Perkembangan Kurs Valas Perkembangan Penduduk Usia Produktif

62

4.2.4 Perkembangan Kurs Valas

Berdasarkan tabel dibawah dapat diketahui bahwa pekembangan kurs valas selama 15 tahun 1994-2008 cenderung mengalami fluktuasi. Perkembangan tertinggi selama periode penelitian adalah pada tahun 1997 sebesar 95,13 dengan nilai kurs valas sebesar Rp. 4.650,- per dollar yang ditahun sebelumnya nilainya sebesar Rp 2.383,- per dollar. Sedangkan perkembangan terendah adalah pada tahun 2002 sebesar -14,04 . Tabel.4. Perkembangan Kurs Valas Tahun 1994-2008 Tahun Kurs Valas Rp Perkembangan 1994 2.200 - 1995 2.308 4,91 1996 2.383 3,25 1997 4.650 95,13 1998 8.025 72,58 1999 7.100 -11,53 2000 9.595 35,14 2001 10.400 8,39 2002 8.940 -14,04 2003 8.465 -5,31 2004 9.290 9,75 2005 9.830 5,81 2006 9.020 -8,24 2007 9.419 4,42 2008 11.092 17,76 Sumber : Badan Pusat Statistik Surabaya diolah 63

4.2.5 Perkembangan Penduduk Usia Produktif

Berdasarkan tabel dibawah dapat diketahui bahwa pekembangan Penduduk Usia Produktif selama 15 tahun 1994-2008 cenderung mengalami fluktuasi. Perkembangan tertinggi selama periode penelitian adalah pada tahun 1995 sebesar 1,38 dengan Penduduk Usia Produktif sebesar 61,70 yang ditahun sebelumnya nilainya sebesar 60,32 . Sedangkan perkembangan terendah adalah pada tahun 2007 sebesar –1,66 . Tabel.5. Perkembangan Penduduk Usia Produktif Tahun 1994-2008 Tahun Penduduk Usia Produktif Persen Perkembangan 1994 60,32 - 1995 61,70 1,38 1996 62,31 0,61 1997 63,44 1,13 1998 63,76 0,32 1999 64,61 0,85 2000 65,45 0,84 2001 64,83 -0,62 2002 65,60 0,77 2003 65,90 0,30 2004 65,68 -0,22 2005 66,00 0,32 2006 66,71 0,71 2007 65,05 -1,66 2008 65,15 0,10 Sumber : Badan Pusat Statistik Surabaya diolah 64 4.3. Analisis dan Pengujian Hipotesis 4.3.1. Pengujian Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Sesuai Dengan Asumsi Klasik Best Linear Unbiassed Estimator Sebelum kita uji persamaan Regresi Linier Berganda sesuai dengan pengujian secara simultan maupun parsial, maka kita lihat terlebih dahulu apakah Y = 4 4 3 3 2 2 1 1 X X X X          yang diasumsikan tidak terjadi pengaruh antar variabel bebas atau regresi bersifat BLUE Best Linear Unbiassed Estimator, artinya koefisien regresi pada persamaan tersebut benar-benar linear tidak bias.

1. Pengujian Autokorelasi

Asumsi pertama dari regresi linier adalah ada atau tidaknya autokorelasi yang dilihat dari besarnya nilai Durbin Watson. Dalam analisis nilai Durbin Watson adalah sebesar 2,382. Untuk mengetahui ada atau tidaknya gejala autokorelasi, maka perlu dilihat tabel Durbin Watson. Jumlah variabel bebas adalah empat buah K=4 dan ,jumlah data adalah sebanyak 15 n=15 maka diperoleh D L = 0,688 dan D U = 1,977. Selanjutnya nilai tersebut diplotkan ke dalam kurva Durbin Watson. 65 Gambar 10 : Kurva Durbin Watson Daerah Daerah Daerah Daerah Kritis Ketidak- Terima Ho Ketidak- Kritis pastian pastian Tolak Tidak ada Tolak Ho autokorelasi Ho 0 d L = 0,688 d U = 1,977 4-d U = 2,023 4-d L = 3,312 d 2,382 Sumber : Lampiran 2 dan Lampiran 8 Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa nilai DW berada pada daerah ketidakpastian atau diantar nilai 4-d U dan 4-d L .

2. Pengujian Heterokedastisitas

Heterokedatisitas di identifikasikan dengan koefisien korelasi Rank Spearman Berdasarkan tabel dibawah, diperoleh tingkat signifikansi koefisien korelasi Rank Spearman untuk semua variabel bebas terhadap residual lebih besar dari 0,05 5. Tabel 6 : Hasil Pengujian Heterokedastisitas Variabel Taraf Signifikasi Dari Korelasi Rank Spearman Taraf Uji  Kesimpulan PDB X 1 0,594 0,05 Homoskedastisitas Tingkat Suku Bunga Internasional X 2 0,791 0,05 Homoskedastisitas JUB X 3 0,576 0,05 Homoskedastisitas Penduduk Usia ProduktifX 4 0,980 0,05 Homoskedastisitas Sumber : Lampiran 2 66 Dari hasil pengujian heterokedastisitas diperoleh tingkat signifikansi dari korelasi Rank Spearman lebih besar dari taraf level of signifikan yaitu 5 0,05.

3. Pengujian Multikolinieritas

Asumsi klasik ketiga dari regresi linier berganda adalah ada atau tidaknya multikolinearitas antara sesama variabel bebas yang ada dalam model dengan kata lain tidak adanya hubungan sempurna antara variabel bebas yang ada dalam model. Identifikasi secara statistik atau tidaknya gejala multikolinier dapat dilakukan dengan menghitung Variance Inflation Factor VIF, dengan rumus sebagai berikut : VIF = toleransi 1 Rj 1 1 2   Algifari, 1997;79 VIF menyatakan tingkat pembengkakan varians. Apabila VIF lebih kecil dari 10 hal ini berarti tidak ada gejala multikolinearitas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini : Tabel 7 : Uji Multikolinearitas Variabel Toleransi VIF PDB X 1 0,360 2,779 Tingkat Suku Bunga Internasional X 2 0,659 1,518 JUB X 3 0,166 6,037 Penduduk Usia Produktif X 4 0,182 5,488 Sumber : Lampiran 2 67 Berdasarkan tabel uji multikolinearitas menunjukkan nilai VIF untuk PDB X 1 sebesar 2,779, nilai VIF untuk Tingkat Suku Bunga Internasional X 2 sebesar 1,518, nilai VIF untuk Kurs Valas X 3 sebesar 36,037 dan nilai VIF untuk Penduduk Usia Produktif X 4 sebesar 5,488. Hal ini berarti nilai VIF pada keempat variabel bebas X 1 , X 2 , X 3 dan X 4 lebih kecil dari 10, sehingga keempat variabel bebas tersebut pada penelitian ini tidak ada gejala multikolinearitas.

4.3.2. Analisis Hasil Perhitungan Regresi Linier Berganda

Dokumen yang terkait

Analisis Faktor Suku Bunga deposito dan Nilai Kurs Terhadap Permintaan SUN oleh Investor Asing”

0 32 98

Analisis Pengaruh Suku Bunga Internasional, Kurs Dan Inflasi Terhadap Penanaman Modal Asing Di Indonesia

7 54 111

Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga Deposito, Kurs Dan Produk Domestik Bruto ( PDB ) Terhadap Nilai Aktiva Bersih ( NAB ) Reksa Dana Di Indonesia

2 46 113

Analisis pengaruh Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia, Produk Domestik Bruto dan Nilai Tukar terhadap Perkembangan Reksa Dana di Indonesia

0 70 100

Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga Internasional dan Kurs Dollar Terhadap Jumlah Pinjaman Luar Negeri Indonesia

0 29 84

ANALISIS PENGARUH PRODUK DOMESTIK BRUTO, SUKU BUNGA, DAN PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP INVESTASI DI ANALISIS PENGARUH PRODUK DOMESTIK BRUTO, SUKU BUNGA, DAN PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP INVESTASI DI INDONESIA TAHUN 1992-2012.

0 5 15

PENGARUH PRODUK DOMESTIK BRUTO, KURS, CADANGAN DEVISA, TINGKAT SUKU BUNGA RIIL, DAN VOLATILITAS KURS TERHADAP PENGARUH PRODUK DOMESTIK BRUTO, KURS, CADANGAN DEVISA, TINGKAT SUKU BUNGA RIIL, DAN VOLATILITAS KURS TERHADAP PERMINTAAN IMPOR DI INDONESIA TAHU

0 3 15

PENGARUH KURS VALUTA ASING DAN TINGKAT BUNGA DEPOSITO TERHADAP INDEKS INDUSTRI DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 0 6

Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Tingkat Inflasi, Nilai Kurs Rupiah dan Produk Domestik Bruto Terhadap Return Saham Perusahaan Food and Beverage di Bursa Efek Indonesia.

0 1 37

ANALISIS PENGARUH PRODUK DOMESTIK BRUTO, TINGKAT SUKU BUNGA INTERNASIONAL (SIBOR), KURS VALUTA ASING DAN PENDUDUK USIA PRODUKTIF TERHADAP PMA DI INDONESIA

0 0 13