ANALISIS PENGARUH PRODUK DOMESTIK BRUTO, TINGKAT SUKU BUNGA INTERNASIONAL (SIBOR), KURS VALUTA ASING DAN PENDUDUK USIA PRODUKTIF TERHADAP PMA DI INDONESIA.

(1)

TERHADAP PMA DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Ilmu Ekonomi

Oleh :

APRIAN ANHAR

0611010086 / FE / IE

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

Assalamu’ alaikum Wr. Wb.

Pertama-tama peneliti panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT serta sholawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah melimpahkan berkah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang peneliti susun dengan judul “ANALISIS PENGARUH PRODUK DOMESTIK BRUTO, TINGKAT SUKU BUNGA INTERNASIONAL (SIBOR), KURS VALAS DAN PENDUDUK USIA PRODUKTIF TERHADAP PMA DI INDONESIA” ini dapat terselesaikan.

Skripsi ini peneliti susun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Peneliti menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini sering kali menghadapi hambatan dan keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu dalam kesempatan ini peneliti ucapkan terima kasih tak terhingga kepada Ibu Dra.Ec. Niniek Imaningsih, MP, selaku dosen pembimbing utama telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan suatu bimbingan, pengarahan, dorongan, masukan-masukan, dan saran dengan tidak bosan – bosannya kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. Selain itu peneliti juga menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :


(3)

banyak bantuan berupa sarana fasilitas perijinan guna pelaksanaan skripsi ini. 2. Bapak Dr. H.R.Dhani Ichsanuddin Nur, SE.MM, selaku Dekan Fakultas

Ekonomi Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur.

3. Bapak Drs. Ec. Marseto, DS, Msi, selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Ayahanda, Ibunda, beserta keluarga tercinta yang telah memberikan motivasi, do’a, semangat dan dorongan moral serta spiritualnya yang telah tulus kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

5. Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen serta staf karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur yang telah dengan ikhlas memberikan banyak ilmu pengetahuannya selama masa perkuliahan dan pelayanan akademik bagi peneliti.

6. Bapak-bapak dan ibu-ibu staf instansi Departemen Perindustrian dan Perdagangan Surabaya, dan Badan Pusat Statistik cabang Surabaya, yang telah memberikan banyak informasi dan data-data yang dibutuhkan untuk mengadakan penelitian dalam penyusunan skripsi ini.

7. Seluruh mahasiswa dari Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, serta semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang selalu memotivasi, membantu, dan mendukung peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.


(4)

iii

Akhir kata, besar harapan bagi peneliti semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, baik sebagai bahan kajian maupun sebagai salah satu sumber informasi dan bagi pihak-pihak lain yang membutuhkan.

Wassalamu’ alaikum Wr. Wb

Surabaya, Mei 2010


(5)

Gambar 2 : Permintaan & Penawaran Agregat didalam Posisi Ekonomi

Waktu yang Seimbang...23

Gambar 3 : Kurva Hubungan Pendapatan Nasional dengan Investasi ...24

Gambar 4 : Hubungan Tingkat Bunga dan Investasi ...30

Gambar 5 : Pergeseran Kurve Permintaan Kurs ...32

Gambar 6 : Kebijaksanaan Stabilisasi Kurs...33

Gambar 7 : Sistem Kurs Dalam Pengawasan Devisa ...35

Gambar 8 : Teori Analisa tentang Tenaga Kerja ...40

Gambar 9 : komposisi penduduk dan tenaga kerja ...42

Gambar 10 : Kerangka Pikir ...45

Gambar 11 : Kurva Distribusi Penerimaan atau Penolakan Hipotesis ...52

Gambar 12 : Kurva Distribusi t...53

Gambar 13 : Kurva Durbin Watson ...65

Gambar 14 : Kurva Uji Hipotesis Secara Simultan ...70

Gambar 15 : Kurva Analisis Uji t Pengaruh PDB (X1) Terhadap PMA di Indonesia (Y) ...72

Gambar 16 : Kurva Analisis Uji t Pengaruh Tingkat Suku Bunga Internasional (X2) Terhadap PMA di Indonesia (Y) ...73

Gambar 17 : Kurva Analisis Uji t Pengaruh JUB (X3) Terhadap PMA di Indonesia (Y) ...75

Gambar 18 : Kurva Analisis Uji t Pengaruh Penduduk Usia Produktif (X4) Terhadap PMA di Indonesia (Y)...76


(6)

Lampiran 2 : Tabel Descriptive Statistics Tabel Model Summary b Tabel Anova b

Lampiran 3 : Tabel Coefficients

Tabel Nonparametic Correlations Lampiran 4 : Tabel Pengujian Nilai F

Lampiran 5 : Tabel Pengujian Nilai t Lampiran 6 : Tabel Durbin Watson


(7)

Tabel 2 : Perkembangan PDB di Indonesia ...60

Tabel 3 : Perkembangan Tingkat Suku Bunga Internasional...61

Tabel 4 : Perkembangan Kurs Valas...62

Tabel 5 : Perkembangan Penduduk Usia Produktif di Indonesia...63

Tabel 6 : Perkembangan Hasil Pengujian Heterokedastisitas ...65

Tabel 7 : Uji Multikolinieritas ...66

Tabel 8 : Hubungan Antara Variabel Bebas dengan Variabel Terikat...67

Tabel 9 : Hasil Perhitungan Uji F, Variabel Bebas Terhadap PMA di Indonesia...69


(8)

Oleh : Aprian Anhar ABSTRAKSI

Dalam upaya untuk menarik minat investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, berbagai kebijakan harus dilakukan oleh pemerintah, dengan jalan memperhatikan keadaan tingkat suku bunga dan pemerintah juga harus menyederhanakan prosedur penanaman modal sehingga akan menciptakan iklim penanaman modal yang lebih baik khususnya di Indonesia.

Dalam penelitian ini peneliti ingin menganalisis tentang hubungan berbagai variable ekonomi, yaitu PDB (X1), tingkat suku bunga internasional (SIBOR) (X2), kurs valuta asing (X3) dan penduduk usia produktif (X4)dalam mempengaruhi Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia (Y).Penelitian ini mengunakan data sekunder dan data menurut urutan waktu yang diperoleh dari Balai Pusat Statistik tahun 1994-2008. Untuk memenuhi tujuan penelitian digunakan teknik analisis Regresi Linier Berganda, yang juga disertai dengan uji asumsi klasik.

Dari uji Regresi Linier Berganda dapat disimpulkan bahwa : (1) secara parsial dari empat variable yang digunakan hanya variable Kurs Valuta Asing (X3) yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Penanaman Modal Asing di Indonesia. (2) Secara simultan model yang dibentuk dalam penelitian ini memberikan pengaruh terhadap Penanaman Modal Asing di Indonesia dengan nilai Fhitung sebesar 8,824 lebih besar dari Ftabel sebesar 3,48. (3) Dilihat dari pengujian keempat variable bebas tersebut variable yang paling dominan atau pengaruhnya yang paling besar adalah variable Kurs Valuta Asing dengan kontribusi nilai r2 parsial sebesar 0,369 atau 36,9 %.

Kata Kunci : PMA, PDB, Tingkat Suku Bunga Internasional (SIBOR), Kurs Valuta Asing dan Penduduk Usia Produktif.


(9)

1.1. Latar Belakang

Modal merupakan pendorong perkembangan ekonomi dan merupakan sumber untuk menaikan tenaga produksi yang semuanya membutuhkan kepandaian penduduknya dan mengadakan investasi untuk mengolahnya, selain itu ditentukan pula adanya pendorong untuk mengadakan investasi atas dana yang diperoleh dari tabungan masyarakat maupun pinjaman luar negeri. Sehubungan dengan itu diperlukan upaya peningkatan pergerakan dana dari dalam negeri. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Pada posisi semacam ini investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, mencerminkan marak dan lesunya perekonomian. Dalam upaya menumbuhkan perekonomian setiap negara senantiasa menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi. Sasaran yang dituju bukan hanya masyarakat kalangan swasta dalam negeri, tapi juga investor asing. (Dumairy, 1997 : 132)

Tujuan Negara Indonesia adalah memberikan kemakmuran yang sebesar-besarnya pada masyarakat dengan meningkatkan Produk Domestik Bruto di tinjau dari lapangan usaha pada tahun 2003 mencapai Rp. 1.577.171,3 milyar, pada tahun 2004 mengalami peningkatan mencapai Rp. 1.656.516,8 milyar meningkat 5,03%, pada tahun 2005 mengalami peningkatan mencapai Rp. 1.750.815,2


(10)

1.847.126,7 milyar naik sebesar 5,21%. (Anonim, 2007 : 540)

Penanaman Modal Asing di dorong bagi kegiatan ekspor dan kegiatan pambangunan yang belum dapat di lakukan oleh modal dan kemampuan Tekhnologi dalam negri, kesadaran akan perlunya Penanaman Modal Asing dan pemerataan ekonomi, meningkatkan peran aktif masyarakat, serta memperluas kesempatan usaha dan lapangan kerja. Kehendak ini telah di buktikan oleh pemerintah dengan di luncurkan kebijaksanaan deregulasi, debirokratisasi dalam bidang penanaman modal, baik untuk investasi asing, baik di pusat maupun di daerah-daerah melalui peraturan pemerintah No.2 tahun 1994 di luncurkan kebijakan deregulatif yang memungkinkan pihak asing menanamkan modalnya seratus persen di Indonesia ( Dumairy, 1997 : 109 ).

Pemasukan modal asing sangat diperlukan untuk mempercepat pembangunan ekonomi. Modal asing tidak hanya membawa uang dan mesin tetapi juga keterampilan teknik. Selanjutnya modal asing juga mendorong pengusaha setampat untuk bekerja sama dengan perusahaan asing di samping modal asing membantu modernisasi masyarakat dan memperkuat sektor Negara maupun sektor swasta. Mempercepat pembangunan ekonomi di Indonesia. (Jhingan, 1993 ; 607 ).

Dalam berbagai permasalahan ekonomi sebagian besar negara maju dewasa ini sangat terkait dengan soal defisit neraca pembayaran dan uang luar negeri. Di Negara Indonesia sendiri, banyak mengalami perubahan dalam perekonomian. Hal tersebut dapat di tunjukkan pada keadaan Penanaman Modal Asing tahun 2002 sebesar 9789,1 US$ mengalami peningkatan pada tahun 2003


(11)

mengalami penurunan 28,47%, tahun 2005 yaitu sebesar 8.916,9 US$. Menurun 15% Sedangkan tahun 2006 sebesar 5977,0 US$ mengalami penurunan 49,18%. (Anonim, 2004 : 449)

Sehingga perbaikan iklim Penanaman Modal Asing tak henti-hentinya di lakukan pemerintah di dalam upaya menerik investor asing menanamkan modalnya di Indonesia melalui berbagai kebijaksanaan mekanisme perijinan penyederhanaan tata cara impor barang modal, perluasan syarat-syarat investasi, serta perangsang investasi untuk sektor-sektor dan daerah-daerah tertentu guna menciptakan iklim penanaman modal yang lebih baik sehingga upah minimum Regionalpun mengalami peningkatan dan dapat di harapkan penanaman modal di Indonesia. Di samping itu di harapkan investasi asing dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. ( Dumairy, 1997 ; 132 ).

Di samping itu keadaan tingkat suku bunga harus diperhatikan karena di dalam mengeksport maupun mengimport barang-barang baik itu bahan baku dan sebagainya di dalam memenuhi kebutuhan suatu industri adalah sangat penting dan ini berkaitan dengan tingkat keuntungan suatu perusahaan di dalam menjalankan usahanya atau menanamkan modalnya.

Hal ini yang perlu di perhatikan yaitu, upah pekerja di Indonesia. Di nilai masih rendah di bandingkan secara internasional. Upah pekerja tidak hanya semata-mata rendah tapi juga tidak begitu menggembirakan perkembangannya. Hal ini diharapkan mampu menarik investor untuk menanamkan modalnya masuk ke Indonesia.


(12)

tampaknya kurang berpengaruh terhadap masuknya investasi asing yang masuk ke Indonesia karena berbagai alasan termasuk politik dan keamanan yang belum stabil.

Dalam upaya untuk menarik investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, berbagai kebijaksanaan deregulasi dan birokratisasi yang di tuangkan dalam beberapa paket kebijaksanaan yang memperlonggar ketentuan-ketentuan dan menyederhanakan prosedur penanaman modal telah di tetapkan pemerintah guna menciptakan iklim penanaman modal yang lebih baik sehingga dapat diharapkan mampu merangsang para investor untuk menanamkan modalnya, di samping itu di harapkan pula investasi asing dari tahun ke tahun semakin meningkat dan nantinya Penanaman Modal Asing menjadi salah satu tumpuan untuk memperluas lapangan pekerjaan di Indonesia.

Berdasarkan fakta-fakta yang tertera di atas, maka perlu di adakan penelitian bagaimana pengaruh Produk Domestik Bruto, Tingkat Suku Bunga Internasional, Kurs Valuta Asing dan Penduduk Usia Produktif berpengaruh terhadap Penanaman Modal Asing di Indonesia ?

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah yang timbul adalah :

1. Apakah Produk Domestik Bruto, Tingkat Suku Bunga Internasional, Kurs Valuta Asing dan Penduduk Usia Produktif berpengaruh terhadap Penanaman Modal Asing di Indonesia?


(13)

pengaruhnya terhadap Penanaman Modal Asing ( PMA ) di Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan yang telah di uraikan di atas maka tujuan yang hendak di capai sehubungan dengan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui apakah Produk Domestik Bruto, Tingkat Suku Bunga Internasional, Kurs Valuta Asing, dan Penduduk Usia Produktif berpengaruh terhadap Penanaman Modal Asing di Indonesia.

2. Untuk mengetahui apakah Produk Domestik Bruto, Tingkat Suku Bunga Internasional, Kurs Valuta asing, dan Penduduk Usia Produktif yang paling dominan pengaruhnya terhadap Penanaman Modal Asing di Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin di capai dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan Pengetahuan bagi peneliti lain yang berkaitan dengan perkembangan Penanaman Modal Asing di Indonesia, serta menambah perbendaharaan study bagi khasanah ilmu pengetahuan. 2. Sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya khususnya yang berhubungan

dengan masalah yang sama.

3. Sebagai bahan tambahan perbendaharaan di Fakultas Ekonomi UPN “ Veteran “ Jawa Timur.


(14)

2.1. Penelitian Terdahulu a. Veronika Yudistira (2005 : Vi)

Dengan judul penelitian “ Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Penanaman Modal Asing di Jawa Timur “. Dari hasil analisis dan pengujian hipotesis di peroleh hasil Fhitung sebesar 10,739 > Ftabel sebesar 3,49 yang berarti secara simultan ketiga variabel bebas mempunyai pengaruh yang nyata terhadap Penanaman Modal Asing di Jawa Timur. Dari hasil pengujian secara parsial di peroleh t hitung Sibor (X1) sebesar -2,264 < ttabel sebesar -2,179 yang berarti variabel Sibor (X1) berpengaruh terhadap variabel PMA (Y). Untuk Nilai Total Export (X2) terhitung sebesar 4,912 > ttabel sebesar 2,179 yang berarti variabel Nilai Total Expor (X2) berpengaruh terhadap variabel PMA (Y). Untuk Kurs Valas (X3) terhitung sebesar -5,475 < ttabel sebesar -2,179 yang berarti variabel Kurs Valas(X3) berpengaruh terhadap variabel PMA (Y).

b. Agung Nusantara dan Enny Puji Astutik (2001)

Dengan judul Penelitian “Analisis Peranan Modal Asing Terhadap Pertumbuhan Ekonomi “. Menyatakan bahwa untuk hasil analisis diperoleh bahwa variabel Utang Luar Negeri (AID), Penanaman Modal Asing (FDI) dan Tabungan Domestik (S) mempunyai hubungan yang signifikan terhadap variabel pertumbuhan ekonomi. Hasil uji t pada tabel diatas meninjukkan bahwa ketiga variabel tersebut mempunyai t-hitung yang lebih besar daripada t-tabel derajat


(15)

signifikan 0,025% yaitu (± 0,201). Dari nilai tersebut kita tidak bisa menerima Ho (Ho ditolak) atau variabel utang luar negeri, jadi kesimpulannya bahwa penanaman modal asing dan tabungan domestik mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

c. Kesit Bambang Prakosa (2003)

Dengan judul Penelitian “Analisis Pengaruh Kebijakan Tax Holiday Terhadap Perkembangan PMA di Indonesia (1970-1999)”. Yang menyatakan bahwa Hasil penelitian implementasi kebijakan ini, secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan insentif pajak tax holiday merupakan faktor yang signifikan mempengaruhi perkembangan PMA di Indonesia. Namun kebijakan insentif pajak ini kurang berhasil untuk meningkatkan jumlah PMA ke Indonesia. Hal ini diduga karena perkembangan situasi dan kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang ada tidak mendukung keberhasilan pelaksanaan kebijakan ini. Kondisi keamanan dan kestabilan politik dalam negeri Indonesia merupakan factor utama yang dipertimbangkan oleh investor dalam menanamkan modalnya di Indonesia. Tujuan utama pemerintah memberlakukan kebijakan insentif pajak adalah untuk menarik minat investor asing agar mau menanamkan modalnya di Indonesia. Sasaran dari kebijakan insentif pajak ini adalah industri penunjang dan industri hulu. Kebijakan insentif pajak lebih mencerminkan instrument proteksi bagi industri penunjang dan industri hulu. Artinya, Pemerintah melindungi industri penunjang dan hulu ini agar dapat berkembang dan bersaing di pasaran lokal sebelum ke pasar global. Dengan kata lain, Pemerintah mengharapkan terbentuknya kekuatan industri penunjang dan industri


(16)

hulu akan menciptakan industrialisasi yang tangguh untuk menghadapi ketatnya persaingan global. Karena kedua bidang industri ini merupakan basis untuk industri hilir sehingga jika industri hulunya kuat maka secara keseluruhan (hilir) juga akan kuat. Akhirnya proses industrialisasi akan tercipta lebih cepat dari yang diperkirakan.

d. Budiarti (2003 : x)

Penelitian ini berjudul “ Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Penanaman Modal Asing Di Jawa Timur”. Dari hasil penelitian di peroleh angka penentu kecocokan model r2 sebesar 0,715. hal ini berarti variabel bebas yang menjelaskan variabel terikat adalah sebesar 71,5 % dan 28,5 % di jelaskan variabel lain. Pada uji-F menunjukkan variabel bebas Produk Domestik Regional Bruto, tingkat suku bunga, bunga kredit investasi, dan jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor industri secara bersama-sama berpengaruh terhadap Penanaman Modal Asing. Pengujian secara simultan nilai Fhitung yang di peroleh 1,194 sedangkan Ftabel 3,59 dari analisis uji-t menunjukkan nilai hitung > t-tabel untuk PDRB (X1) sebesar 0,252 t-tabel 2,201. PDRB berpengaruh terhadap Penanam Modal Asing (PMA) karena jika terjadi perubahan Produk Domestik Regional Bruto maka tidak akan di ikuti oleh perubahan PMA.

e. Soebagyo (2003 : x)

Penelitian ini berjudul “ Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Penanaman Modal Asing (PMA) di Jawa Timur “. Diperoleh hasil dengan pengujian secara simultan nilai Fhitung (12,710) > Ftabel (3,48) pada level signifikansi 0,05 dengan df (4,10). Hal tersebut menunjukkan adanya pengaruh


(17)

yang nyata antara jumlah tenaga kerja (X1), kurs valuta asing (X2), tingkat suku bunga internasional (X3), dan jumlah industri manufaktur (X4), terhadap PMA (Y) di Jawa Timur. Dan analisis uji-t menunjukkan bahwa thitung (3,008) > ttabel (2,228) untuk jumlah tenaga kerja (X1), untuk kurs valuta asing thitung (-4,792) < ttabel (-2,228), untuk tingkat suku bunga internasional thitung (-0,844) < ttabel (-2,228), dan untuk jumlah industri manufaktur (X4) thitung (4,487) > ttabel (2,228). Hal ini menunjukkan variabel jumlah tenaga kerja (X1), kurs valuta asing (X2) dan jumlah industri manufaktur (X4) berpengaruh secara parsial terhadap PMA (Y), sedangkan tingkat suku bunga internasional (X3) tidak berpengaruh secara persial terhadap PMA (Y) dikenakan jumlah investasi yang dilakukan pengusaha sepenuhnya nilai koefisien determinan parsial (r2) untuk tingkat suku bunga internasional sebesar 0,0665 berarti variabel bebas secara parsial mampu menjelaskan variabel terikat Penanaman Modal Asinng di Jawa Timur yang diberikan sebesar -6,65, sedangkan sisanya 93,35 tidak mampu dijelaskan oleh variabel tersebut. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa secara parsial (a) terdapat pengaruh yang positif dan signifikan jumlah tenaga kerja (X1) terhadap PMA (Y). (b) terhadap pengaruh negatif dan signifikan kurs valuta asing (X2) terhadap PMA (Y). (c) tidak ada pengaruh nyata antara tingkat suku bunga internasional (X3) terhadap PMA (Y), dan (d) terhadap pengaruh positif dan signifikan jumlah industri manufaktur (X4) terhadap PMA (Y). (e) secara bersama-sama tenaga kerja (X1), kurs valuta asing (X2), tingkat suku bunga internasional (X3), dan jumlah industri manufaktur (X4) berpengaruh terhadap PMA (Y) di Jawa Timur.


(18)

2.1.1. Perbedaan Dengan Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada kesempatan kali ini berbeda dengan penelitian – penelitian sebelumnya. Perbedaan penelitianyang di lakukan oleh peneliti terdahulu dengan penelitian yang dilakukan sekarang terletak pada kurun waktu, ruang lingkup, tempat penelitian dan jumlah variabel yang digunakan untuk penelitian. Berdasarkan penelitian terdahulu seperti yang telah disebutkan di atas, yang juga merupakan dasar acuan untuk penelitian kali ini dengan judul “Analisis Pengaruh Produk Domestik Bruto, Tingkat Suku Bunga Internasional, Kurs Valuta Asing dan Penduduk Usia Produktif Terhadap PMA Di Indonesia”, dengan variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah PMA (Y), sedangkan variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah PDB (X1), Tingkat Suku Bunga Internasional (X2), Kurs Valuta Asing (X3), Penduduk Usia Produktif (X4).

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Investasi

Investasi merupakan hasil yang sangat penting dalam hajat hidup kegiatan usaha, karena investasi sangat dibutuhkan sebagai faktor penunjang didalam mempelancar proses produksi.

Pengertian investasi adalah pengeluaran atau pembelanjaan penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlrngkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan


(19)

memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian.

Dalam prakteknya, dalam usaha untuk mencatat nilai penanaman modal yang dilakukan satu tahun tertentu, yang digolongkan sebagai investasi (atau penanaman modal atau pembentukan modal) meliputi pengeluaran atau pembelanjaan berikut:

a. Pembelian berbagai jenis barang modal, yatu mesin-mesin dan peralatan produksi lainnyauntuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan.

b. Pembelanjaan untuk membangun rumah tempat tinggal, bangunan kantor, bangunan pabrik dan bangunan-bangunan lainnya.

c. Pertambahan nilai barang-barang stock yang belum terjual, bahan mentah dan bahan yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun perhitungan pendapatan nasional. (Sukirno 1995 : 107).

Berbeda dengan yang dilakukan para konsumen (rumah tangga), yang membelanjakan sebagian besar dari pendapatan mereka untuk membeli barang dan jasa yang mereka butuhkan, penanaman-penanaman modal melakukan investasi bukan untuk memenuhi kebutuhan mereka tetapi untuk mencari keuntungan. Dengan demikian banyaknya keuntungan yang akan diperoleh besar sekali peranannya dalam menentukan tingkat investasi yang akan dilakukan para pengusaha. Disamping oleh harapan dimasa depan untuk memperoleh keuntungan,


(20)

terdapat beberapa faktor lain yang akan menentukan tingkat investasi yang akan dilakukan dalam investasi.

Faktor-faktor utama yang akan menentukan tingkat investasi adalah:

a. Tingkat keuntungan investasi yang diramalkan memperoleh keuntungan

Ramalan mengenai keuntungan masa depan memberikan gambaran pada para pengusaha mengenai jenis-jenis investasi yang kelihatannya mempunyai prospek yang baik dan dapat dilaksanakan, dan besarnya investasi yang harus dilakukan untuk mewujudkan tambahan barang-barang modal yang dibutuhkan.

b. Tingkat bunga

Bagi para pengusaha yang bijaksana hendaklah selalu mengikuti dan memperhatikan perkembangan pasar, terutama perkembangan tingkat suku bunga yang dapat mempengaruhi beroprasinya perusahaan. Oleh sebab itu dalam analisis makro ekonomi, analisis mengenai investasi lebih ditekankan kapada menunjukan peranan tingkat bunga dalam menunjukan tingkat investasi dan akibat perubahan tingkat bunga atas investasi dan pendapatan nasional.

c. Ramalan mengenai keadaan ekonomi di masa depan

Kegiatan perusahaan untuk mendirikan industri dan memasang barang-barang modal baru, dinamakan kegiatan memakan waktu dan apabila investasi tersebut telah usai dilaksanakan, yaitu pada waktu


(21)

industri atau perusahaan itu sudah dapat menghasilkan barang atau jasa yang menjadi produksinya, maka para pemilik modal biasanya akan melakukan kegiatannya secara terus-menerus selama beberapa tahun. Oleh karea itu dalam menentukan apakah semua kegiatan yang akan dikembangkan itu dapat memperoleh keuntungan atau malah menimbulkan kerugian, maka pengusaha harus membuat ramalan-ramalan mengenai keadaan dimasa yang akan datang.

d. Kemajuan teknologi

Kegiatan para pengusaha untuk menggunakan teknologi yang dikembangkan dalam kegiatan produksi atau usaha-usaha lain, maka hal demikian itu dinamakan mengadakan pembaharuan. Pada umumnya semakin banyak jumlah kegiatan pembaharuan yang akan dilakukan para pengusaha.

e. Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahanya

Sejarah perkembangan ekonomi dunia menunjukan akhir-akhir ini sebagai penemuan dan pembaharuan sangat besar peranannya. Kenyataan yang menggambarkan bahwa hubungan antara pendapatan dan investasi merupakan hal yang sangat berkaitan. Dimana investasi-investasi itu cenderung untuk mencapai tingkat yang lebih besar apabila pendapatan nasional semakin besar pula jumlahnya. Demikian pula sebaliknya apabila pendapatan nasional semakin rendah biasanya nilai investasinya semakin rendah. (Sukirno 2002 :109).


(22)

Cara pembagian Investasi menurut jenisnya: a. Autonomos investment dan induced invesment

Autonomos Invesment (investasi otonom) adalah investasi yang

besar kecilnya dipengaruhi pendapatan, tetapi dapat berubah oleh karena adanya perubahan faktor diluar pendapatan. Misal tingkat teknologi, kebijakan para pengusaha dan sebagainya. Induced

investment (investasi terimbas) adalah bersebelahan dengan

investasi otonom. Investasi ini dipengaruhi tingkat pendapatan. b. Public investment dan Private investment

public investment adalah investasi atau penanaman modal yang

dilakukan oleh pemerintah. Yang dimaksud ialah pemerintah pusat, maupun pemerintah daerah tingkat satu, tingkat dua, kecamatan, maupun desa.

Private invesment adalah investasi yang dilakukan oleh pihak

swasta

c. Domestic investment dan foreign investment

Domestic investment (investasi bruto) adalah penanaman modal

dalam negeri Foreign investment adalah penanaman modal luar negeri.

d. Gross investment dan net investment

Gross investment (investasi bruto) adalah total seluruh investasi

yang diadakan atau dilaksanakan pada suatu ketika. Atau investasi yang dilakukan pada suatu negara(atau daerah tertentu)pada atau


(23)

selamasuatu periode tertentu. Net investment (investasi netto) adalah selisih antara investasi bruto dengan penyusutan. (Rosyidi, 2002 : 168).

Kurva yang menunjukan perkaitan antara tingkat investasi dan tingkat pendapatan nasional dinamakan fungsi investasi. Bentuk fungsi investasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (i) ia sejajar dengan sumbu datar, atau (ii) bentuknya naik ke atas ke sebelah kanan (yang berarti makin tinggi pendapatan nasional makin, makin tinggi investasi). Fungsi atau kurva investasi yang sejajar dengan sumbu datar dinamakan investasi otonomi dan fungsi investasi yang semakin tinggi bila pendapatan nasional meningkat dinamakan investasi pengaruh. Dalam analisa makro-ekonomi biasanya dimisalkan bahwa investasi perusahaan bersifat otonom.

Investasi otonom adalah pembentukan modal yang tida dipengaruhi pendapatan nasional. Dengan kata lain, tinggi rendahnya pendapatan nasional tidak menentukan jumlah investasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan berdasarkan pandangan ini, maka kurva investasi berbentuk sejajar dengan sumbu datar, yaitu seperti yang digambarkan kurva I0, I1, I2 dalam gambar dibawah ini


(24)

Gambar 1 : Fungsi Investasi dan perubahannya

Akibat suku bunga turun Investasi

Akibat tingkat suku bunga naik I2 I0 I1

Pendapatan nasional 0

r2

r0

I2

I0

I1 r1

Sumber : Sukirno, 2002, Makro Ekonomi Edisi Kedua, Penerbit PT. Raja Grafisindo Persada, Jakarta,hal.108

Analisis makro ekonomi tidaklah mengabaikan pengaruh tingkat pendapatan nasional kepada investasi. Tetapi para ahli-ahli ekonomi menganggap bahwa faktor itu bukanlah faktor yang paling penting yang dapat menentukan tingkat investasi. (Sukirno,2004 : 127).

Dalam analisis itu bahwa investasi terutama ditentukan olah tingkat suku bunga. Apabila tingkat suku bunga tinggi maka jumlah investasi akan berkurang, sebaliknya jika tingkat suku bunga yang rendah akan mendorong lebih banyak investasi. Akibat dariperubahan tingkat suku bunga kepada investasi digambarkan oleh kurva I1 dan I2. Misalkan apabila tingkat suku bunga adalah r0 jumlah investasi adalah I0. Seterusnya misalkan tingkat suku bunga turun ke r2, ini akan naik menjadi r1 akan tetapi terjadi kemerosotan investasi yaitu mnjadi I1. (Sukirno,2004 : 127).


(25)

2.2.2. Pengertian Penanaman Modal Asing ( PMA )

Penanaman Modal Asing adalah investasi yang dilaksanakan oleh pemilik modal asing di dalam negeri kita untuk mendapatkan keuntungan dari usaha yang dilaksanakan itu. (Suparmoko, 1992 : 294). Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) pada Pasal 1 menyebutkan bahwa pengertian Penanaman Modal Asing di dalam undang-undang ini hanyalah meliputi Penanaman Modal Asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan undang-undang ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung resiko dari penanaman terebut. (Anoraga, 1995 : 48).

Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) pada pasal 2, pengertian Penanaman Modal Asing adalah :

a. Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia.

b. Alat-alat untuk pembayaran, termasuk penemuan-penemuan baru milik orang asing dan bahan-bahan yang dimasukkan dari luar ke dalam wilayah Indonesia, selama alat-alat tersebut tidak dibiayai dari kekayaan devisa Indonesia.


(26)

c. Bagian dari hasil perusahaan yang berdasar Undang-undang ini diperkenankan di transfer tapi dipergunakan untuk membiayai perusahaan di Indonesia.

Jadi dapat disimpulkan bahwa investasi adalah pengeluaran atau perbelanjaan yang dilakukan pemilik modal asing di dalam negeri untuk membeli barang modal dan perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang dan jasa yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan.

Dalam prakteknya, yang digolongkan sebagai investasi (atau pembentukan modal atau penanaman modal) meliputi pengeluaran atau perbelanjaan sebagai berikut :

a. Pembelian berbagai jenis barang modal, yaitu mesin-mesin dan peralatan produksi lainnya.

b. Perbelanjaan untuk membangun rumah tempat tinggal, kantor, pabrik dan lain-lainnya.

c. Pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual, bahan mentah dan barang yang masih dalam proses produksi. (Sukirno, 1995 : 107).

2.2.2.1. Keputusan untuk Menanamkan Modal

Orang akan menanamkan modal dalam modal fisik yang baru seperti mesin-mesin peralatan, toko dan gudang atau tidak tergantung pada soal adalah tingkat keuangan yang diharapkan terhadap investasi baru itu lebih besar ataukah lebih kecil dari suku bunga yang harus


(27)

dibayar terhadap dana-dana yang perlu dipinjam untuk memperoleh aset-aset ini. Sekalipun dana itu siap untuk digunakan harus juga diambil keputusan antara alternatif-alternatif menggunakan dana itu membeli aset fisik yang baru atau meminjamkan dana itu kepada orang lain, barang kali dengan jalan membeli saham.

Dengan investasi baru dalam modal fisik ada dua perbedaan :

1. Hasil pengembalian yang diharapkan dari tahun ke tahun mungkin berbeda-beda sepanjang umur aset itu.

2. Hasil pengembalian itu hanyalah berupa pikiran menurut terkaan terbaik pada saat diambilnya keputusan untuk menanam modal itu. Pada kenyataannya bahwa harus diadakan penyesuaian untuk berbagai hasil pengembalian dan ketidakpastian. (Dougall : 1982 : 132).

2.2.3. Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk domestik bruto atau PDB adalah nilai produksi barang dan jasa yang diproduksikan didalam negara tersebut dalam satu tahun tertentu. (Sukirno,2004 : 34)

Produk domestik bruto merupakan hasil bersih semua kegiatan produksi yang dihasilkan oleh semua produsen dalam suatu negara dari berbagai sektor ekonomi. Agregat ini tidak sama dengan jumlah produksi barang dan jasa secara keseluruhan, sebab dalam jumlah produksi barang dan jasa ini ada kemungkinan terjadi perhitungan dua


(28)

kali atau lebihyaitu untuk bahan bahan yang dipergunakan untuk proses produksi sebagai bahan baku dan penolong untuk memproduksi bahan-bahan dari sektor lain. Oleh karea itu Produk domestik bruto di definisikan sebagai jumlah nilai tambah bruto dari semua sektor dan diperoleh sebagai selisih antara nilai produk domestik bruto yang dinilai atas harga yang diterima oleh produsen dikurangi pemakaian bahan baku dan penolong yang dinilai atas harga pembelian. (Suparmoko,1990 : 11).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa produk domestik bruto adalah nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dari berbagai sektor dan diperoleh dari selisih antara nilai produk bruto dari harga produsen dikurangi pemakaian bahan baku atas harga dasar pembelian.

2.2.3.1. Pendekatan Produk Domestik Bruto

Beberapa Pendekatan Produk Domestik Bruto antara lain a. Menurut pendekatan produksi

Dengan cara pendekatan produksi yang dihitung adalah nilai produksi yang dihasilkan oleh faktor-faktor produksi yang ada di suatu negara tanpa membedakan apakah faktor produksi itu milik orang asing atau warga negara itu sendiri. Menurut cara produksi, pendapatan nasional dihitung dengan menentukan dan menjumlahkan nilai produksi yang dihasilkan oleh setiap sektor produktif yang ada dalam perekonomian. Biasanya sektor-sektor produktif yang digunakan ialah sektor:


(29)

1. Pertanian, kehutanan dan perikanan 2. Pertambangan

3. Industri pengolahan

4. Perusahaan listrik air dan gas 5. Industri bangunan

6. Pengangkutan dan pergudangan 7. Perdagangan

8. Bank, lembaga keuangan dan real estate 9. Pemilik rumah

b. Menurut pendekatan pendapatan

Menghitung pendapatan nasional dengan cara pendapatan ialah menjumlahkan pendapatan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam memproduksi barang dan jasa. Barang dan jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan, sewa sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Nilai yang diperoleh dinamakan pendapatan nasional atau National Income.

c. Menurut Pendekatan Pengeluaran

Dengan cara penghitungan pengeluaran yang dihitung adalah seluruh pengeluaran berbagai golongan pembelian dalam masyarakat atau warga negara yang bersangkutan. Menurut cara ini pendapatan nasional didapat dengan menjumlahkan nilai pengeluaran sektor rumah tangga, pengeluaran pemerintah dan pendapatan


(30)

ekspordikurangi impor. Nilai pendapatan nasional yang diperoleh dengan cara ini disebut produk nasional bruto (PNB) atau Gross

National Product (GNP).(Usman,1998 : 32).

Dengan metode ini pengeluaran dibagi-bagi ke dalam:

1. Pengeluaran konsumsi perorangan dan rumah tangga yang terdiri dari pengeluaran untuk barang-barang yang tahan lama dan yang tidak tahan lama. (C)

2. Pengeluaran konsumsi pemerintah (G)

3. Investasi domestik bruto yang terdiri dari bangun-bangunan baru, alat-alat produksi yang tahan lama dan persediaan barang-barang oleh perusahaan (I)

4. Ekspor X dikurangi Impor (M)

Jadi PDB = C + I + G +(X-M) …………. (Arsyad, 1998 : 18)

Perubahan Produk domestik bruto dari waktu ke waktu terutama disebabkan oleh adanya peningkatan sumber daya yang dapat digunakan, pertambahan jumlah penduduk dan pembelian mesin atau pabrik oleh perusahaan. Peningkatan jumlah sumber daya yang tersedia ini memungkinkan perekonomian untuk memproduksi lebih banyak barang dan jasa, sehingga tingkat out put mempunyai kecenderunag untuk naik. (Dornbush and Fischer 1999 : 8).

Pertumbuhan ekonomi dapat bersumber dari pertumbuhan pada sisi AD dan AS. Titik perpotongan antara kurva AD dan Kurva AS adalah titik keseimbangan ekonomi (equilibrium) yang menghasilkan suatu


(31)

jumlah output agregat ( PDB) tertentu dengan tingkat harga umum tertentu.

Gambar 2 : Permintaan & Penawaran Agregat didalam Posisi Ekonomi Waktu yang Seimbang y2 y1 0 AS0 AD1 y2 y1 0 p p AS1 AS0 AD0 AD0 p p

y y

Sumber : Tambunan, 2001, Tranformasi Ekonomi di Indonesia, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, hal : 4

Melalaui hasil gambar bisa dilihat bahwa pertumbuhan tersebut bisa disebabkan pergeseran kurva penawaran (AS) (bagian A) atau pergeseran kurva permintaan (bagian B)

Dari sisi AD, Pergeseran kurvanya kekanan mencerminkan permintaan didalam ekonomi meningkat bias terjadi karena pendapatan agregat (PN), yang terdiri dari permintaan masyarakat (consumer), perusahaan dan pemerintah, meningkat, sisi AD (Penggunaan PDB) terdiri dari empat komponen yakni konsumsi rumah tangga (C), Investasi domestic bruto (pembentukan modal tetap dan perubahan


(32)

stock) dari sector swasta dan pemerintah (I) konsumsi atau pengeluaran (G) ekspor netto (X) minus Impor barang dan jasa. (Tambunan, 2001 : 4) Hubungan antara pendapatan nasional dengan tingkat investasi dapat dijelaskan dalam kurva berikut

Gambar 3 : Kurva Hubungan Pendapatan Nasional dengan Investasi

Investasi

I0 I1

I1

Pendapatan nasional

0 Y0 Y1

Sumber : Sukirno, 1994, Pengantar Teori Makro Ekonomi, Edisi kedua, Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal : 116

Dalam kebanyakan analisis mengenai penentuan pendapatan nasional pada umumnya dianggap investasi yang dilakukan para pengusaha adalah berbentuk investasi otonom. Walau bagaimanapun, pengaruh pendapatan nasional kepada investasi tidak boleh diabaikan. Perlu disadari bahwa pendapatan nasional yang tinggi akan memperbesar pendapatan masyarakat, dan selanjutnya pendapatan


(33)

masyarakat yang tinggi akan meningkatkan permintaan akan barang-barang dan jasa-jasa maka keuntungan perusahaan akan tinggi ini akan mendorong lebih banyak dilakukannya Investasi. Dengan kata lain, apabila dimisalkan ciri-ciri perkaitan diantara investasi dan pendapatan nasional adalah seperti yang dinyatakan ini fungsi investasinya seperti yang ditunjukan oleh fungsi I1 gambar di atas. Gambar diatas menunjukan makin tinggi pendapatan nasional, makin tinggi pula tingkat investasi. Sebagai contoh, kenaikan pendapatan nasional dari Y0 menjadi Y1 menyebabkan investasi naik dari I0 Menjadi I1. Investasi yang bercorak demikian dinamakan investasi terpengaruh atau induced

investment. (Sukirno, 2004:116)

2.2.4. Tingkat Suku Bunga Internasional

2.2.4.1. Pengertian Tingkat Suku Bunga Internasional

Suku Bunga adalah pembayaran yang dilakukan untuk penggunaan uang merupakan jumlah bunga yang dibayarkan per unit waktu yang didasarkan perubahan nilai uang dan kemungkinan perubahan kurs. Suku bunga memainkan peranan penting dalam pasar valuta asing, mengingat simpanan – simpanan berjumlah yang diperdagangakandi pasar tersebut menghasilkan bunga. Dalam hal ini tingkat bunganya masing – masing berlainan sesuai dengan mata uang yang menjadi satuannya. (Krugman, 1995:59)


(34)

Suku bunga umumnya ditetapkan per tahun yaitu jumlah bunga yang harus dibayarkan bila suatu jumlah uang dipinjam untuk satu tahun. Untuk jangka pendek, tergantung pada jangka waktu pinjaman.

2.2.4.2. Suku Bunga Menurut Definisi LIBOR dan SIBOR

London Interbank Offer Rate (LIBOR) yaitu rate atau tingkat

bunga pinjaman yang berlaku antar bank di London yang dijadikan patokan atau dasar untuk menentukan tingkat bunga pinjaman pada pasar uang internasional. Biasanya, jika pinjaman untuk perusahaan atau bank yang lebih tinggi, misalnya LIBOR +1% atau +1,5% tergantung dari tingkat resiko dan jangka waktu pinjamannya.

Disamping LIBOR, untuk wilayah Asia dikenal juga SIBOR atau Singapore Interbank Offer Rate, yaitu tingkat bunga pinjaman yang berlaku antar bank di Singapura, Sedangkan di Jakarta saat ini mulai dikenal juga JIBOR atau Jakarta Interbank Offer Rate, Yaitu tingkat bunga pinjaman antar bank di Jakarta. Jadi dapat di simpulkan bahwa LIBOR adalah tingkat bunga pinjaman yang berlaku antar bank di London yang di jadikan patokan atau dasar untuk menentukan tingkat bunga pinjaman pada pasar uang internasional, sedangkan untuk wilayah Asia di kenal dengan SIBOR (Hady, 2001:39)

SIBOR (Singapore Inter Bank Offer Rate) umumnya dipakai untuk transaksi keuangan internasional dalam mata uang US Dollar di kawasan Asia Tenggara. Mengapa dipakai SIBOR dipakai? Ada kaitannya dengan status Singapura yang memiliki ekonomi terbuka serta memiliki sistem


(35)

hukum / legal yang lebih maju ketimbang negara lain di kawasan Asia Tenggara. Dan seperti kita lihat sistem hukum warisan Inggris ini juga menjadi dominan di pusat keuangan lainnya (alternatif SIBOR adalah HIBOR (Hong Kong) dan LIBOR (London). Ini aspek yang penting - karena kepastian hukum dan ekonomi terbuka selalu berdampingan. Atas hal tersebut pula maka sistem perbankan di Singapura, Hong Kong, dan London menjadi sangat terkenal dan akhirnya perbankannya pun memiliki modal / kapital yang kuat. Kapital yang kuat menjadi penting selain karena alasan scale of economies juga karena akan lebih kuat menahan guncangan finansial. Alternatif lain tentu bisa saja pakai LIBOR tetapi kalau memang urusannya semata – mata di kawasan Asia Tenggara maka menggunakan SIBOR lebih praktis dalam soal kliring. Untuk JIBOR ya tentunya cuma akan terkait dengan transaksi dalam mata uang rupiah dan terkait dengan perbankan Indonesia. (ahliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com)

2.2.4.3. Unsur-unsur Tingkat Suku Bunga

Suku bunga sangatlah tergantung pada jenis pinjaman atau pemberi pinjaman yang didasarkan pada:

a. Syarat atau jatuh tempo

Surat-surat berharga jangka pendek biasanya mempunyai periode sampai dengan satu tahun. Sedangkan surat-surat berharga berjangka panjang umumnya memberikan suku bunga yang lebih tinggi dibandingkan dengan jangka pendek, karena masyarakat ingin


(36)

mengorbankan lebih cepat dana-dana mereka hanya jika mereka dapat meningkatkan hasilnya.

b. Resiko

Adalah pinjaman yang pada hakikatnya tidak memiliki resiko, sementara lainnya sangat bersifat spekulatif.

c. Likuiditas

Aset juga dapat dibeda-bedakan atas dasar besar kecilnya biaya dan kecepatan pemanfaatan oleh pemiliknya.

d. Biaya-biaya administrasi

Waktu serta ketelitian yang diperlukan untuk administrasi berbagai pinjaman sangatlah berbeda. Beberapa pinjaman ada yang memerlukan pemeriksaan secara periodik, bahkan ada yang mengharuskan jaminan atas dibayar secara tepat waktu (Krugman, 1995: 198-199).

2.2.4.4. Keseimbangan Tingkat Suku Bunga

Pada dasarnya suku bunga terbentuk oleh keseimbangan pasar uang, Yakni: Ms=Md

Keterangan :

Ms=Money Supply (Penawaran Uang) Md=money Demand (Permintaan Uang)

Penurunan penawaran uang (Ms) mengakibatkan kelebihan permintaan uang (Md) pada tingkat bunga. Selain itu, kenaikan penawaran uang pada suatu negara mengakibatkan mata uangnya


(37)

mengalami depresiasi dalam pasar valuta asing, sedangkan penurunan penawaran uang akan mendorong mata uang akan mengalami apresiasi. (Krugman,1995:103)

Dalam analisis jangka panjang mengenai pegaruh factor – factor moneter baik terhadap penawaran dan permintaan uang maupun terhadap kurs dan tingkat harga suatu negara. Maka suatu kenaikan penawaran dalam penawaran uang dapat menimbulkan kenaikan proporsial atas jangka panjang semua tingkat harga. Apabila perekonomian yang sejak semula sudah mencapai full employment.

Salah satu sifat tingkat bunga sangat mudah berubah – ubah, turun naik. Fluktuasi ini sering terjadi dalam kurva waktu singkat terutama tingkat bunga jangka pendek. Meskipun tingkat bunga jangka panjang relative kurang berfluktuasi dibandingkan dengan tingkat bunga jangka pendek, kedua – duanya cenderung bergerak naik turun dalam waktu yang sama.

2.2.4.5. Hubungan Tingkat Bunga dan Investasi.

Dalam hal memperbincangkan komponen investasi dari permintaan agregat, suku bunga dianggap sebagai sebuah factor penting yang mendeterminasi tingkat investasi sewaktu suku bunga meningkat, maka tingkat investasi dapat diekspektasi akan menurun, karena kurang begitu menguntungkan lagi untuk melakukan investasi.


(38)

Begitu pula halnya, apabila kredit makin sulit dicapai, situasi mana biasanya menyertai suku bunga yang lebih tinggi, maka investasi cenderung menyurut dan sebaliknya.

Hubungan tingkat bunga dan investasi

Gambar 4 : Hubungan Tingkat Bunga dan Investasi

Investasi (yang dilakukan) Tingkat bunga

r0

r1

r2

0 I0 I1 I2

I

Sumber : Sukirno, 1995, Pengantar Teori Makro Ekonomi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta hal : 113.

Dari gambar diatas menunjukkan bahwa pada tingkat bunga sebesar r0. terdapat investasi bernilai I0 yang mempunyai tingkat pengembalian modal sebanyak r0 atau lebih. Maka pada tingkat bunga sebanyak r0 investasi yang akan dilakukan perusahaan adalah I0. Apabila tingkat bunga adalah r1 diperlukan modal sebanyak I1 untuk mewujudkan investasi yang mempunyai tingkat pengembalian modal r1 atau lebih. Dengan demikian pada tibngkat bunga sebanyak r1 investasi yang akan dilakukan adalah sebanyak I1 (Sukirno, 1995:113).


(39)

Investasi merupakan pengeluaran atas tambahan terhadap persediaan modal (mesin, bangunan, persediaan). Investasi dilakukan dengan tujuan mencari keuntungan dikemudian hari melalui pengoprasian mesin dan pabrik. Jika suatu perusahaan meminjam modal (mesin dan pabrik) yang dipergunakan, maka semakin tinggi suku bunga, semakin kecil keuntungan perusahaan itu setelah membayar bunga, dan semakin kecil pula keinginannya untuk menginvestasi. Sebaliknya, suku bunga yang rendah membuat pengeluaran investasi menguntungkan dan karena itu tercermin pada tingkat yang tinggi dari investasi yang direncanakan. (Dornbusch dan Fischer, 1991 : 108).

2.2.5. Kurs Valuta Asing

Definisi dari kurs valuta asing adalah harga atau nilai mata uang suatu Negara yang dinyatakan dalam nilai mata uang Negara lain. Atau dapat diartikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan, yaitu banyaknya rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing. (Sukirno, 2004 : 397)

Kurs valuta asing adalah harga satu satuan mata uang dalam satuan mata uang lain. Nilai tukar valuta asing ditentukan dalam pasar valuta asing, yaitu pasar tempat berbagai mata uang yang berbeda diperdagangkan. (Samuelson dan Nordhaus, 2004 : 305)


(40)

a. Sistem kurs yang berubah-ubah.

Berarti kurs valuta asing ditentukan oleh adanya penawaran dan permintaan valuta asing. Kebijakan pemerintah akan menaikkan pendapatan dan harga. Kenaikkan pendapatan dan harga ini menyebabkan impor naik yang berarti akan menaikkan permintaan valuta asing. Akibat selanjutnya, kurs valuta asing akan naik. Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi pergeseran kurva permintaan dan penawaran.

Pergerakan di dalam satu kurve berarti bahwa kenaikan atau penurunan kurs akan mengakibatkan penurunan atau kenaikan jumlah valuta asing yang diminta. Sedang pergeseran kurve permintaan (dari D0 D0 ke D1 D1). (Nopirin, 2000 : 174-175)

Gambar 5 : Pergeseran Kurva Permintaan Kurs

Sumber : Nopirin. 2000, Ekonomi Moneter, Edisi Pertama Cetakan Kesepuluh, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta, hal. : 175

b. Sistem kurs yang stabil atau tetap.

Berarti pemerintah atau Negara yang menjalankan suatu kebijakan dengan menstabilkan kurs. Kurs stabil dapat timbul secara aktif yaitu


(41)

pemerintah menyediakan dana untuk stabilisasi kurs, dan pasif yaitu di dalam Negara yang menggunakan sistem standar emas. (Nopirin, 2000 : 175)

Kegiatan stabilisasi kurs dapat dijalankan dengan cara sebagai berikut : apabila terjadi tendensi kurs valuta asing akan turun maka pemerintah membeli valuta asing di pasar. Dengan tambahnya permintaan dari pemerintah maka tendensi kurs akan turun dapat dicegah. Sebaliknya apabila tendensi kurs naik, maka pemerintah menjuak valuta asing di pasar sehingga penawaran valuta asing bertambah dan kenaikkan kurs dapat dicegah. Gambar berikut menjelaskan operasi stabilisasi kurs tersebut :

Gambar 6 : Kebijaksanaan Stabilisasi Kurs

Sumber : Nopirin. 2000, Ekonomi Moneter, Edisi Pertama Cetakan Kesepuluh, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta, hal. : 177

Pemerintah Indonesia menghendaki supaya kurs stabil pada tingkat US $ 1 = Rp. 670, karena suatu sebab ekspor naik sehingga penawaran valuta asing bergeser ke kanan (dari S1 ke S1). Kalau permintaan tetap


(42)

pada D1, kurs US $ cenderung turun menjadi US $ 1 = Rp. 600. Untuk mencegah penurunan ii pemerintah membeli Dollar di pasar bebas, pembelian ini akan mengakibatkan permintaan naik, yang ditunjukkan dengan pergeseran kurve permintaan ke atas (dari D1 ke D2). Tindakan ini akan terus dilakukan sampai kurs pada tingkat US $ = Rp. 670. (Nopirin, 2000 : 176-177)

c. Sistem pengawasan devisa (exchange control).

Dalam sistem ini pemerintah memonopoli seluruh transaksi valuta asing. Tujuannya adalah untuk mencegah adanya aliran modal keluar dan melindungi pengaruh depresisi dari Negara lain, terutama dalam hal Negara tersebut menghadapi keterbatasan cadangan valuta asing dibanding dengan permintaannya. Menghadapi jumlah valuta asing yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan permintaanya. Pemerintah perlu mengadakan alokasi di dalam penggunaanya, yakni untuk tujuan yang sesuai dengan program pemerintah. Alokasi biasanya dilakukan dengan menggunakan lisensi impor. Sistem kurs dalam pengawasan devisa ini secara sederhana dapat dijelaskan dengan gambar berikut : (Nopirin, 2000 : 179-180)


(43)

Gambar 7 : Sistem Kurs dalam Pengawasan Devisa

Sumber : Nopirin. 2000, Ekonomi Moneter, Edisi Pertama Cetakan Kesepuluh, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta, hal. : 179

Apabila pasar valuta asing adalah bebas, maka kurs yang akan terjadi adalah US $ 1 = Rp. 678. Jumlah yang ditawarkan sama dengan jumlah yang diminta (OE). Biasanya di dalam sistem pengawasan devisa mata uang Negara tersebut terlalu tinggi nilainya terhadap harga pasar bebas. Pada kurs US $ 1 = Rp. 600 jumlah yang diminta OF dan jumlah yang tersedia OG. Pemerintah perlu mengalokasikan jumlah yang tersedia ini dengan menggunakan kurs yang ditetapkan. (Nopirin, 2000 : 181)

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kurs, diantaranya : 1. Perubahan harga barang ekspor dan impor.

Barang-barang luar negeri yang dapat dijual dengan harga yang relatif murah akan menaikkan ekspor dan apabila harganya naik maka ekspornya akan berkurang. Dengan demikian perubahan


(44)

harga-harga barang ekspor dan impor akan menyebabkan perubahan dalam penawaran dan permintaan ke atas mata uang Negara tersebut.

2. Kenaikan harga umum (inflasi).

Inflasi yang berlaku pada umumnya cenderung untuk menurunkan nilai sesuatu valuta asing. Kecenderungan seperti ini disebabkan oleh efek inflasi sebagai berikut :

a. Inflasi menyebabkan harga-harga di dalam negeri lebih mahal dari harga di luar negeri. Hal ini menyebabkan bertambahnya impor. Keadaan ini juga menyebabkan permintaan atas valuta asing bertambah.

b. Inflasi menyebabkan barang-barang ekspor menjadi mahal, oleh karena itu inflasi cenderung mengurangi ekspor. Menyebabkan penawaran atas valuta asing berkurang, maka harga valuta asing akan bertambah dan berarti harga mata uang yang mengalami inflasi merosot.

3. Perubahan tingkat suku bunga dan tingkat pengembalian investasi. Apabila lebih banyak modal mengalir ke suatu Negara, permintaan atas mata uangnya bertambah dan nilai mata uang tersebut juga bertambah.


(45)

4. Pertumbuhan ekonomi.

Apabila perumbuhan itu disebabkan oleh ekspor maka permintaan atas mata uang itu bertambah lebih cepat dari penawarannya oleh karenanya nilai mata uang negara itu naik.

(Sukirno, 2004 : 402) 2.2.6 Pengertian Penduduk Usia Produktif

Untuk keperluan analisis ketenaga kerjaan, secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua golongan yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Yang yang tergolong sebagai tenaga kerja ialah penduduk yang berumur di dalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda antara negara yang satu dengan negara lain. Batas usia kerja yang dianut oleh indonesia ialah minimum 10 tahun, tanpa batas umur maksimum. Jadi, setiap orang atau semua penduduk yang sudah berusia 10 tahun tergolong sebagai tenaga kerja. India menggunakan rentang usia 14 sampai 60 tahun sebagai batas usia kerja. Di Amerika Serikat batas minimum usia kerja adalah 16 tahun, juga tanpa batas maksimum. Batas usia kerja versi Bank Dunia adalah antara 15 hingga 64 tahun. (Dumairy, 1997 : 74).

Definisi dari tenaga kerja adalah kemampuan atau daya manusia untuk mengeluarkan usaha tiap satuan waktu guna menghasilkan barang dan jasa, baik untuk dirinya sendirinya sendiri ataupun untuk orang lain guna memperoleh pendapatan dan keuntungan. (Suroto, 1992 : 17)


(46)

Tenaga kerja menurut Suparmoko (1992 : 67), adalah penduduk pada usia kerja yaitu antara 15 sampai 64 tahun, penduduk dalam usia ini dapat digolongkan menjadi dua yaitu angkatan kerja (labour force) dan bukan angkatan kerja.

Secara definisi kerja, produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai (keluaran) dengan keseluruhan sumber daya (masukan) yang digunakan per satuan waktu. Sumber daya masukan dapat terdiri atas beberapa faktor produksi, seperti tanah, gedung, mesin, peralatan, bahan mentah, dan sumber daya manusia sendiri. Produktivitas masing-masing faktor produksi tersebut dapat dilakukan baik secara bersama-sama maupun secara berdiri sendiri. Dalam hal ini, peningkatan produktivitas faktor manusia merupakan sasaran strategis karena peningkatan produktivitas faktor lain sangat tergantung pada kemampuan tenaga manusia yang memanfaatkannya. (Arfida, 2003 : 36)

Angkatan kerja adalah sebagian dari jumlah penduduk dalam usia kerja yang mempunyai pekerjaan dan yang tidak mempunyai pekerjaan, tetapi secara aktif atau pasif mencari pekerjaan. (Suroto, 1992 : 28)

Pengertian kesempatan kerja adalah adanya waktu yang tersedia atau kemungkinan dilaksanakannya aktifitas yang dinamakan bekerja. Kesempatan bekerja ini dapat diwujudkan apabila lapangan kerja memungkinkan dilaksanakan bentuk aktifitas yang dinamakan bekerja tersebut. (Suroto, 1992 : 24)


(47)

Dalam kesempatan kerja ada berbagai kebijaksanaan yang timbul. Kebijaksanaan kesempatan kerja bertujuan untuk penciptaan dan perluasan kesempatan kerja. Perangkat ini mencakup kebijaksanaan kesempatan kerja umum, sektoral, dan khusus. Kebijaksanaan kesempatan kerja umum meliputi perpajakan, moneter, harga dan upah, permodalan, investasi, teknologi, pasar barang, dan pasar kerja. Kebijaksanaan kesempatan kerja sektoral dimaksudkan untuk mengatur fungsi dan sumbangan tiap-tiap pembangunan sektor ke dalam penciptaan dan perluasan kesempatan kerja. Kebijaksanaan kesempatan kerja khusus dimaksudkan untuk melayani kelompok tenaga kerja yang memerlukan penanganan secara khusus, serta menangani pengangguran yang disebabkan oleh keadaan darurat. (Suroto, 1992 : 149)

Pasar kerja adalah seluruh kebutuhan dan persediaan tenaga kerja, atau seluruh permintaan dan penawarannya dalam masyarakat dengan seluruh mekanisme yang memungkinkan adanya transaksi produktif diantara orang yang menjual tenaganya dengan pihak pengusaha yang membutuhkan tenaga tersebut. (Suroto, 1992 : 19)

Fungsi pasar kerja adalah mengalokasikan secara optimal tenaga kerja diantara berbagai alternatif penggunaan dalam pekerjaan produktif, yang memberikan pendapatan layak, tidak khawatir akan kehilangan sumber penghidupan, serta memberikan rasa harga diri dan kepastian hidup. Pasar kerja sendiri menimbulkan gejala permasalahan salah satunya adalah penganggur atau pengangguran. (Suroto, 1992 : 193)


(48)

Pengertian penganggur adalah orang yang mampu bekerja, tidak mempunyai pekerjaan, dan ingin bekerja baik secara aktif maupun pasif dalm mencari pekerjaan. Penganggur ini adalah anggota angkatan kerja yang tidak mempunyai pekerjaan. Definisi pengangguran adalah seseorang yang mampu dan mau melakukan pekerjaan akan tetapi sedang tidak mempunyai pekerjaan. (Suroto, 1992 : 29)

Menurut Dornbusch dan Fischer (1992 : 428), dalam tenaga kerja terdapat suatu teori yang menurut pakar ekonomi neoklasik diasumsikan bahwa penawaran tenaga kerja akan bertambah bila tingkat upah dinaikkan. Sebaliknya permintaan terhadap tenaga kerja akan berkurang jika tingkat upah menurun. Hal ini dijelaskan pada gambar dibawah ini :

Gambar 8 : Teori Analisa tentang Tenaga Kerja

Sumber : Dornbusch dan Fischer. 1992, Makro Ekonomi, Edisi Keempat, Penerbit Erlangga, Jakarta, hal : 428

Keterangan : W/P = Upah atau gaji

NS = Kurva penawaran tenaga kerja ND = Kurva permintaan tenaga kerja E = Titik keseimbangan


(49)

Kurva permintaan tenaga kerja (ND) mengalami penurunan. Artinya, makin rendah tarif upah atau gaji maka makin besar jumlah tenaga kerja yang diminta. Sedangkan dalam kurva penawaran tenaga kerja mengalami kenaikan (NS). Artinya, makin besar upah tenaga kerja, maka makin mau mereka menambah efisiensi jam kerja. Kurva penawaran dan permintaan tenaga kerja berpotongan di titk E, yaitu pada tingkat input tenaga kerja atau kesempatan kerja N1, dan tingkat upah riil ekuilibrium W/P1, N1 merupakan jumlah kesempatan tenaga kerja pada level of full

employment. Setiap orang diasumsikan akan bekerja dengan jumlah jam

kerja yang benar-benar diinginkannya pada tingkat upah yang berlaku, yaitu W/P1 dititik E. Sedangkan perusahaan akan memperkerjakan tenaga kerja dalam jumlah yang tepat sama dengan yang diinginkan pada tingkat upah W/P1 dititik E.

Dalam menentukan tingkat upah, perusahaan dan pekerja bereaksi terhadap kondisi di pasar tenaga kerja. Jadi, apabila output dan kesempatan kerja tinggi maka upah cenderung naik dengan cepat. Jika output dan kesempatan kerja rendah maka upah tidak naik dengan cepat atau cenderung menurun. Terlepas dari efek tingkat kesempatan kerja terhadap kemampuan tawar-menawar upah, para pekerja akan meningkatkan kompensasi atas laju inflasi yang mereka perkirakan selama jangka waktu upah tersebut ditetapkan dan saat upah tersebut dibayarkan. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa laju inflasi berkaitan dengan setiap tingkat output tertentu, sehingga tingkat output berubah mengikuti perubahan laju


(50)

inflasi yang diperkirakan. Semakin tinggi laju inflasi yang diharapkan, akan semakin tinggi pula laju inflasi yang berkaitan dengan setiap tingkat output tertentu. (Dornsbusch dan Fischer, 1992 : 464)

Menurut Arfida (2003 : 21), terdapat penjelasan bagan atau skema tentang komposisi penduduk dan tenaga kerja sebagai berikut :

Gambar 9. Komposisi Penduduk dan Tenaga Kerja

Tenaga Kerja Bukan Tenaga Kerja

Angkatan Kerja Bukan Angkatan Kerja

Menganggur Bekerja Penerima Pendapatan Sekolah Mengurus

Rumah Tangga Setengah

Pengangguran

Kentara (jam kerja sedikit)

Penghasilan Rendah Produktivitas

Rendah Tidak kentara

Bekerja Penuh

Penduduk

Sumber : Arfida. 2003, Ekonomi Sumber Daya Manusia, Penerbit Ghalia, Jakarta, hal : 21


(51)

2.2.7 Kerangka Pikir

Penanaman Modal Asing merupakan salah satu unsur penting di dalam meningkatkan kinerja ekonomi suatu Negara. Dengan Penanaman Modal Asing yang akan di alokasikan secara optimal akan dapat meningkatkan nilai tambah yakni berupa peningkatan pertumbuhan ekonomi. Selain ketepatan dan alokasi yang optimal tersebut maka mekanisme investasi akan mewujudkan nilai tambah yang mana tergantung pada beberapa kondisi yang ada di suatu negara. Untuk menciptakan perekonomian yang seimbang di butuhkan peningkatan Penanaman Modal Asing di pengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : Produk Domestik Regional Bruto, Tingkat Suku Bunga Internasional, Kurs Valuta Asing, dan Penduduk Usia Produktif yang terserap di sektor industri. Berdasarkan pemikiran di atas maka dapat di jelaskan mengenai hubungan antara variabel terikat sebagai berikut :

 Jika Produk Domestik Bruto meningkat maka akan mempengaruhi kenaikan permintaan barang dan jasa, dengan naiknya produk barang dan jasa tersebut akan mendorong investor asing untuk menanamkan atau menambah investasinya sehingga mendorong meningkatnya Penanaman Modal Asing di Indonesia. (Dumairy, 1997 : 136).

 Bila Suku Bunga Internasional mengalami penurunan maka minat masyarakat untuk menanamkan modalnya atau berinvestasi akan mengalami kenaikan karena investasi yang di rencanakan akan di laksanakan bila tingkat keuntungan lebih besar dari tingkat bunga yang harus di bayar. (Sukirno, 1995 : 110).


(52)

 Kurs Valas di butuhkan untuk membayar barang dan jasa yang di beli dari dalam negeri serta aset di luar negeri yang mungkin berbentuk investasi langsung. Naik turunnya kurs dalam jangka pendek mempunyai pengaruh langsung berupa fluktuasi harga barang eksport, barang-barang import di dalam negeri, yaitu bila harga tersebut di nyatakan dalam mata uang dalam negeri misalnya rupiah. Kurs Valas berfungsi untuk mempermudah perdagangan dalam investasi Internasional. (Nopirin, 1990 : 101).

 Tenaga kerja usia Produktif memberikan peranan atau konstruksi yang penting dalam mendorong kemajuan investasi, di antaranya penduduk usia produktif yang melimpah dengan upah yang murah atau rendah, maka akan dapat menekan biaya produksi, dengan asumsi bahwa stabilitas politik, ekonomi yang stabil, maka akan sejalan dengan hal itu akan berpengaruh pada meningkatnya investasi. (Irwan dan Suparmoko, 1992 : 87).


(53)

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat di buat skema paradigma sebagai berikut :

Gambar 10 : Kerangka Pikir

Sumber : Peneliti

Keterangan di atas adalah sebagai berikut :

 Produk Domestik Bruto (PDB) naik akan mempengaruhi naiknya permintaan barang dan jasa. Dengan naiknya pendapatan tersebut mendorong pengusaha untuk menanamkan modalnya (investasi), sehingga mendorong daya beli untuk meningkatkan konsumsinya hal ini menjadi peluang pengusaha untuk berproduksi dengan menanamkan modalnya sehingga mendorong meningkatnya PMA.

PMA (Y) PDB (X1)

Keputusan Berinvestasi Permintaan Barang

dan Jasa

Suku Bunga Internasional (X2)

Kurs Valuta Asing (X3)

Penduduk Usia Produktif (X4)

Produksi Barang dan Jasa

Harga Input Produksi


(54)

 Jika tingkat suku bunga mengalami penurunan maka akan mengakibatkan minat masyarakat atau investor untuk berinvestasi mengalami kenaikan, sehingga berdampak pada kenaikan Penanam Modal Asing (PMA).

 Apabila Kurs Valuta Asing mengalami peningkatan maka akibatnya nilai mata uang rupiah (mata uang dalam Negeri) mengalami penurunan hal ini mempengaruhi input produksisehingga berdampak pada kenaikan PMA.

 Penduduk Usia Produktif akan mempengaruhi jumlah produksi barang dan jasa. Dengan adanya produksi tinggi maka jumlah barang dan jasa menjadi besar yang mengakibatkan laba yang di dapat lebih besar, sehingga membuat investor tertarik dan menanamkan modalnya yang dapat meningkatkan Penanam Modal Asing.

2.2.8 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian yang telah di sesuaikan sebulumnya, dan berdasarkan landasan teori tersebut, maka dapat di rumuskan hipotesis yang merupakan kesimpulan sementara terhadap permasalahan penelitian yang masi harus di buktikan secara empiris, sebagai berikut :

1. Diduga pada Produk Domestik Bruto (PDB), Tingkat Suku Bunga Internasional, Kurs Valuta Asing dan Penduduk Usia Produktif berpengaruh secara simultan terhadap Penanam Modal Asing (PMA) di Indonesia

2. Diduga faktor Kurs Valuta Asing yang berpengaruh paling dominan terhadap Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia


(55)

3.1. Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional adalah suatu definisi yang di berikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasikan kegiatan, ataupun memberikan suatu operasional yang di perlukan untuk mengukur variabel tersebut.

Variabel yang di amati dalam pelaksanaan penelitian sehubungan dengan pengukuran ini adalah sebagai berikut :

1. Variabel Terikat (Y)

Sebagai variabel terikat Penanam Modal Asing (PMA) yaitu investasi berasal dari swasta yang berada di Luar Negeri tujuannya untuk memperluas usaha dan mengembangkan perekonomian di Indonesia, dinyatakan dengan (Dollar US$).

2. Variabel Bebas (X)

Sebagai variabel bebas yang mempengaruhi Penanaman Modal Asing (PMA) yang di tetapkan peneliti adalah :

a) Produk Domestik Bruto (X1)

Produk Domestik Bruto adalah nilai produksi barng dan jasa yang diproduksikan didalam negara dalam satu tahun tertentu. Satuan Milyar Rupiah (Rp.)


(56)

b) Tingkat Suku Bunga Internasional (X2)

Tingkat Suku Bung Internasional adalah Tingkat Bunga transaksi yang menjadi patokan dalam menentukan tingkat bunga pinjaman dengan tujuan untuk memudahkan para pelaku bisnis perkembangan dana dalam investasi, yang pengukurannya dinyatakan dalam persen (%), London Interbank Offer Rate (LIBOR), yaitu rate atau tingkat bunga pinjaman yang berlaku antar bank di London yang digunakan patokan tingkat bunga pinjaman pada pasar uang internasional. JIBOR atau Jakarta Interbank Offer Rate yaitu tingkat bunga pinjaman antar bank di Jakarta. dan Singapore Interbank Offer Rate (SIBOR) Adalah tingkat suku bunga internasional yang dinyatakan dalam persen (%).

c) Kurs Valuta Asing (X3)

Adalah nilai tukar mata uang negara Indonesia terhadap mata uang Negara Amerika Serikat, dengan membandingkan nilai (harga) antara mata uang Rupiah (Rp) terhadap mata uang US $. Penulisan sistemnya menggunakan bentuk direct quotation dan dinyatakan dalam bentuk Rupiah (Rp / US $).

d) Penduduk Usia Produktif (X4)

Adalah penduduk yang berumur di dalam batas usia kerja minimum 15 – 64 tahun, tanpa batas umur maksimum yang dinyatakan dalam satuan persen (%).


(57)

3.2. Teknik Penentuan Data

Data yang dikumpulkan diperoleh dari BI (Bank Indonesia) cabang Surabaya, kantor Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Penanam Modal Jawa timur. Data yang dipergunakan adalah time series (Data Berkala), periode tahunan selama 15 tahun dari 1994 sampai tahun 2008.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

data yang digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari instansi-instansi terkait dalam penyusunan penelitian ini, yaitu Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia (BI) Propinsi Jawa Timur untuk pengambilan data.

Sedangkan metode pengumpulan data adalah sebagai berikut : 1. Studi Kepustakaan

Adalah mengadakan penelitian secara teoritis ke perpustakaan untuk mendapatkan teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan-permasalahan yang ada.

2. Dokumentasi

Studi ini dikaitkan dengan cara pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan mencatat atau mengutip data-data yang ada pada dokumen instansi-instansi yang terkait dengan masalah yang dibahas.


(58)

3. Sumber Data

Adapun data tesebut diperoleh dari kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur, Bank Indonesia (BI) Surabaya, serta perpustakaan UPN “Veteran” Jawa Timur.

3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis 3.4.1. Teknik Analisis

Teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah Regresi Linier Berganda, yang persamaannya sebagai berikut :

Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + e

(Sudjana, 1999 : 380) Dimana :

Y = Penanaman Modal Asing (PMA) X1 = Produk Domestik Bruto

X2 = Tingkat Suku Bunga Internasional

X3 = Kurs Valuta Asing

X4 = Penduduk Usia Produktif

β0 = Konstanta

β1, β2, β3 = Koefisien Regresi X1, X2, X3, dan X4

e = Variabel Pengganggu

Dengan cara ekonometris seperti diatas diharapkan hasil pendugaan regresi linier berganda benar-benar tidak bias. Adapun untuk


(59)

mengetahui apakah model analisa tersebut cukup layak digunakan dalam pembuktian selanjutnya dan untuk mengetahui sampai sejauh mana variabel-variabel bebas mampu menjelaskan variabel terikat, maka perlu diketahui nilai R2 (koefisien determinasi) dengan menggunakan formula

sebagai berikut :

Jumlah Kuadrat Regresi R 2 =

Jumlah Kuadrat Total

(Sudrajat, 1998 : 120)

Dimana :

R2 = Koefisien Determinasi

Karakteristik dari R2 adalah :

a. Tidak mempunyai nilai negatif

b. Nilai berkisar antara 0 dan 1 atau 0 < R2 > 1

3.4.2. Uji Hipotesis

Selanjutnya untuk menguji pengaruh secara simultan antara variabel bebas dan variabel terikat maka digunakan hipotesis sebagai berikut :

a. Uji F

Disebut uji beda varians yaitu pengujian yang dilakukan untuk menguji pengaruh dari variabel bebas secara simultan terhadap variabel terikat, dengan kriteria sebagai berikut :

ji beda varians yaitu pengujian yang dilakukan untuk menguji pengaruh dari variabel bebas secara simultan terhadap variabel terikat, dengan kriteria sebagai berikut :


(60)

Ho = β1 = β2 = β3 = 0 (tidak ada pengaruh) Hi = Paling tidak salah satu β≠ 0 (ada pengaruh)

Gambar 11 : Kurva Distribusi Penerimaan atau Penolakan Hipotesis

F tabel

Sumber : Supranto, 1990, Ekonometrika, Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta, hal. : 152

Ho diterima, jika F hitung ≤ F tabel. Ho ditolak, jika F hitung ≥ F tabel.

KT Regresi

F hitung = (Sudrajat, 1998 : 94)

KT Galat

Dengan derajat bebas = (k, n-k-1) Keterangan :

n = Jumlah Sampel

K = Jumlah Parameter Regresi Kaidah pengujiannya :

1. Apabila F hitung ≤ F tabel, maka Ho diterima dan Hi ditolak, artinya variabel bebas tidak mempengaruhi variabel terikat secara simultan.


(61)

2. Apabila F hitung > F tabel, maka Ho ditolak dan Hi diterima, artinya variabel bebas mempengaruhi variabel terikat secara simultan.

b. Uji t

Yaitu pengujian yang dilakukan untuk menguji pengaruh dari masing masing variabel bebas secara parsial atau individu atau terpisah terhadap variabel terikat dan kriterianya sebagai berikut : Ho : βj = 0 (tidak ada pengaruh)

Hi : βj ≠ 0 (ada pengaruh)

Gambar 12 : Kurva Distribusi t

Sumber : Supranto , 1990, Ekonometrika, Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta, hal. : 152

Ho diterima jika -t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel

Ho ditolak jika t hitung > t tabel atau t hitung < -t tabel

βj

t hitung =

Se t (βj)


(62)

Dengan derajat kebebasan sebesar n-k-1, dimana :

βj = Koefisien regresi Se = Standart error perhitungan n = Jumlah sampel k = Jumlah parameter regresi j = Pengamatan Kaidah pengujian :

Apabila t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan Hi diterima, berarti: a. Ada pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat. b. Apabila t hitung ≤ t tabel maka Ho diterima dan Hi ditolak,

berarti tidak ada pengaruh antara variabel terikat dengan variabel bebas.

c. Uji BLUE (Best Linier Unbiassed Estimator)

Persamaan regresi tersebut bersifat BLUE (Best Linier Unbiassed Estimator), artinya pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t tidak bias. Untuk menghasilkan keputusan yang BLUE, maka harus dipenuhi oleh Regresi Linier Berganda, yaitu :

a. Nilai tengah (mean value) dari komponen penguji Ui, yang ditimbulkan dari variabel eksplanatori harus sama dengan nol.


(63)

b. Varian atau komponen pengganggu Ui harus konstan dan harus memenuhi syarat homoskedastisiti.

c. Tidak terjadi autokolerasi antar komponen pengganggunya.

d. Variabel eksplanatori harus non stokastik atau kalaupun stokastik, harus menyebar bebas dari komponen pengganggunya.

e. Tidak terjadi multi kolinieritas antar variabel eksplanatori.

f. Komponen pengganggu Ui harus tersebar mengikuti sebaran normal dengan nilai tengah = 0 dengan varian sebesar σ2.

Sifat BLUE dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Best, pentingnya sifat ini bila diterapkan dalam uji signifikansi baku terhadap α dan β.

2. Linier, sifat ini dibutuhkan untuk memudahkan penafsiran. 3. Unbiassed, nilai jumlah sampel sangat besar penafsiran

parameter diperoleh sampel besar kira-kira mendekati nilai parameter.


(64)

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian 4.1.1. Kondisi Geografis

Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk Republik yang terletak 6° Lintang Utara dan 11° Lintang Selatan dan antara 94° Bujur Timur dan 141° Bujur Timur. Indonesia juga merupakan Negara berkembang yang terletak di antara dua samudra, samudra pasifik dan samudra Hindis dan berbatasan dengan samudera Indonesia utara, sebelah timur berbatasan dengan Papua Nugini dan sebelah barat berbatasan dengan samudera Indonesia

Sejak tahun 2001 Indonesia dibagi menjadi 30 Propinsi dengan 4 tambahan propinsi, yaitu kepulauan Bangka Belitung, Banten, Gorontalo dan Maluku Utara terdiri dari 268 kabupaten 85 kotamadya 4.424 kecamatan dan 68.819 desa. Indonesia merupakan Negara bahari dengan luas lautnya sekitar 7,9 juta Km (Termasuk daerah Zone Economic Eclusive ) atau 81 % dari luas keselurahan. Daratan Indonesia mempunyai luas lebih dari 1,9 juta Km dan mempunyai puluhan atau mungkin ratusan gunung merapi dan sungai.

4.1.2. Kependudukan

Dilihat dari jumlah penduduk Indonesia termasuk Negara dengan penduduk keempat di dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat.


(65)

Berdasarkan hasil sensus penduduk pada tahun 2000 sebesar 206,3 juta jiwa. Jumlah ini mencakup penduduk bertempat tinggal tetap sebesar 205,8 juta dan penduduk tidak bertempat tinggal tetap sebesar 421.399 jiwa. Laju pertumbuhan 1,49 % pertahun selama periode 2000-2001. jumlah penduduk yang begiti besar dan terus bertambah setiap tahunnya tidak diimbangi dengan pemerataan penyebaran penduduk. Hasil sensus penduduk 2002 menentukan sekitar 61 % penduduk tinggal di pulau Jawa gambaran ini menunjukan daya dukung lingkungan yang kurang seimbang di propinsi – propinsi di jawa.

4.1.2. Perkembangan Penanaman Modal Asing di Indonesia

Perkembangan investasi, baik investasi penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN), pada tahun 2000 sampai dengan 2004 secara komulatif pada tahun 2000 adalah sebagai berikut; jumlah proyek baru yang disetujui PMDN berjumlah 27 buah dengan investasi senilai US$ 1.534.804 sedangkan proyek dalam bentuk PMA berjumlah 59 buah dengan jumlah investasi senilai US$ 318.480. Pada tahun 2001 secara komulatif jumlah proyek baru yang disetujui PMDN sejumlah 22 buah dengan investasi senilai US$ 1.534.804 sedangkan proyek dalam bentuk PMA berjumlah 57 buah dengan jumlah investasi senilai US$ 1.596.479. Pada tahun 2002 secara komulatif jumlah proyek baru yang disetujui PMDN berjumlah 10 buah dengan investasi senilai US$ 813.441 sedangkan proyek dalam bentuk PMA berjumlah 56 buah dengan jumlah investasi senilai US$ 108.691. Pada tahun 2003 secara komulatif jumlah


(66)

proyek baru yang disetujui PMDN sejumlah 20 buah dengan investasi senilai US$ 1.533.224 sedangkan proyek dalam bentuk PMA berjumlah 67 buah dengan jumlah investasi senilai US$ 456.659. Pada tahun 2004 secara komulatif jumlah proyek baru yang disetujui PMDN sejumlah 16 buah dengan investasi senilai US$ 4.055.266 sedangkan proyek dalam bentuk PMA berjumlah 65 buah proyek dengan investasi senilai US$ 357.770. Bila dilihat dari perbandingan diatas peranan PMDN sangan dominan dibandingkan dengan PMA yang juga sangat mendukung dalam meningkatkan investasi.

Hal ini terjadi seiring dengan gejolak politik dan sosial yang seakan akan tanpa ada akhirnya, dan cenderung semakin memanas saja, selain itu salah satu pemicu memburuknya iklim investasi ini semakin diperberat dengan masuknya otonomi daerah (OTODA) yang ternyata dalam pelaksanaannya masih dilanda oleh ketidak pastian dan telah menakutkan sejumlah calon investor.(Anonim, 2005:451)

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian

Deskripsi hasil penelitian ini memberikan gambaran tentang data- data serta perkembangan PMA di Indonesia sehingga dapat mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi terhadap perkembangan PDB, Tingkat Suku Bunga Internasional, Kurs Valas dan Penduduk Usia Produktif.


(67)

4.2.1. Perkembangan PMA di Indonesia

Perkembangan PMA di Indonesia dapat disajikan dalam tabel di bawah ini : Tabel 1. Perkembangan PMA di Indonesia Tahun 1994-2008

Tahun PMA di Indonesia (Juta $)

Perkembangan (%)

1994 23.724,30 -

1995 39.914,70 68,24

1996 29.931,40 -25,01 1997 33.832,50 13,03

1998 13.563,10 -59,91 1999 10.890,60 -19,70 2000 6.087,00 -44,11

2001 15.055,90 147,35 2002 9.789,10 -34,98

2003 13.207,20 34,92

2004 10.279,80 -22,17 2005 8.916,90 -13,26

2006 5.977,00 -32,97 2007 10.341,40 73,02 2008 14.871,40 43,80 Sumber : Badan Pusat Statistik ( diolah )

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa perkembangan PMA di Indonesia selama 15 tahun (1994-2008) cenderung mengalami fluktuasi. Perkembangan tertinggi PMA di Indonesia adalah pada tahun 2000 sebesar 147,35 % dan perkembangan terendah adalah pada tahun 1998 sebesar -59,91 %. Jumlah PMA di Indonesia tertinggi terjadi pada tahun 1995 sebesar 39.914,70 juta dollar dan Jumlah PMA di Indonesia terendah pada tahun 2006 sebesar 5.977,00 juta dollar.


(68)

4.2.2. Perkembangan PDB

Berdasarkan tabel 2 dapat dijelaskan bahwa perkembangan PDB setiap tahunnya mengalami fluktuatif yang tidak tentu besarnya. Perkembangan PDB yang tertinggi terjadi pada tahun 2001 sebesar 262,54 %. Tetapi pada tahun 1998 terjadi perkembangan terendah sebesar -13,13 %. Sedangkan nilai PDB tertinggi pada tahun 2008 sebesar 2.082.104 milyar rupiah sedangkan terendah pada tahun 1994 sebesar 354.641 milyar rupiah.

Tabel.2. Perkembangan PDB Tahun 1994-2008

Tahun PDB di Indonesia (Milyar Rupiah)

Perkembangan (%)

1994 354.641 -

1995 383.792 8,22

1996 414.419 7,98

1997 433.246 4,54

1998 376.375 -13,13

1999 379.353 0,79

2000 398.017 4,92

2001 1.442.985 262,54

2002 1.506.124 4,38

2003 1.577.171 4,72

2004 1.656.517 5,03

2005 1.750.815 5,69

2006 1.847.127 5,50

2007 1.963.092 6,28

2008 2.082.104 6,06


(69)

4.2.3. Perkembangan Tingkat Suku Bunga Internasional di Indonesia

Berdasarkan tabel 3 dapat dijelaskan bahwa perkembangan Tingkat Suku Bunga Internasional setiap tahunnya mengalami naik turun yang tidak tentu besarnya. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3 yang menjelaskan bahwa pada tahun 1994 sampai 2008, Perkembangan Tingkat Suku Bunga Internasional tertinggi pada tahun 1995 sebesar 1,95 % dan terendah sebesar -3,01 % terjadi pada tahun 2002, Tingkat Suku Bunga Internasional terbesar pada tahun 2001 sebesar 6,87 % dan Tingkat Suku Bunga Internasional yang terendah yaitu pada tahun 2004 sebesar 1,36 %.

Tabel.3. Perkembangan Tingkat Suku Bunga Internasional Tahun 1994 – 2008

Tahun

Tingkat Suku Bunga Internasional

(Persen)

Perkembangan (%)

1994 3,71 -

1995 5,66 1,95

1996 6,25 0,59

1997 5,77 -0,48

1998 6,05 0,28

1999 5,54 -0,51

2000 5,73 0,19

2001 6,87 1,14

2002 3,86 -3,01

2003 2,22 -1,64

2004 1,36 -0,86

2005 2,13 0,77

2006 4,01 1,88

2007 5,33 1,32

2008 5,13 -0,20


(70)

4.2.4 Perkembangan Kurs Valas

Berdasarkan tabel dibawah dapat diketahui bahwa pekembangan kurs valas selama 15 tahun ( 1994-2008 ) cenderung mengalami fluktuasi. Perkembangan tertinggi selama periode penelitian adalah pada tahun 1997 sebesar 95,13 % dengan nilai kurs valas sebesar Rp. 4.650,- per dollar yang ditahun sebelumnya nilainya sebesar Rp 2.383,- per dollar. Sedangkan perkembangan terendah adalah pada tahun 2002 sebesar -14,04 %.

Tabel.4. Perkembangan Kurs Valas Tahun 1994-2008

Tahun Kurs Valas (Rp/$)

Perkembangan (%)

1994 2.200 -

1995 2.308 4,91

1996 2.383 3,25

1997 4.650 95,13

1998 8.025 72,58

1999 7.100 -11,53

2000 9.595 35,14

2001 10.400 8,39

2002 8.940 -14,04

2003 8.465 -5,31

2004 9.290 9,75

2005 9.830 5,81

2006 9.020 -8,24

2007 9.419 4,42

2008 11.092 17,76 Sumber : Badan Pusat Statistik Surabaya ( diolah )


(1)

Gambar 11 : Kurva Analisis Uji t Pengaruh JUB (X3) terhadap PMA di Indonesia (Y)

Daerah Penolakan Ho

Daerah Penolakan Ho Daerah Penerimaan Ho

-2,422

Sumber : Lampiran 3 dan Lampiran 7.

Berdasarkan perhitungan diperoleh thitung sebesar -2,422 < ttabel sebesar -2,228 maka Ho diterima dan Hi ditolak, sehingga kesimpulannya secara parsial JUB berpengaruh nyata terhadap PMA di Indonesia.

Nilai r2 parsial sebesar 0,369 menunjukkan bahwa variabel JUB dapat menerangkan variabel PMA di Indonesia sebesar 36,9 % sedangkan sisanya 63,1 % diterangkan faktor lain. d. Uji parsial pengaruh Penduduk Usia Produktif (X4) terhadap PMA

di Indonesia (Y)

1) Ho : 4 = 0 (tidak ada pengaruh) Hi : 4  (ada pengaruh)

2) Tingkat Signifikan (/2) = 0,05/2 = 0,025 dengan derajat bebas (degree of freedom/df) = (n-k-1) = 15 – 4 – 1 = 10

t tabel = 2,228

3) Kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis

a. Apabila –ttabel  thitung  ttabel maka Ho diterima dan Hi ditolak.


(2)

76

b. Apabila thitung > ttabel atau thitung < -ttabel maka Ho ditolak dan Hi diterima.

4) t hitung = 4 4 Se  = 508 , 2029 822 , 921

= -0,454

5)Pengujian

Gambar 12 : Kurva Analisis Uji t Pengaruh Penduduk Usia Produktif (X4) terhadap PMA di Indonesia (Y)

Daerah Penolakan Ho

Daerah Penolakan Ho Daerah Penerimaan Ho

-0,454

- 2,228 2,228

Sumber : Lampiran 2 dan Lampiran 7.

Berdasarkan perhitungan diperoleh thitung sebesar -0,454 < ttabel sebesar -2,228 maka Ho diterima dan Hi ditolak, sehingga kesimpulannya secara parsial Penduduk Usia Produktif tidak berpengaruh nyata terhadap PMA di Indonesia.

Nilai r2 parsial sebesar 0,020 menunjukkan bahwa variabel Penduduk Usia Produktif dapat menerangkan variabel PMA di Indonesia sebesar 2 % sedangkan sisanya 98 % diterangkan faktor lain.


(3)

Berdasarkan hasil pendugaan parameter regresi linier berganda, maka dapat diketahui bahwa nilai r2 partial untuk variabel X1, sebesar 0,155. Untuk nilai r2 partial variabel X2 sebesar 0,178. Nilai r2 partial untuk variabel X3; sebesar 0,369 dan nilai r2 partial untuk variabel X4 adalah 0,020. Sehingga variabel yang memiliki pengaruh yang paling dominan adalah Kurs Valas (X3). Jadi hipotesis yang menyatakan bahwa PDB yang paling berpengaruh terhadap PMA di Indonesia adalah kurang tepat atau tidak benar.

4.5. Pembahasan

Dengan melihat hasil regresi yang didapat maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa untuk PMA di Indonesia :

a. Pengaruh secara Simultan

PDB (X1), Tingkat Suku Bunga Internasional (X2), Kurs Valuta Asing (X3), dan Penduduk Usia Produktif (X4) berpengaruh secara signifikan (nyata) terhadap PMA di Indonesia (Y).

b. Pengaruh PDB (X1) terhadap PMA di Indonesia (Y)

Pendapatan Domestik Bruto tidak berpengaruh signifikan terhadap PMA di Indonesia, disebabkan karena barang-barang yang diproduksi oleh PMA diorientasikan untuk ekspor ke luar negeri, sehingga naik turunnya PDB di Indonesia tidak berpengaruh terhadap PMA di Indonesia.


(4)

78

c. Pengaruh Tingkat Suku Bunga Internasional (X2) terhadap PMA di Indonesia (Y)

Tingkat Suku Bunga Internasional tidak berpengaruh signifikan (nyata) terhadap PMA di Indonesia, hal ini disebabkan karena dengan tingginya tingkat suku bunga internasional mengakibatkan semakin berkurangnya jumlah investor yang akan menanamkan dananya sehingga mengakibatkan turunnya jumlah penanam modal asing yang masuk ke Indonesia.

d. Pengaruh Kurs Valas (X3) terhadap PMA di Indonesia (Y)

Kurs Valas berpengaruh terhadap PMA di Indonesia, hal ini di sebabkan karena turunnya kurs rupiah yang berdampak pada kenaikan nilai mata uang asing dan menurunkan biaya produksi hal ini akan meningkatkan minat investasi PMA di Indonesia.

e. Pengaruh Penduduk Usia Produktif (X4) terhadap PMA di Indonesia (Y)

Penduduk Usia Produktif tidak mempengaruhi PMA di Indonesia, karena penduduk usia produktif ternyata tidak terserap pada perusahaan-perusahaan PMA yang cenderung padat modal tetapi tidak padat karya.


(5)

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan analisis Regresi Linier Berganda untuk menguji pengaruh PDB (X1), Tingkat Suku Bunga

Internasional (X2), kurs valas (X3) dan Penduduk Usia Produktif (X4)

terhadap PMA di Indonesia (Y), maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

a. PDB tidak berpengaruh signifikan terhadap PMA di Indonesia karena barang-barang yang diproduksi oleh PMA diekspor ke luar negeri.

b. Turunnya Tingkat Suku Bunga Internasional (SIBOR) tidak berpengaruh terhadap besarnya PMA di Indonesia, berarti PMA yang menanamkan investasinya di Indonesia tidak menggunakan dana pinjaman dari Bank di Singapura.

c. Turunnya kurs rupiah terhadap mata uang asing akan menekan biaya produksi sehingga harga barang-barang produksi memiliki daya saing yang akan meningkatkan minat PMA berinvestasi di Indonesia.

d. Penduduk Usia Produktif tidak berpengaruh terhadap PMA karena banyaknya penduduk usia produktif ternyata belum memenuhi kualifikasi SDM yang diperlukan PMA.

e. Dari keempat variabel bebas yang paling dominan berpengaruh terhadap PMA di Indonesia adalah Kurs Valas dengan nilai r2 sebesar 0,369.


(6)

80

5.2. Saran

Sejalan dengan kesimpulan tersebut diatas yang berhubungan dengan hasil pembahasan masalah, dikemukakan saran yang kiranya dapat dijadikan pertimbangan bagi pemerintah, investor dan penelitian selanjutnya dalam menentukan kebijaksanaan di masa yang akan datang, antara lain :

a. Dalam menghadapi era globalisasi dan liberalisasi, kita harus dapat meningkatkan dan mengembangkan kesanggupan kita untuk menerima investasi asing dengan selalu menjaga biaya-biaya input yang kompetitif, peningkatan sumber daya manusia, peningkatan ketersediaan dan kinerja fasilitas atau infrastruktur sehingga memperlancar produksi.

b. Dalam meningkatkan PMA maka akan harus menciptakan keadaan yang aman dan memberikan kepastian bagi para investor.

c. untuk lebih memantapkan penelitian ini hendaknya melakukan penelitian untuk periode waktu yang berbeda dan menambah atau mengganti variabel bebas.


Dokumen yang terkait

Analisis Faktor Suku Bunga deposito dan Nilai Kurs Terhadap Permintaan SUN oleh Investor Asing”

0 32 98

Analisis Pengaruh Suku Bunga Internasional, Kurs Dan Inflasi Terhadap Penanaman Modal Asing Di Indonesia

7 54 111

Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga Deposito, Kurs Dan Produk Domestik Bruto ( PDB ) Terhadap Nilai Aktiva Bersih ( NAB ) Reksa Dana Di Indonesia

2 46 113

Analisis pengaruh Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia, Produk Domestik Bruto dan Nilai Tukar terhadap Perkembangan Reksa Dana di Indonesia

0 70 100

Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga Internasional dan Kurs Dollar Terhadap Jumlah Pinjaman Luar Negeri Indonesia

0 29 84

ANALISIS PENGARUH PRODUK DOMESTIK BRUTO, SUKU BUNGA, DAN PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP INVESTASI DI ANALISIS PENGARUH PRODUK DOMESTIK BRUTO, SUKU BUNGA, DAN PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP INVESTASI DI INDONESIA TAHUN 1992-2012.

0 5 15

PENGARUH PRODUK DOMESTIK BRUTO, KURS, CADANGAN DEVISA, TINGKAT SUKU BUNGA RIIL, DAN VOLATILITAS KURS TERHADAP PENGARUH PRODUK DOMESTIK BRUTO, KURS, CADANGAN DEVISA, TINGKAT SUKU BUNGA RIIL, DAN VOLATILITAS KURS TERHADAP PERMINTAAN IMPOR DI INDONESIA TAHU

0 3 15

PENGARUH KURS VALUTA ASING DAN TINGKAT BUNGA DEPOSITO TERHADAP INDEKS INDUSTRI DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 0 6

Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Tingkat Inflasi, Nilai Kurs Rupiah dan Produk Domestik Bruto Terhadap Return Saham Perusahaan Food and Beverage di Bursa Efek Indonesia.

0 1 37

ANALISIS PENGARUH PRODUK DOMESTIK BRUTO, TINGKAT SUKU BUNGA INTERNASIONAL (SIBOR), KURS VALUTA ASING DAN PENDUDUK USIA PRODUKTIF TERHADAP PMA DI INDONESIA

0 0 13