakan inelastis non responsive , karena perubahan satu persen variabel eksogen akan mengakibatkan perubahan variabel endogen kurang dari satu persen. 3. Jika nilai elastisitas sama dengan nol E=0, dikatakan inelastis sempurna. 4. Jika nilai elastisitasnya tak hingga E= ~ , dikatakan elastis sempurna. 5. Jika nilai elastisitasnya sama dengan satu E=1, maka dikatakan unitary elastis.

4.7. Definisi Operasional

1. Kedelai yang dimaksud dalam penelitian ini tidak dipisahkan jenisnya menjadi kedelai warna hitam, coklat, putih, kuning karena proporsi terbesar adalah warna kuning. 2. Produksi kedelai Indonesia adalah jumlah total produksi kedelai di Indonesia yang dinyatakan dalam satuan ton. 3. Luas areal panen kedelai merupakan luas seluruh areal produktif atau panen tanaman kedelai di Indonesia dinyatakan dalam satuan ha. 4. Produktivitas kedelai merupakan hasil bagi antara produksi kedelai Indonesia dengan luas areal panen tanaman kedelai per tahun, dinyatakan dalam satuan ton per ha. 5. Volume impor kedelai Indonesia adalah jumlah seluruh impor kedelai yang dipasarkan di pasar domestik setiap tahun, tidak termasuk impor ilegal, dan dinyatakan dalam satuan ton. 6. Harga riil kedelai domestik adalah harga kedelai lokal atau domestik setelah dideflasi 1995=100 dengan Indeks Harga Konsumen IHK Indonesia, dan dinyatakan dalam satuan Rupiah per kilogram. 7. Harga riil kedelai di tingkat produsen adalah harga kedelai di tingkat produsen setelah dideflasi 1995=100 dengan Indeks Harga Konsumen IHK Indonesia, dan dinyatakan dalam satuan Rupiah per kilogram. 8. Harga riil jagung merupakan harga jagung domestik setelah dideflasi 1995=100 dengan Indeks Harga Konsumen IHK Indonesia, dan dinyatakan dalam satuan Rupiah per kilogram. 9. Harga riil pupuk urea yang merupakan pupuk pokok dalam produksi kedelai, yang telah dideflasi 1995=100 dengan Indeks Harga Konsumen, dinyatakan dalam satuan Rupiah per kilogram. 10. Harga riil bibit kedelai adalah harga bibit kedelai yang telah dideflasi 1995=100 dengan Indeks Harga Konsumen, dinyatakan dalam satuan Rupiah per kilogram. 11. Harga riil kedelai impor Indonesia adalah harga CIF kedelai Indonesia yang merupakan hasil bagi antara nilai dengan volume impor, dideflasi 1995= 100 dengan Indeks Harga Konsumen Indonesia, dinyatakan dalam satuan Rupiah per kilogram. 12. Harga Kedelai Internasional adalah Harga kedelai di USA Free on Board dikalikan nilai tukar dan dideflasi dengan Indeks Harga Konsumen 1995=100, dinyatakan dalam satuan Rupiah per kilogram. 13. Nilai tukar mata uang adalah perbandingan dari perubahan mata uang Amerika terhadap mata uang negara lain, dinyatakan dalam satuan Rupiah per Dollar Amerika. 14. Tarif Impor adalah tarif yang ditetapkan oleh pemerintah terhadap kedelai, yakni tarif advalorem, dinyatakan dalam satuan persen. 15. Jumlah konsumsi kedelai Indonesia adalah jumlah konsumsi kedelai per kapita dikalikan dengan jumlah penduduk setiap tahun, dinyatakan dalam satuan ton. 16. Jumlah penggunaan pupuk adalah jumlah pupuk urea yang digunakan oleh petani kedelai dalam proses produksi, dinyatakan dalam satuan kilogram per hektar. 17. Jumlah penggunaan bibit kedelai adalah jumlah bibit kedelai yang digunakan oleh petani dalam proses produksi, yang dinyatakan dalam satuan kilogram per hektar. 18. Indeks Harga Konsumen adalah angka indeks yang menggambarkan besarnya perubahan harga pada tingkat konsumen dari komoditi yang dikonsumsi di suatu negara. 19. Pendapatan perkapita merupakan pendapatan nasional dibagi rata-rata jumlah penduduk Indonesia tahunan dan telah dideflasi 1995=100 dengan Indeks Harga Konsumen Indonesia, dinyatakan dalam rupiah. 20. Curah hujan merupakan jumlah hujan rata-rata tiap tahun yang diwakili oleh jumlah curah hujan di sentra produksi kedelai Indonesia, yaitu di Pulau Jawa, khususnya Jawa Timur, yang dinyatakan dalam satuan mm per tahun.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Dugaan Model

Hasil dugaan dari seluruh model yang ada telah cukup baik, sebagaimana terlihat dari nilai koefisien determinasinya R 2 dari masing-masing persamaan struktural yang berkisar antara 0.59 sampai 0.99. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum peubah-peubah penjelas exogenous variable yang ada dalam persamaan struktural mampu menjelaskan dengan baik peubah endogen endogenous variable. Besarnya nilai F umumnya tinggi, yaitu berkisar antara 6.870 sampai 1019.667, yang berarti variasi peubah-peubah eksogen dalam setiap persamaan struktural secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik variasi peubah endogennya pada taraf α = 0.01 dan 0.05, disamping itu setiap persamaan struktural mempunyai tanda yang sesuai dengan harapan dan cukup logis dari sudut pandang teori ekonomi. Nilai statistik-t digunakan untuk menguji apakah masing-masing peubah penjelas berpengaruh nyata terhadap peubah endogennya. Hasil statistik-t yang diperoleh menunjukkan bahwa ada beberapa peubah penjelas yang tidak signifikan atau tidak berpengaruh nyata terhadap peubah endogennya pada taraf α= 0.05. Dalam penelitian ini taraf α yang digunakan cukup fleksibel berlaku seterusnya untuk persamaan struktural dengan masing simbol sebagai berikut : A berpengaruh nyata pada taraf α = 0.05 B berpengaruh nyata pada taraf α = 0.10 C berpengaruh nyata pada taraf α = 0.15 D berpengaruh nyata pada taraf α = 0.20