eritematosus, hipertensi, diabetes melitus. Penyakit glomerulonefritis dapat dibagi menjadi sindrom nefrotik, sindrom nefrotik akut, glomerulonefritis progresif
cepat, gagal ginjal kronik dan hematuria atau proteinuria asimtomatik.
b. Penyakit yang mengenai tubulus dan interstisium. Penyakit yang
mengenai kedua komponen ini yaitu cedera tubulus iskemik atau toksik yang menyebabkan Nekrosis Tubulus Akut NTA dan gagal ginjal akut serta reaksi
peradangan di tubulus dan interstisium nefritis tubule interstisium. c.
Penyakit pembuluh darah. Adanya penyakit vaskular sistemik dapat
mengenai pembuluh darah ginjal. Penyakit yang menyerang bagian pembuluh darah ginjal yaitu nefrosklerosis jinak, hipertensi maligna dan nefrosklerosis
akseleratif, steanosis arteri renalis, serta mikroangiopati trombolitik Robbin dan
Cotran, 2007.
Nefritis interstitialis yaitu peradangan pada daerah interstisium yang disebabkan oleh reaksi alergi obat, penyakit autoimun, infeksi atau infiltrasi
penyakit lainya. Pada nefritis interstitial akut, kerusakan tubular menyebabkan disfungsi tubular ginjal, dengan atau tanpa gagal ginjal. Terlepas dari tingkat
keparahan kerusakan epitel tubular, disfungsi ginjal ini umumnya bersifat reversibel Kumar, Abbas dan Fausto, 2010.
E. Uji Toksikologi
Uji toksikologi dibagi menjadi dua yaitu uji ketoksikan tak khas dan uji
ketoksikan khas. Uji ketoksikan tak khas adalah uji toksikologi yang dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan efek toksik suatu senyawa pada aneka ragam
jenis hewan uji. Uji ketoksikan tidak khas yaitu uji ketoksikan akut, sub kronis dan kronis. Uji ketoksikan khas adalah uji toksikologi yang dirancang untuk
mengevaluasi secara rinci efek toksik yang khas pada suatu senyawa pada semua hewan uji. Yang termasuk dalam uji ketoksikan khas adalah uji potensiasi,
kekarsinogenetikan, kemutagenetikan, keteratogenetikan, reproduksi, kulit dan mata, dan perilaku Donatus, 2001.
F. Uji Toksisitas Subakut
Uji toksisitas subakut atau yang disebut dengan subkronis ialah uji
ketoksikan suatu senyawa yang diberikan dengan dosis berulang pada hewan uji tertentu, selama kurang dari tiga bulan. Uji ini ditujukan untuk mengungkapkan
spektrum efek toksik senyawa uji, serta untuk memperlihatkan apakah spektrum efek toksik itu berkaitan dengan takaran dosis Donatus, 2001. Tujuan lain dari
uji toksisitas subakut, yaitu untuk memperoleh informasi adanya efek toksik zat yang tidak terdeteksi pada uji toksisitas akut, efek toksik setelah pemaparan
sediaan uji secara berulang dalam jangka waktu tertentu, dosis yang tidak menimbulkan efek toksik dan mempelajari adanya efek kumulatif serta efek
reversibilitas setelah pemaparan sediaan uji secara berulang dalam jangka waktu tertentu BPOM, 2014.
Uji toksisitas subakut terbagi dalam dua macam, yaitu uji toksisitas subakut singkat oral selama 28 hari untuk menguji sediaan yang penggunaannya
secara klinis sekali pakai dan berulang dalam waktu kurang dari satu minggu. Uji toksisitas subakut oral 90 hari untuk menguji sediaan yang penggunaannya secara
klinis sekali pakai dan berulang dalam waktu satu sampai empat minggu BPOM, 2014.
Uji toksisitas subakut dilakukan untuk mengeksplorasi secara luas keseluruhan efek biologis yang ditimbulkan pada tempat aksi yang diberikan pada
rentang dosis tertentu. Uji toksisitas subakut dapat menentukan ketoksikan secara kualitatif pengaruh atau efek yang ditimbulkan terhadap jaringan dan plasma
darah dan secara kualitatif organ target dan efek yang ditimbulkan dari pemberian dosis berulang pada hewan uji Gad, 2002.
Prinsip uji toksisitas subakut adalah bentuk sediaan yang akan diujikan dibagi dalam beberapa tingkat dosis diberikan setiap hari pada kelompok hewan
uji. Hewan uji harus diamati setiap hari selama waktu pemberian sediaan uji untuk menentukan adanya toksisitas. Hewan uji yang yang mati selama waktu
pemberian sediaan uji harus segera di otopsi, organ dan jaringan dilakukan pengamatan secara makropatologi dan histopatologi. Pada akhir pemberian
sediaan uji, semua kelompok hewan uji yang masih hidup di otopsi dan dilakukan pengamatan makropatologi pada setiap organ dan jaringan, pemeriksaan
hematologi, biokimia klinis dan histopatologi BPOM, 2014. Hewan uji disarankan satu jenis hewan dewasa sehat baik jantan maupun
betina. Hewan uji yang dipilih adalah hewan yang memiliki pola metabolisme terhadap senyawa uji semirip mungkin dengan manusia Donatus, 2001. Hewan
uji dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang dilakukan secara acak atau random Gad, 2002. Derelanko dan
Hollinger 2002 jumlah hewan uji paling tidak sebanyak empat kelompok, yaitu
satu kelompok kontrol dan tiga kelompok perlakuan peringkat dosis. Jumlah hewan uji selama perlakuan paling tidak terdapat lima jantan dan lima betina
dalam tiap kelompok perlakuan. Hewan uji harus diadaptasikan terlebih dahulu selama beberapa hari sebelum dilakukan perlakuan agar hasil percobaan yang
akan didapatkan benar-benar merupakan hasil perlakuan bukan karena faktor lingkungan yang baru bagi hewan uji.
Pengamatan dan pemeriksaan yang dilakukan dari uji ketoksikan subakut meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. perubahan berat badan yang diperiksa paling tidak tujuh hari sekali, 2. asupan pakan untuk masing-masing hewan atau kelompok hewan yang
ditimbang diukur paling tidak tujuh hari sekali, 3. gejala klinis umum yang diamati setiap hari,
4. pemeriksaan hematologi paling tidak diperiksa dua kali pada awal dan akhir uji coba,
5. pemeriksaan kimia darah paling tidak dua kali pada awal dan akhir uji coba,
6. analisis urin paling tidak sekali, dan 7. pemeriksaan histopatologi organ pada akhir uji coba Donatus, 2001.
G. Asas Toksikologi