Tinjauan Pustaka

3. Partai Politik Islam

Kata partai politik merupakan terjemahan dari kata political party, yang berasal dari kata “part” yang berarti bagian. Secara umum, partai politik dapat dikatakan sebagai suatu kelompok yang anggota-anggotanya memiliki orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama (Antonius Atoshoki, 2002: 94).

politik adalah sekelompok manusia yang terorganisasi secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan kekuasaan pemerintahan bagi pemimpin materiil dan idiil kepada para anggotanya. Sedangkan Soltau menjelaskan partai politik sebagai yang sedikit banyak terorganisasikan, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik, dan yang memanfaatkan kekuasaannya untuk kebijakan umum yang mereka buat.

Sigmund Newman dalam Antonius Atoshoki (2002: 94) menyatakan bahwa partai politik adalah organisasi dan aktivitas-aktivitas politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan atau golongan lain yang mempunyai pandangan berbeda.

Pengertian partai politik menurut Ramlan Surbakti (1992: 116) adalah: Kelompok anggota yang terorganisasi secara rapi dan stabil yang

dipersatukan dan dimotivasi dengan ideologi tertentu, dan yang berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan melalui pemilihan umum dan cara-cara lain yang sah guna melaksanakan alternatif kebijakan umum yang mereka susun, sebagai hasil dari pemanduan berbagai kepentingan yang hidup dalam masyarakat.

Pendapat lain tentang pengertian Partai Politik Islam menurut Zainal Abidin Amir (2003: 20) adalah: Kelompok anggota yang terorganisasi secara rapi dan stabil yang

dipersatukan dan dimotivasi dengan ideologi tertentu, dan yang berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan melalui pemilihan umum dan cara-cara lain yang sah guna melaksanakan alternatif kebijakan umum yang mereka susun, sebagai hasil dari pemanduan berbagai kepentingan yang hidup dalam masyarakat yang mempunyai beberapa kriteria yaitu mencantumkan Islam sebagai asas partai, menggunakan simbol-simbol yang identik atau secara dekat diasosiasikan dengan Islam, dan memiliki basis sosial utama dari kalangan Islam tertentu.

Partai Islam ditandai pula oleh adanya personalia kepemimpinan partai yang didominasi oleh orang-orang yang berlatar belakang Islam yang kuat (santri) serta pengambilan keputusan yang cenderung memihak kepada kepentingan unsur Islam (Zainal Abidin Amir, 2003: 20).

a. Anggota masyarakat yang berkelompok dalam organisasi dengan simbol- simbol Islam (nama, asas, struktur organisasi, dan tanda gambar), dan berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan untuk merealisasikan kepentingan umat Islam pada khususnya dan rakyat Indonesia pada umumnya.

b. Anggota masyarakat yang bergabung dalam suatu organisasi yang tidak menggunakan simbol Islam, namun susunan kepemimpinannya di dominasi oleh kelompok Islam santri serta pengambilan keputusan di tingkat internal partai banyak memihak kelompok Islam, berusaha memperoleh dan mempertahankan kekuasaan, serta basis sosial utamanya terdiri atas golongan Islam tertentu. Program atau tujuan partai diarahkan bagi kepentiongan seluruh rakyat tanpa terkecuali (Zainal Abidin Amir, 2003: 21).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa partai Islam adalah kelompok atau organisasi yang diatur secara rapi atau terorganisir secara rapi yang disatukan berdasarkan kesamaan ideologi yaitu ideologi Islam atau menggunakan simbol-simbol yang berkaitan dengan Islam untuk menunjukkan keislaman organisasi tersebut untuk mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan dengan tujuan partai diarahkan untuk kepentingan seluruh rakyat tanpa terkecuali.

4. Koalisi Politik

Koalisi adalah kerjasama antara beberapa partai untuk memperoleh kelebihan suara di parlemen (A.M. Junaedi, 2008: 55). Koalisi merupakan ikatan atau gabungan antara 2 atau beberapa negara untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Atau beberapa partai/fraksi dalam parlemen untuk mencapai mayoritas yang dapat mendukung pemerintah. Hal ini menunjukan bahwa koalisi dibentuk / terbentuk untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.

Poros Tengah adalah kelompok politik / koalisi / gabungan yang melibatkan Poros Tengah adalah kelompok politik / koalisi / gabungan yang melibatkan

Prospek koalisi parpol sesudah Pemilu, sebenarnya merupakan masalah bagi orang Indonesia. Tetapi, yang penting koalisi itu sendiri terdiri dari partai-partai yang mendapat dukungan kuat dalam pemilu. Dalam kaitan ini, konsep koalisi itu sendiri berkaitan dengan sistem polotik di Indonesia.

Koalisi partai politik membentuk pemerintahan dan untuk memperkuat posisi tawar dalam proses politik di parlemen atau kabinet, menjadi hal tak terhindarkan dalam kehidupan partai di era reformasi ini. Fenomena tersebut dianggap wajar mengingat pengalaman dari hasil Pemilu di era reformasi ini menunjukkan kekuatan partai yang terfragmentasi secara berimbang. Hal ini membuat keputusan membentuk koalisi menjadi tidak terhindarkan (Untung Wahono, 2003: 20).

Menurut Smith dan Zurcher dalam Untung Wahono (2003: 20) mendefinisikan koalisi sebagai “aliansi atau penggabungan (union) yang bersifat sementara dari beberapa partai untuk mengusulkan atau mempromosikan kebijakan legislatif yang bersifat umum atau memilih kandidat. Koalisi juga didefinisikan sebagai sebuah aliansi dari partai-partai politik untuk memperoleh sejumlah tertentu dukungan anggota parlemen untuk membentuk pemerintahan, sementara struktur independen mereka tetap terpelihara”.

Menurut Firmanzah (2008: 78) koalisi dilihat sebagai struktur yang tidak tetap dan sangat labil. Hal ini berarti, ketika kepentingan dan tujuan politik sudah tidak sama lagi, koalisi tersebut biasanya pecah, kemudian masing-masing pihak bisa berkoalisi dengan pihak lain yang dirasa dapat membantu dalam mencapai tujuan politiknya. Koalisi yang baik adalah koalisi dengan partai lain yang memiliki Menurut Firmanzah (2008: 78) koalisi dilihat sebagai struktur yang tidak tetap dan sangat labil. Hal ini berarti, ketika kepentingan dan tujuan politik sudah tidak sama lagi, koalisi tersebut biasanya pecah, kemudian masing-masing pihak bisa berkoalisi dengan pihak lain yang dirasa dapat membantu dalam mencapai tujuan politiknya. Koalisi yang baik adalah koalisi dengan partai lain yang memiliki

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa koalisi politik adalah gabungan dari beberapa partai dalam politik atau dalam suatu pemerintahan guna memperoleh tujuan tertentu yang telah disepakati bersama.

5. Politik Aliran

Secara historis, perjalanan politik bangsa sangat diwarnai oleh perspektif aliran. Pada kurun waktu Orde Lama, model-model aliran sangat terlihat dalampeta perpolitikan nasional Indonesia. Pada pemilu tahun 1955, setidaknya terdapat tiga tipologi aliran dalam kancah perjuangan politik, yaitu nasionalisme-Islam yang dipresentasikan oleh Masyumi, nasionalisme-sekuler yang diwakili oleh PNI, dan nasionalisme-komunis yang dipresentasikan oleh PKI. Ketiga Kekuatan ini bersitegang dalam Sidang Konstituante yang berlarut-larut dan tidak menghasilkan keputusan. Konflik itu bersumber dari ketiadaan konsensus mengenai dasar Negara Republik Indonesia. Kelompok Islam sementara itu menghendaki Islam sebagai dasar negara, PKI menghendaki komunis sebagai dasar negara, dan PNI menghendaki Pancasila. Berdasarkan perimbangan kekuatan tersebut, maka dalam waktu tiga setengah tahun tidak dicapai kata sepakat, sehingga terjadilah Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 (Nur Syam, 2009: 232).

Periode 1950-an sampai dengan perempat awal tahun 1960-an merupakan kebangkitan bentuk-bentuk baru integrasi politik yang oleh Clifford Geertz disebut dengan istilah Politik aliran. Politik aliran dibangun oleh kesetiaan terhadap agama dan komunitas yang ada, akan tetapi dari rasa kesetiaan terhadap agama dan komunitas yang ada tersebut dapat dilihat tentang cara-cara dan gagasan berbagai kekuatan politik elite dalam mengangankan kebangsaan Indonesia serta bagaimana komunitas tersebut membangun hubungan dengan massa rakyat (Budi Susanto, 2003: 87).

dari politik aliran menurut Clifford Geertz dalam Untung Wahono (2003: 81) ini adalah adanya kesamaan ideologis yang ditransformasikan ke dalam pola integrasi sosial yang komprehensif. Menurut asumsi politik aliran, kelompok abangan yang diidentifikasi sebagai penganut Muslim kurang taat cenderung memilih partai nasionalis. Sedangkan kelompok santri, dipercaya akan menyalurkan suaranya pada partai Islam. Partai Islam sendiri tidak monolitik. Pemilih NU, menurut teori ini, lebih nyaman memilih partai yang dekat dengan NU. Sebaliknya, pendukung Muhammadiyah dan organisasi modernis lain cenderung memilih partai yang berlatar belakang Islam modernis.

Partai Politik

Tradisional Mode rn

Koalisi Politik