Sistematika Penulisan Variabel Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Yang menjadi tujuan penelitian penulis ini adalah : a. Untuk mendeskripsikan tingkat keberagamaan mahasiswi UIN b. Untuk mendeskripsikan perilaku berbusana muslimah mahasiswi UIN c. Menganalisis perbedaan perilaku beragama terhadap berbusana muslimah pada fakultas agama dan non-agama d. Menganalisis adanya pengaruh perilaku beragama terhadap perilaku berbusana muslimah.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang InsyaAllah saya harapkan antara lain: a. Memberikan kontribusi kepada mahasiswi untuk mengenakan busana muslimah sesuai syariat Islam. b. Memberikan kontribusi kepada mahasiswi untuk bagaimana cara berperilaku yang baik ketika menggunakan busana muslimah. c. Agar terhindarnya dari kerusakan moral dan kurangnya akhlak. d. Menambah khasanah kajian sosiologi terhadap studi agama.

D. Sistematika Penulisan

Dalam kajian ini dapat dijelaskan pada pokok pikiran yang disusun secara sistematika adalah sebagai berikut :

BAB I. Pendahuluan

Terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II. Kajian Teori

Meliputi pengertian busana muslimah, asal-usul busana muslimah, busana muslimah sebagai simbol keagamaan, pengertian perilaku, perilaku dalam berbusana muslimah, busana muslimah dalam kajian sosiologi, pengertian agama, fungsi agama dan dimensi-dimensi agama.

BAB III. Metode Penelitian

Terdiri atas metode penelitian, variabel penelitian, lokasi dan waktu penelitian, populasi, sampel dan tehnik pengumpulan sampel penelitian, tehnik analisis data, dan hipotesis.

BAB IV. Pembahasan hasil penelitian

Meliputi dimensi-dimensi agama, pengaruh dimensi-dimensi agama pada mahasiswi UIN, motivasi mahasiswi UIN untuk berbusana muslimah, variasi pemakaian busana muslimah, dan fungsi busana muslimah bagi mahasiwi UIN.

BAB V. Penutup

Terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II KAJIAN TEORI

A. Busana muslimah

1. Pengertian Busana muslimah

Busana muslimah adalah pakaian yang menutupi seluruh tubuh manusia yang tabu untuk diperlihatkan oleh orang banyak. Didalam kamus umum bahasa Indonesia, busana sendiri diartikan sebagai pakaian yang indah-indah 15 perhiasan-muslimah, baju muslimah muslim, wanita: berbusana atau berpakaian tentu dengan syarat- syarat yang ditentukan. Kata busana muslimah juga sebenarnya tidak ada di dalam Al-Qur’an dan hadits, yang ada hanya hijab dan jilbab sebagai penutup aurat. Busana muslim adalah berbagai jenis busana yang dipakai oleh wanita muslimah sesuai dengan ketentuan syariat Islam, di maksud untuk menutupi bagian- bagian tubuh yang tidak pantas untuk diperlihatkan kepada publik. Yang pada intinya busana muslimah harus dikaitkan dengan sikap taqwa yang menyangkut nilai psikologis terhadap pemakainya. Untuk menumbuhkan konsep diri busana muslimah semua itu kembali kepada masing-masing individu, namun dengan memperlihatkan bentuk mode biasa dilakukan dengan tiru-tiru atau iseng-iseng saja, mode ini didalam masyarakat biasanya sangat cepat perkembangannya. Pada dasarnya orang mengikuti mode untuk mempertinggi gengsinya menurut pandangan. Contohnya pada 15 W.J.S Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2006. Edisi ketiga. Hal. 197 pakaian dan celana pakaian, warna, keindahan, merupakan salah satu faktor pendukung yang tidak dapat dipungkiri. Begitu pula dengan berbusana muslimah atau perilaku dalam berbusana muslimah harus menyesuaikan apa yang ia kenakan. Didalam Islam pun mengajarkan etika tentang menutup aurat, atau busana yaitu yang terdapat dalam surat al-a’raf 26: Zdg nU 9 { H + +f8 |I N , O8W } ~. \0 | +-9 , O0R+ ,- . • € + F •C \0 + O|+-8‚ƒ \0 Y, T „0 0? 0…U 9 + †J M b 4  t W 9 _03 ”Hai anak Adam sesugguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat”Q.s Al-a’raf : 26 16 Dimana dapat disimpulkan bahwa orang yang menutup aurat akan mendapatkan sisi yang mulia dihadapan Tuhannya di akhir kelak dan disebutkan pula dalam [Qs. 45: 21-22], diberikan balasan yang setimpal balasan diperoleh bukan berdasarkan pada jenis kelamin, melainkan berdasarkan amal yang dikerjakan oleh 16 Al-a’raf : 26 tiap-tiap individu sebelum mati, walaupun Allah yang mengatur pengadilan dan dapat diampuni perbuatan salah atau meningkatkan pahala bagi perbuatan baik. 17 Busana muslimah kini bukan lagi secondary apparel, kemampuannya dalam beradaptasi telah mengubah status dan membuat busana sejajar dengan busana kontemporer. 18 Seiring dengan berjalannya waktu busana muslimah pun dihadirkan dengan mode yang bervariatif dengan mix and match. Dan bukan hanya pada cuting dan detail,gaya busana muslimah pun terus berevolusi, yang mengambil intisari dari berbagai cara dan gaya berpakaian komunitas tertentu. Di bidang rancangan busana muslimah kreativitas terus mengalir, menciptakan berbagai bentuk sehingga para muslimah terlihat modis, tentu masih dalam napas islami. Mazhab Syafi’i dan Hanbali berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat. Demikian Imam ahmad, menyatakan bahwa segala sesuatu yang terdapat pada wanita adalah aurat, termasuk kukunya. 19 Pakaian adalah salah satu dari bagian hijab yang mempuyai beberapa syarat tersendiri,karena tidak semua pakaian pantas digunakan sebagai hijab. Adapun beberapa persyaratan tersebut adalah sebagai berikut: 20 1. Pakaian tersebut hendaknya tidak merupakan perhiasan warna norak. Maka Rasulullah SAW bersabda; 17 Amina Wadud, Qur’an Menurut Perempuan: Membaca Kembali Kitab Suci Dengan Semangat Keadilan, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2006, cet. I,hal. 90-91 18 Lesthia K., Gypsy Style oleh Merry Pramono : Seputar Indonesia Bagian Fashionable, Jakarta: Jum’at, Tanggal 18 Juli 2008. 19 Fada Abdur Razak Al-Qashir. Wanita Muslimah antara syariat Islam dan budaya Barat. Yogyakarta: Darussalam, 2004 cet. I. hal. 180 20 Fada abdur Razak. Hal 182-183 ” Barang siapa untuk berbangga-bangga atau memamerkan diri, maka di hari akhir memakaikan kepadanya pakaian kaehinaan, kemudian membakarnya bersama” 2. Pakaian harus tebal, tidak boleh tipis, karena tujuan hijab tersendiri adalah untuk menutupi 3. Pakaian harus longgar, tidak menampakkan lekuk tubuh si pemakai. Dan didasari oleh sabda Rasulullah SAW; ”ada dua kelompok ahli neraka, yang tidak kulihat lagi setelah keduanya. Yaitu, wanita-wanita berpakaian telanjang yakni tembus pandang yang cenderung menarik perhatian dan rambut kepalanya seperti punuk onta. Mereka ini tidak akan masuk surga, dan mereka tidak akan menemukan baunya. Lainnya adalah orang-orang lelaki yang menggenggan cambuk bagaikan ekor sapi, mereka mengggunakannya untuk mencambuki orang” 4. Pakaian tidak boleh menyerupai pakaian laki-laki. Rasulullah SAW bersabda; ”Dari Ibnu Abbas RA berkata: Rasulullah mengutuk laki-laki yang meniru-niru perempuan dan perempuan meniru laki-laki.”. Dirawikan oleh Bukhari, Abu Dwud, At Tarmidzi, An nasa’i, Ibnu Majah dan Ath Tabrani Sebenarnya yang dimaksud dengan berbusana muslimah disini adalah disyaratkan berpakaian bagi wanita didalam Islam adalah Pertama, untuk mewujudkan dan menjaga jangan sampai terjadi fitnah. Kedua, untuk membedakan dari wanita lain dan sebagai penghormatan bagi wanita muslimah tersebut. Dan di dalam Islam wanita muslim pun tidak boleh tabarruj, 21 karena dapat menimbulkan 21 Tabarruj adalah perilaku wanita yang memperlihatkan perhiasannya dan kecantikan serta segala sesuatu yang wajib ditutup karen adapat membangkitkan syahwat laki-laki, padahal itu dilarang dalam agama akhlak yang tercela dan jiwa pemeluknya yang sombong. Dimana Allah Subhanahu wata’ala telah memperingatkan kita melalui firmannya dalam Al-Qur’an: q‡+ , 0ˆj7R ‰ i C Cf 0 q‡+  R o Z Œ, •i  ? F C4 J q‡ : CS t LX •89Ž -‰ •3 “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia karena sombong dan jangan pula berjalan dimuka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”[Luqman: 18] 22 Busana muslimah, sehubungan dengan fungsinya sebagai sarana ibadah, adalah hukum dasar berpakaian bagi kaum muslim yang tidak boleh ditawar dan diganggugugat kecuali dalam keadaan darurat. Selain patokan atau hukum dasar dari cara berpakaian tersebut. Ada beberapa tambahan yang harus diperhatikan dalam tata cara berpakaian baik pria atau wanita dewasa muslim yang juga anak – anak antara lain : 23 1. Membaca doa sebelum menggunakan busana 2. Mendahulukan anggota badan bagian kanan 3. Tidak berlebih – lebihan 4. Tidak sombong, ”Allah tidak akan melihat orang yang sombong, yang melebihkan kainnya karena sombong” . Hr. Ahmad Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairoh. 5. Tidak seperti dandanan orang jahiliyah. ”...dan janganlah kamu berhias dan bertingkahlaku seperti orang jahiliyah yang dahulu .” Al Ahzab ; 33 6. Tidak menyerupai lawan jenis 7. Tidak menyerupai pakaian pemuka agama lain. Rasulullah SAW berkata, ”Hendaklah kamu menjauhkan dirimu dari pakaian pendeta, karena 22 Amr bin Abdul Mun’in salim. Edisi Indonesia. 30 Keringanan Bagi Wanita. Jakarta: Pustaka Azzam, 2003. Cet. Kelima. Hal 49 23 Anne Rufaidah. Model Berbusana Muslimah, hal 10 barang siapa berpakaian seperti itu maka tidak termasuk golonganku.” Hr. Tabrani

2. Asal-usul Busana Muslimah

Quraish Shihab menguraikan tentang turunnya surat An-Nur dan Al-Ahzab. Menurutnya pada awal Islam di Madinah memakai pakaian yang sama dengan wanita umumnya, termasuk wanita susila atau hamba sahaya. Mereka secara umumnya, memakai baju dan kerudung bahkan jilbab namun leher dan dada terbuka, memakai kerudung tapi dikebelakangkan. Nah, dalam kondisi seperti itulah turun surat Al- Ahzab ayat 59 tentang pemakain jilbab dan ayat Al- Nur 31 dengan pakaian atau baju kurung longgar dilengkapi dengan kerudung penutup kepala. Agar dapat membedakan mereka dengan wanita non-muslimah, identitas mereka jelas dan menghindari dari orang-orang usil. 24 Dimana surat Al-Nur ayat 31 berbunyi : S + 0…U+f0? 0‘ T zvz8 9 0? 0’“ Uj7, N T v518 :+ g  q‡+ mr0 ,\9 • ”9 h •‡ ? D0? F Z8 –+W8 + 0’“ 9—˜ o R  L-Hg F q‡+ mr0 ,\9 • ”9 h •‡ ™š 0• -\0  N ™š ›J +  N 0 J + ™š 0ƒ -  N ™š ›J D, N  N 0 J D, N ™š 0ƒ -  N 0I+-T  N Zdg ™š 0I+-T  N Zdg 0R+- T N  N ›J jk l  N ? … O ? 24 Faisar Ananda Arfa. Wanita dalam konsep Islam Modernis. Jakarta: Penerbit Pustaka Firdaus, 2004. Cet. Pertama. Hal. 131-132 fU 9 N  N m[0 \U‚• , 5w oea œN 0B , …• T0? X “ž  N 3S810ŸV mr0 J M F  v 9 o R  0+ ,-  0 J jk0ˆD F q‡+ Z8 – € g, a T W0 ? Z[0189 : 0? 0• ”9 h F - -R+ o e †J H0¡ ’ ]9 N s-f0? 8  Ou s- 81R “•3 Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara laki- laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan terhadap wanita atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. An-Nuur:31 Imam Qurtubi juga mengatakan bahwa sebab turunnya ayat di atas adalah karena kaum perempuan pada masa itu jika menutupi kepala mereka dengan kerudung, mereka mengulurkannya dari belakang punggung, sehingga bagian leher, dada bagian atas dan kedua telinganya masih tampak kelihatan dan tidak tertutupi, akhirnya Allah memerintahkan agar mereka menutupi bagian-bagian tersebut dengan mengenakan kain kerudung atau busana yang dapat enutupi aurat-auratnya. 25 25 Ibrahim Muhammad, Pertanyaan Allah Kepada Kaum Wanita Pada Hari Kiamat, hal 134- 135 Al – Hanafiyah mengatakan tidak dibenarkan melihat wanita ajnabi yang merdeka kecuali wajah dan telapak tangan. Bahkan Abu Hanifah ra. Sendiri mengatakan yang termasuk bukan aurat adalah wajah, tapak tangan dan kaki, karena kami adalah kedaruratan tidak bisa dihindarkan. Sedangkan Al- Malikiyah dalam kitab ’Asy-syarhu As-Shagir’ atau sering disebut kitab Aqrabul Masalik ilaa Mazhabi Maalik , susunan Ad-Dardiri dituliskan bahwa batas aurat wanita merdeka dengan laki-laki ajnabi yang bukan mahram adalah seluruj badan kecuali muka dan tapak tangan. Keduanya itu bukan termasuk aurat. Asy-Syafi’iyyah dalam pendapat Asy- Syairazi dalam kitabnya ’Al-Muhazzab’, kitab di mazhab ini mengatakan bahwa wanita merdeka itu seluruh badannya adalah aurat kecuali wajah dan tapak tangan.serta mazhab Al-Hanabilah kita dapati Ibnu Qudamah kita Al-Mughni 1 : 1-6. Mazhab tidak berbeda pendapat bahwa seorang wanita boleh membuka wajah dan tapak tangannya di dalam shalat.

3. Busana Muslimah Sebagai Simbol Keagamaan

Masalah busana mengharuskan kita membicarakan simbol dan esensinya pula. Busana muslimah dalam bentuk dan warnanya adalah simbol, tetapi hakikatnya pakaian yang dipilih oleh wanita atau pria harus memenuhi fungsinya. 26 Manusia hidup dalam lingkungan simbol-simbol, manusia memberikan tanggapan terhadap simbol-simbol itu seperti juga memberikan tanggapan terhadap rangsangan yang bersifat fisik, misalkan terhadap perilaku berbusana muslimah. Pengertian dan penghayatan terhdap simbol-simbol yang tak terhitung jumlahnya itu merupakan 26 Abdul Halim Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita: Jilid ke Empat. Jakarta: Gema Insani Press, 1997. hasil pelajaran dalam pergaulan hidup bermasyarakat. Bukan sebagai hasil rangsangan bersifat fisik, simbol-simbol pun dapat divisualkan, tetapi keistimewaan manusia terletak pada kemampuannya melalui pemakaian busana muslimah, kemampuan inilah yang menjadi pokok perhatian analisa sosiologi dari teori interaksionalisme simbolik. 27 Berawal dari pengertian simbol adalah suatu objek sosial yang dipakai untuk mempresentasikan atau menggantikan apapun yang disetujui orang yang akan mereka presentasikan. Tidak semua objek sosial dapat mempresentasikan sesuatu yang lain, tetapi objek sosial yang dapat menggantikan sesuatu yang lain adalah simbol seperti hanlnya busana muslimah dapat dijadikan simbol pada wanita muslimah. Jadi, simbol adalah aspek yang penting yang memungkinkan orang bertindak menurut cara-cara yang khas dilakukannya. 28 Busana muslimah memberikan simbol sebagai nilai-nilai agama bagi pemakainya, karena busana muslimah bersumber pada ajaran agama dan nilai-nilai mora yang tinggi. Maka busana muslimah dapat dikatakan suatu simbol gerakan keagamaan pada seseorang. Dimana mahasiswi umumnya cenderung melakukan purifikasi dal sikap keberagamaan, termasuk dalam berbusana muslimah. Apapun bentuk dan penamaannya, sebgai identitas muslimah, jilbab dan busana muslmah menghadapi sejumlah kendala, khususnya yang datang dari pihak-pihak yang memiliki otoritas yang merasa terganggu dengan munculnya fenomena jilbab. Bahkan di Negara-negara Barat yang sangat menjunjung tinggi HAM, jilbab dan 27 George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 54 28 George Ritzer-Douglas J. Goodman, Teori Sosial Modern, Jakarta: Kencana, 2004, hal. 292 busana muslimah , sebagai identitas muslimah, ternyata tidak dianggap bertentangan dengan prinsip sekularisme yang mereka anut. Misalnya saja di Negara Perancis melarang siswi Muslimah yang sekolah di sekolah umum dengan mengenakan jilbab. Alasannya itu merupakan simbol keagamaan. Sedang di Perancis yang sekuler, sekolah harus bersih dari simbol-simbol keagamaan. Dapat dismpulkan bahwa berbusana muslimah itu merupakan salah satu sarana yang digunakan manusia yang brmaksud untuk mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan untuk mendapatkan nilai-nilai sosial, dan jika dalam ajaran agama untuk mendapatkan nilai-nilai moral yang tinggi. Jadi, busana muslimah disini dapat disimpulkan sebagai simbol keagamaan. Dimana setiap orang berbusana muslimah bermaksud untuk mendapatkan nilai moral keagamaan dan nilai-nilai sosial maka, akan memakai busana muslimah sebagai simbol keagamaan.

4. Pemakaian Busana muslimah Dalam Kajian Sosiologi

Pendefinisian agama menurut sosiologi adalah definisi yang empiris. Sosiologi tidak pernah memberikan penilaian yang evaluatif menilai. Mereka “angkat tangan” mengenai tentang hakkat agama, baik atau buruknya agama atau agama lain yang tengah diamatinya. Dari pengamatan ini, mereka hanya memberikan definisi yang deskriptif menggambarkan keadaan sekeliling, yang mengungkapkan apa yang dimengerti dan dialami oleh pemeluk-pemeluknya. 29 Di dalam persepektif sosiologi Agama memakai pakaian busana adalah bagian dari ritus ibadah, dimana ritus ini salah satu bentuk aspek keberagamaan manusia. Ritus ibadah adalah bagian dari tingkah laku keagamaan yang aktif dan 29 Hendropuspito, Sosiologi Agama, Yogyakarta: Kanisius, 2000, cet. 16, hal. 29 dapat diamati. Ritus ini mencakup semua jenis tingkah laku seperti memakai pakaian khusus, mengorbankan nyawa dan harta, mengucapkan ucapan-ucapan formal tertentu, bersemedi mengheningkan cipta, menyanyikan lagu, berdoa sembahyang, memuja, mengadakan pesta, berpuasa, menari, berteriak dan membaca 30 . Pemakaian busana muslimah dapat dikaitkan dengan teori Interaksionalisme Simbolik yang dipopulerkan oleh Herbert Blumer, 31 karena pakaian atau busana dapat dilihat dengan berbagai warna, bentuk atau mode. Pemakaian busana muslimah diawali dengan proses pengetahuan tentang busana muslimah umumnya yang didapat dari hasil interaksi dengan lingkungan, misalnya dari hubungan keluarga, masyarakat, sekolah, maupun dari media-media massa dan televisi. Proses ini kemudian berlanjut pada pemakaian dan pemberian nilai dan makna. Pada proses ini seseorang memberikan nilai dan makna kepada busana muslimah, contohnya makna yang diberikan pada busana muslimah adalah sebagai bentuk simbol keagamaan yang bersumber pada ajaran agama dan memiliki nilai-nilai moral.

B. Perilaku

1. Pengertian Perilaku

Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan sikap, tidak saja badan atau ucapan:- hukum, perilaku yang berakibat tuntutan 30 Elizabeth K. Nottingham, Agama dan masyarakat: Suatu Penghantar Sosioogi Agama . hal. 15 31 George Ritzer, Sosiologi ilmu pengetahuan berparaigma ganda, hal 52. hukum dan merupakan kehendak yang melanggar berlawanan dengan kepentingan orang lain. 32 Behaviourisme sangat terkenal dalam psikologi, berpengaruh langsung terhadap perilaku sosiologi, dan berpengaruh tidak langsung terutama terhadap teori pertukaran. Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seseorang aktor terhadap lingkungan dan dampak lingkungan terhadap perilaku aktor. Biasanya lingkunganlah tempat munculnya perilaku seseorang, entah itu berupa sosial atau fisik, dipengaruhi oleh perilaku dan bertindak kembali dalam berbagai cara. Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara reaksi lingkungan atau akibat dan sifat perilaku kini. Sosiolog perilaku mengatakan bahwa akibat masa lalu perilaku tertentu menentukan perilaku masa kini. Sosiologi perilaku juga sangat tertarik pada hadiah penguat dan ongkos hukuman atau funishment. Hadiah ditentukan oleh kemampuannya untuk memperkuat perilaku, perilaku pada umumnya dan gagasan tentang hadiah besar pengaruhnya pada teori pertukaran. 33 Perilaku termasuk kajian yang mengarah kepada teorinya George Homans ”Exchange Theory” atau ”teori pertukaran”. Dimana teori pertukaran ini merupakan suatu usaha untuk menggerakkan pendahuluan teori dari faham sosiologi ekstrim ke arah suatu evaluasi ulang tentang peranan individu dalam sistem sosial. Sebenarnya G. Homans memulai teorinya itu dengan ilmu ekonomi, bukan dari psikologi, 32 Tim Penyusun Kamus Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Balai Pustaka, 1989, hal. 671-676 33 George Ritzer, Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Kencana, 2004, Edisi Ke VI, hal 356-357 teorinya itu bertumpu pada asumsi bahwa orang terlibat dalam perilaku untuk memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman. 34 Homans percaya bahwa proses pertukaran ini dapat dijelaskan lewat lima pernyataan proporsional yang saling berhubungan dan berasal dari psikologi Skinnerian. Proposisi itu adalah sukses, stimulus, nilai, deprivasi satiasi, dan restu agresi approval agresi. Melalui proposisi tersebut banyak perilaku sosial yang dapat dijelaskan, setiap proposisi tersebut perlu sedikit penjelasan. Proposisi sukses; dalam setiap tindakan, semakin sering suatu tindakan tertentu memperoleh ganjaran, maka kian kerap ia akan melakukan tindakan itu Homans. Proposisi stimulus; jika masa lalau terjadinya stimulus yang khusus, atau seperangkat stimuli, merupakan peristiwa dimana tindakan seseorang memperoleh ganjaran, maka semakin mirip stimuli yang ada sekarang ini dengan yang lalu itu, akan semakin mungkin seseorang melakukan tindakan serupa atau agak sama Homans. Proposisi nilai; semakin tinggi nilai suatu tindakan, maka kian senang seseorang melakukan tindakan itu Homans. Proposisi deprivasi; semakin sering di masa yang berlalu seseorang menerima suatu ganjaran tertentu, maka semakin kurang bernilai bagi orang tersebut peningkatan setiap unit ganjaran itu Homans. Proposisi Restu-agresi approval agression ; bila tindakan seorang tidak memperoleh ganjaran yang diharapkannya, maka ia akan marah; dia menjadi sangat cenderung menunjukan perilaku agresif, dan hasil perilaku demikian menjadi lebih bernilai baginya....bilamana tindakan seseorang memperoleh ganjaran yang diharapkannya, 34 Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007, hal. 59 khusus ganjaran yang lebih besar dari perkiraan, atau tidak memperoeh hukuman yang diharapkannya, maka dia akan merasa senang; dia akan lebih mungkin melaksanakan perilaku yang disenanginya, dan hasil perilaku yang demikian akan menjadi lebih bernilai baginya; Homans. 35

2. Perilaku Dalam Berbusana Muslimah

Dalam kehidupan sehari-hari hubungan antar kelompok terwujud dalam interaksi dengan anggota kelompok lain. Salah satu bentuk perilaku yang banyak ditampilkan dalam hubungan antar kelompok ialah diskriminasi– suatu konsep oleh Banton didefinisikan sebagai “the differential treatment of persons ascribed to particular categories.” Dalam pemakaian busana muslimah ada aspek-aspek yang mendorong atau memotivasikan untuk mengenakan pakaian tersebut. Motivasi itu sendiri merupakan istilah yang lebih umum digunakan, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan motive yang berasal dari kata motion, yang berarti gerakan atau suatu yang bergerak. 36 Karena itu motivasi erat hubungannya dengan “gerak”, yaitu gerakan yang dilakukan oleh manusia atau dapat disebut tingkah laku atau amaliyah. Motivasi juga suatu faktor yang menyebabkan aktivitas tertentu menjadi dominan, apabila dibandingkan dengan aktivitas lainnya ekstrinsik. Motivasi dimana tugas tertentu merupakan cara untuk mencapai tujuan, intrinsik dimana suatu tugas merupakan suatu imbalan. 37 35 M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, hal 61-65 36 H. Ramaliyus, Pengantar Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia, 2002, cet VI, hal.73 37 Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi, Jakarta: Raja Grafindo Persada,1993, cet ketiga, hal 281 Dan motivasi pun dengan sendirinya lebih berarti menunjuk kepada seluruh proses gerakan pada pemakaian busana muslimah itu sendiri, termasuk situasi yang mendorong, dorongan yang timbul dalam diri individu. Situasi tersebut serta tujuan akhir dari gerakan atau perbuatan menimbulkan terjadinya perilaku atau tingkah laku. Disni peranan motivasi sangat besar artinya dalam membimbing dan mengarahkan seseorang terhadap tingkah laku keagamaannya. Namun demikian ada motivasi tertentu yang sebenarnya timbul dalam diri manusia internal karena terbukanya hati manusia terhadap hidayah Allah. Sehingga orang tersebut menjadi beriman dan melahirkan tingkah laku yang berdasarkan keagamaan. Jika kita kembalikan kepada pendefinisian tentang perilaku yaitu gerakan atau yang mempengaruhi sikap. Perilaku pada setiap individu dibimbing oleh norma- norma, yaitu ide-ide yang dapat dibuat dalam bentuk pernyataan yang memperinci apa yang seharusnya dilakukan, seyogyanya dilakukan, diharapkan dilakukan oleh anggota atau orang lain dalam suatu lingkungan tertentu. Kepatuhan terhadap norma- norma kelompok akan memperoleh ganjaran, sedang pengingkaran akan memperoleh hukuman. Begitu juga dalam berbusana muslimah pasti tidak sembarangan untuk melakukan suatu gerakan atau tidak punya gerak bebas seperti wanita umum lainnya yang tidak menggunakan busana muslimah. Karena berkenaan dengan teori di atas sikap seseorang dapat mempengaruhi perilaku. Dan teori yang dapat ditarik dalam berperilaku berbusana muslimah ini ada dua teori yang termasuk dalam paradigma perilaku sosial yaitu: 38 1 Behavioral Sociology dan 2 teori Exchange yang telah dijelaskan teori di atas. Segala perilaku manusia sangat berhubungan dengan lingkungan dan kehidupannya, karena apapun bentuknya perilaku terbentuk berdasarkan kesadaran dan motivasi yang ingin dituju. Lebih lanjut Feishbein, menyusun tiga proposisi tentang prilkau tersebut yakni: 1. perilaku seseorang dipengaruhi oleh niatnya untuk melakukan perilaku tersebut. 2 niat seseorang untuk melakukan perilaku dipengaruhi oleh keyakinannya belief dan mengenai konsekuensi dari tindakan tersebut dapat dipertimbangkan manfaatnya. 3 niat seseorang untuk melakukan perilaku dipengaruhi oleh keyakinannya, sedangkan mengenai harapan-harapannya akan menjadi motivasi sendiri. 39

C. Agama

1. Definisi Agama

Agama merupakan suatu institusi penting yang mengatur kehidupan manusia 40 . Istilah agama terjemahan dari religion- yang mencakup semua agama yang diakui oleh pemerintah RI. Agama menyangkut kepercayaan serta berbagai prakteknya, karena itu agama benar-benar merupakan masalah sosial. Dalam kamus sosiologi pengertian agama ada 3 macam, yaitu. 1 kepercayaan pada hal-hal 38 George Ritzer. Sosiologi ilmu pengetahuan berparaigma ganda, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, cet. 2, hal. 73 39 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi. Metode Penelitian Survei, Jakarta:LP3ES, 1995, cet-kedua, hal. 38 40 Kamanto Sunarto, Penghantar Sosiologi, Jakarta: Penerbit FE. UI, 2004, hal 69 spiritual, 2 perangkat kepercayaan dan raktik-praktik spiritual yang dianggap sebagai tujuan tersendiri, dan 3 ideologi mengenai hal-hal yang bersifat supernatural. 41 Seorang Sosiolog agama yang populer di Perancis yaitu Emile Durkheim, mengatakan bahwa agama merupakan sumber semua pemberdayaan yang sangat tinggi, sedangkan Marx mengatakan bahwa agama adalah candu bagi manusia. Diana sumbangannya dalam berbahasa inggris “A religion in a unified system of beliefs and practices relative to sacred things, that is to say, things set apart and forbidden- beliefs and practices which unite into one single moral community called a Church, all those who adhere to them . 42 Agama adalah suatu sistem sosial yang dibuat untuk penganut-penganutnya yang berporos pada kekuatan-kekuatan non-empiris yang dipercayainya dan didayagunakan untuk mencapai keselamatan bagi diri mereka pada umumnya. 43

2. Fungsi Agama

Fungsionalisme memandang sumbangan agama terhadap masyarakat pemberdayaan berdasarkan karakteristik pentingnya, yaitu transendensi pengalaman sehari-hari dalam lingkungan alam dan manusia membutuhkan sesuatu diluar empiris lingkungan mereka. Agama juga memiliki fungsi sosial individu, karena disaat seseorang menjadi dewasa memerlukan suatu sistem nilai sebagai tuntutan umum 41 Dadang Kahmad,, Sosiologi Agama , Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000, hal. 129 42 Kamanto Sunarto, Penghantar Sosiologi, hal 69 43 Hendropuspito, Sosiologi Agama, hal. 34 untuk menyerahkan aktivitas manusia dalam masyarakat dan berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadian seseorang. 44 Ada enam 6 fungsi agama menurut Thomas F. O de’a; 45 Pertama, perhatiannya pada sesuatu diluar jangkauan manusia, yang melibatkan takdir dan kesejahteraan, rekonsiliasi, dukungan, dan pelipur lara. Kedua, agama menawarkan sesuatu yang berhubungan dengan transedental melalui pemujaan dan upacara Ibadat. Ketiga , agama mensucikan norma-norma dan nilai masyarakat yang telah terbentuk. Kempat, agama melakukan fungsi yang bisa bertentangan dengan fungsi sebelumnya dan memberikan standar nilai dalam arti norma-norma yang telah terlembaga, dapat dikaji kembali secara kritis. Kelima, melakukan fungsi-fungsi identitas yang penting. Keenam , bersangkut paut pula dengan pertumbuhan da kedewasaan individu, dan perjalanan hidup melalui tingkat usia yang ditentukan oleh masyarakat. Fungsi Agama Terhadap Busana Muslimah o Busana muslimah sebagai kontrol sosial: Agama menetapkan nilai tertinggi karena kerangka acuannya bersumber pada yang sakral dan abstrak dengan adanya sangsi-sangsi yang sakral pula, nilai-nilai tersebut merupakan standar tingkah laku yang ideal, membentuk iali- nilai sosial kedalam sosiologi dinamakan sebagai norma-norma sosial. o Busana muslimah sebagai pelindung: Dimana sesuai dengan fungsi awal pakaian dalam islam, yaitu sebagai penutup aurat. Busana muslimah berfungsi untuk melindungi pemakainya dari berbagai 44 Elizabeth K. Nottingham, Agama dan Masyarakat: Suatu Pengantar Sosiologi Agama, hal. 45 45 Thomas. F Ode’a, hal. 26-29 macam pelecehan seksual, karena dengan memakai busana muslimah wanita tidak dapat lagi dijadikan sebagai objek seks. 46 Horton dan Hunt, membedakan antara fungsi manifes dan fungsi laten. Menurut mereka fungsi manifes agama berkaitan dengan segi doktrin, ritual, dan aturan perilaku dalam agama. Namun yang juga penting diketahui adalah fungsi laten agama adalah dimana fungsinya dapat dikatakan tersembunyi, artinya konsekuensi- konsekuensi atau elemen-elemen sosial dan kebudayaan yang tidak diinginkan. 47 Begitu juga kaitannya ini Durkheim terkenal karena pandangannya bahwa agama mempunyai fungsi positif bagi integrasi masyarakat, baik pada tingkat mikro maupun makro.

3. Dimensi-dimensi Agama

a. Pengetahuan knowledge, adalah mengacu pada harapan bahwa orang- orang yang beragama paling tidak memiliki jumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi. Sisi pengetahuan individu terhadap agamanya terutama aktivitas dalam mencari pengetahuan itu sendiri. b. Keyakinan belief, adalah berisikan pengharapan-pengharapan dimana orang yang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu, mengetahui kebenaran doktrin-doktrin tersebut. Karena setiap agama 46 Elizabeth K. Nottingham, hal. 34-35 47 Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, hal 71 mempertahankan seperangkat kepercayaan dimana para penganut diharapkan akan taat. Walau demikian, isi dan ruang lingkup keyakinan itu bervariasi tidak hanya diantara agama-agama, tetapi seringkali juga diantara tradisi-tradisi dalam agama yang sama. Suatu tingkatan sampai sejauh mana individu menerima hal-hal dengan dogmatik dalam agama yang dianutnya. c. Pengalaman atau Tingkah Laku feeling, bahwa semua agama mengandung pengharapan tertentu, meski tidak tepat jika di tentukan bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan subjektif dan langsung mengenai kenyataan terakhir. Dan suatu pengalaman beragama, perasaan-perasaan, persepsi dan sensasi-sensasi yang dialami oleh individu ketika berkomunikasi dengan sang pencipta.hampir senada dengan pendapat Jung dalam Fromm, 1988 yang menyatakan bahawa hakekat pengalaman beragama adalah sikap submisif berserah diri terhadap kekuatan-kekuatan yang lebih tinggi daripada dirinya sendiri. d. Dimensi praktek agama, dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan hal-hal yang dialkukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Praktek-praktek keagamaan ini terdiri dari ritual dan ketaatan. e. Dimensi konsekuensi, adalah dimensi konsekuensi komitmen agama identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktek, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Tidak sepenuhnya jelas sebatas mana konsekuensi-konsekuensi agama merupakan bagian dari komitmen keagamaan atau semata-mata berasal dari agama. 48 BAB III 48 Roland Robertson, e.d, Agama: Dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis, Jakarta: Rajawali Press, cet.4, 1995, hal. 295-297 METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu atau menganalisa, mengerjakan masalah, dan mempunyai langkah-langkah sistematis yang terdapat pada sebuah penelitian. Penelitian ini adalah penelitian yang berbentuk explanatory research , yaitu penelitian survei yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh dan hubungan antara dua variabel melalui pengujian hipotesa.

A. Variabel Penelitian

Pada penelitian ini, terdapat dua variabel yang akan di uji yaitu keberagamaan sebagai independent variable X dan perilaku berbusana muslimah mahasiswi adalah sebagai dependent variable Y. Ada tiga hal yang diperhatikan ketika menentukan kedudukan variabel-variabel, yaitu sebagai berikut: 1 perhatikan urutan waktu, 2 perhatikan dampak, dan 3 perhatikan teori yang dijadikan sumber. 49

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Dalam Penelitian ini yang menjadi sasaran lokasinya tepat dilakukan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang meliputi Fakultas Syariah dan Hukum, Adab dan Humaniora, Ushuluddin dan Filsafat, Dakwah dan Komunikasi, Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Dirasat Islamiyah, Kedokteran dan Ilmu 49 Bambang Prasetyo Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006, hal. 68-69 Kesehatan, Ekonomi dan Ilmu Sosial, Sains dan Teknologi, Psikologi. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 sampai dengan 30 September 2008.

C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel