Jika benda tersebut tidak ada atau tidak memungkinkan dibawa ke dalam kelas, dapat digantikan dengan tiruannya atau gambarnya.
c Memerikan
Memerikan berarti menjelaskan, melukiskan atau mendeskripsikan sesuatu. Siswa disuruh memperhatikan suatu benda atau gambar benda,
kesibukan lalu lintas, melihat pemandangan atau gambarnya dengan teliti kemudian siswa diminta menjelaskan atau memeriksa apa yang
telah dilihatnya.
d Menjawab Pertanyaan
Siswa yang susah atau malu berbicara dapat dipancing dengan menjawab sejumlah pertanyaan mengenai dirinya, misalnya mengenai
nama, usia, tempat tinggal, atau pekerjaan orang tua.
e Bertanya
Melalui pertanyaan, siswa dapat menyatakan keingintahuannya terhadap sesuatu.
Tingkat atau
jenjang pertanyaan
yang diutarakan
melambangkan tingkat kedewasaan siswa. Melalui pertanyaan- pertanyaan yang sistematis siswa dapat menemukan yang diinginkannya.
f Pertanyaan Menggali
Salah satu cara membuat siswa banyak berbicara ialah mengajukan pertanyaan menggali. Disamping memancing siswa berbicara,
pertanyaan menggali juga digunakan untuk menilai kedalaman dan keluasan pemahaman siswa terhadap suatu masalah.
11
11
Budinuryanta dkk,ibid , hlm.10.28-30
g Melanjutkan
Dua, tiga,atau empat orang siswa bersama-sama menyusun cerita secara spontan. Kadang-kadang guru boleh juga terlibat dalam kegiatan ini,
misalnya guru mengawali cerita dan cerita itu dilanjutkan siswa kedua, ketiga dan diakhiri oleh siswa berikutnya. Pada bagian akhir kegiatan
guru memeriksa jalan cerita apakah sistematis, logis atau padu.
h Menceritakan Kembali
Guru mempersiapkan bahan bacaan. Siswa membaca bahan itu dengan saksama. Kemudian guru meminta siswa menceritakan kembali secara
singkat dengan kata-kata sendiri. Ketika bahan itu dibacakan siswa diminta menyimaknya. Kemudian siswa diminta menceritakan isinya
dengan kata-kata sendiri.
i Percakapan
Percakapan adalah pertukaran pikiran atau pendapat mengenai suatu topik antara dua atau lebih pembicara. Dalam percakapan ada dua
kegiatan, yakni menyimak dan berbicara silih berganti. Suasana dalam percakapan biasanya akrab, spontan dan wajar. Topik pembicaraan
adalah hal yang diminati bersama. Percakapan merupakan suasana pengembangan keterampilan berbicara.
12
j Parafrase
Parafrase berarti alih bentuk, misalnya memprosakan puisi atau sebaliknya mempuisikan prosa. Di sekolah kegiatan memprosakan puisi
sering dilakukan daripada mempuisikan prosa. Jika seorang siswa dapat memprosakan suatu puisi dengan baik, berarti siswa tersebut dapat
mengapresiasikan isi puisi tersebut. Hasil mengapresiasikan itu dinyatakan secara lisan. Guru mempersiapkan sebuah puisi yang cocok
12
Budinuryanta dkk, ibid, hlm.10.31-34
bagi kelas tertentu. Guru membacakan puisi itu dengan suara jelas, intonasi yang tepat, dan kecepatan normal. Siswa menyimak pembacaan
puisi kemudian menceritakannya dengan kata-kata sendiri.
k Reka Cerita Gambar
Sebuah gambar atau rangkaian beberapa gambar merupakan sarana ampuh untuk memancing, mendorong, atau memotivasi seorang siswa
berbicara. Penghayatan atau pemahaman terhadap suatu gambar atau seri gambar akan berbeda antara satu siswa dan siswa lainnya. Karena itu,
wajar jika cerita yang mereka hasilkan akan berbeda pula. Guru harus menggunakan hal sebagai suatu kewajaran asal cerita yang siswa
hasilkan masih relevan dengan gambar yang mereka perhatikan.
l Bercerita
Kegiatan bercerita menuntun siswa ke arah pembicaraan yang baik. Lancar bercerita berarti lancar berbicara. Dalam bercerita siswa dilatih
berbicara jelas, intonasi yang tepat, urutan kata sistematis, menguasai massa pendengar, dan berperilaku menarik.
m Memberi Petunjuk
Memberi petunjuk, seperti petunjuk mengerjakan sesuatu, petunjuk mengenai arah atau letak suatu tempat menuntut sejumlah persyaratan.
Petunjuk harus jelas, singkat, dan tepat. Hal ini akan tercapai jika orang yang memberikan petunjuk itu terampil menggunakan bahasa lisan,
yakni berbicara. Siswa yang sering berlatih memberi petunjuk secara lisan akan mendapat keuntungan keterampilan berbicara.
13
n Melaporkan
Melaporkan berarti menyampaikan gambaran, lukisan, atau peristiwa terjadinya sesuatu. Hal yang dilaporkan dapat berwujud macam-macam,
13
Budinuryanta dkk, ibid, hlm.10.35-40
misalnya upacara kenegaraan, pertandingan olahraga, atau peresmian proyek. Kegiatan melaporkan juga dapat dilakukan dalam hal
perjalanan,atau pembacaan buku. Bahasa laporan termasuk ragam bahasa jurnalistik yang harus singkat, jelas, sederhana, lancar, menarik
dan baku.
o Bermain Peran
Dalam bermain peran, siswa bertindak, berlaku dan berbahasa seperti orang yang diperankannya. Dari segi bahasa, berarti siswa harus
mengenal dan dapat menggunakan ragam-ragam bahasa.
p Wawancara
Wawancara atau interviu adalah percakapan dalam bentuk tanya jawab. Pewawancara biasanya wartawan atau penyiar radio atau televisi. Orang
yang diwawancarai adalah orang berprestasi, ahli atau istimewa, misalnya pejabat, tokoh, pakar dalam bidang tertentu, atau jura. Melalui
kegiatan latihan wawancara siswa dapat mengembangkan keterampilan berbicara.
q Diskusi
Diskusi ialah proses pelibatan dua atau lebih individu yang berinteraksi secara verbal dan tatap muka, mengenai tujuan yang sudah tentu melalui
cara tukar-menukar informasi untuk memecahkan masalah. Diskusi merupakan sarana yang ampuh bagi pengembangan keterampilan
berbicara. Berlatih berdiskusi berarti berlatih berbicara.
14
r Bertelepon
Bertelepon ialah percakapan antara dua pribadi dalam jarak jauh. Komunikasi ini sejenis kemonikasi lisan jarak jauh. Ciri khas bertelepon
14
Budinuryanta dkk, ibid, hlm.10.40-42
yaitu berbicara jelas, singkat, dan lugas. Teknik bertelepon dapat digunakan sebagai teknik pengajaran berbicara.
s Dramatisasi
Dramatisasi atau bermain drama adalah mementaskan lakon atau cerita. Biasanya cerita yang dilakonkan sudah dalam bentuk drama. Guru dan
siswa harus mempersiapkan naskah atau skenario, pelaku dan perlengkapan. Bermain drama lebih kompleks dari bermain peran.
Melalui teknik dramatisasi siswa dilatih mengekspresikan perasaan dan pikirannya dalam bentuk bahasa lisan
3. Pengertian Metode Permainan Reka Cerita Gambar
Menurut pendidik dan ahli psikologi, bermain merupakan pekerjaan anak dan cermin pertumbuhan anak. Melalui bermain anak
memperoleh pembatasan dan memahami kehidupan, bermain merupakan kegiatan yang memberikan kesenangan dan dilaksanakan untuk kegiatan
itu sendiri yang lebih ditekankan pada proses daripada hasil yang diperoleh, kegiatan bermain dilaksanakan tidak serius dan fleksibel.
15
Bermain merupakan salah satu fenomena yang paling alamiah dan luas dalam kehidupan anak. Bermain dapat dikembangkan menjadi
semacam alat untuk mengaktualisasikan potensi-potensi kritis pada diri anak, mempersiapkan fungsi intelektual, dan aspek emosi dan sosialnya.
Dengan demikian, bermain berkembang bukan hanya menjadi sarana yang dapat dinikmati dan menyenangkan saja tetapi juga bersifat mendidik.
16
Permainan adalah alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari yang tidak ia kenali sampai pada yang ia ketahui dan dari yang tidak dapat
15
Moeslichatoen, Metode Pengajaran, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004 hlm.24
16
Novi Resmini dan Dadan Juanda, Pendidikan Bahasa dan Sastra di Kelas Tinggi
, Bandung: Upi Press, 2007 hlm. 245
diperbuatnya sampai mampu melakukannya. Jadi, bermain mempunyai nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan perkembangan kehidupan
sehari-hari seorang anak.
17
Permainan merupakan suatu aktivitas untuk memperoleh suatu keterampilan tertentu dengan cara yang menggembirakan. Apabila
keterampilan yang di peroleh dalam permainan itu berupa keterampilan bahasa tertentu, permainan tersebut dinamakan permainan bahasa.
Permainan bahasa mempunyai tujuan ganda, yaitu untuk memperoleh kegembiraan sebagai fungsi bermain, dan untuk melatih keterampilan
berbahasa tertentu sebagai materi pelajaran.
18
Dengan diterapkannya metode permainan dimaksudkan untuk membangun suasana belajar yang dinamis, penuh semangat dan
antusiasme. Karakteristik permainan adalah menciptakan suasana belajar yang menyenangkan serta serius tapi santai. Permainan digunakan untuk
penciptaan suasana belajar dari pasif ke aktif, dari kaku menjadi gerak, dan dari jenuh menjadi semangat.
Pemilihan metode permainan diarahkan agar tujuan belajar dapat dicapai secara efisien dan efektif dalam suasana gembira meskipun
membahas hal-hal yang sulit atau berat. Sebaiknya, permainan digunakan sebagai bagian dari proses belajar, bukan hanya untuk mengisi waktu
kosong atau sekedar permainan.
19
Namun pada pelaksanaannya terdapat kelebihan dan kekurangan pada permainan bahasa. Kelebihan permainan bahasa ialah: a permainan
bahasa sebagai metode pembelajaran dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar, b aktivitas yang dilakukan siswa bukan
saja fisik tetapi juga mental, c dapat membangkitkan motivasi siswa
17
Conny R. Semiawan, Belajar dan Pembelajaran Prasekolah dan Sekolah Dasar
, PT Indeks, cet.ke-3, 2008 hlm.
18
Novi Resmini dan Dadan Juanda, ibid, hlm. 255
19
Sobry Sutikno, Metode dan Model-Model Pembelajaran, Lombok: Holistica, 2014, hlm.44-45
dalam belajar, d dapat memupuk rasa solidaritas dan kerjasama, e dengan permainan materi lebih mengesankan sehingga sukar dilupakan.
Kekurangan permainan bahasa ialah: a bila jumlah siswa terlalu banyak akan sulit untuk melibatkan seluruh siswa dalam permainan, b
tidak semua materi dapat dilaksanakan melalui permainan, c permainan banyak mengandung unsur spekulasi sehingga sulit untuk dijadikan ukuran
yang terpercaya, d permainan biasanya menimbulkan suara gaduh, hal tersebut dapat mengganggu kelas yang berdekatan, dan e banyak yang
menggunakan permainan bahasa hanya sebagai kegiatan untuk mengisi waktu kosong bukan sebagai teknik pembelajaran bahasa.
Sedangkan metode reka cerita gambar adalah sebuah metode yang menggunakan media gambar. Sebuah gambar atau rangkaian beberapa
gambar merupakan sarana ampuh untuk memancing, mendorong, atau memotivasi seorang siswa berbicara. Penghayatan atau pemahaman
terhadap suatu gambar atau seri gambar akan berbeda antara satu siswa dan siswa lainnya. Karena itu, wajar jika cerita yang mereka hasilkan akan
berbeda pula. Guru harus menggunakan hal sebagai suatu kewajaran asal cerita yang siswa hasilkan masih relevan dengan gambar yang mereka
perhatikan. Gambar secara garis besar dapat dibagi pada tiga jenis, yaitu
sketsa, lukisan dan photo. Pertama, sketsa atau biasa disebut sebagai gambar garis yaitu gambar sederhana atau draft kasar yang melukiskan
bagian-bagian pokok suatu objek tanpa detail. Kedua, lukisan merupakan gambar hasil representasi simbolis dan artistik seseorang tentang suatu
objek atau situasi. Ketiga, photo yaitu gambar hasil pemotretan atau photografi. Photo merupakan media visual gambar yang efektif karena
dapat memvisualisasikan objek dengan lebih konkrit, lebih realistis dan lebih akurat.
20
Metode permainan reka cerita gambar pada penelitian ini digunakan oleh pendidik dengan maksud mengajak peserta didik untuk
membangkitkan keberaniannya dalam berbicara di depan umum dengan menceritakan sesuatu sesuai dengan gambar yang ada pada kartu yang
telah diberikan oleh guru. Metode permainan ini dilakukan secara berkelompok, sehingga dapat menjadi sebuah cerita yang menarik yang
terlebih dahulu harus disusun oleh masing-masing anggota kelompok untuk menentukan mana gambar yang pertama, kedua, dan seterusnya
sesuai anggota kelompok. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih gambar
yang baik sebagai berikut:
21
1. Keaslian gambar, sumber yang digunakan hendaklah menunjukkan
keaslian atas situasi yang sederhana. 2.
Kesederhanaan, terutama
dalam menentukan
warna akan
menimbulkan kesan tertentu, mempunyai nilai estetis secara murni dan mengandung nilai praktis. Usahakan supaya anak tertarik pada
gambar yang dipergunakan. 3.
Bentuk item, diusahakan agar anak memperoleh tanggapan yang tepat tentang objek-objek dalam gambar.
4. Gambar yang digunakan hendaklah menunjukkan hal yang sedang
dibicarakan atau sedang dilakukan.. 5.
Harus diperhatikan
nilai fotografinya.
Biasanya anak-anak
memusatkan perhatian pada sumber-sumber yang lebih menarik. 6.
Segi artistik juga perlu diperhatikan. Penggunaannya harus disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai.
20
Yudhi Munadi, Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru, Jakarta: Gaung Persada GP Press, 2012 hlm.85-88
21
Asnawir dan Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, Jakarta: Ciputat Pers, 2002 hlm.49-50
7. Gambar harus cukup populer, dimana gambar tersebut telah cukup
dikenal oleh anak-anak secara sebagian atau keseluruhannya. 8.
Gambar harus dinamis yaitu menunjukkan aktivitas tertentu. 9.
Gambar harus membawa pesan yang cocok untuk tujuan pengajaran yang sedang dibahas.
Meskipun demikian, media gambar juga mempunyai kelebihan dan kekurangan.
22
1. Kelebihan gambar
a Gambar cukup murah dan tersedia cukup banyak
b Detil gambar memungkinkan sesuatu yang tidak mungkin untuk
dipelajari c
Gambar dapat menimbulkan stimulus untuk belajar lebih lanjut seperti membaca dan meneliti
d Gambar
dapat membantu
memfokuskan perhatian,
dan mengembangkan daya kritis
e Gambar mudah dibuat dan diperagakan
2. Kekurangan gambar
a Ukuran dan jarak sering berubah
b Yang buram mengurangi ketepatan interpretasi
c Siswa tidak selalu tahu bagaimana membaca gambar
4. Langkah-langkah Metode Permainan Reka Cerita Gambar
Berdasarkan penjelasan di atas, langkah-langkah yang akan diterapkan dengan metode permainan reka cerita gambar pada penelitian
ini adalah sebagai berikut: 1.
Guru menyiapkan beberapa kartu dan membuat beberapa gambar pada kartu tersebut yang saling berhubungan untuk menjadi sebuah
22
Dindin Ridwanuddin, Bahasa Indonesia, Ciputat: UIN Press, 2015 hlm.139
cerita. Guru membuat cerita sesuai dengan kelompok yang akan dibuatnya, tiap cerita memiliki ciri khas warna kartu yang berbeda
hal ini dimaksudkan agar pembentukan kelompok dapat dilakukan oleh siswa sendiri dengan melihat warna pada kartu yang di
dapatnya. 2.
Lalu guru membagikan satu buah kartu yang berisi gambar kepada semua siswa
3. Siswa membentuk kelompoknya sesuai dengan warna kartu yang di
dapatnya 4.
Kartu berisi gambar itu kemudian dipelajari bersama kelompoknya 5.
Tiap kelompok menceritakan secara lisan di depan kelas secara bergantian sesuai dengan urutan gambar yang di dapat masing-
masing siswa pada kelompoknya. Isi pesan yang ditulis atau disampaikan dalam cerita tersebut harus
menyangkut kejadian-kejadian yang membuat siswa merasa tertarik dan berarti bagi siswa. Cerita atau isi pesan boleh berupa kejadian yang pernah
dialami siswa pengalaman siswa, ini diharapkan akan membuat siswa merasa senang dan termotivasi dalam belajar keterampilan berbicara.
B. KETERAMPILAN BERBICARA
1. Pengertian Keterampilan Berbicara
Berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan bahasa setelah mendengarkan. Berdasarkan
bunyi-bunyi bahasa yang didengarnya itulah kemudian manusia belajar mengucapkan dan akhirnya mampu untuk berbicara. Untuk dapat
berbicara dalam suatu bahasa secara baik, pembicara harus menguasai lafal, struktur, dan kosakata yang bersangkutan. Disamping itu
diperlukan juga penguasaan masalah dan atau gagasan yang akan disampaikan, serta kemampuan memahami bahasa lawan bicara.
23
Seseorang yang memiliki kemampuan berbicara akan lebih mudah dalam menyampaikan ide atau gagasan kepada orang lain, keberhasilan
menggunakan ide itu sehingga dapat diterima oleh orang yang mendengarkan atau yang diajak bicara. Sebaliknya seseorang yang
kurang memiliki kemampuan berbicara akan mengalami kesulitan dalam menyampaikan ide gagasannya kepada orang lain.
24
Linguis berkata bahwa “Speaking is language”. Berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak,
yang hanya di dahului oleh keterampilan menyimak, pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari. Berbicara sudah
sudah tentu berhubungan erat dengan perkembangan kosa-kata yang diperoleh oleh sang anak, melalui kegiatan menyimak dan membaca.
25
Berbicara merupakan aktivitas manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologi, neurologis, semantik, dan linguistik. Pada
saat berbicara seseorang memanfaatkan faktor fisik yaitu alat ucap untuk menghasilkan bunyi bahasa. Faktor psikologis memberikan andil yang
cukup besar terhadap kelancaran berbicara. Faktor neurologis yaitu jaringan saraf yang menghubungkan otak kecil dengan mulut, telinga dan
organ tubuh lain yang ikut dalam aktivitas berbicara. Faktor semantik yang berhubungan dengan makna, dan faktor linguistik yang berkaitan
dengan struktur bahasa selalu berperan dalam kegiatan berbicara.
23
Burhan Nurgiyantoro, Penilaian Pembelajaran Bahasa, Yogyakarta: 2010 hlm. 399
24
Kundharu Saddhono dan St. Y. Slamet, Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Indonesia Teori dan Aplikasi
, Bandung: CV Karya Putra Darwati, 2012 hlm. 34
25
Henry Guntur Tarigan, BERBICARA Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa,
Bandung: Percetakan Angkasa, Edisi revisi Tahun 2008 hlm.3
Dalam situasi yang normal, orang melakukan kegiatan berbicara dengan motivasi ingin mengemukakan sesuatu kepada orang lain, atau
karena ingin memberikan reaksi terhadap sesuatu yang didengarnya. Pembicaraan dalam situasi yang demikian, kejelasan penuturan tidak
semata-mata ditentukan oleh ketepatan bahasa verbal yang
dipergunakan saja, melainkan amat dibantu oleh unsur-unsur paralinguistik seperti gerak-gerakan tertentu, ekspresi wajah, nada suara,
dan sebagainya, suatu hal yang tidak ditemui dalam komunikasi tertulis.
26
2. Tujuan Berbicara
Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, maka sang pembicara
memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan. Dia harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap para pendengarnya
dan dia harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan.
27
Tujuan umum berbicara dibagi menjadi beberapa golongan, antara lain:
28
1 Menghibur
Berbicara untuk menghibur berarti pembicara menarik perhatian pendengar dengan berbagai cara, seperti humor,
spontanitas, kisah-kisah jenaka dan sebagainya untuk menimbulkan suasana gembira pada pendengarnya.
2 Menginformasikan
Berbicara untuk tujuan menginformasikan, untuk melaporkan, dilaksanakan bila seseorang ingin: a menjelaskan sesuatu, b
menguraikan, menafsirkan atau menginterpretasikan sesuatu hal, c
26
Burhan Nurgiyantoro, Penilaian Pembelajaran Bahasa, Yogyakarta: , hlm. 400
27
Sri Wahyuni dan Abd. Syukur Ibrahim, Asesmen Pembelajaran Bahasa, Malang: PT Refika Aditama, 2012 hlm. 31
28
Isah Cahyani dan Hodijah, Kemampuan Berbahasa Indonesia di SD, Bandung: Upi Press, 2007, hlm. 60-61
memberi, menyebarkan, atau menanamkan pengetahuan, d menjelaskan kaitan.
3 Menstimulasi
Berbicara untuk menstimulasi pendengar jauh lebih kompleks dari tujuan berbicara lainnya, sebab berbicara itu harus pintar
merayu, mempengaruhi, atau meyakinkan pendengarnya. Ini dapat tercapai jika pembicara benar-benar mengetahui kemauan, minat,
inspirasi, kebutuhan, dan cita-cita pendengarnya. 4
Menggerakkan Dalam berbicara untuk menggerakkan diperlukan pembicara
yang berwibawa, panutan atau tokoh idola masyarakat. Melalui kepintarannya dalam berbicara. Kecakapan memanfaatkan situasi,
ditambah penguasaannya terhadap ilmu jiwa massa, pembicara dapat menggerakkan pendengarnya.
Untuk tingkat pemula, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara dapat dirumuskan bahwa peserta didik dapat:
29
1 Melafalkan bunyi-bunyi bahasa
2 Menyampaikan informasi
3 Menyatakan setuju atau tidak setuju
4 Menjelaskan identitas diri
5 Menceritakan kembali hasil simakan atau bacaan
6 Menyatakan ungkapan rasa hormat
7 Bermain peran
Untuk tingkat menengah, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara dapat dirumuskan bahwa peserta didik dapat:
1 Menyampaikan informasi
2 Berpartisipasi dalam percakapan
29
Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. Strategi Pembelajaran bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011 Cet. Ke-3. hlm. 286-287
3 Menjelaskan identitas diri
4 Menceritakan kembali hasil simakan atau bacaan
5 Melakukan wawancara
6 Bermain peran
7 Menyampaikan gagasan dalam diskusi atau pidato
Untuk tingkat yang paling tinggi, yaitu tingkat lanjut, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara dapat dirumuskan bahwa peserta
didik dapat: 1
Menyampaikan informasi 2
Berpartisipasi dalam percakapan 3
Menjelaskan identitas diri 4
Menceritakan kembali hasil simakan atau bacaan 5
Melakukan wawancara 6
Bermain peran 7
Menyampaikan gagasan dalam diskusi atau pidato Untuk peserta didik kelas III sekolah dasar, tujuan pembelajaran
keterampilan berbicara dapat dirumuskan bahwa peserta didik dapat: 1
Melafalkan bunyi-bunyi bahasa 2
Menyampaikan informasi 3
Menceritakan kembali hasil simakan atau bacaan
3. Penilaian Pembelajaran Berbicara
Pada pelaksanaan penilaian dilaksanakan pada akhir proses belajar- mengajar berbicara. Dengan melaksanakan penilaian yang telah
direncanakan, dapat diketahui prestasi belajar atau daya serap siswa terhadap materi yang telah diajarkan. Pertanyaan yang pantas diajukan
sehubungan dengan penilaian pengajaran berbicara, antara lain:
30
30
Budinuryanta, Materi Pokok Pengajaran Keterampilan Berbahasa, Jakarta : Universitas Terbuka, 2008 hlm.10.61-10.62
1 Apakah pelaksanaan penilaian sesuai dengan yang direncanakan?
2 Apakah penilaian itu benar-benar mengukur pencapaian Tujuan
Intruksional Khusus? 3
Apakah penjenjangan sosial penilaian yang digunakan sudah benar? 4
Apakah bentuk dan jenis tes yang digunakan sesuai dengan karakteristik?
Menilai keterampilan berbicara siswa bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Lee mengungkapkan bahwa alat penilaian itu harus
dapat menilai kemampuan mengomunikasikan gagasan yang tentu saja mencakup kemampuan menggunakan kata, kalimat, dan wacana, yang
sekaligus mencakup kemampuan kognitif dan psikomotorik kemampuan berbicara merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang cukup
kompleks, karena tidak hanya mencakup intonasi saja, tetapi juga berbagai unsur berbahasa lainnya.
31
Tes yang paling cocok untuk mengukur keterampilan berbicara adalah tes perbuatan tes lisan. Tes lisan adalah tes yang menuntut
jawaban dari peserta didik dalam bentuk lisan. Peserta didik akan mengucapkan jawaban dengan kata-katanya sendiri sesuai dengan
pertanyaan atau perintah yang diberikan.
32
Pada penggunaan tes berbicara, perlu diupayakan rincian terhadap keterampilan dalam bentuk identifikasi unsur-unsur yang merupakan
bagian dari keterampilan berbicara. Tes keterampilan berbicara ini dikategorikan sebagai tes subjektif. Dengan urutan dan bobot yang
mungkin dirinci secara berbeda oleh orang yang berbeda serta kebutuhan yang mungkin berbeda pula, sasaran tes berbicara yang meliputi a
relevansi dan kejelasan isi pesan, masalah atau topik, b kejelasan dan kerapian pengorganisasian isi, c penggunaan bahasa yang baik dan
31
Kundharu Saddhono dan St. Y. Slamet, Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Indonesia Teori dan Aplikasi
, Bandung: CV Karya Putra Darwati, 2012 hlm. 59
32
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009 hlm.148
benar serta sesuai dengan isi, tujuan wacana, keadaan nyata termasuk pendengar.
33
Pedoman Penilaian Keterampilan Berbicara
NO. UNSUR
KEMAMPUAN BERBICARA
RINCIAN KEMAMPUAN NILAI
1. Isi yang relevan
Isi sesuai dan relevan dengan topik yang dimaksudkan untuk dibahas.
3
Isi kurang sesuai dan relevan dengan topik yang dimaksudkan
untuk dibahas. 2
Isi tidak sesuai dan relevan dengan topik yang dimaksudkan untuk
dibahas. 1
2. Organisasi
yang sistematis
Ide disampaikan dengan sistematis 3
Ide disampaikan dengan kurang sistematis
2
Ide disampaikan dengan tidak sistematis
1
3. Penggunaan
bahasa yang baik dan benar
a. Susunan kalimat yang gramatikal
Kalimat yang digunakan sesuai dengan gramatikal
3
Kalimat yang digunakan kurang sesuai dengan gramatikal
2
Kalimat yang digunakan tidak sesuai dengan gramatikal
1
33
M. Soenardi Djiwandono, Tes Bahasa: Pegangan Bagi Pengajar Bahasa, PT. Indeks, 2011 hlm.55
b. Pilihan
kata yang tepat
Tepat dalam menggunakan diksi atau pilihan kata
3
Kurang tepat dalam menggunakan diksi atau pilihan kata
2
Tidak tepat dalam menggunakan diksi atau pilihan kata
1
c. Pelafalan yang jelas
Tepat dalam pelafalan diksi yang digunakan
3
Kurang tepat dalam pelafalan diksi yang digunakan
2
Tidak tepat dalam pelafalan diksi yang digunakan
1
d. Intonasi yang sesuai
Tepat dalam penggunaan intonasi 3
Kurang tepat dalam penggunaan intonasi
2
Tidak tepat dalam penggunaan intonasi
1
C. HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN
Penelitian dengan judul peningkatan keterampilan berbicara sudah dilakukan beberapa kali penelitian dengan metode yang berbeda-beda oleh
beberapa sekolah dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Diantaranya sebagai berikut:
1. Skripsi yang disusun oleh Awaluddin, Jurusan Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah dengan judul “Pengaruh Media Audiovisual Terhadap Kemampuan Berbicara Pada Siswa kelas V Di MIS Taman Pendidikan
Islam Babakansirna Sadeng Leuwisadeng Bogor Tahun Pelajaran 20122013”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan media
audiovisual berpengaruh terhadap kemampuan berbicara siswa kelas V
MIS Taman Pendidikan Islam Babakansirna, hal ini dibuktikan dengan tes hasil keterampilan berbicara siswa kelas eksperimen diperoleh rata-rata
skor posttest 81,2 dan pada kelas kontrol diperoleh rata-rata skor posttest 66,25.
2. Skripsi yang disusun oleh Diny Wulandari Putri, Jurusan Pendidikan Guru
Madrasah Ibtidaiyah dengan judul “Pengaruh Penggunaan Metode Role Playing Terhadap Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V MI Al-
Mursyidiyyah Pamulang Tangerang Selatan”. Pada penelitia ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode role playing berpengaruh
terhadap keterampilan berbicara siswa kelas V MI Al-Mursyidiyyah Pamulang Tangerang Selatan, hal ini dibuktikan dengan tes hasil
keterampilan berbicara siswa kelas eksperimen diperoleh rata-rata skor posttest 76,83 dan pada kelas kontrol diperoleh skor posttest 70,16.
3. Skripsi yang disusun oleh Sri Sugiyanti, Program Studi Pendidikan Guru
Madrasah Ibtidaiyah dengan judul “Peningkatan Kemampuan Berbicara Melalui Penerapan Teknik Cerita Berantai pada siswa kelas III MI At-
Taubah Kapuk Jakarta Barat Tahun Pelajaran 20122013”. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dengan teknik cerita berantai aktivitas belajar
siswa dapat meningkat baik kegiatan secara kelompok maupun kegiatan secara individu, terlihat dari hasil pengamatan aktivitas siswa bahwa pada
siklus I respon siswa atau aktivitas siswa saat pembelajaran sebesar 25 dengan tingkat kriteria “cukup baik”. Sedangkan pada siklus II respon
siswa atau aktivitas siswa saat pembelajaran sebesar 32 dengan tingkat kriteria “baik”.
Dari ketiga skripsi penelitian yang penulis dapatkan memiliki tujuan penelitian yang sama yaitu peningkatan dalam keterampilan berbicara, hanya
saja ketiga penelitian tersebut memiliki cara atau metode yang berbeda-beda, pertama dengan teknik cerita berantai, yang kedua melalui metode SAS dan
yang ketiga melalui muhadharah. Sedangkan penelitian yang penulis lakukan adalah dengan menggunakan penerapan metode permainan reka cerita gambar.
D. KERANGKA BERPIKIR
Metode merupakan suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode sangat diperlukan
oleh guru, dengan penggunaan yang bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Menguasai metode mengajar merupakan keniscayaan, sebab seorang guru
tidak akan dapat mengajar dengan baik apabila ia tidak menguasai metode secara tepat. Dengan diterapkannya metode permainan dimaksudkan untuk membangun
suasana belajar yang dinamis, penuh semangat dan antusiasme. Karakteristik permainan adalah menciptakan suasana belajar yang menyenangkan serta serius
tapi santai. Permainan digunakan untuk penciptaan suasana belajar dari pasif ke aktif, dari kaku menjadi gerak, dan dari jenuh menjadi semangat.
Usia anak tingkat sekolah dasar adalah masa dimana anak-anak masih memiliki rasa untuk bermain yang tinggi, mereka belum bisa untuk
memfokuskan diri untuk belajar secara serius, belajar sambil bermain adalah metode yang cocok diterapkan untuk anak-anak tingkat sekolah dasar. Melalui
bermain anak memperoleh pembatasan dan memahami kehidupan, bermain merupakan kegiatan yang memberikan kesenangan dan dilaksanakan untuk
kegiatan itu sendiri yang lebih ditekankan pada proses daripada hasil yang diperoleh, kegiatan bermain dilaksanakan tidak serius dan fleksibel.
Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen,yaitu: keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca dan keterampilan
menulis. Setiap keterampilan itu, berhubungan erat sekali dengan tiga keterampilan lainnya dengan cara yang beraneka ragam. Semakin terampil
seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya. Salah satu aspek keterampilan yaitu berbicara. Berbicara adalah aktivitas
berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan bahasa setelah mendengarkan. Berdasarkan bunyi-bunyi bahasa yang didengarnya itulah
kemudian manusia belajar mengucapkan dan akhirnya mampu untuk berbicara. Dalam situasi yang normal, orang melakukan kegiatan berbicara dengan
motivasi ingin mengemukakan sesuatu kepada orang lain, atau karena ingin
memberikan reaksi terhadap sesuatu yang didengarnya. Dalam dunia pendidikan setiap pembelajaran harus diberikan metode-metode yang membuat siswa aktif
di dalamnya. Pada penelitian ini metode permainan diterapkan dengan reka cerita
gambar, hal ini diharapkan dengan adanya media gambar sebagai media belajar dapat membangkitkan minat dan motivasi siswa untuk lebih berani dan lebih
percaya diri untuk berbicara dan menyimak pembicaraan. Dengan penerapan metode permainan juga diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar bahasa
Indonesia terutama dalam meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Metode ini dimulai dengan diberikannya kartu-kartu gambar kepada setiap siswa secara
berkelompok untuk diamati isi dari cerita pada kartu-kartu tersebut. Setelah itu disampaikan secara lisan dihadapan teman-teman yang lain secara bergantian.
Kegiatan ini diharapkan siswa saling berinteraksi dengan siswa lainnya, ataupun siswa dengan guru dan dapat mencapai ketuntasan belajar siswa khususnya mata
pelajaran Bahasa Indonesia.
E. HIPOTESIS STATISTIKA
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan, maka dapat diajukan sebuah hipotesis tindakan sebagai berikut:
1. H
1
: Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara metode permainan
skartu dan keterampilan berbicara atau H
1
: ρ
≠ 2.
H :
Tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan antara metode permainan kartu dan keterampilan berbicara atau H
: ρ
= 0 ρ
= nilai pengaruh dalam formulasi yang dihipotesiskan
33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini
dilaksanakan di SD Negeri Serpong 3 yang beralamat di Jl. Kantor Pos dan Giro Serpong, RTRW 00103 Kecamatan Serpong Kota Tangerang
Selatan 2.
Waktu Penelitian Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian. Penelitian ini
diawali dengan pembuatan proposal pada bulan januari, lalu dilanjutkan dengan mengkaji teori dan menentukan instrumen, setelah itu
dilaksanakan penelitian pada semester genap tahun pelajaran 20142015 di SD Negeri Serpong 3 Tangerang Selatan.
B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen, yaitu metode yang tidak memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan
secara penuh terhadap variable dan kondisi eksperimen. Metode ini dipilih karena tujuan utama penelitian ini adalah untuk
mengetahui dampak yang ditimbulkan dari suatu perlakuan treatment, yaitu pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan metode
permainan reka cerita gambar yang diterapkan pada kelompok eksperimen kemudian dibandingkan dengan kelompok kontrol yang melakukan
pembelajaran Bahasa Indonesia tanpa menggunakan metode permainan reka cerita gambar.
Design penelitian ini menggunakan Nonrandomized Pretest-Posttest Control Group Design
. Desain penelitian ini melibatkan dua kelompok yang dibandingkan, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Sebelum
proses belajar dimulai dua kelompok tersebut mendapatkan tes awal yang
sama. Setelah itu kelompok eksperimen mendapatkan perlakuan dengan menggunakan media gambar dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia,
sedangkan kelompok kontrol menggunakan metode ceramah saja dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Setelah proses pembelajaran selesai masing-
masing kelompok mendapatkan tes akhir yang sama.
C. Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas III SD Negeri Serpong 3 Tangerang
Selatan Tahun Pelajaran 20142015. Pada penelitian ini peneliti tidak menggunakan teknik pengambilan
sampel, karena pada penelitian ini menggunakan penelitian populasi atau digunakannya semua populasi untuk diteliti. Dalam penelitian ini terdiri dari
2 kelompok, yaitu: a
Kelompok eksperimen, yaitu kelompok siswa yang mendapat pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan metode
permainan reka cerita gambar. b
Kelompok kontrol, yaitu kelompok siswa yang mendapat pembelajaran Bahasa Indonesia tanpa menggunakan metode
permainan reka cerita gambar.
D. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang di tetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Dalam penelitian ini ada dua variabel yang terlibat, yaitu:
1. Variabel independen variabel bebas
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen. Variabel
independen pada penelitian ini adalah kelompok eksperimen yang dalam proses pembelajaran mendapatkan perlakuan khusus dan kelompok
kontrol yang dalam proses pembelajaran tidak mendapat perlakuan khusus.
2. Variabel dependen variabel terikat
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel independen. Variabel dependen
pada penelitian ini adalah keterampilan berbicara siswa kelas III yang dinyatakan dalam bentuk skor hasil tes.
Desain Penelitian Eksperimen kelas
Treatment Tes
Eksperimen Metode Permainan X
E
Keterampilan Berbicara Kontrol
Konvensional Xp Keterampilan Berbicara
Keterangan: X
E
: Kelas eksperimen Kelas eksperimen adalah kelompok kelas yang mendapatkan
perlakuan khusus dalam proses pembelajaran, yaitu dengan menggunakan metode permainan reka cerita gambar
Xp : Kelas kontrol Kelas kontrol adalah kelas yang dalam proses pembelajaran tidak
mendapat perlakuan khusus, yaitu dengan menggunakan metode ceramah
Y : Keterampilan Berbicara
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah cara-cara memperoleh data yang dipergunakan untuk penelitian. Teknik
pengumpulan data ini menggunakan instrumen tes dan non tes. Pengumpulan data dilakukan pada setiap aktivitas, situasi atau kejadian yang berkaitan
dengan tindakan penelitian yang dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan penelitian.
1. Instrumen Tes
Tes merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan dalam rangka melaksanakan kegiatan pengukuran, yang di dalamnya terdapat
berbagai pertanyaan, pernyataan atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh peserta didik untuk mengukur aspek
perilaku peserta didik.
34
Sedangkan Adi Suryanto menyimpulkan bahwa tes merupakan alat ukur untuk memperoleh informasi hasil belajar siswa
yang memerlukan jawaban benar atau salah.
35
Adapun jenis tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes lisan, pemberian tes lisan dilakukan setelah proses pembelajaran
berlangsung, tes lisan untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat mencapai tujuan program pembelajaran setelah mereka mengikuti
program pembelajaran tersebut, atau untuk mengetahui hasil belajar setelah mereka mendapatkan perlakuan pembelajaran.
Kelebihan digunakannya tes lisan antara lain: 1 dapat mengetahui langsung kemampuan peserta didik dalam mengemukakan pendapatnya
secara lisan 2 tidak perlu menyusun soal-soal secara terurai, tetapi cukup mencatat pokok-pokok permasalahannya saja 3 kemungkinan
peserta didik akan menerka-nerka jawaban dan berspekulasi dapat
34
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009, hlm.118
35
Adi Suryanto, Evaluasi Pembelajaran di SD, Jakarta: Universitas Terbuka, 2009, hlm.1.4
dihindari. Sedangkan kelemahannya adalah 1 memakan waktu yang cukup banyak, apalagi jika jumlah peserta didik banyak 2 sering
muncul subjektivitas bilamana dalam suasana ujian lisan itu hanya ada seorang guru dan seorang peserta didik.
36
Tes keterampilan berbicara ini dikategorikan sebagai tes subjektif. Dengan urutan dan bobot yang mungkin dirinci secara berbeda oleh
orang yang berbeda serta kebutuhan yang mungkin berbeda pula, sasaran tes berbicara yang meliputi a relevansi dan kejelasan isi pesan, masalah
atau topik, b kejelasan dan kerapian pengorganisasian isi, c penggunaan bahasa yang baik dan benar serta sesuai dengan isi, tujuan
wacana, keadaan nyata termasuk pendengar.
37
Pedoman Penilaian Keterampilan Berbicara
NO. UNSUR
KEMAMPUAN BERBICARA
RINCIAN KEMAMPUAN NILAI
1. Isi yang relevan
Isi sesuai dan relevan dengan topik yang dimaksudkan untuk dibahas.
3
Isi kurang sesuai dan relevan dengan topik yang dimaksudkan
untuk dibahas. 2
Isi tidak sesuai dan relevan dengan topik yang dimaksudkan untuk
dibahas. 1
2. Organisasi
yang sistematis
Ide disampaikan dengan sistematis 3
Ide disampaikan dengan kurang sistematis
2
Ide disampaikan dengan tidak 1
36
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009 hlm.149
37
M. Soenardi Djiwandono, Tes Bahasa: Pegangan Bagi Pengajar Bahasa, PT. Indeks, 2011 hlm.55
sistematis 3.
Penggunaan bahasa yang baik
dan benar a. Susunan kalimat
yang gramatikal Kalimat yang digunakan sesuai
dengan gramatikal 3
Kalimat yang digunakan kurang sesuai dengan gramatikal
2
Kalimat yang digunakan tidak sesuai dengan gramatikal
1
b. Pilihan
kata yang tepat
Tepat dalam menggunakan diksi atau pilihan kata
3
Kurang tepat dalam menggunakan diksi atau pilihan kata
2
Tidak tepat dalam menggunakan diksi atau pilihan kata
1
c. Pelafalan yang jelas
Tepat dalam pelafalan diksi yang digunakan
3
Kurang tepat dalam pelafalan diksi yang digunakan
2
Tidak tepat dalam pelafalan diksi yang digunakan
1
d. Intonasi yang sesuai
Tepat dalam penggunaan intonasi 3
Kurang tepat dalam penggunaan intonasi
2
Tidak tepat dalam penggunaan intonasi
1
2. Instrumen Non Tes
Hasil belajar dapat berupa pengetahuan teoritis, keterampilan dan sikap. Pengetahuan teoritis dapat diukur dengan menggunakan teknik tes.
Keterampilan dapat diukur dengan menggunakan tes perbuatan, adapun perubahan sikap dan pertumbuhan anak dalam psikologi hanya dapat
diukur dengan teknik non-tes. Penelitian
ini selain
menggunakan instrumen
tes juga
menggunakan instrumen non tes, yaitu: a
Observasi Observasi adalah suatu proses pengamatan dan pencatatan
secara sistematis, logis, objektif, dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi
buatan untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan Nasution menyatakan
bahwa, observasi
adalah dasar
semua ilmu
pengetahuan.
38
Pengolahan data hasil observasi sangat bergantung pada pedoman observasinya, terutama dalam mencatat hasil
observasi. Observasi yang hasil pengamatannya diberi nilai atau disediakan skala nilai misalnya dengan huruf A, B, C, D, E atau
dengan angka 4, 3, 2, 1 yang tersebut bermakna sebagai skala nilai.
39
Observasi mempunyai beberapa karakteristik, antara lain 1 mempunyai arah dan tujuan yang jelas, hal ini dimaksudkan agar
pelaksanaan observasi tidak menyimpang dari permasalahan, 2 bersifat ilmiah, yaitu dilakukan secara sistematis, logis, kritis,
objektif dan rasional, 3 terdapat berbagai aspek yang akan diobservasi dan 4 praktis penggunaannya.
b Dokumentasi
Dokumentasi dalam Kamus Bahasa Indonesia untuk Pendidikan Dasar
adalah pengumpulan,
pemilihan, pengolahan
dan penyimpanan informasi atau pengumpulan bukti dan keterangan
seperti gambar, kutipan, guntingan koran dan bahan referensi
38
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2012 hlm.310
39
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, cet. Ke-14, 2009 hlm. 132