c. Kapasitas Titik Impas Kapasitas titik impas adalah jumlah produksi yang harus dilakukan untuk
mencapai titik impas. Rumus kapasitas titik impas adalah sebagai berikut: Kapasitas Titik Impas = Persen Titik Impas x Pendapatan.
2. Net Present Value NPV
Net Present Value NPV adalah selisih antara nilai penerimaan sekarang dengan niali biaya sekarang. Bila dalam analisia diperoleh nilai NPV lebih besar dari
0 nol, berarti nilai proyek layak untuk dilaksanakan, jika dalam perhitungan diperoleh nilai NPV lebih kecil dari 0 nol , maka proyek tersebut tidak layak untuk
dilaksanakan. Rumus NPV adalah : NPV =
n t
t i
Ct B
2
1
Keterangan: Bt = Benefit sosial kotor sehubungan dengan suatu proyek pada tahun t
Ct = Biaya sosial kotor sehubungan dengan proyek pada tahun t t = 1,2, 3,………n
n = Umur ekonomi dari suatu proyek. i = Sosial discount rate Mulyadi, 1986.
3. Payback Periode
Merupakan perhitungan jangka waktu yang dibutuhkan untuk pengambilan modal yang ditanam pada proyek. Nilai tersebut dapat berupa prosentase maupun
waktu baik tahun maupun bulan. Payback period tersebut harus lebih kecil dari nilai ekonomis. Rumus penentuannya adalah sebagai berikut:
Ab I
Period Payback
Keterangan: I = Jumlah modal
Ab = Penerimaan bersih perbulan
4. Rate of Return
Rate of Return dengan metode Internal Rate of Return adalah nilai discount rate I dengan NPV dari proyek sama dengan nol. IRR dapat juga dianggap sebagai
tingkat keuntungan atas investasi bersih dalam satuan proyek, asalkan setiap benefit bersih yang diwujudkan secara otomatis ditanam kembali dalam tahun berikutnya.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Rumus perhitungan IRR adalah sebagai berikut :
IRR = 1 +
NPV NPV
NPV
I – i
Keterangan: NPV = NPV positif hasil percobaan nilai
NPV = NPV negatif hasil percobaan nilai; i
= Tingkat bunga Tiomar, 1994.
5. Gross Benefit Cost Ratio Gross BC Ratio
Merupakan perbandingan antara penerimaan kotor dengan biaya kotor yang telah dirupiahkan sekarang present value . Muljadi, 1986
Nilai BC Ratio =
Produksi Biaya
Pendapatan
L.
Landasan Teori
Mie kering adalah mie segar yang telah dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 8 - 10. Pengeringan umumnya dilakukan dengan penjemuran dibawah
sinar matahari atau dengan dryer. Mie kering mempunyai kadar air rendah sehingga mempunyai daya simpan yang relatif panjang dan mudah penanganannya Astawan,
1999. Mie kering dibuat dari adonan terigu atau tepung beras atau tepung lainnya
sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan lainnya, dapat diberi perlakuan dengan bahan alkali.
Gluten merupakan protein dalam tepung terigu yang dapat dibentuk dari gliadin prolamin dalam gandum dan glutenin. Protein dalam tepung terigu untuk
pembuatan mie harus dalam jumlah yang cukup tinggi supaya mie menjadi elastis dan tahan terhadap penarikan sewaktu proses produksinya Koswara, 2005.
Glutenin merupakan fraksi protein yang memberikan kepadatan dan kekuatan pada adonan untuk menahan gas pada pengembangan adonan serta berperan dalam
pembuatan struktur adonan. Sedangkan gliadin adalah fraksi protein yang memberikan sifat lembut dan elastis Anni, 2008. Glutenin dan gliadin dapat saling
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
berinteraksi membentuk gluten saat dilakukan pencampuran dengan air. Anonymus, 2010.
Hal-hal yang berpengaruh terhadap tektsur mie adalah protein dan pati. Pada pembentukan mie dapat terjadi gelatinisasi pati, pasta pati yang telah mengalami
gelatinisasi terdiri dari granula - granula yang membengkak tersuspensi dalam air panas dan molekul-molekul amilosa yang terdispersi dalam air. Molekul amilosa
tersebut akan terus terdispersi asalkan pasta pati tersebut dalam keadaan panas. Jika pasta tersebut kemudaian mendingin, energi kinetik tidak lagi cukup tinggi
untuk melawan kecenderungan molekul-molekul amilosa untuk bersatu kembali. Molekul - molekul amilosa berikatan kembali dengan cabang amilopektin sehingga
menggabungkan butir pati yang membengkak dan membentuk semacam jaring - jaring sehingga terbentuk mikrokristal dan mengendap. Tahap pertama pada
fenomena gelatinisasi ialah dimana permukaan mie akan mengalami pembasahan. Pada tahap pertama ini pori - pori mie akan terbuka sehingga mempermudah proses
gelatinisasi pati. Tahap kedua mie akan mengalami proses gelatinisasi. Granula pati dibuat membengkak luar biasa sehingga bersifat tidak bisa kembali seperti semula.
Air yang berada di dalam bahan pangan tersebut terserap oleh granula pati sehingga membengkak. Tahap ketiga merupakan tahap penguapan air pada
permukaan mie dan mulai membentuk lapisan film tipis sehingga mie menjadi halus dan kering Winarno, 2002. Menurut Koswara 2005, setelah pembentukan mie
dilakukan proses pengukusan karena pada proses ini terjadi gelatinisasi pati dan koagulasi gluten sehingga dengan terjadinya dehidrasi air dari gluten akan
menyebabkan timbulnya kekenyalan mie. Hal ini disebabkan oleh putusnya ikatan hidrogen, sehingga rantai ikatan kompleks pati dan gluten lebih rapat.
Menurut Joseph 2000, selama pencampuran adonan komponen dan air, struktur tiga dimensi dari adonan dibentuk di mana partikel gluten dimasukkan ke
dalam membran tipis yang tertanam dalam butiran-butiran pati dan komponen lain dari tepung. Sifat adonan dan struktur gluten optimal terbentuk sebagai akibat dari
banyaknya ikatan sekunder lemah dan interaksi. Gluten adalah massa elastis yang terikat dengan komponen-komponen lain seperti pati dan menahan gas yang timbul
sehingga menyebabkan struktur lunak dari roti. Hidrasi protein gluten menyebabkan terbentuknya benang-benang yang dengan gliadin membentuk lapisan tipis film
dan glutenin membentuk untaian Suhardi, 1988.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Mekanisme pembentukan adonan oleh gluten adalah, interaksi hidrofobik akan membentuk agregat protein dan mengikat lemak dan substansi nonpolar
lainnya, kemudian ikatan hidrogen akan mengikat air dan bersifat kohesi dan adhesi yang menyebabkan ikatan sulfhidril dan disulfida akan membentuk polimer. Ichda,
2008. Penambahan telur pada mie bertujuan untuk menambah daya liat mie,
mengembangkan adonan dan mempercepat hidrasi air. Hal ini sesuai dengan pendapat Astawan 2001, bahwa penambahan telur pada pembuatan mie kering
adalah untuk meningkatkan mutu protein mie dan menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah putus. Pada penggunaannya didasarkan pada
penggunaan tiga sifat fungsional: koagulasi termal, kemampuan berbusa, dan sifat pengemulsi ditambah warna dan aroma Pomeranz, 1998.
Wahyudi 2003, menyatakan bahwa pada protein putih telur dapat membentuk lapisan yang cukup kuat dan albumin pada telur menyebabkan
pengikatan air yang lebih baik. Hal ini dikarenakan putih telur yang menyebabkan kenyal, dan kuning telur bisa memberi warna pada mie juga membuat mie terasa
lebih gurih. Astawan, M dan M.W. Astawan 1988, menyatakan bahwa bahan baku
utama dalam pembuatan mie pada umumnya adalah tepung terigu, dikarenakan tepung terigu di Negara Indonesia masih impor maka dilakukan suatu upaya untuk
mencari bahan lain yang dapat menggantikan sebagian tepung terigu. Menurut Suyanti 2008, komposisi kulit pisang banyak mengandung air yaitu
68,90 dan karbohidrat sebesar 18,50. Pada kulit pisang mengandung kandungan kimia salah satunya adalah amilum pati atau yang biasanya dikenal
dengan karbohidrat. Karena kulit pisang mengandung zat pati maka kulit pisang dapat diolah menjadi tepung. Sebelum dibuat menjadi mie, limbah kulit pisang
terlebih dahulu dibuat menjadi tepung pisang Hamzar, 1991. Dari penelitian Ririn Sandra Yanti 2008, dalam pembuatan mie
menggunakan substitusi 20 tepung kulit pisang raja dan 80 tepung terigu dengan bahan tambahan lain yaitu garam, soda abu, telur, dan air.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
M.
Hipotesa
Diduga terdapat pengaruh yang nyata pada substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan penambahan telur terhadap sifat fisik, kimia dan
organoleptik mie kering yang dihasilkan.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB III BAHAN DAN METODE
A. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Analisa Pangan dan Laboratorium Uji Inderawi Jurusan Teknologi Pangan Fakultas
Teknologi Industri UPN ”Veteran” Jawa Timur, dengan waktu pelaksanaan mulai bulan November 2011 – 2012 sampai selesai.
B. Bahan
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan mie antara lain, kulit pisang kapok masak fisiologis, tepug terigu “cakra kembar”, telur, garam dapur, soda kue
dan minyak goreng yang diperoleh dari pasar Sopo Nyono Rungkut Surabaya, Na- Pirophosphate yang diperoleh dari toko bahan kimia CV. Tristar Chemical di Rungkut
Surabaya. Bahan untuk analisa yang digunakan adalah Aquades, alkohol, HCl, Indikator
PP, Larutan fehling, Indikator metil blue, H
2
SO
4
.
C. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah, cabinet dryer, alat pencetak mie, timbangan analitik, Loyang, mixer, pisau stainless, baskom plastik, alat pengukus dan
blender.
D. Metode Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap RAL dengan pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor masing-masing
terdiri dari 3 level dengan 3 kali ulangan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan ANOVA, bila terdapat perbedaan nyata antara perlakuan dilanjutkan dengan uji DMRT
Gasperz, 1991.
25
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
1. Variabel berubah terdiri dari 2 faktor yaitu : Faktor I : Substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu
A
1
= 15 A
2
= 20 A
3
= 25 Faktor II : Penambahan telur berat :
B
1
= telur 18 B
2
= telur 20 B
3
= telur 22 Sehingga dari kedua faktor diatas diperoleh 9 kombinasi perlakuan sebagai
berikut : Telur
Substitusi tepung kulit pisang kepok
B
1
B
2
B
3
A
1
A
1
B
1
A
1
B
2
A
1
B
3
A
2
A
2
B
1
A
2
B
2
A
2
B
3
A
3
A
3
B
1
A
3
B
2
A
3
B
3
Keterangan : A
1
B
1
= Substitusi T.kulit pisang kepok pada T.terigu 15 dan penambahan Telur 18 A
1
B
2
= Substitusi T.kulit pisang kepok pada T.terigu 15 dan penambahan Telur 20
A
1
B
3
= Substitusi T.kulit pisang kepok pada T.terigu 15 dan Penambahan Telur 22
A
2
B
1
= Substitusi T.kulit pisang kepok pada T.terigu 20 dan Penambahan Telur 18
A
2
B
2
= Substitusi T.kulit pisang kepok pada T.terigu 20 dan Penambahan Telur 20
A
2
B
3
= Substitusi T.kulit pisang kepok pada T.terigu 20 dan Penambahan Telur 22
A
3
B
1
= Substitusi T.kulit pisang kepok pada T.terigu 25 dan Penambahan Telur 18
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
A
3
B
2
= Substitusi T.kulit pisang kepok pada T.terigu 25 dan Penambahan Telur 20
A
3
B
3
= Substitusi T.kulit pisang kepok pada T.terigu 25 dan Penambahan Telur 22
Menurut Vincent 1999, perhitungan statistika dengan rumus sebagai berikut: Dimana:
Yijk = µ + α
i
+ β
j
+ αβ
ij
+ ε
ijk
Keterangan : Yijk
= Nilai pengamatan pada satuan percobaan ku-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij taraf ke-i dari faktor I dan taraf ke-j dari
faktor II µ
= Nilai tengah populasi rata – rata yang sesungguhnya α
i
= Pengaruh aditif ke-i dari faktor I β
j
= Pengaruh aditif ke-j dari faktor II αβij = Pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor I dαan taraf ke-j dari faktor II
ε = Pengaruh kesalahan galat dari satuan percobaan ke-k yang
memperoleh kombinasi dari perlakuan ij 2. Variabel tetap :
1. Berat tepung terigu dan tepung kulit pisang kepok 100 gr 2. Lama perendaman Na–Pirophosphate selama 10 menit
3. Berat garam 2 gr 4. Berat soda kue 1 gr
5. Volume air 40 ml 6. Waktu pencampuran selama 15 menit
7. Suhu dan waktu pengukusan 100⁰C selama 10 menit
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
8. Pengeringan suhu 70⁰C selama 6 jam Data yang diperoleh dianalisia dengan analisis ragam untuk mengetahui ada
tidaknya perbedaan perlakuan. Apabila terdapat perbedaan dari perlakuan maka dilanjutkan dengan Uji Duncan DMRT untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan.
E. Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati untuk bahan baku produk mie kering yaitu meliputi : 1. Pada tepung kulit pisang kepok
1 Kadar air Metode Pengeringan Sudarmadji,1997 2 Kadar pati Sudarmadji, 1984
3 Kadar serat kasar Sudarmadji, 1984 2.
Pada produk mie kering 1 Kadar air metode Pengeringan Sudarmadji,1997
2 Kadar pati Sudarmadji dkk, 1984 3 Kadar protein Sudarmadji dkk, 1984
4 Daya rehidrasi Muchtadi dan Sugiono, 1992 5 Uji elastisitas mie Marthen, 1997
6 Kadar serat kasar Sudarmadji, 1984 7 Uji organoleptik
Scale Scoring meliputi : warna, tekstur dan rasa
F. Prosedur Penelitian
1. Pembuatan Tepung Kulit Pisang Kepok : 1 Kulit pisang kepok disortasi, pengupasan kulit pisang untuk memisahkan
daging buah pisang. 2 Kulit pisang kepok ditimbang kemudian di
Blenching selama 10 menit
dengan suhu 90⁰C kemudian didinginkan selama 5 menit dan dilakukan pengirisan.
3 Kemudian kulit pisang kepok direndam dengan Na-Pirophosphate selama 10 menit, kemudian ditiriskan.
4 Kemudian dilakukan proses pengeringan dengan Cabinet dryer
dengan suhu 60
C, selama 10 jam. 5 Kulit pisang kepok yang sudah kering digiling dengan blender.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
6 Kulit pisang kepok diayak dengan ayakan 80 mesh. 7 Tepung kulit pisang kepok dikemas dan sebagian dianalisis meliputi :
rendemen, kadar air dan kadar pati.
Pisang kepok Sortasi
Pengupasan kulit pisang
Blanching 90°C, 10 menit Daging buah pisang
Pengirisan kulit pisang Fosfatasi dalam Na-pirophosphate
Selama 10 menit Penirisan
Pengeringan Cabinet dryer
60°C, 10 jam Kulit pisang
Ditimbang
Pendinginan 5 menit
Konsentrasi : 100 ppm
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan tepung kulit pisang kepok
2. Pembuatan Mie
Kering Tahapan proses pembuatan mie kering meliputi tahap pencampuran bahan,
pengadukan adonan, pencetakan mie, pengukusan, pengeringan dan pengemasan.
1 Penimbangan bahan sesuai perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu 15, 20, 25 dan penambahan telur 18, 20, 22 dan
bahan-bahan lain garam, soda kue dan air dicampur 2 Kemudian dilakukan pengadukan hingga adonan homogen atau kalis.
3 Adonan dimasukkan ke dalam cetakan mie untuk dibuat lembaran. 4 Kemudian dilakukan pencetakan mie
5 Selanjutnya mie dikukus dengan suhu 100 C selama 10 menit.
6 Mie selanjutnya dikeringkan dengan cara dimasukkan ke dalam Cabinet
dryer dengan suhu 70⁰C, selama 6 jam.
7 Mie kering yang diperoleh dianalisa kadar protein, kadar air, kadar pati, kadar serat kasar, daya rehidrasi, elastisitas dan uji organoleptik.
Penggilingan blender Pengayakan 80 mesh
Tepung kulit pisang kepok Analisa :
Kadar pati Kadar air
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Substitusi Tepung Terigu pada Tepung Kulit Pisang Kepok
85 : 15 80 : 20
Pencampuran Telur : 18 , 20 , 22
Garam : 2 gram Soda kue : 1 gram
Air : 40 ml
Pengadukan hingga adonan homogen
Pembuatan lembaran
Pencetakan
Pengukusan 100⁰C, 10 menit
Pengeringan 70⁰C, 6 jam
Mie kering Analisa
1. Kadar Air 2. Kadar Protein
3. Kadar Pati 4. Kadar serat kasar
5. Uji Daya Rehidrasi 6. Uji Elastisitas
7. Uji Organoleptik
warna, tekstur dan rasa.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Gambar 5. Diagram alir proses pembuatan mie kering
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisa Bahan Awal
Pada penelitian pembuatan mie kering dilakukan analisa terhadap bahan baku awal tepung kulit pisang kepok yang dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 . Hasil analisa tepung kulit pisang kepok per 100 gr bahan
Komponen Tepung Kulit Pisang Kepok
Kadar Air 11,958
Kadar Pati 52,5
Kadar Serat Kasar 18,913
Hasil analisa bahan awal tepung kulit pisang kepok menunjukkan bahwa mengandung kadar air sebesar 11,958, kadar pati 52,5, dan kadar serat kasar
18,913. Menurut Hernawati 2009, dari hasil analisis proksimat tepung kulit pisang raja
mempunyai kandungan kadar air sebesar 10,72, kadar pati sebesar 47,86, kadar protein sebesar 4,08 dan kadar serat kasar sebesar 14,08. Hasil perbedaan analisa
seperti pada kadar air, kadar pati dan kadar serat kasar, disebabkan karena adanya perbedaan jenis kulit pisang, tingkat kemasakanya atau cara dalam pembuatan tepung.
B. Analisa Produk Mie Kering 1. Kadar
Air
Hasil analisis ragam Lampiran 3, menunjukkan adanya interaksi yang nyata p ≤
0,05 antara perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan penambahan telur dan masing-masing perlakuan berpengaruh nyata p
≤ 0,05 terhadap kadar air mie kering. Rerata kadar air mie kering dengan perlakuan substitusi tepung kulit
pisang kepok pada tepung terigu dan penambahan telur dapat dilihat pada Tabel 8. Pengaruh substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan penambahan telur
ditunjukkan pada Gambar 6.
32
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 8 . Nilai rata-rata kadar air mie kering dengan perlakuan substitusi tepung kulit
pisang kepok pada tepung terigu dan penambahan telur. Perlakuan
Substitusi Tepung Kulit Pisang Kepok pada Tepung Terigu
Penambahan Telur vb
Kadar Air Notasi
DMRT 5
18 9.4720
a -
15 20
10.2197 b
0.4903 22
10.5440 bc
0.5151 18
10.7390 c
0.5300 20
20 10.8330
c 0.5399
22 10.9197
c 0.5481
18 11.0940
c 0.5547
25 20
11.8987 d
0.5580 22
12.4123 d
0.5613 Keterangan : Nilai rata-rata yang didampingi dengan huruf berbeda menyatakan
perbedaan yang nyata p ≤ 0,05
Pada Tabel 8, menunjukkan bahwa rata-rata kadar air mie kering berkisar antara 9.4720 - 12.4123. Perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok 15 bb dan
penambahan telur 18 vb memberikan hasil kadar air mie kering terendah 9.4720, sedangkan perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok 25 bb dan penambahan
telur 22 vb memberikan hasil kadar air mie kering tertinggi 12.4123.
Gambar 6 . Hubungan antara substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung
terigu dan penambahan telur terhadap kadar air mie kering.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Pada Gambar 6, menunjukkan bahwa semakin tinggi substitusi tepung kulit pisang kepok dan semakin tinggi penambahan telur maka dapat meningkatkan kadar air mie kering.
Hal ini disebabkan karena tepung kulit pisang kepok mengandung kadar serat yang cukup tinggi yaitu, 18,913 dan serat mempunyai sifat mengikat air, demikian pula
semakin tinggi penambahan telur akan meningkatkan kadar air mie kering, karena telur juga memiliki kandungan air yang tinggi. Selain itu telur juga mengandung protein yang
bersifat dapat mengikat air sehingga dapat menyebabkan kadar air meningkat. Hal ini didukung oleh Wahyudi 2003, yang menyatakan bahwa pada protein
putih telur dapat membentuk lapisan yang cukup kuat dan albumin pada telur menyebabkan pengikatan air yang lebih baik. Hal ini dikarenakan putih telur yang
menyebabkan kenyal, dan kuning telur bisa memberi warna pada mie juga membuat mie terasa lebih gurih.
2. Kadar Protein
Hasil analisis ragam Lampiran 4, menunjukkan adanya interaksi yang nyata p ≤
0,05 antara perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan penambahan telur dan masing-masing perlakuan berpengaruh nyata p
≤ 0,05 terhadap kadar protein mie kering. Rerata kadar protein mie kering dengan perlakuan substitusi
tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan penambahan telur dapat dilihat pada Tabel 9. Pengaruh substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung terigu dan
penambahan telur, ditunjukkan pada Gambar 7.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 9 . Nilai rata-rata kadar protein mie kering dengan perlakuan substitusi tepung kulit
pisang kepok pada tepung terigu dan penambahan telur.
Keterangan : Nilai rata-rata yang didampingi dengan huruf berbeda menyatakan Perlakuan
Substitusi Tepung Kulit Pisang Kepok pada Tepung Terigu
Penambahan Telur vb
Kadar Protein
Notasi DMRT
5 18
12.3320 c
0.8831 15
20 12.4570
c 0.8884
22 12.4890
c 0.8936
18 11.6170
bc 0.8200
20 20
11.7910 bc
0.8595 22
11.8150 bc
0.8726 18
9.7723 a
- 25
20 11.2280
b 0.7806
22 11.7097
bc 0.8437
perbedaan yang nyata p ≤ 0,05
Pada Tabel 9, menunjukkan bahwa rata-rata kadar protein mie kering berkisar antara 12.4890 - 9.7723. Perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok 15 bb
dan penambahan telur 22 vb memberikan hasil kadar protein mie kering tertinggi 12.4890, sedangkan perlakuan substitusi tepung kulit pisang kepok 25 bb dan
penambahan telur 18 vb memberikan hasil kadar protein mie kering terendah 9.7723.
Gambar 7 . Hubungan antara substitusi tepung kulit pisang kepok pada tepung
terigu dan penambahan telur terhadap kadar protein mie kering.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Pada Gambar 7, menunjukkan bahwa semakin tinggi substitusi tepung terigu atau semakin rendah substitusi tepung kulit pisang kepok dan semakin tinggi penambahan
telur maka dapat meningkatkan kadar protein mie kering yang dihasilkan, sebaliknya semakin rendah substitusi tepung terigu atau semakin tinggi substitusi tepung kulit
pisang kepok dan semakin rendah penambahan telur maka kadar protein semakin menurun. Hal ini disebabkan karena tepung terigu mempunyai kandungan protein yang
disebut gluten, sehingga tepung terigu akan membentuk gluten jika dibasahi air sedangkan tepung kulit pisang kepok mempunyai kadar protein yang lebih kecil
dibandingkan dengan kadar protein tepung terigu yaitu, 12 Anonymus, 1994, dan kandungan kadar protein pada telur cukup tinggi, sehingga semakin tinggi penambahan
telur maka dapat meningkatkan kadar protein mie kering. Hal ini didukung oleh Winangun 2007, telur berfungsi sebagai pengikat molekul
pati atau Stabilizer
yang berfungsi untuk mengikat molekul pati yang terdapat pada tepung terigu dan tepung subtitusi lain sehingga dapat membantu pembentukan tekstur
dari mie kering yang dihasilkan, sedangkan menurut Astawan 2011, bahwa penambahan telur pada pembuatan mie kering adalah untuk meningkatkan mutu protein
mie dan menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah putus.
3. Kadar Pati