Kabinet Gotong Royong

4. Kabinet Gotong Royong

Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz telah terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden periode 2001-2004. Setelah diumumkan terpilihnya Presiden dan Wakil Presiden kemudian Presiden dan Wakil Presiden yang baru mengumumkan Kabinet mereka yaitu Kabinet Gotong Royong. Kendati pemerintahan baru telah dibentuk, masalah yang dihadapi oleh Megawati dan Hamzah Haz adalah masalah- masalah lama yang tidak kunjung dapat terselesaikan. Pemulihan ekonomi dan penyelamatan asset Negara yang telah terjarah, penyelesaian kejahatan HAM pada masa lalu, dan penegakan hukum dan ketertiban menjadi masalah-masalah lama yang kemudian menjadi beban pemerintahan Megawati. Tugas utama yaitu pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) menjadi amanat yang sangat istimewa. MPR mewadahi tugas itu dalam sebuah TAP MPR No.XI/MPR/1998 (Kompas, 2 Agustus 2001: 8).

Kepemimpinan Megawati dan Hamzah Haz menjadi suatu hal yang menarik. Megawati dan Hamzah Haz berbeda satu sama lain dalam hal ideologi. Megawati adalah ketua Umum PDI Perjuangan jelas merupakan representasi dari Kubu Nasionalis, sementara Hamzah Haz dari PPP berasal dari Kubu Islam. Hamzah Haz sendiri dari kalangan NU yang notabene adalah Islam tradisionalis. Kemunculan duet Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz dalam sejarah politik Indonesia bagaimanapun merupakan fenomena unik. Megawati dan Hamzah Haz selama ini sulit untuk disatukan. Tetapi kemudian disatukan oleh katalisator berupa kesamaan “kepentingan” dan “momentum politik” yang memaksa Megawati dan Hamzah Haz bersatu demi kepentingan Nasional. Hal ini seperti adanya adagium politik yang terkenal yang menyebutkan bahwa tidak ada kawan dan lawan yang abadi dalam politik kecuali kepentingan.

Hal ini tegas mengisyaratkan dalam politik perbedaan ideologis apa pun bisa disatukan dalam bingkai perkawanan dalam mengelola pemerintahan atau berkoalisi kepentingan politik yang mendesak. Kasus terbentuknya koalisi politik Megawati dan Hamzah Haz berarti dalam hal ini Partai Islam berkoalisi dengan Partai Nasionalis- Sekuler merupakan contoh nyata yang menegaskan hal ini. Akan tetapi, adagium itu juga masih membuka peluang bagi perpecahan duet Megawati dan Hamzah Haz. Selain faktor kepentingan dan momentum, setidaknya masih terdapat 2 (dua) faktor lagi yang menyebabkan kemunculan fenomena koalisi Megawati dan Hamzah Haz, yaitu: a) secara matematika dan citra politik, pilihan Megawati dan Hamzah Haz merupakan pilihan yang dianggap sedikit resikonya dibandingkan dengan apabila Wakil Presiden dari Partai Golongan Karya atau non-partai. Apabila mendukung terpilihnya Wakil Presiden dari Partai Golkar, kubu PDI Perjuangan akan berhadapan dengan dua hal sekaligus, yaitu kelompok politik Poros Tengah yang merupakan representasi kelompok Islam (minus NU), dan arus masyarakat yang menuntut pembubaran Partai Golkar sebagai konsekuensi keterlibatannya secara intensif pada masa Orde Baru. Megawati Soekarnoputri yang berkoalisi dengan kelompok Islam, apalagi Hamzah Haz yang berasal dari NU (meskipun K.H. Hasyim Muzadi tidak mengakui eksistensi ke-NU-an Hamzah Haz) diharapkan goncangan politik-ideologi bisa diantisipasi sedemikian mungkin. Hal ini bisa dibuktikan dengan pemerintahan Kabinet Gotong Royong bisa berakhir pada masanya yaitu tahun 2004. b) PDI Perjuangan tidak melihat keuntungan politik apabila menempatkan calon non partai apalagi dari kalangan militer (M. Alfan Alfian M., 2001: 4).

Partai-partai Islam yang lain seperti Partai Keadilan dan Partai Kebangkitan Bangsa misalnya, pada saat masa kepemimpinan Abdurrahman Wahid (1999-2001) Partai Keadilan bergabung dalam pemerintahan koalisi poros tengah. Partai Keadilan pada saat Kabinet Abdurrahman Wahid menempatkan presidennya saat itu, Nurmahmudi Ismail, menjadi Menteri Kehutanan dan Perkebunan (Menhutbun). Akan tetapi, keikutsertaan Partai Keadilan dalam pemerintahan koalisi poros tengah hanya berlangsung singkat. Pada tahun 2001-2004, ketika Megawati Soekarnoputri Partai-partai Islam yang lain seperti Partai Keadilan dan Partai Kebangkitan Bangsa misalnya, pada saat masa kepemimpinan Abdurrahman Wahid (1999-2001) Partai Keadilan bergabung dalam pemerintahan koalisi poros tengah. Partai Keadilan pada saat Kabinet Abdurrahman Wahid menempatkan presidennya saat itu, Nurmahmudi Ismail, menjadi Menteri Kehutanan dan Perkebunan (Menhutbun). Akan tetapi, keikutsertaan Partai Keadilan dalam pemerintahan koalisi poros tengah hanya berlangsung singkat. Pada tahun 2001-2004, ketika Megawati Soekarnoputri