Sasaran Stretegis 3 : Diterapkannya teknologi reduksi risiko bencana oleh

LAKIP 2014 TPSA BPPT III-25 • Penerapan teknologi resistivity dalam survei geolistrik darat untuk profil vertikal struktur tanah dan batuan di lokasi pada kawasan darat. • Penerapan Teknologi Survei Laut untuk pembuatan peta topografi lokasi. • Kesiapan Pemda Kabupaten Penajam Paser Utara PPU-Propinsi Kalimatan Timur untuk menyiapkan lahan untuk pembangunan PUSPIPTEKLA melalui penandatanganan MOU antara Pemda Kab PPU dan KemenegRistek. b. Programkegiatan yang menyebabkan kegagalan pencapaian pernyataan kinerja adalah - Pemilihan Lokasi : Lokasi awal yang telah dipilih BPPT untuk pembangunan Puspiptekla telah digunakan oleh Kementerian Perhubungan dengan membangun dermaga sehingga PEMDA memindahkan lokasi baru untuk lokasi Puspiptekla.

3.1.3. Sasaran Stretegis 3 : Diterapkannya teknologi reduksi risiko bencana oleh

mitra Indikator Sasaran Strategis 3.1 : Jumlah Prototipe Teknologi Pengurangan Risiko Bencana Gagal Teknologi. 1 Uraian Kegiatan Indikator sasaran strategis 3.1 berupa 1 Prototipe Teknologi Pengurangan Risiko Bencana Gagal Teknologi yang dihasilkan adalah berupa teknologi pengurangan risiko bencana gempabumi DKI Jakarta. Indikator sasaran strategis ini mengintegrasikan 2 dua komponen utama yaitu: 1 analisis ri siko bencana gempabumi pada gedung- gedung bertingkat; 2 rekayasa teknologi pemantauan kesehatan struktur gedung bertingkat. Prototipe yang dihasilkan dari indikator sasaran strategis ini menjadi outcome kedeputian TPSA pada tahun 2014 berupa 1 prototipe sistem dan teknologi pemantauan dan deteksi dini kekuatankesehatan gedung terhadap gempa kepada Pemprov DKI Jakarta sebagaimana dirinci pada table berikut : Tujuan pelaksanaan indikator sasaran strategis Teknologi Pengurangan Risiko Bencana Gempabumi DKI Jakarta ini adalah untuk mengurangi risiko bencana gempabumi DKI Jakarta dengan cara mengidentifikasi ancaman gempabumi di DKI Jakarta, mendefinisikan kurva kerentanan gedung di DKI Jakarta, memantau kerentanan bangunan secara periodik dengan menggunakan teknologi pemantauan kesehatan gedung, dan memberikan rekomendasi sistem dan teknologi pemantauan dan deteksi dini kekuatankesehatan struktur gedung terhadap gempabumi kepada LAKIP 2014 TPSA BPPT III-26 Pemprov DKI Jakarta, dalam hal ini kepada BPBD DKI Jakarta. Dari kegiatan teknologi pengurangan risiko bencana gempabumi telah dihasilkan 1 Prototipe Sistem dan Teknologi Pemantauan dan Deteksi Dini KekuatanKesehatan Gedung Terhadap Gempa kepada Pemprov DKI Jakarta. Nilai Technology Readiness Level TRL atau tingkat kesiapan teknologi ini mencapai 6. Pada level ini, prototipe yang direkomendasikan kepada Pemprov DKI berupa demontrasi model atau prototipe sistemsubsistem dalam suatu lingkungan yang relevan terpasang di salah satu gedung di Provinsi DKI. Indikator sasaran strategis 3.1 ini didasarkan pada permasalahan yang ditemui pada gedung-gedung yang terdapat di DKI Jakarta yaitu : • Usia gedung-gedung di DKI Jakarta banyak yang sudah tua • Banyak gedung bertingkat yang tidak disiapkan untuk gempa besar • Perlu perlindungan kepada masyarakat dari bencana gempabumi Dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia MP3EI, posisi DKI Jakarta memiliki peran yang sangat strategis. Dalam dokumen MP3EI, belum banyak disinggung mengenai parameter kebencanaan sebagai salah satu aspek yang sangat mempengaruhi keberhasilan sebuah perencanaan. Pembangunan ekonomi berjalan secara bertahap dan dalam tempo yang lambat, sementara bencana dapat terjadi dalam tempo seketika dan mampu melenyapkan seluruh potensi ekonomi yang telah susah payah dibangun. Berdasarkan pertimbangan di atas, mulai tahun anggaran 2013 dan 2014, Kedeputian Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam melakukan kegiatan analisis ancaman gempabumi di DKI Jakarta, teknologi database spasial bangunan di DKI Jakarta secara sistematis, dihubungkan dengan kerentanan, kemudian dilanjutkan dengan kaji terap teknologi monitoring kesehatan gedung secara real time, di mana beberapa gedung akan dilengkapi peralatan untuk memantau kemampuan gedung dalam menerima gangguan, baik yang disebabkan oleh gangguan rutin seperti angin dan kendaraan berat, maupun goncangan gempa bumi. Dari monitoring kesehatan gedung ini, dapat diprediksikan kesehatan gedung dan kemampuannya dalam menghadapi goncangan gempa besar. Secara umum tujuan dari pelaksanaan indikator sasaran strategis 4 dalam bentuk teknologi berupa : • Pemetaan risiko gedung-gedung di DKI Jakarta pada beberapa skenario gempa dengan teknologi SiJAGAT Sistem kaJi cepAt risiko gempabumi Gedung BertingkAT LAKIP 2014 TPSA BPPT III-27 • Pemantauan kesehatan struktur Structural Health Monitoring gedung bertingkat dengan teknologi SiKUAT Sistem informasi Kesehatan struktUr gedung bertingkAT Kegiatan yang dilaksanakan terdiri dari dua jenis tahap. Tahap pertama adalah kegiatan untuk mendukung SiJAGAT dan kemudian dilanjutkan dengan kegiatan yang mendukung SiKUAT. 1. SiJAGAT Sistem kaJi cepAt risiko gempabumi Gedung BertingkAT: digunakan untuk pemetaan risiko gedung-gedung di DKI Jakarta pada beberapa skenario gempa a. Pembuatan kurva kerentanan gedung dengan menggunakan 4 faktor: • Bentuk Gedung • Fungsi Gedung • Jumlah Lantai Gedung • Tahun Pembangunan Gedung b. Memetakan ancaman gempabumi DKI Jakarta: • berdasarkan peta percepatan getaran gempabumi di batuan dasar yang dikeluarkan Kemen PU pada tahun 2010 • berdasarkan klasifikasi jenis tanah di DKI Jakarta berdasarkan rekaman data bor tanah sebelumnya di beberapa lokasi di Jakarta c. Memetakan risiko bencana gempabumi DKI Jakarta terhadap gedung-gedung bertingkat berdasarkan kedua tahapan di atas: • Terhadap ancaman gempabumi DKI Jakarta sesuai dengan Kemen PU • Terhadap scenario gempabumi intensitas MMI IV sd VIII di DKI Jakarta d. Pengembangan system di atas dengan menambah faktor penentu kerentanan gedung sebagai berikut: • Kuat tekan beton pada gedung dengan alat Hammer test • Dimensi kolom dan jarak antar kolom, serta dimensi dinding struktur • Data keseluruhan gedung berdasarkan As Built Drawing • Pembuatan kurva kerentanan berdasarkan kuat tekan beton dan dimensi kolom • Pembuatan kurva kerentanan berdasarkan data keseluruhan gedung 2. SiKUAT Sistem informasi Kesehatan struktUr gedung bertingkAT: digunakan untuk pemantauan kesehatan struktur Structural Health Monitoring gedung bertingkat Sistem yang dapat memberikan informasi kondisi kesehatan gedung-gedung segera setelah gempabumi • Menentukan apakah gedung-gedung masih sehat atau rusak setelah gempabumi • Menentukan tingkat kerusakan LAKIP 2014 TPSA BPPT III-28 • Menunjukkan lokasi bangunan yang rusak Untuk kegiatan di atas telah dibuat prototipe alat pengukur dan pemancar data getaran gedung. Alat ini digunakan untuk membuat Sistem Kerja Pemantauan Kesehatan Gedung Bertingkat. Hasil dari pemantauan ini adalah data getaran yang dikirim real time ke pusat pemantauan melalui telemetri. Data getaran ini diolah di pusat pemantauan untuk menunjukkan tingkat kesehatankerusakan gedung segera setelah gempabumi. Datanya dapat dikirim ke stakeholder melalui cellphone, sehingga dapat segera dilakukan tindakan penting yang berhubungan dengan tingkat kerusakan gedung segera setelah gempabumi. Dari hasil simulasi, dapat ditunjukkan cara menentukan apakah gedung masih dalam kondisi baik pasca gempabumi dengan melihat rekaman simpangannya. Jika simpangan masih kembali ke garis netral, maka gedung masih baik. Jika simpangan makin menjauh dari garis netral, maka kemungkinan besar gedung sudah miring dan rusak akibat adanya gempa yang terjadi. Ringkasan uraian kegiatan dari sasaran strategis 3 terdiri dari Sasaran Strategis, Indikator Kinerja Utama IKU, Target, ProgramKegiatan, Capaian Kinerja Outcome, dan Bukti Pendukung dirinci pada table berikut: Tabel III-7. Ringkasan Uraian Kegiatan Sasaran Strategis 3.1 Sasaran Strategis: Terlaksananya Pengkajian dan Penerapan Teknologi Reduksi Risiko Bencana Indikator Kinerja Utama IKU: Jumlah Prototipe Teknologi Pengurangan Risiko Bencana Gagal Teknologi Penjelasan IKU : 1 Prototipe Sistem dan Teknologi Pemantauan dan Deteksi Dini KekuatanKesehatan Gedung Terhadap Gempa kepada Pemprov DKI Jakarta Program Capaian Kinerja Outcome Bukti Pendukung PPT PPT Reduksi Risiko Bencana 2014 • Peta kerentanan dan risiko gedung- gedung bertingkat akibat bencana gempabumi DKI Jakarta. Dipresentasikan di depan Gubernur DKI Jakarta pada 2 Oktober 2014 • Sistem informasi kesehatan struktur gedung bertingkat. Dipresentasikan di depan Gubernur • Video kegiatan Pemda DKI di YouTube • Surat Pengantar penyerahan laporan hasil kajian detail kerentanan dua gedung di Balaikota LAKIP 2014 TPSA BPPT III-29 DKI Jakarta pada 2 Oktober 2014 • Penyerahan hasil kajian detail kerentanan dua gedung di Balaikota DKI Jakarta dan presentasi di BPBD DKI Jakarta bulan Feb 2015 DKI Jakarta dari Deputi TPSA kepada BPBD Pemda DKI Jakarta. Gambar III-12. Pertemuan dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki T. Purnama 2 Okt 2014 Link YouTube Video 02 Okt 2014 Wagub Basuki T. Purnama Menerima BPPT: http:www.youtube.comwatch?v=GQqrYZoAe9Ulist=UUtzb3VE6W0-ZZErpS60733Q Rencana tindak lanjut kegiatan di masa yang akan dating RPJM 2015-2019 adalah membangun sistem informasi kesehatan struktur gedung yang lebih handal disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Juga dibangunnya alat uji berupa meja getar yang dapat menghasilkan getaran-getaran gempa pada bangunan model sehingga percepatan getaran dapat diukur dan dianalisis. Pembangunan meja getar juga membutuhkan keahlian dalam hal kontrol elektro-mekanik. 2 Perbandingan antara Target dan Realisasi Kinerja Tahun 2014 Pengukuran tingkat capaian kinerja indikator sasaran strategis 3.1 tahun ini dilakukan dengan cara membandingkan antara target indikator sasaran strategis yang telah ditetapkan dengan realisasinya. LAKIP 2014 TPSA BPPT III-30 Hasil pengukuran kinerja indikator sasaran strategis tersebut diuraikan sebagai berikut: Prosentase Capaian Kinerja = Realisasi x 100 Target Prosentase Capaian Kinerja = 1 Prototipe x 100 1 Prototipe Indikator Kinerja Target Reali sasi Kegiatan Mitra Jumlah Prototipe Teknologi Pengurangan Risiko Bencana Gagal Teknologi 1 1 10 Pengkajian dan Penerapan Teknologi Reduksi Risiko Bencana Prototipe Sistem dan Teknologi Pemantauan dan Deteksi Dini KekuatanKesehatan Gedung Terhadap Gempa kepada Pemprov DKI Jakarta Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta 3 Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2014 dengan Tahun Lalu dan Beberapa Tahun Sebelumnya Perbandingan realisasi kinerja tahun 2014 dengan tahun lalu dan beberapa tahun sebelumnya dijelaskan dalam tabel berikut. Dalam tabel perbandingan ini dilakukan perbandingan terhadap : i sistem kaji cepat kerentanan gedung bertingkat DKI Jakarta dan ii sistem informasi kesehatan struktur gedung bertingkat pada tahun 2013 dan 2014. LAKIP 2014 TPSA BPPT III-31 Tabel III-8. Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun Ini dengan Tahun Lalu dan Beberapa Tahun Sebelumnya Tahun Sistem Kaji Cepat Kerentanan Gedung Bertingkat DKI Jakarta Sistem Informasi Kesehatan Struktur Gedung Bertingkat 2013 Dibangun sebuah kurva kerentanan gedung bertingkat yang didasarkan pada data jumlah lantai, tahun pembuatan, fungsi gedung, dan keteraturan bentuk gedung. Data di atas mudah didapat dan pengaruh dari data tersebut terhadap kerentanan gedung dapat dikuantifikasi, sehingga kajian kerentanan gedung diharapkan dapat dilakukan dengan cepat. Juga berdasarkan studi literature, dibangun sebuah peta ancaman gempabumi DKI Jakarta. Kajian kerentanan dilakukan pada 80 gedung di DKI Jakarta, karena data gedung di atas sudah diketahui datanya hasil dari kegiatan sebelumnya kajian yang berhubungan dengan data pemadaman kebakaran gedung pada tahun 2000. Dari 80 gedung tersebut, data yang diambil adalah data jumlah lantai, tahun pembuatan, fungsi gedung, dan keteraturan bentuk gedung. Data tersebut digunakan untuk menentukan kerentanan dari masing-masing gedung. Kemudian secara spasial gedung tersebutdipetakan. Peta kerentanan digabung dengan peta ancaman gempabumi DKI Jakarta, akan didapatkan peta risiko gempabumi gedung-gedung di DKI Jakarta. Dimulai pembangunan system sensor yang dapat merekam getaran gedung baik akibat gempa maupun akibat getaran lain dengan tingkat ketelitian amplitude percepatan dan waktu rekam yang tinggi. Pada tahun 2013, pengalaman mengenai perekaman data dengan kecepatan rekam sebesar 100 data perdetik belum dimiliki. Selama ini sensor yang sudah dibangun digunakan untuk merekam data dengan kecepatan misalnya 1 data per menit. Untuk getaran, paling tidak rekaman 100 data per detik adalah keharusan. Dibangun meja getar versi sederhana yang digerakkan dengan menggunakan tangan untuk menggoyang bangunan model di atasnya, untuk merekam data getaran pada bangunan model. 2014 Jumlah gedung diperluas dengan melakukan survey lapangan dan survey dari google earth® untuk mendapatkan data di atas. Hanya saja data tahun pembuatan lebih sulit didapat. Sehingga masih ada gedung yang belum didata tahun pembuatannya. Dilakukan kajian detail kerentanan terhadap beberapa gedung milik Pemda DKI Pembangunan system perekaman data dengan kecepatan rekam sebesar 100 data perdetik dan waktu rekam yang bersamaan dengan ketelitian 1 milidetik. Hal yang tak kalah pentingnya adalah proses integrasi dari data percepatan menjadi kecepatan dan kemudian perpindahansimpangan. Karena salah satu kriteria dalam LAKIP 2014 TPSA BPPT III-32 menentukan kesehatan struktur gedung segera setelah gempa adalah perpindahansimpangan Hal lain adalah frekuensi alami dari gedung. Data percepatan dari getaran selain gempa harus dapat menginformasikan frekuensi alami dari gedung. Setiap perubahan dari frekuensi alami harus mendapat perhatian karena berhubungan dengan perubahan perilakukesehatan struktur dari gedung. 4 Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2014 dengan Target Jangka Menengah Realisasi kinerja hingga tahun 2014 berupa 1 Rekomendasi Sistem dan Teknologi Pemantauan dan Deteksi Dini KekuatanKesehatan Gedung Terhadap Gempa kepada Pemprov DKI Jakarta dan Rekomendasi metode kaji cepat kerentanan gedung bertingkat untuk mendukung upaya pengurangan risiko bencana gempabumi DKI Jakarta. Technology pada tingkat kesiapan teknologi level 6 bila dibandingkan dengan target jangka menengahnya RPJM 2010-2014 telah tercapai dan direkomendasikan kepada Pemerintah Daerah Prov. DKI Jakarta dengan capaian TRL 6 belum dapat terlaksana sepenuhnya. Dalam pengembangan prototipe peralatan tersebut di atas belum diadopsi standard nasioal karena belum adanya standard nasional mengenai pengembangan peralatan monitoring dan deteksi dini gas sebagaimana dimaksud di atas. LAKIP 2014 TPSA BPPT III-33 Gambar III-13. Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2014 dengan Tahun Lalu dan Beberapa Tahun Sebelumnya Rekomendasi TRL 6 Rekomendasi metode kaji cepat kerentanan gedung bertingkat dengan kriteria bentuk, jumlah lantai, tahun pembangunan, dan fungsi gedung untuk mendukung upaya pengurangan risiko bencana gempabumi DKI Jakarta. Technology Readiness Level TRL: 6 Prototipe TRL 4 Pembuatan desain rinci metode kaji cepat kerentanan gedung bertingkat dengan kriteria bentuk, jumlah lantai, tahun pembangunan, dan fungsi gedung untuk mendukung upaya pengurangan risiko bencana gempabumi DKI. Technical Readiness Level TRL: 4 Rekomendasi TRL 6 Rekomendasi sistem informasi kesehatan gedung bertingkat untuk mendukung upaya pengurangan risiko bencana gempabumi DKI Jakarta. Technology Readiness Level TRL: 6 Mitra: Pemda DKI Jakarta Prototipe TRL 4 Pembuatan desain rinci peralatan system informasi kesehatan gedung bertingkat untuk mendukung upaya pengurangan risiko bencana gempabumi DKI Jakarta. Technical Readiness Level TRL: 4 Mitra: Pemda DKI Jakarta Target Akhir: Rekomendasi Sistem dan Teknologi Pemantauan dan Deteksi Dini KekuatanKesehatan Gedung Terhadap Gempa kepada Pemprov DKI Jakarta Outcome TPSA 2014 2010 2011 2012 2014 2013 1 2 3 0.000 0.100 0.200 0.300 Ti n g k a t Ke r u s a k a n Peak Ground Acceleration g Kerentanan Gedung DKI Jakarta A B C D E Grafik Jml. Nilai A B 1 C 2 D 3 E 4 Radio Modem RS 232 USB Tidak Rusak Rusak Ringan Rusak Sedang Rusak Berat Tidak Rusak Rusak Ringan Rusak Sedang Rusak Berat DI PUSAT PEMANTAUAN DI TEMPAT JAUH LAKIP 2014 TPSA BPPT III-34 5 Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2014 dengan Standard Nasional Perbandingan realisasi kinerja tahun 2014 indikator sasaran strategis 4 dengan standard nasional adalah sebagai berikut : Tabel III-9. Perbandingan Realisasi Kinerja tahun 2014 dengan Standard Nasional Standar Nasional Realisasi Kinerja KL atau Industri Lain tentang Realisasi Kinerja BPPT tentang Pembuatan Peta Risiko Gempa Skala Mikro Mikrozonasi Level 4 di Provinsi DKI Jakarta Sistem Kaji Cepat Kerentanan Gedung Bertingkat dan Sistem Informasi Kesehatan Struktur Gedung Bertingkat di DKI Jakarta 1. Kinerja Dinas Perindustrian dan Energi DPE Pemda DKI Jakarta: a. Pembuatan Peta Ancaman Gempabumi DKI Jakarta b. Pembuatan Kurva Kerentanan Rumah Tinggal di DKI Jakarta c. Pembuatan Peta Risiko Rumah Tinggal di DKI Jakarta 1. Kinerja BPPT: a. Adopsi Peta Ancaman Gempabumi DKI Jakarta dari DPE tersebut b. Pembuatan Kurva Kerentanan Gedung Bertingkat di DKI Jakarta dengan metoda cepat c. Pembuatan Peta Risiko Gedung Bertingkat di DKI Jakarta d. Pembangunan Sistem Informasi Kesehatan Struktur Gedung Bertingkat di DKI Jakarta dengan RTU sensor percepatan 6 Analisis Penyebab KeberhasilanKegagalan Faktor Penyebab KeberhasilanPeningkatan Kinerja: • BPPT memiliki SDM yang kompeten dalam bidang teknologi pemetaan kerentanaan gedung bertingkat DKI Jakarta dan system informasi kesehatan struktur gedung bertingkat dengan remote terminal unit berupa sensor percepatan • BPPT memiliki teknologi dan peralatan yang mendukung pengembangan teknologi pemetaan kerentanaan gedung bertingkat DKI Jakarta dan system informasi kesehatan struktur gedung bertingkat dengan remote terminal unit berupa sensor percepatan • Dukungan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk survey cepat dan survey detail beberapa gedung bertingkat di wilayahnya Faktor Penyebab KegagalanPenurunan Kinerja : LAKIP 2014 TPSA BPPT III-35 • SDM: perlunya tambahan SDM elektronik untuk membangun system informasi kesehatan struktur gedung yang lebih cepat dan hamdal • Keuangan: Adanya ketidakjelasan dalam pemotongan anggaran yang rencananya mencapai 50 dan akhirnya dana yang sudah dipotong baru bisa dipakai pada hampir akhir kegiatan. • Teknologi Peralatan • Lainnya eksternal: Ketidaklengkapan gambar As Built Drawing bangunan yang akan dikaji sulit didapat terutama untuk bangunan lama. Alternatif solusi yang telah dilakukan berupa penyesuaian jumlah bangunan yang dikaji dan bahan pembuatan pengujian alat sensor percepatan dan penyesuaian prototip 7 Analisis atas efisiensi penggunaan sumber daya • Efisiensi Penggunaan SDM: Penggunaan SDM yang efisien dan masih cenderung kekurangan karena yang ahli dalam hal elektronika masih sedikit • Efisiensi Penggunaan Keuangan: Penggunaan yang harus sangat efisien karena adanya pemotongan anggaran yang harus cukup dalam memenuhi target • Efisiensi Penggunaan Mesin dan Peralatan: Penggunaan peralatan yang sangat efisien dari peralatan yang ada, karena jumlah peralatan yang masih memadai. 8 Analisis programkegiatan yang menunjang keberhasilan ataupun kegagalan pencapaian pernyataan kinerja. Beberapa analisis programkegiatan yang menunjang keberhasilan dan kegagalan pencapaian kinerja sasaran strategis 4 dijelaskan dalam diagram berikut : LAKIP 2014 TPSA BPPT III-36 Gambar III-14. Analisis ProgramKegiatan yang Menunjang Keberhasilan ataupun Kegagalan Pencapaian Pernyataan Kinerja Indikator Sasaran Stategis 4 3.1.4. Sasaran Strategis 4 : Diterapkannya teknologi lingkungan oleh mitra Indikator Sasaran Strategis 4.1 : Jumlah Rekomendasi Monitoring Karbon dan Implementasi Kota Hijau . 1 Uraian Kegiatan Kegiatan pengkajian dan penerapan teknologi PPT monitoring karbon dan implementasi kota hijau merupakan salah satu kegiatan Pusat Teknologi Lingkungan PTL BPPT dalam pengkajian dan penerapan teknologi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan rekomendasi model adaptasi lingkungan perkotaan melalui implementasi pengembangan kota hijau dan rekomendasi standar sistem pemantauan dan prediksi emisi gas rumah kaca GRK sektor kelautan Indonesia. Sesuai dengan Indikator Kinerja Utama IKU tahun 2014 dengan sasaran strategis adalah terlaksananya pengkajian dan penerapan teknologi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim maka telah diperoleh 2 dua buah target yaitu 1 rekomendasi kajian PENETAPAN KINERJA Faktor Penyebab Keberhasilan Peningkatan Kinerja: BPPT memiliki SDM yang kompeten dalam bidang teknologi pemetaan kerentanaan gedung bertingkat DKI Jakarta dan system informasi kesehatan struktur gedung bertingkat dengan remote terminal unit berupa sensor percepatan Faktor Penyebab Keberhasilan Peningkatan Kinerja: BPPT memiliki SDM yang kompeten dalam bidang teknologi pemetaan kerentanaan gedung bertingkat DKI Jakarta dan system informasi kesehatan struktur gedung bertingkat dengan remote terminal unit berupa sensor percepatan Faktor Penyebab Kegagalan Penurunan Kinerja: SDM: perlunya tambahan SDM elektronik untuk membangun system informasi kesehatan struktur gedung yang lebih cepat dan hamdal Faktor Penyebab Kegagalan Penurunan Kinerja: Keuangan: Adanya ketidakjelasan dalam pemotongan anggaran yang rencananya mencapai 50 dan akhirnya dana yang sudah dipotong baru bisa dipakai pada hampir akhir kegiatan. LAKIP 2014 TPSA BPPT III-37 standar sistem monitoring karbon pada sektor kelautan; dan 2 rekomendasi kajian implementasi kota hijau yang terdiri dari sistem pengelolaan sampah di Kabupaten Jembrana, Bali dan konsep pengembangan konservasi mangrove di Kota Probolinggo, Jawa Timur serta prototipe teknologi pulau terapung untuk restorasi sungai dalam rangka mendukung Kota Hijau. Kegiatan pemantauan GRK sektor kelautan Indonesia telah dilakukan sejak tahun 2013 dengan melakukan pengukuran karbon laut beserta aspek lingkungan lainnya di kawasan perairan ekosistem mangrove dan muara sungai Laguna, Segara Anakan, Kabupaten Cilacap. Pengukuran sebaran flux karbon dan beberapa parameter pendukungnya pada permukaan dan atmosfer laut dilaksanakan pada beberapa lokasi sampling point pada waktu yang berbeda yaitu musim hujan April 2013 dan musim kemarau September 2013. Selanjutnya, pada tahun 2014 dilakukan evaluasi terhadap data-data dan informasi kondisi karbon laut yang telah diperoleh tersebut dan disusun dalam sebuah buku sebagai acuan rekomendasi pengembangan metodestandar sistem pemantauan karbon laut Indonesia. Kegiatan implementasi kota hijau pada tahun 2014 dilakukan di Kabupaten Jembrana, Bali dan Probolinggo, Jawa Timur. Kegiatan di Kabupaten Jembrana bertujuan untuk pengembangan konsep pengolahan sampah untuk mendukung program kota hijau green city yang berafiliasi dengan Program Pengembangan Kota Hijau P2KH dari Kementerian Pekerjaan Umum. Dalam program P2KH terdapat 8 kriteria kota hijau yaitu green waste, green energy, green water, green transportasi, green community, green planning design, green open space, dan green building. Hasil kajian ini merekomendasikan bahwa ada 3 tiga kriteria yang lebih tepat diterapkan berkaitan dengan pengelolaan sampah menuju kota hijau di Kabupaten Jembrana yaitu green waste, green community dan green planning and design. Pada tahun 2014, implementasi kota hijau juga diterapkan melalui konsep green planning and design perencanaan dan pembangunan kota dan green open space pengembangan ruang terbuka hijau di Probolinggo. Kegiatan ini dilakukan melalui pengembangan kawasan pesisir dengan teknologi konservasi mangrove untuk menciptakan keseimbangan dalam perencanaan kota dan keseimbangan ekosistem hayati sehingga dapat meningkatkan pembangunan ekonomi masyarakat. Selain itu pula, dalam rangka mendukung kegiatan implementasi kota hijau, telah dilakukan kegiatan restorasi sungai melalui rancang bangun sebuah prototipe pulau terapung untuk mengurangi polutan di sungai. LAKIP 2014 TPSA BPPT III-38 Tabel III-10. Ringkasan Uraian Kegiatan Sasaran Strategis 4.1 Sasaran Strategis: Terlaksananya pengkajian dan penerapan teknologi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim Indikator Kinerja Utama IKU: Jumlah Rekomendasi Monitoring Karbon dan Implementasi Kota Hijau Target : 2 Rekomendasi Penjelasan Target IKU: 1 Rekomendasi Standar Sistem Pemantauan emisi GRK Sektor Kelautan 2 Rekomendasi Sistem Pengelolaan Sampah Kabupaten Jembrana dan Konsep Pengembangan Konservasi Mangrove Kota Probolinggo untuk Mendukung Kota Hijau ProgramKegiatan Capaian Kinerja Bukti Pendukung Monitoring karbon dan implementasi kota hijau • Dapat diterbitkannya buku monitoring karbon laut sebagai acuan rekomendasi standar sistem pemantauan karbon sektor kelautan di Indonesia • Diperolehnya rekomendasi kajian untuk mendukung implementasi kota hijau yang terdiri dari: a rekomendasi pengelolahan sampah untuk melaksanakan Program Pengembangan Kota Hijau P2KH di Kabupaten Jembrana b rekomendasi pengembangan kawasan pesisir dengan konservasi mangrove di Kota Probolinggo c rekomendasi pengurangan polutan restorasi air sungai dengan prototipe pulau terapung dan kemampuan penyerapan polutan oleh tanaman akar wangi • Buku Karbon Outlook sektor Kelautan dalam proses pencetakan • Surat Kerjasama dengan Pemkab Jembarana • Laporan Kajian rekomendasi umum dan khusus Implementasi Kota Hijau di Jembrana dan Probolinggo • Foto-foto kegiatan LAKIP 2014 TPSA BPPT III-39 2 Perbandingan antara Target dan Realisasi Kinerja Tahun 2014 Capaian kinerja Indikator Sasaran Strategis 4.1 adalah terealisasinya pengkajian dan penerapan teknologi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dengan target 2 dua buah Rekomendasi yaitu untuk kegiatan monitoring karbon dan kegiatan implementasi kota hijau. Hasil analisis perbandingan antara target dengan realisasi kinerja tahun ini, menunjukkan angka capaian sebesar 100, perhitungan dan uraiannya sebagai berikut: Prosentase Capaian Kinerja = Realisasi x 100 Target Prosentase Capaian Kinerja = 2 Rekomendasi x 100 2 Rekomendasi Indikator Kinerja Target Reali sasi Kegiatan Mitra Jumlah Rekomendasi Monitoring Karbon dan Implementasi Kota Hijau 2 2 100 Monitoring karbon dan implementasi kota hijau Kabupaten Jembrana Kabupaten Probolinggo 3 Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2014 dengan Tahun Lalu dan Beberapa Tahun Sebelumnya Realisasi kinerja serta capaian kinerja tahun 2014: • Rekomendasi pengelolahan sampah untuk melaksanakan Program Pengembangan Kota Hijau P2KH di Kabupaten Jembrana • Rekomendasi pengembangan kawasan pesisir dengan konservasi mangrove di Kota Probolinggo ƒ Rekomendasi pengurangan polutan restorasi air sungai dengan prototipe pulau terapung dan kemampuan penyerapan polutan oleh tanaman akar wangi LAKIP 2014 TPSA BPPT III-40 Realisasi kinerja serta capaian kinerja tahun 2013: • Collecting data, informasi dan melakukan analisa metode pengukuran karbon laut beserta aspek lingkungan lainnya di kawasan perairan ekosistem mangrove dan muara sungai di Laguna Segara Anakan, Kabupaten Cilacap • Rancangan konsep implementasi kota hijau untuk Kabupaten Jembrana mengacu pada Program Pengembangan Kota Hijau P2KH dari Kementerian Pekerjaan Umum Realisasi kinerja serta capaian kinerja tahun 2012 • Rekomendasi implementasi Kota Hijau dalam teknologi pengelolaan sampah di Kota Depok Realisasi kinerja serta capaian kinerja tahun 2011 • Rancangan konsep implementasi kota hijau untuk Kota Depok 4 Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2014 dengan Target Jangka Menengah Peningkatan Capaian Kinerja Outcome menuju Target Akhir sesuai Dokumen Renstra dapat dilihat pada gambar di bawah ini. 5 Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2014 dengan Standard Nasional Tidak terdapat standard nasional terkait dengan indikator sasaran ini. 6 Analisis Penyebab KeberhasilanKegagalan a. Faktor penyebab keberhasilanpeningkatan kinerja: • Pusat Teknologi Lingkungan memiliki SDM yang kompeten dalam bidang teknologi lingkungan • Pusat Teknologi Lingkungan memiliki konsep green planning and design perencanaan dan pembangunan kota dan green open space pengembangan ruang terbuka hijau • Dukungan Pemerintah Kota Probolinggo untuk dapat mengaplikasikan konsep green planning and design perencanaan dan pembangunan kota dan green open space pengembangan ruang terbuka hijau b. Faktor penyebab kegagalanpenurunan kinerja: • Dana kegiatan yang dilakukan penghematan dan pemotongan anggaran membuat kegiatan yang sudah direncanakan tidak optimal • Pada saat awal implementasi di Kabupaten Jembrana, Pemerintah Kabupaten Jembrana kurang kooperatif karena masalah peraturan daerah LAKIP 2014 TPSA BPPT III-41 Gambar III-15. Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2014 dengan Tahun Lalu dan Beberapa Tahun Sebelumnya Rekomendasi implementasi Kota Hijau dalam teknologi pengelolaan sampah di Kota Depok RancanganDisain Konseptual Implementasi kota hijau untuk Kota Depok • Satu buah buku mengenai sistemmetode monitoring karbon laut. • Ditetapkan 3 tiga kriteria yang lebih tepat digunakan untuk sistem pengelolaan sampah di Jembrana-Bali. • Konservasi mangrove untuk eduwisata dan silvofisheries di Probolinggo • Prototipe pulau terapung • Data, Informasi dan analisa metoda pengukuran karbon laut beserta aspek lingkungan lainnya di kawasan perairan ekosistem mangrove dan muara sungai di Laguna Segara Anakan- Kab. Cilacap. • Rancangan konsep implementasi Kota Hijau P2KHdari Kementerian Pekerjaan Umum Target Akhir: Meningkatnya pemanfaatan hasil inovasi, difusi, dan pengembangan kapasitas serta alih teknologi untuk daya saing industry dan atau pelayanan public instansi pemerintah dalam pengkajian dan penerapan teknologi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim 2010 2014 2013 2012 2011 LAKIP 2014 TPSA BPPT III-42 c. Alternatif solusi yang dilakukan: • Melakukkan realisasi pelaksanaan pengurangan output kegiatan • Membantu dan memberi saran kepada pemerintah daerah untuk mempermudah jalur administrasi dan birokrasi 7 Analisis atas efisiensi penggunaan sumber daya d. Analisis efisiensi penggunaan sumber daya manusia Diperlukan dukungan terhadap program peningkatan SDM di PTL sehingga dapat memenuhi kebutuhan tenaga teknis maupun akademisi untuk menunjang terlaksananya kegiatan. e. Analisis efisiensi penggunaan sumber daya keuangan: Penggunaan sumber daya keuangan yang tersedia, terutama untuk kebutuhan kegiatan operasional telah dapat dimanfaatkan oleh PTL, meskipun sumber daya keuangan tersebut masih belum maksimal karena sering terjadi pemotongan anggaran berjalan. f. Analisis efisiensi penggunaan sumber daya laboratorium dan peralatan: Sumber daya laboratorium dan peralatan yang sudah ada di PTL secara umum telah dapat mendukung untuk pelayanan teknologi di bidang lingkungan sesuai dengan program yang telah direncanakan. Namun demikian, masih harus diperlukan peningkatan jumlah fasilitas dan peralatan laboratorium tersebut serta pemeliharaannya, sehingga pelayanan teknologi akan dapat berjalan secara lebih baik. 8 Analisis programkegiatan yang menunjang keberhasilan ataupun kegagalan pencapaian pernyataan kinerja c. Programkegiatan yang menunjang keberhasilan pencapaian pernyataan kinerja adalah • Standar sistem pemantauan karbon laut di kawasan mangrove dan muara sungai Laguna, Cilacap • Sistem pengelolaan sampah di Kabupaten Jembrana, Bali menuju kota hijau • Pengembangan kawasan pesisir dengan konservasi mangrove di Probolinggo yang sesuai dengan kriteria dalam konsep kota Hijau • Metode pengurangan polutan dalam air sungai d. Programkegiatan yang menyebabkan kegagalan pencapaian pernyataan kinerja adalah - Tidak Ada – LAKIP 2014 TPSA BPPT III-43 Indikator Sasaran Strategis 4.2 : Jumlah Rekomendasi Teknologi Remediasi Perairan Laut danPesisir Akibat Cemaran Minyak . 1 Uraian Kegiatan Tumpahan minyak dapat terjadi antara lain karena kecelakaan pada aktivitas transportasi dan distribusi minyak melalui kapal tanker maupun jalur pipa. Bencana seperti itu tidak dapat diperkirakan sebelumnya dan dapat terjadi kapan saja, sehingga harus ada kesiapan teknologi dalam penanganan tumpahan minyak dan pemulihan kualitas lingkungan remediasi. Teknologi penanganan tumpahan minyak dan remediasi akibat cemaran minyak antara lain berupa penyedotan, pembakaran lokal, dispersant, oil skimmer, oil absorbent, dan bioremediasibiodegradas. Pada proses bioremediasi situs tercemar minyak, senyawa-senyawa pencemar seperti minyak atau jenis hidrokarbon lainnya ditransformasikan atau didegradasi menjadi senyawa-senyawa yang tidak berbahaya seperti CO 2 oleh aktivitas mikroba. Keluaran output dari kegiatan ini adalah juga berupa rekomendasi penanganan tumpahan minyak dan remediasi perairan laut dan pesisir akibat cemaran minyak yang dibangun dari sejumlah komponen berikut ini: • Hasil ujicoba prototype oil skimmer di air laut. • Hasil kajian awal kinerja dispersant untuk mendispersi minyak di air laut. • Hasil uji coba kemampuan penyerapanabsorbsi berbagai produk absorbent dari limbah organik alami. • Hasil ujicoba biodegradasi cemaran minyak di lingkungan pesisir pantai. Secara ringkas upaya yang dilakukan serta capaiannya selama kegiatan pengembangan dan penerapan teknologi remediasi perairan laut dan pesisir pantai akibat cemaran minyak disarikan dalam tabel di bawah ini. Tabel III-11. Upaya dan capaian bioremediasi Upaya Capaian Desain prototype oil skimmer Diperolehnya prototype oil skimmer dan data ujicoba pengambilan minyak pada air laut di pantai dengan oil skimmer. Uji kemampuan dispersant Diperolehnya uji kinerja beberapa produk dispersant kimia dan biodispersant terhadap minyak di air laut LAKIP 2014 TPSA BPPT III-44 Prototypecontoh produk oil absorbent dan uji kapasitas absorpsi Diperolehnya beberapa jenis produkprototipe absorbent minyak dan hasil uji coba daya absorbsi minyak di kapal dan di perairan pantai Uji biodegradasi cemaran minyak di lingkungan pesisir pantai skala pilot Diperolehnya prosedur proses biodegradasi cemaran minyak di lingkungan pesisir pantai dan data-data proses dan data penurunan konsentrasi minyak Kegiatan pengembangan teknologi remediasi perairan laut dan pesisir pantai akibat cemaran minyak didukung oleh anggaran DIPA sebesar Rp. 471.791.000. Prototipe Oil Skimmer telah diujicobakan di perairan di pelabuhan sandar kapal Baruna Jaya di Bojonegara, Banten. Beberapa produk bioabsorbent juga sudah diujicobakan di dek Kapal Baruna Jaya dan di perairan pelabuhan kapal Baruna Jaya. Dua contoh produk bioabsorbent juga sudah diserahterimakan kepada PT Pertamina UP IV Cilacap, Jawa Tengah untuk digunakan. Sedangkan ujicoba biodegradasi cemaran minyak di pesisir pantai melalui aktivitas mikrobabakteri pengurai minyak skala pilot telah dilakukan tahun 2013 di Pantai Cilacap. Gambaran kegiatan pengembangan dan penerapan teknologi remediasi perairan laut dan pesisir pantai akibat cemaran minyak disajikan pada foto-foto di bawah ini: Gambar III-16. Uji kinerja dispersant kimia LAKIP 2014 TPSA BPPT III-45 Gambar III-17. Uji kinerja biodispersant berbasis konsorsium bakteri pendegradasi minyak Gambar III-18. Ujicoba prototype oil skimmer sekaligus ujicoba penggunaan oil absorbent sebagai boom untuk menyerap dan mengantisipasi penyebaran tumpahan minyak di darmaga sandar Kapal Baruna Jaya di Bojonegara Gambar III-19. Contoh beberapa limbah organik pertanianperkebunan bahan baku absorbent, contoh bahan setelah proses aktivasi daya absorpsi, dan contoh produk absorbent. LAKIP 2014 TPSA BPPT III-46 Gambar III-20. Ujicoba contoh produk oil absorbent berbahan baku serbuk sabut kelapa cocopeat. Gambar III-21. Ujicoba bioremediasi tumpahan minyak di pesisir Pantai Teluk Penyu, Cilacap, bekerja sana dengan PT Pertamina UP IV Cilacap dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cilacap Gambar III-22. Pemaparan hasil kerjasama dan penyerahan contoh produk oil absorbent kepada HSE PT Pertamina UP IV Cilacap kiri dan pemaparan di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cilacap kanan. Ringkasan uraian kegiatan dari sasaran strategis 4 terdiri dari Sasaran Strategis, Indikator Kinerja Utama IKU, Target, ProgramKegiatan, Capaian Kinerja Outcome, dan Bukti Pendukung dirinci pada table berikut: LAKIP 2014 TPSA BPPT III-47 Tabel III-12. Ringkasan Uraian Kegiatan Sasaran Strategis 4.2 Sasaran strategis: Diterapkannya teknologi lingkungan oleh mitra Indikator Kerja Utama: Jumlah rekomendasi teknologi remediasi perairan laut dan pesisir pantai akibat cemaran minyak Penjelasan IKU: Teknologi remediasi perairan laut dan pesisir pantai akibat cemaran minyak telah diujicobakan skala pilot bekerjasama dengan PT Pertamina UP IV Cilacap Programkegiatan: Capaian kinerja Bukti pendukung Pengkajian dan penerapan teknoogi rekayasa remediasi lingkungan Rekomendasi teknologi remediasi perairan laut dan pesisir pantai akibat cemaran Dokumentasi dan foto-foto pelaksanaan kegiatan 2 Perbandingan antara Target dan Realisasi Kinerja Tahun 2014 Pengukuran tingkat capaian kinerja indikator sasaran strategis 3.1 tahun ini dilakukan dengan cara membandingkan antara target indikator sasaran strategis yang telah ditetapkan dengan realisasinya. Hasil pengukuran kinerja indikator sasaran strategis tersebut diuraikan sebagai berikut: Prosentase Capaian Kinerja = Realisasi x 100 Target Prosentase Capaian Kinerja = 1 Prototipe x 100 1 Prototipe LAKIP 2014 TPSA BPPT III-48 Indikator Kinerja Target Reali sasi Kegiatan Mitra Jumlah Rekomendasi Teknologi Remediasi Perairan Laut danPesisir Akibat Cemaran Minyak 1 1 100 Pengkajian dan Penerapan Teknologi Remediasi Lingkunga Rekomendasi Teknologi Remediasi Perairan Laut danPesisir Akibat Cemaran Minyak PT Pertamina UP IV Cilacap Rencana capaian kerja, yaitu rekomendasi penerapan teknologi remediasi perairan laut dan pesisir akibat cemaran minyak disusun berdasarkan hasil kegiatan tahun 2013 dan tahun 2014, khususnya ujicoba skala pilot di lapangan, baik di Kapal Baruna Jaya dan di sekitar perairan sekitar galangan sandar Kapal Baruna Jaya di Bojonegara, Cilegon, Banten, maupun di Pesisi Pantai Cilacap, Jawa Tengah, bekerja sama dengan PT Pertamina UP IV Cilacap. Uji coba skala penuh atau skala yang lebih besar belum dapat dilaksanakan karena kendala internal khususnya terkait adanya perubahan anggaran, yaitu adanya rencana pemotongan ketika kegiatan sedang berjalan pada tahun 2014. Rencana penghematan anggaran oleh pemerintah tersebut berdampak kepada tertundanya kegiatan selama 3 bulan dan terpaksa adanya perubahan skenario pelaksanaan kegiatan termasuk keputusan untuk mereduksi percobaan dari skala penuh menjadi skala pilot. Kendala lapangan yang menyebabkan belum terlaksananya ujicoba skala penuh di lapangan adalah kenyataan, bahwa pada dua tahun berjalannya kegiatan tersebut tahun 2013 dan 2014 tidak terjadi suatu tumpahan minyak yang berarti. Tumpahan minyak terakhir di perairan pantai Cilacap adalah pada tahun pada tahun 2011 akibat kecelakan Kapal Madeline Atlic. Tumpahan-tumpahan minyak sebelumnya terjadi pada tahun 2001 karena kecelakan kapal tangker di ujung timur Nusakambangan, 2004 karena kebocoran pada kapal Lucky Lady yang memuat minyak mentah, dan 2007 karena kapal FFO yang mengalami kebocoran di dermaga Tanjung Intan. LAKIP 2014 TPSA BPPT III-49 3 Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2014 dengan Tahun Lalu dan Beberapa Tahun Sebelumnya Kegiatan Pengembangan Teknologi Remediasi Perairan Laut dan Pesisir Pantai Akibat Cemaran Minyak yang berjalan dalam waktu dua tahun 2013-2014 memanfaatkan pengalaman dan capaian tahun-tahun sebelumnya yang menjadi dasar dari kegiatan ini, yaitu kegiatan bioremediasi cemaran minyak di daratan sejak tahun 2009 sampai tahun 2012. Kegiatan-kegiatan tersebut terutama meliputi pengembangan dan penerapan teknologi bioremediasi cemaran minyak dengan teknik Biopile dan teknik Pump and Biotreatment dengan mitra Badan Operasi Bersama BOB PT Bumi Siak Pusako – Pertamina Hulu Siak, Provinsi Kepulauan Riau. Kegiatan pengembangan teknologi remediasi perairan laut dan pesisir pantai akibat cemaran minyak tahun 2013 – 2014 adalah tindak lanjut dari kegiatan sebelumnya, hanya saja untuk periode tersebut lokasinya tidak lagi di daratan melainkan di perairan laut dan pesisir pantai. Secara teknik ini merupakan tantangan yang lebih tinggi dari sebelumnya karena adanya faktor dinamika pasang surut air laut serta tuntutan penanganan yang lebih cepat agar dampak negatif cemaran minyak dapat segera ditanggulangi. Kegiatan tahun 2010 Gambar III-23. Penerapan Teknologi Bioremediasi Tanah Tercemar Minyak dengan Teknik Biopile skala penuh bekerja sama dengan BOB PT BSP – Pertamina Hulu di Siak, Riau LAKIP 2014 TPSA BPPT III-50 Kegiatan tahun 2011 Gambar III-24. Ujicoba Teknologi Bioremediasi Tanah Tercemar Minyak dengan Teknik Pump and Biotreatment skala pilot bekerja sama dengan BOB PT BSP – Pertamina Hulu di Siak, Riau C Kegiatan tahun 2012 Gambar … Desain dan Pembangunan Instalasi Bioremediasi dengan Teknik Biopile yang baru untuk menggantikan instalasi lama di area BOB PT BSP – Pertamina Hulu di Siak, Riau. LAKIP 2014 TPSA BPPT III-51 Dibanding tahun-tahun sebelumnya 20092010 – 2012 yang sudah pada tahap penerapan teknologi skala penuh bersama mitra industri dan skala pilot untuk pump and biotreatment, maka capaian tahun 2013 dan 2013 menurun karena baru pada tahap ujicoba pembuatan contoh produk dan ujicoba penerapannya skala pilot, namun dengan tantangan yang berbeda, lebih beratkomplek. Ujicoba Skala penuh tidak bisa dilakukan tahun 2014 karena adanya perubahan anggaran dan karena pada tahun berjalan tidak ada kejadian tumpahan minyak yang berarti. 4 Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2014 dengan Target Jangka Menengah Tahun 2014 ini adalah tahun terakhir dari dua tahun 2013-2014 program pengembangan teknologi remediasi perairan laut dan pesisir pantai akibat cemaran minyak. Ujicoba yang dilakukan adalah ujicoba skala lab. dan skala pilot di lapangan, baik di Kapal Baruna Jaya dan di sekitar perariran sekitar galangan sandar Kapal Baruna Jaya di Bojonegara, Cilegon, Banten, maupun di Pesisi Pantai Cilacap, Jawa Tengah, bekerja sama dengan PT Pertamina UP IV Cilacap. Target capaian kinerja, yaitu satu 1 Rekomendasi Teknologi Remediasi Perairan Laut dan Pesisir Pantai Akibat Cemaran Minyak, disusun berdasarkan hasil-hasil kegiatan di Cilacap dan di Bojonegara tersebut, belum berdasarkan ujicoba skala penuh karena kendala internal terkait pemotongan anggaran dan kendala lapangan yang dihadapi, yaitu kenyataan bahwa selama dua tahun berjalan tidak terjadi tumpahan minyak yang berarti. Hasil kegiatan 2014 selain dapat ditindaklanjuti dengan ujicoba skala penuh jika terjadi tumpahan minyak, dapat juga ditindaklanjuti dengan hal-hal berikut: • Diseminasi berupa pemberdayaan UKM untuk memproduksi Oil Skimmer lokal dan Oil Absorbent berbahan baku limbah organik alam yang tersedia melimpah, antara lain serbuk sabut kelapa sebagai limbah produksi coco fiber dari sabut kelapa. Pendanaan kegiatan diseminasi teknologi produksi ini dapat menggunakan dana Corporate Social Responsibility CSR. • Penerapan teknologi oil skimmer, bioabsorbent dan bioremediasi oleh perusahaan minyak atau perusahan pengangkut minyak untuk penanganan tumpahan minyak dengan konten lokal yang tinggi untuk mengurangi ketergantungan pada produk luar negeri. LAKIP 2014 TPSA BPPT III-52 Ujicoba oil absorbent dan oil skimmer di galangan dan dek Kapal Baruna Jaya di Cilegon 2014 Penerapan bioremediasi dengan teknik Biopile skala penuh untuk mengolah tanah tercemar minyak BOB PT BSP – Pertamina Hulu Target Akhir: Berbekal pengalaman dan penguasaan teknologi bioremediasi tanah tercemar minyak 2009-2012, target akhir dari kegiatan tahun 2013 dan 2014 adalah adanya rekomendasi penerapan teknologi remediasi perairan laut dan pesisir pantai akibat cemaran minyak. 2010 2011 2012 2014 2013 Ujicoba skala pilot teknologi pump biotreatment tanah tercemar minyak BOB PT BSP – Pertamina Hulu Desain dan pembanguna n Instalasi baru skala penuh Bioremediasi di area BOB PT BSP – Pertamina Hulu Penyerahan produk oil absorbent kepada PT Pertamina UP IV Cilacap dan ujicoba teknologi bioremediasi cemaran minyak di pantai Cilacap 2013-2014. skala pilot di pantai Cilacap . LAKIP 2014 TPSA BPPT III-53 Pasar dari kedua jenis produk di atas oil skimmer dan oil absorbent cukup luas, tidak terbatas atau tergantung pada adanya kecelakaan atau kejadian tumpahan minyak di laut atau di pesisir dalam skala besar, namun dapat digunakan untuk keperluan lain. Produk oil skimmer dengan desain yang sederhana dapat diterapkan sebagai salah satu unit di instalasi pengolahan air limbah IPAL yang mengandung minyak. Produk oil absorbent juga dapat dipasarkan pada industri atau unit usaha seperti SPBU, pengelola jalan raya, unit produksi atau bengkel-bengkel untuk menangani tumpahan minyak dengan skala yang lebih kecil. 5 Perbandingan Realisasi Kinerja Tahun 2014 dengan Standard Nasional Standard nasional tentang persyaratan peralatan penanggulangan tumpahan minyak di laut adalah SNI no. 19-4849 tahun 1998. Standard ini menyatakan bahwa persyaratan peralatan penanggulangan tumpahan minyak di laut adalah persyaratan minimal peralatan yang digunakan untuk menanggulangi tumpahan minyak di laut dan dapat dilakukan secara cepat, baik yang digunakan oleh petugas perorangan maupun oleh tim penanggulangan. Peralatan penanggulangan pencemaran di laut yang digunakan petugas perorangan meliputi: alat-alat penyerap, gayung, mop, keset penyerap, jala-jala, dan alat- alat pendeteksi gas, pengukur oksigen, dan pendeteksi gas berbahaya. Sedangkan peralatan penanggulangan pencemaran di laut yang digunakan oleh tim penanggulangan meliputi: penahan minyakboom, alat penyebar dispersant, peralatan pengumpulan minyak dan alat penyerap absorbent. Peralatan pengumpulan minyak dapat berupa kapal khusus pengumpul minyak dengan sistem pelekat atau berupa alat pengumpul minyak portabel dengan sistem penyedot. Peralatan pengumpul minyak tersebut terbagi dalam berbagai sistem, yaitu penyedot, pelekat, bendunganwell, vakum, serok tangkup Oil skimmer bisa dikategorikan pada alat pengumpul minyak degan sistem pelekat dengan persyaratan menggunakan daya lekat minyak yang berbeda supaya melekat di plat piringan, ban berjalan dan kain tap mop untuk minyak dengan viskositas rendah. Dengan persyaratan tersebut, prototype oil skimmer yang dikembangkan pada prinsipnya sudah memenuhi standard, walau ukurannya masih kecil ukuran perlu disesuaikandiperbesar dan perlu penambahan sistem pengapung yang stabil catatan: tidak tercantum sebagai persyaratan. Di dalam SNI tersebut hanya membahas persyaratan alat penyebar dispersant, namun tidak dicantumkan persyaratan untuk dispersant, yaitu peralatan untuk digunakan di pelabuhan dengan pompa tangan portabel, di perairan laut dengan perahu motor, dan di laut lepas dengan kapal terbanghelikopter. Di dalam SNI tersebut disebutkan kondisi- kondisi yang disarankan untuk menghindari pemakaian dispersant, yaitu untuk minyak LAKIP 2014 TPSA BPPT III-54 ringan dan minyak nabati, minyak yang sudah terbentuk ter atau gumpalan, dan jika ada efek negatif terhadap lingkungan. Terkait persyaratan terakhir tentang efek terhadap lingkungan, di dalam kegiatan ini telah dikembangkan biodispersant berbasis mikroba pendegradasi minyak. Biodispersant ini lebih ramah lingkungan daripada dispersant kimiawi pada umumnya. Tantangan ke depan adalah penyiapan biodispersant dalam jumlah besar pada waktu yang relatif singkat untuk langkah penanggulangan jika terjadi suatu tumpahan minyak yang tidak bisa diperkirakan kapan terjadi. Di dalam SNI tersebut tercantum bahwa alat penyerap atau absorbent berasal dari berbagai material yang dapat menyerap minyak dari permukaan laut harus dapat memenuhi persyaratan sebagai berikut: terbuat dari bahan alam maupun serat sintetis yang mudah menyerap minyak, tetap terapung dipermukaan laut dan disambung satu sama lain dengan tali agar mudah diambil kembali. Dari tiga syarat tersebut, dua syarat sudah terpenuhi, yaitu terbuat dari bahan alam maupun serat sintetis yang mudah menyerap minyak dan tetap terapung dipermukaan laut. Syarat ketiga agar disambung satu dengan yang lain dengan tali cukup mudah dilakukan, walaupun sejauh ini belum dilakukan karena ujicoba yang baru sebatas di perairan dekat sandarandermaga kapal. Waktu ujicoba baru sebatas pengemasan dalam bentuk seperti bantal yang dirangkai di mana bahan absorbent dimasukkan ke dalam karung berasal dari kain dan disambung satu dengan yang lain dengan sistem rekatan bukan tali. Pelaksanaan bioremediasi atau biodegradasi skala pilot cemaran pilot cemaran minyak di pesisir Pantai Teluk Penyu Cilacap secara teknis telah memenuhi persyaratan peraturan yang berlaku, yaitu Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi oleh Minyak Bumi Secara Biologis, kecuali ijinpermit yang harus diajukan suatu cemaran akibat terjadinya suatu tumpahan minyak. Perbandingan kinerja dengan standard nasional secara ringkas dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel ... Perbandingan kinerja dengan standard nasional No Produk Teknologi Standard Nasional Kesesuaian 1. Oil Skimmer SNI no. 19-4849 tahun 1998 tentang persyaratan peralatan penanggulangan tumpahan minyak di laut. Prototype oil skimmer pada prinsipnya sudah memenuhi standard, yaitu pengumpul minyak menggunakan daya lekat minyak dengan berjalan. LAKIP 2014 TPSA BPPT III-55 2. Biodispersant SNI no. 19-4849 tahun 1998 tentang persyaratan peralatan penanggulangan tumpahan minyak di laut. Di dalam SNI tidak spesifik untuk dispersant, tapi alat penyebar dispersant. Dihindari penggunan dispersant jika ada aspek negatif terhadap lingkungan. Biodispersant lebih ramah lingkungan dari dispersant kimiawi. 3. Absorbent SNI no. 19-4849 tahun 1998 tentang persyaratan peralatan penanggulangan tumpahan minyak di laut. Dua syarat terkait bahan dan sifat terapung sudah terpenuhi. Syarat ketiga dirangkai dengan tali belum dilakukan, baru bantal dirangkai dengan rekatan. Perlu penyempurnaan sederhana. 4. Bioremediasi Nomor 128 Tahun 2003 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi oleh Minyak Bumi Secara Biologis secara teknis telah memenuhi peraturan yang berlaku, kecuali ijinpermit karena bukan untuk penanganan cemaran minyak akibat tumpahan minyak sesungguhnya hanya cemaran buatan untuk ujicoba. 6 Analisis Penyebab KeberhasilanKegagalan Faktor-faktor penyebab keberhasilan adalah SDM, pengalaman pengembangan teknologi, dan peralatan, serta dukungan mitra dari pemda dan industri. SDM yang terlibat dalam tim pelaksana kegiatan adalah 13 orang yang mencakup berbagai disiplin ilmu mulai dari teknik kimia, kimia, teknik mesin, teknik lingkungan, biologi, analis kimia, teknisi dengan berbagai jenjang pendidikan dari SMASMK, S1, S2, dan S3 dengan pengalaman cukup banyak dalam hal penanganan cemaran minyak dari kegiatan- kegiatan sebelumnya baik dengan dana DIPA APBN maupun dana mitra dalam bentuk berupa kerjasama riset. Fasilitas dan peralatan tersedia cukup baik di Balai Teknologi Lingkungan, baik untuk ujicoba pembuatan prototype alatbahan dan untuk uji kinerja alatbahan yang dihasilkan. Fasilitas yang ada terdiri dari fasilitas laboratorium indoor sebanyak 6 buah LAKIP 2014 TPSA BPPT III-56 dan satu buah laboratorium outdoor. Kelima laboratorium indoor adalah: Analitik, Biomonitoring dan Ekotoksikologi, Fitoteknologi, Mikrobiologi, Rekayasa Proses dan Unit Operasi serta workshop. Sedangkan satu buah laboratorium outdoor adalah berupa rumah kaca green house field laboratory. Tabel di bawah ini memperlihatkan feature dari tiap-tiap laboratorium yang ada di BTL. Tabel ... Fasilitas laboratorium yang ada di BTL dan fungsinya NAMA LABORATORIUM FUNGSI L ABORATORIUM ANALITIK Lab analitik dibangun dengan tujuan melaksanakan penelitian terapan dan pengujian kualitas lingkungan. Lab Analitik telah berhasil mendapatkan status ekreditasi dari Komite Akreditasi Nasional KAN sebagai laboratorium penguji menurut standar ISO17025. Status akreditasi ini berlaku hingga tahun 2016. L ABORATORIUM BIOMON EKOTOK Laboratorium ini dibangun dengan tujuan melaksanakan penelitian terapan dan pengujian kualitas lingkungan berdasarkan respon biota. Penekanan fungsi lab ini adalah dibidang environmental risk assessment , khususnya dalam hal kajian mengenai bioavailability , biomagnification, dan bioconcentration bahan xenobiotics. LAKIP 2014 TPSA BPPT III-57 L ABORATORIUM FITOTEKNOLOGI Laboratorium fitoteknologi atau rekayasa-fito melaksanakan kegiatan perekayasaan lingkungan dengan memanfaatkan tanaman sebagai pemulih keberlanjutan ekosistem. Melalui kajian dan perekayasaan lab rekayasa-fito berperan dalam konteks masalah lingkungan global seperti pengembangan tanaman penambat karbon, hyperaccumulator atau tanaman untuk tujuan green-belt. L ABORATORIUM MIKROBIOLOGI Laboratorium ini melakukan fungsi penelusuran hingga rekayasa teknik perbanyakan mikroba yang akan digunakan untuk proses penghancuran polutan. Keberadaan lab ini sangatlah strategis mengingat pada saat ini cara- cara biologik dalam mempertahankan fungsi lingkungan menjadi pilihan utama. L ABORATORIUM REKAYASA PROSES UNIT OPERASI Laboratorium ini menjalankan fungsi perekayasaan proses untuk pengolahan air limbah dan limbah padat, penyediaan air bersih, pemodelan proses dan remediasi lingkungan hingga diperoleh sistem optimal untuk tujuan perlindungan lingkungan. Berbagai plug and play unit dimiliki oleh laboratorium ini sehingga dapat melakukan simulasikan masalah lingkungan. LAKIP 2014 TPSA BPPT III-58 Dukungan dari mitra, baik mitra pemda maupun industri membantu keberhasilan kegiatan ini. Pemda yang secara intensif membantu memberikan arahan dan masukan adalah Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cilacap, selain Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Indramayu yang memberikan pendampingan ketika survei lapangan. Mitra industri adalah Pabrik Kelapa Sawit PKS Kertajaya di Pandeglang, Banten dan Workshop Pengolahan Serat Sabut Kelapa di Depok, Jawa Barat terkait ketersediaan bahan baku absorbent, serta PT Pertamina UP IV Cilacap dalam bentuk penyediaan lahan dan bahan-bahan serta SDM untuk ujicoba skala pilot bioremediasi cemaran minyak di pesisir Pantai Teluk Penyu Cilacap, Jawa Tengah. Faktor-faktor yang mengurangi tingkat keberhasilan adalah faktor pemotongan anggaran dan hal-hal yang menyertai proses pemotongan tersebut, yaitu berupa pending atau freezing tidak adanya pencairan dana selama 3-4 bulan. Rencana pemotongan tersebut sempat memaksa adanya perubahan sasaran, yang awalnya ada ujicoba produksi bersama mitra industri produsen industri eksportir cocofibre dari sabut kelapa di Ciamis dan ujicoba lapangankegiatan bersama penanggulangan bersama mitra industri pengguna PT Pertamina UP IV Cilacap ditiadakan dan diganti dengan ujicoba produksi skala kecil tanpa mitra industri produsen dan ujicoba oil skimmer dan absorbent dialihkan ke lokasi yang lebih dekat dan dalam volume yang lebih kecil di dek kapal dan di dermaga sandar kapal Baruna Jaya BPPT di Bojonegara, Cilegon, Banten. Ujicoba produksi sendiri tanpa mitra industri produsen membuat volume produk absorbent yang bisa dihasilkan terbatas yang ada di Lab. Proses di BTL-BPPT. Tidak adanya pencairan dana selama 3-4 bulan menghambat pelaksanaan kegiatan secara siknifikan yang mengakibatkan keterlambatan pencapaian target-target antara yang sudah ditetapkan. 7 Analisis atas efisiensi penggunaan sumber daya Efisiensi terpaksa dilakukan terkait pemanfaatan dana yang terbatas dan ditambah lagi karena adanya pemotongan. Sebelum pemotongan pun sudah dilakukan upaya efisiensi karena keterbatasan pagu anggaran, yaitu dengan mencoret beberapa rencana pengadaan alat untuk produksi absorbent dengan harapan bisa menggunakan peralatan yang dimiliki pihak mitra industri produsen. Langkah efisiensi yang dilakukan karena pemotongan anggaran adalah perubahan target, dari ujicoba produksi bersama mitra produsen dan ujicoba aplikasi bersama mitra pengguna, diganti dengan ujicoba produksi yang dilakukan sendiri di Lab. Proses BTL-BPPT dan ujicoba aplikasi bekerjasama dengan sesama unit kerja di BPPT Balai Teknologi Survei Kelautan untuk efisiensi perjalanan dinas. LAKIP 2014 TPSA BPPT III-59 Namun demikian, perubahan target tersebut menyebabkan inefisiensi dalam pemanfaatan dana yang udah dianggarkan. Dana honor tenaga lapangan yang sedianya dialokasikan untuk ujicoba produksi bersama mitra produsen dan ujicoba aplikasi bersama mitra pengguna terpaksa tidak digunakan dan harus dikembalikan ke kas negara, sementara ada kekurangan di pos anggaran lain a.l. pencoretan rencana pengadaan alat. 8 Analisis programkegiatan yang menunjang keberhasilan ataupun kegagalan pencapaian pernyataan kinerja Program atau kegiatan yang menunjang keberhasilan adalah program-program pengembangan teknologi bioremediasi tanah tercemar minyak yang sudah dilakukan sejak tahun 20092010 sampai 2012. Kegiatan yang lain yang menunjangan keberhasilan adalah kegiatan pembimbingan penelitian tugas akhir dari mahasiswa S1 maupun S2 dari berbagai perguruan tinggi yang melengkapimendukung kegiatan inti yang dilakukan oleh tim Kegiatan Pengembangan Teknologi Remediasi Perairan Laut dan Pesisir Pantai Akibat Cemaran Minyak. Kegiatan mitra industri dari PT Pertamina UP IV Cilacap juga mendukung keberhasilan ini, khususnya kegiatan yang dilakukan oleh bagian Health, Safety, dan Environment HSE, antara lain penyiapan Kampoeng Proper yang antara lain diisi dengan kegiatan ujicoba bioremediasi cemaran minyak di pesisir Pantai Teluk Penyu Cilacap.

3.2. Realisasi Anggaran