Produk Domestik Bruto PDB

Menurut Sukirno 2004: 333, inflasi yaitu kenaikan dalam harga barang dan jasa, yang terjadi karena permintaan bertambah lebih besar dibandingkan dengan penawaran barang di pasar. Dengan kata lain, terlalu banyak uang yang memburu barang yang sedikit. Inflasi menunjuk pada harga-harga lain harga perdagangan besar, upah, harga, asset, dan sebagainya. Apabila didefinisikan, inflasi adalah suatu kejadian yang menunjukkan kenaikan tingkat harga secara umum dan berlangsung secara terus – menerus. Dari definisi tersebut ada 3 kriteria yang perlu dilihat untuk melihat terjadinya inflasi, yaitu kenaikan harga yang bersifat umum, dan terjadi terus –menerus dalam rentang waktu tertentu. Apabila terjadi kenaikan harga suatu barang yang tidak mempengaruhi harga barang lain, sehingga harga tidak naik secara umum, kejadian tersebut bukanlah inflasi. Kecuali yang naik tersebut adalah harga BBM, ini berpengaruh terhadap harga lain sehingga secara umum semua produk semua mengalami kenaikan harga. Bila kenaikan itu terjadi naik dan sesaat turun lagi, itu pun belum dapat dikatakan inflasi karena kenaikan harga yang diperhitungkan dalam inflasi mempunyai rentang waktu dalam sebulan. Inflasi yang terus berlanjut apalagi sampai melampaui angka dua digit dapat berpengaruh pada distribusi pendapatan dan alokasi faktor produksi nasional. Selai itu prospek pembangunan jangka panjang merupakan bagian penting dari kegiatan ekonomi suatu negara. Inflasi akan terus bertambah cepat apabila tidak diatasi. Inflasi yang bertambah serius akan mengurangi investasi yang produktif, mengurangi ekspor dan mengurangi impor. Kecenderungan ini akan memperlambat pertumbuhan perekonomian Sadono Sukirno, 2002 : 16. Penyebab terjadinya inflasi yaitu yang pertama permintaan demand pull inflation. Inflasi ini didasarkan pandangan karena adanya perubahan permintaan agregat, yaitu terjadinya kelebihan permintaan excess demand terhadap barang-barang dalam perekonomian secara keseluruhan. Inflasi ini yang timbul karena adanya permintaan total agregat demand sementara produksi berada dalam kondisi full employment. Penambahan permintaan akan menyebabkan terjadinya inflationary gap yang menimbulkan inflasi. Jadi, Demand pull inflation adalah diakibatkan oleh perubahan- perubahan yang terjadi pada sisi permintaan agregat AD dari barang dan jasa pada suatu perekonomian. Yang kedua, Inflasi penawaran cost push inflation, yaitu inflasi yang disebabkan adanya dorongan biaya, misalnya karena adanya tuntutan kenaikan harga dari pemilik faktor produksi. Inflasi ini ditandai dengan kenaikan harga dan turunnya produksi inflasi yang diikuti oleh resesi. Kenaikan biaya produksi antara lain disebabkan oleh perjuangan buruh menuntut kenaikan upah, industri yang bersifat monopoli, dan kenaikan harga bahan baku industri. Jadi, Cost Push Inflation adalah inflasi yang terjadi karena adanya perubahan-perubahan pada sisi penawaran agregat AS dari barang dan jasa pada suatu perekonomian. Seberapa jauh pengaruh inflasi dalam perekonomian sangat tergantung pada tingkat keparahan inflasi tersebut. Kadangkala kenaikan harga yang terlalu tinggi mempunyai pengaruh yang positif terutama terhadap iklim investasi karena kenaikan harga pada dasarnya merupakan insentif bagi pengusaha untuk melakukan kegiatan produksinya. Secara teori, laju inflasi yang terlalu rendah menunjukkan adanya kelesuan ekonomi. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa harga-harga yang tidak bergerak keatas sehingga menandakan adanya kelemahan pada sisi permintaan. Tidak jarang terlalu rendahnya tingkat inflasi merupakan indikator lemahnya daya beli masyarakat yang pada gilirannya akan menekan laju pertumbuhan ekonomi. Kesepakatan para ahli bahwa efek positif pertumbuhan dicapai secara maksimal pada kisaran inflasi sebesar 5 - 6 pertahun. Mengingat adanya distorsi yang ditimbulkan oleh inflasi, maka kebijakan pengendalian inflasi akan memiliki manfaat ganda multi benefit karena disatu sisi akan memperkuat daya beli masyarakat terutama mereka yang mempunyai pendapatan relatif tetap dan juga berfungsi untuk memperbaiki eksternal ekuilibrium neraca perdagangan. Dilihat dari segi permintaan, bank sentral selaku otoritas moneter dapat menetapkan tingkat diskonto suku bunga pinjaman yang diberikan bank sentral kepada bank umum dalam sistem moneter konvensional dan dapat memberikan acuan untuk perbankan syariah dalam menetapkan tingkat bagi imbalbagi hasil pada sistem moneter syariah. Apabila suku bunga pinjaman tinggi, maka akan terjadi penurunan pinjaman bank umum yang dikarenakan tingkat pengembalian pinjaman menjadi besar. Hal tersebut akan menyebabkan rendahnya uang yang beredar, dalam kata lain disebut dengan kebijakan moneter kontraktif, sehingga pada akhirnya tingkat inflasi akan menurun. Begitu pula dari sisi tabungan, apabila suku bunga tabungan tinggi,