Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Representasi Konflik

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Bagaimanakah representasi kemiskinan dalam novel Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo ?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana representasi kehidupan kemiskinan dalam novel Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi seseorang. Bahwa sebenarnya kemiskinan bukan menjadi alasan bagi rasa putus asa yang pada akhirnya akan teramat sangat merugikan dirinya di masa depan membuat peneliti merasa penting untuk mengetahui penggambaran efek kemiskinan yang di representasikan dalam novel Wiwid Prasetyoberjudul Orang Miskin Dilarang Sekolah. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan dan menumbuhkan kesadaran tentang kehidupan kemiskinan. Serta menjadi bahan masukan bagi pembaca novel tersebut. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 14 -BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Buku Sebagai Media Cetak

Dalam sejarahnya, buku termasuk media massa cetak yang dianggap mampu menyampaikan pesan secara lebih mendalam. Terlebih lagi dengan banyaknya kelebihan yang dimilikinya seperti mudah dibawa kemana saja, dan yang paling penting terterdokumentasi permanen, namun sayangnya hanya bisa dinikmati oleh mereka yang melek huruf Cangara, 2005:128. Buku sebagai media massa juga merupakan transmisi warisan sosial dari generasi ke generasi berikunya. Media ceta seperti buku mempu memberi pemahaman yang lebih kepada pembacanya. Melalui sebuah buku, penulis atau penyusunannya bisa berbagi banyak hal, seperti ilmu pengetahuan, pengalaman, bahkan imajinasi kepada pembacanya, sehingga buku banyak digunakan untuk keperluan studi, pengetahuan, hobi atau media hiburan dengan penyajian mendalam.

2.1.2. Pengertian Novel

Menurut kamus besar indonesia novel merupakan hasil karya naratif dan fiksi yang bukan menyajikan kenyataan di dunia ini tetapi perlambangan atau model dari kenyataan itu, wujud dari perlambangan itu berupa kata-kata yang digunakan untuk berkomunikasi sekaligus untuk merasakan dan berfikir tentang realitas tentang realitas yang tergantikan oleh kata-kata tersebut. Novel merupakan salah satu jenis buku dalam bentuk sastra sama seperti media cetak Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. lainnya. Novel juga memberikan informasi pada pembacanya, selain itu novel juga berfungsi menghibur dan mempersuasi para pembacanya Keraf, 1993:187- 188. Dalam karya sastra, pengarang menampilkan bagaimana para tokoh menyikapi serta keluar dari konflik yang ada. Karena itu, harga karya sastra terletak pada cara pengarang menyampaikan tindak-tanduk, sikap, penilaian tokoh cerita atas konflik yang menghadapi melalui berbagai tinjauan. Melalui tinjauan tersebut pembaca memperoleh perbandingan atau pelajaran berharga untuk menyikapi kehidupan sehari-hari, maka pembaca perlu memperoleh pemahaman tentang bagaimana membaca karya sastra. http:id.wikipedia.orgwikiKategori:Sastra .

2.2 Representasi

Representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemakanaan melalui system penandaan yang tersedia: dialog, tulisan, video, film, fotografi, dsb. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna melalui bahasa http:kuaci.or.idesainws04reprentasi.htm . Yang pasti persoalan utama dalam representasi adalah bagaimana realitas atau objek tersebut ditampilkan. Dengan kata, kalimat atau gagasan tersebut ditampilkan dalam pemberitaan khalayak. Menurut John Fiske, saat menampilkan objek ada tiga hal yang harus dihadapi. Pada level pertama encaode sebagai realiatas, yaitu bagaimana peristiwa itu dikontribusikan sebagai realitas. Disini realitas selalu siap ditandakan, ketika kita menganggap dan mengkontruksi peristiwa tersebut sebagai sebuah realitas. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Level kedua, ketika memandang sesuatu sebagai realitas, penyataan berikutnya adalah bagaimana realiats itu digambarkan. Disini menggunakan perangkat secara teknis. Dalam bahasa tulis yang disebut alat teknis adalah kata, kalimat atau prososisi, grafik dan sebagainya. Pemakaian kata, kalimat atau proposisi tertentu, misalnya membawa makna tertentu ketika kita melakukan representasi tidak bisa dihindari kemungkinan menggunakan ideologi tersebut Eriyanto, 2005:114.

2.3 Elemen-elemen Literatur Fiksi

2.3.1 Setting

“...the physical, and sometimes spiritual background aganist which the action of narrative takes place ”, salah satu definisi setting tersebut berasal dari Hugh H. Holman. Hal penting dari definisi Holman tersebut adalah adanya dua keywords , latar belakang fisik dan spritual. Latar belakang fisik adalh segala benda-benda material yang digambarkan dalam cerita, misalnya sebuah rumah, gedung, tempat, lingkungan dan lain-lain. Sedangkan latar belakang spritual adalah kondisi moral atau spritual dari karakter yang berkaitan dengan jalannya cerita. Holman juga berpendapat bahwa terdapat empat elemen untuk membangun sebuah setting cerita: a. Lokasi geografis, misal : topografi, pemandangan dan pengaturan letak benda-benda dalam suatu ruangan. b. Pekerjaan dan kelakuan sehari-hari dalam kehidupan karakter cerita. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. c. Periode masa yang dipilih sebagai latar belakang dalam cerita, misal: film laskar pelangi yang dibuat dengan latar belakang alam bebas. d. Lingkungan umum dan karakter, misal: agama yang dianut, kondisi mental, moral, sosial dan emosional.

2.3.2 Tema

Komentar pengarang tentang kehidupan sedikit banyak tergambar dalam cerita yang dibuatnya. Meskipun kadang-kadang tema cerita hanya singkat, tetapi tema tersebut membawa pengertian yang lebih jauh tentang kehidupan. Tema cerita mengandung ringkasan cerita mengenai sifat dasar dan hubungan antar manusia, yang dibuat berdasarkan sudut pandang pengarang. Setiap pengarang mempunyai kecenderungan untuk memilih tema cerita yang sesuai dengan pandangannya tentang kehidupan, yang diformulasikan sesuai dengan pemikiran, pengalaman, dan sudut pandang pengarang tersebut. Tema merupakan konsep inti yang menyatukan suatu cerita. Tema cerita menjadi suatu bingkai outline yang dibuat pengarang berdasarkan sudut pandang dan pengalamanya dalam kehidupan, yang berfungsi untuk mengontrol jalannya cerita Kennedi, 1983: 103 dalam gayyu, 2005:22. Seperti elemen lainnya dalam fiksi, tema memegang peranan penting dalam penulisan cerita. Sebuah tema merupakan ringkasan dari subyek-subyek tertentu dalam beberapa aspek Robbert,1997:4 dalam Gayyu, 2005:23. Tema dalam karya fiksi dibentuk untuk memberikan nilai literature, karena tema merupakan elemen yang memberikan Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. nilai literature terhadap suatu karya fiksi.selain itu, tema memberikan suatu tujuan dalam membuat suatu cerita. Tujuan tersebut bisa hanya berupa untuk menyampaikan kebenaran umum tentang kehidupan atau hanya untuk mengenalkan konsep baru tentang kehidupan kepada pembacanya. Lebih jauh lagi, dengan adanya sebuah tema maka pengarang lebih terfokus pada pembangunan cerita dan pengembangan plot-plot yang dibuat. Fungsi penting yang lain adalah sebuah tema memberikan suatu nilai kesatuan dalam literature. Tema mengontrol ide-ide yang timul dari karya fiksi. Dengan adanya tema, jalan cerita yang timbul dapat tersusun secara sistematis sesuai dengan maksud yang ingin ditampilkan pengarang Perrine, 1974:102 dalam Gayyu, 2005:22.

2.3.3 Karakterisasi

Untuk dapat mengerti sebuah cerita, seseorang selalu berhadapan dengan bab atau setting, plot, karakter. James L. Potter mengajukan sebuah definisi mengenai karakter, “...when critics spaek of character, they mean any person who figure in literary work ” Potter, 1967:1 dalam Gayyu, 2005:23. Melihat pernyataan di atas, definisi karakter dalam suatu cerita adalah setiap orang yang diciptakan oleh pengarang dalam menulis cerita. Seringkali orang tersebut hanya ada dalam rekaan pengarang tetapi hidup dalam cerita. Dalam menciptakan karakter, pengarang mengesprisikan ide-idenya yang tergambar pada tindakan, pikira, perasaan, dan perilaku karakter dalam cerita. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Karakter dapat digambarkan sebagai sebagai tokoh-tokoh dalam novel, dan tiap-tiap karakter membangun berbagai ciri personalitas yang juga saling berhubungan Fowler, 1957:182 dalam Gayyu, 2005:23. Tiap karakter memiliki ciri-ciri yang berbeda yang satu dengan yang lainya. Tetapi dari tokoh-tokoh cerita tersebut bisa telihat ide-ide pengarang dalam memberikan nilai-nilai kehidupan. Cleanth Brooks menjelaskan bahwa, “characteris, inone sense, an embodiment of an ideas, and a character in action implies a shift in values and ideas ,”. Karakter merupakan perwujudan ide-ide pengarang, dan aksi karakter merupakan perubahan dalam nilai-nilai dan ide-ide Brooks, 1970:60 dalam Gayyu, 2005:23.

2.4 Konflik

Terdapat banyak macam konflik dalam karya literature, dan salah satunya adalah inner conflict konflik emosional, moral, atau internal. Perngertian umum mengenai konflik internal adalh yang terjadi dalam diri individu, timbul karena adanya kontradiksi antara nilai moral. Di dunia seringkali terdapat perbedaan untuk menilai sesuatu itu baik atau buruk karena adanya perbedaan nilai moralitas yang dianut. Penilaian jugment sangat sulit untuk ditentukan dan penentuan pilihan-pilihan sangat bervariasi. Oleh sebab itu konflik-konflik internal lebih banyak muncul daripada konflik eksternal. Dengan menyelami konflik internal, seorang tokoh cerita memiliki proses pendewasaan dalam hiupnya. Sebagian dari plot cerita, konflik menjadi elemen yang paling signifikan dan inti dalam suatu cerita. Kejadian-kejadian yang timbul terpusat pada konflik Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. karena hal tersebut menggambarkan nilai kemanusiaan mencapai batas tertinggi yang dapat dicapai. Sebuah cerita tidak akan menarik apabila tidak ada konflik didalamnya. Brooks menyatakan bahwa fakta penting tentang kejadian fiksi akan timbul suatu cerita Brooks, 1964:11 dalam Gayyu, 2005:24. Konflik dalam suatu cerita memberi kontribusi kepada suatu cerita menjadi menarik dan memilki kekuatan. Konflik merupakan bahan dasar dalam membangun sebuah plot cerita.

2.5 Karya Sastra Sebagai Suatu Proses Komunikasi