KAJIAN TEORI Pengaruh Metode Permainan Reka Cerita Gambar Terhadap Keterampilan Berbicara Siswa di Kelas III SD Negeri Serpong 3 Kota Tangerang Selatan

Jika benda tersebut tidak ada atau tidak memungkinkan dibawa ke dalam kelas, dapat digantikan dengan tiruannya atau gambarnya. c Memerikan Memerikan berarti menjelaskan, melukiskan atau mendeskripsikan sesuatu. Siswa disuruh memperhatikan suatu benda atau gambar benda, kesibukan lalu lintas, melihat pemandangan atau gambarnya dengan teliti kemudian siswa diminta menjelaskan atau memeriksa apa yang telah dilihatnya. d Menjawab Pertanyaan Siswa yang susah atau malu berbicara dapat dipancing dengan menjawab sejumlah pertanyaan mengenai dirinya, misalnya mengenai nama, usia, tempat tinggal, atau pekerjaan orang tua. e Bertanya Melalui pertanyaan, siswa dapat menyatakan keingintahuannya terhadap sesuatu. Tingkat atau jenjang pertanyaan yang diutarakan melambangkan tingkat kedewasaan siswa. Melalui pertanyaan- pertanyaan yang sistematis siswa dapat menemukan yang diinginkannya. f Pertanyaan Menggali Salah satu cara membuat siswa banyak berbicara ialah mengajukan pertanyaan menggali. Disamping memancing siswa berbicara, pertanyaan menggali juga digunakan untuk menilai kedalaman dan keluasan pemahaman siswa terhadap suatu masalah. 11 11 Budinuryanta dkk,ibid , hlm.10.28-30 g Melanjutkan Dua, tiga,atau empat orang siswa bersama-sama menyusun cerita secara spontan. Kadang-kadang guru boleh juga terlibat dalam kegiatan ini, misalnya guru mengawali cerita dan cerita itu dilanjutkan siswa kedua, ketiga dan diakhiri oleh siswa berikutnya. Pada bagian akhir kegiatan guru memeriksa jalan cerita apakah sistematis, logis atau padu. h Menceritakan Kembali Guru mempersiapkan bahan bacaan. Siswa membaca bahan itu dengan saksama. Kemudian guru meminta siswa menceritakan kembali secara singkat dengan kata-kata sendiri. Ketika bahan itu dibacakan siswa diminta menyimaknya. Kemudian siswa diminta menceritakan isinya dengan kata-kata sendiri. i Percakapan Percakapan adalah pertukaran pikiran atau pendapat mengenai suatu topik antara dua atau lebih pembicara. Dalam percakapan ada dua kegiatan, yakni menyimak dan berbicara silih berganti. Suasana dalam percakapan biasanya akrab, spontan dan wajar. Topik pembicaraan adalah hal yang diminati bersama. Percakapan merupakan suasana pengembangan keterampilan berbicara. 12 j Parafrase Parafrase berarti alih bentuk, misalnya memprosakan puisi atau sebaliknya mempuisikan prosa. Di sekolah kegiatan memprosakan puisi sering dilakukan daripada mempuisikan prosa. Jika seorang siswa dapat memprosakan suatu puisi dengan baik, berarti siswa tersebut dapat mengapresiasikan isi puisi tersebut. Hasil mengapresiasikan itu dinyatakan secara lisan. Guru mempersiapkan sebuah puisi yang cocok 12 Budinuryanta dkk, ibid, hlm.10.31-34 bagi kelas tertentu. Guru membacakan puisi itu dengan suara jelas, intonasi yang tepat, dan kecepatan normal. Siswa menyimak pembacaan puisi kemudian menceritakannya dengan kata-kata sendiri. k Reka Cerita Gambar Sebuah gambar atau rangkaian beberapa gambar merupakan sarana ampuh untuk memancing, mendorong, atau memotivasi seorang siswa berbicara. Penghayatan atau pemahaman terhadap suatu gambar atau seri gambar akan berbeda antara satu siswa dan siswa lainnya. Karena itu, wajar jika cerita yang mereka hasilkan akan berbeda pula. Guru harus menggunakan hal sebagai suatu kewajaran asal cerita yang siswa hasilkan masih relevan dengan gambar yang mereka perhatikan. l Bercerita Kegiatan bercerita menuntun siswa ke arah pembicaraan yang baik. Lancar bercerita berarti lancar berbicara. Dalam bercerita siswa dilatih berbicara jelas, intonasi yang tepat, urutan kata sistematis, menguasai massa pendengar, dan berperilaku menarik. m Memberi Petunjuk Memberi petunjuk, seperti petunjuk mengerjakan sesuatu, petunjuk mengenai arah atau letak suatu tempat menuntut sejumlah persyaratan. Petunjuk harus jelas, singkat, dan tepat. Hal ini akan tercapai jika orang yang memberikan petunjuk itu terampil menggunakan bahasa lisan, yakni berbicara. Siswa yang sering berlatih memberi petunjuk secara lisan akan mendapat keuntungan keterampilan berbicara. 13 n Melaporkan Melaporkan berarti menyampaikan gambaran, lukisan, atau peristiwa terjadinya sesuatu. Hal yang dilaporkan dapat berwujud macam-macam, 13 Budinuryanta dkk, ibid, hlm.10.35-40 misalnya upacara kenegaraan, pertandingan olahraga, atau peresmian proyek. Kegiatan melaporkan juga dapat dilakukan dalam hal perjalanan,atau pembacaan buku. Bahasa laporan termasuk ragam bahasa jurnalistik yang harus singkat, jelas, sederhana, lancar, menarik dan baku. o Bermain Peran Dalam bermain peran, siswa bertindak, berlaku dan berbahasa seperti orang yang diperankannya. Dari segi bahasa, berarti siswa harus mengenal dan dapat menggunakan ragam-ragam bahasa. p Wawancara Wawancara atau interviu adalah percakapan dalam bentuk tanya jawab. Pewawancara biasanya wartawan atau penyiar radio atau televisi. Orang yang diwawancarai adalah orang berprestasi, ahli atau istimewa, misalnya pejabat, tokoh, pakar dalam bidang tertentu, atau jura. Melalui kegiatan latihan wawancara siswa dapat mengembangkan keterampilan berbicara. q Diskusi Diskusi ialah proses pelibatan dua atau lebih individu yang berinteraksi secara verbal dan tatap muka, mengenai tujuan yang sudah tentu melalui cara tukar-menukar informasi untuk memecahkan masalah. Diskusi merupakan sarana yang ampuh bagi pengembangan keterampilan berbicara. Berlatih berdiskusi berarti berlatih berbicara. 14 r Bertelepon Bertelepon ialah percakapan antara dua pribadi dalam jarak jauh. Komunikasi ini sejenis kemonikasi lisan jarak jauh. Ciri khas bertelepon 14 Budinuryanta dkk, ibid, hlm.10.40-42 yaitu berbicara jelas, singkat, dan lugas. Teknik bertelepon dapat digunakan sebagai teknik pengajaran berbicara. s Dramatisasi Dramatisasi atau bermain drama adalah mementaskan lakon atau cerita. Biasanya cerita yang dilakonkan sudah dalam bentuk drama. Guru dan siswa harus mempersiapkan naskah atau skenario, pelaku dan perlengkapan. Bermain drama lebih kompleks dari bermain peran. Melalui teknik dramatisasi siswa dilatih mengekspresikan perasaan dan pikirannya dalam bentuk bahasa lisan

3. Pengertian Metode Permainan Reka Cerita Gambar

Menurut pendidik dan ahli psikologi, bermain merupakan pekerjaan anak dan cermin pertumbuhan anak. Melalui bermain anak memperoleh pembatasan dan memahami kehidupan, bermain merupakan kegiatan yang memberikan kesenangan dan dilaksanakan untuk kegiatan itu sendiri yang lebih ditekankan pada proses daripada hasil yang diperoleh, kegiatan bermain dilaksanakan tidak serius dan fleksibel. 15 Bermain merupakan salah satu fenomena yang paling alamiah dan luas dalam kehidupan anak. Bermain dapat dikembangkan menjadi semacam alat untuk mengaktualisasikan potensi-potensi kritis pada diri anak, mempersiapkan fungsi intelektual, dan aspek emosi dan sosialnya. Dengan demikian, bermain berkembang bukan hanya menjadi sarana yang dapat dinikmati dan menyenangkan saja tetapi juga bersifat mendidik. 16 Permainan adalah alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari yang tidak ia kenali sampai pada yang ia ketahui dan dari yang tidak dapat 15 Moeslichatoen, Metode Pengajaran, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004 hlm.24 16 Novi Resmini dan Dadan Juanda, Pendidikan Bahasa dan Sastra di Kelas Tinggi , Bandung: Upi Press, 2007 hlm. 245 diperbuatnya sampai mampu melakukannya. Jadi, bermain mempunyai nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan perkembangan kehidupan sehari-hari seorang anak. 17 Permainan merupakan suatu aktivitas untuk memperoleh suatu keterampilan tertentu dengan cara yang menggembirakan. Apabila keterampilan yang di peroleh dalam permainan itu berupa keterampilan bahasa tertentu, permainan tersebut dinamakan permainan bahasa. Permainan bahasa mempunyai tujuan ganda, yaitu untuk memperoleh kegembiraan sebagai fungsi bermain, dan untuk melatih keterampilan berbahasa tertentu sebagai materi pelajaran. 18 Dengan diterapkannya metode permainan dimaksudkan untuk membangun suasana belajar yang dinamis, penuh semangat dan antusiasme. Karakteristik permainan adalah menciptakan suasana belajar yang menyenangkan serta serius tapi santai. Permainan digunakan untuk penciptaan suasana belajar dari pasif ke aktif, dari kaku menjadi gerak, dan dari jenuh menjadi semangat. Pemilihan metode permainan diarahkan agar tujuan belajar dapat dicapai secara efisien dan efektif dalam suasana gembira meskipun membahas hal-hal yang sulit atau berat. Sebaiknya, permainan digunakan sebagai bagian dari proses belajar, bukan hanya untuk mengisi waktu kosong atau sekedar permainan. 19 Namun pada pelaksanaannya terdapat kelebihan dan kekurangan pada permainan bahasa. Kelebihan permainan bahasa ialah: a permainan bahasa sebagai metode pembelajaran dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar, b aktivitas yang dilakukan siswa bukan saja fisik tetapi juga mental, c dapat membangkitkan motivasi siswa 17 Conny R. Semiawan, Belajar dan Pembelajaran Prasekolah dan Sekolah Dasar , PT Indeks, cet.ke-3, 2008 hlm. 18 Novi Resmini dan Dadan Juanda, ibid, hlm. 255 19 Sobry Sutikno, Metode dan Model-Model Pembelajaran, Lombok: Holistica, 2014, hlm.44-45 dalam belajar, d dapat memupuk rasa solidaritas dan kerjasama, e dengan permainan materi lebih mengesankan sehingga sukar dilupakan. Kekurangan permainan bahasa ialah: a bila jumlah siswa terlalu banyak akan sulit untuk melibatkan seluruh siswa dalam permainan, b tidak semua materi dapat dilaksanakan melalui permainan, c permainan banyak mengandung unsur spekulasi sehingga sulit untuk dijadikan ukuran yang terpercaya, d permainan biasanya menimbulkan suara gaduh, hal tersebut dapat mengganggu kelas yang berdekatan, dan e banyak yang menggunakan permainan bahasa hanya sebagai kegiatan untuk mengisi waktu kosong bukan sebagai teknik pembelajaran bahasa. Sedangkan metode reka cerita gambar adalah sebuah metode yang menggunakan media gambar. Sebuah gambar atau rangkaian beberapa gambar merupakan sarana ampuh untuk memancing, mendorong, atau memotivasi seorang siswa berbicara. Penghayatan atau pemahaman terhadap suatu gambar atau seri gambar akan berbeda antara satu siswa dan siswa lainnya. Karena itu, wajar jika cerita yang mereka hasilkan akan berbeda pula. Guru harus menggunakan hal sebagai suatu kewajaran asal cerita yang siswa hasilkan masih relevan dengan gambar yang mereka perhatikan. Gambar secara garis besar dapat dibagi pada tiga jenis, yaitu sketsa, lukisan dan photo. Pertama, sketsa atau biasa disebut sebagai gambar garis yaitu gambar sederhana atau draft kasar yang melukiskan bagian-bagian pokok suatu objek tanpa detail. Kedua, lukisan merupakan gambar hasil representasi simbolis dan artistik seseorang tentang suatu objek atau situasi. Ketiga, photo yaitu gambar hasil pemotretan atau photografi. Photo merupakan media visual gambar yang efektif karena dapat memvisualisasikan objek dengan lebih konkrit, lebih realistis dan lebih akurat. 20 Metode permainan reka cerita gambar pada penelitian ini digunakan oleh pendidik dengan maksud mengajak peserta didik untuk membangkitkan keberaniannya dalam berbicara di depan umum dengan menceritakan sesuatu sesuai dengan gambar yang ada pada kartu yang telah diberikan oleh guru. Metode permainan ini dilakukan secara berkelompok, sehingga dapat menjadi sebuah cerita yang menarik yang terlebih dahulu harus disusun oleh masing-masing anggota kelompok untuk menentukan mana gambar yang pertama, kedua, dan seterusnya sesuai anggota kelompok. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih gambar yang baik sebagai berikut: 21 1. Keaslian gambar, sumber yang digunakan hendaklah menunjukkan keaslian atas situasi yang sederhana. 2. Kesederhanaan, terutama dalam menentukan warna akan menimbulkan kesan tertentu, mempunyai nilai estetis secara murni dan mengandung nilai praktis. Usahakan supaya anak tertarik pada gambar yang dipergunakan. 3. Bentuk item, diusahakan agar anak memperoleh tanggapan yang tepat tentang objek-objek dalam gambar. 4. Gambar yang digunakan hendaklah menunjukkan hal yang sedang dibicarakan atau sedang dilakukan.. 5. Harus diperhatikan nilai fotografinya. Biasanya anak-anak memusatkan perhatian pada sumber-sumber yang lebih menarik. 6. Segi artistik juga perlu diperhatikan. Penggunaannya harus disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai. 20 Yudhi Munadi, Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru, Jakarta: Gaung Persada GP Press, 2012 hlm.85-88 21 Asnawir dan Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, Jakarta: Ciputat Pers, 2002 hlm.49-50 7. Gambar harus cukup populer, dimana gambar tersebut telah cukup dikenal oleh anak-anak secara sebagian atau keseluruhannya. 8. Gambar harus dinamis yaitu menunjukkan aktivitas tertentu. 9. Gambar harus membawa pesan yang cocok untuk tujuan pengajaran yang sedang dibahas. Meskipun demikian, media gambar juga mempunyai kelebihan dan kekurangan. 22 1. Kelebihan gambar a Gambar cukup murah dan tersedia cukup banyak b Detil gambar memungkinkan sesuatu yang tidak mungkin untuk dipelajari c Gambar dapat menimbulkan stimulus untuk belajar lebih lanjut seperti membaca dan meneliti d Gambar dapat membantu memfokuskan perhatian, dan mengembangkan daya kritis e Gambar mudah dibuat dan diperagakan 2. Kekurangan gambar a Ukuran dan jarak sering berubah b Yang buram mengurangi ketepatan interpretasi c Siswa tidak selalu tahu bagaimana membaca gambar

4. Langkah-langkah Metode Permainan Reka Cerita Gambar

Berdasarkan penjelasan di atas, langkah-langkah yang akan diterapkan dengan metode permainan reka cerita gambar pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Guru menyiapkan beberapa kartu dan membuat beberapa gambar pada kartu tersebut yang saling berhubungan untuk menjadi sebuah 22 Dindin Ridwanuddin, Bahasa Indonesia, Ciputat: UIN Press, 2015 hlm.139 cerita. Guru membuat cerita sesuai dengan kelompok yang akan dibuatnya, tiap cerita memiliki ciri khas warna kartu yang berbeda hal ini dimaksudkan agar pembentukan kelompok dapat dilakukan oleh siswa sendiri dengan melihat warna pada kartu yang di dapatnya. 2. Lalu guru membagikan satu buah kartu yang berisi gambar kepada semua siswa 3. Siswa membentuk kelompoknya sesuai dengan warna kartu yang di dapatnya 4. Kartu berisi gambar itu kemudian dipelajari bersama kelompoknya 5. Tiap kelompok menceritakan secara lisan di depan kelas secara bergantian sesuai dengan urutan gambar yang di dapat masing- masing siswa pada kelompoknya. Isi pesan yang ditulis atau disampaikan dalam cerita tersebut harus menyangkut kejadian-kejadian yang membuat siswa merasa tertarik dan berarti bagi siswa. Cerita atau isi pesan boleh berupa kejadian yang pernah dialami siswa pengalaman siswa, ini diharapkan akan membuat siswa merasa senang dan termotivasi dalam belajar keterampilan berbicara. B. KETERAMPILAN BERBICARA

1. Pengertian Keterampilan Berbicara

Berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan bahasa setelah mendengarkan. Berdasarkan bunyi-bunyi bahasa yang didengarnya itulah kemudian manusia belajar mengucapkan dan akhirnya mampu untuk berbicara. Untuk dapat berbicara dalam suatu bahasa secara baik, pembicara harus menguasai lafal, struktur, dan kosakata yang bersangkutan. Disamping itu diperlukan juga penguasaan masalah dan atau gagasan yang akan disampaikan, serta kemampuan memahami bahasa lawan bicara. 23 Seseorang yang memiliki kemampuan berbicara akan lebih mudah dalam menyampaikan ide atau gagasan kepada orang lain, keberhasilan menggunakan ide itu sehingga dapat diterima oleh orang yang mendengarkan atau yang diajak bicara. Sebaliknya seseorang yang kurang memiliki kemampuan berbicara akan mengalami kesulitan dalam menyampaikan ide gagasannya kepada orang lain. 24 Linguis berkata bahwa “Speaking is language”. Berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya di dahului oleh keterampilan menyimak, pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari. Berbicara sudah sudah tentu berhubungan erat dengan perkembangan kosa-kata yang diperoleh oleh sang anak, melalui kegiatan menyimak dan membaca. 25 Berbicara merupakan aktivitas manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologi, neurologis, semantik, dan linguistik. Pada saat berbicara seseorang memanfaatkan faktor fisik yaitu alat ucap untuk menghasilkan bunyi bahasa. Faktor psikologis memberikan andil yang cukup besar terhadap kelancaran berbicara. Faktor neurologis yaitu jaringan saraf yang menghubungkan otak kecil dengan mulut, telinga dan organ tubuh lain yang ikut dalam aktivitas berbicara. Faktor semantik yang berhubungan dengan makna, dan faktor linguistik yang berkaitan dengan struktur bahasa selalu berperan dalam kegiatan berbicara. 23 Burhan Nurgiyantoro, Penilaian Pembelajaran Bahasa, Yogyakarta: 2010 hlm. 399 24 Kundharu Saddhono dan St. Y. Slamet, Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Indonesia Teori dan Aplikasi , Bandung: CV Karya Putra Darwati, 2012 hlm. 34 25 Henry Guntur Tarigan, BERBICARA Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, Bandung: Percetakan Angkasa, Edisi revisi Tahun 2008 hlm.3 Dalam situasi yang normal, orang melakukan kegiatan berbicara dengan motivasi ingin mengemukakan sesuatu kepada orang lain, atau karena ingin memberikan reaksi terhadap sesuatu yang didengarnya. Pembicaraan dalam situasi yang demikian, kejelasan penuturan tidak semata-mata ditentukan oleh ketepatan bahasa verbal yang dipergunakan saja, melainkan amat dibantu oleh unsur-unsur paralinguistik seperti gerak-gerakan tertentu, ekspresi wajah, nada suara, dan sebagainya, suatu hal yang tidak ditemui dalam komunikasi tertulis. 26

2. Tujuan Berbicara

Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, maka sang pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan. Dia harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap para pendengarnya dan dia harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan. 27 Tujuan umum berbicara dibagi menjadi beberapa golongan, antara lain: 28 1 Menghibur Berbicara untuk menghibur berarti pembicara menarik perhatian pendengar dengan berbagai cara, seperti humor, spontanitas, kisah-kisah jenaka dan sebagainya untuk menimbulkan suasana gembira pada pendengarnya. 2 Menginformasikan Berbicara untuk tujuan menginformasikan, untuk melaporkan, dilaksanakan bila seseorang ingin: a menjelaskan sesuatu, b menguraikan, menafsirkan atau menginterpretasikan sesuatu hal, c 26 Burhan Nurgiyantoro, Penilaian Pembelajaran Bahasa, Yogyakarta: , hlm. 400 27 Sri Wahyuni dan Abd. Syukur Ibrahim, Asesmen Pembelajaran Bahasa, Malang: PT Refika Aditama, 2012 hlm. 31 28 Isah Cahyani dan Hodijah, Kemampuan Berbahasa Indonesia di SD, Bandung: Upi Press, 2007, hlm. 60-61 memberi, menyebarkan, atau menanamkan pengetahuan, d menjelaskan kaitan. 3 Menstimulasi Berbicara untuk menstimulasi pendengar jauh lebih kompleks dari tujuan berbicara lainnya, sebab berbicara itu harus pintar merayu, mempengaruhi, atau meyakinkan pendengarnya. Ini dapat tercapai jika pembicara benar-benar mengetahui kemauan, minat, inspirasi, kebutuhan, dan cita-cita pendengarnya. 4 Menggerakkan Dalam berbicara untuk menggerakkan diperlukan pembicara yang berwibawa, panutan atau tokoh idola masyarakat. Melalui kepintarannya dalam berbicara. Kecakapan memanfaatkan situasi, ditambah penguasaannya terhadap ilmu jiwa massa, pembicara dapat menggerakkan pendengarnya. Untuk tingkat pemula, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara dapat dirumuskan bahwa peserta didik dapat: 29 1 Melafalkan bunyi-bunyi bahasa 2 Menyampaikan informasi 3 Menyatakan setuju atau tidak setuju 4 Menjelaskan identitas diri 5 Menceritakan kembali hasil simakan atau bacaan 6 Menyatakan ungkapan rasa hormat 7 Bermain peran Untuk tingkat menengah, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara dapat dirumuskan bahwa peserta didik dapat: 1 Menyampaikan informasi 2 Berpartisipasi dalam percakapan 29 Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. Strategi Pembelajaran bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011 Cet. Ke-3. hlm. 286-287 3 Menjelaskan identitas diri 4 Menceritakan kembali hasil simakan atau bacaan 5 Melakukan wawancara 6 Bermain peran 7 Menyampaikan gagasan dalam diskusi atau pidato Untuk tingkat yang paling tinggi, yaitu tingkat lanjut, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara dapat dirumuskan bahwa peserta didik dapat: 1 Menyampaikan informasi 2 Berpartisipasi dalam percakapan 3 Menjelaskan identitas diri 4 Menceritakan kembali hasil simakan atau bacaan 5 Melakukan wawancara 6 Bermain peran 7 Menyampaikan gagasan dalam diskusi atau pidato Untuk peserta didik kelas III sekolah dasar, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara dapat dirumuskan bahwa peserta didik dapat: 1 Melafalkan bunyi-bunyi bahasa 2 Menyampaikan informasi 3 Menceritakan kembali hasil simakan atau bacaan

3. Penilaian Pembelajaran Berbicara

Pada pelaksanaan penilaian dilaksanakan pada akhir proses belajar- mengajar berbicara. Dengan melaksanakan penilaian yang telah direncanakan, dapat diketahui prestasi belajar atau daya serap siswa terhadap materi yang telah diajarkan. Pertanyaan yang pantas diajukan sehubungan dengan penilaian pengajaran berbicara, antara lain: 30 30 Budinuryanta, Materi Pokok Pengajaran Keterampilan Berbahasa, Jakarta : Universitas Terbuka, 2008 hlm.10.61-10.62 1 Apakah pelaksanaan penilaian sesuai dengan yang direncanakan? 2 Apakah penilaian itu benar-benar mengukur pencapaian Tujuan Intruksional Khusus? 3 Apakah penjenjangan sosial penilaian yang digunakan sudah benar? 4 Apakah bentuk dan jenis tes yang digunakan sesuai dengan karakteristik? Menilai keterampilan berbicara siswa bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Lee mengungkapkan bahwa alat penilaian itu harus dapat menilai kemampuan mengomunikasikan gagasan yang tentu saja mencakup kemampuan menggunakan kata, kalimat, dan wacana, yang sekaligus mencakup kemampuan kognitif dan psikomotorik kemampuan berbicara merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang cukup kompleks, karena tidak hanya mencakup intonasi saja, tetapi juga berbagai unsur berbahasa lainnya. 31 Tes yang paling cocok untuk mengukur keterampilan berbicara adalah tes perbuatan tes lisan. Tes lisan adalah tes yang menuntut jawaban dari peserta didik dalam bentuk lisan. Peserta didik akan mengucapkan jawaban dengan kata-katanya sendiri sesuai dengan pertanyaan atau perintah yang diberikan. 32 Pada penggunaan tes berbicara, perlu diupayakan rincian terhadap keterampilan dalam bentuk identifikasi unsur-unsur yang merupakan bagian dari keterampilan berbicara. Tes keterampilan berbicara ini dikategorikan sebagai tes subjektif. Dengan urutan dan bobot yang mungkin dirinci secara berbeda oleh orang yang berbeda serta kebutuhan yang mungkin berbeda pula, sasaran tes berbicara yang meliputi a relevansi dan kejelasan isi pesan, masalah atau topik, b kejelasan dan kerapian pengorganisasian isi, c penggunaan bahasa yang baik dan 31 Kundharu Saddhono dan St. Y. Slamet, Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Indonesia Teori dan Aplikasi , Bandung: CV Karya Putra Darwati, 2012 hlm. 59 32 Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009 hlm.148 benar serta sesuai dengan isi, tujuan wacana, keadaan nyata termasuk pendengar. 33 Pedoman Penilaian Keterampilan Berbicara NO. UNSUR KEMAMPUAN BERBICARA RINCIAN KEMAMPUAN NILAI 1. Isi yang relevan Isi sesuai dan relevan dengan topik yang dimaksudkan untuk dibahas. 3 Isi kurang sesuai dan relevan dengan topik yang dimaksudkan untuk dibahas. 2 Isi tidak sesuai dan relevan dengan topik yang dimaksudkan untuk dibahas. 1 2. Organisasi yang sistematis Ide disampaikan dengan sistematis 3 Ide disampaikan dengan kurang sistematis 2 Ide disampaikan dengan tidak sistematis 1 3. Penggunaan bahasa yang baik dan benar a. Susunan kalimat yang gramatikal Kalimat yang digunakan sesuai dengan gramatikal 3 Kalimat yang digunakan kurang sesuai dengan gramatikal 2 Kalimat yang digunakan tidak sesuai dengan gramatikal 1 33 M. Soenardi Djiwandono, Tes Bahasa: Pegangan Bagi Pengajar Bahasa, PT. Indeks, 2011 hlm.55 b. Pilihan kata yang tepat Tepat dalam menggunakan diksi atau pilihan kata 3 Kurang tepat dalam menggunakan diksi atau pilihan kata 2 Tidak tepat dalam menggunakan diksi atau pilihan kata 1 c. Pelafalan yang jelas Tepat dalam pelafalan diksi yang digunakan 3 Kurang tepat dalam pelafalan diksi yang digunakan 2 Tidak tepat dalam pelafalan diksi yang digunakan 1 d. Intonasi yang sesuai Tepat dalam penggunaan intonasi 3 Kurang tepat dalam penggunaan intonasi 2 Tidak tepat dalam penggunaan intonasi 1 C. HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN Penelitian dengan judul peningkatan keterampilan berbicara sudah dilakukan beberapa kali penelitian dengan metode yang berbeda-beda oleh beberapa sekolah dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Diantaranya sebagai berikut: 1. Skripsi yang disusun oleh Awaluddin, Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah dengan judul “Pengaruh Media Audiovisual Terhadap Kemampuan Berbicara Pada Siswa kelas V Di MIS Taman Pendidikan Islam Babakansirna Sadeng Leuwisadeng Bogor Tahun Pelajaran 20122013”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan media audiovisual berpengaruh terhadap kemampuan berbicara siswa kelas V MIS Taman Pendidikan Islam Babakansirna, hal ini dibuktikan dengan tes hasil keterampilan berbicara siswa kelas eksperimen diperoleh rata-rata skor posttest 81,2 dan pada kelas kontrol diperoleh rata-rata skor posttest 66,25. 2. Skripsi yang disusun oleh Diny Wulandari Putri, Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah dengan judul “Pengaruh Penggunaan Metode Role Playing Terhadap Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V MI Al- Mursyidiyyah Pamulang Tangerang Selatan”. Pada penelitia ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode role playing berpengaruh terhadap keterampilan berbicara siswa kelas V MI Al-Mursyidiyyah Pamulang Tangerang Selatan, hal ini dibuktikan dengan tes hasil keterampilan berbicara siswa kelas eksperimen diperoleh rata-rata skor posttest 76,83 dan pada kelas kontrol diperoleh skor posttest 70,16. 3. Skripsi yang disusun oleh Sri Sugiyanti, Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah dengan judul “Peningkatan Kemampuan Berbicara Melalui Penerapan Teknik Cerita Berantai pada siswa kelas III MI At- Taubah Kapuk Jakarta Barat Tahun Pelajaran 20122013”. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dengan teknik cerita berantai aktivitas belajar siswa dapat meningkat baik kegiatan secara kelompok maupun kegiatan secara individu, terlihat dari hasil pengamatan aktivitas siswa bahwa pada siklus I respon siswa atau aktivitas siswa saat pembelajaran sebesar 25 dengan tingkat kriteria “cukup baik”. Sedangkan pada siklus II respon siswa atau aktivitas siswa saat pembelajaran sebesar 32 dengan tingkat kriteria “baik”. Dari ketiga skripsi penelitian yang penulis dapatkan memiliki tujuan penelitian yang sama yaitu peningkatan dalam keterampilan berbicara, hanya saja ketiga penelitian tersebut memiliki cara atau metode yang berbeda-beda, pertama dengan teknik cerita berantai, yang kedua melalui metode SAS dan yang ketiga melalui muhadharah. Sedangkan penelitian yang penulis lakukan adalah dengan menggunakan penerapan metode permainan reka cerita gambar. D. KERANGKA BERPIKIR Metode merupakan suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode sangat diperlukan oleh guru, dengan penggunaan yang bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Menguasai metode mengajar merupakan keniscayaan, sebab seorang guru tidak akan dapat mengajar dengan baik apabila ia tidak menguasai metode secara tepat. Dengan diterapkannya metode permainan dimaksudkan untuk membangun suasana belajar yang dinamis, penuh semangat dan antusiasme. Karakteristik permainan adalah menciptakan suasana belajar yang menyenangkan serta serius tapi santai. Permainan digunakan untuk penciptaan suasana belajar dari pasif ke aktif, dari kaku menjadi gerak, dan dari jenuh menjadi semangat. Usia anak tingkat sekolah dasar adalah masa dimana anak-anak masih memiliki rasa untuk bermain yang tinggi, mereka belum bisa untuk memfokuskan diri untuk belajar secara serius, belajar sambil bermain adalah metode yang cocok diterapkan untuk anak-anak tingkat sekolah dasar. Melalui bermain anak memperoleh pembatasan dan memahami kehidupan, bermain merupakan kegiatan yang memberikan kesenangan dan dilaksanakan untuk kegiatan itu sendiri yang lebih ditekankan pada proses daripada hasil yang diperoleh, kegiatan bermain dilaksanakan tidak serius dan fleksibel. Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen,yaitu: keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca dan keterampilan menulis. Setiap keterampilan itu, berhubungan erat sekali dengan tiga keterampilan lainnya dengan cara yang beraneka ragam. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya. Salah satu aspek keterampilan yaitu berbicara. Berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan bahasa setelah mendengarkan. Berdasarkan bunyi-bunyi bahasa yang didengarnya itulah kemudian manusia belajar mengucapkan dan akhirnya mampu untuk berbicara. Dalam situasi yang normal, orang melakukan kegiatan berbicara dengan motivasi ingin mengemukakan sesuatu kepada orang lain, atau karena ingin memberikan reaksi terhadap sesuatu yang didengarnya. Dalam dunia pendidikan setiap pembelajaran harus diberikan metode-metode yang membuat siswa aktif di dalamnya. Pada penelitian ini metode permainan diterapkan dengan reka cerita gambar, hal ini diharapkan dengan adanya media gambar sebagai media belajar dapat membangkitkan minat dan motivasi siswa untuk lebih berani dan lebih percaya diri untuk berbicara dan menyimak pembicaraan. Dengan penerapan metode permainan juga diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar bahasa Indonesia terutama dalam meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Metode ini dimulai dengan diberikannya kartu-kartu gambar kepada setiap siswa secara berkelompok untuk diamati isi dari cerita pada kartu-kartu tersebut. Setelah itu disampaikan secara lisan dihadapan teman-teman yang lain secara bergantian. Kegiatan ini diharapkan siswa saling berinteraksi dengan siswa lainnya, ataupun siswa dengan guru dan dapat mencapai ketuntasan belajar siswa khususnya mata pelajaran Bahasa Indonesia. E. HIPOTESIS STATISTIKA Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan, maka dapat diajukan sebuah hipotesis tindakan sebagai berikut: 1. H 1 : Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara metode permainan skartu dan keterampilan berbicara atau H 1 : ρ ≠ 2. H : Tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan antara metode permainan kartu dan keterampilan berbicara atau H : ρ = 0 ρ = nilai pengaruh dalam formulasi yang dihipotesiskan 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Serpong 3 yang beralamat di Jl. Kantor Pos dan Giro Serpong, RTRW 00103 Kecamatan Serpong Kota Tangerang Selatan 2. Waktu Penelitian Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian. Penelitian ini diawali dengan pembuatan proposal pada bulan januari, lalu dilanjutkan dengan mengkaji teori dan menentukan instrumen, setelah itu dilaksanakan penelitian pada semester genap tahun pelajaran 20142015 di SD Negeri Serpong 3 Tangerang Selatan. B. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen, yaitu metode yang tidak memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan secara penuh terhadap variable dan kondisi eksperimen. Metode ini dipilih karena tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari suatu perlakuan treatment, yaitu pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan metode permainan reka cerita gambar yang diterapkan pada kelompok eksperimen kemudian dibandingkan dengan kelompok kontrol yang melakukan pembelajaran Bahasa Indonesia tanpa menggunakan metode permainan reka cerita gambar. Design penelitian ini menggunakan Nonrandomized Pretest-Posttest Control Group Design . Desain penelitian ini melibatkan dua kelompok yang dibandingkan, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Sebelum proses belajar dimulai dua kelompok tersebut mendapatkan tes awal yang sama. Setelah itu kelompok eksperimen mendapatkan perlakuan dengan menggunakan media gambar dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, sedangkan kelompok kontrol menggunakan metode ceramah saja dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Setelah proses pembelajaran selesai masing- masing kelompok mendapatkan tes akhir yang sama. C. Populasi dan Sampel Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas III SD Negeri Serpong 3 Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 20142015. Pada penelitian ini peneliti tidak menggunakan teknik pengambilan sampel, karena pada penelitian ini menggunakan penelitian populasi atau digunakannya semua populasi untuk diteliti. Dalam penelitian ini terdiri dari 2 kelompok, yaitu: a Kelompok eksperimen, yaitu kelompok siswa yang mendapat pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan metode permainan reka cerita gambar. b Kelompok kontrol, yaitu kelompok siswa yang mendapat pembelajaran Bahasa Indonesia tanpa menggunakan metode permainan reka cerita gambar. D. Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang di tetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Dalam penelitian ini ada dua variabel yang terlibat, yaitu: 1. Variabel independen variabel bebas Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen. Variabel independen pada penelitian ini adalah kelompok eksperimen yang dalam proses pembelajaran mendapatkan perlakuan khusus dan kelompok kontrol yang dalam proses pembelajaran tidak mendapat perlakuan khusus. 2. Variabel dependen variabel terikat Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel independen. Variabel dependen pada penelitian ini adalah keterampilan berbicara siswa kelas III yang dinyatakan dalam bentuk skor hasil tes. Desain Penelitian Eksperimen kelas Treatment Tes Eksperimen Metode Permainan X E Keterampilan Berbicara Kontrol Konvensional Xp Keterampilan Berbicara Keterangan: X E : Kelas eksperimen Kelas eksperimen adalah kelompok kelas yang mendapatkan perlakuan khusus dalam proses pembelajaran, yaitu dengan menggunakan metode permainan reka cerita gambar Xp : Kelas kontrol Kelas kontrol adalah kelas yang dalam proses pembelajaran tidak mendapat perlakuan khusus, yaitu dengan menggunakan metode ceramah Y : Keterampilan Berbicara E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah cara-cara memperoleh data yang dipergunakan untuk penelitian. Teknik pengumpulan data ini menggunakan instrumen tes dan non tes. Pengumpulan data dilakukan pada setiap aktivitas, situasi atau kejadian yang berkaitan dengan tindakan penelitian yang dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan penelitian. 1. Instrumen Tes Tes merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan dalam rangka melaksanakan kegiatan pengukuran, yang di dalamnya terdapat berbagai pertanyaan, pernyataan atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh peserta didik untuk mengukur aspek perilaku peserta didik. 34 Sedangkan Adi Suryanto menyimpulkan bahwa tes merupakan alat ukur untuk memperoleh informasi hasil belajar siswa yang memerlukan jawaban benar atau salah. 35 Adapun jenis tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes lisan, pemberian tes lisan dilakukan setelah proses pembelajaran berlangsung, tes lisan untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat mencapai tujuan program pembelajaran setelah mereka mengikuti program pembelajaran tersebut, atau untuk mengetahui hasil belajar setelah mereka mendapatkan perlakuan pembelajaran. Kelebihan digunakannya tes lisan antara lain: 1 dapat mengetahui langsung kemampuan peserta didik dalam mengemukakan pendapatnya secara lisan 2 tidak perlu menyusun soal-soal secara terurai, tetapi cukup mencatat pokok-pokok permasalahannya saja 3 kemungkinan peserta didik akan menerka-nerka jawaban dan berspekulasi dapat 34 Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009, hlm.118 35 Adi Suryanto, Evaluasi Pembelajaran di SD, Jakarta: Universitas Terbuka, 2009, hlm.1.4 dihindari. Sedangkan kelemahannya adalah 1 memakan waktu yang cukup banyak, apalagi jika jumlah peserta didik banyak 2 sering muncul subjektivitas bilamana dalam suasana ujian lisan itu hanya ada seorang guru dan seorang peserta didik. 36 Tes keterampilan berbicara ini dikategorikan sebagai tes subjektif. Dengan urutan dan bobot yang mungkin dirinci secara berbeda oleh orang yang berbeda serta kebutuhan yang mungkin berbeda pula, sasaran tes berbicara yang meliputi a relevansi dan kejelasan isi pesan, masalah atau topik, b kejelasan dan kerapian pengorganisasian isi, c penggunaan bahasa yang baik dan benar serta sesuai dengan isi, tujuan wacana, keadaan nyata termasuk pendengar. 37 Pedoman Penilaian Keterampilan Berbicara NO. UNSUR KEMAMPUAN BERBICARA RINCIAN KEMAMPUAN NILAI 1. Isi yang relevan Isi sesuai dan relevan dengan topik yang dimaksudkan untuk dibahas. 3 Isi kurang sesuai dan relevan dengan topik yang dimaksudkan untuk dibahas. 2 Isi tidak sesuai dan relevan dengan topik yang dimaksudkan untuk dibahas. 1 2. Organisasi yang sistematis Ide disampaikan dengan sistematis 3 Ide disampaikan dengan kurang sistematis 2 Ide disampaikan dengan tidak 1 36 Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009 hlm.149 37 M. Soenardi Djiwandono, Tes Bahasa: Pegangan Bagi Pengajar Bahasa, PT. Indeks, 2011 hlm.55 sistematis 3. Penggunaan bahasa yang baik dan benar a. Susunan kalimat yang gramatikal Kalimat yang digunakan sesuai dengan gramatikal 3 Kalimat yang digunakan kurang sesuai dengan gramatikal 2 Kalimat yang digunakan tidak sesuai dengan gramatikal 1 b. Pilihan kata yang tepat Tepat dalam menggunakan diksi atau pilihan kata 3 Kurang tepat dalam menggunakan diksi atau pilihan kata 2 Tidak tepat dalam menggunakan diksi atau pilihan kata 1 c. Pelafalan yang jelas Tepat dalam pelafalan diksi yang digunakan 3 Kurang tepat dalam pelafalan diksi yang digunakan 2 Tidak tepat dalam pelafalan diksi yang digunakan 1 d. Intonasi yang sesuai Tepat dalam penggunaan intonasi 3 Kurang tepat dalam penggunaan intonasi 2 Tidak tepat dalam penggunaan intonasi 1 2. Instrumen Non Tes Hasil belajar dapat berupa pengetahuan teoritis, keterampilan dan sikap. Pengetahuan teoritis dapat diukur dengan menggunakan teknik tes. Keterampilan dapat diukur dengan menggunakan tes perbuatan, adapun perubahan sikap dan pertumbuhan anak dalam psikologi hanya dapat diukur dengan teknik non-tes. Penelitian ini selain menggunakan instrumen tes juga menggunakan instrumen non tes, yaitu: a Observasi Observasi adalah suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif, dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan Nasution menyatakan bahwa, observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. 38 Pengolahan data hasil observasi sangat bergantung pada pedoman observasinya, terutama dalam mencatat hasil observasi. Observasi yang hasil pengamatannya diberi nilai atau disediakan skala nilai misalnya dengan huruf A, B, C, D, E atau dengan angka 4, 3, 2, 1 yang tersebut bermakna sebagai skala nilai. 39 Observasi mempunyai beberapa karakteristik, antara lain 1 mempunyai arah dan tujuan yang jelas, hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan observasi tidak menyimpang dari permasalahan, 2 bersifat ilmiah, yaitu dilakukan secara sistematis, logis, kritis, objektif dan rasional, 3 terdapat berbagai aspek yang akan diobservasi dan 4 praktis penggunaannya. b Dokumentasi Dokumentasi dalam Kamus Bahasa Indonesia untuk Pendidikan Dasar adalah pengumpulan, pemilihan, pengolahan dan penyimpanan informasi atau pengumpulan bukti dan keterangan seperti gambar, kutipan, guntingan koran dan bahan referensi 38 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2012 hlm.310 39 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, cet. Ke-14, 2009 hlm. 132

Dokumen yang terkait

Peningkatan keterampilan menulis karangan dengan penerapan metode permainan susun gambar dalam pelajaran bahasa Indonesia siswa kelas III SD Muhammadiyah 12 Pamulang Tangerang Selatan

3 24 93

Peningkatan Keterampilan Menulis Karangan dengan Penerapan Metode Permainan Susun Gambar Dalam Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas III SD Muhammadiyah 12 Pamulang Tangerang Selatan

0 8 93

Pengaruh Metode Simulasi Terhadap Keterampilan Menulis Cerita Pendek Siswa Kelas VII MTs. Negeri Jakarta Selatan

1 6 89

PENERAPAN METODE CERITA BERANTAI DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA Penerapan Metode Cerita Berantai Dalam Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas Iv Sd Negeri Semawung I Tahun Pelajaran

0 2 15

PENGARUH METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) DAN TEKNIK REKA CERITA GAMBAR TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS PENGARUH METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) DAN TEKNIK REKA CERITA GAMBAR TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN KELAS III SDN GIRITIRTO II WONOGIRI.

0 0 15

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA SISWA KELAS IV MELALUI PERMAINAN CERITA BERANTAI DI SD NEGERI Upaya Peningkatan Kemampuan Berbicara Siswa Kelas IV Melalui Permainan Cerita Berantai di SD Negeri Brojol I Kecamaatan Miri Kabupaten Sragen.

0 0 15

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN REKA CERITA GAMBAR (Penelitian Tindakan Kelas pada siswa kelas III SD Negeri 03 Tunggulrejo Kecamatan Jumantono kabupaten Karanganyar Tahun Pelajaran 2010/2011).

0 0 15

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI TEKNIK CERITA BERANTAI SISWA KELAS IV SD NEGERI 3 KALIORI BANYUMAS.

18 87 198

LPSE Kota Tangerang Selatan Serpong

0 0 2

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA MENGGUNAKAN METODE LATIHAN BERBICARA DI KELAS III

0 0 7