Indeks Keanekaragaman H’ dan Indeks Keseragaman E Plankton.

KR, dan 100 FK. Hal ini disebabkan karena tersedianya fosfat sebesar 0,035 mgL, yang berasal dari berbagai aktivitas masyarakat seperti kegiatan mandi, cuci, dan kakus. Menurut Nontji 1993, air yang mengndung zat hara yang kaya akan fosfat selalu disertai dengan produksi plankton yang tinggi. Kelimpahan, Kelimpahan Relatif, dan Frekuensi Kehadiran terendah didapat pada genus Triceratium, Bacteriastrum, Hyalodiscus, Pyrophacus, Bosmina, dan Paracyclopina yaitu sebesar 13,61 IndL K, 0,14 KR, dan 11,11 FK. Hal ini disebabkan faktor fisik yang tidak sesuai yaitu suhu sebesar 29,5 C yang berasal dari pembuangan limbah masyarakat sehingga genus-genus tersebut tidak dapat hidup dengan baik.

3.3 Indeks Keanekaragaman H’ dan Indeks Keseragaman E Plankton.

Berdasarkan analisis data didapatkan nilai Indeks Keanekaragaman H’ dan nilai Indeks Keseragaman E plankton pada setiap stasiun penelitian seperti terlihat pada Tabel 3.3 berikut ini: Tabel 3.3 Nilai Indeks Keanekaragaman H’ dan Indeks Keseragaman E Plankton pada setiap Stasiun Penelitian Keterangan Stasiun I II III Indeks Keanekaragaman H’ 2,020 1,813 1,737 Indeks Keseragaman E 0.578 0.606 0.487 Dari Tabel 3.3 diatas terlihat bahwa nilai indeks keanekaragaman H’ tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 2,020. Semakin beragamnya kehidupan di perairan tersebut, menunjukkan bahwa kondisi ini merupakan tempat hidup yang baik untuk perkembangbiakan plankton. Hal ini karena penduduk Pulau Kampai masih belum padat dan masyarakatnya senantiasa diberi penyuluhan akan pentingnya keberadaan mangrove sebagai habitat dari berbagai jenis plankton, larva ikan, crustaceae, moluska dan organisme perairan lainnya. Hal ini juga dipengaruhi oleh nilai BOD terendah dibandingkan stasiun penelitian yang lain yaitu hanya 2,5 mgL. Menurut Brower et al., 1990 semakin rendah nilai BOD dalam suatu perairan, maka semakin tinggi pula keanekaragaman biota dalam perairan tersebut. Universitas Sumatera Utara Nilai indeks keanekaragaman H’ terendah terdapat pada stasiun III sebesar 1,737. Hal ini terjadi karena stasiun III merupakan daerah pemukiman dimana limbah- limbah rumah tangga langsung mengalir ke badan perairan yang menyebabkan perairan tersebut banyak mengandung bahan-bahan organik yang menyebabkan jenis- jenis plankton tertentu menjadi lebih dominan dari pada jenis plankton yang lain. Menurut Widodo 1997 dalam Pirzan Pong-Masak 2008 faktor utama yang mempengaruhi jumlah organisme, keanekaragaman jenis dan dominansi antara lain adanya perusakan habitat alami seperti pengkonversian lahan mangrove menjadi tambak atau peruntukan lainnya, pencemaran kimia dan organik, serta perubahan iklim. Nilai Indeks Keseragaman E yang diperoleh dari ketiga stasiun penelitian berkisar antara 0,487-0,606. Indeks Keseragaman E tertinggi terdapat pada stasiun II yaitu sebesar 0,606. Tingginya nilai Indeks Keseragaman E pada stasiun II karena ketersediaan nutrisi yang cukup untuk penyebaran plakton tersebut. Keberadaan plankton menunjukkan sebagian besar jenis plankton di setiap stasiun penelitian memiliki komposisi jenis yang sama, hal ini diduga karena seluruh stasiun penelitian jaraknya berdekatan dan berada pada satu perairan sehingga memungkinkan kesamaan jenis plankton di setiap stasiun. Nilai Indeks Keseragaman E terendah terdapat pada stasiun III yaitu sebesar 0,487. Ketersediaan nutrisi dan pemanfaatan nutrisi yang berbeda akan dapat menyebabkan nilai Indeks Keanekaragaman H’ dan nilai Indeks Keseragaman E yang bervariasi. Menurut Krebs 1985 Indeks Keseragaman yang tinggi menunjukkan bahwa pembagian jumlah individu pada masing-masing genus merata dan sebaliknya jika Indeks Keseragaman semakin kecil maka keseragaman suatu populasi akan semakin kecil. Universitas Sumatera Utara

3.4 Indeks Similaritas IS