Uji toksisitas subakut infusa biji alpukat (persea americana mill. ) terhadap kadar serum Glutamic Pyruvic Transaminase dan Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase darah pada tikus Sprague Dawley.

(1)

INTISARI

Biji alpukat (Persea americana Mill.) dimanfaatkan sebagai obat tradisional di masyarakat. Penelitian bertujuan mengetahui ada tidaknya efek toksik biji alpukat jika digunakan dalam jangka panjang pada hati berupa perubahan biokimia yang dilihat dari kadar SGPT dan SGOT serta mengetahui hubungan kekerabatan antara dosis infusa biji Persea americana Mill. dengan efek toksisitas subakut pada hati.

Penelitian ini bersifat eksperimental murni rancangan acak pola searah. Sebanyak lima puluh tikus galur Sprague Dawley (25 jantan dan 25 betina) berumur 2-3 bulan, dibagi secara acak ke dalam 5 kelompok. Kelompok I sampai kelompok IV dipejankan 4 peringkat dosis infusa biji alpukat, dengan dosis berturut-turut 202,24; 360; 640,8 dan 1140,6 mg/ kgBB secara per oral sebanyak satu kali sehari selama 28 hari, kelompok V sebagai kontrol aquadest secara peroral dengan dosis 14285,7 mg/ kgBB satu kali sehari selama 28 hari. Pada hari ke-0 dan ke-29 darah hewan uji diambil untuk dilakukan pengukuran kadar SGPT dan SGOT. Kadar SGPT dan SGOT yang diperoleh kemudian dianalisis secara statistik dengan Kolmogrov-Smirnov dilanjutkan diuji dengan One-Way Anova dengan taraf kepercayaan 95% dan juga uji paired- T.

Hasil penelitian menunjukkan perubahan tidak bermakna, pada kadar SGPT dan SGOT. Dapat disimpulkan bahwa pemberian infusa biji alpukat tidak memberikan efek toksik pada organ hati terhadap perubahan biokimia hati yang dilihat dari kadar SGPT dan SGOT darah hewan uji, dan tidak terdapat hubungan kekerabatan antara dosis infusa biji alpukat dengan efek toksisitas subakut pada organ hati dilihat dari kadar SGPT dan SGOT darah tikus.

Kata kunci: Biji alpukat (Persea americana Mill.), toksisitas subakut, infusa, SGPT, SGOT.


(2)

ABSTRACT

Avocado seed (Persea americana Mill.) used as traditional medicine in society. The research aims to determine whether there is an avocado seed toxic effects if used long term liver biochemical changes seen in the form of SGPT and SGOT and know the kinship between dose infusion Persea americana Mill. seed with subacute toxicity effects on the liver.

The research is purely experimental study with randomized unidirectional pattern. Fifty Sprague Dawley strain rats (25 males and 25 females) aged 2-3 months, were randomly divided into 5 groups. Group I to group IV given a dose of avocado seed infusion 202.24; 360; 640.8 and 1140.6 mg/ kg orally once daily for 28 days, group V as control group dose of 14285.7 mg/ kg once daily for 28 days. On day 0 and 29 measured levels of SGPT and SGOT before and after treatment. SGPT and SGOT levels were obtained and analyzed statistically with Kolmogrov- Smirnov test followed by One-Way ANOVA with a level of 95% and also test Paired- T.

The results showed no significant changes, the levels of SGOT and SGPT when given the avocado seed infuse for 28 days. The conclusion that administration of the avocado seed infusion does not give toxic effects on the liver to hepatic biochemical changes were seen in the levels of SGPT and SGOT blood test animals, and there is no kinship between dose infusion avocado seed with subacute toxicity effects on the levels of SGPT and SGOT rat blood.

Keywords: Avocado seed (Persea americana Mill.), subacute toxicity, infusion, SGPT, SGOT.


(3)

UJI TOKSISITAS SUBAKUT INFUSA (Persea americana

PYRUVIC TRANSAMINASE TRANSAMINASE

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

i

UJI TOKSISITAS SUBAKUT INFUSA BIJI ALPUKAT

mericana Mill. ) TERHADAP KADAR SERUM GLUTAMIC TRANSAMINASE DAN SERUM GLUTAMIC OXALOACETIC TRANSAMINASE DARAH PADA TIKUS SPRAGUE DAWLEY

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Agustina Iswara Mahanani NIM : 118114117

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2015

BIJI ALPUKAT SERUM GLUTAMIC SERUM GLUTAMIC OXALOACETIC


(4)

(5)

(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Never early and never late and it takes a little PATIENCE and a lot of FAITH but

it’s worth the wait... !!!

“Miracles happen when you replace tears by Prayer

and anxiety by Faith”

Dengan penuh syukur dan sukacita, Aku persembahkan karya sederhana ini untuk: Yesus kristus sumber kekuatan dan pengharapanku Bunda Maria yang selalu menyertai ku Ibu, Bapak, Kakak, Adik atas segala doa, dukungan dan semangat yang selalu diberikan kepadaku Sahabat- sahabatku yang tersayang yang selalu mendukungku Serta Almamaterku Universitas Sanata Dharma.


(7)

v PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, kasih dan rahmat mulia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Toksisitas Subakut Infusa Biji Alpukat (Persea americana Mill.) Terhadap Kadar Serum Glutamic Pyruvic Transaminase Dan Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase Darah Pada Tikus Sprague Dawley”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini penulis telah banyak memperoleh bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis hendak mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dekan Fakutas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah mengijinkan penulis untuk menjalankan pembelajaran selama masa studi.

2. Ibu Drh. Sitarina Widyarini MP., Ph. D. selaku Dosen Pendamping dan Dosen Penguji Skripsi, atas kesabaran, bimbingan, pengarahan, saran, dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis selama proses penelitian dan penyusunan naskah skripsi ini.

3. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dosen Pendamping dan Dosen Penguji Skripsi atas kesabaran, bimbingan, pengarahan, saran serta motivasi yang telah diberikan kepada penulis selama proses penelitian dan penyusunan naskah skripsi ini.


(8)

vi

4. Bapak Prof. Dr. g. J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji Skripsi atas arahan dan masukan kepada penulis.

5. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji Skripsi atas arahan dan masukan kepada penulis.

6. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt. selaku Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan izin dalam penggunaan semua fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian skripsi ini. 7. Bapak Heru, Bapak Parjiman, Bapak Kayatno, Bapak Wagiran selaku

laboran Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah banyak memberikan bantuan selama proses pelaksanaan penelitian.

8. Bapak Antonius Siswadi, Ibu Theresia Sukarti, Klara Iswara Sukmawati dan Agnesia Iswara Nugrahaeni yang telah mendoakan dan selalu memberikan semangat.

9. ghristina Desi, Rosita Olimpia, Marcellina Tisera, Trifonia Ingrid, Levina Apriyani dan Betzylia Wahyunungsih untuk kerjasama, bantuan, suka duka, perjuangan dan kebersamaan selama ini hingga skripsi ini terselesaikan.

10. Seluruh Dosen dan staf Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah banyak memberikan ilmu, pengalaman, dan bantuan kepada penulis.

11. Teman-teman FSM g 2011, FKK B 2011 serta seluruh angkatan 2011 Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta atas bantuan


(9)

vii

dan kebersamaan dalam suka maupun duka selama berjuang di Fakultas ini.

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang banyak berperan dalam penyusunan skripsi ini.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima semua kritik dan saran yang bersifat membangun demi kemajuan penelitian-penelitian di masa mendatang. Besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Yogyakarta, 18 Februari 2015


(10)

(11)

(12)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PRAKATA ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

INTISARI ... xx

ABSTRACT ... xxi

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan masalah ... 4

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian ... 6

a. Manfaat teoritis ... 6

b. Manfaat praktis ... 6


(13)

xi

1. Tujuan umum ... 6

2. Tujuan khusus ... 6

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 7

A. Biji Alpukat (Persea americana Mill.) ... 7

1. Morfologi tanaman ... 7

2. Taksonomi biji alpukat ... 8

3. Sinonim ... 9

4. Kandungan kimia ... 9

5. Kegunaan ... 9

B. Toksikologi ... 10

1. Uji ketoksikkan tak khas ... 11

2. Uji ketoksikkan khas ... 12

g. Toksisitas Subakut ... 15

D. Hati ... 18

1. Anatomi dan fisiologi hati ... 18

2. Patologi hati/ jenis kerusakan hati ... 22

3. Jenis pemeriksaan ... 24

E. Serum Aminotransferase... 25

F. Sediaan Infusa ... 25

G. Keterangan Empiris ... 26

BAB III. METODE PENELITIAN ... 27

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 27


(14)

xii

1. Variabel utama ... 27

a. Variabel bebas ... 27

b. Variabel tergantung ... 27

2. Variabel pengacau ... 27

a. Variabel pengacau terkendali ... 27

b. Variabel pengacau tak terkendali ... 28

3. Definisi operasional ... 28

g. Bahan Penelitian ... 29

D. Alat dan Instrumen Penelitian ... 30

a. Alat pembuatan simplisia ... 30

b. Alat penetapan kadar ... 30

c. Alat pembuatan infusa biji alpukat ... 30

d. Alat uji toksisitas biji alpukat ... 30

E. Tata gara Penelitian ... 30

a. Determinasi biji alpukat ... 30

b. Pengumpulan biji alpukat ... 31

c. Pembuatan serbuk biji alpukat ... 31

d. Penetapan kadar air serbuk biji alpukat ... 31

e. Pembuatan infusa biji alpukat ... 31

f. Penetapan dosis infusa biji alpukat ... 32

g. Penetapan dosis aquadest sebagai kontrol negatif ... 33

h. Penyiapan hewan uji ... 33


(15)

xiii

j. Prosedur pelaksanaan toksisitas subakut ... 34

k. Pengamatan ... 35

F. Tata gara Analisis Hasil Penelitian ... 36

a. Pemeriksaan kadar SGPT dan SGOT darah ... 36

b. Pengamatan berat badan hewan uji ... 37

c. Pengukuran asupan pakan hewan uji ... 38

d. Pengukuran asupan minum hewan uji ... 38

G. Skema Alur Penelitian ... 39

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

A. Determinasi Biji Persea americana Mill. ... 40

B. Penetapan Kadar Air Serbuk Persea americana Mill. ... 41

g. Pembuatan Infusa Persea americana Mill. ... 42

D. Kadar SGPT Darah Tikus Akibat Pemberian Infusa Biji Persea americana Mill. ... 42

E. Kadar SGOT Darah Tikus Akibat Pemberian Infusa Biji Persea americana Mill. ... 49

F. Pengaruh Pemberian Infusa Biji Persea americana Mill. Terhadap Perubahan Berat Badan Tikus Jantan dan Betina ... 56

G. Asupan Pakan Tikus Jantan dan Tikus Betina Akibat Pemberian Infusa Biji Persea americana Mill. ... 61

H. Asupan Minum Tikus Jantan dan Tikus Betina Akibat Pemberian Infusa Biji Persea americana Mill. ... 63


(16)

xiv

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

LAMPIRAN ... 73


(17)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I. Nilai Pre dan Post Pemberian Infusa Biji Alpukat Serta Nilai p

Kadar SGPT Darah Tikus Jantan Tiap Kelompok ... 44 Tabel II. Hasil Uji Statistik Kadar Post SGPT Tikus Jantan Akibat Pemberian

Subakut Infusa Biji Alpukat Selama 28 Hari ... 46 Tabel III. Nilai Pre dan Post Pemberian Infusa Biji Alpukat Serta Nilai p

Kadar SGPT Darah Tikus Betina Tiap Kelompok ... 47 Tabel IV. Hasil Uji Statistik Kadar Post SGPT Tikus Betina Akibat

Pemberian Subakut Infusa Biji Alpukat Selama 28 Hari ... 49 Tabel V. Nilai Pre dan Post Pemberian Infusa Biji Alpukat Serta Nilai p

Kadar SGOT Darah Tikus Jantan Tiap Kelompok ... 51 Tabel VI. Hasil Uji Statistik Kadar Post SGOT Tikus Jantan Akibat Pemberian

Subakut Infusa Biji Alpukat Selama 28 Hari ... 53 Tabel VII. Nilai Pre dan Post Pemberian Infusa Biji Alpukat Serta Nilai p

Kadar SGOT Darah Tikus Betina Tiap Kelompok ... 54 Tabel VIII. Hasil Uji Statistik Kadar Post SGOT Tikus Betina Akibat Pemberian

Subakut Infusa Biji Alpukat Selama 28 Hari ... 56 Tabel IX. Purata Berat Badan ± SE Tikus Jantan Akibat Pemberian

Infusa Biji Alpukat ... 57 Tabel X. Purata Berat Badan ± SE Tikus Betina Akibat Pemberian


(18)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Biji Persea americana Mill. ... 8 Gambar 2. Struktur Dasar Lobulus Hati ... 19 Gambar 3. Purata Kadar SGPT Sebelum Dan Sesudah Pemberian Infusa Biji

Alpukat Pada Tikus Jantan ... 44 Gambar 4. Purata Kadar SGPT Sebelum Dan Sesudah Pemberian Infusa Biji

Alpukat Pada Tikus Betina ... 47 Gambar 5. Purata Kadar SGOT Sebelum Dan Sesudah Pemberian Infusa Biji

Alpukat Pada Tikus Jantan ... 51 Gambar 6. Purata Kadar SGOT Sebelum Dan Sesudah Pemberian Infusa Biji

Alpukat Pada Tikus Betina ... 54 Gambar 7. Purata Berat Badan Tikus Jantan Selama Pemberian

Infusa Biji Alpukat ... 58 Gambar 8. Purata Berat Badan Tikus Betina Selama Pemberian

Infusa Biji Alpukat ... 59 Gambar 9. Asupan Pakan Tikus Jantan Selama Pemberian

Infusa Biji Alpukat ... 62 Gambar 10. Asupan Pakan Tikus Betina Selama Pemberian

Infusa Biji Alpukat ... 62 Gambar 11. Asupan Minum Tikus Jantan Selama Pemberian


(19)

xvii

Gambar 12. Asupan Minum Tikus Betina Selama Pemberian


(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Foto Biji Alpukat ... 73

Lampiran 2. Foto Infusa Biji Alpukat ... 73

Lampiran 3. Foto Serbuk Biji Alpukat ... 73

Lampiran 4. Perhitungan Penetapan Kadar Air Serbuk Biji Alpukat ... 74

Lampiran 5. Perhitungan Penetapan Peringkat Dosis Infusa Biji Alpukat Pada Kelompok Perlakuan ... 74

Lampiran 6. Perhitungan Konversi Dosis Untuk Manusia ... 75

Lampiran 7. Surat Pengesahan Determinasi Biji Alpukat ... 77

Lampiran 8. Surat Ethics Committee Approval ...m 78 Lampiran 9. Analisis Statistik Perubahan Berat Badan Tikus Jantan ... 80

Lampiran 10. Analisis Statistik Perubahan Berat Badan Tikus Betina ... 82

Lampiran 11. Analisis Statistik Kadar SGPT Darah Pre dan Post Pada Tikus Jantan melalui Paired T-Test ... 85

Lampiran 12. Analisis Statistik Kadar SGPT Darah Post pada Tikus Jantan ... 86

Lampiran 13. Analisis Statistik Kadar SGPT Darah Pre dan Post Pada Tikus Betina melalui Paired T-Test ... 90

Lampiran 14. Analisis Statistik Kadar SGPT Darah Post pada Tikus Betina ... 92 Lampiran 15. Analisis Statistik Kadar SGOT Darah Pre dan Post Pada


(21)

xix

Tikus Jantan melalui Paired T-Test ... 96 Lampiran 16. Analisis Statistik Kadar SGOT Darah Post pada

Tikus Jantan ... 98 Lampiran 17. Analisis Statistik Kadar SGOT Darah Pre dan Post Pada

Tikus Betina melalui Paired T-Test ... 102 Lampiran 18. Analisis Statistik Kadar SGOT Darah Post pada


(22)

xx INTISARI

Biji alpukat (Persea americana Mill.) dimanfaatkan sebagai obat tradisional di masyarakat. Penelitian bertujuan mengetahui ada tidaknya efek toksik biji alpukat jika digunakan dalam jangka panjang pada hati berupa perubahan biokimia yang dilihat dari kadar SGPT dan SGOT serta mengetahui hubungan kekerabatan antara dosis infusa biji Persea americana Mill. dengan efek toksisitas subakut pada hati.

Penelitian ini bersifat eksperimental murni rancangan acak pola searah. Sebanyak lima puluh tikus galur Sprague Dawley (25 jantan dan 25 betina) berumur 2-3 bulan, dibagi secara acak ke dalam 5 kelompok. Kelompok I sampai kelompok IV dipejankan 4 peringkat dosis infusa biji alpukat, dengan dosis berturut-turut 202,24; 360; 640,8 dan 1140,6 mg/ kgBB secara per oral sebanyak satu kali sehari selama 28 hari, kelompok V sebagai kontrol aquadest secara peroral dengan dosis 14285,7 mg/ kgBB satu kali sehari selama 28 hari. Pada hari ke-0 dan ke-29 darah hewan uji diambil untuk dilakukan pengukuran kadar SGPT dan SGOT. Kadar SGPT dan SGOT yang diperoleh kemudian dianalisis secara statistik dengan Kolmogrov-Smirnov dilanjutkan diuji dengan One-Way Anova dengan taraf kepercayaan 95% dan juga uji paired- T.

Hasil penelitian menunjukkan perubahan tidak bermakna, pada kadar SGPT dan SGOT. Dapat disimpulkan bahwa pemberian infusa biji alpukat tidak memberikan efek toksik pada organ hati terhadap perubahan biokimia hati yang dilihat dari kadar SGPT dan SGOT darah hewan uji, dan tidak terdapat hubungan kekerabatan antara dosis infusa biji alpukat dengan efek toksisitas subakut pada organ hati dilihat dari kadar SGPT dan SGOT darah tikus.

Kata kunci: Biji alpukat (Persea americana Mill.), toksisitas subakut, infusa, SGPT, SGOT.


(23)

xxi ABSTRACT

Avocado seed (Persea americana Mill.) used as traditional medicine in society. The research aims to determine whether there is an avocado seed toxic effects if used long term liver biochemical changes seen in the form of SGPT and SGOT and know the kinship between dose infusion Persea americana Mill. seed with subacute toxicity effects on the liver.

The research is purely experimental study with randomized unidirectional pattern. Fifty Sprague Dawley strain rats (25 males and 25 females) aged 2-3 months, were randomly divided into 5 groups. Group I to group IV given a dose of avocado seed infusion 202.24; 360; 640.8 and 1140.6 mg/ kg orally once daily for 28 days, group V as control group dose of 14285.7 mg/ kg once daily for 28 days. On day 0 and 29 measured levels of SGPT and SGOT before and after treatment. SGPT and SGOT levels were obtained and analyzed statistically with Kolmogrov- Smirnov test followed by One-Way ANOVA with a level of 95% and also test Paired- T.

The results showed no significant changes, the levels of SGOT and SGPT when given the avocado seed infuse for 28 days. The conclusion that administration of the avocado seed infusion does not give toxic effects on the liver to hepatic biochemical changes were seen in the levels of SGPT and SGOT blood test animals, and there is no kinship between dose infusion avocado seed with subacute toxicity effects on the levels of SGPT and SGOT rat blood.

Keywords: Avocado seed (Persea americana Mill.), subacute toxicity, infusion, SGPT, SGOT.


(24)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Selama ini penggunaan tumbuhan berkhasiat sudah banyak dilakukan dalam masyarakat sebagai obat secara turun temurun. Pada awalnya sebagai jamu merupakan ramuan tradisional yang belum teruji secara klinis, kemudian berkembang menjadi obat herbal terstandar, yaitu obat tradisional yang sudah melewati tahap uji pra klinis dengan hewan uji. Saat ini, tumbuhan berkhasiat telah banyak digunakan sebagai fitofarmaka, yaitu sediaan bahan obat yang berasal dari herbal yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya dengan uji praklinis dan uji klinis (Hendri, 2011).

Salah satu tanaman yang digunakan sebagai obat tradisional adalah alpukat (Persea americana Mill.). Dalam dunia pengobatan, alpukat telah banyak digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati berbagai rasa sakit dan mengobati sariawan. Daun buah alpukat biasanya digunakan untuk mengobati nyeri saraf, nyeri lambung, menurunkan darah tinggi dan mengobati batu ginjal. Selain buah dan daunnya, biji buah alpukat juga bisa digunakan untuk mengurangi kadar gula dalam darah (Hariana, 2004).

Menurut Marlinda, Sangi, dan Wuntu (2012), biji buah alpukat (Persea americana Mill.) mengandung saponin, tanin, flavonoid, dan alkaloid sedangkan menurut Arukwe, Amadi, Duru, Agomuo, Adindu, Odika, et al., (2012), kandungan biji Persea americana Mill. adalah saponin, tanin, flavonoid, glikosida sianogen, alkaloid, fenolik dan steroid.


(25)

Selama ini ekstrak air dari biji Persea americana Mill. ini sudah banyak digunakan untuk terapi penyakit degeneratif seperti diabetes, hiperkolesterolemia, dan hipertensi di Nigeria (Imafidon dan Amaechina, 2010), memiliki aktivitas antimikroba (Idris, Ndukwe, dan Gimba, 2009), digunakan sebagai agen nefroprotektif (Yoseph, 2013), agen hepatoprotektif (Permatasari, 2013), dapat menurunkan kadar gula darah (Alhassan, Sule, Atiku, Wudil, Abubakar, dan Mohammed, 2012), dan memiliki aktivitas antiinflamasi serta meningkatkan sistem imun (Arukwe, et al., 2012). Efek lain didasarkan pada kandungan yang dimiliki, yaitu senyawa antioksidan, seperti saponin yang mempunyai efek sebagai konstrasepsi oral dan diuretik (Nwaoguikpe dan Braide, 2011).

Namun, belum terdapat penelitian guna untuk mengetahui bahaya pengkonsumsian biji alpukat dalam jangka waktu yang lama, sehingga diperlukan uji toksisitas biji alpukat. Tujuan dilakukannya uji toksisitas adalah untuk mengetahui apakah infusa biji alpukat memberikan efek toksik pada organ hati terhadap perubahan biokimia yang dilihat dari kadar SGPT dan SGOT darah dan apakah terdapat hubungan antara dosis dan toksisitas pada pemberian berulang dalam jangka waktu tertentu. Uji toksisitas akut ekstrak biji alpukat pernah dilakukan oleh gamberos, Velazquez, Fernandes, Rodriguez (2013), dengan hasil bahwa ekstrak biji alpukat mempunyai LD50 sebesar 1200,75 mg/KgBB, namun

hingga saat ini belum pernah dilakukan uji toksisitas akut maupun subakut dengan bentuk sediaan infusa biji alpukat, selain dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh infusa biji alpukat yang digunakan dalam jangka waktu yang lama, penelitian ini juga dilakukan bersamaan dengan uji toksisitas akut pada mencit


(26)

yang dilakukan oleh Wahyuningsih (2015) untuk mengetahui LD50 dari infusa biji

alpukat. LD50 semu infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) adalah >2655,95

mg/kgBB dan bila dilihat dari makna toksikologi maka ketoksikan akut infusa biji alpukat termasuk kategori sedikit toksik (0,5-5 g/kg).

Hati merupakan organ tubuh yang menjadi pusat metabolisme tubuh yang juga merupakan filter utama untuk menghilangkan racun seperti obat-obatan dan alkohol (Syaifuddin, 2006). Salah satu indikator kerusakan sel-sel hati adalah meningkatnya kadar enzim-enzim hati dalam serum, termasuk meningkatnya kadar Serum Glutamic Pyruvic Transaminase dan kadar Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase. Serum Glutamic pyruvic transaminase (SGPT) dan Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) merupakan enzim yang paling banyak dijumpai di organ hati, dan juga merupakan enzim aminotransferase yang beraktivitas dalam serum untuk mengukur indikasi penyakit hati (Lott, Nolte, Gretch, koff, dan Seeff, 2000). Perubahan atau meningkatnya kadar SGPT dan SGOT ini merupakan perubahan biokimia yang merupakan wujud efek toksik sehingga perubahan biokimia ini dapat digunakan sebagai indikator adanya pengaruh efek toksik dari infusa biji alpukat terhadap organ hati.

Oleh karena itu, perlu adanya penelitian mengenai penggunaan biji alpukat jika digunakan dalam jangka panjang, dalam hal ini penelitian uji toksisitas subakut. Uji toksisitas subakut ini merupakan uji ketoksikan tak khas yang dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan efek toksik pada hewan uji sehingga pada penelitian ini ingin mengetahui pengaruh pemberian infusa biji


(27)

alpukat pada organ hati terhadap perubahan biokimia yang dilihat dari adanya peningkatan kadar SGPT dan SGOT darah tikus galur Sprague Dawley. Infusa dilakukan dengan cara mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 900g

(BPOM RI, 2010). Pada penelitian ini digunakan dalam bentuk infusa karena merupakan salah satu bentuk sederhana dalam pembuatan obat tradisional yang digunakan oleh masyarakat, sehingga diharapkan dapat diketahui efeknya sesuai dengan yang digunakan pada masyarakat luas.

1. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Apakah pemberian infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) secara subakut memberikan efek toksik pada organ hati terhadap perubahan biokimia darah yang dilihat dari kadar SGPT dan SGOT darah tikus ?

b. Apakah terdapat hubungan kekerabatan antara dosis infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) dengan efek toksik subakut pada perubahan biokimia kadar SGPT dan SGOT darah?

2. Keaslian penelitian

Penelitian dengan menggunakan biji Persea americana Mill. pernah dilakukan oleh Anggraeni (2006) yang menguji aktifitas infusa biji Persea americana Mill. terhadap glukosa darah tikus Wistar yang diberi beban glukosa yang menunjukkan bahwa infusa biji alpukat 0,315 g/kgBB dapat menurunkan kadar glukosa darah. Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Zuhrotun (2007),


(28)

aktifitas anti diabetes ekstrak etanol biji buah alpukat. Sementara itu, Ozolua, Anaka, Okpo, dan Idogun (2009) melakukan penelitian terkait “Acute And Sub-Acute Toxicological Assessment Of The Aqueous Seed Extract Of Persea americana Millm (Lauraceae) In Rats” dengan hasil nilai LD50 yang tidak dapat

ditentukan setelah dosis maksimal 10 g/kgBB yang menunjukkan bahwa ekstrak biji alpukat aman digunakan namun tidak disarankan digunakan dalam dosis sangat tinggi. Sebelumnya juga pernah dilakukan penelitian terkait pengaruh hepatoprotektif biji alpukat dan dihasilkan bahwa pemberian dekok biji Persea americana Mill. pada dosis 360,71; 642,06; dan 1142,86 mg/kgBB mempunyai pengaruh hepatoprotektif pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida berupa penurunan aktivitas serum ALT dan AST (Kumalasari, 2013). Penelitian terkait Analisis Senyawa Metabolit Sekunder dan Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Biji Buah Alpukat (Persea americana Millm) pernah dilakukan, didapatkan nilai Lg50 sebesar 42,270 mg/L, 36,078 mg/L, 36,924 mg/L, dan

34,302 mg/L (Marlinda, et al., 2012). Selain itu, juga sudah pernah dilakukan penelitian oleh Imafidon dan Amaechina (2010), yaitu “ Effects of Aqueous Seed Extract of Persea americana Millm (Avocado) on Blood Pressure and Lipid Profile in Hypertensive Rats” hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol biji alpukat dapat menurunkan tekanan darah pada tikus.

Sejauh penelusuran yang dilakukan oleh peneliti, belum pernah ada yang melakukan uji toksisitas subakut infusa biji Persea americana Mill. pada tikus terhadap kadar SGPT dan SGOT.


(29)

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan untuk memberikan kajian efek toksik secara subakut tentang penggunaan biji alpukat (Persea americana Mill.) pada organ hati terhadap perubahan biokimia yang dilihat dari perubahan kadar SGPT dan SGOT.

b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi mengenai pengaruh pemberian subakut infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) pada organ hati terhadap perubahan biokimia hati dilihat dari kadar SGPT dan SGOT darah tikus.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Secara umum ingin mengetahui ada tidaknya potensi efek toksik subakut dari infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) pada organ hati terhadap perubahan biokimia yang dilihat dari adanya perubahan kadar SGPT dan SGOT darah.

2. Tujuan khusus

Mengetahui hubungan kekerabatan antara dosis pemberian infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) terhadap efek toksik secara subakut pada hati terhadap perubahan biokimia hati yang dilihat dari perubahan kadar SGPT dan SGOT darah.


(30)

7 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Biji Alpukat (Persea americana Mill.)

1. Morfologi tanaman

Tanaman Persea americana Mill. berasal dari Amerika Tropis, Meksiko, Guatemala, dan Hindia barat. Tanaman alpukat berupa pohon dengan ketinggian 3 sampai 10 m, ranting tegak dan berambut lurus, daun berdesakan diujung ranting, bentuk bulat telur atau corong, awalnya berbulu pada kedua belah permukaannya dan lama-kelamaan menjadi licin, panjang 10 cm sampai 20 cm, lebar 5 cm sampai 10 cm, panjang tangkai 1,5 cm sampai 5 cm. Bunga alpukat berupa malai dan terletak di dekat ujung ranting, bunganya berdiameter 1-1,5 cm, bewarna putih kekuningan, berambut halus. Benang sari 12, dalam 4 karangan, yang paling dalam tidak berungsi dan berwarna jingga sampai cokelat. Buah alpukat berbentuk bola lampu sampai bulat telur, panjang 5 cm sampai 20 cm, lebar 5 cm sampai 10 cm, tanpa sisa bunga, bewarna hijau kekuningan berbintik ungu, gandul/ halus, dan harum, biji berbentuk bola dan hanya terdapat satu biji dalam 1 buah (Departemen Kesehatan RI, 1996). Gambar biji Persea americana Mill. dapat dilihat pada gambar 1.


(31)

Gambar 1. Biji alpukat (USDA, 2014).

2. Taksonomi biji alpukat

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas : Magnoliidae

Ordo : Laurales Famili : Lauraceae

Genus : Persea

Spesies : Persea americana Mill.


(32)

3. Sinonim

Di Indonesia nama alpukat mempunyai beberapa nama daerah, seperti alpuket/ alpukat (Jawa Barat), alpokat (Jawa Tengah & Jawa Timur) dan apokat atau jambu wolanda (sebutan di lain daerah). Nama alpukat beragam di berbagai negara atau daerah, antara lain advocaat (Belanda), avocat (Prancis), ahuaca-te atau aguacate (Spanyol) dan avocado (Inggris) (Rukmana, 1997).

4. Kandungan kimia

Kandungan fitokimia dari biji alpukat paling banyak ditemukan, yaitu alkaloid, triterpenoid, tanin, flavonoid, dan saponin (Marlinda, et al., 2012). Menurut hasil penelitian Arukwe, et al., (2012), kandungan fitokimia biji alpukat adalah saponin, tanin, flavonoid, alkaloid, steroid dan fenolik. Kandungan saponin sebesar 19,21 (mg) ± 2,81; tanin 0,24 (mg) ± 0,12; flavonoid 1,90 (mg) ± 0,07; alkaloid 0,72 (mg) ± 0,12; fenol 6,14 (mg) ± 28; steroid 0,09 (mg) ± 0,00.

5. Kegunaan

Biji buah alpukat digunakan untuk mengurangi kadar gula dalam darah dan gigi berlubang (Hariana, 2004). Di Nigeria ekstrak biji alpukat digunakan untuk pengobatan hipertensi (Ozolua et alm, 2009). Biji alpukat dengan kandungan tannin nya yang berfungsi sebagai astringen dapat menghambat absorbsi glukosa pada usus (Anggraeni, 2006). Penelitian yang dilakukan Anggraeni (2006) dan Zohrotun (2007) juga mengatakan bahwa biji alpukat memiliki khasiat sebagai antidiabetes. Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan Imafidon dan Amaechina (2010) ekstrak air dari biji Persea americana Mill. (alpukat) dapat menurunkan tekanan darah dan profil lipid pada tikus hipertensi. Biji alpukat


(33)

dalam bentuk infusa juga mampu memiliki aktivitas nefroprotektif (Yoseph, 2013), serta penelitian yang dilakukan oleh Kumalasari (2013) dan Permatasari (2013) menyatakan bahwa pemberian dekok dan infusa biji Persea americana Mill. mempunyai efek hepatoprotektif berupa penurunan aktivitas serum ALT dan AST. Biji alpukat memiliki aktivitas anti inflamasi dan meningkatkan sistem imun (Arukwe, et al., 2012).

B. Toksikologi

Menurut Paracelcus semua senyawa adalah racun, tidak ada satupun yang bukan racun, kemudian ditambahkan oleh Doull & Bruce bahwa takaran (dosis) yang tepatlah yang membedakan antara racun dan obat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat kekerabatan antara takaran senyawa dan respon tubuh. Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari berbagai pengaruh zat kimia yang merugikan sistem biologi (Donatus, 2001).

Uji toksisitas adalah suatu uji untuk mendeteksi efek toksik suatu zat pada sistem biologi dan untuk memperoleh data dosis-respon yang khas dari sediaan uji. Hasil uji toksisitas tidak dapat digunakan secara mutlak untuk membuktikan keamanan suatu bahan/ sediaan pada manusia, namun dapat memberikan petunjuk adanya toksisitas relatif dan membantu identifikasi efek toksik bila terjadi pemaparan pada manusia (BPOM RI, 2014).

Kondisi pemejanan juga berpengaruh terhadap efek toksik suatu senyawa. Kondisi pemejanan meliputi jenis pemejanan, jalur pemejanan, lama pemejanan, kekerapan, saat pemejanan dan takaran pemejanan (Donatus, 2001).


(34)

Uji toksikologi dibagi menjadi dua, yaitu uji ketoksikan tak khas dan uji ketoksikan khas.

1. Uji ketoksikan tak khas

Uji ketoksikan tak khas merupakan uji toksikologi yang dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan efek toksik suatu senyawa pada aneka ragam jenis hewan uji. Uji ketoksikan tak khas terdiri dari tiga, yaitu uji ketoksikan akut, subkronis (subakut), dan kronis (Donatus, 2001).

a. Uji ketoksikan akut. Uji toksisitas akut, yaitu uji yang dirancang untuk menentukan efek toksik suatu senyawa yang terjadi dalam waktu yang singkat setelah pemejanan atau pemberian dalam jumlah tertentu. Biasanya pengamatan dilakukan selama kurang dari 24 jam. Data kuantitatif yang diperoleh adalah nilai LD50 sedangkan data kualitatif

berupa penampakan klinis (gejala) dan morfologis efek toksik senyawa uji (Klaassen, 2001).

b. Uji ketoksikan subakut (subkronis). Uji toksisitas subakut adalah uji ketoksikan suatu senyawa yang diberikan dengan dosis berulang pada hewan uji tertentu selama kurang dari tiga bulan. Uji ini ditujukan untuk mengungkapkan spektrum efek toksik senyawa uji dan untuk memperlihatkan apakah spektrum efek toksik tersebut berkaitan dengan takaran dosis. Hasil uji memberikan informasi tentang efek toksik utama senyawa uji dan organ-organ yang dipengaruhi, efek toksik lambat yang tidak diamati pada uji ketoksikan akut, kekerabatan antara dosis dan efek toksik, dan reversibilitas (Donatus, 2001).


(35)

c. Uji ketoksikan kronis. Uji ketoksikan kronis merupakan uji ketoksikan suatu senyawa yang diberikan dengan dosis berulang pada hewan uji selama lebih dari tiga bulan (selama sebagian besar masa hidup hewan uji) (Klaassen, 2001).

2. Uji ketoksikan khas

Uji ketoksikan khas merupakan uji toksikologi yang dirancang untuk mengevaluasi secara rinci efek toksik yang khas dari suatu senyawa pada semua hewan uji. Uji ketoksikan khas meliputi uji potensiasi, uji kekarsinogenetikan, uji kemutagenetikan, uji keteratogenetikan, reproduksi, kulit dan mata, dan perilaku (Donatus, 2001).

Berdasarkan atas alur peristiwa timbulnya efek toksik maka terdapat empat asas utama yang perlu dipahami dalam mempelajari toksikologi. Empat asas tersebut, yaitu:

a. Kondisi efek toksik. Kondisi efek toksik adalah keadaan atau faktor yang mempengaruhi keefektifan absorpsi, distribusi, dan eliminasi zat beracun didalam tubuh sehingga menentukan keberadaan (kadar dan lama tinggal) senyawa atau metabolitnya ditempat aksi dan keefektifan antar aksinya (mekanisme aksi). Keadaan ini bergantung pada kondisi pemejanan dan kondisi makhluk hidup (Priyanto, 2009).

b. Mekanisme efek toksik. Mekanisme zat beracun dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu mekanisme berdasarkan sifat dan tempat kejadian, berdasarkan sifat antaraksi antara racun dan tempat aksinya dan


(36)

berdasarkan risiko penumpukan racun dalam tubuh. Mekanisme aksi berdasarkan sifat dan tempat kejadian dibedakan menjadi mekanisme luka intrasel dan mekanisme luka ekstrasel. Mekanisme luka intrasel merupakan luka sel yang diawali oleh aksi racun pada tempat aksinya di dalam sel sasaran. Mekanisme luka intrasel disebut juga mekanisme langsung atau primer, sedangkan mekanisme luka ekstrasel terjadi secara tidak langsung atau sekunder, dimana tempat kejadian awalnya di lingkungan ekstrasel. Mekanisme aksi berdasarkan sifat antaraksi digolongkan menjadi dua, yaitu aksi toksik yang didasarkan atas antaraksi yang terbalikkan dan yang tak terbalikkan antara racun dan tempat aksinya. Antaraksi yang terbalikkan artinya bila kadar racun yang ada di dalam reseptor habis, maka reseptor akan kembali pada kedudukan semula (normal), sehingga efek toksik yang ditimbulkan oleh racun akan hilang bila pemejanan dihentikan. Antaraksi tak terbalikkan memungkinkan penumpukan efek. Artinya kerusakan yang terjadi sifatnya sama sehingga akan terjadi penumpukan efek toksik, maka pemejanan dengan takaran yang sangat kecil dalam jangka yang panjang akan menimbulkan efek toksik yang seefektif dengan yang ditimbulkan oleh pemejanan racun dengan takaran besar dalam jangka waktu yang pendek. Mekanisme aksi berdasarkan penumpukan senyawa-senyawa yang sangat lipofil dan sulit dimetabolisme di dalam tubuh akan cenderung untuk disimpan di dalam gudang penyimpanan kompartemen lemak dalam keadaan tidak aktif sehingga relatif tidak membahayakan.


(37)

Namun secara perlahan senyawa racun tersebut akan terlepas menuju ke sirkulasi darah dan akan meningkatkan kadar senyawa yang ada di dalam cairan tubuh. Apabila kadar senyawa dalam darah melebihi kadar toksik minimum (KTM) maka dapat menimbulkan efek toksik yang tidak diinginkan (Donatus, 2001).

c. Wujud efek toksik. Wujud efek toksik merupakan hasil akhir dari aksi dan respon toksik. Respon toksik merupakan proses dimana sel, jaringan, atau organ menanggapi adanya luka dalam komponen tubuh. Wujud efek toksik terdiri dari perubahan biokimia, perubahan fisiologi (fungsional) dan perubahan struktural. Respon yang terjadi merupakan hasil akhir dari perubahan biokimia, yaitu perubahan kadar SGPT dan SGOT darah terhadap luka sel akibat antaraksi racun dan tempat aksinya, yang termasuk wujud efek toksik jenis ini diantaranya penghambatan respirasi seluler, perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit, dan gangguan pasok energi. Perubahan biokimia berupa perubahan kadar SGPT dan SGOT ini bersifat terbalikkan. Respon yang lain dilihat dari perubahan fisiologi (fungsional) yang berkaitan dengan antaraksi racun dengan reseptor sehingga dapat mempengaruhi fungsi homeostasis. Perubahan ini bersifat terbalikkan, yang termasuk wujud efek toksik jenis ini diantaranya anoksia, gangguan pernafasan, perubahan kontraksi dan relaksasi otot, gangguan sistem saraf pusat. Wujud efek toksik yang ketiga adalah perubahan struktural, yang biasanya sudah diawali oleh perubahan biokimia dan perubahan fungsional, yang masuk dalam wujud


(38)

efek toksik ini, yaitu nekrosis, perlemakan, karsinogenesis dan teratogenesis (Donatus, 2001).

d. Sifat efek toksik. Sifat efek toksik terdiri dari sifat terbalikkan (reversibilitas) dan sifat tak terbalikkan (irreversibilitas). Dikatakan sifat efek toksik yang terbalikkan jika kerusakan dapat kembali seperti keadaan normal. Keterbalikkan ini bergantung pada berbagai faktor, yaitu tingkat paparan (waktu dan jumlah racun) dan kemampuan jaringan yang terkena untuk memperbaiki diri. Dikatakan mengalami sifat tak terbalikkan jika efek toksik yang terjadi tidak dapat kembali seperti keadaan normal (Donatus, 2001). Sifat efek toksik yang tak terbalikkan adalah apabila kerusakan yang terjadi sifatnya menetap, pemejanan berikutnya akan menimbulkan kerusakan yang sifatnya sama sehingga menimbulkan terjadinya penumpukan efek toksik sehingga efek yang ditimbulkan antara pemejanan dengan takaran kecil jangka panjang sebanding dengan pemejanan dosis besar jangka pendek. Zat atau racun yang dapat menimbulkan efek toksik tak terbalikkan adalah zat racun yang terakumulasi atau sangat sulit di eliminasi (Priyanto, 2009).

C. Toksisitas Subakut

Uji ketoksikan subakut atau sering disebut dengan subkronis merupakan pengujian untuk mendeteksi efek toksik yang muncul setelah pemberian sediaan uji yang dilakukan kepada hewan coba dengan sedikitnya tiga tingkat dosis berulang dalam jangka waktu kurang dari tiga bulan (selama 28 hari- 90 hari).


(39)

Penelitian toksisitas subakut pada umumnya, bertujuan untuk memperluas uji toksisitas dengan menentukan dosis minimal dan dosis maksimal yang dapat ditoleransi. Dosis toksik minimal adalah dosis terkecil yang masih memberikan efek terapi. Dosis maksimal adalah dosis terbesar yang tidak menimbulkan gejala toksik. gara pemberian obat dan besarnya dosis yang diberikan bergantung pada kebutuhan uji klinik (Donatus, 2001).

Tujuan lain dari uji toksisitas subakut adalah untuk memperoleh informasi adanya efek toksik zat yang tidak terdeteksi pada uji toksisitas akut, informasi kemungkinan adanya efek toksik setelah pemaparan sediaan sediaan uji secara berulang dalam jangka waktu tertentu (BPOM, 2014).

Uji toksisitas subakut dilakukan untuk mengeksplorasi secara luas keseluruhan efek biologis yang ditimbulkan pada tempat aksi yang diberikan pada rentang dosis tertentu. Uji toksisitas subakut dapat menentukan toksisitas secara kuantitatif (pengaruh atau efek yang ditimbulkan terhadap jaringan dan plasma darah) dan secara kualitatif (organ target dan efek yang ditimbulkan) dari pemberian dosis berualang pada hewan uji (Gad, 2002).

Hewan uji yang disarankan paling tidak satu jenis hewan dewasa sehat, baik jantan ataupun betina. Hewan yang dipilih adalah hewan yang peka dan mempunyai pola metabolisme terhadap senyawa uji yang semirip mungkin dengan manusia (Donatus, 2001). Hewan dimasukkan dalam dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang dilakukan pengambilan sampel secara acak atau random (Gad, 2002). Menurut Derelanko and Hollinger (2002) jumlah kelompok hewan uji paling tidak sebanyak empat kelompok, yaitu satu


(40)

kelompok kontrol dan tiga kelompok peringkat dosis. Jumlah hewan uji untuk jangka waktu penelitian selama empat minggu, paling tidak terdapat lima jantan dan lima betina dalam tiap kelompok perlakuan. Hewan uji harus diadaptasikan terlebih dahulu selama beberapa hari sebelum dilakukan percobaan supaya kondisi hasil percobaan yang akan diperoleh benar-benar merupakan pengaruh pemberian perlakuan bukan karena lingkungan yang baru bagi hewan uji.

Takaran dosis yang diberikan untuk hewan uji paling tidak merupakan peringkat dosis. Penelitian toksisitas subakut biasanya menggunakan setidaknya tiga atau lebih peringkat dosis. Takaran dosis senyawa uji diberikan sekali sehari selama kurun waktu uji ketoksikan subakut melalui jalur pemberian sesuai dengan jalur yang digunakan oleh manusia (Donatus, 2001).

Pengamatan dan pemeriksaan yang dilakukan dalam uji toksisitas subakut meliputi: Perubahan berat badan yang diukur paling tidak tujuh hari sekali, asupan pakan untuk masing-masing hewan atau kelompok hewan uji yang ditimbang paling tidak tujuh hari sekali, gejala-gejala klinis umum yang diamati setiap hari, pemeriksaan hematologi yang diukur sebanyak dua kali, yaitu pada saat sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan (pada akhir uji toksisitas), pemeriksaan kimia darah yang diukur sebanyak dua kali, yaitu pada saat sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan (pada akhir uji toksisitas), analisis urin yang dilakukan paling tidak sekali, pemeriksaan histopatologi organ hewan uji pada akhir uji toksisitas (Donatus, 2001).


(41)

D. Hati

1. Anatomi dan fisiologi hati

Hati merupakan organ intestinal terbesar yang merupakan pusat metabolisme tubuh yang juga merupakan filter utama untuk menghilangkan racun seperti obat-obatan dan alkohol. Dalam keadaan segar hati berwarna merah tua, warna tersebut disebabkan oleh adanya darah yang banyak (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2008). Organ hati ini tersusun oleh beberapa tipe sel, yaitu:

a. Sel hepatosit. Sel-sel ini merupakan 70% dari semua sel di hati dan 90% dari berat hati total. Hepatosit tersusun dalam unit-unit fungsional yang disebut lobulus. Setiap lobulus mempunyai sebuah vena sentral (vena terminalis) dan traktus portal yang terletak di perifer (Baradero, dkk., 2008).

b. Sel duktus biliaris. Sel-sel duktus biliaris membentuk duktulus dalam traktus portal lobulus hati. Duktulus dari lobulus-lobulus yang berdekatan menyatu menjadi duktus yang berjalan menuju hilus hati, dengan ukuran dan garis tengahnya secara bertahap membesar (Baradero, dkk., 2008).

c. Sel vaskuler. Hati mempunyai peredaran darah ganda, organ ini menerima darah melalui arteri hepatika dan vena porta. Arteri hepatika dan vena porta masuk ke hati di porta hepatis lalu bercabang menjadi pembuluh yang lebih halus berjalan sejajar sampai mencapai traktus portal lobulus (Baradero, dkk., 2008).


(42)

Organ hati terletak pada bagian atas rongga abdomen yang menempati bagian terbesar pada regio hypochondrium kanan dan epigastrium dan sebagian besar tertutup diafragma. Hati terbungkus dalam kapsul tipis yang tidak elastis dan sebagian tertutupi oleh lapisan peritoneum. Lipatan peritoneum membentuk ligamen penunjang yang melekatkan hati pada permukaan inferior diafragma (Waugh and Grant, 2011). Hati mempunyai dua lobus utama, yaitu lobus kanan dan lobus kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiforme yang dapat dilihat dari luar. Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur yang dinamakan lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ (Price and Wilson, 2005). Gambar struktur dasar lobulus hatiditunjukkan pada gambar 2.


(43)

Setiap lobulus merupakan badan heksagonal yang terdiri atas lempengan–lempengan sel hati yang berbentuk kubus, tersusun rapi mengelilingi vena sentralis. Di antara lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang dinamakan sinusoid, yang merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika. Sinusoid adalah saluran pembuluh darah yang dilapisi oleh hepatosit, di mana darah yang mengalir melalui sinusoid akan diproses dan diolah oleh hepatosit (Barron. 2009). Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel Kupffer yang merupakan sistem monosit-makrofag, yang berfungsi menelan bakteri dan benda asing lain dalam darah. Oleh karena itu, hati merupakan salah satu organ yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap invasi bakteri dan agen toksik (Price and Wilson, 2005).

Sel-sel hati mendapat suplai darah dari vena porta hepatika yang kaya akan makanan, tidak mengandung oksigen dan terkadang toksik, serta dari arteri hepatika yang mengandung oksigen menuju vena sentralis, karena mempunyai sistem peredaran darah yang tidak biasa ini, maka sel-sel hati mendapat darah relatif kurang oksigen. Keadaan ini menjelaskan mengapa hati lebih rentan terhadap kerusakan dan penyakit (Wibowo dan Paryana, 2009).

Fungsi hati sebagai organ keseluruhan diantaranya adalah: Mengubah zat makanan yang diabsorpsi dari usus yang disimpan, mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekskresi dalam empedu dan urine, sekresi empedu, pembentukan ureum, menghasilkan enzim glikogenik yang mengubah glukosa dan glikogen (Syaifuddin, 2006).


(44)

a. Metabolisme karbohidrat. Organ hati berperan penting dalam mempertahankan kadar glukosa plasma. Setelah makan, saat glukosa darah meningkat, glukosa diubah menjadi glikogen sebagai cadangan dan mempengaruhi hormon insulin. Selanjutnya, saat kadar glukosa turun, hormon glukagon merangsang perubahan glikogen kembali menjadi glukosa dan menjaga kadar dalam kisaran normal.

b. Metabolisme lemak. gadangan lemak dapat diubah menjadi suatu bentuk energi yang dapat digunakan jaringan.

c. Metabolisme protein. Metabolisme protein terdiri dari tiga proses, yaitu yang pertama deaminasi asam amino melibatkan beberapa proses: menyingkirkan bagian nitrogen dari asam amino yang tidak diperlukan untuk membentuk protein baru, pemecahan asam nukleat menjadi asam urat, yang kedua transaminasi merupakan penyingkiran bagian nitrogen asam amino dan melekatkan asam amino pada molekul karbohidrat untuk membentuk asam amino non-esensial, yang ketiga sintesis protein plasma dan sebagian besar faktor pembekuan darah dari asam amino.

d. Pemecahan eritrosit dan pertahanan tubuh terhadap mikroba. e. Detoksifikasi obat dan zat berbahaya.

f. Sekresi empedu. Hepatosit mensintesis empedu dari darah dan arteri yang bercampur di sinusoid. Sekresi ini meliputi garam empedu, pigmen empedu dan kolesterol.


(45)

2. Patologi hati/ jenis kerusakan hati

Hati merupakan organ sasaran zat toksik karena sebagian besar toksikan memasuki tubuh melalui sistem gastrointestinal, dan setelah toksin diserap dibawa ke vena porta ke hati. Hati mempunyai kadar enzim yang tinggi untuk memetabolisme xenobiotik (terutama sitokrom P450), yang membuat sebagian

besar zat toksik menjadi kurang toksik dan lebih mudah larut dalam air sehingga mudah diekskresikan (Lu, 2006). Jenis-jenis kerusakan hati yang disebabkan oleh toksikan, yaitu:

a. Nekrosis hati (kematian sel). Nekrosis hati adalah kematian hepatosit, nekrosis dapat bersifat fokal (sentral, pertengahan, atau perifer), dan biasanya nekrosis merupakan kerusakan akut. Beberapa zat kimia telah dibuktikan atau dilaporkan sebagai penyebab adanya nekrosis hati. Nekrosis hati merupakan suatu manifestasi toksik yang berbahaya, tetapi tidak selalu kritis karena mempunyai kapasitas regenerasi yang luar biasa. gontoh penyebab nekrosis hati adalah karbon tetraklorida, kloroform, tetrakloroetan, isoniazid, dan paracetamol (Lu, 2006).

b. Sirosis. Sirosis hati merupakan penyakit kronis pada hati dengan inflamasi dan fibrosis hati. Sirosis ditandai dengan adanya septa kolagen yang tersebar di sebagian besar organ hati, terjadi kematian sel-sel hati serta regenerasi sel dan jaringan parut yang menggantikan sel normal. Kumpulan hepatosit muncul sebagai nodul yang dipisahkan oleh lapisan berserat. Pada sebagian besar kasus sirosis disebabkan oleh nekrosis sel tunggal karena kurangnya mekanisme perbaikan sehingga terjadi


(46)

aktivitas fibroblastik dan pembentukan jaringan parut. Penyebab sirosis yang paling penting adalah penggunaan alkohol dalam jangka waktu yang lama (Lu, 2006).

c. Kolestasis. Kolestasis ini merupakan jenis kerusakan organ hati yang bersifat akut dan jarang ditemukan dibandingkan dengan steatosis dan nekrosis. Kolestasis ini ditandai dengan berkurangnya aktivitas ekskresi empedu pada membran kanalikulus. gontoh penyebabnya, yaitu α- naftilisosianat (ANIT), klorpromazin, dan eritromisin laktobionat. Kolestatik berkaitan dengan hambatan aliran empedu baik karena luka pada hepatokanalikuler maupun saluran empedu dan dapat pula tanpa adanya luka kanalikuler. Hal ini menyebabkan berkurangnya aktifitas ekskresi empedu pada membran kanalikulus (Lu, 2006).

d. Steatosis (perlemakan hati/ degenerasi hati). Steatosis atau perlemakan hati, yaitu jika hati mengandung berat lipid lebih dari 5%, sehingga terjadi lesi yang bersifat akut maupun kronik. gontoh tetrasiklin yang menyebabkan banyak butiran lemak kecil dalam suatu sel dan etanol menyebabkan butiran lemak besar sehingga menggantikan inti pada sel (Lu, 2006).

e. Karsinogenesis. Karsinoma hepatoseluler dan kolangiokarsinoma adalah jenis neoplasma ganas yang paling umum pada hati. Jenis kanker lain, yaitu angiosarkoma, karsinoma kelenjar, karsinoma trabekular, dan karsinoma sel hati yang tidak berdiferensisasi. gontoh penyebab karsinogenesis adalah vinil klorida, aflatoksin, dan dioksin (Lu, 2006).


(47)

3. Jenis pemeriksaan

Jenis-jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan dan kerusakan hati antara lain:

a. Pemeriksaan patologi makroskopik. Toksisitas pada hati seperti steatosis atau perlemakan hati dan sirosis dapat ditunjukkan dari warna dan penampilan hati. Berat organ hati juga merupakan petunjuk yang sangat peka terhadap kerusakan hati. Meski suatu efek tidak selalu menunjukkan toksisitas, pada kasus tertentu peningkatan berat hati merupakan kriteria paling peka sebagai petunjuk toksisitas.

b. Pemeriksaan mikroskopik. Berbagai jenis kelainan histologi seperti perlemakan, nekrosis, sirosis, nodul hiperplastik, dan neoplasia dapat dideteksi dengan pengamatan di bawah mikroskop cahaya. Dengan mikroskop elektron akan dapat mendeteksi perubahan dalam berbagai struktur organel.

c. Pemeriksaan biokimia hati. Beberapa enzim serum digunakan sebagai indikator kerusakan hati. Bila terjadi kerusakan hati, enzim ini dilepaskan ke dalam darah dari sitosol dan organel, seperti mitokondria, lisosom, dan nucleus. Beberapa uji pemeriksaan biokimia hati yang sering dilakukan meliputi serum transaminase, Lactat Dehidrogenase (LDH), alkalin fosfatase, γ- Glutamil Transferase (GGT), bilirubin serum, asam empedu, albumin, dan globulin serum (Sadikin, 2002).


(48)

E. Serum Aminotransferase

Serum aminotransferase merupakan enzim intraseluler yang dikeluarkan dari hepatosit yang mengalami kerusakan, serum aminotransferase terdiri dari dua, yaitu alanine aminotransferase (ALT) dan aspartate aminotransferase (AST). Alanine aminotransferase (ALT, SGPT [Serum Glutamic Pyruvic Transaminase]) ditemukan di sitosol, konsentrasi tertinggi terdapat di organ hati dan aspartate aminotransferase (AST, SGOT [Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase]) ditemukan di mitokondria dan sitosol, terdapat di organ hati, tulang otot, jantung, ginjal, otak dan pankreas. Tingkat ALT dan AST dapat digunakan untuk membantu mendiagnosis adanya penyakit hati. Kenaikan kadar transaminase dalam serum disebabkan oleh enzim yang terlepas karena sel bersangkutan mengalami nekrosis atau karena enzim yang bocor dari dalam sel.

Pada orang dewasa normal kadar ALT berkisar antara 5-35 IU/L dan kadar AST berkisar antara 5-40 IU/L. Pada tikus kadar ALT normal berkisar antara 17,5-30,2 IU/L dan kadar AST berkisar antara 45,7-80,8 IU/L (Johnson-Delaney, 2008). Pada kerusakan membran sel hati kenaikan ALT lebih menonjol dibanding kadar AST (Suckow, Stevens, Wilson, 2012). Peningkatan aminotransferase merupakan kelainan biokimia yang pertama kali terdeteksi pada penderita dengan virus, autoimun, atau induksi obat hepatitis.

F. Sediaan Infusa

Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 900g selama 15 menit. Pembuatan infusa merupakan sediaan herbal dari bahan lunak seperti daun dan bunga. Dapat


(49)

diminum panas atau dingin. Serkai selagi panas melalui kain flanel, lalu menambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infusa yang diinginkan (BPOM RI, 2010).

G. Keterangan Empiris

Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif untuk mendapatkan bukti adanya efek toksisitas subakut dari infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) pada organ hati terhadap perubahan biokimia hati yang dilihat dari kadar SGPT dan SGOT darah tikus jantan dan betina galur Sprague Dawleym


(50)

27 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental murni dengan rancangan sederhana acak lengkap pola searah.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel utama

a. Variabel bebas. Variabel bebas penelitian ini adalah peringkat dosis dalam pemberian infusa biji Persea americana Mill. (g/Kg BB). b. Variabel tergantung. Variabel tergantung dari penelitian ini adalah perubahan kadar SGPT dan kadar SGOT darah setelah pemberian infusa biji alpukat (Persea americana Millm).

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dari penelitian ini adalah kondisi hewan uji, yaitu berupa tikus galur Sprague Dawley, jenis kelamin jantan dan betina, umur 2-3 bulan, berat badan 150-250 g yang diperoleh dari Laboratorium Hayati Imono, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Frekuensi pemberian infusa Persea americana Mill. satu kali sehari dua puluh delapan hari berturut-turut dengan waktu pemberian yang sama secara per oral. Selain itu, variabel pengacau juga dari bahan uji yang digunakan berupa biji alpukat yang mempunyai waktu panen, tempat tumbuh dan suhu yang sama.


(51)

b. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali dari penelitian ini adalah kondisi patologis dari tikus jantan dan betina galur Sprague Dawley yang digunakan dalam penelitian.

3. Definisi operasional

a. Infusa biji alpukat. Infusa yang dianalisis merupakan ekstraksi simplisia biji alpukat (Persea americana Mill.) sebanyak 8 g pada suhu 900g dengan menggunakan pelarut aquadest sebanyak 100 mL selama 15

menit, sehingga menghasilkan infusa biji alpukat dengan konsentrasi 8% b/v.

b. Biji Persea americana Mill. Biji Persea americana Mill. yang digunakan adalah biji alpukat segar yang tidak busuk.

c. Dosis infusa biji alpukat. Dosis yang diberikan kepada tikus kelompok perlakuan, yaitu sebesar dosis I= 202,24 mg/kgBB, dosis II= 360 mg/kgBB, dosis III= 640,8 mg/kgBB dan dosis IV= 1140,6 mg/kgBB.

d. Perubahan kadar SGPT dan SGOT darah. Perubahan kadar SGPT dan SGOT darah ditunjukkan dengan adanya peningkatan atau penurunan yang berbeda bermakna pada kelompok perlakuan yang diberi infusa biji alpukat yang dibandingkan dengan kelompok kontrol aquadest (pelarut) setelah pemberian infusa biji alpukat (post perlakuan) selama 28 hari.


(52)

e. Pemberian subakut. Pemberian infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) satu kali sehari selama 28 hari berturut-turut pada waktu yang sama secara per oral.

C. Bahan Penelitian

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 25 tikus jantan dan 25 tikus betina galur Sprague Dawley, yang berumur 2-3 bulan dengan berat badan 150-250 g yang diperoleh dari Laboratorium Hayati Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Biji Persea americana Mill. yang digunakan diperoleh dari Depot Es Teller 77 yang berada di Galleria Mall Yogyakarta yang diambil dari perkebunan alpukat di Klaten pada bulan Juni 2014. Biji buah alpukat yang digunakan berasal dari buah alpukat yang belum atau tidak mengalami pembusukan. Selain itu, juga digunakan aquadest untuk pelarut dalam pembuatan infusa biji alpukat yang diperoleh dari Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Asupan makanan tikus dengan menggunakan pellet AD2 dan bahan minuman untuk hewan uji, yaitu air reverse osmose (RO) yang diperoleh dari Laboratorium Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penelitian dengan menggunakan hewan coba ini telah mendapatkan Ethical Clearence dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (lampiran 8).


(53)

D. Alat dan Instrumen Penelitian

1. Alat pembuatan simplisia

Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan simplisia meliputi timbangan digital, oven, blender, ayakan no. 40, wadah untuk menyimpan serbuk biji alpukat.

2. Alat penetapan kadar air

Alat-alat yang digunakan untuk penetapan kadar air meliputi timbangan, sendok, moisture balance, dan stopwatchm

3. Alat pembuatan infusa biji alpukat

Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan infusa biji alpukat meliputi panci enamel, timbangan analitik, Bekker glass, batang pengaduk, gelas ukur, thermometer, stopwatch, cawan porselen, penangas air, kain flannel dan waterbath, kompor listrik.

4. Alat uji toksisitas biji alpukat

Alat-alat yang digunakan untuk pengujian toksisitas inusa biji alpukat meliputi timbangan, Bekker glass, jarum suntik per oral, spuit injeksi, eppendorf, pipa kapiler (haematokrit), kandang tikus (metabolic cage).

E. Tata Cara Penelitian

1. Determinasi biji alpukat

Determinasi biji alpukat (Persea americana Mill.) dilakukan dengan mencocokkan ciri-ciri makroskopis dan mikroskopis biji Persea americana Mill. yang diperoleh dari Depot Es Teller 77 yang berada di Galleria Mall Yogyakarta dengan biji yang telah diketahui pasti merupakan biji Persea americana Mill.


(54)

berdasarkan ciri-ciri morfologinya. Determinasi dilakukan di Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

2. Pengumpulan biji alpukat

Pada penelitian ini bahan uji yang digunakan adalah biji alpukat. Biji alpukat diperoleh dari Depot Es Teller 77 yang berada di Galleria Mall Yogyakarta pada bulan Juni 2014. Biji buah alpukat yang digunakan berasal dari buah alpukat yang belum atau tidak mengalami pembusukan.

3. Pembuatan serbuk biji alpukat

Biji alpukat yang telah diperoleh dibersihkan dari kulit luarnya, dicuci dengan air mengalir, dipotong tipis kemudian dikeringkan dengan dimasukkan kedalam oven yang sudah diatur suhunya, suhu yang digunakan 500g selama 72

jam. Potongan biji yang telah kering kemudian diserbuk dan diayak dengan menggunakan ayakan no. 40.

4. Penetapan kadar air serbuk biji alpukat

Penetapan kadar air menggunakan metode gravimetri dengan bantuan alat Moisture Balance. Penetapan kadar air dilakukan dengan cara serbuk kering biji Persea americana Mill. yang sudah diayak sebanyak ±5,0 g dimasukkan kedalam alat Moisture Balance, kemudian diratakan. Bobot serbuk kering biji tersebut dilakukan pemanasan dengan suhu 105 0g selama 15 menit, kemudian

secara otomatis persen kadar air akan muncul pada alat moisture balanced.

5. Pembuatan infusa biji alpukat

Serbuk kering ditimbang 8,0 g, kemudian serbuk kering tersebut dimasukkan dalam panci enamel lalu dibasahi dengan aquadest sebanyak dua kali


(55)

bobot bahan yang ditimbang, yaitu 16 ml aquadest. Sebanyak 100,0 mL pelarut aquadest dimasukkan kedalam panci enamel yang berisi serbuk yang telah dibasahi kemudian dipanaskan diatas penangas air pada suhu 900g selama 15

menit. gampuran kemudian diambil dan ditambah aquadest panas hingga didapatkan volume perasan 100 mL infusa biji Pm americana Mill.

0. Penetapan dosis infusa biji alpukat

Peringkat dosis infusa biji alpukat didasarkan pada pengobatan yang biasa digunakan oleh masyarakat, yaitu ± 2 sendok makan (4 g) serbuk yang direbus dengan 250 mL air. Maka dosis perlakuan yang digunakan adalah 4 g/ 70 kg BB manusia. Berdasarkan data diatas maka konversi dosis manusia 70 kg ke tikus 200 g = 0,018 (Laurence and Bacharach, 1964).

Dosis untuk tikus 200 g = 0,018 x 4 g = 0,72 g/ 200 gBB = 360 mg/kgBB Berdasarkan hasil orientasi infusa penelitian yang dilakukan oleh Yoseph (2013), konsentrasi maksimal infusa biji alpukat yang dapat dibuat adalah 8g/100ml dengan asumsi berat badan hewan uji maksimal adalah 350 g dan volume maksimal pemberian infusa secara p.o = 5 ml. Maka dilakukan perhitungan untuk menentukan dosis tinggi perlakuan dengan rumus :

D x BB = g X V

D x 350 g = 8 g/ 100ml x 5 ml D = 1142,8 mg/kgBB

Kemudian dihitung faktor kelipatan dari dosis rendah dan dosis tinggi. Untuk menentukan peringkat dosis infusa biji Persea americana Mill. dilakukan perhitungan sebagai berikut:


(56)

= , = 1,78 (Faktor Kelipatan) Berdasarkan faktor kelipatan yang maka diperoleh 4 peringkat dosis, yaitu:

Dosis I : 360 mg/kgBB : 1,78 = 202,24 mg/kgBB Dosis II : 360 mg/kgBB

Dosis III : 360 mg/kgBB x 1,78 = 640,8 mg/kgBB Dosis IV : 640,8 mg/kgBB x 1,78 = 1140,6 mg/kgBB 7. Penetapan dosis aquadest sebagai kontrol negatif

Untuk menentukan dosis aquadest digunakan berat badan tertinggi untuk mengetahui jumlah volume maksimum yang harus diberikan kepada hewan uji. Berdasarkan rumus didapatkan volume maksimum, yaitu :

Konsentrasi aquadest: 1 g/mL = 1000 mg/mL D x BB = g x V

D x 350 g = 1000 mg /mL x 5 mL D = /

D = 14285,7 mg/ kgBB

Maka dosis aquadest yang digunakan, yaitu sebesar 14285,7 mg/ kgBB.

8. Penyiapan hewan uji

Hewan uji yang digunakan terdiri dari tikus putih jantan dan betina, galur Sprague Dawley, umur 2-3 bulan, berat badan 150-250 g, berjumlah 50 ekor (25 jantan dan 25 betina) disiapkan dan ditempatkan dalam metabolic cage, satu kandang untuk satu tikus. Tiga hari sebelum perlakuan hewan uji diadaptasikan pada metabolic cage. Penelitian dengan hewan coba ini telah mendapatkan Ethical


(57)

Clearence dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (lampiran 8).

9. Pengelompokan hewan uji

Pada penelitian ini digunakan lima kelompok perlakuan sebanyak lima puluh ekor tikus, dibagi menjadi lima kelompok secara acak, yaitu satu kelompok kontrol dan empat kelompok perlakuan, masing-masing kelompok uji terdiri dari sepuluh ekor tikus (lima tikus jantan dan lima tikus betina).

Kelompok I : diberi sediaan infusa biji alpukat dengan dosis 202,24 mg/kgBB Kelompok II : diberi sediaan infusa biji alpukat dengan dosis 360 mg/kgBB Kelompok III : diberi sediaan infusa biji alpukat dengan dosis 640,8 mg/kgBB Kelompok IV : diberi sediaan infusa biji alpukat dengan dosis 1140,6 mg/kgBB. Kelompok V : kelompok kontrol negatif diberi aquadest dengan dosis sebesar

14285,7 mg/ kgBB.

10. Prosedur pelaksanaan toksisitas subakut

Sediaan uji berupa infusa biji alpukat yang diberikan kepada hewan uji sesuai dosis pemberian dengan kekerapan pemberian satu kali sehari selama 28 hari pada tikus dengan tetap diberikan makan dan minum. Pada hari pertama masa uji sebelum dilakukan perlakuan dan pada hari ke-29, semua tikus diambil darahnya melalui sinus orbital mata, ditampung pada eppendorf berisi heparin untuk diambil serum darah kemudian dilakukan pengukuran kadar SGPT dan SGOT darah tikus. Pengukuran kadar SGPT dan SGOT dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada,


(58)

Yogyakarta. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran kadar SGPT dan SGOT dua kali, yaitu pada pre perlakuan dan post perlakuan dengan tujuan supaya dapat mengetahui adanya peningkatan ataupun penurunan dari kadar tersebut.

11. Pengamatan

a. Pengamatan berat badan hewan uji. Pada pengamatan berat badan hewan uji maka dilakukan dengan cara menimbang hewan uji dengan menggunakan timbangan. Penimbangan berat badan hewan uji ini dilakukan setiap hari selama 28 hari. Perhitungan purata berat badan tikus dilakukan dengan cara menambahkan berat badan tikus kemudian dibagi dengan jumlah tikus ditiap kelompok yang dilakukan pada hari 0, 7, 14, 21, 28.

b. Pengukuran asupan pakan hewan uji. Hewan uji diberikan asupan pakan sebanyak 30 g setiap harinya. Untuk mengetahui seberapa besar asupan pakan yang dikonsumsi oleh tikus maka dilakukan pengukuran setiap harinya. gara mengukur besarnya asupan pakan yang diterima oleh tikus dengan menimbang pakan yang diberikan pada hari pertama, kemudian pada hari kedua dilakukan penimbangan lagi pakan yang masih tertinggal pada wadah. Selisih dari penimbangan antara berat pakan hari pertama dengan berat pakan hari kedua dihitung sebagai asupan makanan yang dihabiskan pada hari pertama, begitu seterusnya untuk hari selanjutnya.

c. Pengukuran asupan minum hewan uji. Hewan uji diberikan minum berupa aquadest sebanyak 100 ml yang ditempatkan pada botol kaca


(59)

bening yang diberi pipa supaya memudahkan tikus untuk minum. Pengukuran asupan minum dilakukan dengan cara memasukkan 100 ml air pada wadah di hari pertama, kemudian pada hari kedua jumlah sisa air yang masih terdapat di dalam botol dihitung kembali. Jumlah air yang diminum oleh tikus pada hari pertama dihitung dengan cara mengurangkan jumlah air minum yang diberikan pada hari pertama dengan jumlah air minum sisa pada hari kedua, begitu seterusnya untuk pengukuran dihari berikutnya.

F. Tata Cara Analisis Hasil Penelitian

1. Pemeriksaan kadar SGPT dan SGOT darah

Penetapan kadar SGPT dilakukan dengan metode optimized UV test. L-alanin (pereaksi A) dan 2-oksoglutarat (pereaksi B) dengan adanya SGPT akan menjadi L-glutamat dan piruvat, hasil urai tersebut dengan adanya NADH dan laktat dehydrogenase (LD) akan direduksi menghasilkan L-laktat dan NAD+.

Jumlah hasil urai yang terbentuk diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 340 nm pada suhu 370g tepat pada menit ke-1 sebagai (A1), menit ke-2 sebagai (A2) dan menit ke-3 sebagai (A3). Kadar SGPT dapat ditentukan dengan menghitung rata-rata selisih absorbansi setiap menit dikali faktor 1745.

Penetapan kadar SGOT dilakukan dengan metode optimized UV test. L-aspartat (pereaksi A) dan 2-oksoglutarat (pereaksi B) dengan adanya SGOT akan menjadi L-glutamat dan oksaloasetat, hasil urai tersebut dengan adanya NADH


(60)

akan direduksi menghasilkan L-malat dan NAD+. Jumlah hasil urai yang

terbentuk diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 340 nm pada suhu 370 g tepat pada menit 1 sebagai (A1), menit

ke-2 sebagai (Ake-2) dan menit ke-3 sebagai (A3). Kadar SGOT dapat ditentukan dengan menghitung rata-rata selisih absorbansi setiap menit dikali faktor1745.

Data kadar SGPT dan SGOT darah tikus dianalisis dengan uji Kolmogorov Smirnov untuk melihat distribusi data tiap kelompok. Apabila distribusi data normal maka analisis dilanjutkan dengan analisis pola searah (One- Way ANOVA) dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan masing-masing kelompok, jika terdapat perbedaan yang bermakna (p<0,05) maka dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk mengetahui perbedaan antar kelompok. Apabila hasil analisis dengan uji Kolmogorov Smirnov data menunjukkan distribusi yang tidak normal maka analisis dilanjutkan dengan analisis non parametik, yaitu Kruskal Walis untuk melihat perbedaan kadar SGPT dan SGOT darah antar kelompok, dilanjutkan dengan uji Mann Whitney untuk mengetahui perbedaan uji tiap kelompok. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan bermakna sebelum dan sesudah perlakuan dilakukan uji paired-T test untuk semua kelompok perlakuan.

2. Pengamatan berat badan hewan uji

Data perubahan berat badan merupakan data pendukung dengan dihitung purata kenaikan berat badan pada hari ke 0,7, 14, 21, dan pada hari 28. Data perubahan berat badan dianalisis dengan menggunakan General Linier Model (Multivariate). Dari hasil General Linier Model (Multivariate) akan terbaca nilai


(61)

sig berat badan sehingga akan tampak adanya perbedaan yang signifikan atau tidak.

3. Pengukuran asupan pakan hewan uji

Data pengukuran asupan pakan hewan uji dilakukan dengan menghitung purata harian asupan pakan hewan uji. Setelah 28 hari, profil pola makan dibuat dengan menggunakan grafik.

4. Pengukuran asupan minum hewan uji

Data pengukuran asupan minum hewan uji dilakukan dengan menghitung purata harian asupan minum hewan uji. Setelah 28 hari, profil pola minum dibuat dengan menggunakan grafik.


(62)

G. Skema Alur Penelitian

Hewan uji ditempatkan dalam metabolic cage secara acak dan diadaptasikan selama 3 hari sebelum memulai perlakuan

Sebelum hari I, hewan uji ditimbang dan tidak diberi asupan pakan selama 5 jam sebelum pengambilan darah

Dilakukan pengambilan darah (pre perlakuan) Hewan uji ditimbang sebelum dilakukan pengambilan darah

Hewan uji dikembalikan dalam metabolic cage

Empat jam setelah pengambilan darah hewan uji diberi infusa biji alpukat secara peroral dan diberi asupan pakan selama 28 hari pada jam yang sama,

Kel I. 202,24 mg/kgBB

Kel II. 360 mg/kgBB

Kel III. 640,8 mg/kgBB

Kel IV. 1140,6 mg/kgBB

Kel kontrol 14285,7 mg/kgBB

Dilakukan pengukuran asupan pakan, minum dan pengamatan berat badan selama 28 hari Selama 28 hari pemberian infusa biji alpukat secara peroral pada hewan uji

Setelah diberikan infusa biji alpukat selama 28 hari, pada hari ke-29 hewan uji dipuasakan kembali seperti yang dilakukan diawal sebelum pengambilan darah

Dilakukan pengambilan darah (post perlakuan)


(63)

40 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah secara umum ingin mengetahui ada tidaknya potensi efek toksik subakut dari biji alpukat (Persea americana Mill.) pada organ hati terhadap perubahan biokimia yang dilihat dari adanya perubahan kadar SGPT dan SGOT darah. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui hubungan kekerabatan antara dosis pemberian infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) dengan efek toksik secara subakut pada hati terhadap perubahan biokimia hati yang dilihat dari perubahan kadar SGPT dan SGOT darah.

Data pendukung pada penelitian ini adalah data berat badan, data asupan pakan dan data asupan minum. Data berat badan di analisa dengan menggunakan General Linier Model (Multivariate), sedangkan data asupan pakan dan asupan minum dibuat grafik untuk melihat apakah pemberian infusa biji alpukat mempengaruhi pola makan dan pola minum hewan uji.

A. Determinasi Biji Persea americana Mill.

Pada penelitian uji toksisitas infusa biji Persea americana Mill. pada awalnya perlu dilakukan determinasi biji alpukat yang digunakan. Tujuan dilakukan determinasi ini adalah untuk memastikan bahwa biji yang digunakan pada penelitian ini benar-benar biji Persea americana Mill. dikarenakan biji alpukat mempunyai berbagai jenis varietas. Determinasi biji ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi biji Persea americana Mill. yang digunakan sebagai


(64)

penelitian dibandingkan dengan biji Persea americana Mill. standar atau biji yang sudah diketahui pasti merupakan biji Persea americana Mill. Determinasi ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Universitas Gadjah Mada. Setelah dilakukan determinasi maka dapat disimpulkan bahwa biji alpukat yang digunakan dalam penelitian ini adalah benar biji alpukat dengan nama ilmiah Persea americana Mill. Surat determinasi dapat dilihat pada lampiran 7.

B. Penetapan Kadar Air Serbuk Persea americana Mill. Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui kandungan air yang terdapat dalam serbuk biji Persea americana Mill., sehingga dapat diketahui apakah serbuk yang digunakan dalam penelitian ini memenuhi persyaratan kadar air serbuk yang baik atau tidak. Syarat kadar air dalam serbuk simplisia yang baik, yaitu kurang dari 10% (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995). Perlu dilakukan penetapan kadar air karena pada penelitian ini jika serbuk yang digunakan mengandung air lebih dari 10 % maka akan memungkinkan tumbuhnya mikroorganisme, sedangkan media air merupakan habitat yang sangat disukai oleh mikroorganisme untuk dapat berkembangbiak dan melangsungkan hidupnya. Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode Gravimetri dan dilakukan dengan menggunakan alat moisture balance. Prinsip dari metode ini, yaitu analisis kuantitatif atau penetapan jumlah sampel berdasarkan pengukuran berat zat konstan (Sudjadi, 2010).

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa serbuk biji yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai kadar air sebesar 5,63% (lampiran 4), maka dapat


(65)

disimpulkan bahwa serbuk yang digunakan memenuhi persyaratan kadar air yang baik karena mengandung kadar air kurang dari 10 %.

C. Pembuatan Infusa Serbuk Persea americana Mill.

Infundasi dilakukan dengan cara menimbang biji Persea americana Mill. sebanyak 8 g, kemudian ditambahkan aquadest 100 mL. Semua serbuk harus terendam ketika proses pemanasan supaya molekul air dapat menyari senyawa metabolit-metabolit dari seluruh permukaan serbuk. Pemanasan dilakukan di dalam panci enamel yang terbuat dari bahan stainless steelm Proses infundasi dilakukan selama 15 menit setelah suhu mencapai 90og. Kelebihan Infundasi,

yaitu proses ini bisa dilakukan oleh semua orang (awam) sedangkan kekurangan dari proses infundasi adalah infusa tidak dapat digunakan lebih dari sehari, dikarenakan infusa mengandung banyak air sehingga lebih mudah menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme.

D. Kadar SGPT Darah Tikus Akibat Pemberian Infusa Biji Persea

americana Mill.

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui ada tidaknya potensi efek toksik subakut dari biji alpukat (Persea americana Mill.) pada organ hati terhadap perubahan biokimia hati yang dilihat dari kadar SGPT darah tikus, maka dilakukan pemeriksaan kadar SGPT darah untuk mengungkapkan efek toksik yang dihasilkan. Pemeriksaan kadar SGPT dilakukan sebelum (pre) perlakuan dan sesudah (post) perlakuan yaitu, pemberian infusa biji alpukat selama 28 hari dengan tujuan untuk melihat apakah terdapat perbedaan hasil kadar SGPT darah tikus diantara sebelum dan sesudah perlakuan dengan pemberian infusa biji


(1)

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 kontrolpre & kontrolpost 5 -,618 ,267 Pair 2 dosis1pre & dosis1post 5 ,341 ,575 Pair 3 dosis2pre & dosis2post 5 ,643 ,242 Pair 4 dosis3pre & dosis3post 5 ,555 ,331 Pair 5 dosis4pre & dosis4post 5 ,565 ,321

Paired Samples Test Paired Differences

T df Sig.

(2-tailed) Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Pair 1 kontrolpre -

kontrolpost

-20,10000 38,19188 17,07993 -67,52149 27,32149 -1,177 4 ,305

Pair 2 dosis1pre - dosis1post

-19,86000 22,34263 9,99193 -47,60204 7,88204 -1,988 4 ,118

Pair 3 dosis2pre - dosis2post

3,00000 22,95626 10,26635 -25,50397 31,50397 ,292 4 ,785

Pair 4 dosis3pre - dosis3post

-4,88000 16,69946 7,46823 -25,61512 15,85512 -,653 4 ,549

Pair 5 dosis4pre - dosis4post


(2)

Lampiran 18. Analisis Statistik Kadar SGOT Darah Post pada Tikus Betina

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

SGOT

N 25

Normal Parametersa,b Mean 115,0040

Std. Deviation 22,50893 Most Extreme Differences Absolute ,116 Positive ,116 Negative -,078 Kolmogorov-Smirnov Z ,579 Asymp. Sig. (2-tailed) ,890 a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Oneway

Descriptives SGOT

N Mean

Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower

Bound

Upper Bound

kontrol 5 124,3800 32,51426 14,54082 84,0082 164,7518 83,40 173,30 dosis 1 5 119,4400 22,70491 10,15395 91,2481 147,6319 92,00 145,90 dosis 2 5 101,9200 21,89651 9,79242 74,7319 129,1081 66,40 125,10 dosis 3 5 114,1800 11,64440 5,20753 99,7216 128,6384 94,60 122,80 dosis 4 5 115,1000 22,42409 10,02836 87,2568 142,9432 91,80 145,40 Total 25 115,0040 22,50893 4,50179 105,7128 124,2952 66,40 173,30


(3)

Test of Homogeneity of Variances SGOT

Levene Statistic df1 df2 Sig. ,626 4 20 ,649

ANOVA SGOT

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 1397,334 4 349,333 ,649 ,634 Within Groups 10762,316 20 538,116

Total 12159,650 24

Multiple Comparisons Dependent Variable:SGOT

(I) kelompok (J) kelompok

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower

Bound

Upper Bound Bonferroni

dimension2

kontrol

dimension3

dosis 1 4,94000 14,67128 1,000 -41,3244 51,2044 dosis 2 22,46000 14,67128 1,000 -23,8044 68,7244 dosis 3 10,20000 14,67128 1,000 -36,0644 56,4644 dosis 4 9,28000 14,67128 1,000 -36,9844 55,5444 dosis 1

dimension3

kontrol -4,94000 14,67128 1,000 -51,2044 41,3244 dosis 2 17,52000 14,67128 1,000 -28,7444 63,7844 dosis 3 5,26000 14,67128 1,000 -41,0044 51,5244 dosis 4 4,34000 14,67128 1,000 -41,9244 50,6044 dosis 2

dimension3

kontrol -22,46000 14,67128 1,000 -68,7244 23,8044 dosis 1 -17,52000 14,67128 1,000 -63,7844 28,7444


(4)

dosis 3 -12,26000 14,67128 1,000 -58,5244 34,0044 dosis 4 -13,18000 14,67128 1,000 -59,4444 33,0844 dosis 3

dimension3

kontrol -10,20000 14,67128 1,000 -56,4644 36,0644 dosis 1 -5,26000 14,67128 1,000 -51,5244 41,0044 dosis 2 12,26000 14,67128 1,000 -34,0044 58,5244 dosis 4 -,92000 14,67128 1,000 -47,1844 45,3444 dosis 4

dimension3

kontrol -9,28000 14,67128 1,000 -55,5444 36,9844 dosis 1 -4,34000 14,67128 1,000 -50,6044 41,9244 dosis 2 13,18000 14,67128 1,000 -33,0844 59,4444 dosis 3 ,92000 14,67128 1,000 -45,3444 47,1844

Games-Howell

dimension2

kontrol

dimension3

dosis 1 4,94000 17,73522 ,998 -58,1392 68,0192 dosis 2 22,46000 17,53074 ,710 -40,2419 85,1619 dosis 3 10,20000 15,44519 ,957 -51,7109 72,1109 dosis 4 9,28000 17,66362 ,982 -53,6628 72,2228 dosis 1

dimension3

kontrol -4,94000 17,73522 ,998 -68,0192 58,1392 dosis 2 17,52000 14,10652 ,730 -31,2301 66,2701 dosis 3 5,26000 11,41144 ,988 -37,6221 48,1421 dosis 4 4,34000 14,27132 ,998 -44,9657 53,6457 dosis 2

dimension3

kontrol -22,46000 17,53074 ,710 -85,1619 40,2419 dosis 1 -17,52000 14,10652 ,730 -66,2701 31,2301 dosis 3 -12,26000 11,09098 ,799 -53,6488 29,1288 dosis 4 -13,18000 14,01640 ,874 -61,6099 35,2499 dosis 3

dimension3

kontrol -10,20000 15,44519 ,957 -72,1109 51,7109 dosis 1 -5,26000 11,41144 ,988 -48,1421 37,6221 dosis 2 12,26000 11,09098 ,799 -29,1288 53,6488 dosis 4 -,92000 11,29984 1,000 -43,2813 41,4413 dosis 4

dimension3

kontrol -9,28000 17,66362 ,982 -72,2228 53,6628 dosis 1 -4,34000 14,27132 ,998 -53,6457 44,9657


(5)

dosis 2 13,18000 14,01640 ,874 -35,2499 61,6099 dosis 3 ,92000 11,29984 1,000 -41,4413 43,2813


(6)

108

BIOGRAFI PENULIS

Penulis Skripsi dengan judul “Uji Toksisitas Subakut

Infusa Biji Alpukat (

Persea americana

Mill.)

Terhadap Kadar

Serum Glutamic Pyruvic

Transaminase

Dan

Serum Glutamic Oxaloacetic

Transaminase

Darah Pada Tikus

Sprague Dawley”

memiliki nama lengkap Agustina Iswara Mahanani.

Penulis dilahirkan di Karanganyar, 5 Agustus 1993,

merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan

Antonius Siswadi dan Theresia Sukarti. Pendidikan

formal yang telah ditempuh penulis, yaitu TK Indriyasana Karanganyar

(1997-1999), kemudian melanjutkan pendidikan tingkat Sekolah Dasar di SD Negeri 01

gangakan (1999-2005). Pendidikan Sekolah Menengah Pertama ditempuh oleh

penulis di SMP Negeri 9 Surakarta (2005-2008), kemudian melanjutkan

pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Karanganyar

(2008-2011). Pada tahun 2011, penulis melanjutkan pendidikan Sarjana di Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogakarta. Semasa menempuh kuliah,

penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan. Penulis pernah menjadi anggota Divisi

Publikasi dan Kesekretariatan pada kepanitiaan

Pharmacy Performance and Event

Cub

2012, penulis pernah menjadi anggota divisi Konsumsi pada kepanitiaan Tiga

Hari Temu Akrab Farmasi (TITRASI) tahun 2013. Penulis juga pernah menjadi

Koordinator divisi konsumsi pada kepanitiaan Donor Darah yang diselenggarakan

oleh Jaringan Kesehatan Mahasiswa Indonesia (JMKI), selain itu penulis juga

pernah menjadi anggota divisi akomodasi pada kepanitiaan

Student Exchange


Dokumen yang terkait

PENGARUH AKAR PASAK BUMI (Eurycoma Longifolia) TERHADAP PENURUNAN KADAR SERUM GLUTAMIC OXSALOASETIC TRANSAMINASE (SGOT) DAN SERUM GLUTAMIC PYRUVIC TRANSAMINASE (SGPT) PADA TIKUS PUTIH (Rattus novergicus Strain Wistar) YANG DIINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

0 6 25

PENGARUH PEMBERIAN INFUSA DAUN KEMUNING (Murraya Paniculata (L.) Jack) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) DAN SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase) PADA PASIEN OBESITAS

1 22 68

EFEK TOKSIK EKSTRAK ETANOL 96% BIJI JENGKOL (Pithecollobium lobatum benth) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR dan KADAR SGPT (Serum Glutamic Pyruvate Transaminase) serta SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JAN

1 12 59

Uji toksisitas subakut infusa biji Alpukat (Persea americana Mill.) terhadap gambaran histopatologis ginjal tikus Sprague Dawley.

1 5 97

Uji toksisitas subakut infusa biji Persea americana Mill. terhadap gambaran histopatologis testis dan uterus tikus galur Sprague Dawley.

1 17 110

Uji toksisitas subakut infusa biji Persea americana Mill. terhadap gambaran histopatologis hati tikus Sprague Dawley.

0 1 92

Uji toksisitas subakut infusa biji Alpukat (Persea americana Mill.) terhadap kadar glukosa darah dan gambaran histopatologis pankreas tikus Sprague Dawley.

0 6 99

Uji toksisitas subakut infusa biji Persea Americana Mill. pada tikus galur Sprague dawley terhadap kadar blood urea nitrogen dan kreatinin.

0 2 131

Pengaruh metotreksat terhadap kadar serum glutamic pyruvic transaminase dan serum glutamic oxaloacetic transaminase pada anak dengan leukemia limfoblastik akut risiko tinggi fase konsolidasi.

0 6 49

The Turmeric Decoction Effect on the Concentration of Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT), Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT), and Total Bilirubin of Serum

0 0 8