Foreign Direct Investment (FDI)
2.1.4. Perkembangan Teori FDI
Munculnya investasi asing khususnya FDI tidak bisa dilepaskan dari pemikiran-pemikiran yang menjadi dasar digunakannya FDI di dunia Internasional. Pemikiran-pemikiran tersebut pada hakekatnya dapat dijelaskan sebagai berikut : Munculnya investasi asing khususnya FDI tidak bisa dilepaskan dari pemikiran-pemikiran yang menjadi dasar digunakannya FDI di dunia Internasional. Pemikiran-pemikiran tersebut pada hakekatnya dapat dijelaskan sebagai berikut :
a) Teori Ketidaksempurnaan Pasar Sthepen Hymer Teori ini mengemukakan bahwa FDI merupakan efek langsung dari adanya pasar yang tidak sempurna. Stephen Hymer sendiri dianggap sebagai pelopor dalam teori investasi luar negeri, yang menekankan peranan keunggulan spesifik perusahaan dan ketidaksempurnaan pasar dalam menjelaskan motivasi atau tujuan yang mendasari perusahaan dalam melakukan investasi.
Pengembalian investasi yang lebih tinggi diluar negeri tidak menjamin kelengkapan penjelasan arus modal, karena pengembalian investasi itu sendiri bisa diartikan bahwa modal akan lebih efisien bila dialokasikan melalui pasar modal dan tidak memerlukan pemindahan perusahaan. Sehubungan dengan pengembalian investasi yang lebih tinggi dengan mengakuisisi maupun merger dengan perusahaan yang sudah ada dan potensial dinegara tuan rumah, diharapkan dapat menutup kerugian ketidakunggulan operasi perusahaan tersebut diluar negeri.
Dengan memilikki keunggulan tertentu seperti, akses terhadap sumber modal yang lebih mudah dan relatif besar, adanya pasar bahan mentah dengan skala besar, dan memilikki keahlian manajemen, keterampilan pemasaran mendorong pengembalian investasi yang diperoleh perusahaan akan semakin besar.
b) Teori Internalisasi Alan M. Rugman Teori ini sangat mengandalkan konsep biaya transaksi yang menjelaskan bahwa motivasi atau tujuan perusahaan-perusahaan multinasional, melakukan penanaman modal dalam bentuk FDI adalah untuk mengambil keuntungan dari efisiensi internal lingkungan dari negara tujuan FDI (Host Country) (Griffin dan b) Teori Internalisasi Alan M. Rugman Teori ini sangat mengandalkan konsep biaya transaksi yang menjelaskan bahwa motivasi atau tujuan perusahaan-perusahaan multinasional, melakukan penanaman modal dalam bentuk FDI adalah untuk mengambil keuntungan dari efisiensi internal lingkungan dari negara tujuan FDI (Host Country) (Griffin dan
Pustay,2009,171-172). Dalam teori internalisasi yang dipopulerkan oleh Alan M. Rugman ini menjelaskan ada tiga jenis variabel lingkungan yang menjadi perhatian, yaitu ekonomi, non ekonomi dan pemerintah.
Variabel ekonomi biasanya berupa tenaga kerja dan modal, teknologi dan tersedianya sumber daya alam dan ketrampilan manajemen. Variabel non ekonomi meliputi variabel politik, sosial dan budaya yang pada setiap negara mempunyai kekhasan masing-masing , yang satu dengan lainnya berbeda-beda. Di samping kedua variabel tersebut masih ada satu variabel yang harus diperhatikan oleh perusahaan PMA yaitu variabel pemerintahan di mana modal asing tersebut akan masuk. Bagaimana ciri khas atau sifat khas pemerintah negara yang akan dimasuki modal asing tersebut perlu menjadi pertimbangan.
Setiap pemerintah mempunyai kebijakan sendiri-sendiri dalam intervensi masuknya modal asing. Aparatur pemerintah suatu negara yang harus diperhatikan bisa bermacam-macam, mulai dari sistem perijinan, pejabat pelabuan, pejabat bea cukai, pejabat ketenagakerjaan, pemerintah daerah bisa berbeda-beda karakter penanganannya. Faktor politik, stabilitas keamanan sebagai faktor non ekonomi juga perlu mendapat perhatian karena hal ini akan sangat mempengaruhi iklim penanaman modal dan sangat menentukan arus aliran modal dari negara maju ke negara berkembang.
c) Teori Heckscher – Ohlin Model (H-O Theory) Teori ini dikemukakan oleh Eli Heckscher dan Bertil Ohlin, dimana teori ini mendasarkan pembahasan yang bermula dari teori keunggulan komparatif dari David Ricardo dengan memprediksi pola perdagangan dan produksi berdasarkan factor endowments . Model H-O menunjukkan bahwa keunggulan komparatif c) Teori Heckscher – Ohlin Model (H-O Theory) Teori ini dikemukakan oleh Eli Heckscher dan Bertil Ohlin, dimana teori ini mendasarkan pembahasan yang bermula dari teori keunggulan komparatif dari David Ricardo dengan memprediksi pola perdagangan dan produksi berdasarkan factor endowments . Model H-O menunjukkan bahwa keunggulan komparatif
dipengaruhi oleh interaksi sumber daya yang dimilikki masing-masing negara (faktor produksi yang berkelebihan) dan teknologi produksi (yang mempengaruhi intensitas penggunaan faktor produksi yang berbeda-beda).
Teori model H-O ini menggunakan beberapa asumsi dasar dalam pembahasan teorinya yakni antara lain (Salvatore, 1997: 118-119) : · Ada dua negara, dua barang yang sama dan dua faktor produksi yang sama
dimana jumlahnya tetap dan diasumsikan berbeda di masing-masing negara. · Teknologi di dua negara ini adalah sama, sehingga fungsi produksi di kedua negara tersebut adalah sama. · Produksi adalah bersifat imbal balik yang tetap (constant return to scale) untuk kedua komoditas di kedua negara. · Kedua komoditas mempunyai faktor intensitas yang berbeda, dan faktor
intensitas komoditas adalah sama untuk semua rasio harga dari faktor produksi. · Selera diasumsikan sama di kedua negara tersebut. · Persaingan sempurna terjadi di kedua negara. · Faktor produksi diasumsikan memilikki pergerakan perpindahan sempurna di
masing-masing negara, namun tidak dapat berpindah anatara kedua negara tersebut.
· Diasumsikan tidak ada biaya transportasi. · Diasumsikan tidak ada kebijakan yang membatasi pergerakan barang komoditas
antar negara atau kebijakan yang mencoba untuk mempengaruhi penentuan harga dan output dari pasar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
d) Teori Product Cycle Raymond Vernon Teori yang dikembangkan oleh Raymond Vernon pada tahun 1966 ini pada dasarnya berhubungan dengan siklus hidup sebuah produk baru dan dampaknya pada perdagangan internasional, dimana produk baru ini memilikki tiga tahapan. Pada tahap produk baru (new-product stage), suatu perusahaan mengembangkan dan memperkenalkan suatu produk inovatif, seperti mesin, komputer pribadi, sebagai jawaban atas anggapan kebutuhan dalam pasar dalam negeri. Karena produknya masih baru, perusahaan yang berinovasi tersebut tidak yakin apakah ada pasar yang menguntungkan bagi produk itu. Eksekutif-eksekutif dari perusahaan tersebut harus memantau segala reaksi pelanggan dari dekat untuk memastikan bahwa produk baru itu memuaskan kebutuhan-kebutuhan konsumen.
Tahap yang kedua adalah tahap kedewasaan produk (maturing-product stage ). Pada tahapan ini, terjadi permintaan untuk produk tersebut yang terus berkembang ketika konsumen mulai mengenali nilainya. Perusahaan yang berinovasi tersebut membangun pabrik-pabrik baru untuk memperbesar kapasitasnya dan memenuhi permintaan dalam dan luar negeri untuk produknya. Pesaing-pesaing dalam negeri dan luar negeri mulai muncul, tergiur oleh prospek pendapatan yang menguntungkan.
Tahapan terakhir dari proses ini adalah tahap standarisasi produk (standardized-product stage). Produk tersebut lebih merupakan suatu komoditas, dan perusahaan-perusahaan dipaksa untuk menurunkan biaya pembuatannya serendah mungkin dengan memindahkan produksi ke fasilitas di negara-negara yang biaya tenaga kerjanya murah. Hasilnya, produk tersebut mulai diimpor ke Tahapan terakhir dari proses ini adalah tahap standarisasi produk (standardized-product stage). Produk tersebut lebih merupakan suatu komoditas, dan perusahaan-perusahaan dipaksa untuk menurunkan biaya pembuatannya serendah mungkin dengan memindahkan produksi ke fasilitas di negara-negara yang biaya tenaga kerjanya murah. Hasilnya, produk tersebut mulai diimpor ke
pasar dalam negeri perusahaan pelopor tersebut, baik oleh perusahaan itu maupun pesaing-pesaingnya.
Sumber : Raymond Vernon (1966:199)
Gambar 2.2. Tahapan Perkembangan Produk
Pada tahun 1979 Raymond Vernon menyarankan untuk dilakukan modifikasi terhadap teori siklus hidup produk yang dia kemukakan sebelumnya. Pokok permasalahan utama yang dianggap penting untuk dimodifikasi adalah mengenai lokasi produk itu diproduksi dan diperkenalkan pertama kali. Mengingat perusahaan multinasional saat ini memiliki cabang-cabang dan perwakilan di seluruh dunia, dan pengetahuan terhadap kondisi produksi di Pada tahun 1979 Raymond Vernon menyarankan untuk dilakukan modifikasi terhadap teori siklus hidup produk yang dia kemukakan sebelumnya. Pokok permasalahan utama yang dianggap penting untuk dimodifikasi adalah mengenai lokasi produk itu diproduksi dan diperkenalkan pertama kali. Mengingat perusahaan multinasional saat ini memiliki cabang-cabang dan perwakilan di seluruh dunia, dan pengetahuan terhadap kondisi produksi di
luar Amerika Serikat lebih lengkap dibandingkan saat periode teori ini diperkenalkan pada tahun 1966.
e) Teori Eclectic ApproachJ. H. Dunning Teori ini menjelaskan bahwa fenomena distribusi FDI dapat dipahami melalui tiga kerangka utama yaitu Ownership, Location, dan Internalization (OLI), adapun penjelasan dari ketiga komponen itu adalah sebagai berikut (J. H. Dunning, 1994, 2001; Krugman dan Obstfeld, 2003; Griffin dan Pustay,2009) : · Ownership (Keunggulan kepemilikan)
Dunning menjelaskan bahwa faktor kepemilikkan adalah kondisi utama yang harus dimilikki oleh investor yang ingin menanamkan modalnya di negara lain. Untuk dapat melakukan penanaman modal asing langsung sebuah perusahaan harus memilikki sebuah produk atau sebuah proses produksi yang tidak dimilikki oleh perusahaan lainnya.
Tidak menutup kemungkinan bahwa bentuk kepemilikkan tersebut tidak berwujud benda, akan tetapi dapat berupa merek dagang atau kualitas reputasi. Manfaat dari ownership atau kepemilikkan adalah memberikan kepada perusaan daya saing yang sangat berharga sehingga mampu mengurangi hal-hal yang kurang menguntungkan dalam mengelola bisnis di luar negeri. · Location (Keunggulan lokasi)
Lokasi mempunyai peranan yang sangat besar dalam hal penanaman modal asing langsung. Lokasi di luar negeri yang baik akan memberikan manfaat berupakeuntungan bagi investor untuk memproduksi di luar negeri dibandingkan di negeri sendiri. Biaya transportasi dan hambatan-hambatan terhadap perdagangan akan menentukan pemilihan lokasi dari FDI. Lokasi yang baik biasanya juga Lokasi mempunyai peranan yang sangat besar dalam hal penanaman modal asing langsung. Lokasi di luar negeri yang baik akan memberikan manfaat berupakeuntungan bagi investor untuk memproduksi di luar negeri dibandingkan di negeri sendiri. Biaya transportasi dan hambatan-hambatan terhadap perdagangan akan menentukan pemilihan lokasi dari FDI. Lokasi yang baik biasanya juga
dihubungkan dengan ketersediaan sumberdaya. Misalnya perusahaan Caterpillar memproduksi buldoser di Brasil untuk menikmati biaya buruh yang lebih murah dan menghindari tembok tarif yang tinggi atas barang-barang yang diekspor dari pabrik-pabriknya di Amerika Serikat. · Internalization (Keunggulan internalisasi)
Pada bagian ini dijelaskan bahwa FDI akan lebih menguntungkan bagi perusahaan multinasional untuk melakukan transaksi misalnya, input, teknologi, dan manajemen di dalam sebuah perusahaan (within a firms). Hal ini akan menjamin hak kepemilikkan atas keunggulan spesifik yang telah dimilikki. Dengan kata lain, perusahaan tersebut harus memperoleh keuntungan yang lebih besar dengan mengendalikan aktivitas bisnisnya di luar negeri daripada dengan menyewa perusahaan lokal yang independen untuk menyediakan jasa tersebut.
f) Teori Macroeconomic Approach Kiyoshi Kojima Setiap negara mempunyai beberapa faktor produksi dan permintaan yang berbeda-beda secara internasional. Meskipun beberapa negara juga dilengkapi dengan tenaga kerja atau sumber daya alam mereka tidak dapat menghasilkan efisiensi karena ketidaktersediaan barang intermediate, yaitu kapasitas manajerial,ilmu pengetahuan dan teknologi. Kojima (1982) mencoba untuk mengintegrasikan teori perdagangan dengan FDI dan menyarankan bahwa FDI diperlukan untuk membuat faktor pasar lebih kompetitif dan efisien di tingkat Internasional. Selain itu, juga untuk meningkatkan proses produksi di negara yang diberkati dengan sumber daya tertentu.
Dengan masuknya FDI akan mengakibatkan peningkatan produksi dan ekspor jika ditransfer dalam bentuk paket modal, keahlian manajerial dan teknologi Dengan masuknya FDI akan mengakibatkan peningkatan produksi dan ekspor jika ditransfer dalam bentuk paket modal, keahlian manajerial dan teknologi
dari sebuah industri yang memiliki kelemahan perbandingan dalam investasi negara dibandingkan dengan negara penerima. Sehingga memberikan kontribusi untuk keuntungan produktivitas dan perbandingan dari negara tuan rumah. Kemudian kojima menamakan kondisi tersebut sebagai FDI dengan orientasi pada perdagangan (the trade oriented) yang khususnya diterapkan oleh Jepang.
Di sisi lain, jika FDI bergerak keluar dari sebuah industri yang memiliki keunggulan komparatif dalam investasi ke negara lain, akan mengakibatkan kerugian efisiensi dengan cara pemblokiran reorganisasi perdagangan internasional. Cara tersebut kemudian disebut sebagai FDI dengan orientasi anti perdagangan (anti trade oriented). Tipe seperti ini sering digunakan investor-investor dari Amerika.