Uji toksisitas subakut infusa biji Persea americana Mill. terhadap gambaran histopatologis hati tikus Sprague Dawley.

(1)

INTISARI

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efek toksik penggunaan biji

Persea americana Mill. pada pemberian subakut terhadap perubahan struktural histopatologis hati tikus galur Sprague Dawley dan mengetahui reversibilitas sifat efek toksik yang ditimbulkannya.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Lima puluh ekor tikus galur Sprague Dawley

(25 jantan dan 25 betina), umur 2-3 bulan, dibagi dalam 5 kelompok secara acak. Kelompok I-IV dipejankan infusa biji alpukat selama 28 hari secara peroral pada dosis 202,25 ; 360 ; 640,8 ; 1140,6 mg/kgBB, Kelompok V kontrol negative 14.285 mg/kgBB. Pada hari ke-29 sebanyak tiga tikus dari tiap dosis dikorbankan lalu dilakukan pembedahan untuk melihat histopatologis hati. Sisa hewan uji dipelihara tanpa diberi perlakuan selama 14 hari untuk melihat reversibilitas efek toksik yang ditimbulkan. Pada hari ke-15, tikus yang tersisa dikorbankan dan diambil organ hati untuk dilakukan pemeriksaan histopatologis. Perubahan struktural histopatologis hati yang diamati meliputi kejadian degenerasi dan nekrosis dari sel hati di sekitar vena porta dan vena sentralis. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop cahaya (Olympus PP 10®) di Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Yogyakarta.

Hasil analisis gambaran histopatologis hati hewan uji menunjukkan bahwa pemberian infusa biji Persea americana Mill. secara subakut selama 28 hari tidak memiliki efek toksik terlihat dari tidak adanya wujud perubahan struktural yang diamati dari histopatologis hati tikus Sprague Dawley. Reversibilitas sifat efek toksik infusa biji Persea americana Mill. tidak dapat ditentukan dikarenakan tidak ditemukan perubahan struktural histopatologis hati akibat pemberian infusa biji Persea americana Mill pada tikus Sprague Dawley. Kata kunci : biji Persea americana Mill., infusa, subakut, histopatologis hati.


(2)

ABSTRACT

The aim of this study is to determine the subacute toxic effects of the use of Persea americana Mill. seed infusion on structural changes of liver histopathologic in Sprague Dawley rats and to know reversibility of toxic effects caused.

This study is a pure experimental design with randomized design pattern. A total of 50 Sprague Dawley rats (25 males and 25 females), aged 2-3 months, were randomly divided into 5 groups. Group I-IV were administered avocado seed infusion during 28 days, orally at a dose of 202.25; 360; 640.8; 1140.6 mg/kg, Group V negative control 14.285 mg/kg. On day 29, three rats from each dose was sacrificed and then performed surgery to examine the liver histopathology. The rest of the test animals were reared without treated for 14 days to see the reversibility of toxic effects caused. On the 15th day, the remaining rats were sacrificed and the liver was taken for histopathological examination. Structural changes in liver histopathologic which is observed were the incidence of degeneration and necrosis of liver cells around the portal vein and central vein. Observations were carried out under a light microscope (Olympus PP 10®) at the Faculty of Veterinary Pathology UGM Laboratory, Yogyakarta.

Liver histopathologic analysis results showed that there are no subacute toxic effects of the use of Persea americana Mill. seed infusion on structural changes of liver histopathologic in Sprague Dawley rats. Reversibility of toxic effects of the use of Persea americana Mill. seed infusion can not be determined because there are no structural changes in liver histopathologic due to the usage of

Persea americana Mill. seeds infusion in Sprague Dawley rats.


(3)

UJI TOKSISITAS SUBAKUT INFUSA BIJI Persea americana Mill. TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIS HATI

TIKUS SPRAGUE DAWLEY

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Trifonia Ingrid Octavia NIM : 118114138

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

UJI TOKSISITAS SUBAKUT INFUSA BIJI Persea americana Mill. TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIS HATI

TIKUS SPRAGUE DAWLEY

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Trifonia Ingrid Octavia NIM : 118114138

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Filipi 1:6: “Akan hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada

akhirnya pada hari Kristus Yesus.”

Apapun yang telah Tuhan mulai dalam kehidupanku, Ia akan menyelesaikan karyaNya hingga pada akhirnya, Ia tidak akan meninggalkan karya yang telah Ia

mulai. Kita bisa meninggalkan Allah, namun Allah tidak akan pernah meninggalkan kita, meskipun kita sering meninggalkan dan mengecewakan Allah.

Kupersembahkan karya ini bagi ....

Tuhan Yesus yang selalu menerangi jalanku dikala ku tersesat dan tak kenal arah

serta melimpahkan berkat kasih karunia kepadaku. Keluarga tercinta yang selalu mendukung dan melimpahiku dengan kasih yang menguatkan aku. Teman-teman yang selalu mendukungku.


(8)

(9)

(10)

vii PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul “Uji Toksisitas Subakut Infusa Biji Persea americana Mill. terhadap Gambaran Histopatologis Hati Tikus Sprague Dawley” ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan campur tangan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

2. Ibu drh. Sitarina Widyarini MP., PhD selaku Pembimbing I skripsi ini, atas

segala kesabaran dalam membimbing, memberi masukan dan memotivasi penulis selama pelaksanaan dan penulisan skripsi.

3. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Pembimbing II skripsi ini atas

segala kesabaran untuk selalu membimbing dan memberikan masukan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji skripsi atas

bantuan dan masukkan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji skripsi atas


(11)

viii

6. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt., selaku Kepala Laboratorium Fakultas

Farmasi yang telah memberikan ijin dalam penggunaan semua fasilitas laboratorium selama penelitian ini.

7. Bapak Heru Purwanto selaku Laboran Farmakologi dan Toksikologi, Bapak

Supardjiman selaku Laboran Imono, Bapak Kayatno selaku Laboran Biokimia, Bapak Wagiran selaku Laboran Farmakognosi-Fitokimia, Bapak Kunto selaku

Laboran Kimia Analisis, Bapak Ottok selaku pengelola gudang kefarmasian atas segala bantuan selama pelaksanaan penelitian skripsi ini.

8. Bapak Sugiyono yang telah banyak membantu dalam pemeriksaan dan

menentukan diagnosis histopatologis organ, serta Bapak Lilik selaku laboran Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan UGM yang membantu dalam pembuatan preparat histopatologis.

9. Segenap dosen dan karyawan atas ilmu yang diberikan.

10. Kedua orang tua penulis, Yusuf Evol Chairul dan Merani Leo yang

memberikan doa, kasih sayang, semangat dan telah mendanai sebagian besar penelitian untuk menyelesaikan skripsi ini.

11. Keponakan tersayang Golvinus Noah Suciptan yang selalu menjadi semangat

dikala sedih, kakak perempuan Theresia Imelda Octavia dan sepupu tersayang Sunny Cheryline yang selalu mendukung dalam penyelesaian penelitian dan penyusunan skripsi ini.

12. Sahabat dan rekan sekerja “Tim Biji Alpukat” Marselina Cresentia Tisera,

Agustina Iswara Maharani, Rosita Olimpia Bagiastrasari, Christina Desi, Betzylia Wahyuningsih, dan Levina Apriyani atas kerjasama, bantuan, motivasi,


(12)

ix

perjuangan, dan kebersamaan selama penelitian dan pengerjaan skripsi ini sampai akhir.

13. Sahabat terkasih, Verni Emelia, Esterina Dwi Astuti, Fransisca Andriani,

Theresia Eviani, Gretta Paulina, Lusia Drikti, Stefani Agustina, Juventia Tjoa, dan Daisy Orlana atas bantuan, dukungan, perhatian dan motivasi dalam suka maupun duka selama ini.

14. Teman-teman Farmasi angkatan 2011, khususnya FSM C dan FKK B 2011

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang selalu memberikan dukungan, motivasi dan masukan terhadap penelitian maupun penyusunan skripsi ini.

15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu sehingga penulis

dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini belum sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik, saran dan masukan demi kemajuan di masa yang akan datang. Penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat sekecil apapun bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu kefarmasian, serta semua pihak, baik mahasiswa, maupun masyarakat.

Yogyakarta, 22 April 2015 Penulis


(13)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING …... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN …... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA …... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI …... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

INTISARI ... xvii

ABSTRACT ... xviii

BAB 1. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Rumusan masalah ... 3

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian ... 6

a. Manfaat teoritis ... 6


(14)

xi

B. Tujuan Penelitian ... 6

1. Tujuan umum ... 6

2. Tujuan khusus ... 6

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 7

A. Persea americana Mill. ... 7

1. Deskripsi tanaman ... 7

2. Taksonomi biji alpukat ... 8

3. Kandungan kimia dan kegunaannya ... 8

B. Toksikologi ... 9

C. Toksisitas Subakut ... 10

D. Hati ... 12

1. Anatomi hati ... 12

2. Fisiologi hati ... 15

E. Hepatotoksisitas ... 16

F. Infusa ... 18

G. Keterangan empiris ... 18

BAB III. METODE PENELITIAN ... 19

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 19

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 19

1. Variabel utama ... 19

2. Variabel pengacau ... 19

3. Definisi operasional ... 20


(15)

xii

D. Alat atau Instrumen Penelitian ... 22

1. Alat pembuatan simplisia ... 22

2. Alat penetapan kadar air ... 22

3. Alat pembuatan infusa biji Persea americana Mill. ... 22

4. Alat uji perlakuan dan pemeriksaan histopatologis ... 23

E. Tata Cara Penelitian ... 23

1. Determinasi serbuk biji Persea americana Mill. ... 23

2. Pengumpulan bahan ... 23

3. Pembuatan serbuk ... 23

4. Penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill…... 23

5. Pembuatan infusa biji Persea americana Mill. ... 24

6. Penetapan dosis infusa biji Persea americana Mill. ... 24

7. Penetapan dosis kontrol negatif (aquadest )... 25

8. Penyiapan hewan uji ... 26

9. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji ... 26

10.Prosedur pelaksanaan penelitian ... 26

11.Prosedur pemusnahan hewan uji ... 27

12.Pengamatan ... 27

a. Penimbangan berat badan hewan uji ... 27

b. Pengukuran asupan pakan dan minum hewan uji... 27

13.Pembuatan preparat dan pemeriksaan histologis ... 28

F. Tata Cara Analisis Hasil ... 29


(16)

xiii

2. Uji reversibilitas ... 29

3. Pengamatan berat badan hewan uji ... 29

4. Pengukuran asupan pakan dan minum hewan uji ... 29

G. Alur Penelitian ... 30

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

A. Determinasi Tanaman ... 31

B. Penetapan Kadar Air Serbuk Biji Persea americana Mill. ... 31

C. Gambaran Histopatologis Hati Tikus Sprague Dawley yang Diberi Infusa Biji Persea americana Mill. ... 32

D. Perubahan Berat Badan ... 41

E. Asupan Pakan Tikus Jantan dan Betina ... 44

F. Asupan Minum Tikus Jantan dan Betina ... 46

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

A. Kesimpulan ... 49

B. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

LAMPIRAN ... 53


(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Hasil pemeriksaan histopatologis hati pada tikus jantan hari

ke-28 ... 33 Tabel II. Hasil pemeriksaan histopatologis hati pada tikus betina hari

ke-28 ... 33 Tabel III. Hasil pemeriksaan histopatologis hati pada tikus jantan hari

ke-42 ... 39 Tabel IV. Hasil pemeriksaan histopatologis hati pada tikus betina hari

ke-42 ... 39 Tabel V. Purata berat badan ± SE tikus jantan akibat pemberian infusa biji

Persea americana Mill. selama 28 hari ... 42 Tabel VI. Purata berat badan ± SE tikus betina akibat pemberian infusa biji


(18)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Buah Persea americana Mill. ... 7

Gambar 2. Hati dalam sistem pencernaan ... 12

Gambar 3. Hati tampak depan ... 13

Gambar 4. Struktur dasar lobulus hati ... 13

Gambar 5. Histopatologi hati ... 14

Gambar 6. Histopatologi hati normal ... 38

Gambar 7. Gambar perubahan struktur histopatologis hati ... 38

Gambar 8. Grafik perubahan berat badan tikus jantan selama 28 hari pemberian infusa biji alpukat ... 42

Gambar 9. Grafik perubahan berat badan tikus betina selama 28 hari pemberian infusa biji alpukat ... 43

Gambar 10. Grafik asupan pakan tikus jantan selama 28 hari pemberian infusa biji Persea americana Mill. ... 45

Gambar 11. Grafik asupan pakan tikus betina selama 28 hari pemberian infusa biji Persea americana Mill. ... 45

Gambar 12. Grafik asupan minum tikus jantan selama 28 hari pemberian infusa biji Persea americana Mill. ... 47

Gambar 13. Grafik asupan minum tikus betina selama 28 hari pemberian infusa biji Persea americana Mill. ... 47


(19)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto biji Persea americana Mill. ... 54

Lampiran 2. Foto serbuk biji Persea americana Mill. ... 54

Lampiran 3. Foto infusa biji Persea americana Mill. ... 54

Lampiran 4. Foto instrumen pembuatan infusa biji Persea americana Mill. ... 55

Lampiran 5. Hasil replikasi perhitungan kadar air serbuk biji Persea americana Mill. ... 55

Lampiran 6. Surat pengesahan determinasi biji Persea americana Mill. ... 56

Lampiran 7. Surat pengesahan Medical and Health Research Ethics Commitee (MHREC) ... 57

Lampiran 8. Surat Amandment ApprovalMedical and Health Research Ethics Commitee (MHREC) ... 58

Lampiran 9. Hasil histopatologi ... 59

Lampiran 10. Analisis statistik berat badan tikus jantan ... 61


(20)

xvii INTISARI

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efek toksik penggunaan biji

Persea americana Mill. pada pemberian subakut terhadap perubahan struktural histopatologis hati tikus galur Sprague Dawley dan mengetahui reversibilitas sifat efek toksik yang ditimbulkannya.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Lima puluh ekor tikus galur Sprague Dawley

(25 jantan dan 25 betina), umur 2-3 bulan, dibagi dalam 5 kelompok secara acak. Kelompok I-IV dipejankan infusa biji alpukat selama 28 hari secara peroral pada dosis 202,25 ; 360 ; 640,8 ; 1140,6 mg/kgBB, Kelompok V kontrol negative 14.285 mg/kgBB. Pada hari ke-29 sebanyak tiga tikus dari tiap dosis dikorbankan lalu dilakukan pembedahan untuk melihat histopatologis hati. Sisa hewan uji dipelihara tanpa diberi perlakuan selama 14 hari untuk melihat reversibilitas efek toksik yang ditimbulkan. Pada hari ke-15, tikus yang tersisa dikorbankan dan diambil organ hati untuk dilakukan pemeriksaan histopatologis. Perubahan struktural histopatologis hati yang diamati meliputi kejadian degenerasi dan nekrosis dari sel hati di sekitar vena porta dan vena sentralis. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop cahaya (Olympus PP 10®) di Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Yogyakarta.

Hasil analisis gambaran histopatologis hati hewan uji menunjukkan bahwa pemberian infusa biji Persea americana Mill. secara subakut selama 28 hari tidak memiliki efek toksik terlihat dari tidak adanya wujud perubahan struktural yang diamati dari histopatologis hati tikus Sprague Dawley. Reversibilitas sifat efek toksik infusa biji Persea americana Mill. tidak dapat ditentukan dikarenakan tidak ditemukan perubahan struktural histopatologis hati akibat pemberian infusa biji Persea americana Mill pada tikus Sprague Dawley. Kata kunci : biji Persea americana Mill., infusa, subakut, histopatologis hati.


(21)

xviii ABSTRACT

The aim of this study is to determine the subacute toxic effects of the use of Persea americana Mill. seed infusion on structural changes of liver histopathologic in Sprague Dawley rats and to know reversibility of toxic effects caused.

This study is a pure experimental design with randomized design pattern. A total of 50 Sprague Dawley rats (25 males and 25 females), aged 2-3 months, were randomly divided into 5 groups. Group I-IV were administered avocado seed infusion during 28 days, orally at a dose of 202.25; 360; 640.8; 1140.6 mg/kg, Group V negative control 14.285 mg/kg. On day 29, three rats from each dose was sacrificed and then performed surgery to examine the liver histopathology. The rest of the test animals were reared without treated for 14 days to see the reversibility of toxic effects caused. On the 15th day, the remaining rats were sacrificed and the liver was taken for histopathological examination. Structural changes in liver histopathologic which is observed were the incidence of degeneration and necrosis of liver cells around the portal vein and central vein. Observations were carried out under a light microscope (Olympus PP 10®) at the Faculty of Veterinary Pathology UGM Laboratory, Yogyakarta.

Liver histopathologic analysis results showed that there are no subacute toxic effects of the use of Persea americana Mill. seed infusion on structural changes of liver histopathologic in Sprague Dawley rats. Reversibility of toxic effects of the use of Persea americana Mill. seed infusion can not be determined because there are no structural changes in liver histopathologic due to the usage of

Persea americana Mill. seeds infusion in Sprague Dawley rats.


(22)

1 BAB I PENGANTAR

A.Latar Belakang Penelitian

Di Indonesia ini, penggunaan obat tradisional sebagai terapi utama atau alternatif telah menjadi trend saat ini. Munculnya trend penggunaan obat tradisional ini disebabkan karena obat tradisional memiliki harga yang murah, mudah didapat dan adanya sugesti bahwa obat tradisional tidak memiliki efek samping dan aman digunakan (Ozolua, Anaka, Okpo, Idogun, 2009).

Biji alpukat (Persea americana Mill.) merupakan salah satu obat tradisional yang telah diketahui sebelumnya melalui uji praklinik efek farmakologinya memiliki fungsi sebagai antihipertensi dan penyakit kardiovaskuler (Imafidon dan Amaechina, 2010), agen nefroprotektif (Yoseph, 2013), agen hepatoprotektif (Permatasari, 2013), dapat menurunkan kadar gula darah (Alhassan, Sule, Atiku, Wudil, Abubakar, dan Mohammed, 2012), memiliki aktivitas antimikroba (Idris, Ndukwe, dan Gimba, 2009), dan memiliki aktivitas antiinflamasi dan meningkatkan sistem imun (Arukwe, Amadi, Duru, Agomuo, Adindu, Odika, et al., 2012).

Secara farmakokinetika, setiap senyawa xenobiotika yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami proses absorbsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi. Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh manusia dan memiliki kapasitas yang tinggi untuk mengikat zat kimia (Baradero, Dayrit, dan Siswadi, 2008). Hati juga merupakan filter utama untuk mengeliminasi senyawa xenobiotika atau racun (Donatus, 2005). Proses eliminasi tersebut memungkinkan


(23)

terjadinya penumpukkan senyawa xenobiotika pada hati sehingga dapat menimbulkan efek hepatotoksik. Salah satu wujud efek ketoksikan pada hati adalah perubahan struktural, yakni seperti degenerasi melemak, nekrosis, dan lain-lain (Gad, 2002), di mana telah diketahui meskipun hati berperan penting dalam tubuh, organ hati rentan terhadap kerusakan dan penyakit diakibatkan sistem sirkulasi darahnya yang tidak biasa (Wibowo dan Paryana, 2009).

Bahaya pemaparan suatu zat pada manusia dapat diketahui dengan mempelajari efek kumulatif, dosis yang dapat menimbulkan efek toksik pada manusia, dan lain-lain. Informasi tersebut dapat diperoleh dari uji toksisitas, meliputi uji toksisitas akut, toksisitas subakut, dan lain-lain, tergantung dari tujuan penggunaan suatu zat dan kemungkinan terjadinya risiko akibat pemaparan pada manusia (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2014). Uji toksisitas subakut merupakan salah satu contoh uji ketoksikan tak khas yang dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan spektrum efek toksik suatu senyawa pada aneka ragam hewan uji (Donatus, 2005). Uji ini dapat memberikan gambaran tentang toksisitas calon obat herbal terstandar pada penggunaan berulang untuk jangka waktu yang relatif lama dan kecenderungan akumulasi dan reversibilitas efek toksik calon obat herbal terstandar (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1992).

Penelitian ini merupakan penelitian paralel di mana pengamatan yang dilakukan antara lain toksisitas akut, kadar BUN dan kreatinin, kadar SGPT dan SGOT, kadar glukosa darah, histopatologis ginjal, histopatologis hati, histopatologis pankreas, dan histopatologis testis dan uterus. Namun, pada


(24)

penelitian ini peneliti berpusat pada perubahan struktural histopatologis hati. Penelitian ini penting dilakukan untuk memperoleh informasi efek toksik pada penggunaan obat tradisional infusa biji Persea americana Mill. secara subakut terhadap perubahan struktural histopatologis hati tikus galur Sprague Dawley, serta untuk mengetahui efek kumulatif dan efek reversibilitas sifat efek toksik yang ditimbulkan infusa biji Persea americana Mill. terhadap perubahan struktural hati.

Sedian infusa dipilih peneliti karena merupakan salah satu bentuk sederhana dalam pembuatan obat tradisional yang sering digunakan oleh masyarakat dan mudah dilakukan (Badan Pengawas obat dan Makanan Republik Indonesia, 2010).

1. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

a. Apakah pemberian infusa biji Persea americana Mill. secara subakut memiliki efek toksik pada tikus Sprague Dawley yang dilihat dari wujud perubahan struktural histopatologis hati tikus?

b. Bagaimana reversibilitas sifat efek toksik penggunaan infusa biji Persea americana Mill. secara subakut terhadap perubahan struktural hati?


(25)

2. Keaslian penelitian

Penelitian yang pernah dilakukan pada biji alpukat, yaitu:

a. “Chemical Composition of Persea americana Leaf, Fruit and Seed” yang menyatakan bahwa biji Persea americana Mill. mengandung tanin, saponin, flavonoid, alkaloid, steroid, sianogenik glikosida dan fenol yang memiliki aktivitas antiinflamasi, antioksidan serta meningkatkan sistem imun (Arukwe, et al., 2012).

b. Pengaruh Waktu Pemberian Infusa Biji Alpukat Persea Americana Mill Secara Akut sebagai Hepatoprotektif terhadap Aktifitas ALT-AST Serum

pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida” menyatakan bahwa

pemberian infusa biji Persea americana Mill. pada dosis 360,71 mg/kgBB dan dalam jangka waktu 4 jam setelah tikus terinduksi karbon tetraklorida mampu memberikan efek hepatoprotektif (Permatasari, 2013).

c. “Efek Nefroproktetif Pemberian Jangka Panjang Infusa Biji Persea Americana Mill. terhadap Kadar Kreatinin dan Gambaran Histologi Ginjal

Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida” menyatakan bahwa variasi dosis biji alpukat (Persea americana Mill.) 360,71 mg/kgBB; 642,06 mg/kgBB; 1142,86 mg/kgBB mampu memberikan efek nefroprotektif (Yoseph, 2013).

d. “Effects of Aqueous Seed Extract of Persea americana Mill. (Avocado) on

Blood Pressure and Lipid Profile in Hypertensive Rats” menyatakan

bahwa ekstrak air biji alpukat (Persea americana Mill.) memiliki aktivitas antihipertensi (Imafidon dan Amaechina, 2010).


(26)

e. “Analisis Senyawa Metabolit Sekunder dan Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Biji alpukat (Persea americana Mill.)” menyatakan bahwa biji alpukat

(Persea americana Mill.) mengandung alkaloid, triterpenoid, tannin, flavonoid dan saponin serta Nilai LC50 biji alpukat biasa segar dan kering

yaitu masing-masing sebesar 42,270 mg/L, 36,078 mg/L, 36,924 mg/L dan 34,302 mg/L (Marlinda, Sangi, dan Wuntu, 2012).

f. “Acute and Sub-acute Americana Mill (Lauraceae) in Rats” penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui keamanan serta ketoksisitasan ekstrak air serbuk biji alpukat yang direndam selama 24 jam serta dibuat konsentrat dengan rotari evaporator dan dikeringkan di oven pada suhu 300C selama 3 hari. Penelitian ini menyatakan bahwa LD50 tidak ditemukan pada uji

toksisitas akut sedangkan pada uji toksisitas subakut ditemukan kenaikan jumlah minum pada tikus dan kenaikan total protein pada hematologi darah (Ozulua, dkk., 2009) Perbedaan penelitian yang dilakukan Ozulua, dkk. (2009) dengan penelitian yang akan dilakukan adalah cara pembuatan infusa biji alpukat dan pengamatan yang dilakukan.

Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa penelitian uji toksisitas subakut infusa biji alpukat terhadap gambaran histopatologis hati tikus jantan dan betina Sprague Dawley belum pernah dilakukan sebelumnya.


(27)

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan khususnya pengetahuan kefarmasian dalam memberikan kajian efek toksik subakut mengenai penggunaan infusa biji alpukat (Persea americana Mill.).

b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang dosis yang menyebabkan toksisitas infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) pada penggunaan subakut terhadap wujud perubahan struktural histopatologis dan reversibilitas sifat efek toksik hati.

B.Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ketoksikan dari pengunaan infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) secara subakut.

2. Tujuan khusus

a. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan ada tidaknya efek toksik pada pemberian infusa biji Persea americana Mill. secara subakut yang diberikan pada tikus Sprague Dawley terhadap wujud perubahan struktural histopatologis hati tikus.

b. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi reversibilitas dari sifat efek toksik penggunaan infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) secara subakut.


(28)

7 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Persea americana Mill. 1. Deskripsi tanaman

Gambar 1. Buah Persea americana Mill. (Plantamor, 2012)

Pohon Persea americana Mill. berukuran sedang hingga besar dengan tinggi ±10 m, batang berkayu, bulat, bercabang, berwarna coklat. Daun tunggal, bulat telur, bertangkai, letak tersebar, ujung dan pangkal runcing, berbulu, panjang 10-20 cm dan lebar 3-10 cm. Warna daun kemerahan ketika masih muda dan ketika menua berwarna hijau tua dan teksturnya halus. Bunganya majemuk, bentuk malai, berkelamin dua, tumbuh di ujung ranting, benang sari duabelas, ruang kepala sari empat, berwarna putih kekuningan dengan diameter 1-1,5 cm. Biji bulat, diameter 2,5-5cm, keping biji putih kemerahan. Akar tunggang, bulat berwarna coklat (Napitupulu dan Wisaksono, 2008). Buahnya memiliki biji tunggal yang besar, berbentuk bulat hingga lonjong (Gambar 1.) dan beratnya hingga 2,3 kg. Buah matang berwarna hijau, hitam, ungu atau kemerahan tergantung dari varietasnya (World Agroforestry Centre, 2002).


(29)

2. Taksonomi biji alpukat

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas : Magnoliidae

Ordo : Laurales

Famili : Lauraceae

Genus : Persea

Spesies : Persea americana Mill.

(Plantamor, 2012)

3. Kandungan kimia dan kegunaannya

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Malangngi, Meiske, dan Jessy, (2012), biji Persea americana Mill. memiliki kandungan kimia berupa tannin. Selain itu, biji Persea americana Mill. juga memiliki kandungan saponin, flavonoid, alkaloid, steroid, glikosida sianogen dan fenol (Arukwe, dkk., 2012).

Infusa biji alpukat dapat digunakan sebagai agen nefroprotektif pada tikus terinduksi karbon tertraklorida (Yoseph, 2013). Infusa biji alpukat dapat digunakan sebagai agen hepatoprotektif pada tikus terinduksi karbon tertraklorida (Permatasari, 2013). Ekstrak etanol biji alpukat memiliki aktivitas antioksidan yang mampu menangkap radikal bebas DPPH (Malangngi dkk., 2012). Ekstrak air biji alpukat memiliki aktivitas mengontrol hipertensi dan


(30)

penyakit kardiovaskular (Imafidon dan Amaechina, 2011). Ekstrak air biji alpukat juga memiliki efek hipoglikemik pada tikus diabetes yang terinduksi aloksan (Alhassan, et al., 2012) dan memiliki aktivitas antimikroba (Idris dkk., 2009). Biji alpukat memiliki aktivitas antiinflamasi dan meningkatkan sistem imun (Arukwe, et al., 2012).

B. Toksikologi

Toksikologi dapat didefinisikan sebagai cabang ilmu yang mempelajari antaraksi berbahaya zat kimia atau senyawa asing terhadap sistem biologi makhluk hidup (Donatus, 2005).

Kondisi efek toksik adalah keadaan atau faktor yang mempengaruhi keefektifan absorpsi, distribusi, dan eliminasi zat beracun di dalam tubuh sehingga menentukan keberadaan (kadar dan lama tinggal) senyawa atau metabolitnya di tempat aksi dan keefektifan antaraksinya (mekanisme aksi). Keadaan ini bergantung pada kondisi pemejanan dan kondisi makhluk hidup (Donatus, 2005).

Uji toksisitas adalah suatu uji untuk mendeteksi efek toksik suatu zat pada sistem biologi dan untuk memperoleh data dosis-respon yang khas dari sediaan uji. Data yang diperoleh dapat digunakan untuk memberi informasi mengenai derajat bahaya sediaan uji tersebut bila terjadi pemaparan pada manusia, sehingga dapat ditentukan dosis penggunaannya demi keamanan penggunaan pada manusia (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2014).

Pada dasarnya, uji toksikologi dapat dibagi menjadi dua golongan, yakni uji ketoksikan tak khas dan uji ketoksikan khas. Uji ketoksikan tak khas adalah uji


(31)

toksikologi yang dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan atau spektrum efek toksik suatu senyawa pada aneka ragam jenis hewan uji. Contoh uji ketoksikan tak khas adalah uji ketoksikan akut, subkronis dan kronis. Uji ketoksikan khas adalah uji toksikologi yang dirancang untuk mengevaluasi secara rinci efek yang khas suatu senyawa pada aneka ragam jenis hewan uji. Contoh uji ketoksikan khas adalah uji potensiasi, kekarsinogenikan, kemutagenikan, reproduksi, kulit, mata, dan perilaku (Donatus, 2005).

C. Toksisitas Subakut

Toksisitas subakut merupakan salah satu jenis uji toksikologi. Uji toksisitas subakut adalah uji ketoksikan suatu senyawa yang diberikan dengan dosis berulang pada hewan uji tertentu, selama kurang dari 3 bulan (Gad, 2002). Tujuan uji toksisitas subakut adalah untuk memperoleh informasi adanya efek toksik zat yang tidak terdeteksi pada uji toksisitas akut; informasi kemungkinan adanya efek toksik setelah pemaparan sediaan uji secara berulang dalam jangka waktu tertentu; informasi dosis yang tidak menimbulkan efek toksik (No Observed Adverse Effect Level / NOAEL); dan mempelajari adanya efek kumulatif dan efek reversibilitas zat tersebut (Kepala Badan Pengawas Obar dan Makanan Republik Indonesia, 2014).

Uji ini dapat memberikan gambaran tentang toksisitas calon obat herbal terstandar pada penggunaan berulang untuk jangka waktu yang relatif lama. Kecenderungan akumulasi dan reversibilitas efek toksik calon obat herbal


(32)

terstandar juga dapat dinyatakan dari hasil uji toksisitas subakut (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1992).

Uji toksisitas subakut tidak difokuskan pada titik akhir tertentu, melainkan untuk mengeksplorasi secara luas keseluruhan efek biologis yang ditimbulkan pada tempat aksi yang diberikan pada rentang dosis tertentu. Uji toksisitas subakut dapat menentukan toksisitas secara kualitatif (organ target dan efek yang ditimbulkan) dan kuantitatif (perubahan struktural atau efek yang ditimbulkan terhadap jaringan dan plasma darah) dari pemberian dosis berulang pada hewan uji (Gad, 2002).

Sarana utama dalam mendeteksi respon toksisitas apabila tidak terdapat kematian seperti organisme atau jaringan adalah:

1. Perubahan biokimia melibatkan efek pada enzim seperti inhibitor atau perubahan jalur metabolik tertentu. Munculnya enzim atau substansi tertentu dalam cairan tubuh menunjukkan kebocoran dari jaringan dan merupakan indikasi perubahan patologis.

2. Perubahan status normal yakni perubahan berat badan, asupan makanan dan minuman, output urin, dan berat organ merupakan indicator umum dan spesifik untuk toksisitas (Timbrell, 2008).

Reversibilitas (keterbalikan) toksisitas terjadi apabila efek yang tidak diinginkan (efek toksik) dapat dikembalikan apabila perlakuan dihentikan. Reversibilitas toksisitas bergantung pada sejumlah faktor, antara lain tingkat pemaparan (waktu dan jumlah racun) dan kemampuan jaringan yang terkena untuk memperbaiki atau meregenerasi (Williams, James, dan Roberts, 2000).


(33)

D. Hati

1. Anatomi hati

Gambar 2. Hati dalam sistem pencernaan (Baradero, dkk., 2008)

Hepar atau hati (Gambar 2.) adalah kelenjar yang paling besar dalam tubuh manusia dengan berat 1,5 kg. Hati berwarna merah coklat, sangat vaskular dan lunak. Bagian superior dari hati berbentuk cembung dan terletak di bawah kubah kanan diafragma. Bagian inferior hati berbentuk cekung dan dibawahnya terdapat ginjal kanan, gaster, pankreas, dan usus (Baradero, dkk., 2008). Hati dilapisi peritoneum kecuali pada bagian terbuka (Faiz dan Moffat, 2002).


(34)

Hati (Gambar 3.) terdiri dari banyak unit fungsional yaitu lobulus. Setiap lobulus terdiri dari sel-sel hati yang berbentuk segi enam atau heksagonal. Hati dibagi menjadi dua lobus, yaitu lobus kiri dan kanan.

Ligamen falsiform membagi lobus kanan menjadi segmen anterior dan posterior serta membagi lobus kiri menjadi segmen medial dan lateral. Dari hati, ligamen falsiform melintasi diafragma sampai ke dinding abdomen anterior (Baradero, dkk., 2008).

Gambar 4. Struktur Dasar Lobulus Hati (Baradero, dkk., 2008).

Saluran-saluran yang berada di hati terdiri dari (Gambar 4.) : arteri hepatika yang berfungsi untuk menyuplai darah ke hati; vena porta hepatika yang berfungsi untuk membawa darah dari vena ke seluruh traktus gastrointestinal ke hati, darah yang dibawa ini mengandung zat-zat makanan yang telah diserap oleh vili usus halus; vena sentralis berfungsi untuk membawa darah vena dari hati ke vena inferior; saluran-saluran bilier juga disebut kanalikuli empedu, dibentuk oleh kapiler-kapiler empedu yang


(35)

menyatu dan menyalurkan empedu yang dihasilkan oleh sel-sel hati (Baradero, dkk., 2008).

Gambar 5. Histopatologi hati (Thoolen, dkk., 2010).

Secara histologis, hati dibagi menjadi lobulus. Pusat lobulus adalah vena sentralis dan bagian perifer lobus disebut triad portal. Secara fungsional, hati dibagi menjadi 3 zona (Gambar 5.). Zona 1 (periportal) mengelilingi saluran vena porta di mana darah yang mengandung paling banyak oksigen dari arteri hepatika masuk, akibatnya zona ini pertama kali yang akan terpengaruh oleh perubahan darah yang masuk. Zona 1 memiliki hepatosit

khusus yang berfungsi dalam proses oksidatif hati seperti glukoneogenesis, β -oksidasi asam lemak, dan sintesis kolesterol. Zona 2 (transitional; midzonal) merupakan zona sel yang memberikan respon kedua terhadap darah yang masuk. Zona 3 (centro lobular) terletak disekitar vena sentralis, di mana zona ini menerima darah yang sedikit mengandung oksigen, sehingga zona ini paling rentan terhadap cidera iskemik. Hepatosit pada zona 3 berfungsi dalam proses glikolisis, lipogenesis, dan detoksifikasi xenobiotika oleh sitokrom P-450 (Thoolen, Maronpot, Harada, Nyska, Rousseaux, Nolte, dkk., 2010).


(36)

Hati mempunyai struktur seragam yang terdiri dari kelompok sel-sel yang dipersatukan oleh sinusoid (Gambar 4.). Sinusoid adalah saluran pembuluh darah yang dilapisi oleh hepatosit. Di mana darah yang mengalir melalui sinusoid akan diproses dan diolah oleh hepatosit serta sel Kupffer yang bertugas untuk membersihkan darah dari patogen asing seperti bakteri sebelum akhirnya bermuara keluar melalui vena sentralis (Barron, 2009). Sel-sel hepar mendapat suplai darah dari vena porta hepatika yang kaya akan makanan, tidak mengandung oksigen dan terkadang toksik, serta dari arteri hepatika yang mengandung oksigen menuju vena sentralis, karena mempunyai sistem peredaran darah yang tidak biasa ini, maka sel-sel hepar mendapat darah relatif kurang oksigen. Keadaan ini menjelaskan mengapa hati lebih rentan terhadap kerusakan dan penyakit (Wibowo dan Paryana, 2009).

2. Fisiologi hati

Fungsi hati bersangkutan dengan metabolisme tubuh, khususnya mengenai pengaruhnya atas makanan dan darah. Hati merupakan pabrik kimia

terbesar dalam tubuh, dalam hal menjadi “perantara metabolisme”, artinya hati

mengubah zat makanan yang diabsorpsi dari usus dan disimpan, guna dikeleluarkan sesuai pemakaiannya di dalam jaringan tubuh. Hati juga berfungsi menghancurkan atau mengubah zat toksik menjadi senyawa yang kurang berbahaya bagi tubuh (Pearce, 2009).

Beberapa fungsi penting lain hati yakni memproduksi empedu, yang digunakan oleh usus kecil untuk mengahancurkan dan menyerap lemak, menyimpan vitamin, seperti B12, A, D, E dan K, menghancurkan eritrosit tua


(37)

dan melepaskan bilirubin, menghasilkan berbagai protein darah, seperti protrombin dan fibrinogen, yang membantu dalam pembekuan darah (Gylys dan Wedding, 2009).

E. Hepatotoksisitas

Hati merupakan organ yang luar biasa dalam mempertahankan fungsinya, sehingga masih dapat mempertahankan fungsi normalnya meskipun hanya dengan 10-12% unit fungsional yang normal (Soeksmanto, 2008). Enzim-enzim yang biasanya digunakan dalam mendiagnosis kerusakan hati adalah SGPT dan SGOT. Keberadaan aktivitas SGPT dalam plasma menunjukkan bahwa adanya kerusakan pada hati, sedangkan enzim GOT tersebar dalam sel-sel tubuh di mana terbanyak dimiliki oleh otot jantungm kemudian hepar, otot tubuh, ginjal, dan pankreas. Bila terjadi kerusakan pada membran sel hati maka kenaikan SGPT lebih menonjol. Bila terjadi kerusakan organel sel hati maka kenaikan SGOT akan lebih menonjol. Pada cidera sederhana yang meluas, kadar SGPT dan SGOT umumnya tidak memperlihatkan peningkatan, sehingga produksi enzim GOT dan GPT tidak bertambah (Carl, Edward, David, 2006).

Jenis-jenis kerusakan hati yang digunakan sebagai parameter perubahan struktural histopatologis hati :

1. Nekrosis hati: kematian hepatosit, dapat bersifat fokal (sentral, pertengahan, perifer) atau difus. Nekrosis hati merupakan suatu manifestasi toksik yang berbahaya tetapi tidak kritis, karena hati memiliki kemampuan regenerasi yang luar biasa cepat (Lu, 2006).


(38)

2. Sirosis hati: penyakit kronis pada hati dengan inflamasi dan fibrosis serta hilangnya sebagian besar fungsi hati. Menurut Lu (2006), sirosis ditandai oleh adanya septa kolagen, kumpulan hepatosit dan jaringan parut yang tersebat di sebagian besar hati.

3. Degenerasi hidropik adalah degenerasi sel dalam bentuk hidropik adalah adanya akumulasi cairan pada sitoplasma sel yang terlihat seperti vakuola. Secara mikroskopis terlihat bahwa sel mengandung ruang-ruang jernih yang mengelilingi hati Cheville (2006). Degenerasi hisropik merupakan perubahan struktural akut yang bersifat reversibel yang dihasilkan sebagai respon terhadap cidera yang tidak mematikan. Degenerasi hidropik merupakan akumulasi air pada intrasitoplasma yang disebabkan karena ketidakmampuan sel untuk mempertahankan homeostasis ion dan cairan sehingga menyebabkan gangguan integritas sel membran. Jika terjadi pada organ hati biasanya disebabkan oleh hepatitis atau hipoksia (Danciu, Mihailovici, Dima, Cucu, 2014).

4. Steatosis (perlemakan/degenerasi lemak): adanya penimbunan trigliserida di hepatosit yang bersifat reversible (Corwin, 2009). Degenerasi melemak adalah munculnya droplet lemak dalam sitoplasma sel tanpa perubahan nukleus. Degenerasi melemak muncul akibat ketidakmampuan hati untuk memetabolisme lemak (Kumar, Abbas, Aster, 2015).


(39)

F. Infundasi

Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 900C selama 15 menit. Pembuatan infusa merupakan cara yang paling sederhana untuk membuat sediaan herbal dan dapat diminum panas atau dingin. Cara pembuatan infusa adalah dengan mencampur simplisia dengan derajat halus yang sesuai dalam panci dengan air secukupnya, panaskan ditangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 900C sambil sekali-sekali diaduk. Penyarian dilakukan menggunakan kain flanel dengan penambahan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infusa yang diinginkan (Badan Pengawas obat dan Makanan Republik Indonesia, 2010).

G. Keterangan Empiris

Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif untuk mendapatkan bukti adanya tidaknya efek toksik subakut dari infusa biji alpukat terhadap perubahan struktural histopatologis hati tikus jantan dan betina galur Sprague Dawley.


(40)

19 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Dan Rancangan Penelitian

Penelitian toksisitas subakut infusa biji Persea americana Mill.terhadap gambaran hispatologis hati tikus Sprague Dawley ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian menggunakan hewan uji ini telah mendapatkan ethical clearance dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (Lampiran 7 dan 8).

B. Variabel Dan Definisi Operasional 1. Variabel utama

a. Variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi dosis pemberian infusa biji Persea americana Mill.

b. Variabel tergantung. Variabel tergantung penelitian ini adalah wujud perubahan struktural histopatologis hati tikus galur Sprague Dawley.

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah, kondisi hewan uji, yaitu tikus galur Sprague Dawley,

jenis kelamin jantan dan betina, berat badan 150-250 g, dan umur 2-3 bulan diperoleh dari Laboratorium Hayati Imono, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Selain itu variabel pengacau juga dari bahan uji yang digunakan berupa biji Persea americana Mill. yang


(41)

mempunyai waktu panen, waktu tumbuh dan panen yang sama. Frekuensi pemberian infusa biji Persea americana Mill. secara per oral satu kali sehari selama dua puluh delapan hari berturut-turut dengan waktu pemberian yang sama di mana bahan uji berupa biji Persea americana Mill. diperoleh dari Depot Es Teller 77, Galeria Mall, Yogyakarta yang diambil pada bulan Juni 2014.

b. Variabel Pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah keadaan patologis tikus jantan dan betina galur

Sprague Dawley yang digunakan.

3. Definisi operasional

a. Biji Persea americana Mill. Biji Persea americana Mill. yang digunakan adalah biji alpukat segar dan tidak busuk.

b. Infusa biji Persea americana Mill. Infusa didapatkan dengan cara menginfudasi 8 g serbuk kering biji Persea americana Mill. ke dalam 100,0 ml air pada suhu 900C selama 15 menit sehingga diperoleh konsentrasi infusa biji P. americana Mill. 8% b/v.

c. Dosis infusa biji P. americana Mill. Dosis yang diberikan kepada hewan uji yakni : Dosis I = 202,24 mg/kgBB, Dosis II = 360 mg/kgBB, Dosis III =640,8 mg/kgBB dan Dosis IV = 1140,6 mg/kgBB.

d. Parameter efek toksisitas subakut. Parameter efek toksisitas subakut pada organ hati ditunjukkan dengan adanya perbedaan gambaran histopatologis organ hati antara kelompok perlakuan dan kontrol.


(42)

e. Perubahan struktural histopatologis hati. Perubahan histopatologis hati merupakan gambaran perubahan struktural histopatologis kelompok perlakuan yang dibandingkan terhadap kelompok kontrol negatif.

f. Sifat efek toksik. Sifat efek toksik yang mungkin muncul adalah reversible

atau irreversible pada organ hati.

g. Uji toksisitas subakut. Uji toksisitas subakut adalah uji ketoksikan infusa biji Persea americana Mill. secara per oral satu kali sehari selama dua puluh delapan hari berturut-turut pada waktu yang sama.

C. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Biji Persea americana Mill. yang diperoleh dari Depot Es Teller 77, Galeria Mall, Yogyakarta, pada bulan Juni 2014.

b. Hewan uji yang digunakan, yaitu tikus galur Sprague Dawley, umur 2-3 bulan, berat badan 150-250 g yang diperoleh dari Laboratorium Imono, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

c. Aquadest yang digunakan sebagai pelarut infusa dan larutan kontrol negatif hewan uji, diperoleh dari Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

d. Moisture Balanced, alat penetapan kadar air serbuk biji Persea americana

Mill. yang berasal dari Laboratorium Kimia Analisis, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.


(43)

e. Pellet AD-2, asupan pakan hewan uji dan air reverse osmose, asupan minum hewan uji yang diperoleh dari Laboratorium Imono, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

f. Bahan pemeriksaan histologis adalah formalin 10% yang dibuat dengan mengencerkan formalin 30% dengan aquadest sesuai volume yang telah dihitung menggunakan rumus pengenceran. Formalin 30% diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis, Fakultas Farmasi, Sanata Dharma, Yogyakarta.

D. Alat Atau Instrumen Penelitian

1. Alat pembuatan simplisia : timbangan digital, oven, blender, ayakan no.40, wadah untuk menyimpan serbuk biji alpukat.

2. Alat penetapan kadar air : Moisture balanced dan sendok.

3. Alat pembuatan infusa biji Persea americana Mill. : panci enamel, termometer,

stopwatch, bekker glass, gelas ukur, cawan porselen, batang pengaduk, corong, labu alas bulat, penangas air, timbangan analitik, kain flannel.

4. Alat uji perlakuan dan pemeriksaan histopatologis : kandang metabolik

(metabolic cage) tikus, jarum suntik per oral, spuit injeksi, timbangan, seperangkat alat bedah, pipa kapiler (haematokrit), eppendorf alat-alat gelas dan pot-pot untuk menyimpan organ.


(44)

E.Tata Cara Penelitian 1. Determinasi serbuk biji Persea americana Mill

Determinasi serbuk biji Persea americana Mill. dilakukan di Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

2. Pengumpulan bahan

Bahan uji yang digunakan adalah biji Persea americana Mill. yang diperoleh dari Penjual dari Depot Es Teller 77, Galeria Mall, Yogyakarta pada bulan Juni 2014.

3. Pembuatan serbuk

Biji Persea americana Mill. dibersihkan dari kulit luarnya lalu dicuci dengan air mengalir kemudian dipotong tipis, lalu dikeringanginkan hingga biji tidak tampak basah kemudian dilakukan pengeringan menggunakan oven pada

suhu 50˚C selama 72 jam. Potongan biji yang sudah kering kemudian diserbuk dan diayak dengan ayakan no. 40 agar kandungan fitokimia yang terkandung lebih mudah terekstrak karena luas permukaan serbuk yang berkontak dengan pelarut semakin besar (Lampiran 3.).

4. Penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill.

Sampel serbuk biji Persea americana Mill sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam alat Moisture Balanced pada suhu 1050C selama 15 menit, kemudian secara otomatis persen kadar air akan muncul pada alat Moisture Balanced. Kadar air yang baik tidak lebih dari 10%.


(45)

5. Pembuatan infusa biji Persea americana Mill.

Serbuk biji Persea americana Mill.yang kering ditimbang sebanyak 8 g. Kemudian serbuk kering tersebut dibasahi aquadest dengan 2 kali bobot serbuk. Lalu dimasukkan ke dalam 100,0 ml pelarut aquadest, sehingga total aquadest yang digunakan adalah 116,0 ml. Campuran tersebut diinfudasi pada suhu 900C selama 15 menit, waktu 15 menit dihitung ketika suhu campuran mencapai 900C. Setelah 15 menit, campuran tersebut diambil dan diperas menggunakan kain flannel lalu dimasukkan ke dalam labu ukur. Apabila infusa yang didapatkan belum tepat 100,0 ml maka ditambahkan dengan air panas melalui flannel tersebut kembali (Lampiran 4.).

6. Penetapan dosis infusa biji Persea Americana Mill.

Peringkat dosis infusa biji alpukat didasarkan pada pengobatan yang biasa digunakan oleh masyarakat yaitu ± 2 sendok makan (4 g) serbuk yang direbus dengan 250 ml air. Maka dosis perlakuan yang digunakan adalah 4g/70kgBB manusia. Berdasarkan data di atas maka konversi dosis manusia 70 kg ke tikus 200 g = 0,018

Dosis untuk tikus 200 g = 0,018 x 4 g – 0,72 g/200 g BB = 360 mg/kgBB Berdasarkan hasil orientasi infusa penelitian yang dilakukan oleh Yoseph (2013), konsentrasi maksimal infusa biji alpukat yang dapat dibuat adalah 8g/100ml dengan asumsi berat badan hewan uji maksimal adalah 350 g dan volume maksimal pemberian infusa secara p.o = 5 ml.


(46)

Maka dilakukan perhitungan untuk menetukan dosis tinggi perlakuan dengan rumus : D x BB = C X V

D x 350 g = 8 g/100ml x 5 ml D = 1142,8 mg/kgBB

Kemudian dihitung faktor kelipatan dari dosis rendah dan dosis tinggi untuk menentukan peringkat dosis infusa biji Persea americana Mill. dilakukan perhitungan sebagai berikut:

= √

(Faktor Kelipatan)

Berdasarkan faktor kelipatan yang maka diperoleh 4 peringkat dosis yaitu: Dosis I : 360 mg/kgBB : 1,78 = 202,24 mg/kgBB

Dosis II : 360 mg/kgBB

Dosis III : 360 mg/kgBB x 1,78 = 640,8 mg/kgBB Dosis IV : 640,8 mg/kgBB x 1,78 = 1140,6 mg/kgBB

7. Penetapan dosis kontrol negatif (aquadest)

Berdasarkan perhitungan di atas diasumsikan berat badan hewan uji maksimal adalah 350 g dan volume maksimal pemberian infusa secara p.o = 5 ml. Menurut Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (1995) konsentrasi aquadest sebesar 0,998 g/ml yang dibulatkan menjadi 1g/ml maka didapatkan dosis kontrol negatif (aquadest), yakni :

D x BB = C x V

D x 350 g = 1 g/ ml x 5 ml D =


(47)

D =

D = 14285 mg/kgBB

Maka dosis aquadest adalah 14285 mg/kgBB

8. Penyiapan hewan uji

Hewan uji tikus yang digunakan berjumlah 50 ekor (25 ekor jantan dan 25 ekor betina) dari galur Sprague Dawley dengan umur 2-3 bulan dan berat badan 150-250 g. Hewan uji ditempatkan dalam metabolic cage secara acak. Sebelum perlakuan hewan uji diadaptasikan dengan lingkungan selama 3 hari. Penelitian dengan hewan coba telah mendapat ethical clearance dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (Lampiran 7 dan 8.).

9. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji

Penelitian ini menggunakan 50 ekor tikus yakni 25 ekor tikus jantan dan 25 ekor tikus betina yang masing-masing dibagi secara acak ke dalam lima kelompok di mana setiap kelompok akan berisi 5 ekor tikus. Kelompok I sampai IV diberi perlakuan infusa biji alpukat dengan peringkat dosis berturut-turut 202,24 ; 360 ; 640,8 ; 1140,6 mg/kgBB. Kelompok V adalah tikus yang diberikan aquadest sebagai kontrol negatif. Pemberian infusa biji Persea americana Mill. dilakukan satu kali sehari selama dua puluh delapan hari berturut-turut secara peroral.

10. Prosedur pelaksanaan penelitian

Uji toksisitas subakut dilakukan dengan cara pemberian infusa biji

Persea americana Mill. satu kali sehari selama 28 hari pada hewan uji sesuai dosis pemberian di mana tikus tetap diberi makan dan minum. Pada hari ke-29


(48)

sebanyak 3 ekor hewan uji dari tiap kelompok dilakukan pembedahan baik jantan maupun betina. Sementara hewan uji yang tersisa yakni sebanyak 2 ekor dipelihara tanpa diberi perlakuan infusa biji Persea americana Mill., selama 14 hari untuk melihat sifat efek toksik reversible atau irreversible, lalu pada hari ke-15 hewan uji dilakukan pembedahan.

11. Prosedur pemusnahan hewan uji

Sebelum pembedahan, hewan uji dikorbankan dengan cara anastetika overdosis yakni memasukkan tikus kedalam wadah tertutup berisi eter yang akan diinhalasi oleh tikus. Setelah dibedah, organ yang diinginkan diambil menggunakan pinset dan gunting bedah, kemudian organ dicuci dengan larutan NaCl 0,9% dan dimasukkan kedalam pot formalin 10% untuk diawetkan. Hewan uji yang telah diambil organnya kemudian dikubur.

12. Pengamatan

a. Penimbangan berat badan hewan uji

Data penimbangan berat badan hewan uji dihitung purata perubahan berat badan tiap kelompok hewan uji pada hari ke-0, 7, 14, 21 dan 28. Data perubahan berat badan hewan uji antar minggu dan kelompok perlakuan dianalisis secara statistik dengan menggunakan

General Linier Model (Multivariate).

b. Pengukuran asupan pakan dan minum hewan uji

Hewan uji asupan 30 g setiap harinya dan asupan minum 100 ml setiap harinya. Pengukuran dilakukan dengan cara menimbang sisa pakan dari wadah pakan hewan uji. Selisih penimbangan berat pakan pada hari


(49)

pertama dan kedua dihitung sebagai asupan pakan yang dikonsumsi pada hari pertama, metode yang sama juga dilakukan pada pengukuran asupan minum setiap harinya selama 28 hari perlakuan.

13. Pembuatan preparat dan pemeriksaan histopatologis

Organ yang telah disimpan dalam larutan formalin 10% dilakukan trimming yakni pemotongan tipis jaringan setebal ±4mm dengan orientasi sesuai dengan organ yang akan dipotong. Potongan jaringan kemudian dimasukkan dalam embeding cassete lalu dilanjutkan dengan proses dehidrasi menggunakan tissue processor untuk mengeluarkan kandungan air dalam jaringan organ. Proses dehidrasi ini menggunakan cairan dehidran, seperti etanol atau isopropil alkohol. Cairan dehidran kemudian dibersihkan dari jaringan menggunakan reagen pembersih, yaitu xilol selama 1 jam, yang kemudian diganti dengan parafin dengan metode penetrasi ke dalam jaringan selama 2 jam. Setelah melalui proses dehidrasi, jaringan yang berada dalam

embeding cassete dipindahkan ke base mold yang berisi parafin cair. Jaringan kemudian dipotong menggunakan mikrotom, lalu dilakukan pewarnaan menggunakan hematoksilin-eosin. Setelah jaringan pada preparat diwarnai, kaca preparat ditutup dengan cover glass (Carson, 1990). Preparat yang sudah dibuat, dilakukan pembacaan dan pengamatan untuk mendiagnosis gambaran histopatologis organ hati. Prosedur ini dilakukan oleh pihak Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.


(50)

F. Tata Cara Analisis Hasil 1. Pemeriksaan histopatologis organ

Data pemeriksaan histopatologis organ dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan mikroskop cahaya (Olympus dp 10) berdasarkan perubahan struktural yang terjadi dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif. Data ini digunakan untuk melihat hubungan antara dosis dan spektrum efek toksik.

2. Uji reversibilitas

Data uji reversibilitas dianalisis secara kualitatif berdasarkan perubahan struktural yang terjadi pada kelompok tikus yang diberhentikan dari pemberian infusa biji alpukat dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif.

3. Pengamatan berat badan hewan uji

Data penimbangan berat badan hewan uji dihitung purata perubahan berat badan tiap kelompok hewan uji pada hari ke-0, 7, 14, 21 dan 28. Data perubahan berat badan hewan uji antar minggu dan kelompok perlakuan dianalisis secara statistik dengan analisis General Linier Model (Multivariate). 4. Pengukuran asupan pakan dan minum hewan uji

Data asupan pakan dan minum dianalisis dengan cara menghitung purata makanan dan minuman yang dihabiskan tiap kelompok hewan uji setiap harinya, kemudian dibuat grafik perubahan pola makan dan minum hewan uji.


(51)

G. Alur Penelitian

50 ekor tikus yakni 25 jantan dan 25 betina masing-masing dibagi kedalam 5 kelompok

Kel. II Infusa biji alpukat dosis 360 mg/kgBB

Selama 28 hari injeksi infusa biji alpukat secara peroral pada hewan uji dilakukan pada jam yang sama dengan hari pertama

Kemudian 2 hewan uji sisanya dipelihara tanpa perlakuan selama 14 hari untuk uji reversibilitas, pada hari ke-15

diakukan pembedahan dan pengamatan histopatologis Kel. III Infusa biji alpukat dosis 640,8 mg/kgBB Kel. IV Infusa biji alpukat dosis 1140,6 mg/kgBB Kel. V Kontrol aquadest 14285,7 mg/kgBB Kel. I Infusa biji alpukat dosis 202,24 mg/kgBB

Hewan uji ditempatkan dalam metabolic cage secara acak dan diadaptasikan selama 3 hari sebelum memulai perlakuan

Hari I hewan uji diberikan

infusa biji Persea americana Mill. secara peroral

Hewan uji dikembalikan dalam metabolic cage dan diberi asupan pakan

Pada hari ke-29 Diambil 3 hewan uji untuk dilakukan pembedahan dan pengamatan histopatologis


(52)

31 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian toksisitas subakut ini bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya potensi efek toksik dari infusa biji Persea americana Mill. terhadap histopatologis hati tikus Sprague Dawley serta mengungkapkan sifat efek toksik senyawa bersifat reversibel atau tidak.

A. Determinasi Tanaman

Tujuan dari determinasi serbuk biji Persea americana Mill. ini adalah untuk membuktikan bahwa serbuk biji yang digunakan dalam penelitian benar berasal dari tanaman Persea americana Mill. Determinasi dilakukan dengan cara mencocokan ciri-ciri morfologi dari biji Persea americana Mill. dengan biji

Persea americana Mill. yang telah diketahui pasti merupakan biji tanaman Persea americana Mill.. Determinasi ini dilakukan oleh Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Hasil determinasi membuktikan bahwa biji yang digunakan benar berasal dari tanaman Persea americana Mill. (Lampiran 6.)

B. Penetapan Kadar Air Serbuk Biji Persea americana Mill.

Sebelum digunakan untuk penelitian, serbuk biji Persea americana Mill. terlebih dahulu dilakukan penetapan kadar air yang bertujuan untuk mengetahui kandungan air dalam serbuk biji tersebut memenuhi persyaratan kadar air serbuk simplisia yang baik atau tidak. Berdasarkan Direktorat Jendral Pengawasan Obat


(53)

dan Makanan RI (1995), syarat kadar air yang baik adalah kurang dari 10%, dikarenakan simplisia yang memiliki kadar air lebih dari 10% memungkinkan tumbuhnya mikroorganisme yang nantinya akan menjadi kontaminan yang dapat mengganggu hasil penelitian.

Penetapan kadar air ini dilakukan dengan menggunakan alat Moisture Balanced. Prinsip penetapan kadar air pada alat Moisture Balanced ini adalah penetapan jumlah sampel berdasarkan pengukuran berat zat konstan (Sujadi, 2010). Sebanyak 5g serbuk biji Persea americana Mill. dipanaskan di dalam alat pada suhu 105˚C selama 15 menit. Hasil rata-rata kadar air yang diperoleh yaitu 5,63% (Lampiran 5.) sehingga diketahui bahwa serbuk biji Persea americana

Mill. yang digunakan telah memenuhi syarat kadar air simplisia yang baik yaitu kurang dari 10%.

C. Gambaran Histopatologis Hati Tikus Sprague Dawley yang Diberi Infusa Biji Persea americana Mill.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan ada tidaknya efek toksik pada pemberian infusa biji Persea americana Mill. secara subakut (selama 28 hari) yang diberikan pada tikus Sprague Dawley terhadap gambaran histopatologis hati tikus, oleh karena itu pada hari ke-28 dibuat preparat dari 3 ekor tikus jantan dan betina dari masing-masing kelompok perlakuan dan kontrol

aquadest. Selain itu, untuk mengetahui sifat efek toksik bersifat reversible atau

irreversible maka pada hari ke-42 juga dibuat preparat 2 ekor tikus jantan dan betina dari masing-masing kelompok perlakuan dan kontrol aquadest. Hasil pemeriksaan histopatologis hati dapat dilihat pada tabel I – IV (Lampiran 9.).


(54)

Tabel I . Hasil pemeriksaan histopatologis hati pada tikus jantan hari ke-28 Perlakuan

Jumlah hewan uji yang mengalami perubahan struktural pada organ hati (n=3)

DM DH DHCL ASH RPV

IBA Dosis I

202,24 mg/kgBB - - - - -

IBA Dosis II

360 mg/kgBB -

1

(33,3%) - - -

IBA Dosis III

640,8mg/kgBB -

2

(66,7%) - - -

IBA Dosis IV

1140,6 mg/kgBB -

1

(33,3%) - - -

IBA Kontrol aquadest 14285 mg/kgBB

1

(33,3%) - - - -

Keterangan : IBA = Infusa Biji Alpukat DM = Degenerasi Melemak DH = Degenerasi Hidropik

DHCL = Degenerasi Hidropik Centro Lobular ASH = Atrofi sebagian hepatosit

RPV = Radang di sekitar pembuluh vaskuler (-) = Tidak ada perubahan struktural

Tabel II . Hasil pemeriksaan histopatologis hati pada tikus betina hari ke-28 Perlakuan

Jumlah hewan uji yang mengalami perubahan struktural pada organ hati (n=3)

DM DH DHCL ASH RPV

IBA Dosis I

202,24 mg/kgBB - - - - -

IBA Dosis II

360 mg/kgBB - - - - -

IBA Dosis III

640,8mg/kgBB - - - - -

IBA Dosis IV

1140,6 mg/kgBB - -

1

(33,3%) - -

IBA Kontrol aquadest

14285 mg/kgBB -

1

(33,3%) -

1 (33,3%)

1 (33,3%)

Keterangan : IBA = Infusa Biji Alpukat DM = Degenerasi Melemak DH = Degenerasi Hidropik

DHCL = Degenerasi Hidropik Centro Lobular ASH = Atrofi sebagian hepatosit

RPV = Radang di sekitar pembuluh vaskuler (-) = Tidak ada perubahan struktural


(55)

Gambar 6. Histopatologi Hati Normal. Anak panah biru menunjukkan vena sentralis, anak panah hijau menunjukkan sinusoid, anak panah oranye menunjukkan hepatosit (Pewarnaan H&E, Perbesaran 100x).

Gambar 7. Gambar perubahan struktur histopatologis hati (A) Atrofi sebagian hepatosit pada tikus betina kelompok kontrol aquadest, (B) Radang di sekitar pembuluh vaskuler pada tikus betina kelompok kontrol aquadest, (C) Degenerasi Hidropik pada tikus jantan kelompok dosis 640,8 mg/kgBB, (D) Degenerasi Hidropik Centro Lobular tikus betina kelompok dosis 1140,6 mg/kgBB, (E) Degenerasi Melemak pada tikus jantan kelompok kontrol aquadest, (Pewarnaan H&E, Perbesaran 400 x).

A

B

C

D


(56)

Berdasarkan Tabel I dan II. di atas dapat dilihat bahwa tidak terjadi perubahan struktural histopatologis hati (Gambar 6.) pada tikus jantan dosis 202,24 mg/kgBB, tikus betina dosis I 202,24 mg/kgBB, dosis II 360 mg/kgBB, dan dosis III 640,8 mg/kgBB, namun sebagian tikus baik jantan dan betina baik pada kelompok pemberian infusa biji Persea americana Mill. maupun kelompok kontrol aquadest menunjukkan beberapa perubahan struktural pada histopatologis hati, di mana berdasarkan urutan keparahannya, yaitu, pertama adalah atrofi sebagian hepatosit, kedua adalah radang di sekitar pembuluh vaskular, ketiga adalah degenerasi hidropik, degenerasi hidropik centro lobular, dan degenerasi melemak yang memiliki tingkat keparahan perubahan struktural yang sama.

Atrofi sebagian hepatosit ditandai dengan penyusutan sel-sel hepatosit dan pelebaran sinusoid yang disebabkan oleh mengecilnya sel atau berkurangnya jumlah sel. Kondisi ini terjadi dikarenakan lingkungan sel atau asupan sel yang tidak memadai sehingga sel tersebut perlu mengecil sampai ke tingkat di mana sel dapat melangsungkan kehidupannya. Perubahan struktural ini hanya merupakan homeostatis adaptif yang bersifat reversibel jika penyebabnya dapat dieliminasi atau diperbaiki (Donatus,2005). Penyebab dari atrofi dapat disebabkan oleh banyak faktor, antara lain karena berkurangnya aktivitas, fisiologis/proses metabolik normal dalam tubuh misal saat infant berubah menjadi dewasa akan membuat menghilangnya timus, pasokan darah yang kurang/anemia, nutrisi yang tidak adekuat, luka pada sistem saraf, hilangnya stimulasi endokrin, kondisi patologis hewan uji dan penuaan (Kumar, Cotran, Robbins, 2007). Atrofi sebagian hepatosit (Gambar 7.) ini terjadi pada tikus betina kontrol aquadest perlakuan 28


(57)

hari (Tabel II.), sehingga dapat diketahui bahwa atrofi sebagian hepatosit yang terjadi tidak diakibatkan dari pemberian infusa biji Persea americana Mill..

Radang di sekitar pembuluh vaskuler ditandai dengan munculnya neutrofil dan limfosit di sekitar pembuluh darah vena porta. Inflamasi merupakan respon luka ekstra sel yang muncul sebagai mekanisme pertahanan diri dan respon terhadap xenobiotika agar sel yang cidera dapat diperbaiki (Donatus, 2005). Radang di sekitar pembuluh vaskular (Gambar 7.) ini terjadi pada tikus betina kontrol aquadest perlakuan 28 hari (Tabel II.), sehingga dapat diketahui bahwa radang di sekitar pembuluh vaskuler yang terjadi tidak diakibatkan dari pemberian infusa biji Persea americana Mill..

Hati merupakan organ yang mampu memperbaiki dan melindungi dirinya sendiri, tergantung pada keparahan cidera yang terjadi padanya dan kemampuan beregenerasi hati itu sendiri (Gupta, 2007). Degenerasi hidropik merupakan manifestasi pertama yang muncul pada hampir semua jenis cidera sel. Degenerasi hidropik merupakan perubahan struktural akut yang bersifat reversibel (Kumar, Abbas, Aster, 2015). Degenerasi hidropik ditandai dengan pelebaran vakuola berbatas tidak jelas pada sel epitel kuboid di sitoplasma (Gambar 7.). Degenerasi ini terjadi akibat adanya gangguan oksidasi pada sel hati (kerusakan mitokondria, penghentian produksi ATP, kegagalan pompa natrium), sehingga meningkatkan tekanan osmotik dan menyebabkan sel tidak dapat mengeliminasi air dan air tertimbun di dalam sel, sehingga terjadi pembengkakan (Donatus, 2005). Degenerasi hidropik dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain trauma mekanik misal pemejanan hewan uji secara peroral, kondisi hipoksia misal hewan


(58)

uji mengalami anemia, kurangnya nutrisi yang adekuat atau tidak seimbang, dan kondisi patologis hewan uji (Kumar, Abbas, Aster, 2015). Degenerasi hidropik terjadi pada tikus betina kontrol aquadest pada hari ke-28 (Tabel II.) dan tikus jantan kelompok perlakuan 28 hari, dosis II 360 mg/kgBB, dosis III 640,8 mg/kgBB, dosis IV 1140,6 mg/kgBB (Tabel I.). Degenerasi hidropik yang muncul baik pada kelompok kontrol dan perlakuan menandakan bahwa perubahan struktural ini bukan disebabkan akibat pemberian infusa biji Persea americana

Mill..

Degenerasi hidropik centro lobular merupakan degenerasi hidropik yang terletak pada zona centro lobular (Gambar 7.). Centro lobular merupakan salah satu zona yang terletak disekitar vena sentralis di mana area tersebut merupakan area di mana sel-sel pada zona ini mendapat suplai darah yang kurang oksigen sehingga rentan terhadap kerusakan atau cidera. Hepatosit pada zona centro lobular berfungsi dalam proses glikolisis, lipogenesis, dan detoksifikasi xenobiotika oleh sitokrom P-450 (Thoolen, Maronpot, Harada, Nyska, Rousseaux, Nolte, dkk., 2010). Degenerasi hidropik centro lobular ini hanya terjadi pada tikus betina dosis IV 1140,6 mg/kgBB pada hari ke-28 (Tabel II.), hal ini menandakan bahwa degenerasi hidropik centro lobular memiliki potensi disebabkan oleh pemberian infusa biji Persea americana Mill. namun perubahan struktural ini hanya terjadi pada 1 tikus saja dari semua kelompok perlakuan baik pada tikus jantan maupun tikus betina dengan presentase sebesar 33,3%. Data ini dapat dikatakan kurang representatif sehingga degenerasi hidropik centro lobular ini bukan disebabkan akibat pemberian infusa biji Persea americana Mill..


(1)

Lampiran 11. Analisis statistik berat badan tikus betina

Case Processing Summary

Cases

Included Excluded Total N Percent N Percent N Percent BB0 * Kelompok 25 100,0% 0 ,0% 25 100,0% BB7 * Kelompok 25 100,0% 0 ,0% 25 100,0% BB14 * Kelompok 25 100,0% 0 ,0% 25 100,0% BB21 * Kelompok 25 100,0% 0 ,0% 25 100,0% BB28 * Kelompok 25 100,0% 0 ,0% 25 100,0%

Report

Kelompok BB0 BB7 BB14 BB21 BB28 IBA 202,2

mg/KgBB

N 5 5 5 5 5

Mean 173,2000 186,4000 173,0000 184,4000 199,0000 Std. Error of Mean 6,80000 15,64800 7,72658 8,11542 7,58288 Std. Deviation 15,20526 34,99000 17,27715 18,14663 16,95582 IBA

360 mg/KgBB

N 5 5 5 5 5

Mean 153,4000 156,4000 148,0000 159,4000 173,6000 Std. Error of Mean 11,19643 2,15870 6,33246 5,58211 5,95483 Std. Deviation 25,03597 4,82701 14,15980 12,48199 13,31540 IBA 640,8

mg/KgBB

N 5 5 5 5 5

Mean 171,2000 157,4000 161,2000 174,8000 188,2000 Std. Error of Mean 8,85099 11,44814 12,20410 11,05622 11,35077 Std. Deviation 19,79141 25,59883 27,28919 24,72246 25,38110 IBA 1140,62

mg/KgBB

N 5 5 5 5 5

Mean 157,2000 158,8000 169,8000 162,6000 167,8000 Std. Error of Mean 1,39284 3,21559 6,39844 3,10805 5,03389 Std. Deviation 3,11448 7,19027 14,30734 6,94982 11,25611 Kontrol

aquadest 14285,7 mg/KgBB

N 5 5 5 5 5

Mean 150,8000 151,8000 154,4000 157,8000 170,0000 Std. Error of Mean 1,06771 7,51266 4,73920 9,80000 7,54983 Std. Deviation 2,38747 16,79881 10,59717 21,91347 16,88194 Total N 25 25 25 25 25 Mean 161,1600 162,1600 161,2800 167,8000 179,7200 Std. Error of Mean 3,46539 4,61110 3,74412 3,89658 4,01477 Std. Deviation 17,32695 23,05551 18,72058 19,48290 20,07386


(2)

General Linear Model

Between-Subjects Factors

Value Label

N

Kelompok 1,00 IBA 202,2 mg/KgBB

5

2,00 IBA 360 mg/KgBB

5

3,00 IBA 640,8 mg/KgBB

5

4,00 IBA 1140,62 mg/KgBB

5

5,00 Kontrol aquadest 14285,7 mg/KgBB 5

Multivariate Tests

c

Effect

Value

F

Hypothesis

df

Error

df

Sig.

Intercept

Pillai's Trace

,997

1108,333

a

5,000

16,000 ,000

Wilks' Lambda

,003

1108,333

a

5,000

16,000 ,000

Hotelling's Trace

346,354 1108,333

a

5,000

16,000 ,000

Roy's Largest Root 346,354 1108,333

a

5,000

16,000 ,000

Kelompok

Pillai's Trace

1,133

1,502

20,000

76,000 ,106

Wilks' Lambda

,206

1,649

20,000

54,016 ,074

Hotelling's Trace

2,387

1,731

20,000

58,000 ,054

Roy's Largest Root

1,676

6,369

b

5,000

19,000 ,001

a. Exact statistic

b. The statistic is an upper bound on F that yields a lower bound on the

significance level.

c. Design: Intercept + Kelompok

Levene's Test of Equality of Error Variances

a

F

df1 df2 Sig.

Berat badan hari ke-0

10,282

4 20 ,000

Berat badan hari ke-7

2,865

4 20 ,050

Berat badan hari ke-14

1,478

4 20 ,246

Berat badan hari ke-21

1,490

4 20 ,243

Berat badan hari ke-28

1,607

4 20 ,211

Tests the null hypothesis that the error variance of the

dependent variable is equal across groups.

a. Design: Intercept + Kelompok


(3)

Poshoc

Multiple Comparisons

Tukey HSD Depend-

ent Variable (I) Kelompok

(J) Kelompok Mean Difference (I-J) Std.

Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

BB0 IBA 202,2

mg/KgBB

IBA 360 mg/KgBB 19,8000 10,06022 ,316 -10,3039 49,9039 IBA 640,8 mg/KgBB 2,0000 10,06022 1,000 -28,1039 32,1039 IBA 1140,62 mg/KgBB 16,0000 10,06022 ,520 -14,1039 46,1039 Kontrol aquadest

14285,7mg/KgBB

22,4000 10,06022 ,211 -7,7039 52,5039 IBA 360

mg/KgBB

IBA 202,2 mg/KgBB -19,8000 10,06022 ,316 -49,9039 10,3039 IBA 640,8 mg/KgBB -17,8000 10,06022 ,417 -47,9039 12,3039 IBA 1140,62 mg/KgBB -3,8000 10,06022 ,995 -33,9039 26,3039 Kontrol aquadest

14285,7 mg/KgBB

2,6000 10,06022 ,999 -27,5039 32,7039 IBA 640,8

mg/KgBB

IBA 202,2 mg/KgBB -2,0000 10,06022 1,000 -32,1039 28,1039 IBA 360 mg/KgBB 17,8000 10,06022 ,417 -12,3039 47,9039 IBA 1140,62 mg/KgBB 14,0000 10,06022 ,640 -16,1039 44,1039 Kontrol aquadest

14285,7 mg/KgBB

20,4000 10,06022 ,289 -9,7039 50,5039 IBA 1140,62

mg/KgBB

IBA 202,2 mg/KgBB -16,0000 10,06022 ,520 -46,1039 14,1039 IBA 360 mg/KgBB 3,8000 10,06022 ,995 -26,3039 33,9039 IBA 640,8 mg/KgBB -14,0000 10,06022 ,640 -44,1039 16,1039 Kontrol aquadest

14285,7 mg/KgBB

6,4000 10,06022 ,967 -23,7039 36,5039 Kontrol

aquadest 14285,7 mg/KgBB

IBA 202,2 mg/KgBB -22,4000 10,06022 ,211 -52,5039 7,7039 IBA 360 mg/KgBB -2,6000 10,06022 ,999 -32,7039 27,5039 IBA 640,8 mg/KgBB -20,4000 10,06022 ,289 -50,5039 9,7039 IBA 1140,62 mg/KgBB -6,4000 10,06022 ,967 -36,5039 23,7039 BB7 IBA 202,2

mg/KgBB

IBA 360 mg/KgBB 30,0000 13,37700 ,205 -10,0290 70,0290 IBA 640,8 mg/KgBB 29,0000 13,37700 ,232 -11,0290 69,0290 IBA 1140,62 mg/KgBB 27,6000 13,37700 ,274 -12,4290 67,6290 Kontrol aquadest

14285,7 mg/KgBB

34,6000 13,37700 ,111 -5,4290 74,6290 IBA 360

mg/KgBB

IBA 202,2 mg/KgBB -30,0000 13,37700 ,205 -70,0290 10,0290 IBA 640,8 mg/KgBB -1,0000 13,37700 1,000 -41,0290 39,0290 IBA 1140,62 mg/KgBB -2,4000 13,37700 1,000 -42,4290 37,6290 Kontrol aquadest

14285,7 mg/KgBB

4,6000 13,37700 ,997 -35,4290 44,6290 IBA 640,8

mg/KgBB

IBA 202,2 mg/KgBB -29,0000 13,37700 ,232 -69,0290 11,0290 IBA 360 mg/KgBB 1,0000 13,37700 1,000 -39,0290 41,0290 IBA 1140,62 mg/KgBB -1,4000 13,37700 1,000 -41,4290 38,6290 Kontrol aquadest

14285,7 mg/KgBB

5,6000 13,37700 ,993 -34,4290 45,6290 IBA 1140,62

mg/KgBB

IBA 202,2 mg/KgBB -27,6000 13,37700 ,274 -67,6290 12,4290 IBA 360 mg/KgBB 2,4000 13,37700 1,000 -37,6290 42,4290


(4)

IBA 640,8 mg/KgBB 1,4000 13,37700 1,000 -38,6290 41,4290 Kontrol aquadest

14285,7 mg/KgBB

7,0000 13,37700 ,984 -33,0290 47,0290 Kontrol

aquadest 14285,7 mg/KgBB

IBA 202,2 mg/KgBB -34,6000 13,37700 ,111 -74,6290 5,4290 IBA 360 mg/KgBB -4,6000 13,37700 ,997 -44,6290 35,4290 IBA 640,8 mg/KgBB -5,6000 13,37700 ,993 -45,6290 34,4290 IBA 1140,62 mg/KgBB -7,0000 13,37700 ,984 -47,0290 33,0290 BB14 IBA 202,2

mg/KgBB

IBA 360 mg/KgBB 25,0000 11,17390 ,207 -8,4365 58,4365 IBA 640,8 mg/KgBB 11,8000 11,17390 ,826 -21,6365 45,2365 IBA 1140,62 mg/KgBB 3,2000 11,17390 ,998 -30,2365 36,6365 Kontrol aquadest

14285,7 mg/KgBB

18,6000 11,17390 ,476 -14,8365 52,0365 IBA 360

mg/KgBB

IBA 202,2 mg/KgBB -25,0000 11,17390 ,207 -58,4365 8,4365 IBA 640,8 mg/KgBB -13,2000 11,17390 ,762 -46,6365 20,2365 IBA 1140,62 mg/KgBB -21,8000 11,17390 ,324 -55,2365 11,6365 Kontrol aquadest

14285,7 mg/KgBB

-6,4000 11,17390 ,978 -39,8365 27,0365 IBA 640,8

mg/KgBB

IBA 202,2 mg/KgBB -11,8000 11,17390 ,826 -45,2365 21,6365 IBA 360 mg/KgBB 13,2000 11,17390 ,762 -20,2365 46,6365 IBA 1140,62 mg/KgBB -8,6000 11,17390 ,936 -42,0365 24,8365 Kontrol aquadest

14285,7 mg/KgBB

6,8000 11,17390 ,972 -26,6365 40,2365 IBA 1140,62

mg/KgBB

IBA 202,2 mg/KgBB -3,2000 11,17390 ,998 -36,6365 30,2365 IBA 360 mg/KgBB 21,8000 11,17390 ,324 -11,6365 55,2365 IBA 640,8 mg/KgBB 8,6000 11,17390 ,936 -24,8365 42,0365 Kontrol aquadest

14285,7 mg/KgBB

15,4000 11,17390 ,648 -18,0365 48,8365 Kontrol

aquadest 14285,7 mg/KgBB

IBA 202,2 mg/KgBB -18,6000 11,17390 ,476 -52,0365 14,8365 IBA 360 mg/KgBB 6,4000 11,17390 ,978 -27,0365 39,8365 IBA 640,8 mg/KgBB -6,8000 11,17390 ,972 -40,2365 26,6365 IBA 1140,62 mg/KgBB -15,4000 11,17390 ,648 -48,8365 18,0365 BB21 IBA 202,2

mg/KgBB

IBA 360 mg/KgBB 25,0000 11,40105 ,223 -9,1162 59,1162 IBA 640,8 mg/KgBB 9,6000 11,40105 ,914 -24,5162 43,7162 IBA 1140,62 mg/KgBB 21,8000 11,40105 ,343 -12,3162 55,9162 Kontrol aquadest

14285,7 mg/KgBB

26,6000 11,40105 ,176 -7,5162 60,7162 IBA 360

mg/KgBB

IBA 202,2 mg/KgBB -25,0000 11,40105 ,223 -59,1162 9,1162 IBA 640,8 mg/KgBB -15,4000 11,40105 ,664 -49,5162 18,7162 IBA 1140,62 mg/KgBB -3,2000 11,40105 ,999 -37,3162 30,9162 Kontrol aquadest

14285,7 mg/KgBB

1,6000 11,40105 1,000 -32,5162 35,7162 IBA 640,8

mg/KgBB

IBA 202,2 mg/KgBB -9,6000 11,40105 ,914 -43,7162 24,5162 IBA 360 mg/KgBB 15,4000 11,40105 ,664 -18,7162 49,5162 IBA 1140,62 mg/KgBB 12,2000 11,40105 ,819 -21,9162 46,3162 Kontrol aquadest

14285,7 mg/KgBB

17,0000 11,40105 ,580 -17,1162 51,1162 IBA 1140,62

mg/KgBB

IBA 202,2 mg/KgBB -21,8000 11,40105 ,343 -55,9162 12,3162 IBA 360 mg/KgBB 3,2000 11,40105 ,999 -30,9162 37,3162


(5)

IBA 640,8 mg/KgBB -12,2000 11,40105 ,819 -46,3162 21,9162 Kontrol aquadest

14285,7 mg/KgBB

4,8000 11,40105 ,993 -29,3162 38,9162 Kontrol

aquadest 14285,7 mg/KgBB

IBA 202,2 mg/KgBB -26,6000 11,40105 ,176 -60,7162 7,5162 IBA 360 mg/KgBB -1,6000 11,40105 1,000 -35,7162 32,5162 IBA 640,8 mg/KgBB -17,0000 11,40105 ,580 -51,1162 17,1162 IBA 1140,62 mg/KgBB -4,8000 11,40105 ,993 -38,9162 29,3162 BB28 IBA 202,2

mg/KgBB

IBA 360 mg/KgBB 25,4000 11,02978 ,185 -7,6052 58,4052 IBA 640,8 mg/KgBB 10,8000 11,02978 ,861 -22,2052 43,8052 IBA 1140,62 mg/KgBB 31,2000 11,02978 ,070 -1,8052 64,2052 Kontrol aquadest

14285,7 mg/KgBB

29,0000 11,02978 ,102 -4,0052 62,0052 IBA 360

mg/KgBB

IBA 202,2 mg/KgBB -25,4000 11,02978 ,185 -58,4052 7,6052 IBA 640,8 mg/KgBB -14,6000 11,02978 ,680 -47,6052 18,4052 IBA 1140,62 mg/KgBB 5,8000 11,02978 ,984 -27,2052 38,8052 Kontrol aquadest

14285,7 mg/KgBB

3,6000 11,02978 ,997 -29,4052 36,6052 IBA 640,8

mg/KgBB

IBA 202,2 mg/KgBB -10,8000 11,02978 ,861 -43,8052 22,2052 IBA 360 mg/KgBB 14,6000 11,02978 ,680 -18,4052 47,6052 IBA 1140,62 mg/KgBB 20,4000 11,02978 ,375 -12,6052 53,4052 Kontrol aquadest

14285,7 mg/KgBB

18,2000 11,02978 ,485 -14,8052 51,2052 IBA 1140,62

mg/KgBB

IBA 202,2 mg/KgBB -31,2000 11,02978 ,070 -64,2052 1,8052 IBA 360 mg/KgBB -5,8000 11,02978 ,984 -38,8052 27,2052 IBA 640,8 mg/KgBB -20,4000 11,02978 ,375 -53,4052 12,6052 Kontrol aquadest

14285,7 mg/KgBB

-2,2000 11,02978 1,000 -35,2052 30,8052 Kontrol

aquadest 14285,7 mg/KgBB

IBA 202,2 mg/KgBB -29,0000 11,02978 ,102 -62,0052 4,0052 IBA 360 mg/KgBB -3,6000 11,02978 ,997 -36,6052 29,4052 IBA 640,8 mg/KgBB -18,2000 11,02978 ,485 -51,2052 14,8052 IBA 1140,62 mg/KgBB 2,2000 11,02978 1,000 -30,8052 35,2052 Based on observed means.


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi dengan judul “Uji Toksisitas Subakut Infusa

Biji

Persea americana

Mill. terhadap Gambaran

Histopatologis Hati Tikus Sprague Dawley” dengan nama

lengkap Trifonia Ingrid Octavia. Penulis lahir di Palembang

pada tanggal 18 Oktober 1993, merupakan anak ketiga dari

empat bersaudara dalam keluarga pasangan Yusuf Evol dan

Merani Leo. Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis

yaitu TK Xaverius I Putri Palembang (1998

-

1999), tingkat

Sekolah Dasar di SD Xaverius I Putri Palembang (1999

-2005), tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMP Xaverius

Maria Palembang (2005

-

2008), tingat Sekolah Menengah Atas di SMA Xaverius I

Palembang (2008

-

2011). Pada tahun 2011, penulis melanjutkan pendidikan

sarjana di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Semasa

menempuh pendidikan sarjana, penulis aktif dalam kegiatan kepanitiaan seperti

Aksi Hari Kesehatan dan Lingkungan Hidup di SD Pangudi Luhur sebagai Ketua

Panitia, Longmarch dan Seminar Nasional bertemakan “

Young Generation with

No More HIV Infections, Discriminations, and AIDS Related Deaths

” sebagai

seksi perlengkapan, perayaan ekaristi pekan suci 2012 Campus Ministry USD

sebagai seksi liturgi

-

tim I, Kepengurusan JMKI Komisariat Sanata Dharma

periode 2012

-

2013 sebagai Divisi Humas, Kepengurusan JMKI Komisariat

Sanata Dharma periode 2013

-

2014 sebagai Bendahara, panitia Dies Natalis XIX

Fakultas Farmasi USD, panitia Malam keakraban JMKI Komisariat Sanata

Dharma 10

-

11 Maret 2012 sebagai Sie Humas dan Dokumentasi, panitia Malam

keakraban JMKI Komisariat Sanata Dharma 13

-

14 April 2013 sebagai bendahara.

Penulis juga berperan aktif sebagai Asisten Dosen di Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma pada Laboratorium Biokimia (2013).


Dokumen yang terkait

Aktivitas Antimikroba Ekstrak Biji Alpukat (Persea americana Mill). Terhadap Beberapa Mikroba Patogen Secara In Vitro

11 95 60

Uji toksisitas akut ekstrak etanol 96% biji buah alpukat (persea americana mill.) terhadap larva artemia salina leach dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

0 10 64

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol 96% Biji Buah Alpukat (Persea americana Mill.) Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). 2014

2 34 64

UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES EKSTRAK ETANOL BIJI ALPUKAT (Persea americana Mill.) TERHADAP TIKUS Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Etanol Biji Alpukat (Persea americana Mill.) Terhadap Tikus Galur Wistar Yang Diinduksi Aloksan.

0 1 10

Uji toksisitas subakut infusa biji Alpukat (Persea americana Mill.) terhadap gambaran histopatologis ginjal tikus Sprague Dawley.

1 5 97

Uji toksisitas subakut infusa biji Persea americana Mill. terhadap gambaran histopatologis testis dan uterus tikus galur Sprague Dawley.

1 17 110

Uji toksisitas subakut infusa biji alpukat (persea americana mill. ) terhadap kadar serum Glutamic Pyruvic Transaminase dan Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase darah pada tikus Sprague Dawley.

1 5 131

Uji toksisitas subakut infusa biji Alpukat (Persea americana Mill.) terhadap kadar glukosa darah dan gambaran histopatologis pankreas tikus Sprague Dawley.

0 6 99

Uji toksisitas akut infusa biji alpukat Persea americana Mill. pada mencit Galur Swiss.

0 18 122

Uji toksisitas subakut infusa biji Persea Americana Mill. pada tikus galur Sprague dawley terhadap kadar blood urea nitrogen dan kreatinin.

0 2 131