3. Pimpinan sebagai Komunikator yang Efektif
Pemeliharaan hubungan baik keluar maupun kedalam dilakukan melalui proses komunikasi, baik secara lisan maupun secara tertulis. Berbagai
kategori keputusan yang telah diambil disampaikan kepada para pelaksana melalui jalur komunikasi yang terdapat dalam organisasi. Bahkan
sesungguhnya interaksi yang terjadi antara atasan dengan bawahan, antara sesama pejabat pimpinan dan antara sesama petugas pelaksana kegiatan
operasioanal dimungkinkan terjadi dengan serasi berkat terjadinya komunikasi yang efektif. Tidak dapat disangkal bahwa salah satu fungsi
pimpinan yang bersifat hakiki adalah berkomunikasi secara efektif. Demikian pentingnya komunikasi yang efektif itu dalam usaha
peningkatan kemampuan memimpin seseorang sehingga dapat dikatakan bahwa penguasaan teknik-teknik komunikasi dengan baik merupakan
condition sine qua non bagi setiap pejabat pemimpin.
I.5.5. Gaya Kepemimpinan
Istilah gaya kepemimpinan secara kasar adalah sama dengan cara yang dipergunakan pemimpin didalam mempengaruhi para pengikutnya. Gaya
kepemimpinan merupakan norma prilaku yang digunakan oleh sesorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi prilaku orang seperti ia lihat.
Adapun gaya kepemimpinan yang dikenal antara lain: 1.
Gaya Kepemimpinan Kontinum Ada dua bidang yang berpengaruh yang ekstrem. Pertama, bidang
pengaruh pimpinan dan kedua, bidang pengaruh kebebasan bawahan.
Universitas Sumatera Utara
Kedua bidang pengaruh ini dipergunakan dalam hubungannya kalau pemimpin melakukan aktivitas pembuatan keputusan.
2. Gaya Kepemimpinan Grid
Dalam pendekatan ini, manager berhubungan dengan dua hal, yakni produksi di satu pihak dan orang-orang dipahak lain. Managerial Grid
ditekankan bagaimana pemimpin memikirkan mengenai produksi dan hubungan kerja dengan manusianya.
9
Secara teoritis, untuk membangun sebuah sistem yang demokratis dibutuhkan pemimpin yang memiliki komitmen yang kuat pada demokrasi.
Dalam hal ini ia harus mengetahui kualitas atau kebijakan-kebijakan yang diambil, memahami proses dan
prosedur, melalui penelitian dan kreativitas, memahami kualitas pelayanan staffnya, melakukan efisiensi dalam bekerja.
I.5.6. Kepemimpinan Politik
10
Kris Nugroho membedakan dua tipe kepemimpinan politik. Pertama, kepemimpinan politik yang personal dan kepemimpinan politik pluralistic.
Pemimpin yang tidak memiliki komitmen kepada demokrasi, berdasarkan kekuasaan yang dimilikinya, akan dengan mudah menghancurkan sendi-sendi
demokrasi yang ada dalam sistem tersebut.
11
9
Miftah Toha, op.cit, hal.306.
10
Alfian, Masalah dan Prospek Pembangunan Politik di Indonesia: Kumpulan Karangan,
Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, Hal.179.
11
Kris Nugroho, Mengembangkan Kepemimpinan Demokratis dari Kekuasaan Personal ke Pluralistik, Makalah pada Seminar Nasional XI dan Kongres III Asosiasi Ilmu Politik
Indonesia AIPI, Jakarta: 25-27 Januari 1994, hal.4.
Tipe kepemimpinan personal lebih didasarkan pada kedudukan sebagai bagian dari
elite masyarakat, sedangkan kepemimpinan pluralistic didasarkan pada dukungan
Universitas Sumatera Utara
yang luas dari masyarakat yang secara politik pluralistic. Menurut Nugroho, untuk alasan pembenaran politik tertentu, kekuasaan personal dalam satu segi
mendukung terciptanya kohesivitas elite massa serta mampu meredam krisis politik yang akan terjadi. Namun, untuk menghasilkan pemerintahan yang
demokratis, kekuasaan personal merupakan hambatan bagi terbentuknya sistem politik demokrasi. Untuk menuju sistem politik yang demokratis sistem politik
yang bersangkutan perlu mengembangkan budaya politik yang berorientasi pada pluralistik politik.
12
Pada sisi lain, apa yang disebut Nugroho sebagai pemimpin personal ini hampir sama dengan apa yang pernah disebut Max Weber sebagai pemimpin
kharismatik. Tipe pemimpin ini mendasarkan legitimasi kepemimpinannya pada sifat-sifat ghaib unggul atau paling sedikit pada kekuatan-kekuatan khas dan luar
biasa. Artinya, status kepemimpinan tersebut diperoleh berdasarkan ’mitos-mitos’ tertentu yang melekat pada dirinya.
13
Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan, melukiskan keadaan subjek atau objek
penelitian seseorang, masyarakat dan lain-lain, pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.
I.6. Metodologi Penelitian I.6.1. Metode Penelitian