Terbentuknya Harta Bersama TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA BERSAMA

menurut hukum Islam, sepanjang suami isteri tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Dengan demikian, objek harta bersama dapat diketahui bukan hanya sebatas penghasilan yang diperoleh suami isteri selama perkawinan berlangsung, tetapi dapat ditentukan lain dengan cara-cara tersebut di atas.

C. Terbentuknya Harta Bersama

Terbentuknya harta bersama dalam perkawinan adalah sejak saat tanggal terjadinya perkawinan sampai ikatan perkawinan bubar. Hal ini tercermin dari pasal 35 Undang-undang Perkawinan yang menegaskan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. 35 Dengan demikian, harta apapun yang diperoleh terhitung sejak saat dilangsungkan akad nikah sampai saat perkawinan pecah, baik karena salah satu pihak meninggal dunia atau karena perceraian, maka seluruh harta tersebut dengan sendirinya menurut hukum menjadi harta bersama. Kecuali jika harta yang diperoleh berupa warisan atau hibah oleh salah satu pihak. Harta tersebut tidak termasuk harta bersama, tetapi jatuh menjadi harta pribadi si penerima. Menurut Sayuti Thaib, harta bersama termasuk pada saat terjadi syirkah. Adapun terjadinya syirkah dapat melalui cara-cara sebagai berikut : 1. Dengan mengadakan perjanjian syirkah secara tertulis atau diucapkan sebelum atau sesudah berlangsungnya akad nikah. 35 Ibid., h.299 2. Dengan ditentukan oleh Undang-undang atau peraturan perundang-undangan lain bahwa harta yang dimaksud adalah harta bersama suami isteri. 3. Berjalan dengan sendirinya. Artinya syirkah dapat terjadi dengan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari suami isteri itu. Cara ketiga ini khusus untuk harta bersama yang diperoleh atas usaha selama masa perkawinan, di mana suami dan isteri bersatu dalam mencari hidup dan membiayai hidup. 36 Yang menjadi catatan penulis adalah dengan dilakukannya perjanjian perkawinan sebelum atau sesudah akad nikah, memungkinkan adanya kemudahan bagi kedua belah pihak baik suami atau isteri untuk mempergunakan haknya atas harta yang dimilikinya dan memperjelas status harta kekayaan yang ada dalam perkawinannya. Dengan adanya perjanjian perkawinan terhadap harta bersama itu terbentuk, dalam wujud apa dan bagaimana pengelolaanya. Sehingga, terhadap harta bersama tersebut, baik suami atau isteri tidak dapat mempergunakannya secara pribadi di luar kepentingan rumah tangga. Perjanjian yang dibuat setelah perkawinan biasanya lebih sulit dilakukan daripada sebelum perkawinan berlangsung. Apabila sebelumnya tidak ada perjanjian nikah, isteri hendaknya mengatakan dengan jelas keinginannya untuk mendapat hibah atau hadiah dari suami, misalnya rumah atau barang-barang lain. Akan tetapi lebih baik lagi agar semua itu dibuat tertulis dan ada saksi-saksi sehingga tidak timbul masalah di kemudian hari. Menurut Dr. Lutfi Fathullah, Sebetulnya, perjanjian perkawinan bisa ditetapkan bersama oleh pasangan yang akan menikah, dibuat daftar apa saja yang 36 Sayuti Thaib, , Hukum Kekeluargaan Indonesia.,h. 84-85 mereka ingin jadikan harta bersama, apa yang tetap menjadi milik masing-masing, apa hak nafkah isteri dari suami, apa kewajiban suami dalam nafkah keluarga, di dalam perkawinan kelak. Janji nikah tidak perlu seperti selama ini yang sudah seperti paket. 37 Barangkali hanya segelintir pasangan yang dengan kesadaran bersama mau menyusun perjanjian pernikahan sebelum mereka memutuskan menghadap ke penghulu. Karena bagi sebagian orang, perjanjian semacam itu dianggap menodai ikatan suci pernikahan dan tentu saja tidak ada pasangan yang ingin bercerai. Padahal, perjanjian pernikahan sebenarnya berguna untuk acuan jika suatu saat timbul konflik itu akan datang. Ketika pasangan harus bercerai, perjajian itu juga bisa dijadikan rujukan sehingga masing-masing mengetahui hak dan kewajibannya. Dengan demikian, untuk mengantisipasi segala persoalan yang akan terjadi di kemudian hari, upaya preventif perlu dilakukan oleh pasangan yang hendak menikah atau baru menikah untuk membuat perjanjian perkawinan secara tertulis mengenai harta bersama dalam perkawinannya. Karena ada pendapat yang mengatakan bahwa dengan akad nikah itu saja tidak cukup menjadi patokan terbentuknya harta bersama, maka lebih baik harta bersama itu terbentuk pada saat dilakukan perjanjian syirkah dalam perkawinan.

D. Kedudukan Harta Bersama Apabila Teradi Perceraian