Gambaran Perkembangan Variabel Penelitian

2.9. Gambaran Perkembangan Variabel Penelitian

4.1.1. Perkembangan Variabel FDI di ASEAN 5 dan China

Pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang tidak bisa dilepaskan dari adanya peranan investasi asing dalam bentuk FDI. Besarnya jumlah pembiayaan yang dibutuhkan dalam mendukung kesuksesan pembangunan ekonomi tidak bisa hanya mengandalkan tabungan nasional yang tersedia dalam negeri. Sehingga kondisi tersebut mendorong pemerintah untuk mencari sumber pembiayaan lain dengan cara mencari investor dari luar negeri. Salah satu investasi asing yang paling banyak diminati yaitu investasi asing langsung yang berbentuk FDI.

Ciri utama investasi FDI ini adalah investasi langsung yang bersifat jangka panjang, dilakukan oleh investor asing tidak hanya dalam bentuk modal finansial saja tetapi juga berupa, asset (aktiva tetap), alih teknologi, manajerial, dan modal intelektual. Pada perkembangannya FDI dianggap tidak saja sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi, namun juga sebagai indikator atas kinerja perekonomian suatu negara, bahkan juga dianggap sebagai indikator kinerja pemerintah dalam membangun kepercayaan publik, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Semakin besar aliran FDI yang masuk akan meningkatkan kepercayaan publik kepada pemerintah, demikian juga sebaliknya. Dalam penelitian ini untuk melihat perkembangan aliran FDI yang masuk ke negara ASEAN 5 (Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina) dan China periode 1988-2009 digunakan Semakin besar aliran FDI yang masuk akan meningkatkan kepercayaan publik kepada pemerintah, demikian juga sebaliknya. Dalam penelitian ini untuk melihat perkembangan aliran FDI yang masuk ke negara ASEAN 5 (Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina) dan China periode 1988-2009 digunakan

data FDI inflows yang diperoleh dari world bank. Adapun perkembangan FDI di ASEAN 5 dan China dapat dijelaskan berikut ini.

Tabel 4.1. Perkembangan FDI di ASEAN 5 dan China Periode 1988-2009

Tahun

FDI (Juta US$)

Indonesia Malaysia Thailand Singapura Filipina

Sumber : Data World Bank (diolah)

Pada tabel 4.1 terlihat bahwa perkembangan FDI yang masuk ke negara ASEAN 5 dan China menunjukkan tren yang terus meningkat pada periode tahun 1988 sampai dengan tahun 1996. Namun demikian, terjadinya krisis 1997 ikut berdampak pada terus merosotnya nilai FDI yang masuk ke beberapa negara yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Penurunan jumlah FDI secara tajam di Indonesia mencapai puncaknya pada tahun 2000 sebesar -4550,36 Juta US dollar, dengan kata lain hampir tidak ada investasi FDI yang masuk. Penurunan FDI juga Pada tabel 4.1 terlihat bahwa perkembangan FDI yang masuk ke negara ASEAN 5 dan China menunjukkan tren yang terus meningkat pada periode tahun 1988 sampai dengan tahun 1996. Namun demikian, terjadinya krisis 1997 ikut berdampak pada terus merosotnya nilai FDI yang masuk ke beberapa negara yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Penurunan jumlah FDI secara tajam di Indonesia mencapai puncaknya pada tahun 2000 sebesar -4550,36 Juta US dollar, dengan kata lain hampir tidak ada investasi FDI yang masuk. Penurunan FDI juga

terjadi seperti di Malaysia menjadi sebesar 553,95 Juta US$ (tahun 2001), di Thailand menjadi 3341,61 Juta US$ (tahun 2002), Singapura sebesar 6401,97 Juta US$ (tahun 2002) dan Filipina sebesar 195 Juta US$ (tahun 2001).

Hal tersebut disebabkan karena kondisi perekonomian, sosial, dan politik di negara-negara tersebut cenderung tidak stabil, sehingga banyak para investor asing yang menarik investasinya. Sedangkan kondisi yang berbeda terjadi di negara China yang terus menunjukkan jumlah FDI yang terus tumbuh hingga menjadi 49307,98 Juta US$ (tahun 2002). Dengan kata lain, terjadinya krisis 1997 di kawasan Asia tidak berpengaruh signifikan terhadap FDI di China. Kondisi sosial-politik yang cenderung stabil pada masa krisis serta perekonomian yang diprediksi akan terus tumbuh menyebabkan banyak sebagian besar investor asing masih mempertahankan investasinya di negara tersebut.

Pasca terjadinya krisis 1997 merupakan masa pemulihan ekonomi dalam negeri di beberapa negara yang terkena dampak krisis. Proses pemulihan ekonomi ini cukup berhasil dan mulai menarik kepercayaan para investor asing untuk berinvestasi kembali ke negara-negara tersebut. Sebagai bukti tren positif tersebut dapat ditunjukkan dengan terus bertambahnya jumlah FDI yang masuk dari tahun ke tahun.

Seperti yang terjadi di Indonesia hingga periode 2008 FDI yang masuk tercatat mencapai 9318,45 Juta US$, di Malaysia menjadi sebesar 8590,19 Juta US$ pada tahun 2007, jumlah FDI di Thailand meningkat secara tajam hingga mencapai 11323,99 Juta US$ di tahun 2007, sedangkan di Filipina mampu menarik investasi FDI sebesar 2921 Juta US$ di tahun 2006.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4.1.2. Perkembangan Variabel Pertumbuhan Ekonomi di ASEAN 5 dan China

Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Dalam kaitannya dengan investasi, pertumbuhan ekonomi merupakan variabel ekonomi makro yang bisa digunakan sebagai indikator besarnya pasar (market size) serta mengindikasikan adanya kondisi pasar yang potensial (market potential ) suatu negara.

Dalam menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai suatu negara dari tahun ke tahun, dapat di estimasi dengan data-data pendapatan nasional (GDP). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data GDP growth dari negara ASEAN 5 (Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina) dan China periode 1988-2009. Perkembangan FDI di ASEAN 5 dan China dapat dijelaskan sebagai berikut :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 4.2. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi di ASEAN 5 dan

China Periode 1988-2009

Tahun

Pertumbuhan Ekonomi (%)

Indonesia Malaysia Thailand Singapura Filipina China 1988

Sumber : Data World Bank (diolah)

Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat dijelaskan bahwa perkembangan pertumbuhan ekonomi di ASEAN 5 dan China hingga periode 1996 menunjukkan tren yang positif. Memasuki tahun 1997 mulai terlihat tanda-tanda penurunan pertumbuhan ekonomi di beberapa negara. Hal tersebut dikarenakan pada saat itu kawasan Asia sedang terjadi krisis ekonomi, yang berdampak signifikan terhadap kondisi perekonomian, sosial, dan politik. Dampak terparah dirasakan oleh negara- negara yang berada di kawasan Asia Tenggara diantaranya, Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Pada tahun 1998 pertumbuhan ekonomi Indonesia merosot Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat dijelaskan bahwa perkembangan pertumbuhan ekonomi di ASEAN 5 dan China hingga periode 1996 menunjukkan tren yang positif. Memasuki tahun 1997 mulai terlihat tanda-tanda penurunan pertumbuhan ekonomi di beberapa negara. Hal tersebut dikarenakan pada saat itu kawasan Asia sedang terjadi krisis ekonomi, yang berdampak signifikan terhadap kondisi perekonomian, sosial, dan politik. Dampak terparah dirasakan oleh negara- negara yang berada di kawasan Asia Tenggara diantaranya, Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Pada tahun 1998 pertumbuhan ekonomi Indonesia merosot

tajam menjadi (-7,35%) , Malaysia (-2,11%), Thailand (-10,51%), Singapura (-2,11) dan Filipina sebesar (-0,58%).

Kondisi yang berbeda justru terjadi di negara China yaitu pertumbuhan ekonomi China masih mampu bertahan pada level 7,8 % pada masa krisis. Meskipun pertumbuhan ekonomi China juga terjadi penurunan, bisa dikatakan ekonomi China masih pada level yang cukup baik. Mengingat bahwa pada negara-negara sebelumnya rata-rata pertumbuhan ekonomi pada masa krisis menunjukkan angka negatif. Kondisi fundamental perekonomian China yang kuat menjadi sebab utama negara tersebut mampu melewati krisis ekonomi Asia dengan baik.

4.1.3. Perkembangan Variabel Nilai Tukar di ASEAN 5 dan China

Nilai tukar merupakan harga satu satuan mata uang dalam satuan mata uang lain atau ada juga yang mengatakan bahwa nilai tukar menunjukkan harga mata uang lokal dengan mata uang asing. Dalam menentukan nilai tukar mata uang yang resmi merujuk pada nilai tukar atau kurs yang telah ditentukan oleh otoritas nasional atau yang telah ditetapkan secara legal di pasar valuta.

Nilai tukar tersebut dihitung sebagai rata-rata tahunan yang didasarkan pada rata-rata bulanan (mata uang lokal unit secara relatif terhadap dolar AS). Penelitian ini menggunakan data nilai tukar nominal masing-masing negara di ASEAN dan China terhadap mata uang dollar Amerika.

Pada perkembangannnya rata-rata nilai tukar mata uang di kawasan ASEAN memasukki tahun 1997 menunjukkan tren yang melemah atau terdepresiasi akibat krisis ekonomi yang terjadi di Asia yang berawal dari krisis mata uang di Thailand ditandai dengan pelepasan mata uang baht secara penuh kepada mekanisme pasar karena adanya serangan spekulan. Kebijakan tersebut menyebabkan perubahan Pada perkembangannnya rata-rata nilai tukar mata uang di kawasan ASEAN memasukki tahun 1997 menunjukkan tren yang melemah atau terdepresiasi akibat krisis ekonomi yang terjadi di Asia yang berawal dari krisis mata uang di Thailand ditandai dengan pelepasan mata uang baht secara penuh kepada mekanisme pasar karena adanya serangan spekulan. Kebijakan tersebut menyebabkan perubahan

ekspektasi terhadap mata uang baht, sehingga berdampak sistemik yang diikuti terdepresiasinya beberapa mata uang khususnya di kawasan Asia Tenggara. Perkembangan nilai tukar mata uang di negara ASEAN 5 dan china dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.3. Perkembangan Nilai Tukar di ASEAN 5 dan China Periode

1988-2009

Tahun

Nilai Tukar (LCU per US$)

Indonesia Malaysia Thailand Singapura Filipina China 1988

Sumber : Data World Bank (diolah)

Pada tabel 4.3. diatas menunjukkan bahwa dengan adanya dampak krisis terhadap nilai tukar mata uang di ASEAN dapat dilihat adanya depresiasi yang tajam pada tahun 1998 seperti yang terjadi di Indonesia nilai mata uang rupiah melemah terhadap dollar Amerika hingga mencapai 10013,62 RP/US$, di negara Malaysia nilai tukar mata uang ringgit melemah terhadap dollar Amerika hingga mencapai Pada tabel 4.3. diatas menunjukkan bahwa dengan adanya dampak krisis terhadap nilai tukar mata uang di ASEAN dapat dilihat adanya depresiasi yang tajam pada tahun 1998 seperti yang terjadi di Indonesia nilai mata uang rupiah melemah terhadap dollar Amerika hingga mencapai 10013,62 RP/US$, di negara Malaysia nilai tukar mata uang ringgit melemah terhadap dollar Amerika hingga mencapai

3,92 RM/US$, di negara Thailand terjadi depresiasi nilai tukar mata uang baht terhadap dollar Amerika hingga mencapai 41,36 B/US$, sedangkan depresiasi mata uang peso di Filipina terhadap US$ mencapai 40,89 P/US$. Melemahnya nilai tukar mata uang dari keempat negara ini terhadap dollar Amerika terus berlangsung hingga memasukki tahun 2004.

Dampak krisis terhadap nilai tukar dollar Singapura tidak terlalu berpengaruh besar, meskipun terjadi tanda-tanda depresiasi pada mata uang dollar Singapura, namun nilainya tidak terlalu besar dibandingkan dengan keempat negara sebelumnya. Hal ini disebabkan karena fundamental ekonomi Singapura sendiri masih kuat untuk menahan dampak krisis yang terjadi di kawasan ASEAN pada saat itu. Pada tahun 1998 dollar Singapura melemah tipis terhadap dollar Amerika yaitu sebesar 1,67 SGP$ / US$ dan mencapai nilai depresiasi tertinggi pada tahun 2002 sebesar 2,17 SGP$ / US$.

Nilai tukar mata uang yuan China terhadap dollar Amerika sudah menunjukkan tren depresiasi sejak awal tahun 1994, dimana yuan melemah tajam hingga mencapai 8,62 Yuan/US$. Hal ini dimungkinkan adanya kebijakan pemerintah China dalam melakukan ekspansi ekonomi melalui peningkatan jumlah ekspor ke luar negeri. Dengan melemahnya nilai tukar yuan akan menyebabkan barang-barang China di luar negeri semakin murah yang berdampak pada tingginya permintaan masayarakat dunia terhadap barang-barang China yang murah.

4.1.4. Perkembangan Variabel Tenaga Kerja di ASEAN 5 dan China

Total tenaga terdiri dari orang-orang usia 15 dan atau lebih tua yang memenuhi definisi International Labour Organization penduduk aktif secara ekonomi: semua orang yang memasok tenaga kerja untuk produksi barang dan jasa Total tenaga terdiri dari orang-orang usia 15 dan atau lebih tua yang memenuhi definisi International Labour Organization penduduk aktif secara ekonomi: semua orang yang memasok tenaga kerja untuk produksi barang dan jasa

selama jangka waktu tertentu. Termasuk yang bekerja maupun menganggur. Sementara dalam prakteknya setiap negara memilikki perbedaan dalam memberikan perlakuan definisi dari angkatan kerja itu sendiri.

Pemahaman tentang angkatan kerja di Indonesia adalah tenaga kerja berusia

10 tahun yang selama seminggu yang lalu mempunyai pekerjaan, baik yang bekerja maupun yang sementara tidak bekerja karena suatu sebab. Di samping itu, mereka yang tidak mempunyai pekerjaan tetap sedang mencari pekerjaan atau mengharapkan pekerjaan.

Dalam penelitian ini data yang digunakan untuk menunjukkan perkembangan tenaga kerja di negara ASEAN 5 (Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina) dan China periode 1988-2009 adalah total angkatan kerja pada masing-masing negara. Dari data yang disajikan menunjukkan bahwa dari awal periode penelitian hingga akhir penelitian jumlah total angkatan kerja pada masing- masing negara menunjukkan tren yang terus meningkat dari tahun ke tahun.

Hal ini didorong dengan adanya jumlah populasi penduduk masing-masing negara yang terus menerus bertambah dan juga disebabkan karena adanya peningkatan investasi sumber daya manusia yang sedang dilakukan oleh negara- negara berkembang khususnya di kawasan Asia sendiri. Negara dengan jumlah angkatan kerja paling besar dalam penelitian ini adalah China disusul dengan, Indonesia, Thailand, Filipina, Malaysia, dan Singapura. Untuk melihat perkembangan jumlah angkatan kerja tersebut bisa dilihat pada tabel berikut ini.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 4.4. Perkembangan Angkatan Kerja di ASEAN 5 dan China Periode

1988-2009

Tahun

Angkatan Kerja (Juta Orang)

Indonesia Malaysia Thailand Singapura Filipina China 1988

Sumber : Data World Bank (diolah)

Dari tabel 4.4 diatas menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun jumlah angkatan kerja terus meningkat. Populasi penduduk dunia yang terus bertambah mendorong semakin meningkatnya total angkatan kerja yang ada. Negara China dengan jumlah penduduknya terbesar dunia terbukti menciptakan total angkatan kerja yang tinggi juga yaitu mencapai 786,41 juta orang pada tahun 2009. Sedangkan di negara-negara Asia lainnya pada tahun yang sama seperti, Indonesia mampu menghasilkan total angkatan kerja sebesar 118,82 juta orang, kemudian disusul Thailand sebesar 39,61 juta orang, Filipina sebesar 37,55, Malaysia sebesar 11,99 Dari tabel 4.4 diatas menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun jumlah angkatan kerja terus meningkat. Populasi penduduk dunia yang terus bertambah mendorong semakin meningkatnya total angkatan kerja yang ada. Negara China dengan jumlah penduduknya terbesar dunia terbukti menciptakan total angkatan kerja yang tinggi juga yaitu mencapai 786,41 juta orang pada tahun 2009. Sedangkan di negara-negara Asia lainnya pada tahun yang sama seperti, Indonesia mampu menghasilkan total angkatan kerja sebesar 118,82 juta orang, kemudian disusul Thailand sebesar 39,61 juta orang, Filipina sebesar 37,55, Malaysia sebesar 11,99

juta orang, dan yang terakhir adalah Singapura dengan total angkatan kerja sebesar

2.65 juta orang.

4.1.5. Perkembangan Variabel Infrastruktur di ASEAN 5 dan China

Kondisi infrastruktur suatu negara akan menunjukkan kesungguhan suatu negara dalam memberikan pelayanan publik yang prima bagi masyarakatnya. Infrastruktur dapat diwujudkan dengan adanya bangunan atau fasilitas-fasilitas dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan dibutuhkan untuk mendukung berfungsinya suatu sistem tatanan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Ketersediaan infrastruktur menjadi salah satu faktor penting bagi investor dalam mengambil keputusan untuk melakukan investasi tidak terkecuali investasi dalam bentuk FDI.

Dengan adanaya infrastruktur yang baik akan berhubungan positif terhadap besarnya aliran FDI yang masuk ke dalam negeri. Dalam penelitian ini data yang digunakan untuk melihat ketersediaan infrastruktur di ASEAN 5 (Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina) dan China periode 1988-2009 adalah adanya jaringan telepon yang dihitung per 100 orang.

Pada perkembangannya penggunaan jaringan telepon di masing-masing negara menunjukkan tren yang terus meningkat secara signifikan hal ini didorong akan kebutuhan masyarakat terhadap kemudahan berkomunikasi jarak jauh secara langsung. Peningkatan penyediaan jaringan telepon ini juga didukung dengan usaha pemerintah dalam mengembangkan investasi di bidang telekomunikasi. Perkembangan kondisi infrastruktur di masing-masing negara dapat dilihat pada tabel berikut ini.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 4.5. Perkembangan Infrastruktur Jaringan Telepon di ASEAN 5 dan

China Periode 1988-2009

Tahun

Infrastruktur Jaringan Telepon (Per 100 orang) Indonesia Malaysia Thailand Singapura Filipina China 1988

Sumber : Data World Bank (diolah)

Berdasarkan tabel 4.5 diatas menjelaskan bahwa hingga memasuki periode tahun 2009, penggunaan jaringan telepon masih cukup tinggi dan cenderung naik di negara Indonesia, Thailand, dan Filipina. Jumlah penggunaan jaringan telepon di Indonesia tahun 2009 mencapai 14,30 per 100 orang, Thailand sebesar 10,22 per 100 orang, dan Filipina mencapai angka 7,39 per 100 orang.

Untuk negara Malaysia, Singapura, dan China pada dasarnya penggunaan jaringan telepon sebagai infrastruktur cukup besar dibandingkan dengan ketiga negara sebelumnya. Namun demikian, memasuki periode 2009 tren penggunaan Untuk negara Malaysia, Singapura, dan China pada dasarnya penggunaan jaringan telepon sebagai infrastruktur cukup besar dibandingkan dengan ketiga negara sebelumnya. Namun demikian, memasuki periode 2009 tren penggunaan

jaringan telepon tercatat sebesar 15,43 per 100 orang atau turun 2,8% dari tahun- tahun sebelumnya. Penggunaan jaringan telepon di Singapura 2009 tercatat sebesar 37,14 per 100 orang atau turun 3% dari tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan di China pada tahun yang sama penggunaan telepon diketahui sebesar 23,56 per 100 orang atau turun 1,9% dari sebelumnya.