c. Laba bersih yang diperoleh di tahun 2009 sebesar Rp.
189.222.076.000 meningkat 0,21 stabil seperti tahun sebelumnya d.
Laba bersih yang diperoleh di tahun 2010 sebesar Rp. 284.922.192.000 meingkat 0,51 karena jumlah pendapatan yang
diterima meningkat e.
Laba bersih yang diperoleh di tahun 2011 sebesar Rp. 401.827.929.000 meningkat sebesar 0,41 dari tahun sebelumnya
f. Laba bersih yang diperoleh di tahun 2012 sebesar Rp.
508.763.662.000, meningkat 0,27 dari tahun sebelumnya, karena jumlah pendapatan dan beban yang cukup besar
g. Laba bersih yang diperoleh di tahun 2013 sebesar Rp.
624.371.679.000, meningkat 0,23 dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp.508.763.662.000
4.3 UJI ASUMSI KLASIK
Pengujian asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui kondisi data yang ada agar dapat menentukan model análisis yang tepat. Data yang digunakan
sebagai model regresi berganda dalam menguji hipotesis haruslah menghindari kemungkinan terjadinya penyimpangan asumsi klasik.
Model regresi yang diperoleh dari metode kuadrat terkecil biasa Ordinary Least SquareOLS, merupakan model yang menghasilkan estimator linier tidak
bias yang terbaik atau BLUE Best Linier Unbiased Estimator. Menurut Santosa
dan Ashari 2005:231-245 kondisi ini akan terjadi jika dipenuhi beberapa asumsi yang disebut dengan asumsi klasik sebagai berikut:
1. Uji Multikolinieritas Uji mutikolinearitas ini merupakan bentuk pengujian untuk asumsi dalam
analisis regresi berganda. Asumsi multikolinearitas menyatakan bahwa variabel independen harus terbebas dari gejala multikolinearitas, gejala
multikolinearitas adalah gejala korelasi antar variabel independen Santoso dan Ashari, 2005 : 238. Uji ini bertujuan untuk menguji apakah model dengan
menggunakan regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terdapat korelasi antar variabel bebasnya
Dan jika nilainya tolerance 0.10 atau sama dengan nilai VIF 10 maka tidak terjadi multikolinearitas Ghozali, 2007:91-92.
Tabel 4.5 Hasil Uji Multikolinearitas Data
Coefficients
a
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
T Sig.
Collinearity Statistics B
Std. Error Beta
Tolerance VIF
1 Constant
1.555 .364
4.270 .146
ROA -13.874
6.014 -.812
-2.307 .260
.541 1.847
ROE -.807
.218 -1.142
-3.702 .168
.704 1.420
NPM -3.020
1.571 -.635
-1.923 .305
.615 1.627
a. Dependent Variable: LABA
Sumber: Lampiran 5
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa semua variabel memiliki nilai tolerance dan VIF yang masing-masing memenuhi syarat untuk tidak
terjadinya multikolinieritas, yaitu semua nilai tolerance 0.10 atau semua nilai
VIF 10. Oleh sebab itu, model regresi pada penelitian ini tidak terdeteksi adanya multikilinieritas atau saling berkorelasi antar variabel bebas. Sehingga
model regresi telah memenuhi persyaratan asumsi klasik tentang multikolinieritas.
2. Uji Heterokedastisitas Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan kepengamatan yang lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatanlain tetap,
maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang Homokedastisitas atau tidak terjadi
Heterokedastisitas Ghozali, 2006: 125. Salah satu cara untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan melihat grafik plot antara nilai
prediksi variabel independen ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya
pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual Y prediksi - Y
sesungguhnya yang telah di-studentized Ghozali, 2006: 126. Dasar analisisnya adalah sebagai berikut Ghozali, 2006:126 :
a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu
yang teratur bergelombang, melebar kemudian menyempit, maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Gambar 4.1 Diagram Pencar Residual
Berdasarkan gambar 4.1, diagram pencar residual di atas dapat diketahui bahwa tidak terjadi pembentukan suatu pola tertentu. Oleh sebab itu, regresi ini
terbebas dari kasus heteroskedastisitas dan memenuhi persyaratan asumsi klasik tentang heteroskedastisitas.
3. Uji Autokorelasi Untuk menguji apakah terjadi autokorelasi atau tidak, digunakan uji Durbin-
Watson DW-Test. Berikut hasil uji autokorelasi dengan menggunakan program SPSS.
Tabel 4.6 Hasil Uji Autokorelasi Durbin - Watson
Model Summary
b
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .966
a
.933 .732
.12049 1.530
a. Predictors: Constant, NPM, ROE, ROA b. Dependent Variable: LABA
Sumber: Lampiran 6
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa besarnya nilai Durbin- Watson yaitu sebesar 1,530, berada diantara -2 sampai +2, dan sesuai dengan
dasar pengambilan keputusan, hal ini berarti bahwa dalam persamaan regresi tersebut tidak ada autokorelasi.
Setelah dilakukan uji asumsi klasik tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi linier dalam penelitian ini bebas dari asumsi dasar klasik
tersebut, sehingga pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t yang dilakukan dalam penelitian ini tidak bias atau sesuai dengan tujuan penelitian.
4.4 UJI NORMALITAS