C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Yang menjadi tujuan penelitian penulis ini adalah : a. Untuk mendeskripsikan tingkat keberagamaan mahasiswi UIN
b. Untuk mendeskripsikan perilaku berbusana muslimah mahasiswi UIN c. Menganalisis perbedaan perilaku beragama terhadap berbusana muslimah
pada fakultas agama dan non-agama d. Menganalisis adanya pengaruh perilaku beragama terhadap perilaku
berbusana muslimah.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang InsyaAllah saya harapkan antara lain: a. Memberikan kontribusi kepada mahasiswi untuk mengenakan busana
muslimah sesuai syariat Islam. b. Memberikan kontribusi kepada mahasiswi untuk bagaimana cara berperilaku
yang baik ketika menggunakan busana muslimah. c. Agar terhindarnya dari kerusakan moral dan kurangnya akhlak.
d. Menambah khasanah kajian sosiologi terhadap studi agama.
D. Sistematika Penulisan
Dalam kajian ini dapat dijelaskan pada pokok pikiran yang disusun secara sistematika adalah sebagai berikut :
BAB I. Pendahuluan
Terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II. Kajian Teori
Meliputi pengertian busana muslimah, asal-usul busana muslimah, busana muslimah sebagai simbol keagamaan, pengertian perilaku, perilaku dalam
berbusana muslimah, busana muslimah dalam kajian sosiologi, pengertian agama, fungsi agama dan dimensi-dimensi agama.
BAB III. Metode Penelitian
Terdiri atas metode penelitian, variabel penelitian, lokasi dan waktu penelitian, populasi, sampel dan tehnik pengumpulan sampel penelitian, tehnik
analisis data, dan hipotesis.
BAB IV. Pembahasan hasil penelitian
Meliputi dimensi-dimensi agama, pengaruh dimensi-dimensi agama pada mahasiswi UIN, motivasi mahasiswi UIN untuk berbusana muslimah, variasi
pemakaian busana muslimah, dan fungsi busana muslimah bagi mahasiwi UIN.
BAB V. Penutup
Terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II KAJIAN TEORI
A. Busana muslimah
1. Pengertian Busana muslimah
Busana muslimah adalah pakaian yang menutupi seluruh tubuh manusia yang tabu untuk diperlihatkan oleh orang banyak. Didalam kamus umum bahasa Indonesia,
busana sendiri diartikan sebagai pakaian yang indah-indah
15
perhiasan-muslimah, baju muslimah muslim, wanita: berbusana atau berpakaian tentu dengan syarat-
syarat yang ditentukan. Kata busana muslimah juga sebenarnya tidak ada di dalam Al-Qur’an dan hadits, yang ada hanya hijab dan jilbab sebagai penutup aurat.
Busana muslim adalah berbagai jenis busana yang dipakai oleh wanita muslimah sesuai dengan ketentuan syariat Islam, di maksud untuk menutupi bagian-
bagian tubuh yang tidak pantas untuk diperlihatkan kepada publik. Yang pada intinya busana muslimah harus dikaitkan dengan sikap taqwa yang menyangkut nilai
psikologis terhadap pemakainya. Untuk menumbuhkan konsep diri busana muslimah semua itu kembali kepada masing-masing individu, namun dengan memperlihatkan
bentuk mode biasa dilakukan dengan tiru-tiru atau iseng-iseng saja, mode ini didalam masyarakat biasanya sangat cepat perkembangannya. Pada dasarnya orang
mengikuti mode untuk mempertinggi gengsinya menurut pandangan. Contohnya pada
15
W.J.S Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2006. Edisi ketiga. Hal. 197
pakaian dan celana pakaian, warna, keindahan, merupakan salah satu faktor
pendukung yang tidak dapat dipungkiri. Begitu pula dengan berbusana muslimah atau perilaku dalam berbusana
muslimah harus menyesuaikan apa yang ia kenakan. Didalam Islam pun mengajarkan etika tentang menutup aurat, atau busana yaitu yang terdapat dalam surat al-a’raf
26:
Zdg nU 9 {
H +
+f8 |I N
, O8W
} ~.
\0 | +-9
, O0R+ ,- .
• € + F
•C \0
+ O|+-8‚ƒ
\0 Y,
T „0
0? 0…U 9
+ †J
M b
4 t W 9
_03
”Hai anak Adam sesugguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa
itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat”Q.s Al-a’raf : 26
16
Dimana dapat disimpulkan bahwa orang yang menutup aurat akan mendapatkan sisi yang mulia dihadapan Tuhannya di akhir kelak dan disebutkan pula
dalam [Qs. 45: 21-22], diberikan balasan yang setimpal balasan diperoleh bukan berdasarkan pada jenis kelamin, melainkan berdasarkan amal yang dikerjakan oleh
16
Al-a’raf : 26
tiap-tiap individu sebelum mati, walaupun Allah yang mengatur pengadilan dan dapat diampuni perbuatan salah atau meningkatkan pahala bagi perbuatan baik.
17
Busana muslimah kini bukan lagi secondary apparel, kemampuannya dalam beradaptasi telah mengubah status dan membuat busana sejajar dengan busana
kontemporer.
18
Seiring dengan berjalannya waktu busana muslimah pun dihadirkan dengan mode yang bervariatif dengan mix and match. Dan bukan hanya pada cuting
dan detail,gaya busana muslimah pun terus berevolusi, yang mengambil intisari dari berbagai cara dan gaya berpakaian komunitas tertentu. Di bidang rancangan busana
muslimah kreativitas terus mengalir, menciptakan berbagai bentuk sehingga para muslimah terlihat modis, tentu masih dalam napas islami.
Mazhab Syafi’i dan Hanbali berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat. Demikian Imam ahmad, menyatakan bahwa segala sesuatu yang terdapat pada
wanita adalah aurat, termasuk kukunya.
19
Pakaian adalah salah satu dari bagian hijab yang mempuyai beberapa syarat tersendiri,karena tidak semua pakaian pantas
digunakan sebagai hijab. Adapun beberapa persyaratan tersebut adalah sebagai berikut:
20
1. Pakaian tersebut hendaknya tidak merupakan perhiasan warna norak. Maka Rasulullah SAW bersabda;
17
Amina Wadud, Qur’an Menurut Perempuan: Membaca Kembali Kitab Suci Dengan Semangat Keadilan,
Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2006, cet. I,hal. 90-91
18
Lesthia K., Gypsy Style oleh Merry Pramono : Seputar Indonesia Bagian Fashionable, Jakarta: Jum’at, Tanggal 18 Juli 2008.
19
Fada Abdur Razak Al-Qashir. Wanita Muslimah antara syariat Islam dan budaya Barat. Yogyakarta: Darussalam, 2004 cet. I. hal. 180
20
Fada abdur Razak. Hal 182-183
” Barang siapa untuk berbangga-bangga atau memamerkan diri, maka di hari akhir memakaikan kepadanya pakaian kaehinaan, kemudian
membakarnya bersama”
2. Pakaian harus tebal, tidak boleh tipis, karena tujuan hijab tersendiri adalah untuk menutupi
3. Pakaian harus longgar, tidak menampakkan lekuk tubuh si pemakai. Dan didasari oleh sabda Rasulullah SAW;
”ada dua kelompok ahli neraka, yang tidak kulihat lagi setelah keduanya. Yaitu, wanita-wanita berpakaian telanjang yakni tembus pandang yang
cenderung menarik perhatian dan rambut kepalanya seperti punuk onta. Mereka ini tidak akan masuk surga, dan mereka tidak akan menemukan
baunya. Lainnya adalah orang-orang lelaki yang menggenggan cambuk bagaikan ekor sapi, mereka mengggunakannya untuk mencambuki orang”
4. Pakaian tidak boleh menyerupai pakaian laki-laki. Rasulullah SAW bersabda;
”Dari Ibnu Abbas RA berkata: Rasulullah mengutuk laki-laki yang meniru-niru perempuan dan perempuan meniru laki-laki.”.
Dirawikan oleh Bukhari, Abu Dwud, At Tarmidzi, An nasa’i, Ibnu Majah dan Ath
Tabrani
Sebenarnya yang dimaksud dengan berbusana muslimah disini adalah disyaratkan berpakaian bagi wanita didalam Islam adalah Pertama, untuk
mewujudkan dan menjaga jangan sampai terjadi fitnah. Kedua, untuk membedakan dari wanita lain dan sebagai penghormatan bagi wanita muslimah tersebut. Dan di
dalam Islam wanita muslim pun tidak boleh tabarruj,
21
karena dapat menimbulkan
21
Tabarruj adalah perilaku wanita yang memperlihatkan perhiasannya dan kecantikan serta segala sesuatu yang wajib ditutup karen adapat membangkitkan syahwat laki-laki, padahal itu dilarang
dalam agama
akhlak yang tercela dan jiwa pemeluknya yang sombong. Dimana Allah Subhanahu wata’ala telah memperingatkan kita melalui firmannya dalam Al-Qur’an:
q‡+ , 0ˆj7R
‰ i
C Cf 0
q‡+
R o Z
Œ, •i
? F
C4 J
q‡ :
CS t LX
•89Ž -‰
•3
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia karena sombong dan jangan pula berjalan dimuka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai
orang-orang yang
sombong lagi
membanggakan diri.”[Luqman: 18]
22
Busana muslimah, sehubungan dengan fungsinya sebagai sarana ibadah,
adalah hukum dasar berpakaian bagi kaum muslim yang tidak boleh ditawar dan diganggugugat kecuali dalam keadaan darurat.
Selain patokan atau hukum dasar dari cara berpakaian tersebut. Ada beberapa tambahan yang harus diperhatikan dalam tata cara berpakaian baik pria atau wanita
dewasa muslim yang juga anak – anak antara lain :
23
1. Membaca doa sebelum menggunakan busana 2. Mendahulukan anggota badan bagian kanan
3. Tidak berlebih – lebihan 4. Tidak sombong, ”Allah tidak akan melihat orang yang sombong, yang
melebihkan kainnya karena sombong” . Hr. Ahmad Bukhori dan Muslim
dari Abu Hurairoh. 5. Tidak seperti dandanan orang jahiliyah. ”...dan janganlah kamu berhias
dan bertingkahlaku seperti orang jahiliyah yang dahulu .” Al Ahzab ; 33
6. Tidak menyerupai lawan jenis 7. Tidak menyerupai pakaian pemuka agama lain. Rasulullah SAW berkata,
”Hendaklah kamu menjauhkan dirimu dari pakaian pendeta, karena
22
Amr bin Abdul Mun’in salim. Edisi Indonesia. 30 Keringanan Bagi Wanita. Jakarta: Pustaka Azzam, 2003. Cet. Kelima. Hal 49
23
Anne Rufaidah. Model Berbusana Muslimah, hal 10
barang siapa berpakaian seperti itu maka tidak termasuk golonganku.” Hr. Tabrani
2. Asal-usul Busana Muslimah
Quraish Shihab menguraikan tentang turunnya surat An-Nur dan Al-Ahzab. Menurutnya pada awal Islam di Madinah memakai pakaian yang sama dengan wanita
umumnya, termasuk wanita susila atau hamba sahaya. Mereka secara umumnya, memakai baju dan kerudung bahkan jilbab namun leher dan dada terbuka, memakai
kerudung tapi dikebelakangkan. Nah, dalam kondisi seperti itulah turun surat Al- Ahzab ayat 59 tentang pemakain jilbab dan ayat Al- Nur 31 dengan pakaian atau baju
kurung longgar dilengkapi dengan kerudung penutup kepala. Agar dapat membedakan mereka dengan wanita non-muslimah, identitas mereka jelas dan
menghindari dari orang-orang usil.
24
Dimana surat Al-Nur ayat 31 berbunyi :
S + 0…U+f0?
0‘ T zvz8
9 0?
0’“ Uj7, N
T v518 :+
g q‡+
mr0 ,\9 • ”9 h
•‡ ?
D0? F
Z8 –+W8
+ 0’“
9—˜ o R
L-Hg F
q‡+ mr0 ,\9
• ”9 h •‡
™š 0•
-\0
N ™š
›J +
N
0 J +
™š 0ƒ
-
N ™š
›J D,
N
N 0 J
D, N
™š 0ƒ
-
N 0I+-T
N
Zdg ™š
0I+-T
N Zdg
0R+- T N
N
›J jk l
N
? … O
?
24
Faisar Ananda Arfa. Wanita dalam konsep Islam Modernis. Jakarta: Penerbit Pustaka Firdaus, 2004. Cet. Pertama. Hal. 131-132
fU 9 N
N
m[0 \U‚• , 5w
oea œN 0B
, …• T0?
X “ž
N
3S810ŸV mr0
J M
F
v 9 o R
0+ ,- 0 J
jk0ˆD F
q‡+ Z8
– € g,
a T
W0 ?
Z[0189 : 0?
0• ”9 h F
- -R+
o e †J
H0¡ ’ ]9 N
s-f0? 8
Ou
s- 81R
“•3
Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya,
dan kemaluannya,
dan janganlah
mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang biasa nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya
kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-
laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka
miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan terhadap wanita atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah
mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman
supaya kamu beruntung. An-Nuur:31
Imam Qurtubi juga mengatakan bahwa sebab turunnya ayat di atas adalah karena kaum perempuan pada masa itu jika menutupi kepala mereka dengan
kerudung, mereka mengulurkannya dari belakang punggung, sehingga bagian leher, dada bagian atas dan kedua telinganya masih tampak kelihatan dan tidak tertutupi,
akhirnya Allah memerintahkan agar mereka menutupi bagian-bagian tersebut dengan mengenakan kain kerudung atau busana yang dapat enutupi aurat-auratnya.
25
25
Ibrahim Muhammad, Pertanyaan Allah Kepada Kaum Wanita Pada Hari Kiamat, hal 134- 135
Al – Hanafiyah mengatakan tidak dibenarkan melihat wanita ajnabi yang merdeka kecuali wajah dan telapak tangan. Bahkan Abu Hanifah ra. Sendiri
mengatakan yang termasuk bukan aurat adalah wajah, tapak tangan dan kaki, karena kami adalah kedaruratan tidak bisa dihindarkan. Sedangkan Al- Malikiyah dalam
kitab ’Asy-syarhu As-Shagir’ atau sering disebut kitab Aqrabul Masalik ilaa Mazhabi Maalik
, susunan Ad-Dardiri dituliskan bahwa batas aurat wanita merdeka dengan laki-laki ajnabi yang bukan mahram adalah seluruj badan kecuali muka dan tapak
tangan. Keduanya itu bukan termasuk aurat. Asy-Syafi’iyyah dalam pendapat Asy- Syairazi dalam kitabnya ’Al-Muhazzab’, kitab di mazhab ini mengatakan bahwa
wanita merdeka itu seluruh badannya adalah aurat kecuali wajah dan tapak tangan.serta mazhab Al-Hanabilah kita dapati Ibnu Qudamah kita Al-Mughni 1 : 1-6.
Mazhab tidak berbeda pendapat bahwa seorang wanita boleh membuka wajah dan tapak tangannya di dalam shalat.
3. Busana Muslimah Sebagai Simbol Keagamaan
Masalah busana mengharuskan kita membicarakan simbol dan esensinya pula. Busana muslimah dalam bentuk dan warnanya adalah simbol, tetapi hakikatnya
pakaian yang dipilih oleh wanita atau pria harus memenuhi fungsinya.
26
Manusia hidup dalam lingkungan simbol-simbol, manusia memberikan tanggapan terhadap
simbol-simbol itu seperti juga memberikan tanggapan terhadap rangsangan yang bersifat fisik, misalkan terhadap perilaku berbusana muslimah. Pengertian dan
penghayatan terhdap simbol-simbol yang tak terhitung jumlahnya itu merupakan
26
Abdul Halim Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita: Jilid ke Empat. Jakarta: Gema Insani Press, 1997.
hasil pelajaran dalam pergaulan hidup bermasyarakat. Bukan sebagai hasil rangsangan bersifat fisik, simbol-simbol pun dapat divisualkan, tetapi keistimewaan
manusia terletak pada kemampuannya melalui pemakaian busana muslimah, kemampuan inilah yang menjadi pokok perhatian analisa sosiologi dari teori
interaksionalisme simbolik.
27
Berawal dari pengertian simbol adalah suatu objek sosial yang dipakai untuk mempresentasikan atau menggantikan apapun yang disetujui orang yang akan mereka
presentasikan. Tidak semua objek sosial dapat mempresentasikan sesuatu yang lain, tetapi objek sosial yang dapat menggantikan sesuatu yang lain adalah simbol seperti
hanlnya busana muslimah dapat dijadikan simbol pada wanita muslimah. Jadi, simbol adalah aspek yang penting yang memungkinkan orang bertindak menurut cara-cara
yang khas dilakukannya.
28
Busana muslimah memberikan simbol sebagai nilai-nilai agama bagi pemakainya, karena busana muslimah bersumber pada ajaran agama dan nilai-nilai
mora yang tinggi. Maka busana muslimah dapat dikatakan suatu simbol gerakan keagamaan pada seseorang. Dimana mahasiswi umumnya cenderung melakukan
purifikasi dal sikap keberagamaan, termasuk dalam berbusana muslimah. Apapun bentuk dan penamaannya, sebgai identitas muslimah, jilbab dan busana muslmah
menghadapi sejumlah kendala, khususnya yang datang dari pihak-pihak yang memiliki otoritas yang merasa terganggu dengan munculnya fenomena jilbab.
Bahkan di Negara-negara Barat yang sangat menjunjung tinggi HAM, jilbab dan
27
George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 54
28
George Ritzer-Douglas J. Goodman, Teori Sosial Modern, Jakarta: Kencana, 2004, hal. 292
busana muslimah , sebagai identitas muslimah, ternyata tidak dianggap bertentangan dengan prinsip sekularisme yang mereka anut. Misalnya saja di Negara Perancis
melarang siswi Muslimah yang sekolah di sekolah umum dengan mengenakan jilbab. Alasannya itu merupakan simbol keagamaan. Sedang di Perancis yang sekuler,
sekolah harus bersih dari simbol-simbol keagamaan. Dapat dismpulkan bahwa berbusana muslimah itu merupakan salah satu
sarana yang digunakan manusia yang brmaksud untuk mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan untuk mendapatkan nilai-nilai sosial, dan jika dalam ajaran agama untuk
mendapatkan nilai-nilai moral yang tinggi. Jadi, busana muslimah disini dapat disimpulkan sebagai simbol keagamaan. Dimana setiap orang berbusana muslimah
bermaksud untuk mendapatkan nilai moral keagamaan dan nilai-nilai sosial maka, akan memakai busana muslimah sebagai simbol keagamaan.
4. Pemakaian Busana muslimah Dalam Kajian Sosiologi
Pendefinisian agama menurut sosiologi adalah definisi yang empiris. Sosiologi tidak pernah memberikan penilaian yang evaluatif menilai. Mereka
“angkat tangan” mengenai tentang hakkat agama, baik atau buruknya agama atau agama lain yang tengah diamatinya. Dari pengamatan ini, mereka hanya memberikan
definisi yang deskriptif menggambarkan keadaan sekeliling, yang mengungkapkan apa yang dimengerti dan dialami oleh pemeluk-pemeluknya.
29
Di dalam persepektif sosiologi Agama memakai pakaian busana adalah bagian dari ritus ibadah, dimana ritus ini salah satu bentuk aspek keberagamaan
manusia. Ritus ibadah adalah bagian dari tingkah laku keagamaan yang aktif dan
29
Hendropuspito, Sosiologi Agama, Yogyakarta: Kanisius, 2000, cet. 16, hal. 29
dapat diamati. Ritus ini mencakup semua jenis tingkah laku seperti memakai pakaian khusus, mengorbankan nyawa dan harta, mengucapkan ucapan-ucapan formal
tertentu, bersemedi mengheningkan cipta, menyanyikan lagu, berdoa sembahyang, memuja, mengadakan pesta, berpuasa, menari, berteriak dan membaca
30
. Pemakaian busana muslimah dapat dikaitkan dengan teori Interaksionalisme Simbolik yang
dipopulerkan oleh Herbert Blumer,
31
karena pakaian atau busana dapat dilihat dengan berbagai warna, bentuk atau mode.
Pemakaian busana muslimah diawali dengan proses pengetahuan tentang busana muslimah umumnya yang didapat dari hasil interaksi dengan lingkungan,
misalnya dari hubungan keluarga, masyarakat, sekolah, maupun dari media-media massa dan televisi. Proses ini kemudian berlanjut pada pemakaian dan pemberian
nilai dan makna. Pada proses ini seseorang memberikan nilai dan makna kepada busana muslimah, contohnya makna yang diberikan pada busana muslimah adalah
sebagai bentuk simbol keagamaan yang bersumber pada ajaran agama dan memiliki nilai-nilai moral.
B. Perilaku
1. Pengertian Perilaku
Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan sikap, tidak saja badan atau ucapan:- hukum, perilaku yang berakibat tuntutan
30
Elizabeth K. Nottingham, Agama dan masyarakat: Suatu Penghantar Sosioogi Agama . hal. 15
31
George Ritzer, Sosiologi ilmu pengetahuan berparaigma ganda, hal 52.
hukum dan merupakan kehendak yang melanggar berlawanan dengan kepentingan orang lain.
32
Behaviourisme sangat terkenal dalam psikologi, berpengaruh langsung terhadap perilaku sosiologi, dan berpengaruh tidak langsung terutama terhadap teori
pertukaran. Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seseorang aktor terhadap lingkungan dan dampak lingkungan terhadap
perilaku aktor. Biasanya lingkunganlah tempat munculnya perilaku seseorang, entah itu berupa sosial atau fisik, dipengaruhi oleh perilaku dan bertindak kembali dalam
berbagai cara. Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara reaksi
lingkungan atau akibat dan sifat perilaku kini. Sosiolog perilaku mengatakan bahwa akibat masa lalu perilaku tertentu menentukan perilaku masa kini. Sosiologi perilaku
juga sangat tertarik pada hadiah penguat dan ongkos hukuman atau funishment. Hadiah ditentukan oleh kemampuannya untuk memperkuat perilaku, perilaku pada
umumnya dan gagasan tentang hadiah besar pengaruhnya pada teori pertukaran.
33
Perilaku termasuk kajian yang mengarah kepada teorinya George Homans
”Exchange Theory” atau ”teori pertukaran”. Dimana teori pertukaran ini merupakan
suatu usaha untuk menggerakkan pendahuluan teori dari faham sosiologi ekstrim ke arah suatu evaluasi ulang tentang peranan individu dalam sistem sosial. Sebenarnya
G. Homans memulai teorinya itu dengan ilmu ekonomi, bukan dari psikologi,
32
Tim Penyusun Kamus Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Balai Pustaka, 1989, hal. 671-676
33
George Ritzer, Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Kencana, 2004, Edisi Ke VI, hal 356-357
teorinya itu bertumpu pada asumsi bahwa orang terlibat dalam perilaku untuk memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman.
34
Homans percaya bahwa proses pertukaran ini dapat dijelaskan lewat lima pernyataan proporsional yang saling berhubungan dan berasal dari psikologi
Skinnerian. Proposisi itu adalah sukses, stimulus, nilai, deprivasi satiasi, dan restu agresi approval agresi. Melalui proposisi tersebut banyak perilaku sosial yang dapat
dijelaskan, setiap proposisi tersebut perlu sedikit penjelasan. Proposisi sukses; dalam setiap tindakan, semakin sering suatu tindakan tertentu memperoleh ganjaran, maka
kian kerap ia akan melakukan tindakan itu Homans. Proposisi stimulus; jika masa lalau terjadinya stimulus yang khusus, atau seperangkat stimuli, merupakan peristiwa
dimana tindakan seseorang memperoleh ganjaran, maka semakin mirip stimuli yang ada sekarang ini dengan yang lalu itu, akan semakin mungkin seseorang melakukan
tindakan serupa atau agak sama Homans. Proposisi nilai; semakin tinggi nilai suatu tindakan, maka kian senang
seseorang melakukan tindakan itu Homans. Proposisi deprivasi; semakin sering di masa yang berlalu seseorang menerima suatu ganjaran tertentu, maka semakin kurang
bernilai bagi orang tersebut peningkatan setiap unit ganjaran itu Homans. Proposisi Restu-agresi approval agression
; bila tindakan seorang tidak memperoleh ganjaran yang diharapkannya, maka ia akan marah; dia menjadi sangat cenderung menunjukan
perilaku agresif,
dan hasil
perilaku demikian
menjadi lebih
bernilai baginya....bilamana tindakan seseorang memperoleh ganjaran yang diharapkannya,
34
Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007, hal. 59
khusus ganjaran yang lebih besar dari perkiraan, atau tidak memperoeh hukuman yang diharapkannya, maka dia akan merasa senang; dia akan lebih mungkin
melaksanakan perilaku yang disenanginya, dan hasil perilaku yang demikian akan menjadi lebih bernilai baginya; Homans.
35
2. Perilaku Dalam Berbusana Muslimah
Dalam kehidupan sehari-hari hubungan antar kelompok terwujud dalam interaksi dengan anggota kelompok lain. Salah satu bentuk perilaku yang banyak
ditampilkan dalam hubungan antar kelompok ialah diskriminasi– suatu konsep oleh Banton didefinisikan sebagai “the differential treatment of persons ascribed to
particular categories.” Dalam pemakaian busana muslimah ada aspek-aspek yang mendorong atau
memotivasikan untuk mengenakan pakaian tersebut. Motivasi itu sendiri merupakan istilah yang lebih umum digunakan, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan
motive yang berasal dari kata motion, yang berarti gerakan atau suatu yang
bergerak.
36
Karena itu motivasi erat hubungannya dengan “gerak”, yaitu gerakan yang dilakukan oleh manusia atau dapat disebut tingkah laku atau amaliyah. Motivasi
juga suatu faktor yang menyebabkan aktivitas tertentu menjadi dominan, apabila dibandingkan dengan aktivitas lainnya ekstrinsik. Motivasi dimana tugas tertentu
merupakan cara untuk mencapai tujuan, intrinsik dimana suatu tugas merupakan suatu imbalan.
37
35
M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, hal 61-65
36
H. Ramaliyus, Pengantar Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia, 2002, cet VI, hal.73
37
Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi, Jakarta: Raja Grafindo Persada,1993, cet ketiga, hal 281
Dan motivasi pun dengan sendirinya lebih berarti menunjuk kepada seluruh proses gerakan pada pemakaian busana muslimah itu sendiri, termasuk situasi yang
mendorong, dorongan yang timbul dalam diri individu. Situasi tersebut serta tujuan akhir dari gerakan atau perbuatan menimbulkan terjadinya perilaku atau tingkah laku.
Disni peranan motivasi sangat besar artinya dalam membimbing dan mengarahkan seseorang terhadap tingkah laku keagamaannya. Namun demikian ada motivasi
tertentu yang sebenarnya timbul dalam diri manusia internal karena terbukanya hati manusia terhadap hidayah Allah. Sehingga orang tersebut menjadi beriman dan
melahirkan tingkah laku yang berdasarkan keagamaan. Jika kita kembalikan kepada pendefinisian tentang perilaku yaitu gerakan atau
yang mempengaruhi sikap. Perilaku pada setiap individu dibimbing oleh norma- norma, yaitu ide-ide yang dapat dibuat dalam bentuk pernyataan yang memperinci
apa yang seharusnya dilakukan, seyogyanya dilakukan, diharapkan dilakukan oleh anggota atau orang lain dalam suatu lingkungan tertentu. Kepatuhan terhadap norma-
norma kelompok akan memperoleh ganjaran, sedang pengingkaran akan memperoleh hukuman. Begitu juga dalam berbusana muslimah pasti tidak sembarangan untuk
melakukan suatu gerakan atau tidak punya gerak bebas seperti wanita umum lainnya yang tidak menggunakan busana muslimah. Karena berkenaan dengan teori di atas
sikap seseorang dapat mempengaruhi perilaku. Dan teori yang dapat ditarik dalam berperilaku berbusana muslimah ini ada dua teori yang termasuk dalam paradigma
perilaku sosial yaitu:
38
1 Behavioral Sociology dan 2 teori Exchange yang telah dijelaskan teori di atas.
Segala perilaku manusia sangat berhubungan dengan lingkungan dan kehidupannya, karena apapun bentuknya perilaku terbentuk berdasarkan kesadaran
dan motivasi yang ingin dituju. Lebih lanjut Feishbein, menyusun tiga proposisi tentang prilkau tersebut yakni: 1. perilaku seseorang dipengaruhi oleh niatnya untuk
melakukan perilaku tersebut. 2 niat seseorang untuk melakukan perilaku dipengaruhi oleh keyakinannya belief dan mengenai konsekuensi dari tindakan tersebut dapat
dipertimbangkan manfaatnya. 3 niat seseorang untuk melakukan perilaku dipengaruhi oleh keyakinannya, sedangkan mengenai harapan-harapannya akan
menjadi motivasi sendiri.
39
C. Agama
1. Definisi Agama
Agama merupakan suatu institusi penting yang mengatur kehidupan manusia
40
. Istilah agama terjemahan dari religion- yang mencakup semua agama yang diakui oleh pemerintah RI. Agama menyangkut kepercayaan serta berbagai
prakteknya, karena itu agama benar-benar merupakan masalah sosial. Dalam kamus sosiologi pengertian agama ada 3 macam, yaitu. 1 kepercayaan pada hal-hal
38
George Ritzer. Sosiologi ilmu pengetahuan berparaigma ganda, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, cet. 2, hal. 73
39
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi. Metode Penelitian Survei, Jakarta:LP3ES, 1995, cet-kedua, hal. 38
40
Kamanto Sunarto, Penghantar Sosiologi, Jakarta: Penerbit FE. UI, 2004, hal 69
spiritual, 2 perangkat kepercayaan dan raktik-praktik spiritual yang dianggap sebagai tujuan tersendiri, dan 3 ideologi mengenai hal-hal yang bersifat supernatural.
41
Seorang Sosiolog agama yang populer di Perancis yaitu Emile Durkheim, mengatakan bahwa agama merupakan sumber semua pemberdayaan yang sangat
tinggi, sedangkan Marx mengatakan bahwa agama adalah candu bagi manusia. Diana sumbangannya dalam berbahasa inggris “A religion in a unified system of beliefs and
practices relative to sacred things, that is to say, things set apart and forbidden- beliefs and practices which unite into one single moral community called a Church,
all those who adhere to them .
42
Agama adalah suatu sistem sosial yang dibuat untuk penganut-penganutnya yang berporos pada kekuatan-kekuatan non-empiris yang
dipercayainya dan didayagunakan untuk mencapai keselamatan bagi diri mereka pada umumnya.
43
2. Fungsi Agama
Fungsionalisme memandang sumbangan agama terhadap masyarakat pemberdayaan berdasarkan karakteristik pentingnya, yaitu transendensi pengalaman
sehari-hari dalam lingkungan alam dan manusia membutuhkan sesuatu diluar empiris lingkungan mereka. Agama juga memiliki fungsi sosial individu, karena disaat
seseorang menjadi dewasa memerlukan suatu sistem nilai sebagai tuntutan umum
41
Dadang Kahmad,, Sosiologi Agama , Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000, hal. 129
42
Kamanto Sunarto, Penghantar Sosiologi, hal 69
43
Hendropuspito, Sosiologi Agama, hal. 34
untuk menyerahkan aktivitas manusia dalam masyarakat dan berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadian seseorang.
44
Ada enam 6 fungsi agama menurut Thomas F. O de’a;
45
Pertama, perhatiannya pada sesuatu diluar jangkauan manusia, yang melibatkan takdir dan
kesejahteraan, rekonsiliasi, dukungan, dan pelipur lara. Kedua, agama menawarkan sesuatu yang berhubungan dengan transedental melalui pemujaan dan upacara Ibadat.
Ketiga , agama mensucikan norma-norma dan nilai masyarakat yang telah terbentuk.
Kempat, agama melakukan fungsi yang bisa bertentangan dengan fungsi sebelumnya
dan memberikan standar nilai dalam arti norma-norma yang telah terlembaga, dapat dikaji kembali secara kritis. Kelima, melakukan fungsi-fungsi identitas yang penting.
Keenam , bersangkut paut pula dengan pertumbuhan da kedewasaan individu, dan
perjalanan hidup melalui tingkat usia yang ditentukan oleh masyarakat. Fungsi Agama Terhadap Busana Muslimah
o Busana muslimah sebagai kontrol sosial: Agama menetapkan nilai
tertinggi karena kerangka acuannya bersumber pada yang sakral dan abstrak dengan adanya sangsi-sangsi yang sakral pula, nilai-nilai
tersebut merupakan standar tingkah laku yang ideal, membentuk iali- nilai sosial kedalam sosiologi dinamakan sebagai norma-norma sosial.
o Busana muslimah sebagai pelindung: Dimana sesuai dengan fungsi
awal pakaian dalam islam, yaitu sebagai penutup aurat. Busana muslimah berfungsi untuk melindungi pemakainya dari berbagai
44
Elizabeth K. Nottingham, Agama dan Masyarakat: Suatu Pengantar Sosiologi Agama, hal. 45
45
Thomas. F Ode’a, hal. 26-29
macam pelecehan seksual, karena dengan memakai busana muslimah wanita tidak dapat lagi dijadikan sebagai objek seks.
46
Horton dan Hunt, membedakan antara fungsi manifes dan fungsi laten.
Menurut mereka fungsi manifes agama berkaitan dengan segi doktrin, ritual, dan aturan perilaku dalam agama. Namun yang juga penting diketahui adalah fungsi laten
agama adalah dimana fungsinya dapat dikatakan tersembunyi, artinya konsekuensi- konsekuensi atau elemen-elemen sosial dan kebudayaan yang tidak diinginkan.
47
Begitu juga kaitannya ini Durkheim terkenal karena pandangannya bahwa agama mempunyai fungsi positif bagi integrasi masyarakat, baik pada tingkat mikro maupun
makro.
3. Dimensi-dimensi Agama
a. Pengetahuan knowledge, adalah mengacu pada harapan bahwa orang- orang yang beragama paling tidak memiliki jumlah minimal pengetahuan
mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi. Sisi pengetahuan individu terhadap agamanya terutama aktivitas dalam
mencari pengetahuan itu sendiri. b. Keyakinan belief, adalah berisikan pengharapan-pengharapan dimana
orang yang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu, mengetahui kebenaran doktrin-doktrin tersebut. Karena setiap agama
46
Elizabeth K. Nottingham, hal. 34-35
47
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, hal 71
mempertahankan seperangkat kepercayaan dimana para penganut diharapkan akan taat. Walau demikian, isi dan ruang lingkup keyakinan
itu bervariasi tidak hanya diantara agama-agama, tetapi seringkali juga diantara tradisi-tradisi dalam agama yang sama. Suatu tingkatan sampai
sejauh mana individu menerima hal-hal dengan dogmatik dalam agama yang dianutnya.
c. Pengalaman atau Tingkah Laku feeling, bahwa semua agama mengandung pengharapan tertentu, meski tidak tepat jika di tentukan
bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan subjektif dan langsung mengenai kenyataan
terakhir. Dan suatu pengalaman beragama, perasaan-perasaan, persepsi dan sensasi-sensasi yang dialami oleh individu ketika berkomunikasi
dengan sang pencipta.hampir senada dengan pendapat Jung dalam Fromm, 1988 yang menyatakan bahawa hakekat pengalaman beragama
adalah sikap submisif berserah diri terhadap kekuatan-kekuatan yang lebih tinggi daripada dirinya sendiri.
d. Dimensi praktek agama, dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan hal-hal yang dialkukan orang untuk menunjukkan komitmen
terhadap agama yang dianutnya. Praktek-praktek keagamaan ini terdiri dari ritual dan ketaatan.
e. Dimensi konsekuensi, adalah dimensi konsekuensi komitmen agama identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktek, pengalaman, dan
pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Tidak sepenuhnya jelas sebatas
mana konsekuensi-konsekuensi agama merupakan bagian dari komitmen keagamaan atau semata-mata berasal dari agama.
48
BAB III
48
Roland Robertson, e.d, Agama: Dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis, Jakarta: Rajawali Press, cet.4, 1995, hal. 295-297
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu atau menganalisa, mengerjakan masalah, dan mempunyai langkah-langkah sistematis
yang terdapat pada sebuah penelitian. Penelitian ini adalah penelitian yang berbentuk explanatory research
, yaitu penelitian survei yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh dan hubungan antara dua variabel melalui pengujian hipotesa.
A. Variabel Penelitian
Pada penelitian ini, terdapat dua variabel yang akan di uji yaitu keberagamaan sebagai independent variable X dan perilaku berbusana muslimah
mahasiswi adalah sebagai dependent variable Y. Ada tiga hal yang diperhatikan ketika menentukan kedudukan variabel-variabel, yaitu sebagai berikut: 1 perhatikan
urutan waktu, 2 perhatikan dampak, dan 3 perhatikan teori yang dijadikan sumber.
49
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Dalam Penelitian ini yang menjadi sasaran lokasinya tepat dilakukan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang meliputi Fakultas Syariah
dan Hukum, Adab dan Humaniora, Ushuluddin dan Filsafat, Dakwah dan Komunikasi, Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Dirasat Islamiyah, Kedokteran dan Ilmu
49
Bambang Prasetyo Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006, hal. 68-69
Kesehatan, Ekonomi dan Ilmu Sosial, Sains dan Teknologi, Psikologi. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 sampai dengan 30 September 2008.
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel