ANALISIS DETERMINAN PERGERAKAN NILAI AKTIVA BERSIH REKSADANA SYARIAH DI INDONESIA

(1)

ANALISIS KOMPARASI EFEKTIVITAS TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER MELALUI SALURAN KREDIT KONVENSIONAL DENGAN SALURAN PEMBIAYAAN SYARIAH DI INDONESIA

PERIODE 2008:04 – 2013:12 oleh

SONIA ANGGUN ANDINI

ABSTRAK

Mekanisme transmisi kebijakan moneter pada dasarnya menggambarkan bagaimana kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral mempengaruhi berbagai aktivitas ekonomi dengan menggunakan berbagai saluran, yang kemudian mendorong para ekonom untuk melakukan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh dan kontribusi variabel kebijakan moneter saluran kredit konvensional yaitu RBI, SBI, RDEPK, RKMK, LOAN, dan PDB dan saluran pembiayaan syariah yaitu RBI, SBIS, RDEPS, PLS, FINC, dan PDB terhadap Inflasi di Indonesia periode 2008:04-2013:12 serta komparasi antara kedua kebijakan tersebut. Alat analisis yang digunakan adalah VECM yang mencakup Uji hasil regresi VECM, Impulses Response Function dan Variance Decomposition. Penelitian ini menggunakan data time series bulanan yang diperoleh dari Bank Indonesia. Berdasarkan hasil regresi VECM, dalam jangka panjang terdapat 4 variabel saluran kredit konvensional yang berpengaruh signifikan terhadap inflasi dan dalam jangka pendek terdapat 3 variabel yang berpengaruh signifikan. Sedangkan pada saluran pembiayaan syariah dalam jangka panjang semua variabel signifikan terhadap inflasi, dan dalam jangka pendek hanya 2 variabel yang berpengaruh signifikan. Selanjutnya dari hasil Variance Decomposition, kontribusi terbesar diberikan oleh perubahan pada variabel dalam saluran kredit konvensional. Hasil Impulse Response Function menunjukkan bahwa jika terjadi shock pada variabel bebas di kedua saluran kebijakan moneter, yang lebih cepat stabil adalah variabel kebijakan moneter saluran pembiayaan syariah.

Kata Kunci : Inflasi, transmisi kebijakan moneter, saluran kredit dan pembiayaan, dan VECM.


(2)

ANALYSIS OF COMPARATIVE EFFECTIVENESS THE TRANSMISSION OF MONETARY POLICY THROUGH CONVENTIONAL BANK LENDING CHANNEL WITH THE ISLAMIC FINANCING CHANNEL IN INDONESIA

2008:04 2013:12 PERIOD

by

SONIA ANGGUN ANDINI

ABSTRACT

Transmission mechanism of monetary policy basically describes how monetary policy of central banks in influencing economic activity using a variety of channels which then prompted economists to conduct research. This study aimed to analyze the effect and contribution of monetary policy variable of conventional bank lending channel such as RBI, SBI, RDEPK, RKMK, LOAN, and PDB and Islamic financing channel such as RBI, SBIS, RDEPS, PLS, FINC, and PDB against inflation in Indonesia 2008:04 – 2013:12 period as well as a comparison between the two policies. The analysis tool used is a VECM that includes VECM regression test results, Impulses Response Function and Variance Decomposition. This study uses monthly time series data obtained from Bank Indonesia. Based on VECM regression results, in the long run, there are 4 conventional bank lending channel variables have a significant effect on inflation and in the short run, there are 4 variables have a significant effect. Whereas in the Islamic financing channel variables in the long run all variables have a significant effect on inflation, and in the short run only 2 variables have a significant effect. Furthermore based on Variance Decomposition result, the largest contribution is given by the change of conventional bank lending channel variables. The result of impulse response function shows that if there is a shock to the independent variable in two channels of monetary policy, that faster stable is monetary policy variables of Islamic financing channel.

Keywords : inflation, transmission of monetary policy, bank lending and financing channel, and VECM.


(3)

ANALISIS KOMPARASI EFEKTIVITAS TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER MELALUI SALURAN KREDIT KONVENSIONAL DENGAN

SALURAN PEMBIAYAAN SYARIAH DI INDONESIA PERIODE 2008:04 – 2013:12

Oleh

SONIA ANGGUN ANDINI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2014


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Sonia Anggun Andini lahir pada tanggal 04 Juli 1992 di Teluk Betung, Lampung. Penulis lahir sebagai anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Gunsorno dan Ibu Yunila Wati.

Penulis memulai pendidikan di TK Al-Azhar II Way-halim pada tahun 1997 dan tamat pada tahun 1998. Selanjutnya penulis meneruskan pendidikan di SD Al-Azhar 2 Way-halim kemudian pindah ke SD N 2 Harapan Jaya yang diselesaikan pada tahun 2004. Kemudian, penulis melanjutkan pendidikan di SMP N 21 Bandar Lampung dan tamat pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis meneruskan pendidikan di SMK N 4 Bandar Lampung dan tamat pada tahun 2010.

Pada tahun 2010 penulis diterima di perguruan tinggi Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN pada Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi yang sekarang berganti nama menjadi Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Penulis menyelesaikan pendidikan di Universitas Lampung pada tahun 2014.

Selama masa kuliah penulis aktif di organisasi Economic English Club (EEC), Radio Kampus Unila (Rakanila), dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FEB Unila. Selain itu, penulis pernah mengikuti beberapa kompetisi dan pernah menjadi Surveyor Bank Indonesia pada tahun 2012.


(8)

MOTO

“Entah akan berkarir atau menjadi ibu rumah tangga, seorang wanita wajib berpendidikan tinggi karena ia akan menjadi ibu. Ibu-ibu yang cerdas akan

menghasilkan anak yang cerdas. (Dian Sastro)

“…Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri…”

(Qs: Ar- Ra’d Ayat 11)

No action nothing happen. Take action miracle happen

(Tung Desem Waringin)

If better is possible, good is not enough. Believe in yourself, Have faith in your ability!”


(9)

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan kepada:

Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Gunsorno dan Ibu Yunilawati yang selalu memberikan cinta dan kasih sayangnya, dukungan do’a, moril, dan materi yang tak terbatas serta didikannya agar

aku menjadi pribadi yang mandiri dan disiplin. Adik-adikku tercinta Dwi Jayanti, Ayu Hartaviani, dan Sony Sanjaya yang telah memberikan semangat dan perhatiannya. Serta

semangat dan keinginan kerasku meraih gelar SARJANA EKONOMI.

Almamater tercinta Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Lampung.


(10)

SANWACANA

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Komparasi Efektivitas Transmisi Kebijakan Moneter melalui Saluran Kredit Konvensional dengan Saluran Pembiayaan Syariah Di Indonesia Periode 2008:04 – 2013:12” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan selama proses penyelesaian skripsi ini. Secara khusus, penulis ucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Saimul, S.E., M.Si. selaku dosen pembimbing atas bimbingan,

saran, serta motivasi luar biasanya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 2. Ibu Tiara Nirmala, S.E., M.Sc. sebagai dosen pendamping atas kesediaan

memberikan bimbingan dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini. 3. Bapak Dr. Yoke Muelgini, S.E., M.Sc. selaku dosen penguji yang tidak hanya

menguji namun juga menjadi pengarah dalam proses penyelesaian skripsi ini. 4. Bapak Prof. Dr. Hi. Satria Bangsawan, S.E., M.Si selaku Dekan Fakultas


(11)

Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

6. Bapak Dr. I. Wayan Suparta, S.E., M.Si. sebagai Pembimbing Akademik. 7. Bapak dan ibu dosen yang telah memberikan ilmunya selama menuntut ilmu

di Universitas Lampung.

8. Keluargaku Tercinta, bapak yang tak henti-hentinya mendukung, ibu yang tak pernah lelah mendoakan, adik-adikku Dwi, Ayu, dan Sony yang selalu memberikan senyuman penyemangat dan doa yang tulus dan ikhlas. Serta mbak sari sepupu seperjuangan. Semoga kita sukses bersama.

9. Staff dan karyawan di lingkungan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Pakde jajan, Bu Mar, Bu Yati, Mas Kus, dan Bang Herman, serta pegawai lainnya yang telah banyak membantu kelancaran proses penyelesaian skripsi ini.

10.Dendi Wahyudi, S.E. yang selalu bersedia mendengar keluh kesah saya. 11.Sahabat tercinta, teman susah, senang, dan segalanya, Echy, Nova, Dania,

Ajeng, Shinta, Caca, Dimas, Darus, Dede, Dicki, Cermen, dan Fany, pemberi semangat, doa, dan warna dikehidupan saya.

12.Sahabat Tae-Kwondo PSC-L Niluh, Nadia, Susi, Oii, Ummu, Surya, Aji, Popi, Yossi, Janes, dkk.

13.Shinta, Dina, Wuri, Lutfida, Monic, Tetik, Desta, Claudia & Renny. Terima kasih telah berjuang bersama.

14.Keluarga Cemara Rakanila Angkatan 11 tersayang Ade, Dyanti, Dian, Gomgom, Sakti, Adi, Annisa, Clara, Diah, Narmo, Dwi, Fajri, Farah, Indah, Yessy Y, Yessi N, Nur, Bayu, Odin, Jaya, Rizkur dan Vio.


(12)

Demisioner: mb nana, mb icha, mb tiw, mb kiw, kak try, kak topan, dll. Board dan New Member: Anun, Trisa, Mpit, Shinta, Oci, Pandu, Surya, Kahfi, Handicky, Ageng, Arief, Mirta, Lae, Ahmad, Baha, Elia, Yunita, Marlia, Ane, Renita, dan Andi. Terimakasih atas kebersamaannya.

16.Keluarga terhangat HMI Komisariat Ekonomi Unila terkhusus angkatan DOL. 17.Keluarga BEM FEB Unila periode 2013-3014. Anas, Tante, Febi, Dimas, Jenny, Nurul, Faiz, Yolanda, Fanny, Sela, Yoga, Jepmon, Melisa, Firas, Fera, Dicky, Beni, Nay, Liza, Esti, Ido, dan Rama. Terimakasih atas kebersamaan nya, semoga kita semua jadi orang yang sukses.

18.Keluarga Rakanila: Senior: mbak risma, mbak yunika, kak faiz, kak alen, mb nadia, mb eka, mbak rini, mbak lingling, dkk. dan Junior: Yunita, Pajrin, Ika, Puji, Maya, Cita, Copi, Ridha, Desi A, Fitri, Suci, Arienda, Cindy, Tika, dkk. 19.Teman-teman Ekonomi Pembangunan 2010 dan Teman-teman konsentrasi

ekonomi moneter 2010, Uncu Santi, Desi, Mustika, Icha, Agus, Citra, Depoy, Army, Danican, Ardan, Damas, Alex, Virgie, Tika, Dhani ketua, Diah, Fischa, Erika, Hana, Eni, Febri, Inaya, Irfan, Moza, Hasti, Princes, Amin, dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

20.Kakak-kakak dan Adik-adik EP; kak denny, kak edho, bang ferly, mbak eva, kak tegar, mbak ocy, dkk. (EP 08), bang guntur, bang makro, bang fijar, bang inot, bang bukit, mbak atin, mbak defia, mbak nurul, dkk. (EP 09). Gita, dewi, cella, cyntia, mega, dkk. (EP 11), dan EP’12.


(13)

yang luar biasa.

22.Tim Career and Entrepreneurship Day PJK Unila. Kebersamaan sesaat tak akan membuat kenangan itu dikenang sesaat. Terimakasih pembelajarannya. 23.Dan almamater ku tercinta, Universitas Lampung.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan, dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Bandar Lampung, 30 Mei 2014 Penulis,


(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 15

C. Tujuan Penelitian ... 16

D. Kerangka Pemikiran ... 17

E. Hipotesis ... 18

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 19

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Moneter ... 20

B. Konsep Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter ... 25

C. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter melalui Saluran Kredit ... 29

D. Transmisi Kebijakan Moneter Konvensional ... 32

1. BI Rate ………..…………... 34

2. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) …………... 35

3. Suku Bunga Deposito Bank Konvensional ………... 36

4. Suku Bunga Kredit Modal Kerja ……….... 36

5. Kredit Bank Konvensional ………... 37

E. Transmisi Kebijakan Moneter Syariah ... 38

1. Tingkat Bonus SBIS ………... 39

2. Tingkat Bagi Hasil ………... 41

3. Pembiayaan Bank Syari’ah ……….... 42

4. Deposito Mudharabah Bank Syari’ah ……….... 43

F. Produk Domestik Bruto (PDB) ... 44

G. Inflasi ... 46

H. Vector Auto Regression (VAR) & Vector Error Correction Model (VECM) ... 50


(15)

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Sumber Data ... 60

B. Definisi Operasional Variabel ... 61

C. Metode Analisis ... 65

1. Uji Stasioneritas (Unit Root)………... 66

2. Penentuan Lag Optimum ………... 67

3. Uji Stabilitas VAR ……….. 67

4. Uji Kausalitas ………... 67

5. Uji Kointegrasi ………... 68

6. Vector Error Correction Model (VECM) ……….. 69

7. Impulse Responses Function (IRF) ……….... 72

8. Variance Decomposition……….... 72

BAB IV Hasil dan Pembahasan A. Uji Stasioneritas (Unit Root Test) ... 73

B. Uji Lag Optimum ... 75

C. Uji Stabilitas VAR ………... 76

D. Uji Kausalitas Granger ……… 77

E. Uji Kointegrasi ... 84

F. Vector Error Correction Model(VECM) ………. 88

G. Uji Impulse Responses Function (IRF) ... 101

H. Uji Variance Decomposition ... 111

BAB V Simpulan dan Saran A. Simpulan ... 119

B. Saran ... 121


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Negara yang mengimplementasikan inflation targeting framework ... 9 2. Alur Transmisi dan Efektivitas Kebijakan Moneter Ganda

di Indonesia periode januari 2003 sampai desember 2009 ... 53 3. Ringkasan Penelitian “Analisis Empiris Efektivitas Mekanisme

Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia Melalui Jalur Suku Bunga . 54 4. Ringkasan Penelitian “Mekanisme Transmisi Syariah pada Sistem

Moneter Ganda di Indonesia” ... 54 5. Ringkasan Penelitian “Analisis Analisis Efektivitas Jalur Pembiayaan

dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia dengan

Metode VAR/VECM” ... 55 6. Ringkasan Penelitian “Mekanisme Transmisi Syari’ah pada Sistem

Moneter Ganda di Indonesia” ... 56 7. Ringkasan Penelitian “The Transmission of Monetary Policy through

Conventional and Islamic Banks” ... 57 8. Ringkasan Penelitian “Bank credit in the transmission of monetary

policy: A critical review of the issues and evidence” ... 58 9. Ringkasan Penelitian “Analisis Efektivitas Mekanisme Transmisi

Kebijakan Moneter Jalur Kredit Di Indonesia” ... 59 10. Nama Variabel, Simbol, Satuan, dan Sumber Data ... 61 11.Hasil Uji Stasioneritas Phillips-Perron Unit Root Periode April 2008 –

Desember 2013 pada Tingkat Level I(0) untuk Data dalam Penelian ... 74 12.Hasil Uji Stasionaritas Phillips-Perron Unit root Periode April 2008 –

Desember 2013 pada Tingkat First Difference I(1) untuk Semua Data


(17)

13.Hasil Penentuan Lag Optimum ... 76 14.Hasil Uji Stabilitas VAR ... 77 15.Hasil Uji Kausalitas Granger (Granger Causality Test) Sistem Moneter

Konvensional ... 78 16.Hasil Uji Kausalitas Granger (Granger Causality Test) Sistem

Moneter Syariah ... 81 17.Hasil Uji Kointegrasi Engle-Granger Model Sistem Moneter

Konvensional ... 85 18.Hasil Uji Kointegrasi Engle-Granger Model Sistem Moneter Syariah .... 85 19.Uji Kointegrasi Model Sistem Moneter Konvensional dengan

Metode Johansen ... 86 20.Uji Kointegrasi Model Sistem Moneter Syariah dengan Metode

Johansen ... 87 21.Hasil Estimasi VECM (Vector Error Correction Model) Sistem

Moneter Konvensional ... 89 22.Hasil Estimasi VECM (Vector Error Correction Model) Sistem

Moneter Syariah ... 90 23.Hasil Uji Impulse Responses Persamaan Sistem Kebijakan Moneter

Konvensional terhadap Inflasi... 102 24. Hasil Uji Impulse Responses Persamaan Sistem Kebijakan Moneter

Syariah terhadap Inflasi ... 106 25.Perbandingan Hasil Impulse Responses melalui masing-masing

Persamaan Sistem Kebijakan Moneter ... 109 26.Hasil Variance Decomposition Dengan Menggunakan Persamaan

Kebijakan Moneter Konvensional terhadap Inflasi ... 111 27.Hasil Variance Decomposition Dengan Menggunakan Persamaan

Kebijakan Syariah terhadap Inflasi ... 115


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter ... 3

2. Mekanisme Transmisi Saluran Suku Bunga ... 6

3 Hubungan antara Inflasi dengan BI rate, suku bunga SBI, suku bunga deposito suku bunga kredit modal kerja, jumlah kredit, dan PDB dalam sistem moneter konvensional periode April 2008 - Desember 2013 ... 13

4. Hubungan antara inflasi dengan BI rate, tingkat imbal hasil SBIS, tingkat bagi hasil deposito mudharabah, tingkat bagi hasil pembiayaan modal kerja, jumlah pembiayaan bank syariah, dan PDB dalam sistem moneter syariah periode April 2008 - Desember 2013 ... 14

5. Kerangka Pemikiran ... 18

6. Mekanisme Tranmisi Kebijakan Moneter sebagai Black Box ... 29

7. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter ... 30

8. Proses Pembentukan VAR ... 52

9. Respon Inflasi terhadap Shock variabel Inflasi (INF), BI rate (RBI), Suku bunga deposito (RDEPK), Suku bunga kredit modal kerja (RKMK), Jumlah kredit (LOAN), dan Output riil (PDB) ... 104

10. Respon Inflasi terhadap Shock variabel Inflasi (INF), BI rate (RBI), tingkat imbal hasil deposito mudharabah (RDEPS), tingkat bagi hasil pembiayaan (PLS), Jumlah pembiayaan (LOAN), dan Output riil (PDB) ... 108

11. Hasil Uji Analisis Variabel yang paling Dominan mempengaruhi Inflasi dalam Sistem Moneter Konvensional ... 115

12. Hasil Uji Analisis VD Variabel yang paling Dominan mempengaruhi Inflasi dalam Sistem Moneter Syariah ... 118


(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu dari kebijakan ekonomi terpenting dari sebuah pemerintahan di berbagai negara adalah untuk melihat perubahan dari variabel makroekonomi seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan mencoba

memperbaikinya dengan menggunakan alat kebijakan yang efisien. Alat kebijakan yang digunakan tersebut adalah untuk mengontrol langsung harga, pendapatan, dan pajak. Jadi, kebijakan moneter adalah satu-satunya alat yang tersedia untuk pemerintah dalam mengejar sasaran utama ekonomi (Kiaee, 2007:3).

Kebijakan moneter merupakan salah satu kebijakan ekonomi, yakni suatu tindakan dari Bank Sentral selaku otoritas moneter yang dimaksudkan untuk mengendalikan besaran moneter yang meliputi suku bunga, jumlah uang beredar, kredit perbankan, dan besaran moneter lainnya yang bertujuan untuk

mempengaruhi kegiatan ekonomi rill dan harga melalui mekanisme yang terjadi agar dapat mencapai pertumbuhan dan perkembangan ekonomi yang diinginkan. Dalam UU Perbankan yang telah diperbaharui dalam UU No. 3 Tahun 2004 yang ditandai dengan keleluasaan Bank Sentral dengan diberikannya independensi Bank Indonesia dalam menetapkan target-target yang akan dicapai (goal


(20)

independence) dan kebebasan dalam menggunakan berbagai instrumen kebijakan moneter untuk mencapai target yang akan dicapai tersebut.

Efektivitas kebijakan moneter diukur dengan dua indikator yaitu berapa besar kecepatan atau tenggang waktu (time lag) dan berapa kekuatan variabel-variabel pada masing-masing saluran merespons adanya perubahan (shock) instrumen kebijakan moneter dan variabel lainnya hingga terwujudnya sasaran akhir kebijakan moneter. (Natsir, 2008).

Untuk mencapai sasaran akhir dari sebuah kebijakan moneter, dibutuhkan instrumen atau alat yang digunakan dalam proses pencapaian sasaran akhir kebijakan moneter tersebut. Instrumen atau alat tersebut digunakan untuk

memenuhi tujuan akhir kebijakan moneter yang berupa menjaga dan memelihara kestabilan nilai tukar rupiah dan tingkat inflasi yang rendah dan stabil. Untuk mencapai tujuan itu Bank Indonesia menetapkan suku bunga kebijakan BI rate

sebagai instrumen kebijakan utama untuk mempengaruhi aktivitas kegiatan perekonomian dengan tujuan akhir pencapaian inflasi. Namun saluran atau transmisi dari keputusan BI rate sampai dengan pencapaian sasaran inflasi tersebut sangat kompleks dan memerlukan waktu. Pada Gambar 1 dijelaskan bagaimana alur transmisi kebijakan moneter melalui berbagai saluran transmisi moneter yang sasaran akhirnya Output atau produk domestik bruto dan Inflasi.


(21)

Sumber: Situs Resmi Bank Indonesia (diolah): www.bi.go.id

Gambar 1. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter

Warjiyo dan Juda, analis Bank Indonesia menjelaskan bahwa mekanisme

transmisi kebijakan moneter pada dasarnya menggambarkan bagaimana kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral mempengaruhi berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan sehingga pada akhirnya dapat mencapai tujuan akhir yang

ditetapkan. Secara spesifik, Taylor (1995) menyatakan bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah “the process through which monetary policy decisions are transmitted into changes in real GDP and inflation”.

Mekanisme transmisi moneter dimulai dari tindakan bank sentral dengan menggunakan instrumen moneter, apakah operasi pasar terbuka atau yang lain, dalam melaksanakan kebijakan moneternya. Tindakan itu kemudian berpengaruh

BI RATE

Suku bunga deposito dan kredit

Kredit yang disalurkan

Harga Aset (Saham dan

Nilai Tukar

Ekspektasi Inflasi

Konsumsi Investasi

Ekspor

Produk Domestik

Bruto


(22)

terhadap aktivitas ekonomi dan keuangan melalui berbagai saluran transmisi kebijakan moneter, yaitu saluran uang, kredit, suku bunga, nilai tukar, harga asset dan ekspektasi (Warjiyo, 2004:4).

Bagi Indonesia, pemahaman mengenai mekanisme transmisi kebijakan moneter juga sangat penting untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneter dalam mencapai dan menjaga kestabilan harga dan nilai tukar rupiah yang diperlukan guna mendukung proses pemulihan ekonomi. Kebutuhan ini semakin mendesak terutama karena dua pertimbangan, yaitu pertama, perlunya menjaga stabilitas moneter pasca krisis 1997 dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional dan kedua, semakin besarnya tuntutan terhadap pelaksanaan kebijakan moneter dengan berlakunya UU Bank Indonesia yang baru.

Seperti diketahui bersama, sejak krisis pertengahan tahun 1997 upaya pemeliharaan stabilitas ekonomi makro untuk mendukung proses pemulihan ekonomi indonesia mengalami tantangan dengan adanya tekanan yang demikian besar terhadap nilai tukar rupiah dan inflasi. Nilai tukar rupiah melemah dan cenderung bergejolak terutama karena besarnya eksposur utang luar negeri indonesia yang diperberat dengan adanya spekulasi di pasar valuta asing dan ketidakstabilan kondisi sosial politik di dalam negeri. Tekanan inflasi meningkat karena kombinasi dari faktor melemahnya nilai tukar rupiah, kenaikan harga-harga diatur pemerintah indonesia (administered prices) dan meningkatnya ekspektasi inflasi di masyarakat. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, kebijakan moneter telah diarahkan untuk mengendalikan likuiditas di pasar uang melalui pengendalian sasaran operasional uang primer (base money) sesuai


(23)

dengan program International Monetary Fund (IMF). Namun demikian, efektivitas kebijakan moneter tersebut sangat ditentukan oleh bekerjanya

mekanisme transmisi kebijakan moneter dalam mempengaruhi berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan, khususnya dalam rangka mengendalikan inflasi dan mendukung proses pemulihan sektor riil. Permasalahan menjadi semakin berat dengan kebelumnormalan fungsi intermediasi perbankan yang memegang peran penting dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter.

Pada saluran kredit, perubahan BI Rate mempengaruhi suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan. Apabila perekonomian sedang mengalami

kelesuan, Bank Indonesia dapat menggunakan kebijakan moneter yang ekspansif melalui penurunan suku bunga untuk mendorong aktifitas ekonomi.

Dua perbedaan kredit berdasarkan penjelasan yang ada dalam literatur ekonomi makro sebagai mekanisme transmisi kebijakan moneter: saluran kredit bank dan saluran neraca keseimbangan. Gambaran kredit perbankan (Bernanke and Blinder, 1998 dalam Diaz 2006) mempertahankan bahwa efek bebas kebijakan moneter beroperasi melalui sisi asset dari neraca keseimbangan bank. Penurunan dalam simpanan bank yang mengikuti setelah sebuah kontraksi moneter langsung mempengaruhi kemampuan bank untuk memberikan kredit dan penawaran dalam penurunan pinjaman.

Guncangan moneter dapat bekerja dengan cara mereka melalui berbagai sub saluran yang berbeda seperti perubahan suku bunga yang mempengaruhi arus kas peminjam, atau perubahan harga asset keuangan yang mempengaruhi kekayaan bersih peminjam.


(24)

Saluran Kredit yang akan digunakan dalam penelitian ini lebih menekankan akan pentingnya harga di pasar keuangan terhadap berbagai aktivitas ekonomi di sektor riil. Dalam kaitan ini, kebijakan moneter yang akan dilaksanakan oleh bank sentral akan mempunyai efek terhadap perkembangan kondisi berbagai suku bunga di sektor keuangan dan juga akan berpengaruh pada tingkat inflasi dan output riil (Warjiyo, 2004:20). Jadi, mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui saluran kredit digambarkan sebagai berikut.

Sumber: Warjiyo (2004)

Gambar 2. Mekanisme Transmisi Saluran Kredit

Saluran pinjaman bank dari transmisi moneter berhipotesis bahwa selama kebijakan kontraktif di pengaruhi oleh bank sentral, akan ada penurunan

substansial dalam simpanan dalam sistem perbankan Giro Wajib Minimum lebih tinggi dalam bank dan biaya alternatif memegang uang meningkat. Oleh karena itu jika bank tidak dapat menggantikan penurunan dana pinjaman melalui

Kebijakan Moneter

Suku Bunga: - SBI

Suku Bunga

Deposito Transmisi di sektor keuangan

Suku Bunga Kredit

Kredit Konsumsi

Transmisi di Sektor Riil

Kredit Investasi

Output Riil

Output Gap Inflasi

Kredit Modal Kerja


(25)

likuidasi aset atau melalui bentuk-bentuk eksternal keuangan, kebijakan kontraktif akan menurunkan penawaran kredit bank dan, mengubah pengeluaran riil

peminjamnya. Keberadaan saluran kredit bank diduga kritis bergantung pada dua asumsi yang diperlukan: (a) beberapa pengeluaran tergantung pada kredit bank dan (b) kebijakan moneter dapat mempengaruhi penawaran pinjaman bank dan menghasilkan penurunan penawaran pinjaman mengurangi pengeluaran agregat riil (Kashyap & Stein, 1995 dalam Saumitra & Goyal, 2012).

Pemahaman mengenai mekanisme transmisi kebijakan moneter semakin

diperlukan dalam rangka meningkatkan kualitas dan efektivitas kebijakan moneter sesuai dengan UU Bank Indonesia, yaitu UU No. 3 tahun 2004. Bank Indonesia untuk menerapkan kerangka kerja kebijakan moneter yang di dalam literatur ekonomi sering disebut Inflation Targeting Framework. Hal ini terutama dapat dilihat dengan adanya pengaturan di dalam UU tersebut bahwa kebijakan moneter diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia serta adanya pengumuman sasaran inflasi dimaksud. Untuk mencapai tujuan tersebut, kepada Bank Indonesia diberikan kewenangan penuh (instrument independent) dalam merumuskan dan

melaksanakan kebijakan moneter.

Otoritas moneter dalam hal ini Bank Indonesia, melalui operasi pasar terbuka menggunakan instrumen tingkat suku bunga SBI untuk mempengaruhi permintaan pinjaman dan pada akhirnya akan mempengaruhi permintaan agregat. Mekanisme transmisi moneter melalui saluran interest rate berawal dari short term rate


(26)

kebijakan moneter yang ketat, kenaikan pada tingkat bunga akan membuat penurunan di sektor-sektor yang terkait dengan perbankan akibat kenaikan harga.

Sejak Juli 2005 Bank Indonesia sebagai otoritas moneter di Indonesia telah menerapkan full-fledged inflation targeting, yaitu framework kebijakan moneter yang dicirikan dengan pengumuman resmi target inflasi untuk rentang waktu tertentu dan kebijakan moneter dilaksanakan oleh bank sentral yang independen untuk mencapai target dengan tingkat transparansi dan kredibilitas yang tinggi.

Inflation targeting framework telah diterapkan oleh sebagian besar bank sentral, khususnya di negara maju, dalam tujuh belas tahun terakhir, sehingga transmisi suku bunga (interest rate pass-through) telah lebih banyak menarik perhatian dari sebelumnya (Ascarya, 2012:1). Penerapan inflation targeting framework secara empiris terbukti di beberapa negara maju maupun negara berkembang dapat mengontrol inflasi pada tingkat yang relatif rendah.

Inflation targeting umumnya didefinisikan sebagai kerangka kebijakan moneter dimana bank sentral akan menyesuaikan tingkat bunga untuk menjaga kondisi perkiraan inflasi dekat dengan target inflasi, dan mencapai stabilitas harga dan inflasi yang rendah sebagai tujuan utama kebijakan moneter. Dalam tahap awal,

inflation targeting diadopsi terutama di negara maju. Karena pengalaman sukses terutama dalam hal stabilisasi harga, pengenalan inflation targeting telah

menyebar tidak hanya ke negara maju lainnya tetapi juga telah bermunculan di negara berkembang sekitar 30 negara saat ini (Inoue, 2012:1). Berikut adalah beberapa negara yang telah menerapkan inflation targeting framework.


(27)

Tabel 1. Negara yang mengimplementasikan inflation targeting framework

No Negara Tahun Memulai ITF Target

1. New Zealand 1990 1-3%

2. Canada 1991 2 plus/minus 1%

3. United Kingdom 1992 2.5 plus/minus 1%

4. Australia 1994 2-3%

5. Korea 1998 3 plus/minus 1%

6. Polandia 1998 Less than 4%

7. Mexico 1999 3%

8. Israel 1992 1-3%

9. Brazil 1999 2.5 plus/minus 1%

10. Indonesia 2000 3.0 – 5.0%

11. Thailand 2000 0-3.5%

12. Philipina 2002 4.5-5.5%

Sumber: Hong Kong Institute For Monetary Research

Tahun 1992, ditandai dengan berdirinya bank syariah pertama yakni Bank Muamalat, di Indonesia terdapat dua sistem perbankan, yaitu sistem bunga

(interest rate system) dan sistem bagi hasil atau yang lebih dikenal dengan sistem tanpa bunga (free interest rate system). Semenjak sistem syariah mempunyai instrumen SWBI (Sertifikat Wadiah Bank Indonesia) Indonesia mempunyai dual monetary system yakni mekanisme tingkat bunga dan bagi hasil. Sistem bagi hasil sebagai sebuah prinsip perhitungan berdasarkan pendapatan produsen atau peminjam mempunyai sifat fleksibel terhadap pengembalian bagi hasilnya (Rusydiana, 2009). Dalam penelitian ini yang menggunakan saluran kredit, terdapat pula saluran pembiayaan syariah yang diberlakukan oleh perbankan syariah menggunakan tingkat bagi hasil.


(28)

Sejak dikeluarkannya UU Perbankan yang baru tahun 1998, Indonesia secara de jure telah menerapkan sistem perbankan ganda, yaitu bank konvensional dan bank syariah dapat beroperasi berdampingan di seluruh wilayah Indonesia. Sedangkan, sejak dikeluarkannya UU Bank Indonesia yang baru tahun 1999, Bank Indonesia telah diberi amanah sebagai otoritas moneter ganda yaitu otoritas yang dapat menjalankan kebijakan moneter konvensional maupun syariah. Sejak saat itu perbankan dan keuangan syariah berkembang pesat (Ascarya, 2012:1).

Sejarah perbankan syariah di Indonesia dimulai sejak didirikannya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992. Saat ini, berdasarkan data

Statistik Perbankan Syariah yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia Maret 2013, jumlah perbankan syariah telah bertumbuh dengan pesat yaitu sebanyak 11 Bank Umum Syariah (BUS), 24 Unit Usaha Syariah (UUS) dan 159 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Pertumbuhan pesat bank syariah dalam tempo 21 tahun ini difasilitasi dengan baik oleh Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan

dengan diterbitkan dan diundangkan beberapa peraturan keuangan syari’ah yang

kondusif. Yaitu disyahkannya UU BI No. 23/1999 dan UU BI No. 3/2004 serta UU No. 21/2008 tentang Perbankan Syariah. Kedua UU ini memberi ruang yang lapang bagi bertumbuhnya perbankan dan keuangan syariah. Dari Neraca

Gabungan BUS dan UUS (BI, Maret 2013) dapat diketahui bahwa Total

Pembiayaan sebesar Rp 161,08 trilyun sedangkan penyerapan Dana Pihak ketiga adalah sebesar Rp 156,96 trilyun hal ini berarti Loan to Deposit Ratio (LDR) sebesar 103%. Angka LDR diatas 100% ini menandakan bahwa peranan intermediasi keuangan perbankan syariah adalah tinggi dan signifikan karena sudah melibatkan ekuitas bank dalam pembiayaan. Hal ini juga menunjukkan


(29)

bahwa pelibatan masyarakat dalam usaha pokok perbankan syariah di Indonesia sangat tinggi. Tidak nampak campur tangan pemerintah dalam mendukung secara langsung misalnya dalam penempatan uang di perbankan syariah termasuk dana-dana yang terhubung langsung dengan ibadah dan ritual umat Islam seperti Zakat, Infaq, Sodaqoh dan Haji. Namun peranan perbankan syariah dalam

perekonomian Indonesia masih kecil dan belum signifikan. Total Aset perbankan syariah, sampai Maret 2013, adalah Rp 209,6 Trilyun. Bila dibandingkan dengan total aset perbankan nasional total aset perbankan syariah itu hanya 5%. Total Modal Inti perbankan syariah adalah Rp 7,49 Trilyun. Dari 11 BUS hanya 3 BUS saja yang mempunyai modal inti dalam kategori Buku II yaitu modal inti antara Rp 1 - Rp 5 Trilyun (BSM,BMI, BNIS), sehingga tidak banyak aktivitas jasa perbankan yang bisa dilakukannya, terbatas hanya pada layanan keuangan segmen ritel dan konsumer dengan kelas UMKM, belum bisa menjangkau segmen industri besar (Wahjono dkk, 2013:06).

Dengan sistem ini pertambahan jumlah uang beredar akan mengikuti pertambahan output yang terjadi. Keberadaan sistem bagi hasil menimbulkan kemungkinan perpindahan konsumen peminjam dari sistem bunga ke bagi hasil. Mekanisme substitusi tersebut membuat terjadi nya lack di kebijakan moneter. Kemungkinan lainnya adalah hal tersebut dapat mereduksi efek negatif pengurangan pinjaman di sektor konvensional. Reduksi ini timbul sebagai akibat dari mekanisme pinjaman syariah yang membuat keseimbangan antara pertumbuhan di sektor moneter dan sektor riil sehingga penambahan proporsi pembiayaan syariah pada perekonomian dapat menekan tingkat inflasi (Rusydiana, 2009).


(30)

Sama seperti ekonomi konvensional, dalam ekonomi Islam juga kita hadapi semua makro ekonomi isu-isu seperti pertumbuhan dan inflasi, sehingga peran kebijakan moneter dalam ekonomi Islam tak terbantahkan. Pandangan dominan di kalangan ulama Islam bahwa karena tingkat bunga dilarang dalam Islam dan kita tidak bisa menggunakan instrumen dasar bunga untuk kebijakan moneter seperti operasi pasar terbuka, dalam ekonomi Islam kita harus berkonsentrasi hanya pada instrumen agregat moneter.

Dengan semakin berkembangnya perbankan syariah, transmisi kebijakan moneter tidak hanya mempengaruhi perbankan konvensional saja, namun juga

mempengaruhi perbankan syariah, karena mekanisme transmisi dapat juga

melewati saluran syariah. Instrumen kebijakan moneter ganda juga tidak terbatas hanya menggunakan suku bunga saja, tetapi dapat pula menggunakan bagi hasil. Begitu pula dengan pinjaman yang disalurkan tidak hanya melalui kredit bank konvensional. Namun juga menggunakan pembiayaan syariah.

Perubahan tingkat suku bunga kebijakan moneter, haruslah diikuti pula oleh perubahan pada suku bunga tabungan dan suku bunga kredit perbankan di Indonesia. Namun dalam pelaksanaannya suku bunga-suku bunga perbankan tidak beriringan dengan suku bunga kebijakan moneter, terutama suku bunga-suku bunga kredit perbankan. Hal ini mengakibatkan respon perbankan terhadap perubahan beberapa suku bunga kebijakan moneter kurang efektif, sehingga mengakibatkan ketidakefektifan pula untuk mencapai sasaran utama dari kebijakan moneter ini yaitu tingkat inflasi. Berikut merupakan pengaruh suku


(31)

bunga kebijakan, perbankan, jumlah kredit, dan PDB terhadap inflasi dalam sistem moneter konvensional.

Sumber: Bank Indonesia (Diolah)

Gambar 3. Hubungan antara Inflasi dengan BI rate, suku bunga SBI, suku bunga deposito suku bunga kredit modal kerja, jumlah kredit, dan PDB dalam sistem moneter konvensional periode April 2008 - Desember 2013

Pada Gambar 3 terlihat bahwa BI rate, suku bunga SBI, dan suku bunga deposito, dan suku bunga kredit modal kerja yang telah ditentukan cukup fleksibel dalam merespon kenaikan ataupun penurunan tingkat inflasi, namun tetap terdapat lag

yang menyebabkan keterlambatan suku bunga-suku bunga kebijakan moneter yang telah ditentukan untuk merespon pergerakan tingkat inflasi di Indonesia. Trend rata-rata suku bunga dan inflasi pada Gambar 3 cenderung menurun, sedangkan jumlah kredit stabil namun cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Ini menunjukan hubungan negatif antara suku bunga dengan jumlah kredit

perbankan. Dalam sistem kebijakan moneter syari’ah, pergerakan grafik yang ditampilkan pada Gambar 4 tidak jauh berbeda dengan Gambar 3. Pada Gambar 4 terlihat bahwa BI rate, tingkat imbal hasil, dan tingkat bagi hasil deposito

0 2 4 6 8 10 12 14 16 0 2 4 6 8 10 12 14 2 0 0 8 :0 4 2 0 0 8 :0 8 2 0 0 8 :1 2 2 0 0 9 :0 4 2 0 0 9 :0 8 2 0 0 9 :1 2 2 0 1 0 :0 4 2 0 1 0 :0 8 2 0 1 0 :1 2 2 0 1 1 :0 4 2 0 1 1 :0 8 2 0 1 1 :1 2 2 0 1 2 :0 4 2 0 1 2 :0 8 2 0 1 2 :1 2 2 0 1 3 :0 4 2 0 1 3 :0 8 2 0 1 3 :1 2 Inf rBI SBI rDepk LOAN PDB rkmk


(32)

mudharabah yang telah ditentukan cukup fleksibel dalam merespon kenaikan ataupun penurunan tingkat inflasi, namun tetap terdapat lag yang menyebabkan keterlambatan tingkat imbal/bagi hasil kebijakan moneter syariah yang telah ditentukan untuk merespon pergerakan tingkat inflasi di Indonesia. Berikut merupakan grafik tentang hubungan antara inflasi dengan BI rate, tingkat imbal hasil SBIS, tingkat bagi hasil deposito mudharabah, tingkat bagi hasil pembiayaan modal kerja, jumlah pembiayaan bank syariah, dan PDB.

Sumber: Bank Indonesia (Diolah)

Gambar 4. Hubungan antara inflasi dengan BI rate, tingkat imbal hasil SBIS, tingkat bagi hasil deposito mudharabah, tingkat bagi hasil pembiayaan modal kerja, jumlah pembiayaan bank syariah, dan PDB dalam sistem moneter syariah periode April 2008 -

Desember 2013

Tingkat Inflasi merupakan sasaran akhir dari kebijakan moneter. Dari grafik inflasi di atas dapat dilihat pergerakan inflasi dari April 2008 sampai Desember 2013 bergerak beriringan dengan suku bunga kebijakan moneter yang telah ditetapkan. Begitu juga dengan tingkat imbal/bagi hasil dalam sistem kebijakan

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 0 2 4 6 8 10 12 14 2 0 0 8 :0 4 2 0 0 8 :0 8 2 0 0 8 :1 2 2 0 0 9 :0 4 2 0 0 9 :0 8 2 0 0 9 :1 2 2 0 1 0 :0 4 2 0 1 0 :0 8 2 0 1 0 :1 2 2 0 1 1 :0 4 2 0 1 1 :0 8 2 0 1 1 :1 2 2 0 1 2 :0 4 2 0 1 2 :0 8 2 0 1 2 :1 2 2 0 1 3 :0 4 2 0 1 3 :0 8 2 0 1 3 :1 2 Inf rBI SBIS rDeps FINC PDB PLS


(33)

moneter syariah. Namun, keduanya memiliki waktu yang berbeda dalam merespon pergerakan inflasi.

Perkembangan perbankan syariah dari waktu ke waktu dan peningkatan

peranannya dalam perekonomian nasional idealnya akan mempengaruhi sasaran akhir kebijakan moneter yaitu pengendalian inflasi dan sudah selayaknya

dijadikan pemicu untuk memulai suatu studi atau kajian yang komprehensif dan mendalam mengenai mekanisme transmisi kebijakan moneter tidak hanya melalui perbankan konvensional namun juga melalui perbankan syariah.

Dengan mempertimbangkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian tentang mekanisme transmisi kebijakan moneter saluran kredit konvensional dan

pembiayaan syariah untuk mengetahui efektivitas dari masing-masing kebijakan

tersebut. Oleh karena itu, peneliti akan melakukan penelitian mengenai “Analisis

Komparasi Efektivitas antara Transmisi Kebijakan Moneter melalui Saluran Kredit Konvensional dengan Saluran Pembiayaan Syariah di Indonesia periode 2008:04 –2013:12”. Dengan demikian akan dapat diketahui mana yang lebih efektif antara transmisi kebijakan moneter melalui Bank Syariah atau melalui Bank Konvensional.

B. Permasalahan

Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, dapat ditarik beberapa permasalahan yang dapat dimasukan dalam penelitian ini, diantaranya:

1. Bagaimana pengaruh variabel transmisi kebijakan moneter saluran kredit konvensional yaitu BI rate (RBI), suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), suku bunga deposito 1 bulan (RDEPK), suku bunga kredit modal


(34)

kerja (RKMK), total kredit bank konvensional (LOAN), dan output riil (PDB) terhadap sasaran akhir pengendalian inflasi?

2. Bagaimana pengaruh variabel transmisi kebijakan moneter saluran

pembiayaan syariah yaitu BI rate (RBI), tingkat bagi hasil Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), tingkat bagi hasil deposito mudharabah bank syariah (RDEPS), tingkat bagi hasil pembiayaan modal kerja (PLS), total pembiayaan bank syariah (FINC), dan output riil (PDB) terhadap sasaran akhir pengendalian inflasi?

3. Bagaimana kontribusi dari variabel RBI, SBI, RDEPK, RKMK, LOAN, dan PDB dalam pengendalian Inflasi?

4. Bagaimana kontribusi dari variabel RBI, SBIS, RDEPS, PLS, FINC, dan PDB dalam pengendalian Inflasi?

5. Bagaimana perbandingan efektivitas antara transmisi moneter saluran kredit konvensional dan transmisi moneter saluran pembiayaan syariah dalam transmisi kebijakan moneter di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Dari permasalahan yang telah dijelaskan pada penelitian ini, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh variabel transmisi kebijakan moneter saluran kredit konvensional yaitu BI rate (RBI), suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), suku bunga deposito 1 bulan (RDEPK), suku bunga kredit modal kerja (RKMK), total kredit bank konvensional (LOAN), dan output riil (PDB) terhadap sasaran akhir pengendalian inflasi.


(35)

2. Untuk mengetahui pengaruh variabel transmisi kebijakan moneter saluran pembiayaan syariah yaitu BI rate (RBI), tingkat bagi hasil Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), tingkat bagi hasil deposito mudharabah bank syariah (RDEPS), tingkat bagi hasil pembiayaan modal kerja (PLS), total pembiayaan bank syariah (FINC), dan output riil (PDB) terhadap sasaran akhir pengendalian inflasi.

3. Untuk mengetahui kontribusi dari variabel RBI, SBI, RDEPK, RKMK, LOAN, dan PDB dalam pengendalian Inflasi.

4. Untuk mengetahui kontribusi dari variabel RBI, SBIS, RDEPS, PLS, FINC, dan PDB dalam pengendalian Inflasi.

5. Untuk mengetahui perbandingan efektivitas antara transmisi kebijakan moneter saluran kredit konvensional saluran pembiayaan syariah dalam transmisi kebijakan moneter di Indonesia.

D. Kerangka Pemikiran

Mekanisme transmisi adalah saluran yang menghubungkan antara kebijakan moneter dengan perekonomian. Sejak diberlakukan sistem ganda perbankan di Indonesia yaitu sistem konvensional dan sistem syariah, alur tranmisi moneter di Indonesia pun berubah. Perbandingan efektivitas antara transmisi moneter saluran kredit konvensional dan transmisi moneter saluran pembiayaan syariah dalam transmisi kebijakan moneter di Indonesia dapat dilihat dari pergerakan dari masing-masing instrumen yang digunakan. Kerangka pemikiran konseptual yang dalam penelitian ini dijelaskan dalam Gambar 5 sebagai berikut.


(36)

Gambar 5. Kerangka Pemikiran

E. Hipotesis

1. Diduga variabel transmisi kebijakan moneter saluran kredit konvensional yaitu RBI, SBI, RDEPK, RKMK, LOAN, dan PDB berpengaruh signifikan terhadap sasaran akhir pengendalian inflasi.

2. Diduga variabel transmisi kebijakan moneter saluran pembiayaan syariah yaitu RBI, SBIS, RDEPS, PLS, FINC, dan PDB berpengaruh signifikan terhadap sasaran akhir pengendalian inflasi.

3. Diduga variabel RBI, SBI, RDEPK, RKMK, LOAN, dan PDB berkontribusi dalam pengendalian Inflasi.

Mekanisme Transimisi Kebijakan Moneter Ganda di Indonesia melalui Bank Lending and Financing Channel

Saluran Kredit Saluran Pembiayaan

- Suku bunga SBI

- SukuBunga PUAB

- Suku bunga kredit modal kerja (RKMK)

- Jumlah Kredit (LOAN)

- Suku bunga deposito(RDEPK)

- Tingkat bagi hasil SBIS

- Tingkat Bagi hasil PUAS

- Tingkat bagi hasil pembiayaan (PLS)

- Jumlah pembiayaan (FINC)

- Tingkat bagi hasil deposito mudharabah (RDEPS)

INFLASI


(37)

4. Diduga variabel RBI, SBIS, RDEPS, PLS, FINC, dan PDB berkontribusi dalam pengendalian Inflasi.

5. Diduga transmisi moneter saluran pembiayaan syariah dalam transmisi kebijakan moneter di Indonesia lebih efektif dibandingkan transmisi moneter saluran kredit konvensional.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Penelitian ini dilakukan di negara Indonesia menggunakan beberapa variabel dengan periode penelitian bulan April 2008 hingga Desember 2013. Dalam kebijakan moneter terdapat beberapa saluran transmisi moneter, namun saya membatasi hanya saluran kredit dan pembiayaan yang dipilih dalam penelitian ini. Penelitian ini bertujuan membandingkan antara transmisi kebijakan moneter melalui saluran kredit konvensional dengan saluran pembiayaan syariah di Indonesia. Variabel-variabel yang digunakan adalah BI rate (RBI), Suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Tingkat imbal hasil Sertifikat Bank Indonesia

Syari’ah (SBIS), Suku bunga kredit (modal kerja) bank konvensional (RKMK), Tingkat bagi hasil pembiayaan bank syariah (PLS), Total kredit bank

konvensional (LOAN), Total pembiayaan bank syariah (FINC), suku bunga deposito bank konvensional (RDEPK), tingkat imbal hasil deposito mudharabah bank syari’ah (RDEPS), Produk Domestik Bruto (PDB) dan data Inflasi (Inf).


(38)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter menurut uu No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia

“Kebijakan Moneter Bank Indonesia adalah kebijakan yang ditetapkan dan

dilaksanakan oleh Bank Indonesia melalui antara lain pengendalian jumlah uang beredar dan/ atau suku bunga untuk mencapai kestabilan nilai rupiah. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga,

pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang.

Kebijakan moneter adalah upaya mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk

mencapai tujuan tersebut Bank Sentral berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran distribusi barang. Kebijakan moneter


(39)

intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.

Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia.

Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk

mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.

Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan


(40)

(tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil. Berikut merupakan contoh dari kebijakan moneter:

1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar.

2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy).

Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :

1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation) Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.

2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate) Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah uang yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah


(41)

menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.

3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio) Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.

4. Himbauan Moral (Moral Persuasion) Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.

Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Berikut merupakan sasaran-sasaran pengendalian dalam kebijakan moneter:

1. Sasaran Operasional

Dalam konsep sasaran operasional, Bank sentral akan segera mencapai sasaran ini dalam operasi moneter yang dilakukan olehnya. Bank sentral menggunakan


(42)

variabel sasaran operasional untuk mengarahkan agar sasaran antara dapat tercapai.

Kriteria sasaran operasional antara lain: (1). Dipilih dari variabel moneter yang memiliki hubungan yang stabil dengan sasaran antara, (2). Dapat dikendalikan oleh Bank Sentral, (3). Akurat dan tidak sering direvisi (Mishkin, 2004:347). 2. Sasaran Antara

Hubungan antara sasaran operasional dan sasaran akhir kebijakan moneter bersifat tidak langsung dan kompleks serta membutuhkan time lag yang panjang. Untuk alasan itu, para ahli moneter dan praktisi bank sentral mendesain simple rule untuk membantu pelaksanaan kebijakan moneter dengan cara menambahkan indikator yang disebut sebagai sasaran antara. Sasaran tersebut merupakan indikator untuk menilai kinerja keberhasilan kebijakan moneter, sasaran ini dipilih dari varibel-variabel yang memiliki keterkaitan stabil dengan sasaran akhir, cakupannya luas, dapat dikendalikan oleh bank sentral, tersedia relatif cepat, akurat dan tidak sering direvisi. Variabel sasaran antara meliputi: agregat moneter (M1dan M2), kredit perbankan dan nilai tukar (Bofinger, 2001:125). 3. Sasaran Akhir

Bank sentral memiliki sasaran akhir dari sebuah kebijakan moneter yang ingin dicapai. Sasaran akhir tersebut tergantung pada tujuan yang diamanahkan oleh UU bank sentral suatu negara. Tujuan akhir kebijakan moneter di Indonesia mengacu pada Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 2004 yang secara eksplisit mencantumkan bahwa tujuan akhir kebijakan moneter adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah (stabilitas moneter).


(43)

Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.

Dalam dunia yang didominasi oleh ekonomi dan keuangan kapitalis (konvensional), kebijakan moneter yang dikenal luas adalah kebijakan moneter dalam perspektif konvensional. Sejak 30 tahun terakhir, ekonomi dan keuangan Syariah telah secara bertahap diterapkan di berbagai negara, secara tunggal maupun berdampingan dengan yang konvensional. Dengan semakin besar dan signifikannya ekonomi dan keuangan Islam, kebijakan moneter dalam perspektif Islam juga ikut berkembang

(Ascarya:287).

Banyak negara yang telah menerapkan sistem moneter ganda seperti yang diterapkan di Indonesia. Negara-negara yang menerapkan sistem moneter ganda, seperti

Pakistan, Malaysia dan Indonesia, Bank sentralnya harus melakukan kebijakan moneter konvensional maupun kebijakan moneter syariah untuk dapat secara efektif mempengaruhi situasi makroekonomi secara menyeluruh.

B. Konsep Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter

Secara sederhana, mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah saluran yang menghubungkan antara kebijakan moneter dan perekonomian. Mekanisme transmisi moneter dimulai sejak otoritas moneter atau bank sentral bertindak menggunakan


(44)

instrumen moneter dalam implementasi kebijakan moneternya hingga terlihat pengaruhnya terhadap aktivitas perekonomian, langsung maupun secara bertahap. Dampak tindakan otoritas moneter terhadap aktivitas perekonomian ini terjadi melalui berbagai channel, yakni: saluran uang atau langsung, saluran suku bunga, saluran kredit, nilai tukar, harga asset dan saluran ekspektasi (Pohan, 2008).

Kerangka strategis kebijakan moneter bank sentral dipengaruhi oleh keyakinan bank sentral yang bersangkutan terhadap suatu proses tertentu mengenai berbagai

kebijakan moneter berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Proses yang dimaksud dikenal sebagai sebutan mekanisme transmisi kebijakan moneter.

Di bidang keuangan, kebijakan moneter berpengaruh terhadap perkembangan suku bunga, nilai tukar dan harga saham disamping volume dana masyarakat yang disimpan di bank, kredit yang disalurkan pada dunia usaha serta penanaman dana pada obligasi, saham maupun sekuritas lainnya. Di sektor riil, kebijakan ini berpengaruh pada perkembangan konsumsi, investasi, ekspor dan impor sehingga kebijakan moneter ini mempengaruhi pertumbuhan ekonomi maupun inflasi yang merupakan sasaran akhir kebijakan tersebut.

Mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan suatu proses yang kompleks, dan karenanya dalam teori ekonomi moneter sering disebut dengan “black box” (Miskhin, 2004).

Kompleksitas dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :


(45)

1. Perubahan perilaku bank sentral, perbankan dan para pelaku ekonomi dalam berbagai aktivitas ekonomi dan keuangannya. Hal ini terkait dengan perilaku antisipasi oleh perbankan dan para pelaku ekonomi pada setiap perubahan perilaku bank sentral.

2. Lamanya tenggang waktu ( lag ) sejak kebijakan moneter ditempuh sampai sasaran inflasi tercapai. Hal ini dikarenakan transmisi moneter banyak berkaitan dengan pola hubungan antara berbagai variabel ekonomi dan keuangan yang selalu berubah sejalan dengan perkembangan ekonomi negara yang bersangkutan. 3. Terjadinya perubahan pada saluran-saluran transmisi kebijakan moneter tersebut

sesuai dengan perkembangan ekonomi negara yang bersangkutan.

Mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan jalur-jalur yang dilalui oleh kebijakan moneter dalammempengaruhi sasaran akhir kebijakan moneter yaitu inflasi dan GPD riil. (Taylor, 1995). Kotak hitam dapat dilihat pada Gambar 6 Jika ingin menggambarkan bagaimana proses mekanisme transmisi kebijakan moneter melaluijalur-jalur transmisi sejak dari perubahan kebijakan moneter melalui shock

instrumen kebijakan moneterhingga terwujudnya tujuan/sasaran akhir kebijakan moneter, maka Gambar 6 dikembangkan menjadiGambar 7. Pada skema tersebut terlihat bahwa konsep standar mekanisme transmisi kebijakan moneterdimulai dari ketika bank sentral mengubah instrumennya yang selanjutnya mempengaruhisasaran operasional, sasaran antara dan sasaran akhir. Misalnya bank sentral atau BI

meningkatkan sukubunga SBI. Peningkatan tersebut mendorong naiknya suku bunga PUAB, suku bunga deposito, kredit perbankan, harga aset, nilai tukar dan


(46)

ekspektasi inflasi di masyarakat. Perkembangan ini mencerminkan bekerjanya jalur-jalur transmisi moneter yang akan selanjutnya berpengaruh terhadap konsumsi dan investasi, ekspor dan impor yang merupakan komponen permintaan eksternal dan keseluruhan permintaan agregat.

Sumber:Mishkin (2004:357).

Gambar 6. Mekanisme Tranmisi Kebijakan Moneter sebagai Black Box

Secara empiris, besarnya permintaan agregat tidak selalu sama dengan penawaran agregat. Jika terjadi selisih antara permintaan dan penawaran atau terjadi outpt gap

maka akan memberi tekanan terhadap kenaikan harga-harga (inflasi) dari sisi domestik. Karena ketika jumlah permintaan naik secara signifikan melebihi jumlah penawaran artinya terjadi selisih anatar demand dan supply maka akan menyebabkan harga-harga naik sesuai dengan hukum permintaan sehingga hal tersebut akan memberikan tekanan kenaikan harga dan menyebabkan inflasi. Proses ini yang disebut sebagai indirectexchange rate pass-through. Sementara itu, tekanan inflasi dari sisi luar negeri terjadi melalui pengaruh langsung perubahan nilai tukar terhadap perkembangan harga barang-barang yang diimpor, proses ini yang disebut direct exchange rate pass-through.

Kebijakan

Moneter

?

Tujuan Akhir : Inflasi


(47)

Sumber: Warjiyo (2004:5)

Gambar 7. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter

C. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter melalui Saluran Kredit

Saluran kredit menurut Warjiyo dan Agung (2002) dalam Amaluddin (2005) lahir karena adanya ketidaksempurnaan pasar keuangan. Saluran ini terdiri dari dua sub-saluran, yaitu:

1. Saluran Pinjaman Bank (Bank Lending Channel) 2. Saluran Neraca Perusahaan (Balance Sheet Channel)

Saluran pinjaman bank menitikberatkan perhatian pada dampak kebijakan moneter terhadap neraca bank khususnya pada sisi asset, sedangka saluran neraca perusahaan memfokuskan pengamatan pada dampak kebijakan moneter terhadap neraca


(48)

perusahaan atau akses terhadap kredit perbankan (Warjiyo dan Agung, 2002 dalam Amaluddin 2005).

Pada saluran pinjaman bank, kebijakan moneter ditransmisikan ke perekonomian terutama melalui pengaruhnya terhadap sisi asset bank khususnya pinjaman atau kredit bank (Warjiyo dan Agung, 2002 dalam Amaluddin 2005). Ekspansi moneter akan meningkatkan cadangan perbankan (bank reserve) sehingga kemampuan bank untuk memberikan pinjaman semakin meningkat (Agung dkk, 2002 dalam

Amaluddin 2005). Hal ini akan mendorong peningkatan pemberian kredit kepada nasabah debitur. Selanjutnya nasabah akan meningkatkan belanja investasi dan konsumsinya. Akibatnya perekonomian akan meningkat. Dampak output akan meningkat pula.

Pada kontraksi moneter, cadangan perbankan (bank reserve) akan menurun sehingga kemampuan perbankan dalam memberikan pinjaman akan menurun pula. Apabila penurunan tersebut tidak dapat ditutup dengan dana-dana lain yang bebas dari peraturan cadangan wajib minimum atau dengan menjual sekuritas yang dimiliki, amak penyaluran kredit akan turun. Selanjutnya investasi dan aktivitas perekonomian dengan sendirinya akan menurun. Pada gilirannya hal ini akan menurunkan tingkat output dan inflasi (Amaluddin, 2005).

Pada saluran neraca perusahaan, kebijakan moneter sitransmisikan ke perekonomian dan harga-harga melalui pengaruhnya terhadap posisi keuangan atau kekayaan bersih perusahaan yang dapat mempengaruhi kemudahan perusahaan dalam mendapatkan


(49)

dana pinjaman. Posisi keuangan atau kekayaan bersih perusahaan termasuk kemudahan dalam mendapatkan pembiayaan eksternal akan mempengaruhi keputusan investasi perusahaan. Selanjutnya keputusan investasi perusahaan akan mempengaruhi aktifitas perekonomian dan inflasi.

Kebijakan moneter ekspansif akan menurunkan suku bunga pinjaman. Dampaknya terhadap perusahaan adalah peningkatan nilai kekayaan bersih karena peningkatan nilai present value dari asset yang dimiliki dan penurunan nilai kewajiban riil

(Hubbard, 2005). Peningkatan nilai kekayaan bersih dan penurunan nilai kewajiban riil akan menurunkan biaya pembiayaan eksternal sehingga kemampuan perusahaan untuk melakukan investasi meningkat. Selanjutnya keputusan perusahaan untuk melakukan investasi akan meningkatkan output dan permintaan agregat.

Sebaliknya kebijakan moneter kontraktif akan menaikkan suku bunga pinjaman. Dampaknya pada perusahaan adalah penurunan dari aset yang dimiliki dan

peningkatan nilai kewajiban riil. Penurunan nilai kekayaan bersih dan peningkatan nilai kewajiban riil akan meningkatkan biaya pembiayaan eksternal sehingga kemampuan perusahaan untuk melakukan investasi menjadi berkurang. Akibatnya perusahaan akan mengurangi atau membatasi kegiatan investasinya sehingga output dan permintaan agregat akan berkurang (Amaluddin, 2005).

Dalam konteks interaksi antara bank sentral dengan perbankan dan para pelaku ekonomi dalam proses perputaran uang, mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui saluran kredit dapat diterangkan sebagai berikut. Pada tahap pertama,


(50)

kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral dengan menetapkan BI rate yang menjadi suku bunga acuan akan berpengaruh terhadap perkembangan suku bunga jangka pendek (misalnya suku bunga SBI) di pasar uang rupiah. Perkembangan ini selanjutnya akan mempengaruhi suku bunga deposito yang diberikan perbankan pada simpanan masyarakat dan suku bunga kredit yang dibebankan bank-bank kepada para debiturnya. Terdapat proses atau tenggang waktu, terutama karena kondisi internal perbankan dalam manajemen aset dan kewajibannya.

Pada tahap kedua, transmisi suku bunga dari sektor keuangan ke sektor riil akan bergantung pada pengaruhnya terhadap permintaan konsumsi dan investasi dalam perekonomian. Pengaruh suku bunga terhadap permintaan konsumsi terjadi terutama karena bunga deposito merupakan komponen dari pendapatan masyarakat (income effect). Sementara itu, pengaruh suku bunga terhadap permintaan investasi terjadi karena suku bunga kredit merupakan komponen biaya modal (cost of capital), di samping yield obligasi dan dividen saham, dalam pembiayaan investasi. Pengaruh melalui investasi dan konsumsi tersebut selanjutnya bakan berdampak pada besarnya permintaan agregat dan pada akhirnya akan menentukan output riil dan tingkat inflasi dalam ekonomi.

D. Transmisi Kebijakan Moneter Konvensional

Transmisi kebijakan moneter dari perspektif konvensional dapat melalui jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, jalur harga aset, dan jalur ekspektasi. Dengan digunakannya instrumen suku bunga dalam rezim moneter inflation targeting.


(51)

transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga (interest rate pass-through)

menjadi salah satu topik bahasan penting. Kebijakan moneter bertujuan untuk mencapai kestabilan ekonomi yang diwujudkan dalam kestabilan harga-harga barang sehingga iklim berusaha terkondisi sedemikian rupa dan pada gilirannya tercapai peningkatan kegairahan berusaha.

Tujuan kebijakan moneter meliputi: a. Stabilitas ekonomi

Suatu keadaan dimana pertumbuhan ekonomi berlangsung secara terkendali dan berkelanjutan. Artinya, pertumbuhan arus barang dan jasa dan arus uang berjalan seimbang.

b. Kesempatan kerja

Desempatan kerja akan meningkat apabila produksi meningkat. Peningkatan produksi biasanya diikuti dengan perbaikan nasib para karyawan ditinjau dari segi upah maupun keselamatan verja, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran para karyawan.

c. Kestabilan Harga dari waktu ke waktu

Harga yang stabil menyebabkan masyarakat percaya bahwa membeli barang pada tingkat harga yang akan datang.

d. Neraca Pembayaran Internasional

Neraca pembayaran dikatakan seimbang apabila jumlah nilai barang yang diekspor sama dengan nilai barang yang diimpor. Misalnya: pemerintah melakukan devaluasi (penurunan nilai uang dalam negeri terhadap uang luar negeri).


(52)

1. BI rate

BI rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. BI rate

diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap Rapat Dewan Gubernur bulanan. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan BI rate apabila inflasi ke depan

diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan BI rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan dengan berdasarkan tujuan awal dari kebijakan

moneter. Selain inflasi sasaran bagi Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan moneter melalui suku bunga adalah kestabilan nilai tukar rupiah dan kestabilan perekonomian yang terjadi.

Dalam rangka mencapai sasaran akhir kebijakan moneter, Bank Indonesia

menerapkan kerangka kebijakan moneter melalui pengendalian suku bunga (target suku bunga). Stance kebijakan moneter dicerminkan oleh penetapan suku bunga kebijakan (BI rate).

BI rate diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter.


(53)

2. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI)

Peraturan Bank Indonesia nomor 4/10/PBI/2002 tentang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) menyatakan bahwa SBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. SBI ditebitkan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu piranti dalam Operasi Pasar Terbuka (OPT). Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga yang

dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek (1-3 bulan) dengan sistem diskonto/bunga.

SBI merupakan salah satu mekanisme yang digunakan Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai Rupiah. Dengan menjual SBI, Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar. Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005, BI menggunakan mekanisme "BI rate" (suku bunga BI), yaitu BI mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan.

Bank Indonesia selaku otoritas moneter memiliki SBI sebagai instrumen utama yang digunakan dalam operasi pasar terbuka. Penjualan SBI oleh Bank Indonesia yang dilakukan melalui lelang bertujuan untuk memenuhi target base money yang telah ditetapkan. Bila Bank Indonesia ingin mengurangi likuiditas pasar maka jumlah penawaran dari peserta lelang SBI yang diambil lebih besar dari jumlah SBI yang


(54)

jatuh tempo, hal tersebut dapat meningkatkan rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI. Tingkat bunga SBI merupakan faktor penting dalam penentuan suku bunga di Indonesia, setiap perubahan pada tingkat bunga SBI akan segera direspon oleh suku bunga PUAB (pasar uang antar bank) dan suku bunga deposito. Sehingga suku bunga SBI mencerminkan perilaku pasar uang. Suku bunga SBI menjadi patokan bagi perbankan untuk menetapkan tingkat bunga yang akan diberikan kepada para deposan.

3. Suku bunga deposito bank konvensional

Deposito adalah produk simpanan di bank yang penyetoran maupun penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu saja atau sesuai dengan jatuh temponya sehingga deposito dikenal juga sebagai tabungan berjangka (Raharja, 2003). Sebagaimana layaknya tabungan yang sudah memasyarakat, deposito juga banyak dipilih orang sebagai alternatif lain dalam menyimpan uangnya.

Bunga deposito selalu lebih besar dari bunga tabungan sehingga otomatis dana pun akan berkembang lebih cepat. Inilah biasanya yang menjadi daya tarik utama deposito, sehingga deposito lebih cocok dijadikan sarana investasi dibandingkan tabungan (Dwiastuti, 2006).

4. Suku Bunga Kredit Modal Kerja

Suku bunga pinjaman, merupakan tingkat suku bunga yang dikenakan oleh bank kepada kreditur yang meminjam uang dari bank. Suku bunga kredit modal kerja


(55)

adalah suku bunga kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Contoh diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan. Tingkat suku bunga kredit modal kerja akan mempengaruhi jumlah permintaan kredit perbankan dan pada akhirnya akan mempengaruhi output riil dan inflasi.

5. Kredit Bank Konvensional

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kredit terdiri dari:

a. Kredit Investasi

Kredit Investasi merupakan kredit jangka panjang yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau bisa juga digunakan untuk keperluan rehabilitasi. Contoh membangun pabrik, atau membeli mesin-mesin, masa pemakaiannya untuk suatu produk yang relatif lebih lama dan dibutuhkan modal yang relatif cukup besar.

b. Kredit Modal Kerja

Kredit modal kerja merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Contoh diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan.


(56)

c. Kredit Konsumsi

Kredit yang digunakan untuk konsumsi secara pribadi, dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan, karena memang untuk

digunakan/dikonsumsi secara pribadi oleh perorangan. Contoh kredit untuk membeli mobil pribadi, kredit untuk perumahan, dll.

E. Transmisi Kebijakan Moneter Syariah

Dengan semakin berkembangnya perbankan syariah, transmisi kebijakan moneter tidak hanya mempengaruhi perbankan konvensional saja, namun juga mempengaruhi perbankan syariah karena mekanisme transmisi juga dapat melewati jalur syariah. Transmisi kebijakan moneter lending channel juga tidak terbatas hanya menggunakan saluran kredit konvensional saja, tetapi dapat pula menggunakan saluran pembiayaan syariah. Dengan demikian, dalam sistem moneter ganda, transmisi moneter saluran kredit konvensional menggunakan interest rate passthrough atau bisa disebut sebagai

policy rate pass-through, dimana policy rate untuk konvensional menggunakan suku bunga, sedangkan policy rate untuk transmisi moneter saluran pembiayaan syariah dapat menggunakan bagi hasil atau margin.

Dalam sistem perbankan syariah di Indonesia terdapat hubungan antara sistem moneter yang ada di Indonesia dengan sistem perbankan syariah, yaitu dengan keikutsertaan perbankan syariah di dalam kebijakan moneter yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter utama. Bank Indonesia menyatakan bahwa


(57)

cara-cara pengendalian moneter di Indonesia bisa dilakukan berdasarkan prinsip Syariah yang ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia (Totok, 2006).

Peraturan institusi keuangan syariah kontemporer tidak jauh berbeda dengan peraturan institusi keuangan konvensional yang sudah berdiri, sehingga instrumen kebijakan moneter syariah juga banyak yang mirip dengan instrumen-instrumen kebijakan moneter konvensional. Namun, karena cara kerja instrumen-instrumen kebijakan moneter syariah memiliki persamaan dan perbedaan prinsip dengan cara kerja instrumen kebijakan moneter konvensional, transmisi kebijakan moneter syariah dapat sama atau berbeda dengan transmisi kebijakan moneter konvensional.

Namun demikian, beberapa studi empiris mulai bermunculan untuk melihat adanya transmisi kebijakan moneter syariah dengan karakteristiknya. Sukmana dkk (2010) meneliti upaya awal untuk mengetahui adanya transmisi kebijakan moneter pada jalur pembiayaan melalui perbankan Syariah Malaysia ke pertumbuhan ekonomi.

1. Tingkat Imbal Hasil SBIS

Peraturan Bank Indonesia nomor 10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah menyatakan bahwa SBIS adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia menggunakan Akad Jua’lah. SBIS dibuat oleh Bank Indonesia dalam rangka meningkatkan efektifitas mekanisme moneter dengan prinsip syariah. Kedua instrumen ini memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai instrumen Operasi Pasar


(1)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil perhitungan dan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan estimasi VECM, dalam jangka panjang pada transmisi kebijakan moneter saluran kredit konvensional hanya 4 variabel yaitu RBI, SBI, LOAN, dan PDB yang berpengaruh signifikan terhadap inflasi dan dalam jangka pendek hanya 3 variabel yaitu RBI, RDEPK, dan LOAN yang berpengaruh signifikan terhadap inflasi.

2. Berdasarkan estimasi VECM, dalam jangka panjang pada transmisi kebijakan moneter saluran pembiayaan syariah, semua variabel signifikan mempengaruhi inflasi dan dalam jangka pendek hanya 2 variabel yaitu RBI dan FINC yang berpengaruh signifikan terhadap inflasi.

3. Berdasarkan hasil uji variance decomposition, menunjukkan bahwa apabila terjadi shock pada variabel inflasi maka kontribusi terbesar adalah berasal dari variabel inflasi itu sendiri dalam mempengaruhi Inflasi dalam setiap persamaan. Dilihat dari hasil

dekomposisi varian, variabel-variabel dalam model yang berkontribusi terhadap inflasi cenderung lebih besar pada variabel saluran kredit konvensional. Hasil ini menunjukkan bahwa variabel kebijakan moneter saluran kredit konvensional, yaitu RBI, SBI, RDEPK, RKMK, LOAN, dan PDB berkontribusi lebih besar (yakni rata-rata nya dalam periode 24 bulan masing-masing sebesar 1.24289; 1.59937; 9.37689; 14.5513; 1.076529; dan


(2)

4. Sedangkan pada variabel transmisi moneter saluran pembiayaan syariah, yaitu RBI, SBIS, RDEP, PLS, FINC, dan PDB kontribusi rata-rata nya dalam periode 24 bulan masing-masing variabel hanya sebesar 4.185044; 0.065287; 0.566288; 2.368033; 4.610737; 0.024357. Hal ini adalah wajar dan dapat dipahami karena saat ini pangsa industri perbankan konvensional jauh lebih besar dibanding perbankan syariah.

5. Dari hasil impulse responses variabel kebijakan moneter saluran pembiayaan yaitu RBI, SBIS, RDEPS, PLS, FINC, dan PDB syariah lebih efektif dibandingkan dengan variabel kebijakan moneter saluran kredit konvensional, yaitu RBI, SBI, RDEPK, RKMK, LOAN, dan PDB karena jika terjadi shock pada variabel bebas di kedua kebijakan tersebut, yang lebih cepat stabil adalah variabel kebijakan moneter saluran pembiayaan syariah yaitu pada periode periode 8-9 dibandingkan shock variabel-variabel konvensional terhadap inflasi mereda dan stabil lebih lama, yaitu pada periode 11-20. Namun, dari hasil analisis VD, kebijakan moneter saluran kredit konvensional lebih berkontribusi dibandingkan dengan variabel kebijakan moneter saluran pembiayaan syariah. Karena di Indonesia industri bank konvensional jauh lebih besar dibandingkan dengan industri bank syariah.


(3)

B. Saran

Agar penelitian di masa yang akan datang menjadi lebih baik, penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil penelitian mengenai sistem kebijakan moneter ganda dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter saluran kredit dan pembiayaan, studi ini merekomendasikan agar Bank Indonesia tetap mempertimbangkan jalur bagi hasil/imbalan dari bank syariah sebagai jalur alternatif pada mekanisme transmisi kebijakan moneter karena berdasarkan teori dan didukung oleh hasil dalam penelitian ini, perbankan syariah yang berbasis bagi hasil dapat menyelaraskan antara

pertumbuhan sektor riil dan moneter.

2. Pemerintah perlu membantu meningkatkan industri perbankan bank syariah di

Indonesia karena berdasarkan uji impulse responses function respon inflasi lebih cepat stabil ketika terjadi shock pada variabel kebijakan moneter saluran pembiayaan


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman, Karim Azwar, 2001. Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: Bina Insani.

Affandi, Ahmad dan Luqyan Tamanni. 2010. Monetary Policy Shocks and Islamic Bank Deposit In Indonesian Dual Banking System After The Financial Crisis. Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol. 14, No. 3 September 2010, hlm. 491-500. Bogor. Almilia, Luciana dan Wahyu Utomo. 2006. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Suku

Bunga Deposito Berjangka Pada Bank Umum di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 10 No. 1, Oktober 2006.

Amaluddin, Friady. 2005. Efektivitas Transmisi Kebijakan Moneter antara Bank Syariah dan Bank Konvensional. Depok: Universitas Indonesia.

Anto, Hendri (2003), Pengantar Ekonomi Mikro Islami. Yogyakarta: Penerbit Ekonosia. Ascarya. Alur Transmisi dan Efektivitas Kebijakan Moneter Ganda di Indonesia periode

januari 2003 sampai desember 2009: Buletin Ekonomi Perbankan Bank Indonesia Tahun 2012. Volume 14. Nomor 3. ISSN 1410 – 8046

Ascarya. 2008. “Menuju Sinergi Optimal Kebijakan Moneter dalam Sistem

Keuangan/Perbankan Ganda.” Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol.23, No.1.

Ascarya. 2012. “Peran Perbankan Syariah dalam Transmisi Kebijakan Moneter Ganda di Indonesia.” Iqtisodia, Republika, Agustus 26.

Bofinger, Peter., 2001. Monetary Policy: Goal, Institutions, Strategies and Instrument. New York: Oxford University Press

David , D.J.C. Smant. 2012. “Bank credit in the transmission of monetary policy: A critical review of the issues and evidence”. Erasmus University Rotterdam: MPRA.

Diaz, Roger Aliaga. 2006. Credit Channels of Monetary Policy: A Theoritical Assesment of The Identification Strategies. Department of Economics, LeBow College of Business: Drexel University

Djinarto, Bambang. 2000. Banking Asset Liability Management. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.


(5)

Dwiastuti, Febri. 2006. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga Deposito pada Bank-bank Umum Pemerintah di Indonesia. Skripsi Institut Pertanian Bogor. Gujarati, Damodar N. 2012. Dasar-dasar Ekonometrika (Terjemahan), Edisi Lima. Salemba

Empat, Jakarta

Hasanah, Dini. 2011. Analisis Efektivitas Jalur Pembiayaan Dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia Dengan Metode VAR/VECM. Bogor.

Inoue, Takeshi; Yuki Toyoshima; dan Shigeyuki Hamori. 2012. Inflation Targeting In Korea, Indonesia, Thailand, and Phillippines.

Ito, Takatoshi dan Tomoko Hayashi. 2004.“Inflation Targeting in Asia”. Hong Kong Institute and Monetary Research.

Kiaee, Hasan. 2007. “Monetary Policy In Islamic Economic Frame Work: Case of Islamic Republic of Iran”. MPRA Paper No.4837, posted 12. Hlmn.3

Mardani, Mela. 2013. Analisis Tingkat Suku Bunga Bank Indonesia Sebagai Instrumen Kebijakan Moneter Di Indonesia (Periode 2005.07-2012.12). Universitas Lampung: Lampung

Mishkin, F.S, 2004. The Economics of Money, Banking and Financial Markets. Seventh Edition. International Edition, New York: Pearson Addison Wesley Longman.

Natsir. 2008. Analisis Empiris Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia Melalui Jalur Nilai Tukar. Jakarta.

Panduan Penulisan Karya Ilmiah – Universitas Lampung (2012)

Peraturan Bank Indonesia nomor 10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah. Peraturan Bank Indonesia nomor 4/10/PBI/2002 tentang Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Pohan, Aulia. 2008. Kerangka Kebijakan Moneter dan Implementasinya di Indonesia.

Jakarta: Rajawali Pers.

Raharja, Sanitiyasa. 2010. Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat bunga Deposito bank umum di Indonesia tahun 2007-2010. Universitas Diponogoro. Rihadini, Mustika. 2012. Efektivitas Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan

Masyarakat Mandiri Perdesaan Pada Kelompok Simpan Pinjam Perempuan (Pnpm Mp Spp) Di Kecamatan Ranomeeto Kabupaten Konawe Selatan Propinsi Sulawesi Tenggara Pada Periode 2010. Universitas Hasanuddin.

Rusydiana, Aam Slamet. 2009. “Mekanisme Transmisi Syari’ah pada Sistem Moneter Ganda

di Indonesia”. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 11, nomor 4, tahun 2009.


(6)

Sakti Ali. 2009. Mekanisme Transmisi Syariah pada Sistem Moneter Ganda di Indonesia. Jakarta.

Saumitra, Bhaduri dan Goyal Toto. 2012. The Bank Lending Channel of Monetary Policy Transmission: Evidence From An Emerging Market, India. Madras School of Economic: MPRA.

Setiawan, Hapid. 2007. Analisis Faktor Dominan Penyebab Inflasi di Indonesia dan Beberapa Penyelesaiannya Menurut Ekonomi Islam. Skripsi pada Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah STEI Tazkia: Bogor

Sinaga, Juwita. 2012. Analisis Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Jalur Kredit Di Indonesia. Universitas Negeri Medan.

Statistika Ekonomi dan Keuangan Indonesia – BI (2008-2013) Statistik Perbankan Indonesia – BI (2008-2013)

Sukirno, Sadono (2004). Makroekonomi, Teori Pengantar, Edisi Ketiga. Raja Grafindo Persada: Jakarta.

Sukmana, Raditya dan Salina H Kassim (2010). “Roles of the Islamic Banks in the Monetary Transmission Process in Malaysia.” International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management Vol 3 No 1, 2010 halaman 7-19

Suratman. 2013. Pengaruh Jumlah Bagi Hasil Deposito Mudharabah, Tingkat Imbalan SBIS, Suku bunga Simpanan Berjangka 1 Bulan dan Inflasi Terhadap Jumlah Deposito Mudharabah. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Taylor, J.B. 1995. The Monetary Transmission Mechanism: An Empirical Framework. Journal of Economic Perspective. Vol.09. Number.04.

Totok, Budisantoso dan Sigit Triandaru. (2006). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta : Salemba Empat

Wahjono, Sentot Imam; Anna Marina; dan Ezif Muhammad Fahmi, 2013. Bank BUMN Syariah yang kuat perlu segera didirikan untuk menyambut ASEAN Community 2015. Sidoarjo: Universitas Muhammadiyah.

Warjiyo, Perry dan Juda Agung [Eds]. 2004. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia.

Widarjono, Agus. 2009. Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya, Edisi Ketiga Cetakan Pertama. Ekonisia Fakultas Ekonomi UII, Yogyakarta.

www.bi.go.id

Zaheer, Saijad; Steven Ongena; dan Sweder van. 2012. “The Transmission of Monetary Policy through Conventional and Islamic Banks”. Tinbergen Institute.