C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Yang menjadi tujuan penelitian penulis ini adalah : a.  Untuk mendeskripsikan tingkat keberagamaan mahasiswi UIN
b.  Untuk mendeskripsikan perilaku berbusana muslimah mahasiswi UIN c.   Menganalisis  perbedaan  perilaku  beragama  terhadap  berbusana  muslimah
pada fakultas agama dan non-agama d.  Menganalisis  adanya  pengaruh  perilaku  beragama  terhadap  perilaku
berbusana muslimah.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang InsyaAllah saya harapkan antara lain: a.  Memberikan  kontribusi  kepada  mahasiswi  untuk  mengenakan  busana
muslimah sesuai syariat Islam. b.  Memberikan kontribusi kepada mahasiswi untuk bagaimana cara berperilaku
yang baik ketika menggunakan busana muslimah. c.  Agar terhindarnya dari kerusakan moral dan kurangnya akhlak.
d.  Menambah khasanah kajian sosiologi terhadap studi agama.
D. Sistematika Penulisan
Dalam kajian ini dapat dijelaskan pada pokok pikiran yang disusun secara sistematika adalah sebagai berikut :
BAB I.  Pendahuluan
Terdiri dari  latar belakang  masalah, pembatasan dan perumusan  masalah, tujuan dan penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II. Kajian Teori
Meliputi pengertian busana muslimah, asal-usul busana muslimah, busana muslimah  sebagai  simbol  keagamaan,  pengertian  perilaku,  perilaku  dalam
berbusana muslimah, busana muslimah dalam kajian sosiologi, pengertian agama, fungsi agama dan dimensi-dimensi agama.
BAB III. Metode Penelitian
Terdiri  atas  metode  penelitian,  variabel  penelitian,  lokasi  dan  waktu penelitian,  populasi,  sampel  dan  tehnik  pengumpulan  sampel  penelitian,  tehnik
analisis data, dan hipotesis.
BAB IV. Pembahasan hasil penelitian
Meliputi  dimensi-dimensi  agama,  pengaruh  dimensi-dimensi  agama  pada mahasiswi  UIN,  motivasi  mahasiswi  UIN  untuk  berbusana  muslimah,  variasi
pemakaian busana muslimah, dan fungsi busana muslimah bagi mahasiwi UIN.
BAB V. Penutup
Terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II KAJIAN TEORI
A. Busana muslimah
1. Pengertian Busana muslimah
Busana muslimah adalah pakaian yang menutupi seluruh tubuh manusia yang tabu untuk diperlihatkan oleh orang banyak. Didalam kamus umum bahasa Indonesia,
busana  sendiri  diartikan  sebagai  pakaian  yang  indah-indah
15
perhiasan-muslimah, baju  muslimah  muslim,  wanita:  berbusana  atau  berpakaian  tentu  dengan  syarat-
syarat  yang  ditentukan.  Kata  busana  muslimah  juga  sebenarnya  tidak  ada  di  dalam Al-Qur’an dan hadits, yang ada hanya hijab dan jilbab sebagai penutup aurat.
Busana  muslim  adalah  berbagai  jenis  busana  yang  dipakai  oleh  wanita muslimah sesuai dengan ketentuan syariat Islam, di maksud untuk menutupi bagian-
bagian tubuh yang tidak pantas untuk diperlihatkan kepada publik. Yang pada intinya busana  muslimah  harus  dikaitkan  dengan  sikap  taqwa  yang  menyangkut  nilai
psikologis terhadap pemakainya. Untuk menumbuhkan konsep diri busana muslimah semua  itu  kembali  kepada  masing-masing  individu,  namun  dengan  memperlihatkan
bentuk  mode  biasa  dilakukan  dengan  tiru-tiru  atau  iseng-iseng  saja,  mode  ini didalam masyarakat biasanya sangat cepat perkembangannya. Pada dasarnya orang
mengikuti mode untuk mempertinggi gengsinya menurut pandangan. Contohnya pada
15
W.J.S  Poerwadarminta.  Kamus  Umum  Bahasa  Indonesia.  Jakarta:  Balai  Pustaka,  2006. Edisi ketiga. Hal. 197
pakaian  dan  celana pakaian,  warna,  keindahan,  merupakan  salah  satu  faktor
pendukung yang tidak dapat dipungkiri. Begitu  pula  dengan  berbusana  muslimah  atau  perilaku  dalam  berbusana
muslimah harus menyesuaikan apa yang ia kenakan. Didalam Islam pun mengajarkan etika  tentang  menutup  aurat,  atau  busana  yaitu  yang  terdapat  dalam  surat  al-a’raf
26:
Zdg nU 9 {
H +
+f8 |I N
, O8W
} ~.
\0 | +-9
, O0R+ ,- .
• € + F
•C \0
+ O|+-8‚ƒ
\0 Y,
T „0
0? 0…U 9
+ †J
M b
4  t W 9
_03
”Hai anak Adam sesugguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi  auratmu  dan  pakaian  indah  untuk  perhiasan.  Dan  pakaian  takwa
itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat”Q.s Al-a’raf : 26
16
Dimana  dapat  disimpulkan  bahwa  orang  yang  menutup  aurat  akan mendapatkan sisi yang mulia dihadapan Tuhannya di akhir kelak dan disebutkan pula
dalam  [Qs.  45:  21-22],  diberikan  balasan  yang  setimpal  balasan  diperoleh  bukan berdasarkan  pada  jenis  kelamin,  melainkan  berdasarkan  amal  yang  dikerjakan  oleh
16
Al-a’raf : 26
tiap-tiap individu sebelum mati, walaupun Allah yang mengatur pengadilan dan dapat diampuni perbuatan salah atau meningkatkan pahala bagi perbuatan baik.
17
Busana  muslimah  kini  bukan  lagi  secondary  apparel,  kemampuannya  dalam beradaptasi  telah  mengubah  status  dan  membuat  busana  sejajar  dengan  busana
kontemporer.
18
Seiring  dengan  berjalannya  waktu  busana  muslimah  pun  dihadirkan dengan mode yang bervariatif dengan mix and match. Dan bukan hanya pada cuting
dan detail,gaya  busana  muslimah pun terus berevolusi,  yang  mengambil  intisari dari berbagai  cara  dan  gaya  berpakaian  komunitas  tertentu.  Di  bidang  rancangan  busana
muslimah  kreativitas  terus  mengalir,  menciptakan  berbagai  bentuk  sehingga  para muslimah terlihat modis, tentu masih dalam napas islami.
Mazhab Syafi’i dan Hanbali berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat. Demikian Imam ahmad, menyatakan bahwa segala sesuatu yang terdapat pada
wanita adalah aurat, termasuk kukunya.
19
Pakaian adalah salah satu dari bagian hijab yang  mempuyai  beberapa  syarat  tersendiri,karena  tidak  semua  pakaian  pantas
digunakan  sebagai  hijab.  Adapun  beberapa  persyaratan  tersebut  adalah  sebagai berikut:
20
1.  Pakaian  tersebut  hendaknya  tidak  merupakan  perhiasan  warna  norak. Maka Rasulullah SAW bersabda;
17
Amina  Wadud,  Qur’an  Menurut  Perempuan:  Membaca  Kembali  Kitab  Suci  Dengan Semangat Keadilan,
Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2006, cet. I,hal. 90-91
18
Lesthia  K.,  Gypsy  Style  oleh  Merry  Pramono  :  Seputar  Indonesia  Bagian  Fashionable, Jakarta: Jum’at, Tanggal 18 Juli 2008.
19
Fada Abdur Razak Al-Qashir. Wanita Muslimah antara syariat Islam dan budaya Barat. Yogyakarta: Darussalam, 2004 cet. I. hal. 180
20
Fada abdur Razak. Hal 182-183
” Barang siapa untuk berbangga-bangga  atau memamerkan diri, maka di  hari  akhir  memakaikan  kepadanya  pakaian  kaehinaan,  kemudian
membakarnya bersama”
2.  Pakaian harus tebal, tidak boleh tipis, karena tujuan hijab tersendiri adalah untuk menutupi
3.  Pakaian  harus  longgar, tidak  menampakkan  lekuk tubuh si pemakai. Dan didasari oleh sabda  Rasulullah SAW;
”ada dua kelompok ahli neraka, yang tidak kulihat lagi setelah keduanya. Yaitu,  wanita-wanita  berpakaian  telanjang  yakni  tembus  pandang  yang
cenderung menarik perhatian dan rambut kepalanya seperti punuk onta. Mereka  ini  tidak  akan  masuk  surga,  dan  mereka  tidak  akan  menemukan
baunya.  Lainnya  adalah  orang-orang  lelaki  yang  menggenggan  cambuk bagaikan ekor sapi, mereka mengggunakannya untuk mencambuki orang”
4.  Pakaian  tidak  boleh  menyerupai  pakaian  laki-laki.  Rasulullah  SAW bersabda;
”Dari  Ibnu  Abbas  RA  berkata:  Rasulullah  mengutuk  laki-laki  yang meniru-niru  perempuan  dan  perempuan  meniru  laki-laki.”.
Dirawikan oleh  Bukhari,  Abu  Dwud,  At  Tarmidzi,  An  nasa’i,  Ibnu  Majah  dan  Ath
Tabrani
Sebenarnya  yang  dimaksud  dengan  berbusana  muslimah  disini  adalah disyaratkan  berpakaian  bagi  wanita  didalam  Islam  adalah  Pertama,  untuk
mewujudkan  dan  menjaga  jangan  sampai  terjadi  fitnah.  Kedua,  untuk  membedakan dari  wanita  lain  dan  sebagai  penghormatan  bagi  wanita  muslimah  tersebut.  Dan  di
dalam  Islam  wanita  muslim  pun  tidak  boleh  tabarruj,
21
karena  dapat  menimbulkan
21
Tabarruj  adalah  perilaku  wanita  yang  memperlihatkan  perhiasannya  dan  kecantikan  serta segala sesuatu yang wajib ditutup karen adapat membangkitkan syahwat laki-laki, padahal itu dilarang
dalam agama
akhlak  yang tercela dan  jiwa pemeluknya  yang sombong. Dimana  Allah Subhanahu wata’ala telah memperingatkan kita melalui firmannya dalam Al-Qur’an:
q‡+ , 0ˆj7R
‰ i
C Cf 0
q‡+ 
R o Z
Œ, •i 
? F
C4 J
q‡ :
CS t LX
•89Ž -‰
•3
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia karena sombong dan  jangan  pula  berjalan  dimuka  bumi  dengan  angkuh.  Sesungguhnya  Allah
tidak menyukai
orang-orang yang
sombong lagi
membanggakan diri.”[Luqman: 18]
22
Busana  muslimah,  sehubungan  dengan  fungsinya  sebagai  sarana  ibadah,
adalah  hukum  dasar  berpakaian  bagi  kaum  muslim  yang  tidak  boleh  ditawar  dan diganggugugat kecuali dalam keadaan darurat.
Selain patokan atau hukum dasar dari cara berpakaian tersebut. Ada beberapa tambahan  yang  harus  diperhatikan  dalam  tata  cara  berpakaian  baik  pria  atau  wanita
dewasa muslim yang juga anak – anak antara lain :
23
1.  Membaca doa sebelum menggunakan busana 2.  Mendahulukan anggota badan bagian kanan
3.  Tidak berlebih – lebihan 4.  Tidak  sombong,  ”Allah  tidak  akan  melihat  orang  yang  sombong,  yang
melebihkan  kainnya  karena  sombong” .  Hr.  Ahmad  Bukhori  dan  Muslim
dari Abu Hurairoh. 5.  Tidak  seperti  dandanan  orang  jahiliyah.  ”...dan  janganlah  kamu  berhias
dan bertingkahlaku seperti orang jahiliyah yang dahulu .” Al Ahzab ; 33
6.  Tidak menyerupai lawan jenis 7.  Tidak  menyerupai  pakaian  pemuka  agama  lain.  Rasulullah  SAW  berkata,
”Hendaklah  kamu  menjauhkan  dirimu  dari  pakaian  pendeta,  karena
22
Amr  bin  Abdul  Mun’in  salim.  Edisi  Indonesia.  30  Keringanan  Bagi  Wanita.  Jakarta: Pustaka Azzam, 2003. Cet. Kelima. Hal 49
23
Anne Rufaidah. Model Berbusana Muslimah, hal 10
barang  siapa  berpakaian  seperti  itu  maka  tidak  termasuk  golonganku.” Hr. Tabrani
2.  Asal-usul Busana Muslimah
Quraish  Shihab  menguraikan  tentang  turunnya  surat  An-Nur  dan  Al-Ahzab. Menurutnya pada awal Islam di Madinah memakai pakaian yang sama dengan wanita
umumnya,  termasuk  wanita  susila  atau  hamba  sahaya.  Mereka  secara  umumnya, memakai  baju dan kerudung  bahkan  jilbab  namun  leher dan dada terbuka,  memakai
kerudung  tapi  dikebelakangkan.  Nah,  dalam  kondisi  seperti  itulah  turun  surat  Al- Ahzab ayat 59 tentang pemakain jilbab dan ayat Al- Nur 31 dengan pakaian atau baju
kurung  longgar  dilengkapi  dengan  kerudung  penutup  kepala.  Agar  dapat membedakan  mereka  dengan  wanita  non-muslimah,  identitas  mereka  jelas  dan
menghindari dari orang-orang usil.
24
Dimana surat Al-Nur ayat 31 berbunyi :
S + 0…U+f0?
0‘ T zvz8
9 0?
0’“ Uj7, N
T v518 :+
g  q‡+
mr0 ,\9 • ”9 h
•‡ ?
D0? F
Z8 –+W8
+ 0’“
9—˜ o R 
L-Hg F
q‡+ mr0 ,\9
• ”9 h •‡
™š 0•
-\0 
N ™š
›J +
 N
0 J +
™š 0ƒ
- 
N ™š
›J D,
N 
N 0 J
D, N
™š 0ƒ
- 
N 0I+-T
 N
Zdg ™š
0I+-T 
N Zdg
0R+- T N
 N
›J jk l
 N
? … O
?
24
Faisar  Ananda  Arfa.  Wanita  dalam  konsep  Islam  Modernis.  Jakarta:  Penerbit  Pustaka Firdaus, 2004. Cet. Pertama. Hal. 131-132
fU 9 N
 N
m[0 \U‚• , 5w
oea œN 0B
, …• T0?
X “ž
 N
3S810ŸV mr0
J M
F 
v 9 o R 
0+ ,-  0 J
jk0ˆD F
q‡+ Z8
– € g,
a T
W0 ?
Z[0189 : 0?
0• ”9 h F
- -R+
o e †J
H0¡ ’ ]9 N
s-f0? 8
 Ou
s- 81R
“•3
Katakanlah  kepada  wanita  yang  beriman:  Hendaklah  mereka  menahan pandangannya,
dan kemaluannya,
dan janganlah
mereka menampakkan
perhiasannya,  kecuali  yang  biasa  nampak  dari  padanya.  dan  hendaklah  mereka menutupkan  kain  kudung  kedadanya,  dan  janganlah  menampakkan  perhiasannya
kecuali  kepada  suami  mereka,  atau  ayah  mereka,  atau  ayah  suami  mereka,  atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-
laki  mereka,  atau  putera-putera  saudara  lelaki  mereka,  atau  putera-putera  saudara perempuan  mereka,  atau  wanita-wanita  islam,  atau  budak-  budak  yang  mereka
miliki,  atau  pelayan-pelayan  laki-laki  yang  tidak  mempunyai  keinginan  terhadap wanita  atau  anak-anak  yang  belum  mengerti  tentang  aurat  wanita.  dan  janganlah
mereka  memukulkan  kakinyua  agar  diketahui  perhiasan  yang  mereka  sembunyikan. dan  bertaubatlah  kamu  sekalian  kepada  Allah,  Hai  orang-orang  yang  beriman
supaya kamu beruntung. An-Nuur:31
Imam  Qurtubi  juga  mengatakan  bahwa  sebab  turunnya  ayat  di  atas  adalah karena  kaum  perempuan  pada  masa  itu  jika  menutupi  kepala  mereka  dengan
kerudung,  mereka  mengulurkannya  dari  belakang  punggung,  sehingga  bagian  leher, dada  bagian  atas  dan  kedua  telinganya  masih  tampak  kelihatan  dan  tidak  tertutupi,
akhirnya Allah memerintahkan agar mereka menutupi bagian-bagian tersebut dengan mengenakan kain kerudung atau busana yang dapat enutupi aurat-auratnya.
25
25
Ibrahim Muhammad, Pertanyaan Allah Kepada Kaum Wanita Pada Hari Kiamat, hal 134- 135
Al  –  Hanafiyah  mengatakan  tidak  dibenarkan  melihat  wanita  ajnabi  yang merdeka  kecuali  wajah  dan  telapak  tangan.  Bahkan  Abu  Hanifah  ra.  Sendiri
mengatakan yang termasuk bukan aurat adalah wajah, tapak tangan dan kaki, karena kami  adalah  kedaruratan  tidak  bisa  dihindarkan.  Sedangkan  Al-  Malikiyah  dalam
kitab ’Asy-syarhu As-Shagir’ atau sering disebut kitab Aqrabul Masalik ilaa Mazhabi Maalik
,  susunan  Ad-Dardiri  dituliskan  bahwa  batas  aurat  wanita  merdeka  dengan laki-laki  ajnabi  yang  bukan  mahram  adalah  seluruj  badan  kecuali  muka  dan  tapak
tangan.  Keduanya  itu  bukan  termasuk  aurat.  Asy-Syafi’iyyah  dalam  pendapat  Asy- Syairazi  dalam  kitabnya  ’Al-Muhazzab’,  kitab  di  mazhab  ini  mengatakan  bahwa
wanita  merdeka  itu  seluruh  badannya  adalah  aurat  kecuali  wajah  dan  tapak tangan.serta mazhab Al-Hanabilah kita dapati Ibnu Qudamah kita Al-Mughni 1 : 1-6.
Mazhab  tidak  berbeda  pendapat  bahwa  seorang  wanita  boleh  membuka  wajah  dan tapak tangannya di dalam shalat.
3. Busana Muslimah Sebagai Simbol Keagamaan
Masalah busana mengharuskan kita membicarakan simbol dan esensinya pula. Busana  muslimah  dalam  bentuk  dan  warnanya  adalah  simbol,  tetapi  hakikatnya
pakaian  yang  dipilih  oleh  wanita  atau  pria  harus  memenuhi  fungsinya.
26
Manusia hidup  dalam  lingkungan  simbol-simbol,  manusia  memberikan  tanggapan  terhadap
simbol-simbol  itu  seperti  juga  memberikan  tanggapan  terhadap  rangsangan  yang bersifat  fisik,  misalkan  terhadap  perilaku  berbusana  muslimah.  Pengertian  dan
penghayatan  terhdap  simbol-simbol  yang  tak  terhitung  jumlahnya  itu  merupakan
26
Abdul  Halim  Abu  Syuqqah,  Kebebasan  Wanita:  Jilid  ke  Empat.  Jakarta:  Gema  Insani Press, 1997.
hasil  pelajaran  dalam  pergaulan  hidup  bermasyarakat.  Bukan  sebagai  hasil rangsangan  bersifat  fisik,  simbol-simbol  pun  dapat  divisualkan,  tetapi  keistimewaan
manusia  terletak  pada  kemampuannya  melalui  pemakaian  busana  muslimah, kemampuan  inilah  yang  menjadi  pokok  perhatian  analisa  sosiologi  dari  teori
interaksionalisme simbolik.
27
Berawal dari pengertian simbol adalah suatu objek sosial  yang dipakai untuk mempresentasikan atau menggantikan apapun yang disetujui orang yang akan mereka
presentasikan. Tidak  semua objek sosial dapat  mempresentasikan sesuatu  yang  lain, tetapi objek sosial yang dapat menggantikan sesuatu yang lain adalah simbol seperti
hanlnya busana muslimah dapat dijadikan simbol pada wanita muslimah. Jadi, simbol adalah  aspek  yang  penting  yang  memungkinkan  orang  bertindak  menurut  cara-cara
yang khas dilakukannya.
28
Busana  muslimah  memberikan  simbol  sebagai  nilai-nilai  agama  bagi pemakainya,  karena  busana  muslimah  bersumber  pada  ajaran  agama  dan  nilai-nilai
mora  yang  tinggi.  Maka  busana  muslimah  dapat  dikatakan  suatu  simbol  gerakan keagamaan  pada  seseorang.  Dimana  mahasiswi  umumnya  cenderung  melakukan
purifikasi  dal  sikap  keberagamaan,  termasuk  dalam  berbusana  muslimah.  Apapun bentuk  dan  penamaannya,  sebgai  identitas  muslimah,  jilbab  dan  busana  muslmah
menghadapi  sejumlah  kendala,  khususnya  yang  datang  dari  pihak-pihak  yang memiliki  otoritas  yang  merasa  terganggu  dengan  munculnya  fenomena  jilbab.
Bahkan  di  Negara-negara  Barat  yang  sangat  menjunjung  tinggi  HAM,  jilbab  dan
27
George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda,  Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 54
28
George Ritzer-Douglas J. Goodman, Teori Sosial Modern, Jakarta: Kencana, 2004, hal. 292
busana muslimah , sebagai identitas muslimah, ternyata tidak dianggap bertentangan dengan  prinsip  sekularisme  yang  mereka  anut.  Misalnya  saja  di  Negara  Perancis
melarang siswi Muslimah yang sekolah di sekolah umum dengan mengenakan jilbab. Alasannya  itu  merupakan  simbol  keagamaan.  Sedang  di  Perancis  yang  sekuler,
sekolah harus bersih dari simbol-simbol keagamaan. Dapat  dismpulkan  bahwa  berbusana  muslimah  itu  merupakan  salah  satu
sarana  yang  digunakan  manusia  yang  brmaksud  untuk  mendekatkan  dirinya  kepada Tuhan dan untuk mendapatkan  nilai-nilai  sosial,  dan  jika dalam ajaran agama untuk
mendapatkan  nilai-nilai  moral  yang  tinggi.  Jadi,  busana  muslimah  disini  dapat disimpulkan  sebagai  simbol  keagamaan.  Dimana  setiap  orang  berbusana  muslimah
bermaksud  untuk  mendapatkan  nilai  moral  keagamaan  dan  nilai-nilai  sosial  maka, akan memakai busana muslimah sebagai simbol keagamaan.
4. Pemakaian Busana muslimah Dalam Kajian Sosiologi
Pendefinisian  agama  menurut  sosiologi  adalah  definisi  yang  empiris. Sosiologi  tidak  pernah  memberikan  penilaian  yang  evaluatif  menilai.  Mereka
“angkat  tangan”  mengenai  tentang  hakkat  agama,  baik  atau  buruknya  agama  atau agama lain yang tengah diamatinya. Dari pengamatan ini, mereka hanya memberikan
definisi  yang deskriptif menggambarkan keadaan sekeliling,  yang  mengungkapkan apa yang dimengerti dan dialami oleh pemeluk-pemeluknya.
29
Di  dalam  persepektif  sosiologi  Agama  memakai  pakaian  busana  adalah bagian  dari  ritus  ibadah,  dimana  ritus  ini  salah  satu  bentuk  aspek  keberagamaan
manusia.  Ritus  ibadah  adalah  bagian  dari  tingkah  laku  keagamaan  yang  aktif  dan
29
Hendropuspito, Sosiologi Agama, Yogyakarta: Kanisius, 2000, cet. 16,  hal. 29
dapat diamati. Ritus ini mencakup semua jenis tingkah laku seperti memakai pakaian khusus,  mengorbankan  nyawa  dan  harta,  mengucapkan  ucapan-ucapan  formal
tertentu, bersemedi mengheningkan cipta, menyanyikan lagu, berdoa sembahyang, memuja,  mengadakan pesta, berpuasa,  menari, berteriak dan  membaca
30
. Pemakaian busana  muslimah  dapat  dikaitkan  dengan  teori  Interaksionalisme  Simbolik  yang
dipopulerkan oleh Herbert Blumer,
31
karena pakaian atau busana dapat dilihat dengan berbagai warna, bentuk atau mode.
Pemakaian  busana  muslimah  diawali  dengan  proses  pengetahuan  tentang busana  muslimah  umumnya  yang  didapat  dari  hasil  interaksi  dengan  lingkungan,
misalnya  dari  hubungan  keluarga,  masyarakat,  sekolah,  maupun  dari  media-media massa  dan  televisi.  Proses  ini  kemudian  berlanjut  pada  pemakaian  dan  pemberian
nilai  dan  makna.  Pada  proses  ini  seseorang  memberikan  nilai  dan  makna  kepada busana  muslimah,  contohnya  makna  yang  diberikan  pada  busana  muslimah  adalah
sebagai  bentuk simbol keagamaan  yang  bersumber pada ajaran agama dan  memiliki nilai-nilai moral.
B. Perilaku
1. Pengertian Perilaku
Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan sikap,  tidak  saja  badan  atau  ucapan:-  hukum,  perilaku  yang  berakibat  tuntutan
30
Elizabeth  K.  Nottingham,  Agama  dan  masyarakat:  Suatu  Penghantar  Sosioogi  Agama  . hal. 15
31
George Ritzer, Sosiologi ilmu pengetahuan berparaigma ganda, hal 52.
hukum  dan  merupakan  kehendak  yang  melanggar  berlawanan  dengan  kepentingan orang lain.
32
Behaviourisme  sangat  terkenal  dalam  psikologi,  berpengaruh  langsung terhadap perilaku sosiologi,  dan berpengaruh tidak langsung terutama terhadap teori
pertukaran. Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku  seseorang  aktor  terhadap  lingkungan  dan  dampak  lingkungan  terhadap
perilaku aktor. Biasanya  lingkunganlah tempat munculnya perilaku seseorang, entah itu  berupa  sosial  atau  fisik,  dipengaruhi  oleh  perilaku  dan  bertindak  kembali  dalam
berbagai cara. Sosiologi  perilaku  memusatkan  perhatian  pada  hubungan  antara  reaksi
lingkungan atau akibat dan  sifat perilaku kini. Sosiolog perilaku  mengatakan  bahwa akibat masa lalu perilaku tertentu menentukan perilaku masa kini. Sosiologi perilaku
juga  sangat  tertarik  pada  hadiah  penguat  dan  ongkos  hukuman  atau  funishment. Hadiah  ditentukan  oleh  kemampuannya  untuk  memperkuat  perilaku,  perilaku  pada
umumnya dan gagasan tentang hadiah besar pengaruhnya pada teori pertukaran.
33
Perilaku  termasuk  kajian  yang  mengarah  kepada  teorinya  George  Homans
”Exchange Theory” atau ”teori pertukaran”. Dimana teori pertukaran ini merupakan
suatu usaha untuk  menggerakkan pendahuluan teori dari  faham sosiologi ekstrim ke arah suatu evaluasi  ulang tentang peranan  individu dalam  sistem  sosial. Sebenarnya
G.  Homans  memulai  teorinya  itu  dengan  ilmu  ekonomi,  bukan  dari  psikologi,
32
Tim  Penyusun  Kamus  Depdikbud,  Kamus  Besar  Bahasa  Indonesia.  Jakarta:  PT.  Balai Pustaka, 1989, hal. 671-676
33
George Ritzer, Teori Sosiologi Modern,  Jakarta: Kencana, 2004, Edisi Ke VI, hal 356-357
teorinya  itu  bertumpu  pada  asumsi  bahwa  orang  terlibat  dalam  perilaku  untuk memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman.
34
Homans  percaya  bahwa  proses  pertukaran  ini  dapat  dijelaskan  lewat  lima pernyataan  proporsional  yang  saling  berhubungan  dan  berasal  dari  psikologi
Skinnerian. Proposisi  itu  adalah  sukses, stimulus, nilai, deprivasi  satiasi, dan restu agresi approval agresi. Melalui proposisi tersebut banyak perilaku sosial yang dapat
dijelaskan, setiap proposisi tersebut perlu sedikit penjelasan. Proposisi sukses; dalam setiap  tindakan,  semakin  sering  suatu tindakan  tertentu  memperoleh  ganjaran,  maka
kian kerap  ia akan  melakukan tindakan  itu Homans. Proposisi  stimulus;  jika  masa lalau terjadinya stimulus yang khusus, atau seperangkat stimuli,  merupakan peristiwa
dimana tindakan  seseorang  memperoleh ganjaran,  maka  semakin  mirip  stimuli  yang ada sekarang  ini dengan  yang  lalu  itu, akan  semakin  mungkin  seseorang  melakukan
tindakan serupa atau agak sama Homans. Proposisi  nilai;  semakin  tinggi  nilai  suatu  tindakan,  maka  kian  senang
seseorang  melakukan tindakan  itu Homans. Proposisi deprivasi; semakin  sering di masa yang berlalu seseorang menerima suatu ganjaran tertentu, maka semakin kurang
bernilai bagi orang tersebut peningkatan setiap unit ganjaran itu Homans. Proposisi Restu-agresi approval agression
; bila tindakan seorang tidak memperoleh ganjaran yang diharapkannya, maka ia akan marah; dia menjadi sangat cenderung menunjukan
perilaku agresif,
dan hasil
perilaku demikian
menjadi lebih
bernilai baginya....bilamana  tindakan  seseorang  memperoleh  ganjaran  yang  diharapkannya,
34
Margaret  M.  Poloma,  Sosiologi  Kontemporer,  Jakarta:  PT.  Raja  Grafindo  Persada,  2007, hal. 59
khusus  ganjaran  yang  lebih  besar  dari  perkiraan,  atau  tidak  memperoeh  hukuman yang  diharapkannya,  maka  dia  akan  merasa  senang;  dia  akan  lebih  mungkin
melaksanakan  perilaku  yang  disenanginya,  dan  hasil  perilaku  yang  demikian  akan menjadi lebih bernilai baginya; Homans.
35
2.  Perilaku Dalam Berbusana Muslimah
Dalam  kehidupan  sehari-hari  hubungan  antar  kelompok  terwujud  dalam interaksi  dengan  anggota  kelompok  lain.  Salah  satu  bentuk  perilaku  yang  banyak
ditampilkan  dalam  hubungan  antar  kelompok  ialah  diskriminasi–  suatu  konsep  oleh Banton  didefinisikan  sebagai  “the  differential  treatment  of  persons  ascribed  to
particular categories.” Dalam  pemakaian  busana  muslimah  ada  aspek-aspek  yang  mendorong  atau
memotivasikan  untuk mengenakan pakaian tersebut. Motivasi itu sendiri merupakan istilah  yang  lebih  umum  digunakan,  yang  dalam  bahasa  Inggris  disebut  dengan
motive yang  berasal  dari  kata  motion,  yang  berarti  gerakan  atau  suatu  yang
bergerak.
36
Karena  itu  motivasi  erat  hubungannya  dengan  “gerak”,  yaitu  gerakan yang dilakukan oleh manusia atau dapat disebut tingkah laku atau amaliyah. Motivasi
juga  suatu  faktor  yang  menyebabkan  aktivitas  tertentu  menjadi  dominan,  apabila dibandingkan  dengan  aktivitas  lainnya    ekstrinsik.  Motivasi  dimana  tugas  tertentu
merupakan  cara  untuk  mencapai  tujuan,  intrinsik  dimana  suatu  tugas  merupakan suatu imbalan.
37
35
M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, hal 61-65
36
H. Ramaliyus, Pengantar Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia, 2002, cet VI, hal.73
37
Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi, Jakarta: Raja Grafindo Persada,1993, cet ketiga, hal 281
Dan  motivasi  pun  dengan  sendirinya  lebih  berarti  menunjuk  kepada  seluruh proses  gerakan  pada  pemakaian  busana  muslimah  itu  sendiri,  termasuk  situasi  yang
mendorong,  dorongan  yang  timbul  dalam  diri  individu.  Situasi  tersebut  serta  tujuan akhir dari gerakan atau perbuatan menimbulkan terjadinya perilaku atau tingkah laku.
Disni  peranan  motivasi  sangat  besar  artinya  dalam  membimbing  dan  mengarahkan seseorang  terhadap  tingkah  laku  keagamaannya.  Namun  demikian  ada  motivasi
tertentu yang sebenarnya timbul dalam diri manusia internal karena terbukanya hati manusia  terhadap  hidayah  Allah.  Sehingga  orang  tersebut  menjadi  beriman  dan
melahirkan tingkah laku yang berdasarkan keagamaan. Jika kita kembalikan kepada pendefinisian tentang perilaku yaitu gerakan atau
yang  mempengaruhi  sikap.  Perilaku  pada  setiap  individu  dibimbing  oleh  norma- norma,  yaitu  ide-ide  yang  dapat  dibuat  dalam  bentuk  pernyataan  yang  memperinci
apa  yang  seharusnya  dilakukan,  seyogyanya  dilakukan,  diharapkan  dilakukan  oleh anggota atau orang lain dalam suatu lingkungan tertentu. Kepatuhan terhadap norma-
norma kelompok akan memperoleh ganjaran, sedang pengingkaran akan memperoleh hukuman.  Begitu  juga  dalam  berbusana  muslimah  pasti  tidak  sembarangan  untuk
melakukan suatu gerakan atau tidak punya gerak bebas seperti wanita umum lainnya yang  tidak  menggunakan  busana  muslimah.  Karena  berkenaan  dengan  teori  di  atas
sikap  seseorang  dapat  mempengaruhi  perilaku.  Dan  teori  yang  dapat  ditarik  dalam berperilaku  berbusana  muslimah  ini  ada  dua  teori  yang  termasuk  dalam  paradigma
perilaku  sosial  yaitu:
38
1  Behavioral  Sociology  dan  2  teori  Exchange  yang  telah dijelaskan teori di atas.
Segala  perilaku  manusia  sangat  berhubungan  dengan  lingkungan  dan kehidupannya,  karena  apapun  bentuknya  perilaku  terbentuk  berdasarkan  kesadaran
dan  motivasi  yang  ingin  dituju.  Lebih  lanjut  Feishbein,  menyusun  tiga  proposisi tentang prilkau tersebut yakni: 1. perilaku seseorang dipengaruhi oleh niatnya untuk
melakukan perilaku tersebut. 2 niat seseorang untuk melakukan perilaku dipengaruhi oleh  keyakinannya  belief  dan  mengenai  konsekuensi  dari  tindakan  tersebut  dapat
dipertimbangkan  manfaatnya.  3  niat  seseorang  untuk  melakukan  perilaku dipengaruhi  oleh  keyakinannya,  sedangkan  mengenai  harapan-harapannya  akan
menjadi motivasi sendiri.
39
C. Agama
1. Definisi Agama
Agama  merupakan  suatu  institusi  penting  yang  mengatur  kehidupan manusia
40
.  Istilah  agama  terjemahan  dari  religion-  yang  mencakup  semua  agama yang  diakui  oleh  pemerintah  RI.  Agama  menyangkut  kepercayaan  serta  berbagai
prakteknya, karena  itu agama  benar-benar  merupakan  masalah  sosial. Dalam  kamus sosiologi  pengertian  agama  ada  3  macam,  yaitu.  1  kepercayaan  pada  hal-hal
38
George Ritzer. Sosiologi ilmu pengetahuan berparaigma ganda, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, cet. 2,  hal. 73
39
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi. Metode Penelitian Survei, Jakarta:LP3ES, 1995, cet-kedua, hal. 38
40
Kamanto Sunarto, Penghantar Sosiologi, Jakarta: Penerbit FE. UI, 2004, hal 69
spiritual, 2 perangkat kepercayaan dan raktik-praktik spiritual yang dianggap sebagai tujuan tersendiri, dan 3 ideologi mengenai hal-hal yang bersifat supernatural.
41
Seorang  Sosiolog  agama  yang  populer  di  Perancis  yaitu  Emile  Durkheim, mengatakan  bahwa  agama  merupakan  sumber  semua  pemberdayaan  yang  sangat
tinggi, sedangkan Marx mengatakan bahwa agama adalah candu bagi manusia. Diana sumbangannya dalam berbahasa inggris “A religion in a unified system of beliefs and
practices  relative  to  sacred  things,  that  is  to  say,  things  set  apart  and  forbidden- beliefs and practices  which unite into one single  moral community called a Church,
all those who adhere to them .
42
Agama adalah suatu sistem sosial yang dibuat untuk penganut-penganutnya  yang  berporos  pada  kekuatan-kekuatan  non-empiris  yang
dipercayainya dan didayagunakan untuk mencapai keselamatan bagi diri mereka pada umumnya.
43
2. Fungsi Agama
Fungsionalisme  memandang  sumbangan  agama  terhadap  masyarakat pemberdayaan  berdasarkan  karakteristik  pentingnya,  yaitu  transendensi  pengalaman
sehari-hari dalam lingkungan alam dan manusia membutuhkan sesuatu diluar empiris lingkungan  mereka.  Agama  juga  memiliki  fungsi  sosial  individu,  karena  disaat
seseorang  menjadi  dewasa  memerlukan  suatu  sistem  nilai  sebagai  tuntutan  umum
41
Dadang Kahmad,, Sosiologi Agama , Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000, hal. 129
42
Kamanto Sunarto, Penghantar Sosiologi, hal 69
43
Hendropuspito,  Sosiologi Agama,  hal. 34
untuk menyerahkan aktivitas manusia dalam masyarakat dan berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadian seseorang.
44
Ada  enam  6  fungsi  agama  menurut  Thomas  F.  O  de’a;
45
Pertama, perhatiannya  pada  sesuatu  diluar  jangkauan  manusia,  yang  melibatkan  takdir  dan
kesejahteraan,  rekonsiliasi,  dukungan,  dan  pelipur  lara.  Kedua,  agama  menawarkan sesuatu yang berhubungan dengan transedental melalui pemujaan dan upacara Ibadat.
Ketiga , agama  mensucikan  norma-norma dan nilai  masyarakat  yang telah terbentuk.
Kempat, agama melakukan fungsi yang bisa bertentangan dengan fungsi sebelumnya
dan  memberikan standar nilai dalam arti  norma-norma  yang telah terlembaga, dapat dikaji kembali secara kritis. Kelima, melakukan fungsi-fungsi identitas yang penting.
Keenam ,  bersangkut  paut  pula  dengan  pertumbuhan  da  kedewasaan  individu,  dan
perjalanan hidup melalui tingkat usia yang ditentukan oleh masyarakat. Fungsi Agama Terhadap Busana Muslimah
o Busana  muslimah  sebagai  kontrol  sosial:  Agama  menetapkan  nilai
tertinggi  karena  kerangka  acuannya  bersumber  pada  yang  sakral  dan abstrak  dengan  adanya  sangsi-sangsi  yang  sakral  pula,  nilai-nilai
tersebut merupakan standar tingkah  laku  yang  ideal,  membentuk  iali- nilai sosial kedalam sosiologi dinamakan sebagai norma-norma sosial.
o Busana  muslimah  sebagai  pelindung:  Dimana  sesuai  dengan  fungsi
awal  pakaian  dalam  islam,  yaitu  sebagai  penutup  aurat.  Busana muslimah  berfungsi  untuk  melindungi  pemakainya  dari  berbagai
44
Elizabeth K. Nottingham, Agama dan Masyarakat: Suatu Pengantar Sosiologi Agama, hal. 45
45
Thomas. F Ode’a,  hal. 26-29
macam  pelecehan  seksual, karena dengan  memakai  busana  muslimah wanita tidak dapat lagi dijadikan sebagai objek seks.
46
Horton  dan  Hunt,  membedakan  antara  fungsi  manifes  dan  fungsi  laten.
Menurut  mereka  fungsi  manifes  agama  berkaitan  dengan  segi  doktrin,  ritual,  dan aturan perilaku dalam agama. Namun yang juga penting diketahui adalah fungsi laten
agama  adalah  dimana  fungsinya  dapat  dikatakan  tersembunyi,  artinya  konsekuensi- konsekuensi  atau  elemen-elemen  sosial  dan  kebudayaan  yang  tidak  diinginkan.
47
Begitu  juga  kaitannya  ini  Durkheim  terkenal  karena  pandangannya  bahwa  agama mempunyai fungsi positif bagi integrasi masyarakat, baik pada tingkat mikro maupun
makro.
3. Dimensi-dimensi Agama
a.  Pengetahuan  knowledge,  adalah  mengacu  pada  harapan  bahwa  orang- orang yang beragama paling tidak memiliki jumlah minimal pengetahuan
mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi. Sisi  pengetahuan  individu  terhadap  agamanya  terutama  aktivitas  dalam
mencari pengetahuan itu sendiri. b.  Keyakinan  belief,  adalah  berisikan  pengharapan-pengharapan  dimana
orang  yang  religius  berpegang  teguh  pada  pandangan  teologis  tertentu, mengetahui  kebenaran  doktrin-doktrin  tersebut.  Karena  setiap  agama
46
Elizabeth K. Nottingham, hal. 34-35
47
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, hal  71
mempertahankan  seperangkat  kepercayaan  dimana  para  penganut diharapkan  akan  taat.  Walau  demikian,  isi  dan  ruang  lingkup  keyakinan
itu  bervariasi  tidak  hanya  diantara  agama-agama,  tetapi  seringkali  juga diantara  tradisi-tradisi  dalam  agama  yang  sama.  Suatu  tingkatan  sampai
sejauh  mana  individu  menerima  hal-hal  dengan  dogmatik  dalam  agama yang dianutnya.
c.  Pengalaman    atau  Tingkah  Laku  feeling,  bahwa  semua  agama mengandung  pengharapan  tertentu,  meski  tidak  tepat  jika  di  tentukan
bahwa  seseorang  yang  beragama  dengan  baik  pada  suatu  waktu  akan mencapai  pengetahuan  subjektif  dan  langsung  mengenai  kenyataan
terakhir.  Dan  suatu  pengalaman  beragama,  perasaan-perasaan,  persepsi dan  sensasi-sensasi  yang  dialami  oleh  individu  ketika  berkomunikasi
dengan  sang  pencipta.hampir  senada  dengan  pendapat  Jung  dalam Fromm,  1988  yang  menyatakan  bahawa  hakekat  pengalaman  beragama
adalah  sikap  submisif  berserah  diri  terhadap  kekuatan-kekuatan  yang lebih tinggi daripada dirinya sendiri.
d.  Dimensi  praktek  agama,  dimensi  ini  mencakup  perilaku  pemujaan, ketaatan dan hal-hal yang dialkukan orang untuk menunjukkan komitmen
terhadap  agama  yang  dianutnya.  Praktek-praktek  keagamaan  ini  terdiri dari ritual dan ketaatan.
e.  Dimensi  konsekuensi,  adalah  dimensi  konsekuensi  komitmen  agama identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktek, pengalaman, dan
pengetahuan  seseorang  dari  hari  ke  hari.  Tidak  sepenuhnya  jelas  sebatas
mana  konsekuensi-konsekuensi  agama  merupakan  bagian  dari  komitmen keagamaan atau semata-mata berasal dari agama.
48
BAB III
48
Roland Robertson, e.d, Agama: Dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis, Jakarta: Rajawali Press, cet.4, 1995, hal. 295-297
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian adalah suatu prosedur atau cara untuk  mengetahui sesuatu atau menganalisa, mengerjakan masalah, dan mempunyai langkah-langkah sistematis
yang terdapat pada sebuah penelitian. Penelitian ini adalah penelitian yang berbentuk explanatory  research
,  yaitu  penelitian  survei  yang  bertujuan  untuk  menjelaskan pengaruh dan hubungan antara dua variabel melalui pengujian hipotesa.
A. Variabel Penelitian
Pada  penelitian  ini,  terdapat  dua  variabel    yang  akan  di  uji  yaitu keberagamaan  sebagai  independent  variable  X  dan  perilaku  berbusana  muslimah
mahasiswi  adalah  sebagai  dependent  variable  Y.  Ada  tiga  hal  yang  diperhatikan ketika menentukan kedudukan variabel-variabel, yaitu sebagai berikut: 1 perhatikan
urutan waktu, 2 perhatikan dampak, dan 3 perhatikan teori yang dijadikan sumber.
49
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Dalam  Penelitian  ini  yang  menjadi  sasaran  lokasinya  tepat  dilakukan  di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang meliputi Fakultas Syariah
dan  Hukum,  Adab  dan  Humaniora,  Ushuluddin  dan  Filsafat,  Dakwah  dan Komunikasi, Tarbiyah dan Ilmu  Keguruan, Dirasat Islamiyah,  Kedokteran dan Ilmu
49
Bambang  Prasetyo    Lina  Miftahul  Jannah,    Metode  Penelitian  Kuantitatif,  Jakarta:  PT Raja Grafindo Persada, 2006, hal. 68-69
Kesehatan, Ekonomi dan Ilmu Sosial, Sains dan Teknologi, Psikologi.  Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 sampai dengan 30 September 2008.
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel