Perbandingan Pengaturan Qanun Aceh dan Perda Bekasi

Dari aspek sanksi pidana di dalam Qanun Aceh No. 13 Tahun 2003 Tentang Maisir Perjudian dan Perda Bekasi No. 11 Tahun 2005 Tentang Pencegahan Perjudian di Kota Bekasi berbeda, yaitu di dalam Qanun Aceh sanksinya berupa cambuk dan denda sedangkan di dalam Perda Bekasi sanksinya berupa pidana kurungan danatau denda. Dari aspek pelaksanaan hukuman di dalam Qanun Aceh No. 13 Tahun 2003 Tentang Maisir Perjudian dan Perda Bekasi No. 11 Tahun 2005 Tentang Pencegahan Perjudian di Kota Bekasi berbeda, yaitu di dalam Qanun Aceh diatur masalah pelaksanaan hukuman bagi pelaku judi, sedangkan di dalam Perda Bekasi pelaksanaan hukuman mengikuti KUHAP. Penerimaan uang denda dalam Qanun Aceh No. 13 Tahun 2003 Tentang Maisir Perjudian dan Perda Bekasi No. 11 Tahun 2005 Tentang Pencegahan Perjudian di Kota Bekasi berbeda, yaitu di dalam Qanun Aceh diserahkan kepada baitul mal sedangkan di dalam Perda Bekasi diserahkan kepada pemerintah. Di dalam Qanun Aceh No. 13 Tahun 2003 Tentang Maisir Perjudian diatur pengulangan pelanggaran maka hukumannya dapat ditambah 13 sepertiga dari hukuman maksimal sedangkan di Perda Bekasi No. 11 Tahun 2005 Tentang Pencegahan Perjudian di Kota Bekasi tidak tiatur masalah pengulangan pelanggaran. Matrik 3 Perbandingan Perjudian di Aceh dengan Kota Bekasi Pengaturn Perjudian Aceh Kota Bekasi Pengertian Kegiatan danatau perbuatan yang bersifat taruhan antara dua pihak atau lebih di mana pihak yang menang mendapat bayaran. Tiap-tiap permainan, yang kemungkinannya akan menang pada umumnya tergantung pada untung-untungan saja, juga kalau kemungkinan itu bertambah besar karena pemain lebih pandai atau lebih cakap. Judi mengandung juga segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain, yang tidak diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau main itu, demikian juga segala pertaruhan lain. Perbuatan yang Dilarang Melakukan perbuatan maisir perjudian. Memberikan izin perjudian, menggunakan tempat usahatempat tinggal sebagai tempat perjudian, membiarkan tempat usahanya danatau menyediakan sarana untuk perbuatan perjudian, pelindung dalam bentuk apapun terhadap kegiatan perjudian, maupun memberikan kesempatan untuk perjudian, membiarkan di lingkungannya terjadi perbuatan perjudian, mencegah penyalahgunaan rumahbangunan, pemilik rumahbangunan atau pihak yang dikuasakan dilarang menyediakan sarana. Menyelenggarakan atau memberikan fasilitas kepada orang yang akan melakukan perjudian, menjadi pelindung perbuatan perjudian, memberi izin usaha penyelenggaraan perjudian. Sanksi Pidana Ta’zir bagi pemain: Cambuk maksimal 12 kali, minimal 6 kali. Hukuman kurungan paling lama 6 enam bulan danatau denda setinggi-tingginya Rp.50.000.000,- lima puluh juta rupiah. Ta’zir bagi penyelenggara danatau memberi fasilitas: Denda maksimal Rp. 35.000.000,- minimal 15.000.000,- Pelaksanaan Hukuman ‘Uqubat cambuk dilakukan di suatu tempat yang dapat disaksikan orang banyak dengan dihadiri Jaksa Penuntut Umum dan dokter yang ditunjuk. Pencambukan dilakukan dengan Rotan yang berdiameter antara 0, 75 cm sampai 1 satu senti meter, panjang 1 satu meter dan tidak mempunyai ujung ganda atau dibelah. Pencambukan dilakukan pada bagian tubuh kecuali kepala, muka, leher, dada dan kemaluan. Kadar pukulan atau cambukannya tidak sampai melukai si terhukum. Terhukum laki- laki dicambuk dalam posisi berdiri tanpa penyangga, tanpa diikat, dan memakai baju tipis yang menutup aurat. Sedangkan, jika terhukumnya adalah seorang perempuan, maka posisinya duduk dan ditutup kain di atasnya. Pencambukan terhadap perempuan hamil dilakukan setelah 60 enam puluh hari yang bersangkutan melahirkan. Apabila selama pencambukan timbul hal- hal membahayakan terhukum berdasarkan pendapat dokter yang ditunjuk, maka sisa cambukan ditunda sampai dengan waktu yang memungkinkan. Di dalam Perda Kota Bekasi tata cara pelaksanaan hukuman mengikuti KUHAP. 77

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Perbedaan dan persamaan pengaturan perjudian di dalam Qanun Aceh No. 13 Tahun 2003 Tentang Maisir Perjudian dan Perda Bekasi No. 11 Tahun 2005 Tentang Pencegahan Perjudian di Kota Bekasi dapat dilihat dari aspek-aspek perjudian, di antaranya definisipengertian, perbuatan yang dilarang, pelakusubyek hukum, sanksi pidana, pelaksanaan hukuman: 1. Dari aspek definisi, perjudian yang diatur di dalam Qanun Aceh dan Perda Bekasi sesuai dengan pendapat Yusuf Qardlawy dan Hasbi as- Shiddieqy. 2. Dari aspek perbuatan yang dilarang di dalam Qanun Aceh dan Perda Bekasi ada yang sama, yaitu: Pertama, perbuatan menyelenggarakan danatau memberi fasilitas kepada orang yang akan melakukan perbuatan judi. Kedua, menjadi pelindung terhadap bentuk apapun terhadap kegiatan perjudian. Ketiga, memberikan izin usaha penyelenggaraan perjudian. Pengaturan ini juga tidak dibahas oleh ulama fiqh namun bukan berarti bertentangan dengan hukum Islam karena pengaturan judi termasuk ke dalam jarimah ta’zir. Perbuatan yang dilarang di dalam Qanun Aceh dan Perda Bekasi juga ada yang berbeda, yaitu: di dalam Qanun Aceh aspek yang dilarang adalah melakukan perbuatan maisir berbeda dengan aspek yang dilarang di dalam Perda Bekasi yaitu menggunakan tempat usaha atau tempat tinggal sebagai tempat perjudian, membiarkan di lingkungannya terjadi perjudian, mencegah penyalahgunaan rumahbangunan, pemilik rumahbangunan atau pihak yang dikuasakan dilarang menyediakan sarana. 3. Dari aspek subyek hukum, di dalam Qanun Aceh subyek hukumnya adalah orang yang beragama Islam yang melakukan tindak pidana di bidang maisir di wilayah hukum Nanggroe Aceh Darussalam sedangkan di dalam Perda Bekasi subyek hukumnya adalah semua orang yang melakukan tindak pidana di bidang judi di wilayah hukum Bekasi. 4. Dari aspek sanksi pidana, di dalam Qanun Aceh sanksinya berupa cambuk dan denda sedangkan di dalam Perda Bekasi sanksinya berupa pidana kurungan danatau denda. 5. Dari aspek pelaksanaan hukuman, di dalam Qanun Aceh diatur masalah pelaksanaan hukuman bagi pelaku judi, sedangkan di dalam Perda Bekasi pelaksanaan hukuman mengikuti KUHAP. 6. Pengaturan perjudian dari aspek definisipengertian, perbuatan yang dilarang, pelakusubyek hukum, sanksi pidana dan pelaksanaan hukuman tidak bertentangan dengan hukum Islam. Karena ketentuan- ketentuan pidana perjudian menurut hukum Islam adalah bentuk jarimah ta’zir. Pidana perjudian termasuk ke dalam jarimah ta’zir sebab setiap orang yang melakukan perbuatan maksiat yang tidak memiliki sanksi had dan tidak ada kewajiban membayar kafarat harus dita’zir, baik perbuatan maksiat itu berupa pelanggaran atas hak Allah atau hak manusia.

B. Saran-saran

1. Kepada aparat Pemerintah Agar bertindak lebih tegas terhadap warga yang terlibat perjudian dan bekerjasama dengan aparat kepolisian untuk menindak oknum-oknum yang berjudi agar diberi hukuman. Peranan tokoh masyarakat sangatlah mendukung untuk memberikan pendekatan pada masyarakat persuasif. 2. Kepada masyarakat Aceh dan Kota Bekasi Ingatlah bahwa perjudian sangat berakibat buruk, tidak hanya pada diri sendiri tetapi juga terhadap orang lain dan belum pernah tercatat dalam sejarah ada orang kaya karena judi dan perjudian itu sendiri dapat mengakibatkan roda kehidupan menjadi terbengkalai. DAFTAR PUSTAKA Ali, Zainuddin, Tarmidzi, Ed. Hukum Pidana Islam. Cet. 2. Jakarta: Sinar Grafika, 2009. Ambary, Hasan Muarif, Abdul Aziz Dahlan, Ed. Suplemen Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996. Amiruddin dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004. Audah, Abdul Qadir. Ensiklopedi Hukum Pidana Islam At-Tasyri’ Al-Jina’i Al- Islamy Muqaranan bil Qonunil Wad’iy. Jilid I. Penerjemah: Tim Tsalisah-Bogor. Jakarta: PT Karisma Ilmu, 2007. __________ Ensiklopedi Hukum Pidana Islam At-Tasyri’ Al-Jina’i Al-Islamy Muqaranan bil Qonunil Wad’iy. Jilid III. Penerjemah: Tim Tsalisah- Bogor. Jakarta: PT Karisma Ilmu, 2007. Bakry, Nazar. Problematika Pelaksanaan Fiqh Islam. Cet. 1. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1994. Hanafi, Ahmad. Asas-Asas Hukum Pidana Islam. Cet. 6. Jakarta: Bulan Bintang, 2005. Hosen, Ibrahim. Apakah Judi Itu ?. Jakarta: Lembaga Kajian Ilmiah Institut Ilmu Al-Quran IIQ, 1987. Irfan, M. Nurul dan Masyrofah. Fiqh Jinayah. Jakarta: Amzah, 2013. Malik, Muhammad Abduh. Perilaku Zina: Pandangan Hukum Islam dan KUHP. Jakarta, Bulan Bintang, 2003. Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Cet. 3. Jakarta: Kencana, 2007. Muslich, Ahmad Wardi. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2005. Qardhawi, Yusuf. Halal dan Haram. Cet. 9. Penerjemah: Abu Sa’id al-Falahi dan Aunur Rafiq Sholeh Tamhid. Jakarta: Robbani Press, 2010. Saleh, H.E. Hassan. Ed.1, Kajian Fiqh Nabawi Fiqh Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers, 2008. Usman, Abdullah Sani. Krisis Legitimasi Politik dalam Sejarah Pemerintahan di Aceh. Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2010. Zuhaili, Wahbah. Fiqih Imam Syafi’i. Penerjemah: Muhammad Afifi dan Abdul Hafiz. Jakarta: Almahira, 2010.