1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Lingkungan hidup menurutUndang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidupadalah kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan
perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Bila ditinjau lebih jauh mengenai undang-undang tersebut maka hubungan antara
manusia dengan lingkungan sebenarnya sangat erat dan tidak dapat dipisahkan.Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan
masyarakat. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak penyakit dapat dimulai, didukung, ditopang atau
dirangsang oleh faktor-faktor lingkungan. Sehingga interaksi antara manusia dengan lingkungannya merupakan komponen penting dari kesehatan
masyarakat Mulia, 2005:1. Salah satu komponen dari lingkungan yang wajib menjadi perhatian
dalam usaha peningkatan kualitas kesehatan adalah sanitasi. Sanitasi sendiri sendiri menurut World Health Organization WHO adalah usaha
pencegahan pengendalian semua faktor lingkungan fisik yang dapat memberikan pengaruh terhadap manusia terutama yang sifatnya merugikan
berbahaya terhadap perkembangan fisik , kesehatan dan kelangsungan hidup manusia.Sanitasi lingkungan merupakan hal yang sangat penting karena
sangat berpengaruh kepada tingkat kesehatan manusia, sanitasi yang baik
2
akan lebih menjamin seseorang untuk hidup sehat dan terbebas dari penyakit, sebaliknya sanitasi yang buruk menyebabkan seseorang akan mudah sekali
untuk terserang penyakit dan kemudian mengganggu kondisi kesehatannya. Dewasa ini permasalahan sanitasi menjadi permasalahan yang sangat
kompleks, Menurut PBB, dari 7 miliar penduduk dunia masih ada sekitar 2,6 miliar orang yang tidak memiliki akses toilet dan fasilitas sanitasi limbah.
Organisasi Kesehatan Dunia WHO merangking negara-negara dengan sanitasi terburuk di dunia dan Indonesia menduduki peringkat ke-3. Dalam
banyak kasus, orang di beberapa negara masih buang air besar BAB di tempat terbuka atau pergi ke semak-semak terdekat. Praktik ini dapat
mematikan akibat banyaknya bakteri dari kotoran manusia yang dapat kembali lagi ke masyarakat, mencemari pasokan air dan menyebarkan
penyakit. Di negara berkembang, 90 persen limbah manusia ini dibuang langsung ke danau, sungai dan lautan. Bahkan beberapa sistem pembuangan
sudah terlihat tua sehingga bisa saja hancur jika dihantam hujan deras http:health.detik.comread201110271303261753912763negara-
dengan-sanitasi-terburuk-di-dunia-ri-peringkat-3. Indonesia merupakan negara dengan sistem sanitasi pengelolaan air
limbah domestik terburuk ketiga di Asia Tenggara setelah Laos dan Myanmar ANTARA News, 2006. Menurut data Status Lingkungan Hidup
Indonesia tahun 2002, tidak kurang dari 400.000 m3 hari limbah rumah tangga dibuang langsung ke sungai dan tanah, tanpa melalui pengolahan
terlebih dahulu. 61,5 dari jumlah tersebut terdapat di Pulau Jawa. Pembuangan akhir limbah tinja umumnya dibuang menggunakan beberapa
3
cara antara lain dengan menggunakan septic tank, dibuang langsung ke sungai atau danau, dibuang ke tanah, dan ada juga yang dibuang kekolam atau
pantai. Di beberapa daerah pedesaan di Indonesia, masih banyak dijumpai masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan dengan sanitasi yang
sangat minim. Masih sering dijumpai sebagian masyarakat yang membuang hajatnya di sungai karena tidak mempunyai saluran pembuangan khusus
untuk pembuangan air limbah rumah tangga maupun air buangan dari kamar mandi. Bahkan terkadang masih dijumpai masyarakat yang membuang
hajatnya di pekarangan rumahnya masing-masing. Hal ini terjadi selain disebabkan karena faktor ekonomi, faktor kebiasaan yang sulit dirubah dan
kualitas pendidikan yang relatif rendah dari masyarakat pun memang sangat berpengaruh besar
terhadap pola hidup masyarakat http:www.scribd.comdoc30505332sanitasiscribd .
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik BPS melalui survei sosial ekonomi nasional Susenas di akhir tahun 2013 hanya sekitar 59,7
masyarakat yang memiliki akses sanitasi dan akses air minum yang layak dan sekitar 40,2 masyarakat belum mendapatkan akses sanitasi dan akses air
minum yang layak http:www.tempo.coreadnews2014111806062 284940-Persen-Penduduk-Tak-Punya-Akses-Sanitasi-Layak.Akibat dari
masyarakat tidak memiliki akses toilet dan fasilitas sanitasi limbah rumah tangga yang baik dan layak, maka banyak dijumpai kasus masyarakat yang
biasanya tinggal didaerah slum area kawasan kumuh melakukan praktik buang air besar sembarangan disekitar sungai dan membuang limbah rumah
tangga seperti air bekas cucian, air bekas mandi dan lainnya langsung ke
4
sungai. Hal ini menyebabkan pencemaran terhadap air tanah, dengan begitu pencemaran ini jelas sangat berpengaruh kepada kualitas sumber air bersih
yang akan kita konsumsi karena mengandung senyawa kimia maupun mikroorganisme berbahaya lainnya.
Pencemaran air tanah di daerah perkotaan di Indonesia sebenarnya sudah sangat mengkhawatirkan, pencemaran ini dapat terjadi karena
pengelolaan limbah, baik limbah rumah tangga maupun limbah industri, kurang terkendali dan ditambah kurangnya perhatian pemerintah. Selain itu,
kurangnya kesadaran dari masyarakat akan efek yang ditimbulkan dari limbah tersebut. Berdasarkan penelitian, sekitar 70 air tanah di daerah perkotaan
telah tercemar oleh bakteri tinja. Ironisnya, sebagian penduduk perkotaan masih menggunakan air tanah untuk kebutuhan sehari-hari, maka dengan
kondisi tersebut tidak mengherankan penyakit-penyakit akan menjangkiti masyarakat, danpenyakit yang paling populer yang akan ditimbulkan dari
kebiasaan buruk masyarakat yang mencemari sumber air minum dan air bersih tersebut adalah penyakit diare Kusjuliadi, 2007:6.
Diare adalah sebuah penyakit di saat tinja atau feses berubah menjadi lembek atau cair yang biasanya terjadi paling sedikit tiga kali dalam 24 jam.
Penyakit diare ini tidak dapat disepelekan, terutama pada anak-anak. Di negara berkembang penyakit diare adalah penyebab kematian paling umum
pada balita, dan juga membunuh lebih dari 2,6 juta orang setiap tahunnya http:id.wikipedia.orgwikiDiarePenyebab. Di Amerika Serikat keluhan
diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien di ruang praktik dokter, sedangkan di Indonesia kasus diare terdapat pada peringkat pertama
5
sampai dengan keempat pasien dewasa yang datang berobat kerumah sakit. Di negara maju diperkirakan jumlah insiden penyakit diare yakni 0,5-2
episodeorangtahun, sedangkan di negara berkembang lebih dari itu. Badan kesehatan dunia World Health Organization WHO memperkirakan ada
sekitar empat miliar kasus diareakut setiap tahunnya dengan mortalitas 3-4 jutaper tahun. Berdasarkan data tersebut maka kasus diare bukanlah kasus
yang ringan, melainkan memerlukan perhatian yang serius Wijoyo, 2013:25.
Permasalahan-permasalahan sanitasi yang sudah sangat mengkhawatirkan tersebut, memicu pemerintah membuat sebuah Program
Nasional yang dinamakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat STBM yang dituangkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
852MenkesSKIX2008. STBM adalah suatu pendekatan untuk mengubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan dengan metode
pemicuan, untuk mewujudkan kondisi sanitasi total di komunitas. Pendekatan ini bertujuan untuk mengubah perilaku melalui pemberdayaan di masyarakat
dengan pendekatan 5 Pilar STBM, yaitu : 1. Stop Buang Air Besar Sembarangan SBS;
2. Cuci Tangan Pakai Sabun CTPS; 3. Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga PAM-RT;
4. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga PS-RT; 5. Pengelolaan Limbah Cair Rurnah Tangga PLC-RT
6
Pencemaran lingkungan melalui perilaku buang air besar sembarangan dan membuang air limbah langsung ke aliran sungai sangatlah berbahaya dan
harus segera dihentikan. Dianjurkan bagi semua orang untuk memiliki septictank sebagai tempat pembuangan kotoran limbah atau kotoran tinja.
Akan tetapi bentuk, struktur dari septictank tersebut tidak bisa hanya sembarangan dibuat untuk sekedar menampung tinja saja, karena apabila
bentuk dan struktur nya tidak ideal di khawatirkan tujuan semula untuk mencegah tersebarnya penyakit dengan pembuatan septictank malah
menjadikan hal tersebut sebagai celah untuk terjadinya pencemaran lingkungan pula. Septictank yang tidak ideal bentuk dan struktur nya
membuat kotoran yang terdapat didalam akan terkontaminasi dengan tanah, dimana tanah merupakan sumber air yangdidalam nya terdapat sumur sebagai
sumber penghidupan manusia. Dikhawatirkan pencemaran yang terjadi akibat septictank tersebut akan mencemari sumber air yang ada dan malah balik
mengancam kesehatan manusia, dengan demikian septictank bukan hanya sekedar tempat untuk membuang kotoran saja tetapi sebagai tempat untuk
melindungi lingkungan sekitar dari bahaya yang ditimbulkan kotoran tersebut.
Septictank yang baik seharusnya kedap air sehingga air dari kotoran tinja tersebut sedikitpun tidak akan merembes ke tanah dan kemudian harus
memiliki media kontak yang dirancang khusus untuk berkembak biak nya bakteri pengurai sehingga bakteri pengurai dapat memetabolisme tinja dengan
efektif dan sistem disinfektan yang penggunaannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan sehingga ketika air dari kotoran tinja tersebut dibuang tidak akan
7
menyebabkan pencemaran lingkungan. Intinya septictank yang baik dan benar menampung dan mengolah limbah tinja menjadi cairan yang tidak
berbau dan layak di alirkan ke got umum sehingga tidak mencemari lingkungan. Tanpa kita sadari, kita juga menjadi pelaku pencemaran
lingkungan karena septictank yang selama ini telah kita bangun juga merupakan septictank tidak benar pembuatannya sehingga tidak ramah
terhadap lingkungan. Munculnyaprogram bantuan dari United States Agency for
International Development USAID bekerja sama dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri PNPM Mandiri dan Lembaga YAKMI
sebagai implementator program tersebut, dimana program tersebut berupa bantuan pembangunan septictank ramah lingkungan sebanyak 32 buah
kepada masyarakat kota Medan yang tergolong dalam Masyarakat Berpenghasilan Rendah MBR di 5 Kelurahan yakni Kelurahan Kampung
Baru, Kelurahan Kota Bangun, Kelurahan Karang Berombak, Kelurahan Tegal Sari dan Kelurahan Polonia. Maka diharapkan dengan terbangunnya
septictank ini dapat meningkatkan kesehatan masyarakat dan merubah pola perilaku untuk lebih memperhatikan lingkungan sekitar. Dimana nantinya 32
septictank yang terbangun ini akan menghasilkan dampak positif dan menjadi acuan bagi masyarakat lainnya untuk membangun septictank ramah
lingkungannya sendiri. Dan juga tujuan dari program ini nantinya untuk menerbitkan peraturan daerah Perda yang mengatur kewajiban
pembangunan septictank ramah lingkungan di setiap masing-masing rumah, baik yang sudah terbangun ataupun yang baru akan dibangun.Akan tetapi
8
program yang dibuat ini tidak sepenuhnya gratis bagi para penerima bantuan, yakni diberikan sekitar 2.5 Juta Rupiah untuk setiap septictank nya, dimana
biaya total untuk membangun septictank ramah lingkungan ini sekitar 3.5 - 4 Juta per unit nya. Sehingga para penerima bantuan harus tetap mengeluarkan
uangnya untuk membangun septictank ini sekitar 1 – 1.5 Juta Rupiah. Hal ini menjadi sangat menarik bagi peneliti karena septictank ramah
lingkungan ini adalah hal yang baru dan sangat asing bagi masyarakat Kelurahan Kota Bangun. Masyarakat Kota Bangun masih banyak yang belum
memiliki septictank, sehingga banyak masyarakatnya yang membuang limbah rumah tangga dan mengalirkannya langsung ke parit-parit disekitar rumah
mereka tanpa di alirkan ke septictank terlebih dahulu yang kemudian sungai disekitarnya menjadi tempat pembuangan akhirnya yakni Sungai
Deli.Berdasarkan hal-hal yang terurai di latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana respon dari warga dampingan yang
akan diberikan bantuan sanitasi melalui septictank ramah lingkungan, yang
akan dituangkan pada penelitian yang berjudul : “ Respon Masyarakat Terhadap Sanitasi Melalui Septictank Ramah Lingkungan Dampingan
Lembaga Pelayanan Kesejahteraan Masyarakat Indonesia YAKMI di Kelurahan Kota Bangun Kecamatan Medan Deli Kota Medan”
1.2 Perumusan Masalah