Perilaku Seksual Remaja dan Faktor Determinannya di SMA Se Kota Semarang

(1)

DETER

RMINAN

diajukan unt

JURUSA

FAK

UNIVE

NNYA DI

n dalam rang tuk mencapa

Diya 1

AN BIMBI

KULTAS

ERSITAS

I SMA SE

SKRIPSI

gka penyeles ai gelar sarjan

oleh ah Ayu Alfia 1301408004

NGAN DA

ILMU PE

S NEGERI

2013

E-KOTA

saian studi s na pendidika

ani

AN KONS

ENDIDIKA

I SEMAR

A SEMAR

strata 1 an

SELING

AN

RANG


(2)

ii

di SMA se-Kota Semarang” ini telah dipertahankan di dalam sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang, pada :

Hari : Jumat

Tanggal : 2 Agustus 2013

Panitia

Ketua, Sekretaris,

Drs. Hardjono, M.Pd. Kusnarto Kurniawan, M.Pd., Kons. NIP. 19510801 197903 1 007 NIP. 19710114 200501 1 002

Penguji Utama,

Prof. Dr. Sugiyo, M.Si. NIP. 19520411 197802 1 001

Penguji/Pembimbing I Penguji/Pembimbing II

Drs.Suharso, M.Pd., Kons. Dra.Sinta Saraswati, M. Pd., Kons. NIP. 19620220 198710 1 001 NIP. 10600605 1999903 2 001


(3)

iii

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi dengan judul “Perilaku Seksual Remaja dan Faktor Determinannya di SMA se-Kota Semarang” ini benar-benar hasil karya sendiri bukan jiplakan karya tulis orang lain, baik sebagian ataupun seluruhnya. Pendapat dan temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, Juni 2013

Diyah Ayu Alfiani


(4)

iv

”Tidak ada rahasia untuk sukses. Ini adalah hasil sebuah persiapan, kerja  keras, dan belajar dari kesalahan.” 

“Colin Powel”

PERSEMBAHAN

♥ Kedua Orangtua ku Bapak Kuswandi dan Ibu Tetik Puji Astuti yang selalu memberikan cinta dan kasih sayang, doa dan dukungan serta materi yang tiada hentinya mengiringi hidupku.

♥ Kakek ku Nari Supardi dan Adikku Putri serta seluruh keluarga besarku, atas motivasi dan do’a serta kasih sayang setulus hati.

♥ Farid yang selalu memberikan dukungan dan warna dalam hidupku.

♥ Sahabat dan teman-teman BK’08 nisa, windha, carti, danang, septri atas motivasi selama ini.

♥ Teman-teman Bimbel Geniuschool terutama rusi dan Teman-teman kos Pink yang sudah menjadi keluarga keduaku.


(5)

v

melimpahkan rahmat hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Perilaku Seksual Remaja dan Faktor Determinannya di SMA se-Kota Semarang. Penelitian ini menelaah tentang perilaku seksual remaja yang merupakan segala tingkah laku yang diakibatkan adanya dorongan hasrat seksual seksual baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis yang dilakukan oleh individu dalam masa peralihan dari anak-anak menuju ke dewasa. Perilaku seksual bebas di kalangan remaja ini bagai fenomena gunung es yang hanya tampak luarnya saja, akan tetapi persoalannya jauh lebih besar dari perkiraan. Maka dari itu hal tersebut membutuhkan suatu pemantauan khusus agar terkontrol dan tidak semakin membahayakan di kalangan remaja. Hal ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang bertujuan untuk memperoleh gambaran yang nyata dan data empirik yang paling mutakhir agar pemahaman remaja khususnya siswa SMA baik negeri maupun swasta tentang perilaku seksual lebih mendalam. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menelitinya dalam skripsi ini.

Penulisan skripsi ini dilakukan berdasarkan fenomena yang ada yang terjadi di Kota Semarang yaitu makin maraknya siswa SMA yang melakukan perilaku seksual baik yang dilakukan sendiri maupun dengan bantuan orang lain. Oleh karena itu, peneliti ingin memperoleh data secara empirik mengenai perilaku seksual tersebut.

Dalam proses penulisan skripsi ini tidak banyak kendala, meskipun diakui penyelesaian skripsi ini membutuhkan waktu yang cukup lama. Namun berkat


(6)

vi

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh studi di Fakultas Ilmu Pendidikan.

2. Drs. Hardjono, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan ijin penelitian, untuk penyelesaian skripsi ini.

3. Drs. Eko Nusantoro, M.Pd., Ketua Jurusan BK FIP Universitas Negeri Semarang yang banyak memberikan arahan selama menjadi siswa.

4. Drs. Suharso, M.Pd.,Kons, Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan demi kesempurnaan skripsi ini. Terima kasih atas bimbingan dan arahan yang diberikan selama ini.

5. Dra. Sinta Saraswati, M. Pd.,Kons.,Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan demi kesempurnaan skripsi ini. Terima kasih atas bimbingan dan arahan yang diberikan selama ini.

6. Tim Penguji yang telah menguji skripsi dan memberi masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu dosen jurusan bimbingan dan konseling yang telah memberikan bekal ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

8. Kepala Sekolah SMA se-kota Semarang atas ijin yang diberikan pada peneliti.


(7)

vii

Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu diharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi

kesempurnaan skripsi ini.

Semarang,...2013


(8)

viii

Pd., Kons., Pembimbing II: Dra. Sinta Saraswati, M. Pd., Kons. Kata kunci : Faktor Determinan, Perilaku Seksual Remaja, SMA.

Remaja adalah individu yang ada pada masa peralihan di antara masa anak-anak ke masa dewasa, yang biasanya melakukan hubungan baru yang lebih matang terhadap lawan jenis yang disebut hubungan pacaran. Namun pada masa sekarang hal tersebut telah banyak bergeser bahwa pacaran dijadikan alat untuk melampiaskan kebutuhan seksual, sehingga dalam hubungan berpacaran selain terjadi proses saling memahami antar pasangan terjadi pula proses aktivitas seksual antara pasangan di luar pernikahan. Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan survey Perilaku Seksual Remaja dan Faktor Determinannya di SMA se-Kota Semarang. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimanakah bentuk perilaku seksual remaja dan faktor apa saja yang berpengaruh terhadap perilaku seksual remaja di SMA se-Kota Semarang. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA Negeri dan Swasta se-Kota Semarang tahun pelajaran 2012/2013 yang berada di sekolah pinggir kota, tengah kota, dan daerah perbatasan. Sampel dalam penelitian ini diambil secara cluster proportional random sampling dan terpilih sembilan SMA Negeri dan Swasta yang berada di sekolah pinggir kota, tengah kota, dan daerah perbatasan. Desain penelitian yang digunakan adalah Penelitian Deskriptif Survey. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk perilaku seksual yang paling sering dilakukan oleh siswa SMA Negeri maupun Swasta di Kota Semarang adalah berpelukan; antara rata-rata perilaku seksual yang dilakukan siswa SMA Negeri maupun Swasta tidak berbeda secara signifikan; serta faktor determinan yang mendorong siswa melakukan perilaku seksual antara lain: motivasi, media dan televisi, serta berkembangnya organ anseksual. Faktor yang paling berpengaruh terhadap perilaku seksual adalah faktor media dan televisi sebesar 14,5% sedangkan faktor yang kurang berpengaruh adalah faktor tingkat religiuitas sebesar 8,9%. Simpulan dari penelitian ini adalah bentuk perilaku seksual yang paling sering dilakukan siswa di SMA se-Kota Semarang yaitu berpelukan sedangkan faktor Media dan televisi lebih berpengaruh terhadap perilaku seksual siswa. Upaya dalam membantu siswa adalah orangtua lebih pro aktif dan terbuka dalam komunikasi dengan anaknya, serta pihak sekolah dapat memebrikan konsultasi mengenai masalah seksual.


(9)

ix

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PERNYATAAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR DIAGRAM ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviv

BAB 1. PENDAHULUAN 1. 1Latar Belakang ... 1

1. 2Rumusan Masalah ... 7

1. 3Tujuan ... 7

1. 4Manfaat Penelitian ... 8

1. 5Sistematika Penulisan Skripsi ... 8

1. 6Bagian Pendahuluan ... 8

1.6.1 Bagian Isi ... 9

1.6.2 Bagian Akhir ... 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1Penelitian Terdahulu ... 10

2.1.1 Penelitian Mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja ... 10

2.1.2 Penelitian Tentang Menkonsep Ulang Perilaku Seksual Remaja ... 11

2.1.3 Penelitian Mengenai Sikap Remaja Terhadap Perilaku Seksual Pranikah ... 12

2. 2Perilaku Seksual Remaja ... 13

2.2.1 Remaja ... 13

2.2.1.1 Pengertian Remaja ... 13

2.2.1.2 Ciri-Ciri Masa Remaja ... 15

2.2.1.3 Tugas-Tugas Perkembangan Selama Masa Remaja ... 17

2.2.1.4 Fase-Fase Perkembangan Remaja ... 18

2.2.1.5 Perubahan Selama Masa Remaja ... 19

2.2.2 Perkembangan Seksualitas Remaja ... 22

2.2.2.1 Pengertian ... 22

2.2.2.2 Perkembangan Seksualitas Remaja Laki-Laki ... 23

2.2.2.3 Perkembangan Seksualitas Remaja Perempuan ... 24

2.2.2.4 Aspek Perilaku Seksual Remaja ... 25


(10)

x

2.3.1.2 Rasa Ingin Tahu ... 32

2.3.1.4 Berkembangnya Organ Seksual ... 33

2.3.2 Faktor Eksternal ... 34

2.3.2.1 Teman Sepermainan ... 34

2.3.2.2 Orang Tua ... 34

2.3.2.3 Media dan Televisi ... 35

2.3.2.4Religiusitas ... 36

2. 4Hubungan Antara Perilaku Seksual Remaja dengan Faktor Determinannya ... 37

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Obyek Penelitian ... 40

3.1.1 Populasi ... 40

3.1.2 Sampel ... 43

3.2 Variabel Penelitian ... 45

3.2.1 Identifikasi Variabel ... 46

3.2.1.1Variabel Bebas ... 46

3.2.1.2Variabel Terikat ... 46

3.2.2 Hubungan Antar Variabel ... 46

3.2.3 Definisi Operasional Variabel Bebas dan Terikat ... 47

3.3 Desain Penelitian ... 48

3.4 Prosedur Penelitian ... 49

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 49

3.5.1 Metode Dokumentasi ... 50

3.5.2 Metode Angket ... 50

3.6 Instrumen Penelitian ... 51

3.7 Analisis Hasil Uji Coba Instrumen ... 58

3.7.1 Validitas ... 58

3.7.2 Reliabilitas ... 59

3.7.3 Hasil Uji Coba Instrumen ... 60

3.7.3.1 Uji Validitas Instrumen Perilaku Seksual Remaja dan Faktor Determinan ... 60

3.7.3.2 Uji Reliabilitas Instrumen Perilaku Seksual Remaja dan Faktor Determinan ... 61

3.8 Analisis Data Penelitian ... 61

3.8.1 Analisis Deskriptif ... 61

3.8.2 Analisis Regresi Ganda ... 63

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 65


(11)

xi

4.1.1.5 Perilaku Seksual Remaja pada Indikator Berpelukan ... 71

4.1.1.6 Perilaku Seksual Remaja pada Indikator Kissing ... 73

4.1.1.7 Perilaku Seksual Remaja pada Indikator Necking ... 74

4.1.1.8 Perilaku Seksual Remaja pada Indikator Petting ... 75

4.1.1.9 Perilaku Seksual Remaja pada Indikator Intercouse ... 76

4.1.2 Faktor Determinan Perilaku Seksual Remaja SMA se-Kota Semarang ... 77

4.1.2.1 Uji Normalitas ... 77

4.1.2.2 Uji Hesteroskedasitas ... 78

4.1.2.3 Uji Multikolinearitas ... 79

4.1.2.4 Analisis Regresi Berganda ... 81

4.1.2.5 Uji Hipotesis ... 82

4.1.2.6 Koefisien Deterrminasi ... 87

4.2 Pembahasan ... 88

4.2.1 Gambaran Tentang Perilaku Seksual Remaja ... 88

4.2.2 Gambaran Tentang Faktor Determinan Penyebab Perilaku Seksual Remaja ... 95

4.3 Keterbatasan Penelitian ... 100

BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan ... 109

5.2 Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 111


(12)

xii

3.2 Data Sampel Berdasarkan Wilayah di Kota Semarang ... 45

3.3 Kisi-Kisi Instrumen Perilaku Seksual Remaja di SMA ... 52

3.4 Kisi-Kisi Instrumen Faktor Determinan ... 55

3.5 Penskoran Kategori Jawaban ... 58

3.6 Kriteria Presentase Perilaku Seksual ... 63

4.1 Persentase Bentuk Perilaku Seksual Remaja di SMA se-Kota Semarang . 66

4.2 Persentase Bentuk Perilaku Seksual Remaja pada Indikator Mastrubasi .. 67

4.3 Persentase Bentuk Perilaku Seksual Remaja pada Indikator Fantasi Seksual ... 69

4.4 Persentase Bentuk Perilaku Seksual Remaja pada Indikator Membaca dan Melihat Majalah Porno ... 70

4.5 Persentase Bentuk Perilaku Seksual Remaja pada Indikator Berpegangan Tangan ... 71

4.6 Persentase Bentuk Perilaku Seksual Remaja pada Indikator Berpelukan .. 72

4.7 Persentase Bentuk Perilaku Seksual Remaja pada Indikator Kissing ... 73

4.8 Persentase Bentuk Perilaku Seksual Remaja pada Indikator Necking ... 74

4.9 Persentase Bentuk Perilaku Seksual Remaja pada Indikator Petting ... 75

4.10 Persentase Bentuk Perilaku Seksual Remaja pada Indikator Intercouse . 76

4.11 Uji Multikolinieritas ... 80

4.12 Coefficients ... 81


(13)

xiii

3.2 Langkah-Langkah Penyusunan Instrumen ... 51 4.1 Uji Normalitas ... 78 4.2 Uji Heteroskidasitas ... 79


(14)

xiv

4.1 Bentuk Perilaku Seksual Remaja SMA se-Kota Semarang ... 75

4.2 Perilaku Seksual Masturbasi ... 77

4.3 Perilaku Seksual Fantasi Seksual ... 78

4.4 Perilaku Seksual Membaca dan Melihat Gambar Porno... 79

4.5 Perilaku Seksual Berpegangan Tangan ... 80

4.6 Perilaku Seksual Berpelukan... 81

4.7 Perilaku Seksual Berciuman ... 82

4.8 Perilaku Seksual Necking ... 83

4.9 Perilaku Seksual Petting ... 84


(15)

xv

2 Kisi-Kisi Instrumen Perilaku Seksual Remaja Sebelum Uji

Coba………. 131

3 Kisi-Kisi Instrumen Angket Faktor Determinan Sebelum Uji Coba ... 136

4 Kisi-Kisi Instrumen Perilaku Seksual Remaja Sesudah Uji Coba………. 142

5 Kisi-Kisi Instrumen Angket Faktor Determinan Sesudah Uji Coba ... 146

6 Angket Penelitian Sebelum Uji Coba ... 152

7 Angket Penelitian Setelah Uji Coba ... 154

10 Tes Validitas dan Reliabilitas Perilaku Seksual SMA ... 168

12 Tes Validitas dan Reliabilitas Faktor Determinan SMA ... 170

13 Hasil Tabulasi Data Perilaku Seksual SMA Negeri………….... ... 173


(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa yang indah dan tidak terlupakan bagi setiap orang. Pada masa ini kebanyakan orang mencari jati dirinya. Remaja adalah individu yang ada pada masa peralihan di antara masa anak-anak ke masa dewasa, remaja mengalami perubahan-perubahan cepat di segala aspek. Mereka bukan lagi anak-anak, baik bentuk badan, sikap, cara berpikir dan bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang. Hurlock (1999:207) menyebutkan bahwa:

sesuai dengan masa remaja yang mempunyai rentang usia antara 11-24 tahun, masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju ke masa dewasa, selain mengalami perubahan fisik terdapat pula perubahan psikologis yang hampir universal, seperti: meningginya emosi, minat, peran, pola perilaku, nilai-nilai yang dianut dan bersifat ambivalen terhadap setiap perubahan.

Menurut Dariyo (2004:13) remaja atau adolescentia adalah “masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis dan psikososial.”

Seiring dengan perubahan pada saat anak memasuki masa pubertas, sudah selayaknya kewajiban orang tua lebih memperhatikan perkembangan anaknya, baik pertumbuhan fisik atau perkembangan psikisnya. Pertumbuhan fisik remaja yang sangat pesat seringkali menimbulkan gangguan regulasi, tingkah laku, dan bahkan keterasingan dengan diri sendiri. Masa remaja sendiri memiliki beberapa


(17)

tugas perkembangan, salah satunya adalah mencapai hubungan-hubungan baru yang lebih matang dengan teman seusianya bergaul dan menjalin hubungan dengan individu yang berlainan jenis, tanpa menimbulkan efek samping yang negatif.

Salah satu hubungan baru yang lebih matang dengan teman seusianya yang dilakukan oleh individu dengan individu lain yang berlainan jenis adalah hubungan pacaran. Menurut Muuss (dalam Ekasari, 2009:1) “pacaran dapat meningkatkan kesempatan pada remaja untuk mempelajari aturan sosial yang baru untuk mengerti bagaimana menerima diri sendiri atau pasangan seksualnya.”. Pernyataan Muuss tersebut menunjukkan bahwa kebanyakan remaja yang berpacaran tanpa adanya komitmen lebih menganggap pacaran hanya untuk kesenangan saja. Pacaran seharusnya dijadikan sebagai proses pembelajaran bagi masing-masing individu untuk lebih mengenal dan saling mengerti kebiasaan, kepribadian dan perasaan pasangannya. Namun pada masa sekarang hal tersebut telah banyak bergeser bahwa pacaran dijadikan alat untuk melampiaskan kebutuhan seksual, sehingga dalam hubungan berpacaran selain terjadi proses saling memahami antar pasangan terjadi pula proses aktivitas seksual antara pasangan di luar pernikahan. Hasil wawancara dengan guru BK dan beberapa siswa menyebutkan bahwa pergaulan remaja saat ini dalam arti pacaran cenderung sebagai alat pemuasan seksual. Seperti contoh salah satu siswa dan siswa di SMA swasta berpacaran dengan siswa dari sekolah yang sama, kemudian hamil hal itu diketahui pihak sekolah kemudian pihak sekolah menyarankan kepada kedua orangtua siswa tersebut agar mereka menikah, orangtua siswa menyetujui tetapi


(18)

siswi yang telah hamil menolak untuk dinikahi. Hal tersebut menjelaskan bahwa memang remaja saat ini cenderung lebih mencari kesenangan daripada komitmen dalam suatu hubungan.

Selain itu, kebebasan pergaulan antar lawan jenis yang berbeda dapat disaksikan dengan mudah dalam kehidupan sehari-hari, terutama di kota-kota besar sehingga remaja lebih cenderung terkena imbas perilaku seksual pranikah dari pergaulan bebas, baik teman sebaya maupun lingkungan masyarakat.

Pengaruh lingkungan yang tidak baik seperti pergaulan dengan teman sebaya yang tidak terkontrol, kurangnya pemahaman tentang agama dan moral, kurangnya pemahaman orang tua tentang pentingnya pendidikan seks kepada anak, kemajuan teknologi dan kebebasan media menjadi faktor yang berpengaruh timbulnya perilaku seksual yang tidak benar pada anak dan remaja. Remaja yang hamil di luar nikah, aborsi, penyakit kelamin dan kasus pemerkosaan adalah contoh dari beberapa kenyataan pahit yang sering terjadi pada remaja sebagai akibat pemahaman yang keliru mengenai seksualitas dan pornografi.

Di Semarang, penelitian terhadap 1086 responden pelajar SMP dan SMU ditemukan data 4,1% remaja putra dan 5,1% remaja putri pernah melakukan hubungan seks. Pada tahun yang sama Tjitarra mensurvei 205 remaja yang hamil tanpa dikehendaki. Survei yang dilakukan Tjitarra juga memaparkan bahwa mayoritas dari mereka berpendidikan SMA ke atas, 23% di antaranya berusia 15-20 tahun, dan 77% berusia 15-20 - 25 tahun (Satoto, dalam Yeni 1998).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh PILAR PKBI Jawa Tengah pada tahun 2004 dengan responden 500 orang yang terdiri atas 250 remaja


(19)

putri dan 250 remaja putra dari berbagai SMA di Semarang menunjukkan bahwa 90 orang (62,1%) remaja putra dan 95 orang (73%) remaja putri melakukan ciuman dengan alasan cinta, 48 orang (33,1%) remaja putra dan 24 orang (18,5%) remaja putri melakukan ciuman karena coba-coba, sedangkan yang melakukan ciuman karena terpaksa sebanyak 7 orang (4,8%) remaja putra dan 11 orang (8,5%) remaja putri.

Selain itu laporan hasil studi yang dilakukan oleh pusat informasi dan layanan remaja (PILAR) Perkumpulan Keluarga Berencanan Indonesia (PKBI) Jawa Tengah pada bulan Juni sampai Juli tentang perilaku seksual siswa diketahui bahwa mereka melakukan aktivitas berpacaran dengan mengobrol 100%, berpegangan tangan 80%, mencium pipi atau kening (69%), mencium bibir (51%), mencium leher (28%), meraba dada/ alat kelamin (petting) sebanyak (22%), dan melakukan hubungan seksual (intercouse) sebanyak (6,2%).

Kemudian hasil studi yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Propinsi Jawa Tengah terhadap siswa menengah pertama/ Sekolah menengah atas (SMP/ SMA) tentang pengetahuan, sikap dan praktek terhadap kesehatan reproduksi di dapatkan bahwa sebanyak 42,5% remaja perempuan pernah menonton gambar/ film porno. Media yang sering dipakai adalah internet (55%), handphone (53%), VCD (46%), dan majalah/ Koran (46%). Dan setelah menonton gambar/ film porno sebanyak 77% siswa laki-laki mengalami dorongan seksual dan 39% siswa perempuan mengalami hal yang sama.


(20)

Survei lain juga mencatat bahwa 40% remaja mengaku pernah berhubungan seks sebelum nikah, menurut remaja laki-laki yang pernah berhubungan seks, salah satu faktor yang menyebabkan mereka melakukannya adalah karena pengaruh menonton film porno(baik dalam bentuk film maupun video porno).(BKKBN 2006)

Survei Komnas Perlindungan Anak tahun 2010 mengungkapkan bahwa 97% remaja pernah menonton atau mengakses materi pornografi, 93% remaja pernah berciuman, 62,7% remaja pernah berhubungan badan dan 21% remaja Indonesia telah melakukan aborsi. Data yang ironis. Pornografi memang sudah menyebar luas di Indonesia, tidak hanya remaja, anak-anak pun sudah banyak yang mengaksesnya.

Kota semarang merupakan salah satu kota besar yang ada di Indonesia. Kota ini menjadi kota yang sedang berkembang serta merupakan kota tujuan belajar bagi pelajar dari daerah atau kota-kota kecil di sekitarnya untuk melanjutkan jenjang pendidikan baik SMA maupun Universitas. Menjamurnya warung internet, diskotik dan pusat hiburan malam serta penggunaan telepon seluler yang kian merebak dimanfaatkan sebagai ajang pertemuan kaum muda-mudi dengan segala keunikannya. Kehidupan yang penuh dengan gejolak ini membuat kota semarang memilki kecenderungan seperti fenomena yang terjadi di atas.

Selaras dengan keadaan tersebut telah terjadi di beberapa sekolah menengah baik negeri maupun swasta di Kota Semarang. Pacaran di kalangan siswa SMA bukanlah menjadi hal yang baru, meskipun tidak semua hubungan


(21)

pacaran membawa pengaruh buruk bagi remaja. Diperoleh informasi dari beberapa siswa yang menyebutkan bahwa tiap tahun selalu ada teman atau siswa dari sekolah tersebut yang dikeluarkan akibat KTD (Kehamilan Tidak Diinginkan). Menurut siswa tersebut ketika peneliti melakukan wawancara sebanyak 20 siswa tiap angkatan mengakui kalau pernah berpelukan dan berciuman dengan sang pacar sedangkan yang melakukan hingga ke arah hubungan seksual selayaknya suami istri berjumlah 5 orang. Selain itu ada sekolah negeri yang siswanya terlibat dalam pembuatan video porno. Kondisi perkembangan remaja yang berada pada masa transisi membuat mereka rentan menghadapi stimulasi atau rangsangan dari faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja. Faktor-faktor tersebut diantaranya keluarga, teman sebaya, motivasi, rasa ingin tahu, mulai berkembangnya organ seksual, media televisi dan religiusitas.

Perilaku seksual bebas di kalangan remaja ini bagai fenomena gunung es yang hanya tampak luarnya saja, akan tetapi persoalannya jauh lebih besar dari perkiraan. Maka dari itu hal tersebut membutuhkan suatu pemantauan khusus agar terkontrol dan tidak semakin membahayakan di kalangan remaja. Hal ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang bertujuan untuk memperoleh gambaran yang nyata dan data empirik yang paling mutakhir agar pemahaman remaja khususnya siswa SMA baik negeri maupun swasta tentang perilaku seksual lebih mendalam.


(22)

Berdasarkan latar belakang dan fenomena tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”Perilaku Seksual Remaja dan Faktor Determinannya Di SMA Se-Kota Semarang”

1.2

Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang tersebut maka rumusan permasalahan secara umum yang muncul yaitu: Bagaimanakah bentuk perilaku seksual remaja dan faktor determinannya di SMA se-Kota Semarang?

Kemudian rumusan permasalahan tersebut dapat dijabarkan secara khusus adalah sebagai berikut:

(1) Apa saja bentuk perilaku seksual remaja di SMA se-Kota Semarang? (2) Apa saja faktor determinan penyebab remaja cenderung melakukan perilaku

seksual remaja di SMA se-Kota Semarang?

1.3

Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai secara umum yaitu: Mengetahui bentuk perilaku seksual remaja dan faktor determinannya di SMA se-Kota Semarang. Kemudian tujuan tersebut dijabarkan secara khusus adalah sebagai berikut:

(1) Mengetahui bentuk perilaku seksual yang terjadi pada remaja di SMA se-Kota Semarang.

(2) Mengetahui faktor-faktor determinan penyebab remaja cenderung melakukan perilaku seksual di SMA Negeri maupun Swasta se-Kota Semarang.


(23)

1.4

Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengembangan ilmu Bimbingan dan Konseling yang terkait dengan perilaku seksual remaja SMA dan faktor-faktor determinannya sebagai salah satu masalah yang dihadapi remaja.

1.4.2 Manfaat Praktis.

(1) Bagi orangtua agar mampu memberikan pemahaman mengenai perilaku seks kepada anak-anaknya agar mereka dapat mengontrol perilaku seksualnya

(2) Bagi guru agar lebih mengetahui gambaran dan dapat memberikan masukan serta menerapkan metode-metode untuk mengatasi perilaku seksual yang ada di lingkungan sekolah

(3) Bagi masyarakat agar dapat melakukan tindakan preventif untuk mencegah semakin luasnya perilaku seksual pada remaja.

1.5

Sistematika Penelitian

Secara sistematik penulisan skripsi ini terdiri dari tiga bagian yaitu : bagian pendahuluan, bagian isi dan bagian akhir.

1.5.1 Bagian Pendahuluan

Bagian pendahuluan ini meliputi halaman judul, abstrak, halaman pengesahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel dan daftar lampiran.


(24)

1.5.2 Bagian Isi

Bab 1 : Pendahuluan yang menguraikan tentang latarbelakang pemilihan judul, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian.

Bab 2 : Tinjauan pustaka yang membahas tentang teori-teori yang melandasi penelitian, yang meliputi pengertian dan ciri-ciri remaja, perkembangan remaja, tugas-tugas perkembangan masa remaja, fase-fase perkembangan remaja, perkembangan seksualitas remaja, bentuk-bentuk perilaku seksual, aspek-aspek seksualitas remaja, dorongan dalam perilaku seksual, resiko hubungan seksual, dan faktor determinan perilaku seksual.

Bab 3 : Metode penelitian yang menguraikan tentang populasi dan sampel, variabel penelitian, desain penelitian, metode pengumpulan data, metode penyusunan instrumen, dan metode analisis data.

Bab 4 : Hasil penelitian dan pembahasan. Pada bab ini disajikan hasil penelitian yang berisi data masukan selama penelitian.

Bab 5 : Kesimpulan dari pembahasan dan saran dari peneliti. 1.5.3 Bagian Akhir


(25)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan pada latar belakang penelitian, maka dalam bab 2 ini akan dijelaskan mengenai teori tentang perilaku seksual remaja dan faktor-faktor determinan dari perilaku seksual remaja tersebut.

2.1

Penelitian Terdahulu

2.1.1 Penelitian Mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Antono Suryoputro dkk yang termuat dalam jurnal MAKARA Vol 10, No. 1 Juni 2006: 29-40 dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja di Jawa Tengah: Implikasinya Terhadap Kebijakan dan Layanan Kesehatan Seksual dan Reproduksi” salah satu poin penelitiannya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pra-nikah pada remaja dan hasil secara keseluruhan termasuk kategori tinggi. Hasilnya yaitu masing-masing variabel pengetahuan, pemahaman tingkat agama, sumber informasi, dan peran keluarga mempengaruhi perilaku seks pranikah remaja yaitu sebesar (91%). Sedangkan sebesar (9%) dipengaruhi oleh faktor yang lain. Jika tidak ada dukungan pengetahuan, pemahaman tingkat agama sumber informasi, dan peran keluarga maka perilaku seks pranikah akan meningkat sebesar 10 kali lipat untuk


(26)

melakukan seks pranikah. Faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku seksual pranikah remaja adalah teman sebaya, aspek-aspek kesehatan reproduksi, sikap terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi, perilaku, kerentanan yang dirasakan terhadap resiko, kesehatan reproduksi, gaya hidup, pengendalian diri, aktifitas sosial, rasa percaya diri, usia, status perkawinan, sosial-budaya, nilai dan norma sebagai pendukung sosial untuk perilaku tertentu.

2.1.2 Penelitian Tentang Mengkonsep Ulang Perilaku Seksual Remaja Penelitian lain dilakukan oleh Daniel J. Whitaker dkk yang termuat dalam jurnal Family Planning Perspectives Vol 32, No. 32 Mei-Juni 2000: 111-117 dengan judul “Reconceptualizing Adolescent Sexual Behavior: Beyond Did They or Didn’t They?”. Dalam jurnal ini menjelaskan bahwa faktor orangtua, teman sebaya, pendidikan di sekolah dan agama mempengaruhi perilaku seksual remaja. Data hasil penelitian yang dilakukan pada siswa SMA di Alabama New York dan Puerto Rico tersebut menunjukkan bahwa 37% remaja belum melakukan

intercouse, 22% belum melakukan hubungan namun memliki harapan pada tahun yang akan datang mereka akan melakukannya dan 27% remaja pernah melakukan hubungan seks dengan lebih dari satu pasangan. Upaya pencegahan perilaku seksual pada remaja harus disesuaikan dengan kebutuhan khusus remaja dengan perbedaan pengalaman seksual. Perbedaan seksual yang dimaksud ditinjau dari pengalaman seksual seksual remaja,apakah mereka melakukan hubungan dengan satu pasangan atau lebih atau mereka memang belum pernah melakukan hubungan seksual. Sehingga upaya pencegahan tersebut menjadi tepat sasaran.


(27)

2.1.3 Penelitian Mengenai Sikap Remaja Terhadap Perilaku Seksual Pranikah

Penelitian dengan judul: “Hubungan Antara Tingkat Penalaran Moral Dengan Sikap Remaja Terhadap Perilaku Seksual Pranikah Pada Siswa Kelas XI SMA PGRI 1 Pemalang Tahun 2008/2009” ini dilaksanakan oleh Dewi Ekasari, mahasiswi Jurusan Bimbingan dan Konseling, Universitas Negeri Semarang. Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2009. Inti dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Sampel yang diambil sebanyak 164 siswa dari jumlah total 329 siswa dan tersebar di 8 kelas IPA dan IPS. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu skala penalaran moral dan skala sikap remaja terhadap perilaku seksual pranikah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata sikap remaja terhadap perilaku seksual pranikah adalah 57,93% dengan jumlah 95 responden. Hal tersebut berarti bahwa terdapat hubungan positif antara tingkat penalaran moral dengan perilaku seksual pranikah remaja. Maka dari itu pihak sekolah khususnya pembimbing diharapkan tetap memberikan pengetahuan mengenai penanaman moral siswa sehingga siswa dapat bersikap selektif terhadap stimulus seksual yang muncul.

Dari berbagai penjelasan tersebut merupakan bukti bahwa siswa SMA baik Negeri dan swasta melakukan berbagai macam perilaku seksual dan untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi remaja melakukan perilaku seksual.


(28)

2.2

Perilaku Seksual Remaja

Perilaku seksual remaja merupakan bagian dari perilaku sosial yang bersifat wajar, disebut perilaku sosial karena perilaku seksual remaja melibatkan orang lain terutama lawan jenis. Perilaku seksual remaja adalah segala tingkah laku yang diakibatkan adanya dorongan hasrat seksual seksual baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis yang dilakukan oleh individu dalam masa peralihan dari anak-anak menuju ke dewasa.

2.2.1

Remaja

2.2.1.1Pengertian Remaja

Secara etimologi, kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescence

yang berarti to grow atau to grow maturity (Golinko, 1984 dalam Rice, 1990). Menurut Hurlock (1999:206) “remaja diartikan tumbuh menjadi dewasa yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik.” Sedangkan Papalia dan Olds (2001) mendefinisikan “masa remaja sebagai masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan atau awal dua puluhan tahun.” Sedangkan menurut WHO (badan PBB untuk kesehatan dunia) “batasan usia remaja adalah 12 sampai 24 tahun.” Selain itu Salman (dalam Yusuf, 2009: 184) mengemukakan bahwa “remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orangtua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.”


(29)

Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasan usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan, ternyata tidak lagi cocok sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja, sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada usia belasan (15-18 tahun) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan siap menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak lagi.

Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa arti dari remaja adalah individu yang berada pada masa transisi atau peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang mengalami perubahan cepat dan ditandai dengan adanya perubahan aspek baik fisik, psikis maupun psikososial. Rentangan usia remaja berada dalam usia 12 tahun sampai 21 tahun bagi wanita, dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria. Jika dibagi atas remaja awal, remaja madya dan remaja akhir, maka remaja sekolah menengah atas berada dalam usia 15/16 tahun sampai 18/19 tahun.


(30)

2.2.1.2Ciri-ciri Masa Remaja

Usia sekolah menengah atas bertepatan dengan masa remaja yang mempunyai sifat-sifat atau ciri-ciri khas dan peranan yang menentukan dalam kehidupannya dalam masyarakat orang dewasa.

Masa remaja seperti halnya semua rentang dalam kehidupan juga memilki ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan rentang kehidupan lainnya, baik dalam periode sebelum maupun sesudahnya, seperti yang disebutkan Soeparwoto (dalam Ekasari, 2009:19) yaitu :

1) Masa remaja sebagai periode penting 2) Masa remaja sebagai periode peralihan 3) Masa remaja sebagai perubahan

4) Masa remaja sebagai periode bermasalah 5) Masa remaja sebagai masa mencari identitas 6) Masa remaja yang menimbulkan ketakutan 7) Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik 8) Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Yusuf (2009:26) menyatakan bahwa “pada masa ini mulai tumbuh dalam diri remaja dorongan untuk hidup, kebutuhan akan adanya teman yang dapat memahami dan menolongnya, teman yang dapat turut merasakan suka dukanya, mencari sesuatu yang bernilai, pantas dijunjung tinggi dan dipuja-puja.” Sedangkan menurut Ali dan Asrori (2006:16) ciri-ciri atau karakteristik remaja meliputi :

1) Kegelisahan, remaja umumnya memiliki angan-angan yang ingin diwujudkannya dalam masa depan. Seringkali angan-angan atau keinginan ini diluar kemampuan dirinya sehingga mengakibatkan kegelisahana dalam diri mereka,

2) Pertentangan, dalam hal ini kondisi psikologis remaja berada diantara keinginan untuk melepaskan diri dari orangtua namun mereka belum siap dan mampu untuk mandiri. Mereka belum berani mengambil resiko untuk meninggalkan lingkungan keluarga yang sudah terbukti aman bagi mereka. sehingga hal itu menimbulkan banyak pertentangan pendapat antar mereka


(31)

dan orangtua. Dan seringnya pertentangan itu terjadi mengakibatkan kebingungan dalam diri remaja maupun orang lain,

3) Mengkhayal, keinginan-keinginan remaja tidak semuanya dapat tersalurkan sepenuhnya. Hambatan-hambatan baik dari segi biaya atau yang lain mengakibatkan remaja sering megkhayal, mencari kepuasan, bahkan menyalurkan khayalannya melalui fantasi. Khayalan remaja putra seringkali berkisar antara persoalan prestasi dan jenjang karier sedangkan remaja putri lebih banyak berkhayal tentang situasi yang romantis dalam kehidupan,

4) aktivitas berkelompok, banyak dari remaja yang dapat menemukan jalan keluar dari masalahnya ketika mereka berkumpul dengan teman sebaya untuk melakukan kegiatan bersama. Dalam kelompok semua kesulitan dapat diatasi secara bersama-sama,

5) Keinginan mencoba segala sesuatu, maksudnya adalah pada masa ini remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (high curiosity).

Keingintahuan yang teramat tinggi ini mengakibatkan remaja ingin bertualang menjelajah sesuatu dan mencobanya, seperti keinginannya melakukan hal-hal yang dilakukan oleh orang dewasa.

Ciri-ciri yang dijelaskan tersebut juga dipertegas oleh Willis (2010: 24) yang menyebutkan bahwa “ciri-ciri masa remaja yaitu timbulnya ide-ide baru tentang hidup berdiri sendiri, ingin melepaskan diri dari orangtua, kebebasan dalam memilih jalan hidup sendiri, mempunyai perasaan gelisah, dan mulai bekerjanya kelenjar seks dengan aktif.”

2.2.1.3Tugas – Tugas Perkembangan Selama Masa Remaja

Setiap individu dan berkembang selama rentang kehidupannya melalui beberapa tahap perkembangan yang memilki serangkaian tugas perkembangan yang harus diselesaikan secara optimal oleh masing-masing individu. Menurut Monks (1999:258) menyebutkan bahwa “perkembangan kepribadian seseorang, remaja mempunyai arti yang khusus, namun masa remaja mempunyai tempat yang tidak jelas dalam rangkaian proses perkembangan seseorang. Lebih lanjut lagi Monks menjelaskan bahwa remaja berada dalam status interm yang mana


(32)

status tersebut berhubungan dengan masa peralihan yang timbul sebagai akibat berkembangnya atau pemasakan seksual (pubertas). Masa peralihan ini sangat diperlukan remaja untuk mempelajari apakah mereka mampu memikul tanggungjawabnya nanti dalam masa dewasa. Lebih lanjut lagi Havighurst mengemukakan tugas-tugas perkembangan bagi remaja usia 12-18 tahun yaitu: 1) Perkembangan aspek-aspek biologis, 2) Menerima peranan dewasa berdasarkan pengaruh kebiasaan masyarakat sendiri, 3) Mendapatkan kebebasan emosional dari orang tua dan/ atau orang dewasa yang lain, 4) merealisasi suatu identitas sendiri dan dapat mengadakan partsipasi dalam kebudayaan pemuda sendiri.

Selanjutnya ditekankan oleh Hurlock (1999:10) bahwa tugas-tugas perkembangan masa remaja yaitu:

1) Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita

2) Mencapai peran sosial pria, dan wanita

3) Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif,

4) Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab, 5) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang

dewasa lainnya,

6) Mempersiapkan karier ekonomi

7) Mempersiapkan perkawinan dan keluarga

8) Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi.

Dari berbagai tugas perkembangan remaja yang telah djelaskan maka tugas perkembangan yang disesuaikan dengan perkembangan remaja usia sekolah menengah antara lain: 1) Perkembangan aspek biologis, 2) Mendapatkan kebebasan/ kemandirian emosional dari orang tua atau orang dewasa lainnya, 3) Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif, 4)


(33)

Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita.

2.2.1.4Fase – Fase Perkembangan Remaja

Fase perkembangan merupakan penahapan rentang dalam perjalanan kehidupan individu yang diwarnai dengan ciri maupun pola tingkah laku khusus. Hurlock (1999) menjelaskan “tahap-tahap perkembangan individu pada remaja meliputi: 1) Pre Adolesence, pada umumnya wanita usia 11-13 tahun sedangkan pria lebih lambat daripada itu, 2) Early Adolesence pada usia 16-17 tahun, 3) Late Adolesence, masa perkembangan yang terkahir sampai masa usia kuliah perguruan tinggi.”

Selain itu Yusuf (2009: 26) mengemukakan bahwa “masa remaja diperinci menjadi beberapa masa yaitu: 1) Masa praremaja (remaja awal), 2) Masa remaja (remaja madya), 3) Masa remaja akhir.” Tahapan dalam masa remaja tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1) Masa Remaja Awal

Masa remaja awal atau praremaja biasanya berlangsung tidak terlalu lama dan sering disebut masa yang negatif, karena remaja pada masa ini cenderung tidak tenang, malas bekerja dan pesimis.

2) Masa Remaja Madya

Pada masa ini mulai tumbuh dorongan untuk hidup dalam diri remaja, mulai membutuhkan teman yang mampu memahami dan menolongnya, teman yang dapat bersimpati dalam suka maupun dukanya. Masa ini dipandang sebagai masa


(34)

pencarian sesuatu yang dapat dinilai, dijunjung dan dipuja-puja sehingga masa ini sering disebut sebagai masa merindu puja.

3) Masa Remaja Akhir

Pada masa ini merupakan akhir dari masa remaja. Hal ini dikarenakan remaja telah mampu mennetukan pendirian hidupnya. Tugas-tugas perkembangan telah terpenuhi secara optimal.

2.2.1.5Perubahan Selama Masa Remaja

Masa remaja merupakan salah satu di antara dua masa rentangan kehidupan individu, dimana terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

(1) Perubahan Fisik Selama Masa Remaja

Pada saat masa puber berakhir pertumbuhan fisik masih jauh dari sempurna dan begitu juga belum sepenuhnya ketika akhir masa awal remaja. Dalam Desmita (2009: 190-193) menjelaskan bahwa “perkembangan fisik remaja meliputi: 1) Perubahan dalam tinggi dan berat, 2) Perubahan dalam proporsi tubuh, 3) perubahan pubertas, 4) Perubahan ciri-ciri seks Primer (Alat Reproduksi), 5) Perubahan ciri-ciri seks sekunder.”

(2) Perkembangan Kognitif Selama Masa Remaja

Ditinjau dari perkembangan fisik menurut Piaget (dalam Yusuf,2009: 195) “masa remaja sudah mencapai tahap operasi formal (operasi = kegiatan-kegiatan mental berbagai gagasan).” Pada dasarnya remaja secara mental telah dapat


(35)

berpikir logis tentang berbagai gagasan yang abstrak. Dapat dikatakan bahwa berpikir operasi formal lebih bersifat hipotesis dan abstrak, serta sistematis dan ilmiah dalam memecahkan masalah daripada berpikir konkret. Selain itu ditegaskan pula bahwa remaja mampu memecahkan masalah secara benar, tetapi tidak seterampil orang dewasa yang itu menunjukkan bahwa wawasan atau perspektif yang luas terhadap suatu masalah (Sigelman & Shaffer, 1995).

(3) Keadaan Emosi Selama Masa Remaja

Masa remaja dianggap sebagai masa “tekanan”, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Hal ini ditegaskan oleh Geldard (2010: 9) yang menyebutkan bahwa:

Selama masa remaja, peningkatan hormon seksual bisa mempengaruhi kondisi emosional anak muda. Salah satu asumsi menjelaskan bahwa hormon merupakan satu-satunya faktor yang menyebabkan perubahan suasana hati dan hal ini membuat perubahan besar pada remaja seperti perubahan dalam hubungan sosial, perubahan dalam diri kepercayaan dan perilaku, dan perubahan pandangan diri.

Selain itu Yusuf (2009:196) mengemukakan “bahwa pertumbuhan fisik, terutama organ-organ seksual mempengaruhi berkembangnya emosi atau perasaan-perasaan dan dorongan-dorongan baru yang dialami sebelumnya, seperti perasaan cinta, rindu dan keinginan berkenalan lebih intim dengan lawan jenis.”

Maka dari itu dapat ditarik kesimpulan bahwa keadaan emosi selama remaja sangat erat kaitannya dengan perubahan-perubahan baik dalam fisik maupun hormonal.


(36)

(4) Perubahan Sosial

Untuk mencapai tujuan dari sosialisai dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial dan pengelompokan sosial yang baru. Maka dari itu remaja akan lebih banyak menggunakan waktunya berada diluar rumah dan berkumpul bersama teman-teman sebaya sebagai kelompok sehingga dapat dimengerti bahwa pengaruh teman sebaya lebih besar daripada pengaruh dari keluarga.

Dalam Yusuf (2009:199) menjelaskan mengenai karakteristik penyesuaian sosial remaja di tiga lingkungan yaitu :

1) Lingkungan Keluarga, misalnya menjalin hubungan baik dengan para anggota keluarga, menerima otoritas orangtua, menerima tanggungjawab dan batasan keluarga, berusaha membantu anggota keluarga.

2) Lingkungan Sekolah, misalnya mau menerima peraturan sekolah, berpartsipasi dalam kegiatan-kegiatan sekolah, menjalin persahabatan dengan teman, bersikap hormat terhadapa guru maupun staf lainnya.

3) Lingkungan Masyarakat, misalnya mengakui hak-hak orang lain, memelihara jalinan persahabatan dengan orang lain, bersikap simpati terhadap orang lain, bersikap respek terhadap tradisi maupun kebijakan-kebijakan di masyarakat.

2.2.2

Perkembangan Seksualitas Remaja

2.2.2.1Pengertian Perkembangan Seksualitas Remaja

Perkembangan seksulaitas remaja yaitu proses matangnya fungsi-fungsi seksual pada remaja. Perkembangan seksual pada masa remaja identik dengan perubahan pubertas. Dalam Desmita (2009: 192) menyebutkan “bahwa pubertas

(puberty) ialah suatu periode dimana kematangan kerangka dan seksual terjadi dengan pesat terutama pada awal masa remaja.” Lebih jelas lagi Desmita menerangkan bahwa kematangan seksual merupakan suatu rangkaian dari


(37)

perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja, yang ditandai dengan perubahan pada ciri-ciri seks primer (primary seks characteristics) dan ciri-ciri seks sekunder (secondary sex characteristics). Perubahan fisik yang terjadi dan matangnya fungsi-fungsi seksual pada masa pubertas merupakan hal utama munculnya dorongan seks. Sebagian remaja telah mengembangkan perilaku seksualnya dalam bentuk pacaran atau percintaan. Namun pemuasan dorongan seks masih dipersulit dengan banyaknya tabu sosial, sekaligus kurangnya pengetahuan yang benar tentang seksualitas.. Terlepas dari keterlibatan mereka dalam aktivitas seksual, beberapa remaja tidak tertarik pada atau tahu mengenai gejala-gejala Penyakit Menular Seksual (PMS). Akibatnya KTD (Kehamilan tidak diinginkan) dan timbulnya penyakit kelamin kian meningkat. Banyak pula remaja yang memperbincangkan mengenai hubungan seks yang bagi mereka bukan lagi hal yang tabu dan sudah menjadi hal yang biasa. Bahkan hubungan seks diluar nikah dianggap benar apabila orang-orang yang terlibat saling mencintai dan saling terkait. Dan parahnya bahwa senggama yang disertai kasih sayang lebih diterima daripada bercumbu sekedar melepas nafsu.

Perubahan fisik yang terjadi pada remaja karena adanya kematangan hormon seksual dalam diri remaja. Konsekuensinya terjadi pertemuan

spermatozoon dengan ovum pada remaja, maka akan menyebabkan terjadinya konsepsi yakni segala tanda awal kehamilan. Kekurangpahaman masalah seksual akan memunculkan perilaku seksual remaja yang tidak sehat dan tidak bertanggungjawab serta melanggar norma-norma yang ada, misalnya melakukan eksperimen ke tempat-tempat pekerja seks komersil dan melakukan hubungan


(38)

seks sebelum menikah dengan pasangannya tanpa pertimbangan kemungkinan masa depan yang kurang cerah baginya.

2.2.2.2Perkembangan Seksualitas Remaja Laki – Laki

Pada dasarnya perkembangan seksual remaja laki-laki terjadi lebih lambat dibandingkan dengan remaja wanita, baik perkembangan fisik maupun perkembangan kematangan seksual. Perkembangan yang terjadi pada remaja laki-laki 2 tahun lebih lambat daripada remaja wanita. Menurut Dariyo (2004:20) “bahwa kematangan seksual remaja ditandai dengan keluarnya air mani pertama pada malam hari (wet dream, noctural emmision) pada laki-laki.” Istilah lain untuk menyatakan keluarnya air mani pada ejakulasi pertama, disebut

spermarche.

Selain itu pada laki ciri-ciri seks primer yang penting pada remaja laki-laki yaitu pertumbuhan cepat pada batang kemaluan (penis) dan kantung kemaluan

(scrotum). Pada skrotum, tedapat dua buah testis (buah pelir) yang bergantung di bawah penis. Testis mencapai kematangan penuh pada usia 20 atau 21 tahun. Perubahan-perubahan yang tejadi sangat dipengaruhi oleh hormon, yaitu hormon yang diproduksi oleh kelenjar bawah otak (pituitary gland). Hormon inilah yang menjadi perangsang bagi testis untuk menghasilkan hormon testosteron dan

androgen serta spermatozoa.

Selain perubahan secara primer, remaja laki-laki juga mengalami perubahan ciri-ciri seks sekunder. Menurut Desmita (2009: 193) menyebutkan bahwa :


(39)

ciri-ciri seks sekunder yang terlihat pada laki-laki yaitu 1) Tumbuh kumis dan janggut serta jakun, 2) Bahu dan dada melebar, 3) Suara bertambah berat, 4) Tumbuh bulu di ketiak, dada, kaki, lengan dan sekitar kemaluan, dan 5) Otot menjadi kuat. Kemudian terjadi juga perubahan dalam bentuk perilaku, contohnya perubahan mimik jika bicara, cara berpakaian, cara mengatur rambut, bahasa yang diucapkan dan tingkah laku lainnya.

2.2.2.3Perkembangan Seksualitas Remaja Perempuan

Remaja perempuan cenderung lebih cepat perkembangannya baik fisik maupun kematangan seksualnya daripada remaja laki-laki. Itu yang menyebabkan remaja perempuan lebih cepat dewasa. Perubahan-perubahan seks primer pada anak perempuan ditandai dengan munculnya priode menstruasi yang biasa disebut

menarche yaitu menstruasi yang pertama kali dialami oleh seorang gadis. Hal inilah yang menunjukkan bahwa mekanisme reproduksi anak perempuan telah matang sehingga memungkinkan mereka untuk hamil dan melahirkan. Menstruasi terjadi akibat dari pengaruh perkembangan indung telur (ovarium) yang mempunyai fungsi memproduksi hormon-hormon estrogen dan progesteron. Desmita (2009: 193) menjelaskan “hormon progesteron bertugas mematangkan dan mempersiapkan sel telur (ovum) sehingga siap untuk dibuahi, sedangkan hormon estrogen merupakan hormon yang mempengaruhi pertumbuhan sifat-sifat kewanitaan pada tubuh remaja wanita, seperti pembesaran payudara dan pinggul, suara halus.” Selain itu hormon ini juga mengatur siklus haid. (Sarwono: 1993)

Perubahan seks sekunder pada remaja wanita ditandai dengan : 1) Pinggul semakin membesar dan melebar, 2) Kelenjar-kelenjar pada dada menjadi berisi (lemak), 3) Suara menjadi bulat, merdu dan tinggi, 4) Muka menjadi bulat dan


(40)

berisi. Adapula perubahan-perubahan yang terjadi pada wanita yaitu perubahan dalam tingkah laku, seperti: perubahan cara bicara, cara tertawa, cara berpakaian, cara jalan dll.

2.2.2.4Aspek – Aspek Perilaku Seksual Remaja

Sejalan dengan pertumbuhan organ reproduksi, hubungan sosial yang berkembang ditandai adanya keinginan untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis yang lebih dekat, hal itu memungkinkan terjadinya perilaku seksual. Berikut ini akan diuraikan beberapa definisi tentang perilaku seksual yaitu sebagai berikut:

Menurut Jatman dalam Ekasari (2009:21) mengatakan “bahwa perilaku seksual remaja adalah suatu perkembangan pada remaja yang dipengaruhi oleh kemasakan hormonal dan ditandai dalam kegiatannya berkelompok dengan teman sebaya yang berlainan jenis.”

Menurut Sarwono (2002:140) “Perilaku seksual menunjukkan pada perilaku yang didorong oleh hasrat seksual baik dengan lawan jenis ataupun sesama jenis.” Hal tersebut sebagai akibat langsung dari pertumbuhan hormon kelenjar seks yang menimbulkan dorongan seksual pada seseorang yang mencapai kematangan pada masa remaja, dengan ditandai adanya perubahan fisik. Sarwono (2002: 164) menggambarkan bahwa “perilaku seksual pada tahap-tahapnya adalah pelukan, pegangan tangan tangan, berciuman, meraba payudara, meraba alat kelamin dan berhubungan seks”.


(41)

Daya tarik fisik, misalnya cara berpakaian atau berdandan merupakan awal ketertarikan antara lawan jenis yang kemudian berlanjut dengan berpacaran dimana ekspresi perasaan pada masa pacaran diwujudkan dengan berpegangan tangan, berpelukan, berciuman dan sentuhan-sentuhan seks yang pada dasarnya adalah untuk menikmati dan memuaskan dorongan seks. Aktivitas lain untuk memenuhi kepuasan jasmani adalah melihat majalah atau film porno dan berfantasi seksual.

Menurut Marti Blanch dan Merry dalam Pilar PKBI (1999), seksualitas menyangkut dimensi yang sangat luas. Diantaranya adalah :

1) Dimensi Biologis: berdasarkan perspektif biologis (fisik), seksualitas berkaitan dengan anatomi dan fungsional alat reproduksi dan atau alat kelamin manusia dan dampaknya bagi kehidupan fisik atau biologis manusia. Termasuk di dalamnya bagaimana menjaga kesehatannya dari gangguan seperti penyakit menular seksual, dan bagaimana menfungsikannya secara optimal sebagai alat reproduksi sekaligus alat rekreasi serta dinamika munculnya dorongan seksual secara biologis. 2) Dimensi psikologis: berdasarkan dimensi ini seksulaitas berhubungan

erat dengan bagaiman manusia menjalani fungsi seksualnya sesuai dengan identitas jenis kelaminnya dan bagaimana dinamika aspek psikologis seperti kognisi, emosi, motivasi dan perilaku terhadap seksualitas itu sendiri, serta bagaimana dampak psikologis dari keberfungsian seksualitas dalam kehidupan manusia, misalnya bagaimana seseorang berperilaku sebagai seorang laki-laki atau perempuan serta bagaimana seseorang mendapatkan keputusan psikologis dan perilaku yang berhubungan dengan identitas peran jenis kelamin.

3) Dimensi Sosial: dimensi sosial melhat bagaimana seksualitas muncul dalam relasi antar manusia, bagaimana manusia beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan tuntutan peran dari lingkungan sosial, serta bagaimana sosialisasi peran dan fungsi seksualitas dalam kehidupan manusia.

4) Dimensi Kultural Moral: dimensi ini menunjukkan bagaimana nilai-nilai budaya dan moral mempunyai penilai-nilaian terhadap seksualitas. Misalnya di negara timur orang belum ekspresif dalam mengungkapkan seksualitas, berbeda dengan negara-negara barat.


(42)

2.2.2.5Bentuk – Bentuk Perilaku Seksual

Sebagian besar remaja menganggap bahwa jika mereka tidak melakukan perilaku seksual maka aktivitas mereka akan terganggu, akhirnya mereka mengambil jalan pintas yaitu melakukan masturbasi/ onani. Menurut Dianawati (dalam Supriyati, 2009: 26) menyebutkan bahwa “bentuk perilaku seksual dibedakan atas dua kategori yaitu perilaku seksual yang dilakukan sendiri dan perilaku seksual yang dilakukan dengan orang lain.”

Seperti yang diuraikan tersebut mengenai bentuk-bentuk perilaku seksual maka dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Perilaku seksual yang dilakukan pada diri sendiri

Perilaku seksual yang dilakukan pada diri sendiri meliputi: (1) Masturbasi yaitu melakukan rangsangan seksual dengan berbagai cara (memasukkan alat kelamin) untuk tujuan mengorganism, (2) Fantasai seksual, biasanya dilakukan remaja untuk melakukan rangsangan pada diri sendiri dengan membayangkan sesuatu objek yang menggairahkan atau menggiurkan, dan (3) Membaca buku, gambar-gambar porno atau melihat pornografi di internet dan VCD.

2) Perilaku seksual yang dilakukan dengan orang lain

Perilaku seksual yang dilakukan oleh orang lain meliputi: (1) Berpegangan tangan, pada awal berpacaran biasanya siswa melakukan hal seperti saling bersentuhan dan berpegangan tangan untuk saling memberikan rangsangan pada pasangan, (2) Berpelukan, setelah mereka sudah saling berpegangan tangan biasanya remaja berani memeluk pasangannya agar merasa nyaman dan saling


(43)

melindungi dalam berpacaran, (3) Berciuman, setelah mereka sudah berani saling berpelukan maka mereka akan membuktikan rasa sayangnya dengan mencium kening, pipi, lalu lanjut saling memainkan bibir pasangannya masing-masing, (4)

Necking yaitu mencium leher dan saling meraba daerah sensitif, mulai tahap ini ada daya getar api dan gairah seksual yang telah menggoncang mereka, dan mereka pun lantas berciuman dan saling meraba-raba daerah sensitif masing-masing pasangannya, namun masih mengenakan pakaian, (5) Petting adalah bermain seksual, layaknya suami istri namun masih mengenakan baju, celana, rok atau penutup lainnya, mereka saling mencium bibir, saling memegang alat kelamin, saling menindih, bahkan saling mempermainkan alat kelamin meskipun tertutup kain. Perbuatan ini mereka lakukan karena mereka tidak ingin mengambil resiko atau takut hamil, (6) Berhubungan intim (Intercouse), hubungan seksual yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan yang dilandasi oleh rasa cinta atau daerah seksual yang sudah tidak bisa dibendung lagi.

Sarwono (2002: 137) mengemukakan bahwa “bentuk-bentuk perilaku seksual bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama.” Terjadinya hubungan seksual dapat terjadi melalui empat fase. Fase-fase terjadinya perilaku seksual tersebut seperti yang dikemukan Sarwono (2002:164) adalah

1) Pelukan ringan/ pegangan tangan, pada awal berpacaran biasanya remaja melakukan hal seperti saling bersentuhan dan berpegangan tangan untuk saling memberikan rangsangan pada pasangannya, setelah mereka sudah saling berpegangan tangan biasanya remaja berani memeluk pasangannya agar merasa nyaman dan saling melindungi dalam hubungan berpacaran.

2) Ciuman, setelah sudah berani saling berpelukan maka mereka membuktikan rasa sayangnya dengan mencium kening, pipi lalu


(44)

berlanjut dengan saling memainkan bibir pasangannya masing-masing dengan membuktikan rasa sayang mereka terhadap pasangan mereka masing-masing.

3) Petting (petting ringan, petting sedang dan petting berat), bermain seks, layaknya suami istri namun masih mengenakan baju, celana, rok atau penutup lainnya, mereka saling mencium bibir, saling memegang alat kelamin, saling menindih, bahkan saling memainkan alat kelamin, meskipun itu semua tertutup kain. Perbuatan ini mereka lakukan karena mereka tidak mau mengambil resiko (takut hamil)

4) Hubungan seksual (intercouse) pada tahap ini getaran dan gairah seks sudah sangat memuncak dan tidak dapat terbendung lagi, hubungan seksual atau yang disebut bersetubuh yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan yang dilandasi oleh rasa cinta atau gairah seks yang tidak dapat terbendung lagi. Laki-laki atau perempuan berusaha mengobarkan benih-benih kenikmatan dengan daya yang semakin tinggi, dengan getaran yang semakin lama semakin menguat dan tanpa helai busana yang menempel dalam tubuh baik laki-laki ataupun perempuan bebas melakukan hubungan seks layaknya suami dan istri. Remaja memasuki usia subur dan produktif. Artinya secara fisologis mereka telah mencapai kematangan organ-organ reproduksi, baik remaja laki-laki maupun wanita. Kematangan organ-organ reproduksi tersebut mendorong individu untuk melakukan hubungan sosial baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Mereka berupaya mengembangkan diri melalui pergaulan dengan membentuk teman sebaya (peer group). Dari uraian diatas, dapat dipahami bahwa bentuk-bentuk perilaku seksual adalah mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Selain itu mastrurbasi, rangsangan erotis, terangsang oleh stimulus seksual seperti: ketegangan membaca buku porno serta melihat film erotis dan hubungan seksual.

Adapun indikator dalam perilaku seksual yang akan diteliti adalah: 1) perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan (cara berpakain, berdandan), 2) Masturbasi/ Onani, 3) Fantasi Seksual, 4) Membaca buku atau gambar-gambar


(45)

porno, 5) berpegangan tangan, 6) berpelukan, 7) berciuman (kissing), 8) petting, 9) necking, dan 10) intercouse.

2.2.2.6Dorongan Perilaku Seksual Remaja

Setiap manusia khusunya remaja mempunyai dan merasakan adanya dorongan seksual atau yang lebih dikenal sebagai gairah seksual. Menurut Aini

yang diakses dalam situs (

http://www.stikku.ac.id/wp-content/uploads/2011/02/PERILAKU-SEKSUAL-REAMAJA.pdf) menyebutkan bahwa dorongan seksual adalah suatu aktivitas seksual yang sampai kepada hubungan seksual.

Dorongan seksual dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: 1) Hormon seks, khususnya testoteron yang mulai aktif pada masa remaja, 2) rangsangan seksual yang diterima, 3) keadaan kesehatan tubuh secara umum, 4) Faktor psikososial, 5) Pengalaman seksual sebelumya, 6) Perilaku ingin mencoba-coba, remaja cenderung lebih ingin mencoba-coba hal yang baru dan menantang terutama yang berbau seksual, 6) Anggapan teman yang merendahkan apabila menolak hubungan seksual.

2.2.2.7Resiko Hubungan Seksual Remaja

Hubungan seksual pranikah mempunyai resiko yang besar dibandingkan manfaat yang diperoleh. Menurut Depkes (dalam Astuti, 2009: 35) “Resiko bagi remaja yaitu : 1) Kehamilan yang tidak diinginkan, 2) Terkena penyakit menular seksual termasuk HIV/ AIDS, 2) Infeksi saluran reproduksi, 4) Aborsi dengan segala resiko, 5) Kehilangan keperawanan dan keperjakaan, 6) Perasaan malu,


(46)

bersalah dan berdosa, ketagihan, gangguan fungsi seksual, dan perasaan tidak berharga.” Akibat bagi keluarga yaitu : 1) Menimbulkan aib keluarga, 2) Menambah beban ekonomi keluarga, 3) Pengaruh buruk bagi anak yang dilahirkan. Sedangkan akibat bagi masyarakat yaitu: 1) Meningkatkan jumlah remaja putus sekolah sehingga kualitas masyarakat/ Sumber daya manusia menurun, 2) Meningkatkan angka kematian ibu dan bayi sehingga derajat kesehatan reproduksi menurun, 3) Menambah beban ekonomi masyarakt sehingga kesejahteraan masyarakat menurun.

2.3

Faktor Determinan Perilaku Seksual Remaja

Kebanyakan remaja beranggapan bahwa proses hubungan seksual itu adalah faktor yang bersifat independen, tidak terkait dengan penyakit seksual atau kehamilan. Dengan sifat “egosentrisme” yang masih dimiliki membuat remaja berfikir bahwa terjadinya penyakit seksual atau kehamilan itu tidak terjadi pada “ku” (remaja), tetapi hal tersebut terjadi pada orang lain. Perilaku seks bebas memang kasat mata, namun itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan didorong atau dimotivasi oleh faktor-faktor internal yang tidak dapat diamati secara langsung (tidak kasat mata) maupun faktor eksternal yang dapat diamati secara langsung sehingga individu tergerak untuk melakukan perilaku seksual.


(47)

2.3.1 Faktor Internal : 2.3.1.1Motivasi

Motivasi merupakan penggerak perilaku. Motivasi tertentu akan mendorong seseorang untuk melakukan perilaku tertentu pula. Pada seorang remaja, perilaku seks bebas dapat dimotivasi oleh rasa sayang dan cinta dengan didominasi oleh perasaan kedekatan dan gairah yang tinggi terhadap pasangannya, tanpa disertai komitmen yang jelas (romantic love), atau karena pengaruh kelompok (konformitas). Remaja ingin menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah dianut oleh kelompoknya, dalam hal ini kelompoknya telah melakukan perilaku seks bebas.

2.3.1.2Rasa ingin tahu

Seorang remaja melakukan seks bebas karena didorong oleh rasa ingin tahu yang besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahui. Ini merupakan ciri-ciri remaja pada umumnya. Remaja ingin mengetahui banyak hal yang hanya dapat dipuaskan serta diwujudkannya melalui pengalaman mereka sendiri. Disinilah suatu masalah seringkali muncul dalam kehidupan remaja karena mereka ingin mencoba-coba segala hal, termasuk yang berhubungan dengan fungsi ketubuhannya yang juga melibatkan pasangannya.

2.3.1.3Berkembangnya organ seksual

Dikatakan bahwa gonads (kelenjar seks) yang tetap bekerja (seks primer) bukan saja berpengaruh pada penyempurnaan tubuh (khususnya yang


(48)

berhubungan dengan ciri-ciri seks sekunder), melainkan juga berpengaruh jauh pada kehidupan psikis, moral, dan sosial (Sarwono, 1991).

Pada kehidupan psikis remaja, perkembangan organ seksual mempunyai pengaruh kuat dalam minat remaja terhadap lawan jenis kelamin. Ketertarikkan antar lawan jenis ini kemudian berkembang ke pola kencan yang lebih serius serta memilih pasangan kencan dan romans yang akan ditetapkan sebagai teman hidup. Pada kehidupan moral, seiringan dengan bekerjanya gonads, tak jarang timbul konflik dalam diri remaja (Sarwono, 1991). Masalah yang timbul yaitu akibat adanya dorongan seks dan pertimbangan moral sering kali bertentangan. Bila dorongan seks terlalu besar sehingga menimbulkan konflik yang kuat, maka dorongan seks tersebut cenderung untuk dimenangkan dengan berbagai dalih sebagai pembenaran diri.

Pengaruh perkembangan organ seksual pada kehidupan sosialnya ialah remaja dapat memperoleh teman baru dan mengadakan jalinan cinta dengan lawan jenisnya. Jalinan cinta ini tidak lagi menampakkan pemujaan secara berlebihan terhadap lawan jenis dan “cinta monyet” pun tidak tampak lagi. Mereka benar-benar terpaut hatinya pada seorang lawan jenis, sehingga terikat oleh tali cinta.

Selain itu, pertumbuhan kelenjar-kelenjar seks (gonads) remaja, sesungguhnya merupakan bagian integral dari pertumbuhan dan perkembangan jasmani secara menyeluruh. Energi seksual atau libido (nafsu) pun telah mengalami perintisan yang cukup panjang. Sigmund Freud mengatakan bahwa dorongan seksual yang diiringi oleh nafsu atau libido telah ada sejak terbentuknya Id. Namun dorongan seksual ini mengalami kematangan pada usia remaja. Karena


(49)

itulah, dengan adanya pertumbuhan ini maka dibutuhkan penyaluran dalam bentuk perilaku seksual tertentu (Cohen, 2002).

2.3.2 Faktor Eksternal

2.3.2.1Teman sepermainan (peer group)

Pada masa remaja, kedekatannya dengan peergroupnya sangat tinggi karena selain ikatan peer-group menggantikan ikatan keluarga, mereka juga merupakan sumber afeksi, simpati, dan pengertian, saling berbagi pengalaman dan sebagai tempat remaja untuk mencapai otonomi dan independensi.

2.3.2.2Orang tua

Perilaku yang tidak sesuai dengan tugas perkembangan remaja pada umumnya dapat dipengaruhi orang tua. Bilamana orang tua mampu memberikan pemahaman mengenai perilaku seks kepada anak-anaknya, maka anak-anaknya cenderung mengontrol perilaku seksnya itu sesuai dengan pemahaman yang diberikan orang tuanya.

Hal ini terjadi karena pada dasarnya pendidikan seks yang terbaik adalah yang diberikan oleh orang tua sendiri, dan dapat pula diwujudkan melalui cara hidup orang tua dalam keluarga sebagai suami-istri yang bersatu dalam perkawinan (Sarwono, 1998). Kesulitan yang timbul kemudian adalah apabila pengetahuan orangtua kurang memadai menyebabkan sikap kurang terbuka dan cenderung tidak memberikan pemahaman tentang masalah-masalah seks anak. Akibatnya anak mendapatkan informasi seks yang tidak sehat.


(50)

Tentang hal ini Soekanto (1996) menyimpulkan hasil penelitiannya sebagai berikut “informasi seks yang tidak sehat atau tidak sesuai dengan perkembangan usia remaja ini mengakibatkan remaja terlibat dalam kasus-kasus berupa konflik-konflik dan gangguan mental, ide-ide yang salah dan ketakutan-ketakutan yang berhubungan dengan seks.” Dalam hal ini, terciptanya konflik dan gangguan mental serta ide-ide yang salah dapat memungkinkan seorang remaja untuk melakukan perilaku seks bebas.

2.3.2.3Media dan televisi

Pengaruh media dan televisi pun seringkali diimitasi oleh remaja dalam perilakunya sehari-hari. Misalnya saja remaja yang menonton film remaja Barat, melalui observational learning, mereka melihat perilaku seks itu menyenangkan dan dapat diterima lingkungan. Hal ini pun diimitasi oleh remaja tanpa memikirkan adanya perbedaan kebudayaan, nilai, serta norma-norma dalam lingkungan masyakarat yang berbeda. Santrock (2003: 318) menjelaskan bahwa “Menonton seks di televisi dapat mempengaruhi perilaku remaja,...remaja yang sering menonton televisi mendapat kesulitan untuk memisahkan dunia televisi dengan dunia nyata.”

Pengetahuan seksual yang benar dapat memimpin seseorang kearah perilaku seksual yang rasional dan bertanggung jawab dan dapat membantu membuat keputusan pribadi yang penting mengenai seksualitas. Sebaliknya pengetahuan seksual yang salah dapat mengakibatkan persepsi yang salah pula tentang seksualitas. Selanjutnya akan menimbulkan perilaku seksual yang salah


(51)

dengan segala akibatnya dan hal itu kemudian diekspresikan dalam bentuk perilaku seksual yang buruk dengan segala akibat yang tidak diharapkan.

2.3.2.4Religiusitas

Kata religi berasal dari resiko (Latin) yang berarti mengikat atau ikatan. Religi (Agama) pada umumnya terdapat aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan, yang semua itu berfungsi untuk mengikat diri seseorang atau kelompok dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia dan alam sekitarnya ( Haryanto dalam Paat, 2009: 76). Selain itu Religius oleh Wulf (2002) menjelaskan sebagai “perasaan keagamaan, yang berarti segala perasaan batin yang ada hubungannya dengan Tuhan”.

Sehingga dapat dismpulkan bahwa religiusitas merupakan hubungan antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia ataupun alam sekitarnya dimana hubungan ini mewujudkan sikap batin yang dapat dilihat dalam ibadah yang dilakukan setiap harinya. Dimensi-dimensi dalam tingkat religiusitas meliputi dimensi akidah, dimensi ihsan, dimensi ilmu dan dimensi amal. Dimana dimensi-dimensi tersebut berkaitan erat dengan keyakinan sesorang dalam agama.

Semakin tinggi nilai agama yang dimilki seseorang dalam hal ini adalah remaja maka perilaku yang dihasilkan akan semakin terarah dan terhindar dari perilaku menyimpang yang salah satunya adalah perilaku seksual. Contoh seseorang yang rajin beribadah akan semakin sering mendapat pesan atau ajaran yang melarang hubungan seks sebelum menikah sehingga remaja tersebut akan cenderung kurang permisif dalam sikap berperilaku seksual.


(52)

Adapun indikator-indikator dari faktor-faktor determinan dalam perilaku seksual yang akan diteliti yaitu: 1) Motivasi untuk melakukan perilaku seksual, 2) Rasa ingin tahu dalam diri remaja, 3) Mulai berkembangnya organ-organ seksual, 4) Faktor Teman sepermainan (peer group), 5) Faktor Orang Tua, 6) Media dan Televisi, 7) Tingkat Religiusitas.

2.4

Hubungan antara Perilaku Seksual Remaja Dengan Faktor

Determinannya

Masa remaja merupakan masa transisi yang unik dan ditandai oleh berbagai perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa yang penting dan khusus karena merupakan periode pematangan organ reproduksi yang disebut masa pubertas. Perkembangan seksual remaja ditandai dengan adanya mennarche pada wanita dan noctual ejaculation pada pria, sehingga sejak itu fungsi reproduksi bekerja dengan segala konsekuensinya. Idealnya remaja telah memperoleh pengetahuan yang memadai tentang seks. Ketidaksiapan remaja menghadapi perubahan dalam dirinya termasuk dorongan seks yang mulai meningkat dan sulit dikendalikan tidak jarang hal tersebut menyebabkan konflik hebat dalam dirinya. Kemudian hal itu diperparah dengan mudahnya remaja mengakses informasi tentang seks yang keliru melalui media cetak dan elektronik. Informasi yang keliru akan berpengaruh pada perilaku seksual remaja.

Selain itu faktor orang tua yang belum maksimal menanamkan pendidikan seks sejak dini merupakan sebab yang tidak dapat dielakkan. Kesempatan untuk berdiskusi tentang masalah reproduksi masih sangat terbatas, karena masih banyak orang tua yang menganggap hal tersebut tabu untuk dibicarakan. Padahal


(53)

orang tua merupakan pihak pertama yang bertanggungjawab atas pendidikan seksual pada anak. Kemudian ditambah dengan turunnya tingkat religuitas pada remaja yang dibarengi dengan rendahnya iman remaja juga memberikan kontribusi penting terhadap perilaku seksual remaja. Agama merupakan pedoman yang harus dimilki oleh seseorang, karena dengan agama perilaku yang dihasilkan akan terarah dan terhindar dari perilaku menyimpang seperti perilaku seksual. Terlebih lagi teman sepermainan (peer group) baik di lingkungan sekolah maupun rumah juga amat berpengaruh.

Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik secara fisik maupun psikis dan diekspresikan untuk menarik lawan jenis maupun sesama jenis hingga sampai pada tingkah laku berkencan. Ketika berkencan ekpresi perasaan diwujudkan dengan cara berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, sentuhan-sentuhan ke daerah sensitif pasangan yang bertujuan untuk membangkitkan, menikmati dan memuaskan hasrat atau dorongan seks. Selain itu aktivitas lain yang dilakukan untuk pemenuhan kepuasan seks yaitu dengan fantasi seksual dan meilhat majalah porno.

Faktor determinan adalah segala faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku baik faktor internal (tidak kasat mata) maupun faktor eksternal yang dapat diamati secara langsung. Faktor determinan yang berpengaruh terhadap perilaku seksual yaitu motivasi, rasa ingin tahu, mulai berkembangnya organ seksual, orang tua, teman sepermainan, media dan televisi serta religiuitas.

Remaja disini merupakan individu yang berusia antara 15-19 tahun. Hal ini berarti mereka dalam usia sekolah menengah atas (SMA). Sekolah menengah


(54)

atas (SMA) adalah jenjang pendidikan menengah formal di Indonesia setelah lulus dari Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Berdasarkan paparan diatas maka remaja memiliki kecenderungan untuk melakukan perilaku seksual dan terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku tersebut.


(55)

40

BAB 3

METODE PENELITIAN

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah dan pada dasarnya adalah rangkaian dalam kegiatan dalam rangka pemecahan suatu permasalahan. Penelitian selalu berpedoman pada tata cara atau metode yang benar dan relevan. Metode penelitian sendiri merupakan cara yang harus ditempuh dalam penelitian ilmiah guna menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan. Hal yang perlu diperhatikan adalah metode yang digunakan harus sesuai dengan objek penelitian dan tujuan yang akan dicapai, sehingga penelitian dapat mengarah dan sistematis. Berdasarkan hal tersebut, dalam bab 3 ini akan dibahas secara sistematis mengenai populasi dan sampel, variabel penelitian, desain penelitian, metode pengumpulan data, metode penyusunan instrumen, dan metode analisis data.

3.1

Metode Penentuan Obyek Penelitian

3.1.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006:130). Menurut Sugiyono (2008: 117) menjelaskan bahwa “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.”


(56)

Dapat disimpulkan bahwa populasi adalah subjek penelitian yang memiliki karakteristik tertentu dan oleh peneliti dapat ditarik kesimpulannya. Alasan mengambil populasi dalam penelitian ini adalah mengarah pada remaja yang mengetahui perilaku seksual dan mempunyai kecenderungan perilaku seksual, dilihat dari karakteristik populasi yang ada dalam penelitian ini. Jika karakteristik yang dimiliki semakin banyak maka populasi akan semakin spesifik. Populasi dalam penelitian ini yaitu siswa-siswi di SMA se-Kota Semarang.

Tabel 3.1

Data SMA Berdasarkan Wilayah di Kota Semarang

No Wilayah Nama Sekolah Status Jumlah Siswa

1 Pinggir Kota SMA N 9 Negeri 905

SMA N 12 Negeri 865

SMA N 13 Negeri 715

SMA N 16 Negeri 529

SMA N 15 Negeri 841

SMA Nasional Swasta 60

SMA Al Uswah Swasta 32

SMA Islam Pragulapati Swasta 48

SMA Semesta Swasta 374

SMA Masehi 1 PSAK Swasta 244

SMA Krista Mitra Swasta 374

SMA Muhammadiyah 2 Swsata 58

SMA Nurul Islam Swasta 79

SMA Tri Tunggal Swasta 314

SMA Muhammadiyah 1 Swasta 244

SMA Al Fattah Swasta 109

SMA Sultan Agung 3 Swasta 224

2 Tengah Kota SMA N 1 Negeri 1234

SMA N 3 Negeri 1338

SMA N 5 Negeri 1128

SMA N 14 Negeri 777

SMA N 6 Negeri 1145

SMA N 10 Negeri 695

SMA YSKI Swasta 404

SMA Sepuluh Nopember Swasta 75

SMA Nasima Swasta 229

SMA Advent Swasta 20


(57)

SMA Ksatrian 2 Swasta 920

SMA Kolose Loyola Swasta 721

SMA Masehi 3 PSAK Swasta 119

SMA Nusaputera Swasta 111

SMA Purusatama Swasta 13

SMA Sedes Sapiente Swasta 818

SMA Theresiana 2 Swasta 38

SMA Walisongo Swasta 273

SMA Ksatrian 1 Swasta 1089

SMA Setia Budhi Swasta 289

SMA Ronggolawe Swasta 109

SMA Kyai Ageng Pandanaran Swasta 12

SMA Sultan Agung 1 Swasta 882

3 Transisi SMA N 4 Neneri 1127

SMA N 7 Negeri 1053

SMA N 8 Negeri 923

SMA N 2 Negeri 1155

SMA N 11 Negeri 996

SMA Don Bosco Swasta 617

SMA Santo Michael Swasta 154

SMA Theresiana 1 Swasta 382

SMA Teuku Umar Swasta 251

SMA Pancasila Swasta 36

SMA Hidayatullah Swasta 256

SMA Mangunkarso Swasta 13

SMA Ibu Kartini Swasta 231

SMA Dian Kartika Swasta 55

SMA Citischool Swasta 42

SMA YPE Swasta 43

SMA Tugu Suharto Swasta 71

SMA Widya Wiyata Swasta 41

SMA Terang Bangsa Swasta 415

SMA Karangturi Swasta 738

SMA Institut Indonesia Swasta 790

SMA Mardi Siswa Swasta 409

SMA Masehi 2 PSAK Swasta 168

SMA Sint Louis Swasta 550

SMA Agus Salim Swasta 87

SMA At Thohiriyah Swasta 50

SMA Gita Bahari Swasta 333

SMA Perdana Swasta 57

Total 29673


(58)

3.1.2 Sampel

“Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti” (Arikunto, 2006: 131), sedangkan menurut Sugiyono (2008: 118) sampel adalah “bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.”

Sugiyono (2006;62) menyatakan “terdapat cara menentukan ukuran sampel yang sangat praktis yaitu dengan tabel dan nomogram”. Tabel yang digunakan adalah tabel Krejcie dan nomogram Harry King. Dengan adanya tabel dan nomogram tersebut tidak perlu dilakukan penghitungan yang rumit dalam menentukan jumlah sampel penelitian.

Harry King menghitung sampel tidak hanya didasarkan pada kesalahan 5% saja, tetapi bervariasi mulai dari 0,3% sampai dengan sampai 15%. Selain itu, jumlah populasi yang paling tinggi yakni hanya 2000. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan nomogram Harry King dengan taraf kesalahan 5% untuk menentukan ukuran sampel. Untuk menentukan ukuran sampel dengan jumlah populasi 29.673 yang dibulatkan menjadi 30.000 dan taraf kesalahan 5% diperoleh ukuran sampel sebanyak 344. Sugiyono (2006:56) mengungkapkan bahwa teknik sampling merupakan “teknik pengambilan sampel yang akan digunakan dalam penelitian”. teknik sampling pada dasarnya dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu:

3.1.2.1 Probability Sampling

Probability sampling adalah teknik sampling yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik ini meliputi: simple random sampling, proportionate stratified random


(59)

sampling, disproportionate stratified random sampling, dan area (cluster) sampling.

3.1.2.2Nonprobability Sampling

Non probabilitysampling adalah teknik yang tidak memberikan kesempatan atau peluang yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik ini meliputi: sampling sistematis, sampling kuota, sampling aksidental, sampling jenuh dan snowball sampling.

Dalam menentukan teknik sampling diperlukan berbagai pertimbangan menyangkut kondisi populasi yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di SMA se-Kota Semarang. Kota Semarang mempunyai wilayah yang cukup luas, terbagi dalam 15 kecamatan yang mempunyai 16 SMA Negeri dan 63 SMA Swasta.

Berdasarkan kondisi di atas teknik yang akan digunakan untuk menentukan sampel penelitian oleh peneliti adalah Cluster proportional random sampling. Sugiyono (2008:83) menjelaskan cluster sampling “digunakan untuk menentukan sampel bila objek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas”. Teknik ini dilakukan dengan mengambil sampel berdasarkan daerah populasi yang telah ditetapkan. Proportional sampling digunakan untuk menentukan sampel dari masing-masing daerah populasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan untuk teknik random sampling. Sugiyono (2008; 83) mengungkapkan “teknik ini dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada, teknik demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen”. Untuk lebih


(60)

jelasnya berikut ini akan disajikan jumlah sampel pada masing-masing daerah populasi secara proporsional yang dipilih menggunakan sistem random:

Tabel 3.2

Data Sampel Berdasarkan Wilayah di Kota Semarang

No Wilayah Nama sekolah Status Jumlah Sampel

1 Pinggir Kota SMA N 16 Negeri 40 Siswa

SMA Masehi 1PSAK Swasta 40 Siswa

SMA Muhammadiyah 1 Swasta 35 Siswa

2 Tengah Kota SMA N 6 Negeri 40 Siswa

SMA Kesatrian 1 Swasta 40 Siswa

SMA Setiabudi Swasta 35 Siswa

3 Transisi SMA N 7 Negeri 40 Siswa

SMA Teuku Umar Swasta 40 Siswa

SMA Masehi 2 PSAK Swasta 34 Siswa

Total 344 Siswa

3.2

Variabel Penelitian

Variabel merupakan objek penelitian atau yang menjadi titik perhatian suatu peneliti (Arikunto 1998: 99). Sedangkan (Hadi 2002: 224) menjelaskan “variabel sebagai gejala yang bervariasi baik dalam jenis maupun klasifikasi tingkatnya.” Selain itu variabel adalah konsep mengenai atribut atau sifat yang terdapat subjek penelitian yang dapat bervariasi secara kualitatif dan kuantitatif (Azwar 2003: 99). Jadi kesimpulannya variabel merupakan objek yang bervariasi dan dijadikan sebagai titik perhatian peneliti. Dalam variabel penelitian terdapat hal-hal yang dibahas yaitu identifikasi variabel, hubungan antar variabel, dan definisi operasional. Hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.


(61)

3.2.1 Identifikasi Variabel

Berdasarkan judul penelitian ini, maka terdapat dua variabel dalam penelitian ini yaitu variabel bebas dan terikat.

3.2.1.1 Variabel Bebas (Independent)

Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel terikat/dependent (Sugiyono, 2006: 3). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah faktor determinan perilaku seksual yang meliputi.

1) Motivasi (X1).

2) Rasa ingin tahu (X2).

3) Berkembangnya organ seksual (X3).

4) Teman sepermainan (X4).

5) Orangtua (X5).

6) Media dan televisi (X6).

7) Religiuitas (X7).

3.2.1.2 Variabel Terikat (Dependent)

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atatu yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas/Independent (Sugiyono, 2006: 3), dalam penelitian ini yang merupakan variabel terikat adalah perilaku seksual.

3.2.2 Hubungan Antar Variabel

Hubungan antar variabel yaitu antar variabel bebas dan terikat terjadi hubungan sebab akibat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah faktor determinan perilaku seksual dan variabel yang terikat adalah perilaku seksual.


(62)

Hubungan antara variabel X dan variabel Y terdapat pada gambar 3.1 sebagai berikut:

Gambar 3.1

Hubungan antara Variabel X dan Y 3.2.3 Definisi Operasional Variabel Bebas dan Terikat

Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Terdapat tahap-tahap dalam perilaku seksual, yaitu: 1) Pelukan, 2) Pegangan tangan, 3) berciuman, 4) Mencium daerah sensitif (Necking), 5) Meraba alat kelamin (Petting), 5) Hubungan seks (Intercouse). Perilaku seksual tersebut memiliki beberapa faktor determinan, diantaranya faktor ekstern dan faktor intern.

Perilaku Seksual (Y) Faktor Determinan:

1) Motivasi (X1).

2) Rasa ingin tahu (X2).

3) Berkembangnya organ seksual (X3).

4) Teman sepermainan (X4).

5) Orangtua (X5).

6) Media dan televisi (X6).


(63)

3.3

Desain Penelitian

Sesuai dengan judul penelitian ini yaitu “ Survey tentang Perilaku Seksual Remaja dan Faktor Determinannya di SMA Negeri se-Kota Semarang, maka penelitian ini termasuk penelitian deskriptif survey. Penelitian suvey yaitu “penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok” (Singarimbun, 2008: 3).

Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya. Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu (Azwar, 2007: 7).

Hasil penelitian ini disajikan secara deskriptif untuk memberikan gambaran tentang hasil penelitian yang diperoleh. Penelitian ini berdasarkan atas pertimbangan dari tujuan penelitian yang ingin mendapatkan informasi yang akurat mengenai perilaku seksual remaja beserta faktor-faktor determinan siswa SMA se-Kota Semarang.

Penelitian ini diawali dengan menentukan sampel dari populasi dengan cara cluster proportional random sampling. Diperoleh tiga cluster yaitu pinggir kota, tengah kota, dan transisi. Pada tahap selanjutnya peneliti membagikan angket kepada siswa di sekolah yang terpilih menjadi sampel penelitian. Dari angket tersebut dapat diperoleh data tentang perilaku seksual dan faktor


(64)

determinan siswa SMA se-Kota Semarang. Data-data tersebut kemudian dianalisis sesuai dengan statistik yang ada

3.4

Prosedur Penelitian

Adapun prosedur penelitian yang ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

(1) Menentukan sampel penelitian menggunakan teknik cluster random sampling.

(2) Menyusun kisi-kisi intrumen. (3) Menyusun instrumen berupa angket.

(4) Mengujicobakan intrumen pada sekolah di luar sampel.

(5) Menganalisis data hasil uji coba instrumen untuk mengetahui validitas dan reliabilitas.

(6) Menentukan pernyataan angket yang memenuhi syarat berdasarkan langkah nomor 5.

(7) Menyusun ulang instrumen dari hasil langkah 6.

(8) Melaksanakan penelitian dengan menyebar angket di sekolah yang menjadi sampel.

(9) Menganalisis data hasil angket. (10) Menyusun hasil penelitian.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ilmiah diajukan untuk mendapatkan data yang akurat, relevan dan reliabel dari responden. Untuk memperoleh data


(1)

178 

 

Lampiran 14


(2)

179 


(3)

180 


(4)

181 


(5)

182 


(6)

183