Studi Perbandingan Aktivitasi Asam dan Basa Terhadap Tanah Diatomea Sebagai Bahan Pemucat CPO (Crude Palm Oil)

(1)

STUDI PERBANDINGAN AKTIVASI ASAM DAN BASA TERHADAP TANAH DIATOMEA SEBAGAI BAHAN PEMUCAT CPO

(CRUDE PALM OIL)

ANDY FIRMAN PARDOSI 020802022

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2007


(2)

STUDI PERBANDINGAN AKTIVASI ASAM DAN BASA TERHADAP TANAH DIATOMEA SEBAGAI BAHAN PEMUCAT CPO

(CRUDE PALM OIL)

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

ANDY FIRMAN PARDOSI 020802022

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

PERSETUJUAN

Judul : STUDI PERBANDINGAN AKTIVASI ASAM DAN BASA TERHADAP TANAH DIATOMEA

SEBAGAI BAHAN PEMUCAT CPO (CRUDE PALM OIL)

Kategori : SKRIPSI

Nama : ANDY FIRMAN PARDOSI

Nim : 020802022

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, September 2007 Komisi Pembimbing :

Dosen Pembimbing 2 Dosen Pembimbing 1

DR. Minto Supeno, MS Jamahir Gultom, Ph.D

NIP. 131 689 299 NIP. 130 610 761

Mengetahui,

Ketua Departemen,

DR. Rumondang Bulan Nst, MS NIP. 131 459 466


(4)

PERNYATAAN

STUDI PERBANDINGAN AKTIVASI ASAM DAN BASA TERHADAP TANAH DIATOMEA SEBAGAI BAHAN PEMUCAT CPO

(CRUDE PALM OIL)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, September 2007

ANDY FIRMAN PARDOSI 020802022


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa Yang Maha Kasih berkat Kasih dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Jamahir Gultom, Ph.D selaku pembimbing I dan Bapak Dr.Minto Supeno, MS selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan saran kepada penulis selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU Ibu Dr.Rumondang Bulan Nst, MS dan Bapak Drs. Firman Sebayang, MS, Dekan dan Pembantu Dekan FMIPA USU, semua dosen pada Departemen Kimia FMIPA USU, khususnya kepada Ibu Prof. Dr. Harlinah SPW, MSc selaku dosen wali yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan selama penulis mengikuti kuliah di FMIPA-USU Medan. Kepada seluruh asisten Laboratorium Kimia Analitik FMIPA USU Medan. Serta K’Seri selaku analis L.A. Rekan mahasiswa/i jurusan kimia khususnya stambuk 2002, yang telah memberikan dukungan dan perhatian dan doa kepada penulis, terkhusus : Tiwi, Melda, Fer, Lambs, Willy, Helwida, Ida, Imei, Philip, Edo, Tulus, Lisda dan seluruh asisten Lab. KBA trims buat perhatianya. Buat teman terbaikku Fanny F.P trimakasih buat doa dan dukungannya. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga buat Bapak tersayang St. S. Pardosi dan Ibu tersayang R. Br. Sinaga serta adik-adikku tercinta Irma Amd, Erwinalia, Leni, Lusi, dan Wilson Oki, dan tidak lupa B’James, B’Nando serta seluruh keluarga yang tidak disebutkan namanya satu-persatu atas dorongan dan bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan sampai selesainya skripsi ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu menyertai kita semua.


(6)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian perbandingan aktivasi asam dan basa terhadap tanah diatomea sebagai bahan pemucat (bleaching clay) pada CPO (Crude palm Oil). Tanah diatomea diambil dari Desa Tanda Rabun Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir sedangkan CPO ( Crude Palm Oil ) diambil dari Pabrik Kalapa Sawit PTPN II PKS Pagar Merbau, Deli Serdang.

Aktivasi diatomea dilakukan dengan merendam serbuk diatomea dengan asam dan basa dengan variasi konsentrasi HCl : 1%, 3% dan 5% serta konsentrasi NaOH : 1%, 3% dan 5%, kemudian disaring dan dicuci dengan akuades sampai netral kemudian dipanaskan pada suhu 100oC, 200oC dan 300o

Hasil yang diperoleh menunjukkan aktivasidengan HCl 1% diikuti dengan pemanasan pada 100

C. CPO dipucatkan dengan diatomea aktif dengan perbandingan CPO dan diatomea 20 : 1 ( 5% dari berat adsorbat ). Daya serap diatomea hasil aktivasi dilakukan dengan mengukur absorbansi CPO sebelum dan sesudah pemucatan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum 450 nm.

o

C memberikan daya serap paling tinggi, yaitu 88,48 %. Dapat disimpulkan bahwa aktivasi diatomea dengan asam adalah lebih baik daripada aktivasi basa.


(7)

STUDY OF COMPARISON ACID AND BASE TOWARD ACTIVATED DIATOMACEOUS EARTH AS BLEACHING CLAY IN CPO

(CRUDE PALM OIL)

ABSTRACT

A comparative study on the activation of diatomaceous earth by acid and basic solution that to be used as a bleaching agent for Crude Palm Oil has been carried out. Diatomaceous sample was taken from Desa Tanda Rabun, Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir, whereas Crude Palm Oil was taken from PKS PTPN II Pagar Merbau, Deli Serdang.

Activation of diatomaceous earth was conducted by immersed it in HCl solution with varied concentration as 1%, 3% and 5 %, and NaOH solution of 1%, 3% and 5 %, then filtered and washed with aquadest until netral followed by heating on 100 oC, 200 o

C and 300 o

(5% from the absorbat). The absorption capacity of activated diatomaceous earth was determined by measuring the absorbance of CPO before and after bleaching, using the Spectrophotometer at the wavelength of 450 nm.

C. Crude Palm Oil was bleaced with each of activated diatomaceaous earth in which the proportion of CPO : diatomaceous earth was 20 : 1

The results obtained show that activation with 1 % HCl, and heating on 100 o

C, give the highest absorption capacity of 88,48 %. It can be concluded that activation with acid solution is better than with basic solution.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstrack vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Lampiran x

Daftar Gambar xi

Bab 1 : Pendahuluan 1

1.1Latar Belakang 1

1.2Permasalahan 2

1.3Pembatasan Masalah 3

1.4Tujuan Penelitian 3

1.5Manfaat Penelitian 3

1.6Lokasi Penelitian 3

1.7Metodologi Penelitian 4

Bab 2 : Tinjauan Pustaka 5

2.1. Fraksi Lempung Tanah 5

2.1.1 Tanah Diatomea 5

2.1.2 Asal Mula Tanah Diatomea 7

2.1.3 Sifat-Sifat Tanah Diatomea 9

2.1.4. Penggunaan Tanah Diatomea 10

2.2. Komposisi Minyak Kelapa Sawit 12

2.3. Zat Warna Minyak 13

2.4. Beta Karoten 14

2.5. Proses Bleaching 14

2.6. Adsorpsi 16

2.7. Pengukuran Warna 18

2.7.1. Lovibond – Tintometer 18

2.7.2. Analisa Spektrofotometri 18

2.7.2.1. Hukum Lambert 19

2.7.2.2. Hukum Beer 19

2.7.2.3. Hukum Lambert – Beer 20

2.7.3. Pengukuran Warna Secara Spektrofotometri 20

Bab 3 : Bahan Dan Metode Penelitian 22

3.1 Alat 22

3.2 Bahan 22

3.3. Prosedur Penelitian 23

3.3.1 Pembuatan Pereaksi 23


(9)

3.3.3 Pengaktifan Tanah Diatomea 24

3.3.3.1. Pengaktifan Dengan HCl 24

3.3.3.2. Pengaktifan Dengan NaOH 24

3.3.4. Proses Pemucatan CPO 24

3.3.5. Pengukuran λ maks CPO Sebelum Dipucatkan 25 3.3.6. Pengukuran Absorbansi CPO Yang Telah Dipucatkan 25

3.4 Bagan Penelitian 26

3.4.1 Penyediaan Diatomea 26

3.4.2 Pengaktifan Diatomea 26

3.4.3 Proses Pemucatan 27

Bab 4. Hasil dan Pembahasan 28

4.1. Hasil dan Pengolahan Data 28

4.1.1. Hasil Penelitian 28

4.1.2. Pengolahan Data 29

4.2 Pembahasan 31

Bab 5. Kesimpulan dan Saran 33

5.1 Kesimpulan 33

5.2 Saran 33


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Contoh Komposisi Kimia Tanah Diatomea Pada 9 Beberapa Negara/Kota

Tabel 2.2. Komposisi Asam Lemak Jenuh Dan Tidak Jenuh 12 Tabel 4.1. Absorbansi CPO dengan Diatomea yang diaktifkan dengan HCl 28 Tabel 4.2. Absorbansi CPO dengan Diatomea yang diaktifkan dengan NaOH

Tabel 4.3 Absorbansi CPO Yang dipucatkan dengan Diatomea 29 Tanpa Pengaktifan


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel 1. Data Daya Serap Diatomea Terhadap Warna CPO 35 Pada Variasi Konsentrasi Asam

Lampiran 2. Tabel 2. Data Daya Serap Diatomea Terhadap Warna CPO 35 Pada Variasi Konsentrasi Basa

Lampiran 3. Tabel 3.Data Daya Serap Diatomea Terhadap Warna 36 CPO Tanpa Pengaktifan

Lampiran 4. Tabel 4. Data %T CPO Pada Variasi Konsentrasi Asam 36 Lampiran 5. Tabel 5. Data %T CPO Pada Variasi Konsentrasi Basa 36 Lampiran 6. Tabel 6. Data %T CPO Tanpa Pengaktifan 37 Lampiran 7. Tabel 7. Penentuan λ Maks CPO Yang Belum Dipucatkan 37


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Grafik Konsentrasi Pengaktifan Vs Absorbansi 38 Gambar 2. Grafik Konsentrasi Pengaktifan Vs Daya Serap (%) 38


(13)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian perbandingan aktivasi asam dan basa terhadap tanah diatomea sebagai bahan pemucat (bleaching clay) pada CPO (Crude palm Oil). Tanah diatomea diambil dari Desa Tanda Rabun Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir sedangkan CPO ( Crude Palm Oil ) diambil dari Pabrik Kalapa Sawit PTPN II PKS Pagar Merbau, Deli Serdang.

Aktivasi diatomea dilakukan dengan merendam serbuk diatomea dengan asam dan basa dengan variasi konsentrasi HCl : 1%, 3% dan 5% serta konsentrasi NaOH : 1%, 3% dan 5%, kemudian disaring dan dicuci dengan akuades sampai netral kemudian dipanaskan pada suhu 100oC, 200oC dan 300o

Hasil yang diperoleh menunjukkan aktivasidengan HCl 1% diikuti dengan pemanasan pada 100

C. CPO dipucatkan dengan diatomea aktif dengan perbandingan CPO dan diatomea 20 : 1 ( 5% dari berat adsorbat ). Daya serap diatomea hasil aktivasi dilakukan dengan mengukur absorbansi CPO sebelum dan sesudah pemucatan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum 450 nm.

o

C memberikan daya serap paling tinggi, yaitu 88,48 %. Dapat disimpulkan bahwa aktivasi diatomea dengan asam adalah lebih baik daripada aktivasi basa.


(14)

STUDY OF COMPARISON ACID AND BASE TOWARD ACTIVATED DIATOMACEOUS EARTH AS BLEACHING CLAY IN CPO

(CRUDE PALM OIL)

ABSTRACT

A comparative study on the activation of diatomaceous earth by acid and basic solution that to be used as a bleaching agent for Crude Palm Oil has been carried out. Diatomaceous sample was taken from Desa Tanda Rabun, Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir, whereas Crude Palm Oil was taken from PKS PTPN II Pagar Merbau, Deli Serdang.

Activation of diatomaceous earth was conducted by immersed it in HCl solution with varied concentration as 1%, 3% and 5 %, and NaOH solution of 1%, 3% and 5 %, then filtered and washed with aquadest until netral followed by heating on 100 oC, 200 o

C and 300 o

(5% from the absorbat). The absorption capacity of activated diatomaceous earth was determined by measuring the absorbance of CPO before and after bleaching, using the Spectrophotometer at the wavelength of 450 nm.

C. Crude Palm Oil was bleaced with each of activated diatomaceaous earth in which the proportion of CPO : diatomaceous earth was 20 : 1

The results obtained show that activation with 1 % HCl, and heating on 100 o

C, give the highest absorption capacity of 88,48 %. It can be concluded that activation with acid solution is better than with basic solution.


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanah diatomea adalah suatu batuan sedimen silika yang secara geologi terbentuk dari akumulasi dan pengendapan kulit atau kerangka (fosil tumbuhan atau binatang kersik atau ganggang bersel tunggal) dan terendapkan di danau. Diatomea berasosiasi dengan elemen pengotor yang bervariasi, baik jenis maupun jumlahnya. Elemen pengotor diatomea tersebut yaitu abu vulkanik, larutan garam, lempung, senyawa karbonat, pasir silika, dan unsur organik lainnya.

(http://www.tekmira.esdm.zgo.id/data/diatomea)

Cadangan tanah diatomea cukup potensial di wilayah Propinsi Sumatera Utara yang tersebar di daerah kabupaten Samosir, Pahae dan Porsea, diperkirakan sampai 125 juta m3. Sedangkan di Pulau Jawa terdapat di Cicurug, Darma, Kendeng, Sangiran dan daerah lainnya yang jumlahnya belum diketahui pasti.

Dari hasil pengamatan di lapangan, tanah diatomea ini belum diusahakan dan dimanfaatkan secara intensif. Pemanfaatan tanah diatomea pada umumnya untuk bahan penyaring, bahan pemutih, bahan isolasi, bahan gosok, bahan pengangkut, katalisator dalam laboratorium kimia dan sumber silika dalam industri keramik. (Nasril,Ir., 2001)

Kelapa sawit (elaeis guineensis jacq) merupakan komoditi non migas yang telah ditetapkan sebagai salah satu komoditi yang dikembangkan menjadi produk lain untuk diekspor. Peningkatan produksi akan memberikan dampak yang sangat berarti terhadap pendapatan masyarakat Indonesia.

CPO telah lama digunakan sebagai bahan industri lemak pangan, farmasi dan industri oleochemical. Minyak sawit yang dihasilkan masih dalam keadaan mentah maka perlu dilakukan rafinasi dengan cara fisika atau kimia yang bertujuan untuk menurunkan kandungan senyawa yang tidak disukai dalam minyak seperti misalnya karoten, tokoferol dan sterol. (Guna, H., 2003)

Seperti kita ketahui bahwa dalam proses pengolahan minyak sawit, CPO harus di bleaching atau dipucatkan terlebih dahulu agar warnanya memenuhi standart mutu minyak sawit dimana selama ini bahan pemucat yang biasa digunakan adalah arang aktif, monmorilonit dan bleacing earth yang diimpor dari luar negeri.

(Ketaren, S., 1985).

Keunggulan tanah diatomea adalah tanah diatomea berfungsi sebagai penyaring atau bahan pemutih dimana tanah diatomea tidak larut dalam zat yang akan disaring, kemurniannya tinggi serta minyak yang diadsorpsi oleh tanah diatomea lebih sedikit tertinggal di dalam adsorben tersebut, dibandingkan dengan arang aktif dimana minyak yang tertinggal di dalamnya lebih besar jumlahnya.


(16)

Kabupaten Samosir sebagai salah satu kabupaten termuda di Propinsi Sumatera Utara, sedang berusaha untuk memanfaatkan deposit diatomea yang terdapat di kabupaten tersebut sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan PAD-nya.

Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk melakukan studi perbandingan aktivasi tanah diatomea dengan asam dan basa sebagai salah satu upaya di dalam mengusahakan pemanfaatannya di masa yang akan datang.

1.2.Permasalahan

Sejauh manakah perbandingan daya serap tanah diatomea yang diaktifkan dengan larutan asam dan basa dalam pemanfaatannya sebagai bleaching agent untuk CPO.

1.3. Pembatasan Permasalahan

1. Pengaktifan tanah diatomea dalam penelitian ini dibatasi dengan menggunakan larutan asam klorida dan natrium hidroksida pada konsentrasi 1%, 3%, dan 5%.

2. Parameter yang ditentukan terbatas pada hanya warna CPO sebelum dan sesudah pemucatan sebagai dasar perbandingan daya serap diatomea yang diaktifkan dengan asam dan basa.

1.4 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui perbedaan daya serap tanah diatomea yang diaktifkan dengan asam dan basa.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan informasi yang berguna tentang pemanfaatan tanah diatomea yang sudah diaktifkan sebagai pemucat CPO, sehingga sumber daya alam tanah diatomea dapat dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan bagi masyarakat ataupun pemerintah.

1.6. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara


(17)

1.7.Metodologi Penelitian

1. Penelitian ini merupakan eksperimen laboratorium

2. Pengambilan tanah diatomea dilakukan di Desa Tanda Rabun, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir.

3. Crude Palm Oil diperoleh dari Pabrik Kelapa Sawit PTPN II PKS Pagar Merbau, Deli Serdang.

4. Pengambilan data dilakukan berdasarkan pengukuran %T pada CPO sebelum dan sesudah dipucatkan dengan tanah diatomea aktif


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fraksi Lempung Tanah

Fraksi anorganik tanah terdiri atas fragmen-fragmen batuan dan mineral dalam berbagai ukuran dan komposisi. Meskipun komposisinya beraneka ragam, fraksi-fraksi anorganik umumnya berupa silikat dan oksida. Mereka kadang-kadang dibedakan ke dalam mineral-mineral primer dan sekunder. Berdasarkan ukurannya dikenal tiga fraksi utama yaitu :

1. fraksi kasar (2-0,05 mm) yang disebut pasir

2. fraksi sangat halus (0,05-0,002 mm) yang disebut debu 3. fraksi sangat halus (‹ 0,002 mm) yang disebut lempung

Dalam ilmu tanah kita bisa menganggap lempung sebagai suatu koloid, meskipun secara tepatnya hanyalah fraksi tanah liat › 0,2 μm yang merupakan lempung koloidal. Biasanya dikenal enam tipe silikat tanah berdasarkan susunan tetrahedra SiO4

1. siklosilikat : lingkar tertutup atau lingkar ganda dari tetrahedra (SiO dalam strukturnya :

3, Si2O5 2. inosilikat : rantai tunggal atau ganda dari tetrahedra (SiO

) 3, Si4O11

3. nesosilikat : tetrahedra SiO

) 4

4. filosilikat : lembar tetrahedra (Si terpisah

2O5

5. sorosilikat : dua atau lebih tetrahedra berangkai (Si )

2O7, Si5O16 6. tektosilikat : jaringan tetrahedra (SiO

) 2

(Tan, Kim. H, 1982)

)

2.1.1 Tanah Diatomea 1. Persamaan Tanah Diatomea

Diatomik silika, tanah diatomik, diatomik, silika gel (di Eropa), tepung fosil. 2. Pengenalan Tanah Diatomea

Nama Kimia : Diatomik Silika Formulasi Kimia : SiO2.nH2 3. Pemaparan Tanah Diatomea Secara Umum

O

a. awalnya bahan tambang diperoleh dari sisa-sisa fosil mikroskopis yang terbentuk dan berubah menjadi bahan diatomik. Bahan ini mengalami adsorpsi yang cukup tinggi, massa jenis dan pencerahan yang tinggi.

b. endapan dari sisa fosil tersebut yang telah menjadi barang tambang selama berabad-abad dan telah digunakan ratusan industri dan pertanian. Ada dua jenis endapan tanah diatomea yaitu air laut dan air tawar.


(19)

c. air laut tanah diatomea umumnya diproses di Amerika Serikat yang biasanya digunakan sebagai penyaring bir, wine, jus buah dan minyak sayur, yang memiliki pori-pori serta penyaring mikroorganisme. Penyaring kolam renang dan juga tangki ikan memakai bahan ini, dan juga dipakai sebagai bahan aditif makanan hewan. d. air tawar tanah diatomea merupakan bahan tambang yang berasal dari danau kuno

yang umumnya berada di Nevada dan Arizona dan idealnya digunakan untuk pertanian karena bentuknya amorf yaitu kristal silika dan adsorpsi yang tinggi.

(http://www.Eureka’s SyS

Penggabungan, penyerapan, massa jenis (densitas), sedimen merupakan pembuatan yang sama sekali merupakan bahan silika dari diatomea. Hubungan antara tanah diatomik, silika gel, diatomit serta lumpur diatomik merupakan persamaan kata, yang membedakannya hanyalah dari bentuk

saja.(Encyclopedia of Science & Technology, 1987)

Di dalam Bahasa Indonesia belum ada istilah yang tepat “tanah diatomea”. Namunkesepakatan tak tertulis sebutan tanah merupakan terjemahan dari bahasa asing “diatomaceous earth”. Nama lain untuk tanah ini adalah : diatomaceous silica, fossil flour, white peat, molera, desmind earth, randanite, tellurine, kieselgur, diatomite bergmehl, radiolaria earth. Sedang dalam perdagangan sering dipakai nama-nama berlainan separti : celite, filtercal, calatom dan pakatome.

Diatomea adalah salah satu jenis mineral opal (SiO2. nH2O), dimana n berarti mengandung jumlah air yang berubah-ubah. Opal merupakan suatu mineral biasa dan memiliki bermacam-macam jenis. Jenis-jenis daripada opal ini adalah opal mulia, opal api, opal susu, opal biasa atau semi opal, batu opal, kayu opal, hialite, geyseritw, diatomea, dan lain-lain. (Manurung, M.S, 1994)

2.1.2 Asal Mula Tanah Diatomea

Tanah diatomea terbentuk karena sedimentasi kerangka silika dari suatu jenis tanaman air yang termasuk ganggang (algae), kelas Bacillariaophyceae dari ordo Bacillariaes.


(20)

Sedimentasi kerangka ini menumpuk selama berabad-abad sehingga terkadang mencapai ketebalan beratus-ratus meter. (Manurung, M.S, 1994)

Tanah diatomea juga merupakan gabungan sedimentasi yang berasal dari fosil air tanah dan fosil bahan-bahan tambang dimana memiliki kelenturan yang sama. Lumpur diatomea biasanya sama dengan diatomea yang kaya sedimentasi dan ditemukan pada penggalian bahan tambang dan fosil air tawar.

Di Amerika Serikat, timbunan dari tanah diatomea dalam air tawar ditemukan di Nevada, Oregon, Washington, dan Kalifornia Timur. Walaupun diatomea diperoleh dalam lingkungan yang basah, diatomea itu tebal, timbunan aslinya memiliki bahan nutrisi yang lengkap serta kurangnya sedimen non biogenik. Biasanya terjadi ketika nutrisi secara konstan diulangi kembali kemata air dalam tanah. Tanah diatomea dan kelenturannya memiliki karakteristik yang sangat beragam dalam pemakainnya dalam penyaringan menjadi bahan-bahan aditif.

(Encyclopedia of Science & Technology, 1987)

Tanah diatomea dapat dijumpai di daerah Kecamatan Simanindo yang meliputi beberapa desa sampai di Kecamatan Pangururan. Tanah diatomea di daerah ini merupakan akumulasi tanah diatomea pada daerah perbukitan dengan kemiringan antara 5o–10o arah barat, umumnya berselingan dengan tufa dan aluvial.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, tanah diatomea berwarna putih cerah, bersifat lunak, pada beberapa lokasi tidak menunjukkan suatu perlapisan, tersingkap jelas pada tebing perbukitan sehingga dapat teramati dengan jelas. Lokasi tanah diatomea ini sebagian besar merupakan lokasi pemukiman dan perladangan dengan perbukitan bergelombang lemah.

Menurut J.J.G.Kay,(1987), didasarkan atas analisa paleontologi mengatakan bahwa tanah diatomea terdiri atas species cyclotella meneghiana, species synnedra rumpens dan denticulata. Tanah diatomea di daerah ini cukup luas dan tersingkap secara jelas, diperkirakan antara 100.000 – 300.000 m2 dengan ketebalan bervariasi


(21)

antara 1–4 meter. Lapisan penutup tanah diatomea ini antara lain soil berwarna hitam dan lapisan tufa pasiran pada beberapa tempat terdapat langsung muncul dipermukaan.

Luas penyebaran tanah diatomea yang dapat diamati di lapangan sekitar 4 Ha, dengan variasi ketebalan 1-3,6 m dan berat jenis 0,39. Perhitungan perkiraan cadangan geologi tanah diatomea dilakukan secara sederhana sebagai berikut:

Luas 12 Ha = 120.000 m2 = 432.000 m

x 3,6 m (tebal rata-rata )

Berat jenis = 0,39 3

= 432.000 m3 = 168.480 ton

x 0,39

Warna tanah diatomea biasanya putih, terkadang juga abu-abu kekuning-kuningan. Hal ini karena adanya impuritis yang terbawa mengendap. Tanah diatomea ditemukan di beberapa negara/kota antara lain di Lompoc, Santa Barbara, Amerika, Aljajair, Rusia dan juga Indonesia. Cadangan tanah diatomea di Indonesia cukup potensial terdapat di Samosir, Pahae dan Porsea, Sumatera Utara, diperkirakan sampai 125 juta m3. Sedangkan Pulau Jawa terdapat di Cicurug, Darma, Kendeng, Sangiran dan daerah lainnya yang jumlahnya belum diketahui pasti. (Nasril,Ir., 2001)

2.1.3 Sifat-Sifat Tanah Diatomea a. Sifat Fisika

Beberapa sifat-sifat fisika yang dimiliki tanah diatomea sebagai berikut : 1. Kekerasan : 1 – 5 skala mohs

2. Berat jenis : 2,1 – 2,2 ( kecuali yang murni berkisar 0,13-0,45) 3. Titik Cair : 1610 oC – 1750 o

4. Indeks Bias : 1,44 – 1,46

C

5. Warna : Putih, abu-abu, kadang-kadang dapat berwarna lain seperti jingga, kemerah-merahan, kekuning-kuningan.

6. Daya Serap : Tinggi 7. Sangat berpori 8. Mudah pecah


(22)

b. Sifat Kimia

Senyawa dominan yang terkandung dalam tanah diatomea adalah silika (SiO2). Dalam keadaan murni tanah diatomea mengandung 97% SiO2 dan selebihnya air. Akan tetapi keadaan ini tidak ditemukan sewaktu masih berupa bahan mentah di alam, karena adanya pengotor yang sering dijumpai seperti besi, aluminium, kalsium, magnesium dan unsur-unsur mikro lainnya.

Jenis dan jumlah unsur –unsur yang terkandung dalam tanah diatomea ini akan bergantung dari tempat asalnya. Pengotor yang terkandung dalam tanah diatomea tergantung pada lokasi.

Tabel 2.1 Contoh Komposisi Kimia Tanah Diatomea Pada Beberapa Negara/Kota No Senyawa(%) Lompoc

Calif

Mariland Calveet Formatio

Nevada Idaho Kenya Soysambu Jepang Nilcate Earth Rusia Kamysh Lov Ural Spanyol Albasite

1 Silika(SiO2) 89,70 79,55 86,00 89,82 84,50 86,00 79,92 88,60 2 Aluminium

Oksida(Al2O3

3,72 )

8,18 5,27 1,82 3,06 5,80 0,58 0,62

3 Besi Oksida(Fe2O3) 1,09 2,26 2,12 0,44 1,86 1,60 3,56 0,20 4 Titanium

Oksida(TiO2

0,10 )

0,70 0,21 0,07 0,17 0,22 0,48 0,05

5 Posfat(P2O5) 0,10 - 0,06 0,13 0,04 0,03 - - 6 Kalsium Oksida(CaO) 0,3 0,25 0,34 1,26 1,80 0,70 1,43 3,00 7 Natrium

Oksida(Na2

0,31 O)

1,31 0,24 1,03 1,19 0,48 0,65 0,50

8 Kalium Oksida(K2O) 0,41 - 0,29 0,22 0,91 0,53 0,72 0,39 9 Hilang Pijar 3,70 5,80 4,90 4,02 6,08 4,40 4,91 5,20 10 Magnesium

Oksida(MgO)

0,55 1,30 0,39 0,54 0,39 0,29 0,98 0,81

Total 99,98 99,71 99,82 99,35 100 100,05 99,23 99,37

( Manurung, M.S., 1994 )

2.1.4. Penggunaan Tanah Diatomea

1. Sebagai Bahan Penyaring atau Sebagai Bahan Pemutih

Hampir semua zat cair dapat disaring atau dijernihkan dengan tanah diatomea. Banyak dipakai di kilang-kilang minyak bumi, pabrik gula, bir dan lain-lain. Tanah diatomea berfungsi sebagai penyaring atau bahan pemutih harus mempunyai sifat-sifat berikut:

a. Tanah diatomea tidak larut dalam zat yang akan disaring. No Mexico Jalisco Algeria (Prima Grade) Indonesia

1 91,20 58,40 64,8

2 3,20 1,66 12,48

3 0,70 1,55 1,09

4 0,16 0,10 0,49

5 0,05 0,20 -

6 0,19 13,80 1,18

7 1,18 0,96 0,98

8 0,24 0,50 1,12

9 3,60 17,48 14,60

10 0,42 4,57 0,76


(23)

b. Kemurniannya harus tinggi, kalau masih ada kotoran di dalamnya harus tidak larut di dalam zat yang akan disaring.

c. Kalau ada unsur besi dan aluminium di dalamnya masing-masing maksimum 1,5% dan 6%.

2. Bahan Isolasi Panas dan Bunyi

Dapat dipakai sebagai bahan isolasi terhadap suhu tinggi dan rendah serta peredam suara. Digunakan dalam lemari es, ruang-ruang pendingin, ketel-ketel uap, gedung pemancar radio dan telepon. Dalam hal ini tidak terlalu banyak diperhatikan sifat kimianya dan kemurniannya akan tetapi yang lebih pentingadalah tanah diatomea sebaiknya sedikit mengandung bahan-bahan yang mudah mengalirkan panas atau getaran suara. Biasanya dipakai dalam bentuk blok alam atau buatan yang dicetak dari serbuk diatomea.

3. Bahan Pengisi

Tanah diatomea sebagai bahan pengisi harus dalam keadaan murni, kotoran yang terdapat di dalamnya mungkin merusak dan merubah warna bahan yang diisi. Dipakai untuk bahan pengisi dalam industri cat, karet, plastik, kertas dan lain-lain. 4. Bahan Penyerap dan Pembawa

Tanah diatomea mempunyai daya serap yang tinggi, oleh sebab itu digunakan untuk menyerap dan membawa cairan menurut keperluannya.Juga digunakan un tuk membawa gas dalam keadaan tertentu. Banyak pemakaiannya sebagai bahan pembawa nitrogliserin pada dinamit dan sebagai pembawa larutan sulfida untuk pupuk buatan.

5. Bahan Gosok

Tanah diatomea sangat baik dipakai sebagai bahan gosok untuk logam. Pada waktu digosokkan cangkang-cangkangnya pecah berbentuk persegi yang memberikan pengaruh yang baik pada gosokan dan juga tidak merusak logam yang digosok walaupun logam itu lunak. Digunakan juga untuk menggosok barang-barang dari perak, alat-alat bedah dan instrumen lainnya serta campuran obat gosok gigi.

6. Laboratorium Kimia

Sebagai bahan pendukung dan pembawa katalis di dalam proses-proses kimia, seperti hidrogenasi dan proses Fischer-Tropsah.

7. Bahan bangunan ringan

Dipakai dalam pembuatan bahan bangunan yang sifatnya ringan, batu, genteng, campuran beton, mengurangi kandungan air yang berlebih, memperbaiki homogenitas dan meningkatkan daya kekedapan.

8. Sumber Silika

Sering digunakan untuk industri keramik, sebagai sumber silika untuk pembuatan barang pecah belah dan kaca.


(24)

2.2. Komposisi Minyak Kelapa Sawit

Seperti jenis minyak yang lain, minyak kelapa sawit tersusun dari unsur– unsur C, H, dan O. Minyak sawit ini tediri dari fraksi padat dan fraksi cair dengan perbandingan yang seimbang. Penyusun fraksi padat terdiri dari asam lemak jenuh, antara lain asam miristat, asam palmitat, dan asam stearat. Sedangkan fraksi cair tersusun dari asam lemak tidak jenuh yang tediri dari asam oleat dan asam linoleat. Komposisi tersebut ternyata agak berbeda jika dibandingkan dengan minyak inti sawit dan minyak kelapa. Secara lebih terperinci komposisi asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh yang terdapat pada ketiga jenis minyak nabati tersebut dapat dilihat pada tabel 2.2 di bawah ini :

Tabel 2.2. Komposisi Asam Lemak Jenuh Dan Tidak Jenuh

Asam lemak Minyak sawit (%) Minyak inti sawit (%) Minyak kelapa( %) Oktanoat Dekanoat Laurat Miristat Palmitat Stearat Oleat Linolaet Linolenat - - - 1-2 32-47 4-10 38-50 5-14 1 2-4 3-7 41-55 14-19 6-10 1-4 10-20 1-5 1-5 8 7 48 17 9 2 6 3 - ( Tim Penulis PS, 1992)

Perbedaan jenis asam lemak penyusunnya dan jumlah dari rantai asam lemak yang membentuk trigliserida dalam minyak sawit dan minyak inti sawit menyebabkan kedua jenis minyak tersebut mempunyai sifat yang berbeda dalam kepadatan. Minyak sawit dalam suhu kamar bersifat setengah padat sedangkan pada suhu yang sama minyak inti sawit berbentuk cair. (Weiss, Theodore J., 1983)

Selain kandungan senyawa–senyawa asam lemak tersebut di atas minyak sawit juga mengandung senyawa- senyawa seperti karoten, tokoferol, sterol, alkohol, triterpen, fosfolipida, tetapi dalam jumlah yang kecil. Biasanya senyawa ini dihilangkan atau dikurangi di dalam proses pemurnian agar minyak sawit tersebut memenuhi standart mutu di pasaran. (Hartley,C.W.S., 1967)

2.3. Zat Warna Minyak

Zat warna dalam minyak terdiri dari 2 golongan yaitu, zat warna alamiah dan zat warna hasil degradasi zat warna alamiah.

1. Zat warna alamiah

Zat warna yang termasuk golongan ini terdapat secara alamiah di dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi. Zat warna tersebut antara lain terdiri dari α dan β karoten, xanthofil, klorofil, dan anthosyanin. Zat warna ini menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan kehijau-hijauan dan kemerah-merahan.


(25)

Pigmen berwarna merah jingga atau kuning disebabkan oleh karotenoid yang bersifat larut dalam minyak. Karoten merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh dan jika minyak dihidrogenasi maka karoten akan terhidrogenasi sehingga warna kuning akan berkurang.

2. Warna akibat degradasi komponen kimia yang terdapat dalam minyak.

Warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol. Jika minyak bersumber dari tanaman hijau maka zat klorofil akan turut terekstrak bersama minyak dan klorofil tersebut akan sulit dipisahkan dari minyak. (Ketaren, S., 1985)

2.4. Beta Karoten

Beta karoten adalah salah satu zat antioksidan yang terdapat pada berbagai buah-buahan seperti wortel, kentang dan juga peach. Inherent β-karoten adalah kandungan β-karoten awal pada CPO yang diproses tanpa pemanasan berlebihan. Varietas, tingkat kematangan dan interaksi keduanya sangat nyata mempengaruhi kandungan inherent β-karoten pada CPO yang dihasilkannya.

Berdasarkan kandungan inherent β-karoten pada CPOnya, varietas kelapa sawit PPKS dapat digolongkan menjadi 3 kelompok :

1. varietas Karoten Rendah, yaitu varietas yang CPOnya mengandung inherent β -karoten lebih rendah dari 500 ppm meliputi varietas DxP Simalungun.

2. varietas karoten sedang, yaitu varietas yang CPOnya mengandung inherent β -karoten 500-1000 ppm pada buah fraksi matang

3. varietas karoten tinggi yaitu varietas mempunyai inherent β-karoten lebih dari 1000 ppm.

Minyak sawit kasar (CPO) mengandung sekitar 500-700 ppm karoten dan merupakan bahan pangan sumber karoten alami terbesar. Oleh karena itu CPO berwarna merah jingga. Warna kuning sampai merah minyak sawit mentah disebabkan oleh kandungan pigmen karotenoid. Karotenoid terdiri atas 5 % xantofil dan 95 % karoten yang menurut Maclellan, 62 % merupakan beta karoten, 29 % alfakaroten dan 4 % gamma karoten. Alfa dan beta karoten dalam bahan pangan berperanan sebagai pemberi warna dan prekusor vitamin A.

2.5. Proses Bleaching

Proses bleaching (pemucatan) dimaksudkan untuk menghilangkan zat-zat warna dalam minyak mentah, misalnya karotenoid yang berwarna merah atau kuning. Warna minyak mentah dapat berasal dari warna bawaan minyak atau warna yang timbul pada proses pengolahan CPO menjadi minyak goreng.

Proses bleaching yang digunakan adalah proses bleaching adsorpsi. Proses ini menggunakan zat penyerap (adsorben) yang memiliki aktivitas permukaan yang tinggi untuk menyerap zat warna. Adsorben juga dapat menyerap zat yang memiliki sifat


(26)

koloidal. Adsorben yang paling sering digunakan adalah tanah pemucat (bleaching earth) dan arang. Arang sangat efektif dalam menghilangkan pigmen warna merah, hijau dan biru, tetapi karena harganya mahal maka dalam pemakaiannya biasanya dicampur dengan tanah pemucat dengan jumlah yang disesuaikan terhadap jenis

minyak mentah yang dipucatkan.

Pemucatan minyak menggunakan adsorben umumnya dilakukan dalam ketel yang dilengkapi dengan pipa uap. Minyak yang akan dipucatkan

dipanaskan pada suhu sekitar 105 oC selama 1 jam. Penambahan adsorben dilakukan pada minyak mencapai suhu 70-80oC, dan jumlah adsorben kurang lebih sekitar 1-1,5 % dari berat minyak. Selanjutnya minyak dipisahkan dari adsorben dengan cara penyaringan menggunakan kain tebal atau pengepresan dengan filter press. Minyak yang hilang karena proses ini kurang lebih 0,2-0,5 % dari minyak yang dihasilkan setelah dibleaching (pemucatan).

Bleaching clay merupakan sejenis tanah liat dengan komposisi utama terdiri dari SiO2, Al2O3, air terikat serta ion kalsium, magnesium oksida dan besi oksida. Daya pemucat bleaching clay disebabkan karena ion Al3+ pada permukaan partikel adsorben dapat mengadsorpsi partikel zat warna. Daya pemucat tersebut tergantung dari perbandingan komponen SiO2 dan Al2O3 dalam bleaching clay. Adsorben yang terlalu kering menyebabkan daya kombinasinya dengan air telah hilang sehingga mengurangi daya penyerapan terhadap zat warna.

Aktivasi adsorben dengan asam mineral (misalnya HCl atau H2SO4) akan mempertinggi daya pemucatan karena asam mineral tersebut larut atau bereaksi dengan komponen berupa tar, garam Ca dan Mg yang menutupi pori-pori

adsorben. Disamping itu asam mineral melarutkan Al2O3 sehinggga dapat menaikkan perbandingan jumlah SiO2 dan Al2O3 dari (2 – 3) : 1 menjadi (5 – 6) : 1.

Aktivasi menggunakan asam mineral akan menimbulkan 3 macam reaksi yaitu sebagai berikut:

a. Mula-mula asam akan melarutkan komponen Fe2O3, Al2O3, CaO dan MgO yang mengisi pori – pori adsorben. Ini akan mengakibatkan


(27)

terbentuknya pori-pori yang tertutup sehingga menambah luas permukaan adsorben.

b. Ion-ion Ca2+ dan Mg2+ yang berada pada permukaan kristal adsorben secara berangsur-angsur akan diganti oleh ion H+

c. Ion H

dari asam mineral +

yang telah menggantikan ion Ca2+ dan Mg2+ akan ditukar oleh ion Al3+ yang telah larut dalam larutan asam

Daya penyerapan terhadap warna akan lebih efektif jika adsorben tersebut mempunyai bobot jenis yang rendah, kadar air tinggi, ukuran partikel halus dan pH adsorben mendekati netral. Pemakaian asam mineral untuk mengaktifkan adsorben bleaching clay menimbulkan bau lapuk pada minyak, tetapi bau lapuk tersebut akan hilang pada proses deodorisasi. Disamping itu activated clay yang bersifat asam akan menaikkan kadar asam lemak bebas dalam minyak dan mengurangi daya tahan kain saring yang digunakan untuk memisahkan minyak dari adsorben. (Ketaren, S., 1985)

2.6. Adsorpsi

Molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair mempunyai gaya tarik ke arah dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain yang mengimbangi. Adanya gaya-gaya ini menyebabkan zat padat dan zat cair mempunyai gaya adsorpsi. Adsorpsi berbeda dengan absorpsi. Pada absorpsi zat yang diserap masuk ke dalam absorben sedangkan pada adsorpsi zat yang diserap hanya terdapat pada permukaannya.

Jadi adsorpsi merupakan peristiwa penyerapan atom, ion atau molekul pada lapisan permukaan atau antar fase dimana atom atau molekul tersebut terkumpul pada bahan pengadsorpsi atau adsorben. Menurut jenisnya adsorpsi ada dua macam yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia. Gaya yang

menyebabkan adsorpsi fisika adalah sama seperti yang menyebabkan

kondensasi gas untuk membentuk cairan dan umumnya dikenal sebagai gaya Van der Wall’s. Adsorpsi fisika biasanya berlangsung dalam suhu yang rendah dan dapat terjadi pada semua zat. Adsorpsi kimia mencakup pembentukan


(28)

ikatan kimia. Oleh karena itu sifatnya lebih spesifik daripada adsorpsi fisika. Tetapi terkadang tidak terdapat perbedaan yang tajam antara kedua jenis adsorpsi ini. (Sukardjo, 1985)

Dalam adsorpsi kimia ikatannya dapat sedemikian ketatnya sehinggga spesis aslinya tak dapat ditemukan dan biasanya adsorpsi kimia terjadi pada suhu yang tinggi. Pada proses adsorpsi ada beberapa gaya yang terlibat yaitu antara lain :

a. Gaya tarik Vander Wall’s yang non polar b. Pembentukan ikatan hidrogen

c. Gaya penukaran ion

d. Pembentukan ikatan kovalen

Gaya Van der Wall’s terutama terjadi antara rantai hidrokarbon pada peristiwa adsorpsi molekul besar. Juga pada penyerapan zat warna aromatis, gaya Van der Wall’s ini cukup berfungsi. Gaya tarik penukaran ion terutama terjadi pada adsorpsi ion-ion organik oleh zat padat yang mempunyai gugus anorganik.

(Daniel,F., Alberty .A., 1987)

Menurut Freundlich, jumlah zat diserap per satuan luas atau berat adsorben dinyatakan sebagai berikut:

n

P k M

X 1

. =

dimana : X = berat dari zat yang diadsorpsi M = berat adsorben

k, n = konstanta Freundlich P = tekanan keseimbangan Rumus ini dapat juga ditulis dengan :

P

n k M

X

log 1 log

log = +


(29)

Pada peristiwa adsorpsi ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu jenis adsorben, jenis zat yang diadsorpsi, luas permukaan adsorben, temperatur dan tekanan. (Sukardjo, 1985)

2.7. Pengukuran Warna

2.7.1. Lovibond - Tintometer

Warna minyak adalah merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan mutu minyak dimana warna minyak ini berbeda untuk tiap jenis minyak. Biasanya untuk keperluan industri dan pemakaiaan secara umum, pengukuran warna dilakukan dengan alat Lovibond – Tintometer. Ini dilakukan dengan menyesuaikan warna minyak dengan gelas – gelas berwarna yang ada pada Lovibond –Tintometer. Gelas – gelas berwarna ini terdii dari 3 bagian warna yaitu merah, kuning, dan biru. Tatapi umumnya untuk minyak sawit yang sering digunakan adalah warna merah dan kuning.

Lovibond –Tintometer terdiri dari sebuah sumber cahaya sel standart dimana sampel ditempatkan (biasanya digunakan 1 inci atau 5,25 inci), sekumpulan gelas –gelas berwarna standart dan cermin atau kaca untuk memantulkan warna yang disinari ke mata.

Pembacaan warna sebaiknya dilakukan dalam waktu yang singkat sebab jika mata terlalu lama melihat warna–warna pada alat, maka mata akan letih sehingga akan dapat menggangu hasil pengukuran. Bila warna yang sesuai sulit diperoleh maka pengukuran sebaiknya dilakukan kembali setelah beberapa menit.

Faktor–faktor lain yang dapat mengurangi ketepatan atau ketelitian pengukuran adalah kotoran–kotoran atau lapisan minyak pada dinding sel atau gelas–gelas warna, kekuatan dari lampu listrik sebagai sumber cahaya,

perbedaan pandangan dari orang yang menganalisa serta pengaruh dari cahaya yang dipantulkan oleh alat atau sel tempat sampel. (Hamilton R.J., Rossel J.B, 1986)


(30)

2.7.2. Analisa Spektrofotometri

Intensitas warna adalah salah satu faktor utama dalam penentuan suatu analit secara spektrofotometri. Pada analisa spektrokimia, sektrum radiasi

elektromagnetik digunakan untuk menganalisis spesis kimia dengan menelaah interaksinya dengan radiasi elektromagnetik. Radiasi berinteraksi dengan spesies kimia dan kita dapat memperoleh informasi mengenai spesies tersebut. Cara interaksinya dapat berupa adsorpsi, penghamburan atau pemendaran tergantung dari sifat materi.

Untuk menentukan konsentrasi suatu larutan secara kuantitatif dengan mengukur jumlah cahaya yang ditransmisikan, perlu ada suatu hubungan antara konsentrasi, larutan dan transmisi cahayanya. Hubungan ini dinyatakan oleh Lambert-Beer.

2.7.2.1. Hukum Lambert

Hukum ini menyatakan bahwa bila cahaya monokromatik melewati medium tembus cahaya, laju berkurangnya intensitas oleh bertambahnya ketebalan berbanding lurus dengan intensitas cahaya. Artinya intensitas cahaya yang dipancarkan akan brkurang secara eksponensial dengan bertambahnya ketebalan medium penyerap. Hal ini dinyatakan dengan persamaan :

b

a T = − Dimana : T = transmitansi

a = konstanta karakteristik dari larutan b = jarak yang ditempuh oleh sianar matahari

2.7.2.2. Hukum Beer

Hukum ini menyatakan bahwa intensitas cahaya akan berkurang secara eksponensial bila konsentrasi zat penyerap dinaikkan secara linier, jadi kecepatan berkurangnya intensitas cahaya adalah berbanding lurus dengan pertambahan konsentrasi. Hal ini dinyatakan dengan persamaan :


(31)

c

a T = − Dimana : T = transmitansi

a = konstanta karakteristik dari larutan c = konsentrasi

2.7.2.3. Hukum Lambert – Beer

Gabungan hukum Lambert – Beer dapat dituliskan sebagai berikut :

c b o

t I

I = ×10−ε. . atau A I I

o

t =

log Sehingga :

A = ε.b.c

Atau A = a.b.c

Dimana : A = absorbansi Io

I

= intensitas radiasi yang datang t = intensiatas radiasi yang diteruskan

ε= koefisien ekstingsi / absorptivitas molar (L.mol-1.cm-1 b = tebal larutan yang dilalui sinar (cm)

)

c = konsentrasi (mol L-1)

Jika konsentrasi dinyatakan di dalam sampel maka koefisien ekstingsi dinyatakan sebagai absorbtivitas. ( Day, R.A., 1994 )

2.7.3. Pengukuran Warna Secara Spektrofotometri

Metode ini digunakan untuk menghitung warna dari minyak atau lemak yang tidak mudah dihilangkan dan hal ini tidak tetap. Penentuan yang lebih akurat dan lebih mudah sudah ditetapkan, penentuan transmisinya yaitu pada panjang gelombang antara 400 – 700 nm, atau pengukuran transmisinya pada panjang gelombang tertentu.


(32)

Minyak mentah dan lemak mempunyai kurva transmisi yang karakteristik terhadap beberapa jenis minyak. Semua minyak dan lemak bertentangan dengan kurva transmisi yang ditunjukkan yang sama dan tanpa puncak yang spesifik.

Menggunakan spektrofotometer mencatat pengukuran transmitansi pada panjang gelombang anatara 400 – 700 nm, dengan interval umum sebesar 10 nm setiap panjang gelombang seperti faktor transmitansi relatif terhadap senyawa pembanding yaitu antara 20-80 %, namun penggunaan jarak panjang gelombang kurang dari 0,5 atau lebih dari 5 cm diterima untuk penentuan senyawa tertentu. Penentuan posisi dan perubahan kurva dilakukandengan pengukuran pada interval 1 nm. ( Paquot,C., 1987 )


(33)

BAB 3

BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat Penelitian

- Oven Fisher Scientific

- Cawan Poselin - Pengaduk magnetik

- Hotplate Stirer PMC

- Alu Dan Lumpang

- Termometer Fishons

- Neraca Analitik Mettler PM 400

- Desikator - Corong Buchner - Statif Dan Klemp

- Tanur Listrik Fisher

- Pompa Vakum

- pH Meter Hanna Instrument

- Ayakan 30-40 Mesh

- Alat-Alat Gelas Pyrex

- Spektrofotometer Spectronic 20

3.2 Bahan Penelitian

- Tanah diatomea

- HCl p.a. E. Merck

- NaOH p.a. E. Merck

- Benzen p.a. E. Merck

- Akuades - CPO


(34)

3.3.1 Pembuatan Pereaksi

a. Larutan HCl 1%

Sebanyak 2,7 ml HCl pekat dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml lalu diencerkan dengan akuades sampai garis tanda.

b. Larutan HCl 3%

Sebanyak 8,1 ml HCl pekat dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml lalu diencerkan dengan akuades sampai garis tanda.

c. Larutan HCl 5%

Sebanyak 10,8 ml HCl pekat dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml lalu diencerkan dengan akuades sampai garis tanda.

d. Larutan NaOH 1 %

Sebanyak 1 g NaOH dimasukkan kedalam labu takar 100 ml lalu diencerkan dengan akuades sampai garis tanda

e. Larutan NaOH 3 %

Sebanyak 3 g NaOH dimasukkan kedalam labu takar 100 ml lalu diencerkan dengan akuades sampai garis tanda

f. Larutan NaOH 5 %

Sebanyak 5 g NaOH dimasukkan kedalam labu takar 100 ml lalu diencerkan dengan akuades sampai garis tanda

3.3.2 Penyediaan Tanah Diatomea

Tanah diatomea dihaluskan dengan menggunakan alu dan lumpang lalu diayak pada ayakan 30-40 mesh, tanah diatomea siap diaktifkan.


(35)

3.3.3 Pengaktifan Tanah Diatomea

3.3.3.1. Pengaktifan Dengan HCl

- 50 gram serbuk diatomea ditambahkan masing-masing dengan 500 ml HCl 1% - diaduk dengan stirer selama 1 jam

- disaring lalu dicuci dengan akuades sampai pH diatomea mendekati netral - dikeringkan dalam oven pada suhu 103-105 o

- setelah kering dihaluskan kembali

C

- dibagi dalam 3 cawan

- dipanaskan masing-masing pada suhu 100 oC, 200 oC, 300 o - didinginkan dan disimpan dalam desikator

C selama 1 jam

- dilakukan hal yang sama untuk pengaktifan tanah diatomea dengan HCl 3%, HCl 5%

3.3.3.2. Pengaktifan Dengan NaOH

- 50 gram serbuk diatomea ditambahkan masing-masing dengan 500 ml NaOH 1%

- diaduk dengan stirer selama 1 jam

- disaring lalu dicuci dengan akuades sampai pH diatomea mendekati netral - dikeringkan dalam oven pada suhu 103-105 o

- setelah kering dihaluskan kembali

C

- dibagi dalam 3 cawan

- dipanaskan masing-masing pada suhu 100 oC, 200 oC, 300 o - didinginkan dan disimpan dalam desikator

C selama 1 jam

- dilakukan hal yang sama untuk pengaktifan tanah diatomea dengan NaOH 3%, NaOH 5%

3.3.4. Proses Pemucatan CPO

- 50 gram CPO dipanaskan sampai suhu 90 o

- dimasukkan 2,5 gram diatomea yang sudah diaktifkan C


(36)

- dinaikkan suhunya menjadi 120 o

- diturunkan suhunya sampai 90

C sambil diaduk dengan stirer selama 30 menit

o

- perlakuan yang sama dilakukan sebanyak 3 kali

C lalu disaring dengan bantuan pompa vakum

3.3.5. Pengukuran λ maks CPO Sebelum Dipucatkan

Sebanyak 0,05 gram CPO yang belum dipucatkan dilarutkan dengan 20 ml benzen, lalu diukur absorbansinya dengan rentang panjang gelombang 420-500 nm.

3.3.6. Pengukuran Absorbansi CPO Yang Telah Dipucatkan

- sebanyak 0,05 gram CPO yang telah dipucatkan dengan menggunakan tanah diatomea yang diaktifkan dengan HCl 1% pada pemanasan 100 oC, 200 oC, dan 300o

- Dilakukan perlakuan yang sama terhadap CPO yang dipucatkan dengan HCl 3%, HCl 5%, NaOH 1%, NaOH 3%, dan NaOH 5%

C dilarutkan dengan 20 ml benzen, lalu diukur absorbansinya pada panjang gelombang 450 nm.


(37)

3.4 Bagan Penelitian

3.4.1 Penyediaan Diatomea

dihaluskan

diayak dengan ayakan 30-40 mesh

3.4.2 Pengaktifan Diatomea

3.4.2 Pengaktifan Diatomea

ditambahkan 500 ml HCl dengan variasi konsentrasi 1%, 3%, 5%

diaduk dengan stirer selama 1 jam

dicuci dengan akuades sampai pH mendekati netral

dikeringkan dalam oven pada suhu 103oC-105o

dihaluskan kembali C

dibagi dalam 3 cawan

dipanaskan masing-masing pada suhu 100o C, 200o C dan 300o

didinginkan

C selama 1 jam disimpan dalam desikator

Catatan :

Perlakuan yang sama dilakukan untuk pengaktifan diatomea dengan menggunakan NaOH dengan variasi konsentrasi 1%, 3%, dan 5%.

Tanah diatomea

diatomea 30-40 mesh

50 g diatomea 30-40 mesh


(38)

3.4.3 Proses Pemucatan

dipanaskan hingga suhu 90o ditambah 2,5 g diatomea aktif

C dinaikkan suhunya 120o diturunkan suhunya sampai 90

C sambil diaduk dengan stirer selama 30 menit

o

disaring dalam keadaan panas sambil divakum

C

ditimbang 0,05 g

dilarutkan dengan 20 ml benzen

diukur %T nya dengan spektrofotometer

Catatan : perlakuan diulangi sebanyak 3 kali untuk masing – masing diatomea : tanpa aktivasi, aktivasi asam dan aktivasi basa

50 g CPO

CPO yang dipucatkan


(39)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil dan Pengolahan Data

4.1.1. Hasil Penelitian

Data hasil pengukuran absorbansi dari CPO yang telah dipucatkan dapat dilihat pada tabel 4.1 dan tabel 4.2, serta pengukuran absorbansi CPO yang dipucatkan dengan diatomea tanpa pengaktifan pada tabel 4.3.

Tabel 4.1 Absorbansi CPO dengan Diatomea yang diaktifkan dengan HCl

Konsentrasi HCl

Suhu

Pengaktifan (oC) A1 A2 A3 A

1 % 100

200 300 0,0362 0,0457 0,0555 0,0409 0,0506 0,0555 0,0362 0,0555 0,0604 0,0377 0,0506 0,0571

3 % 100

200 300 0,0555 0,0655 0,0757 0,0655 0,0809 0,0861 0,0655 0,0757 0,0915 0,0621 0,0740 0,0844

5 % 100

200 300 0,1549 0,0969 0,0861 0,1549 0,0809 0,0969 0,1487 0,0915 0,0915 0,1548 0,0897 0,0915

Tabel 4.2 Absorbansi CPO dengan Diatomea yang diaktifkan dengan NaOH

Konsentrasi NaOH

Suhu

Pengaktifan (oC) A1 A2 A3 A

1 % 100

200 300 0,0506 0,0757 0,0809 0,0555 0,0757 0,0861 0,0604 0,0757 0,0915 0,0555 0,0757 0,0861

3 % 100

200 300 0,0969 0,1023 0,1135 0,0969 0,1079 0,1135 0,0969 0,1023 0,1135 0,0969 0,1041 0,1135

5 % 100

200 300 0,1611 0,1366 0,1249 0,1674 0,1426 0,1249 0,1549 0,1307 0,1249 0,1611 0,1366 0,1249


(40)

Tabel 4.3 Absorbansi CPO Yang dipucatkan dengan Diatomea Tanpa Pengaktifan

Perlakuan A1 A2 A3 A

Tanpa pengaktifan

0,1549 0,1549 0,1487 0,1528

Banyak CPO yang dipucatkan : benzen = 0,05 gram : 20 mL benzen Pengukuran CPO pada λ maks = 450 nm

4.1.2. Pengolahan Data

Daya serap tanah diatomea hasil pengaktifan dengan asam dan basa dengan variasi suhu pemanasan adalah :

Daya adsorpsi = 100%

A A A 0 0 ×       − Keterangan : A0

A = Absorbansi CPO yang telah dipucatkan = Absorbansi CPO sebelum dipucatkan

Perulangan I

• Untuk HCl 1 % 100 o Daya adsorpsi =

C % 100 3279 , 0 0362 , 0 3279 , 0 ×       −

= 88,96 %

dilakukan hal yang sama untuk HCl 1% 200 oC dan 300 oC • Untuk HCl 3 % 100 o

Daya adsorpsi =

C % 100 3279 , 0 0555 , 0 3279 , 0 ×         −

= 83,07 % dilakukan hal yang sama untuk HCl 3% 200 oC dan 300 oC


(41)

• Untuk HCl 5 % 100 o • Daya adsorpsi =

C % 100 3279 , 0 1549 , 0 3279 , 0 ×         − = 52,75% dilakukan hal yang sama untuk HCl 5% 200 oC dan 300 oC

• Untuk NaOH 1 % 100 o Daya adsorpsi =

C % 100 3279 , 0 0506 , 0 3279 , 0 ×         −

= 84,56% dilakukan hal yang sama untuk NaOH 1% 200 oC dan 300 oC

• Untuk NaOH 3 % 100 o Daya adsorpsi =

C % 100 3279 , 0 0969 , 0 3279 , 0 ×         −

= 70,44 % dilakukan hal yang sama untuk NaOH 3% 200 oC dan 300 oC

• Untuk NaOH 5 % 100 o Daya adsorpsi =

C % 100 3279 , 0 1611 , 0 3279 , 0 ×         −

= 50,86 % dilakukan hal yang sama untuk NaOH 5% 200 oC dan 300 oC

• Tanpa pengaktifan

Daya Adsorpsi = 100%

3279 , 0 1549 , 0 3279 , 0 ×         − = 52,75%


(42)

4.2 Pembahasan

Proses pemucatan minyak sawit dengan menggunakan adsorben pada

prinsipnya adalah merupakan proses adsorpsi dimana umumnya minyak sawit dipucatkan dengan kombinasi antara adsorben dengan pemanasan. Hal ini disebabkan karena minyak kelapa sawit mengandung pigmen karoten yang tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh daya serap tanah diatomea yang diaktifkan dengan HCl 1% dengan pemanasan 100 oC, 200 oC dan 300oC masing-masing adalah 88,48%; 84,56% dan 82,57%. Dengan HCl 3% dengan pemanasan 100oC, 200oC dan 300oC masing-masing adalah 81,03%; 77,41% dan 74,24%. Dengan HCl 5% dengan pemanasan 100 oC, 200 oC dan 300oC masing-masing adalah 53,38%; 72,61% dan 72,09%. Sedangkan untuk pengaktifan tanah diatomea dengan NaOH 1% dengan pemanasan 100 oC, 200 oC dan 300oC masing-masing adalah 83,06%; 76,91% dan 73,71%. Dengan NaOH 3% dengan pemanasan 100 oC, 200 oC dan 300oC masing-masing adalah 70,44%; 68,23% dan 65,38%. Dengan NaOH 5% dengan pemanasan 100 oC, 200 oC dan 300oC masing-masing adalah 50,85%; 58,33% dan 61,90%.

Telah dilakukan juga penelitian terhadap daya serap tanah diatomea yang tidak diaktifkan terhadap CPO, dari hasil yang diperoleh bahwa daya serap tanah diatomea tersebut mendekati daya serap tanah diatomea yang diaktifkan dengan HCl 5% dan dengan NaOH 5% yang diikuti dengan pemanasan pada suhu 100 oC.

Dari hasil yang dicantumkan di atas dapat dilihat bahwa daya serap tanah diatomea yang paling besar adalah pada pengaktifan dengan HCl 1% yang dilanjutkan dengan pemanasan pada suhu 100 oC. Hal ini disebabkan karena pengaktifan tanah diatomea dengan asam (secara kimia) bertujuan untuk mengurangi efek hambatan dari pertukaran kation dengan cara pencucian kation. Pemanasan bertujuan untuk mengeluarkan air yang menutupi pori-pori permukaan adsorben, dan apabila dilakukan pemanasan minyak kelapa sawit ( CPO ) pada suhu yang lebih tinggi maka


(43)

pigmen karoten yang terdapat pada CPO akan mengalami kerusakan, sehingga mengurangi daya serap serbuk diatomea tersebut.

Aktivasi dengan asam mineral akan mempertinggi daya pemucatan karena asam mineral akan melarutkan komponen berupa garam Ca dan Mg yang menutupi pori-pori adsorben. Mula-mula asam akan melarutkan komponen seperti Fe2O3, Al2O3, CaO dan MgO yang akan menambah luas permukaan adsorben, kemudian ion Ca2+ dan Mg2+ akan digantikan oleh ion H+ dari asam mineral. Ion H+ tersebut akan ditukar oleh ion Al3+ yang telah larut dalam asam.

Dari grafik pada gambar 1 dan 2 pada lampiran terlihat bahwa pada aktivasi HCl 1 %, 3 % pada masing-masing pemanasan pada suhu 100 oC, 200 oC dan 300 oC menunjukkan absorbansi semakin besar, akan tetapi pada aktivasi menggunakan HCl 5 % pada masing-masing pemanasan pada suhu 100 oC, 200 oC dan 300 oC menunjukkan absorbansi yang semakin turun.

Hal ini disesbabkan adanya asam mineral HCl dapat melarutkan logam-logam pengotor penyusun tanah diatomea sehingga pori-pori tanah diatomea terbuka, akan tetapi dengan adanya pemanasan yang semakin besar mengakibatkan struktur tanah diatomea mengalami kerusakan yang dapat menutupi pori-pori tanah diatomea. Apabila konsentrasi asam semakin besar maka Si(OH)4

Seperti halnya aktivasi dengan asam, aktivasi dengan basa NaOH juga menunjukkan hal yang sama. Ini disebabkan oleh ion –OH yang berasal dari NaOH akan menghasilkan endapan Mg(OH)

akan berpolimerisasi karena terjadinya pemisahan gugus –OH serta membentuk ikatan Si-O-Si yang merupakan ikatan yang kuat . Hal ini menyebabkan kemampuan adsorpsi tanah diatomea akan berkurang menurun.

2, Ca(OH)2, Al(OH)3, Fe(OH)3

Dapat dilihat juga aktivasi asam mineral HCl menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan aktivasi menggunakan basa, yang disebabkan pada aktivasi menggunakan HCl akan memberikan ion H

serta logam-logam hidroksida lainnya yang terdapat pada tanah diatomea yang dapat menutupi pori-pori adsorben sehingga mengurangi daya serap adsorben tersebut.

+

yang dapat mengikat zat warna karoten sehingga dengan adanya ikatan ini karoten yang diserap lebih banyak dibandingkan dengan aktivasi dengan basa NaOH yang tidak mengandung ion H+


(44)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa tanah diatomea yang diaktifkan dapat digunakan sebagai bahan pemucat (bleaching agent) pada proses pemucatan CPO, dan pengaktifan tanah diatomea yang paling tinggi adalah dengan menggunakan HCl 1% dengan pemanasan pada suhu 100 oC, hal tersebut menunjukkan bahwa aktivasi dengan asam

memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan aktivasi dengan basa.

5.2 Saran

Untuk penelitian lebih lanjut agar dilakukan penelitian terhadap variasi konsentrasi aktivasi asam dan basa, waktu dan variasi berat tanah diatomea yang digunakan pada proses pemucatan agar dapat ditentukan

konsentrasi,waktu dan berat tanah maksimal yang digunakan pada proses pemucatan, yang sanga berguna terutama bila tanah diatomea aktif


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Daniel,F., Alberty .A. 1987. Kimia Fisika. Jilid I. Erlangga: Jakarta

Day, R.A., 1994. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi Keempat. Erlangga : Jakarta. (http://www.Eureka’s SyS

2006

(http://www.tekmira.esdm.go.id/data/diatomea) diakses tanggal 24 Januari 2007 Guna, H. 2003. Studi Pemisahan dan Penentuan Kadar Karoten Dari Minyak Kelapa

Sawit (CPO) Dengan Menggunakan Berbagai Bahan Pemucat : Zeolit, Arang Aktif dan Clay. FMIPA : Medan

Hamilton R.J., Rossel J.B, 1986. Analysis Of Oils And Fats. Elsevier Applied Science : London

Hartley,C.W.S. 1967. The Oil Palm. Longman Group And Co : London

Ketaren, S.1985. Pengantar Teknologi Minyak Dan Lemak Pangan. UI-Press : Jakarta Manurung, M,S.1994. Studi Pemanfaatan Diatomea Aktif Sebagai Penyerap Ion Pada

Proses Pengolahan Air Limbah Pabrik Tekstil. FMIPA : Medan

Nasril, Ir. 2001. Penyelidikan Pendahuluan Bahan Galian Diatomea Dan Marmer Kabupaten Tobasa. Deparindag Sumatera Utara : Medan

Paquot,C., 1987. Standard Methods For The Analysis Of Oil, Fats And Derivatives. Blackwell Scientific Publications : Melbourne

Sukardjo, 1985. Kimia Fisika. Bina Aksara : Yogyakarta

Tan, Kim. H. 1982. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Gadjah Mada University : Yogyakarta Weiss, Theodore J. 1983. Food Oils And Their Uses. Second Edition. Avi Publishing

Company,Inc : West Port California

...1987. Encyclopedia of Science & Technology. New York : Mc Graw-Hill Publishing Company : New York


(46)

Tabel 1. Data Daya Serap Diatomae Terhadap Warna CPO Pada Variasi Konsentrasi Asam Konsentrasi HCl Suhu pengaktifan (o Daya Serap C) Rata-rata (%) Perulangan I (%) Perulangan II (%)

Perulangan III (%) 1% 100 200 300 88,96 86,06 83,07 87,52 84,56 83,07 88,96 83,07 81,57 88,48 84,56 82,57 3% 100 200 300 83,07 80,02 76,91 80,02 75,32 73,74 80,02 76,91 72,09 81,03 77,41 74,24 5% 100 200 300 52,75 70,44 73,74 52,75 75,32 70,44 54,65 72,09 72,09 53,38 72,61 72,09

Tabel 2. Data Daya Serap Diatomae Terhadap Warna CPO Pada Variasi Konsentrasi Basa Konsentrasi NaOH Suhu pengaktifan (o Daya Serap C) Rata-rata (%) Perulangan I (%) Perulangan II (%)

Perulangan III (%) 1% 100 200 300 84,56 76,91 75,32 83,07 76,91 73,74 81,57 76,91 72,09 83,06 76,91 73,71 3% 100 200 300 70,44 68,80 65,38 70,44 67,09 65,38 70,44 68,80 65,38 70,44 68,23 65,38 5% 100 200 300 50,86 58,34 61,90 48,94 56,51 61,90 52,75 60,14 61,90 50,85 58,33 61,90


(47)

Tabel 3. Data Daya Serap Diatomae Terhadap Warna CPO Tanpa Pengaktifan

Perlakuan Daya Serap Rata-rata

(%) Perulangan

I (%)

Perulangan II (%)

Perulangan III (%) Tanpa

pengaktifan

52,75 52,75 54,65 53,38

Tabel 4. Data %T CPO Pada Variasi Konsentrasi Asam

Konsentrasi HCl Suhu pengaktifan (oC) %T1 %T2 %T3

1% 100 200 300 92 90 88 91 89 88 92 88 87 3% 100 200 300 88 86 84 86 83 82 86 84 81 5% 100 200 300 70 80 82 70 83 80 71 81 81

Tabel 5. Data %T CPO Pada Variasi Konsentrasi Basa

Konsentrasi NaOH Suhu pengaktifan (oC) %T1 %T2 %T3

1% 100 200 300 89 84 83 88 84 82 87 84 81 3% 100 200 300 80 79 77 80 78 77 80 79 77 5% 100 200 300 69 73 75 68 72 75 70 74 75


(48)

Tabel 6. Data %T CPO Tanpa Pengaktifan

Perlakuan %T1 %T2 %T3 Tanpa pengaktifan 70 70 71

Tabel 7. Penentuan λ maks CPO Yang Belum Dipucatkan

λ (nm) %T A = 2-log %T

420 430 435 440 445 450 455 460 465 470 475 480 490 500

59 55 50 49 48 47 48 50 51 55 57 60 70 78

0,2291 0,2596 0,3010 0,3098 0,3187 0,3279 0,3187 0,3010 0,2924 0,2596 0,2441 0,2218 0,1549 0,1079

Dari data di atas diperoleh λmaks

Banyak CPO yang dipucatkan : benzen = 0,05 gram : 20 mL benzen = 450 nm


(49)

0,0000 0,0200 0,0400 0,0600 0,0800 0,1000 0,1200 0,1400 0,1600 0,1800

100 200 300 100 200 300 100 200 300

1% 3% 5%

Konsentrasi

A

b

s

o

rb

a

n

s

i

Asam Basa

Gambar 1. Grafik Konsentrasi Pengaktifan Vs Absorbansi

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00

100 200 300 100 200 300 100 200 300

1% 3% 5%

Konsentrasi

D

a

y

a

S

e

ra

p

(

%

)

Asam Basa


(1)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa tanah diatomea yang diaktifkan dapat digunakan sebagai bahan pemucat (bleaching agent) pada proses pemucatan CPO, dan pengaktifan tanah diatomea yang paling tinggi adalah dengan menggunakan HCl 1% dengan pemanasan pada suhu 100 oC, hal tersebut menunjukkan bahwa aktivasi dengan asam

memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan aktivasi dengan basa.

5.2 Saran

Untuk penelitian lebih lanjut agar dilakukan penelitian terhadap variasi konsentrasi aktivasi asam dan basa, waktu dan variasi berat tanah diatomea yang digunakan pada proses pemucatan agar dapat ditentukan

konsentrasi,waktu dan berat tanah maksimal yang digunakan pada proses pemucatan, yang sanga berguna terutama bila tanah diatomea aktif


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Daniel,F., Alberty .A. 1987. Kimia Fisika. Jilid I. Erlangga: Jakarta

Day, R.A., 1994. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi Keempat. Erlangga : Jakarta. (http://www.Eureka’s SyS

2006

(http://www.tekmira.esdm.go.id/data/diatomea) diakses tanggal 24 Januari 2007 Guna, H. 2003. Studi Pemisahan dan Penentuan Kadar Karoten Dari Minyak Kelapa

Sawit (CPO) Dengan Menggunakan Berbagai Bahan Pemucat : Zeolit, Arang Aktif dan Clay. FMIPA : Medan

Hamilton R.J., Rossel J.B, 1986. Analysis Of Oils And Fats. Elsevier Applied Science : London

Hartley,C.W.S. 1967. The Oil Palm. Longman Group And Co : London

Ketaren, S.1985. Pengantar Teknologi Minyak Dan Lemak Pangan. UI-Press : Jakarta Manurung, M,S.1994. Studi Pemanfaatan Diatomea Aktif Sebagai Penyerap Ion Pada

Proses Pengolahan Air Limbah Pabrik Tekstil. FMIPA : Medan

Nasril, Ir. 2001. Penyelidikan Pendahuluan Bahan Galian Diatomea Dan Marmer

Kabupaten Tobasa. Deparindag Sumatera Utara : Medan

Paquot,C., 1987. Standard Methods For The Analysis Of Oil, Fats And Derivatives. Blackwell Scientific Publications : Melbourne

Sukardjo, 1985. Kimia Fisika. Bina Aksara : Yogyakarta

Tan, Kim. H. 1982. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Gadjah Mada University : Yogyakarta Weiss, Theodore J. 1983. Food Oils And Their Uses. Second Edition. Avi Publishing


(3)

Tabel 1. Data Daya Serap Diatomae Terhadap Warna CPO Pada Variasi Konsentrasi Asam Konsentrasi HCl Suhu pengaktifan (o Daya Serap C) Rata-rata (%) Perulangan I (%) Perulangan II (%)

Perulangan III (%) 1% 100 200 300 88,96 86,06 83,07 87,52 84,56 83,07 88,96 83,07 81,57 88,48 84,56 82,57 3% 100 200 300 83,07 80,02 76,91 80,02 75,32 73,74 80,02 76,91 72,09 81,03 77,41 74,24 5% 100 200 300 52,75 70,44 73,74 52,75 75,32 70,44 54,65 72,09 72,09 53,38 72,61 72,09

Tabel 2. Data Daya Serap Diatomae Terhadap Warna CPO Pada Variasi Konsentrasi Basa Konsentrasi NaOH Suhu pengaktifan (o Daya Serap C) Rata-rata (%) Perulangan I (%) Perulangan II (%)

Perulangan III (%) 1% 100 200 300 84,56 76,91 75,32 83,07 76,91 73,74 81,57 76,91 72,09 83,06 76,91 73,71 3% 100 200 300 70,44 68,80 65,38 70,44 67,09 65,38 70,44 68,80 65,38 70,44 68,23 65,38 5% 100 200 300 50,86 58,34 61,90 48,94 56,51 61,90 52,75 60,14 61,90 50,85 58,33 61,90


(4)

Tabel 3. Data Daya Serap Diatomae Terhadap Warna CPO Tanpa Pengaktifan

Perlakuan Daya Serap Rata-rata

(%) Perulangan

I (%)

Perulangan II (%)

Perulangan III (%) Tanpa

pengaktifan

52,75 52,75 54,65 53,38

Tabel 4. Data %T CPO Pada Variasi Konsentrasi Asam

Konsentrasi HCl Suhu pengaktifan (oC) %T1 %T2 %T3

1%

100 200 300

92 90 88

91 89 88

92 88 87

3%

100 200 300

88 86 84

86 83 82

86 84 81

5%

100 200 300

70 80 82

70 83 80

71 81 81

Tabel 5. Data %T CPO Pada Variasi Konsentrasi Basa

Konsentrasi NaOH Suhu pengaktifan (oC) %T1 %T2 %T3

1%

100 200 300

89 84 83

88 84 82

87 84 81

3%

100 200 300

80 79 77

80 78 77

80 79 77


(5)

Tabel 6. Data %T CPO Tanpa Pengaktifan

Perlakuan %T1 %T2 %T3

Tanpa pengaktifan 70 70 71

Tabel 7. Penentuan λ maks CPO Yang Belum Dipucatkan λ (nm) %T A = 2-log %T

420 430 435 440 445 450 455 460 465 470 475 480 490 500

59 55 50 49 48 47 48 50 51 55 57 60 70 78

0,2291 0,2596 0,3010 0,3098 0,3187 0,3279 0,3187 0,3010 0,2924 0,2596 0,2441 0,2218 0,1549 0,1079

Dari data di atas diperoleh λmaks

Banyak CPO yang dipucatkan : benzen = 0,05 gram : 20 mL benzen = 450 nm


(6)

0,0000 0,0200 0,0400 0,0600 0,0800 0,1000 0,1200 0,1400 0,1600 0,1800

100 200 300 100 200 300 100 200 300

1% 3% 5%

Konsentrasi

A

b

s

o

rb

a

n

s

i

Asam Basa

Gambar 1. Grafik Konsentrasi Pengaktifan Vs Absorbansi

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00

100 200 300 100 200 300 100 200 300

1% 3% 5%

Konsentrasi

D

a

y

a

S

e

ra

p

(

%

)

Asam Basa