Peranan Perkumpulan Sada Ahmo ( Pesada) Dalam Upaya Pemberdayaan Politik Perempuan (Studi Kasus: di Desa Jambu Bellang kecamatan Siempat Nempu, Kab. Pakpak Barat)

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERANAN PERKUMPULAN SADA AHMO ( PESADA) DALAM

UPAYA PEMBERDAYAAN POLITIK PEREMPUAN

(Studi Kasus: di Desa Jambu Bellang kecamatan Siempat Nempu, Kab. Pakpak

Barat)

SKRIPSI Diajukan Oleh: AGUSNI SOLIN

040901048


(2)

Untuk memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Dan ILmu Politik

Universitas Sumatera Utara 2009

ABSTRAKSI

Politik merupakan hal yang tidak baru bagi perempuan kota, namun hal yang berbeda bagi perempuan pedesaan yang sangat jauh dari akses mengenai politik. Hal ini bisa dipicu karena ketidaksadaran dan masalah ekonomi, mengakibatkan perempuan semakin miskin dalam pengetahuan akan politik, dan dampak negatifnya adalah ketidaksadaran dan ketidakmampuan perempuan untuk berperan diwilayahnya maupun di bangsa sendiri, ini berarti salah satu persoalan mendasar perempuan adalah kemiskinan mereka dibidang politik. Dunia perempuan adalah dunia yang berbeda dengan dunia laki-laki, kebutuhan perempuan sangat berbeda dengan kebtuhan laki-laki. Sehingga kebutuhan perempuan dan permasalahan perempuan hanya bisa dijawab oleh perempuan sendiri bukan laki-laki. Keterwakilan Perempuan menjadi sangat penting. Namun bagaimana mungkin perempuan bisa menjadi jawaban bagi permasalahan dan kebutuhannya jikalau perempuan itu tidak memiliki kesadaran dan pengetahuan akan politik?. Untuk mempunyai kesadaran dan pengetahuan diperlukan suatu upaya atau cara sebagai solusi dari kemiskinan perempuan itu. Pemberdayaan merupakan suatu upaya atau cara bagi perempuan untuk mempercepat tercapainya kualitas hidup perempuan. Pemberdayaan dapat dilakukan oleh pemerintah, lembaga masyarakat maupun institusi-institusi lainnya.

Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana peranan Perkumpulan Sada Ahmo dalam pemberdayaan politik perempuan sebagai suatu lembaga sosial yang bergerak dalam penguatan perempuan. Bagaimana keberhasilan Pesada dalam pemberdayaan politik perempuan sebagai penentu berfungsi atau tidaknya kegiatan dilakukan. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Studi kasus merupakan tipe pendekatan dalam penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam. Lokasi penelitian adalah di Pesada dengan binaan desa Jambu Bellang kecamatan Siempat Nempu kabupaten Pakpak Bharat dengan unit analisis adalah para pengurus dan para masyarakat perempuan yang mengikuti dan yang tidak mengikuti kegiatan pemberdayaan politik perempuan serta Kepala Desa setempat.

Hasil penelitian ini menunjukkan dari keseluruhan kegiatan yang telah dilakukan seperti pendampingan bagi perempuan yang mengalami kebutaan atau


(3)

perempuan sangat membantu perempuan-perempuan desa jambu Bellang untuk mempunyai kesadaran dan pengetahuan masyarakat perempuan akan politik. Mereka yang dahulunya tidak mempunyai kesadaran dan buta akan politik ini telah mempunyai kesadaran, tidak hanya itu saja tetapi mereka juga sudah mempunyai pengetahuan serta partisipasi perempuan secara langsung. Hal ini sudah mencapai tujuan dari pemberdayaan itu sendiri. Perempuan yang tidak mendapatkan akses informasi mengenai politik, saat ini bisa mendapatkan informasi dari Pesada dengan membuat majalah Suara Perempuan.

KATA PENGANTAR

Segala kemuliaan, hormat dan pujian bagi Tuhan Yesus Kristus, dimana oleh kasih karunia-Nya buatku untuk menyelesaikan perkuliahan sekaligus dalam penyusunan skripsi yang berjudul “PERANAN PERKUMPULAN SADA AHMO (PESADA) DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN POLITIK PEREMPUAN ” (Studi Kasus di Desa Jambu Bellang Siempat Nempu, Kabupaten Pakpak Barat). Tidak ada yang layak hamba berikan sebagai ungkapan syukur dan terimakasih atas kekuatan, hikmat, kebijaksanaan, kesehatan dan segala sesuatu yang telah Engkau berikan, namun biarlah ungkapan syukurku ini dapat berkenan dan menyenangkan hati-Mu.

Penulisan skripsi disusun untuk memenuhi syarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Sosiologi Universitas Sumatera Utara untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak menghadapi berbagai hambatan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman, kepustakaan dan


(4)

materi penulis. Namun, berkat Tuhan Yesus Kristus penguasa atas hidup hamba yang memberi jalan keluar dan juga keluarga dan teman-teman yang memberi, doa-doa, semangat dan motivasi, bagi penulis ketika penulisan skripsi ini. Selama mengerjakan skripsi ini, banyak pihak-pihak yang telah membantu dan memberi dukungan, maka pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Arif Nasution, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin Rangkuti, M.si selaku Ketua Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara

3. Salam hormat dan terimakasih penulis ucapakan kepada Ibu Dra. Hadriana Marheni Munthe, M.si, yang telah memberi motivasi dan membimbing penulis dengan sepenuh hati dalam penulisan skripsi ini.

4. Terimakasih kepada Ibu Harmona Daulay S.Sos, M.si, selaku dosen wali penulis, yang telah banyak memberikan bimbingan dan nasehat-nasehat yang tak akan terlupakan dalam masa proses perkuliahan, sekaligus yang memberi ijin untuk penulis meneliti tentang pemberdayaan politik perempuan.

5. Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada seluruh dosen-dosen di FISIP USU, khususnya Dosen Sosiologi yang telah banyak memberikan


(5)

6. Terimakasih dan teristimewa kepada kedua orang tuaku yang kubanggakan, Ayahanda J. Solin yang telah berjuang keras dan mempunyai semangat yang tinggi dalam mempertahankan ananda untuk sampai selesai. Juga buat Ibunda E. B. Manalu yang kucintai yang telah melahirkan dan membesarkan penulis dengan segala cinta dan kasih sayang. Aku bersyukur punya ibu yang tegar dan kuat sepertimu, ketegaran dan kekutanmu menjadi inspirasi bagiku sebagai anak yang paling bungsu. Skripsi ini kupersembahkan untukmu ayahanda dan Ibunda.

7. Terimaksih buat Kakakku Dinta dan Suami, kakak yang menjadi tempat bertanya tentang penulisan ini dan juga banyak membantu adinda baik informasi, data, dan materi. Saya bersyukur buat semuanya dan berkat Tuhan akan membalas.

8. Buat abangku pak Novi dan Eda, yang telah memberi dorongan kepada adinda dan pengertian-pengertiannya kepada Ibunda sehingga Ibunda lebih mengerti akan kondisi penulis.

9. Buat abangku pak caludia dan Eda, terimakasih bang buat pengorbanannya mau menahankan hujan-hujan untuk menjemput adinda dari tempat penelitian.

10.Buat kakakku mak Susan dan bang Wagirun, terimaksih buat dukungannya selama penulis menjalani proses perkuliahan Tuhan Yesus yang akan membalas semuanya.


(6)

11.Buat abangku Tigan, terimakasih buat motivasinya, kita mempunyai visi sama yang akan memperjuangkan kaum lemah, tetap berjuang bang untuk kaum buruhnya, aku mendukungmu.

12.Buat abangku Iwan, terimakasih buat waktu yang kita jalani selama ini aku bersyukur dan aku mau tetap mendukungmu.

13.Buat keponakan-keponakanku yang lucu dan menggemeskan waldi yang selalu bertanya kapan tante pulang? Nia, Susan, Dadan, Novi, Claudia, Sheren, Joice, dan Gideon, kalian telah mewarnai hidupku.

14.Terimakasih kepada Kak Erlina Seha Pardede S.Sos selaku Ketua Dewan Pengurus Pesada, yang telah menyambut penulis dengan hangat dan telah banyak memberikan informasi tentang penulisan ini. Dan kepada para pengurus Pesada lainnya yang juga telah banyak membantu penulis untuk mendapatkan informasi.

15.Terimakasih kepada Pak Beres Padang selaku Kepala Desa yang mewakili pemerintah setempat turut memberikan data dan informasi kepada penulis. 16.Terimakasih buat Kak Ronna, Kak Rismawaty ,Kak Remsina, Ibu Dina,

Ibu Ristati, Ibu Rosmita dan Ibu Hotmaida selaku informan dalam penulisan ini yang telah banyak memberikan informasi-informasi kepada penulis dan pertemuannya yang tidak akan terlupakan.

17.Terimakasih dan salam hormatku buat om Max Wakkary sebagai gembala sidangku yang selama ini senantiasa memberikan semangat saat om


(7)

18.Terimakasih kepada Keluarga besar IMPERATIF ( Ikatan Mahasiswa Pemimpin Rasional dan Kreatif), wadah yang Tuhan berikan untuk memprosesku menjadi ”Seorang pemimpin yang berkarakter kuat dan berintelektualitas tinggi berdasarkan iman kekristenan”, teman-teman seperjuangan di wadah ini yang telah memberikan doa, motivasi, semangat oleh teman-teman GITU 04: Zack, Angel (Jruk) yang selalu menonjok kepala untuk ingat mengerjakan skripsi dan buat waktu lembur semalaman, Tasya, Rinda, Nancy, Zo buat laptopnya yang mau mengantar sekalipun sudah jam 12 malam, Candra pariban buat leluconnya, Roma, Cila, Wina, Lia) generasi ini butuh lho, terimakasih buat kebersamaan kita selama ini, penulis banyak di proses lewat kehidupan teman-teman yang ada di KTB (Kelompok Tumbuh Bersama) untuk semakin menjadi wanita yang bijaksana, MPO 2008/2010 (Majelis Pertimbangan Organisasi) kita akan akan tetap bersama untuk generasi, adek-adek generasi stambuk 2005: Lando, Erwin teman seperjuangan dalam pencarian botot yang enggak akan terlupakan, Dian (Katrok) yang membuat hidup lebih berwarna dan sekaligus menjengkelkan, Manda teman seperjuangan di KOMANDO, Atur, dan buat abang kakak 2003: bang Bima (Mrs. Black) terimakasih buat nasehat-nasehatnya selama ini , kak Elmi (Nyak-ku), 2006: Daniel ( Pak ket), Sonia, Lastri (Mboksul), Helena (Lencung), Asni (aku suka nonton India), Tian, Sari dan inggrid saya percaya selama ini bukanlah hal yang sia-sia, 2007: Winka, Wawi, Ita, Elfira, dan adek-adek


(8)

yang imut-imut stambuk 2008. Kalian adalah orang-orang luar biasa yang akan mengubahkan bangsa tercinta.

19.Terimakasih buat MARS (Maranatha Soldiers), yang menjadi tempatku untuk lebih mengenal Tuhan dan bisa mempunyai kesempatan untuk melayani Dia lebih lagi. Terkhusus terimakasih buat sobat-sobatku di MARS Daniel DZ, Lukas, Edi, kak Inggrid, Kak Ici (Bu ketua), Hosana, Dico jazz ( Kriting), bang Siong, bang Rusben, Kak Suryani, Kezia wakkary (Sang imut), Ika Rey, Oneur, Leo, Olen, Heny, Yuni, mas Frans (Sang basist), Steven (Sang Drumer), bang Ivan, Pdm. Edison buat petuah-petuahnya, Grace Lumenta, Siska, Sony (Sang Gitaris), bang Simpet, kak Risma. Kalian telah memberiku semangat dan mengingatkanku senantiasa untuk memberi yang terbaik.

20.Terimakasih buat teman-teman Sosiologi ’04’... Titin (kurik) yang senantiasa bersama dalam perjuangan kuliah, Reni (Crewet banget), Anita (Sang mentor), Toeit, Kasiati, Imay, Diana, Florence, Tika, Ferika, Maipa, Herna, Renova, Devi, Dini, Ismi, Wildan, Eko dua-duanya, Beni, Fakhrudin, Hardiansah (Atceh), Citra, Otto, Heru, Rudi, Wendi, Azhari, Suyadi, Jeni, Rabanta, Helenta, Rosma, Ika. Buat kakak, abang-abang stambuk 02: bang Roy, bang Bornok, kak Waty, bang Riko, angkatan 03 dan adek-adek stambuk 05, 06, 07 yang telah ikut membantu penulis. 21.Buat Gank Mar tercinta yang lucu-lucu, terimakasih Wina (Marin) my


(9)

mengerjakan skripsi dan semakin diberkati ya sang laptop yang sudah banyak membantu pengetikan skripsi, Jessica ( Pudan Marjes) yang selalu bertanya sampai dimana skripsinya kak? Itu mengingatkan penulis untuk semangat mengerjakannya, Ana (Maracil) yang mau percaya untuk menceritakan hidupnya kepada penulis. Terimakasih untuk kebersamaan yang terjalin selama ini, kalian adalah kisah yang tak akan terlupakan dan akan menjadi sejarah hidup penulis.

Penulis telah mencurahkan segala kemampuan, tenaga, pikiran begitu juga waktu dalam menyelesaikan skripsi skripsi ini. Namun demikian penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun dari para pembaca. Besar harapan penulis kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Juni 2008 Penulis

Agusni Solin

DAFTAR ISI


(10)

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... ix

Daftar Tabel ... xi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang masalah ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 11

1.3.Tujuan Penelitian ... 11

1.4.Manfaat Penelitian ... 12

1.5.Defenisi Konsep ... 12

BAB II. KAJIAN PUSTAKA BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 24

3.2. Lokasi Penelitian ... 24

3.3. Unit Analisis dan Informan ... 25

3.4. Tehnik Pengumpulan Data ... 25

3.5. Interpretasi Data ... 27

3.6. Jadwal Penelitian ... 28

3.7. Keterbatasan Penelitian ... 28

BAB IV. PENYAJIAN DATA DAN INTERPERTASI DATA 4.1. Profil Pesada ... 29

4.1.1. Sejarah Berdirinya Pesada... 29

4.1.2. Struktur Organisasi dan Keanggotaan Pesada... 32

4.1.3. Visi dan Misi Pesada ... 37

4.2. Profil Informan ... 38

4.2.1. Informan Kunci ... 38

4.2.2. Infroman Biasa ... 41

4. 3. Penyajian Data ... 51 4.3.1. Pendapat Pengurus tentang Kegiatan pember


(11)

4.4.1. Pengetahuan Masyarakat Perempuan menge

nai Pemberdayaan Politik Perempuan ... 55 4.4.2. Respon Mayarakat dengan Keberadaan

Pesada ... 58 4.4.3. Respon Masyarakat Terhadap Berhasil atau

Belum Berhasil Pesada dalam Pemebrdayaan

politik Perempuan ... 63 4.4.4. Fungsi Pesada bagi Masyarakat Perempuan ... 66 4.4.5. Peranan Sosial Pesada dalam Pemebrdayaan

Politik Perempuan ... 70 4.4.6. Harapan tentang Kegiatan Pemebrdayaan politik

Perempuan ... 72 4.4.6.1. Harapan Pesada tentang Kegiatan

Pemberdayaan Politik Perempuan... 72 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 77 5.2. Saran ... 77 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Data Perbandingan Perempuan Wilayah Dairi dan Pakpak Barat

Dalam Partisipasi Politik tahun 2008 7

Tabel 2 Jadwal Penelitian 28

Tabel 3 Sumber Masyarakat Perempuan untuk Mendapatkan

Informasi dan Pengetahuan Seputar politik Perempuan 58 Tabel 4 Respon Masyarakat dengan Keberadaan Pesada 58 Tabel 5 Data Pemberdayaan Perempuan Desa Jambu Bellang 61 Tabel 6 Respon Masyarakat terhadap Berhasil atau Belum Berhasil Pesada dalam Pemberdayaan Politik Perempuan 63 Tabel 7 Hal-hal yang Kurang Mendukung dalam Kegiatan


(13)

ABSTRAKSI

Politik merupakan hal yang tidak baru bagi perempuan kota, namun hal yang berbeda bagi perempuan pedesaan yang sangat jauh dari akses mengenai politik. Hal ini bisa dipicu karena ketidaksadaran dan masalah ekonomi, mengakibatkan perempuan semakin miskin dalam pengetahuan akan politik, dan dampak negatifnya adalah ketidaksadaran dan ketidakmampuan perempuan untuk berperan diwilayahnya maupun di bangsa sendiri, ini berarti salah satu persoalan mendasar perempuan adalah kemiskinan mereka dibidang politik. Dunia perempuan adalah dunia yang berbeda dengan dunia laki-laki, kebutuhan perempuan sangat berbeda dengan kebtuhan laki-laki. Sehingga kebutuhan perempuan dan permasalahan perempuan hanya bisa dijawab oleh perempuan sendiri bukan laki-laki. Keterwakilan Perempuan menjadi sangat penting. Namun bagaimana mungkin perempuan bisa menjadi jawaban bagi permasalahan dan kebutuhannya jikalau perempuan itu tidak memiliki kesadaran dan pengetahuan akan politik?. Untuk mempunyai kesadaran dan pengetahuan diperlukan suatu upaya atau cara sebagai solusi dari kemiskinan perempuan itu. Pemberdayaan merupakan suatu upaya atau cara bagi perempuan untuk mempercepat tercapainya kualitas hidup perempuan. Pemberdayaan dapat dilakukan oleh pemerintah, lembaga masyarakat maupun institusi-institusi lainnya.

Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana peranan Perkumpulan Sada Ahmo dalam pemberdayaan politik perempuan sebagai suatu lembaga sosial yang bergerak dalam penguatan perempuan. Bagaimana keberhasilan Pesada dalam pemberdayaan politik perempuan sebagai penentu berfungsi atau tidaknya kegiatan dilakukan. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Studi kasus merupakan tipe pendekatan dalam penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam. Lokasi penelitian adalah di Pesada dengan binaan desa Jambu Bellang kecamatan Siempat Nempu kabupaten Pakpak Bharat dengan unit analisis adalah para pengurus dan para masyarakat perempuan yang mengikuti dan yang tidak mengikuti kegiatan pemberdayaan politik perempuan serta Kepala Desa setempat.

Hasil penelitian ini menunjukkan dari keseluruhan kegiatan yang telah dilakukan seperti pendampingan bagi perempuan yang mengalami kebutaan atau kemiskinan dalam pengetahuan akan politik, diskusi-diskusi secara mendalam bagi perempuan yang memiliki pendidikan rendah, lokakarya, seminar-seminar, dan siaran pers yang menyangkut berbagai permasalahan perempuan khususnya politik perempuan sangat membantu perempuan-perempuan desa jambu Bellang untuk mempunyai kesadaran dan pengetahuan masyarakat perempuan akan politik. Mereka yang dahulunya tidak mempunyai kesadaran dan buta akan politik ini telah mempunyai kesadaran, tidak hanya itu saja tetapi mereka juga sudah mempunyai pengetahuan serta partisipasi perempuan secara langsung. Hal ini sudah mencapai tujuan dari pemberdayaan itu sendiri. Perempuan yang tidak mendapatkan akses informasi mengenai politik, saat ini bisa mendapatkan informasi dari Pesada dengan membuat majalah Suara Perempuan.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Penduduk Indonesia yang sebagian besar jumlahnya adalah perempuan. Perempuan merupakan sumber daya manusia yang berpotensi yang merupakan salah satu faktor dinamika masyarakat dalam pembangunan. Namun pada kenyataannya menunjukkan bahwa potensi perempuan yang jumlahnya cukup besar tersebut perannya sebagai sumber tenaga dan sumber daya manusia belum sepenuhnya berfungsi dalam proses partisipasi di bangsa ini. (http:rakyat miskin. Word press. Com, diakses 03 April 2008)

Perempuan mempunyai tiga kategori peran dan posisi. Pertama, perempuan sebagai anak. Kedua, perempuan sebagai istri. Ketiga, perempuan sebagai warga Negara. Sebagai anak, seorang perempuan dinilai sejajar dengan kaum laki-laki. Sebagai istri, seorang perempuan bertanggung jawab secara adil terhadap keluarga. Sebagai warga negara, seorang perempuan mendapat hak-hak dan tanggung jawab yang setara dengan kaum laki-laki. Dan dalam hal ini pemiskinan tidak hanya dalam konteks sosial dan budaya tetapi sudah memasuki wilayah politik kekuasaan.

Kemiskinan yang dialami oleh perempuan disebabkan oleh dua hal yaitu, kebijakan ekonomi politik yang tidak berpihak pada perempuan dan kuatnya budaya patriarkhi dalam masyarakat yang merambah pada wilayah politik, sehingga melahirkan kebijakan-kebijakan yang mendiksriminasikan dan menindas perempuan.


(15)

(D:/perempuan/berpolitik_menanti partisaipasi politik perempuan.htm, diakses 03 April 2008).

Perempuan dan politik merupakan dua hal yang masih sulit dibayangkan, terutama pada negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan manusia telah dibentuk oleh budayanya masing-masing yang menekankan bahwa kedudukan atau peranan perempuan berkisar dalam lingkungan keluarga seperti mengurus suami, anak-anak, memasak, dan sebagainya. Sedangkan politik yang digambarkan sebagai sesuatu yang berkenaan dengan power atau kekuasaan, dari sejak dahulu adalah bidang yang selalu dikaitkan dengan dunia laki-laki. Sosialisasi dalam keluarga, baik masyarakat Barat maupun Timur, selama berabad-abad, telah menempatkan perempuan di luar masalah-masalah yang berkaitan dengan politik dan kekuasaan.

Di indonesia, UUD 1945 menjamin persamaan hak antara laki-laki dan perempuan yang dinyatakan pada pasal 27 UUD 1945. Indonesia juga telah meratifikasi konvensi segala bentuk penghapusan diskriminasi terhadap perempuan (Convention on The Elemination of all forms of Discrimination Against Women) melalui UU No. 7 tahun 1984 dan konvensi hak-hak politik perempuan melalui UU No. 68 Tahun 1958. Kenyataan yang ada memperlihatkan, bahwa jaminan persamaan hak yang seperti tertuang dalam konvensi maupun konstitusi, tidak berlaku dalam kenyataan sehari-hari.(Sihite Romany, 2007:34-40)

Di bidang politik, konvensi perempuan mengaturnya dalam pasal 7, yang antara lain memuat ketentuan:


(16)

2. Hak untuk berpartisipasi dalam perumusan kebijakan pemerintah dan implementasinya.

3. Hak untuk memegang jabatan dalam pemerintahan dan melaksanakan segala fungsi pemerintahan di semua tingkat.

4. Hak untuk berpartisipasi dalam perkumpulan non pemerintah yang berhubungan dengan kehidupan berpolitik negara.

Bukan tidak banyak perundang-undangan yang telah ada dalam pengaturan peran politik perempuan, para aktivis gerakan feminis di Indonesia telah berperan besar bagi terciptanya keadilan bagi kaum perempuan. Perjuangan aktivis fiminisme Indonesia cukup membuahkan hasil ketika pada tahun 2003, undang-undang yang mengatur keterlibatan kaum perempuan dalam politik kekuasaan berhasil disahkan. Quota 30 % dalam UU No. 12 pada tahun 2003, khususnya pada pasal 65, telah memberi ruang bagi partisipasi aktif kaum perempuan di Indonesia. Walaupun keberadaan UU No. 12 tahun 2003 telah menjamin keterlibatan partisipasi kaum perempuan di pentas politik nasional, ternyata konstruksi sosial di Indonesia belum bisa menerima sepenuhnya.. Oleh karena itu tidak sedikit kalangan aktivis feminisme menganggap UU No. 12 tahun 2003 sebagai kebijakan setengah hati. Sekalipun sudah mendapat payung hukum untuk terlibat langsung dipentas perpolitikan nasional, kaum perempuan tetap saja mengalami diskriminasi.

Adanya quota 30% bukan sebagai jawaban dari persoalan yang selama ini terjadi, quota tersebut yang pada akhrinya nanti jusrtu akan jadi bumerang sendiri


(17)

rendah, bahkan belum ada keterkaitan yang jelas antara keterwakilan perempuan di DPR dengan kebijakan-kebijakan yang dihasilkan.

Keterlibatan politk perempuan Indonesia dalam politik, sebenarnya bukan hal yang baru, karena mereka telah turut serta aktif dalam pengesahan kebangsaan. Sebelum datangnya kolonialisme, telah beberapa nama yang terlibat dalam sejarah politik bangsa, seperti Sultanah Seru ratu Safiatuddin Johan Berdaulat yang dinobatkan dan memerintah pada tahun 1641-1675 di Aceh, Siti Aisyah We Tenriole dari Ternate, Sanggramawijaya Dharmaprasosdotunggadewi yang menjadi tangan kanan Erlangga. Dan sampai pada akhirnya lahir Sumpah Pemuda pada bulan Oktober 1928 membawa pengaruh yang besar terhadap gerak dari kaum perempuan, hingga sampai gerakan kesadaran politik perempuan yang melahirkan kesadaran kongres Perempuan Indonesia yang pertama di Yogyakarta pada 23 Desember 1928. kongres demi kongres terus berlangsung sampai Indonesia merdeka. Keterlibatan perempuan Indonesia secara langsung dalam politik dirintis antara lain Nyonya Emma Puradiredja dari Bandung, Nona Sri Umati dari Cirebon. Mereka memperjuangkan hak pilih dalam kongresnya yang ke-2 dan kongres tersebut menghasilkan”passief kiesrecht” untuk kaum perempuan.

Kemajuan perempuan Indonesia harus diakui saat ini telah maju pesat, namun pada berbagai kasus dalam kehidupan perempuan masih terdapat kurangnya kesadaran yang salah satunya adalah keikutsertaan perempuan dalam politik. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan dengan norma budaya patriarkhi yang masih tebal melekat pada sebagian besar masyrakat Indonesia, yang menempatkan


(18)

kurang mampu mengaktualisasikan dirinya dan kurang menikmati hasil pembangunan, sehingga kehidupannya jauh tertinggal dan mengalami ketidakadilan.

Perempuan Indonesia sejak dahulu aktif dalam kegiatan ekonomi dan sosial sebagai petani, pedagang, pekerja (sektor informal) dan sebagai ibu rumah tangga dan jarang sekali mau menggabungkan dirinya dalam ranah politik. Hal ini disebabkan karena dunia politik selalu diasosiasikan dengan ranah publik yang relatif dengan laki-laki, mengingat kehidupan sosial tidak bisa dipisahkan dari akar budayanya dimana mayoritas masyarakat kental dengan ideologi patriarkhinya seperti yang telah disebutkan terlebih dahulu, budaya patriarkhinya memposisikan perempuan pada peran domestik seperti peran pengasuhan, pendidik, dan penjaga moral. Sementara laki-laki sebagai kepala rumah tangga, pengambil keputusan, dan pencari nafkah. Pemandangan terhadap politik yang terkait dengan kesewenangan, kekerasan, pengerahan massa dan kompetisi yaang tidak melekat dalam diri perempuan yang mengutamakan perdamaian dan harmoni. (Daulay Harmona, 2007:40)

Rendahnya partisipasi perempuan dibidang tersebut masih menyisakan sejumlah persoalan sebagaimana disinggung diatas, yakni dispemahaman gender (kesalahan dalam memahami gender) dan subordinasi perempuan dalam politik, budaya politik patriarki, hambatan individual, hambatan kelembagaan dan struktural. Jadi tidak heran jika perempuan masih ditempatkan pada golongan/masyarakat kelas dua dikancah perpolitikan Indonesia.


(19)

rendahnya keterwakilan perempuan dalam politik, selain itu kurang atau tidak adanya akses informasi yang dapat menjangkau perempuan serta akses masuk partai politik juga menjadi faktor yang sangat mempengaruhi rendahnya partisipasi perempuan di dunia politik. Persepsi dan kondisi ini membuat rakyat (apalagi perempuan) merasa tidak layak dan tidak mempunyai kemampuan untuk ikut melakukan perubahan dalam proses-proses politik. (http;/www.sinar harapan.co.id, diakses 10 April 2008).

Pemahaman yang dibangun oleh idiologi patriarki menyatakan bahwa perempuan tidak seharusnya terlibat dalam urusan-urusan politik. Politikpun telah mempunyai defenisinya sendiri, sebagai sebuah dunia di luar rumah, permainan kotor untuk mendapatkan kekuasaan, penuh intrik dan hanya cocok untuk laki-laki. Akibatnya, masyarakat dan (terutama) kaum perempuan sendiri tidak lagi menyadari bahwa sesungguhnya masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat dan bangsa ini juga merupakan masalah perempuan, sebaliknya, masalah-masalah yang dihadapi oleh perempuan adalah permasalahan masyarakat dan bangsa ini juga, sehingga perempuan harus menjadi pembuat kebujakan karena laki-laki tidak mampu melihat bentuk-bentuk permasalahan dari perempuan.

Kaum perempuan yang luput dari pertimbangan dan terlupakan, bahkan di dalam kelompok yang tidak beruntung dalam suatu masyarakat, akibatnya perempuan semakin mengalami kemiskinan yang lebih parah dibanding laki-laki. Kaum perempuan berhak untuk memperoleh tempat tertinggi dalam ruang aktivitas yang ia lakukan, sebagaimana kaum pria dalam ruang aktivitasnya. (Mahatma Gandhi, 2002:6). Kaum perempuan tidak berperan bukan karena keterbatasan kemampuan


(20)

sekalipun perempuan berperan namun kebanyakan situasi sosial kurang mendapatkan penghormatan dan di subordinasikan pada peranan laki-laki. (George Ritzer, 2004:405).

Perkembangan pelaksanaan politik perempuan memperlihatkan jalannya tesendat, dan kemajuannya sangat terbatas, selama delapan (8) kali pemilu pada orde baru dan masa reformasi, tidak banyak perempuan yang memilih secara rasional. Perempuan memilih bukan karena pilihan yang mandiri tetapi ikut suami, ikut atasan, atau ikut teman. Perempuan lebih banyak dilihat sebagai pelengkap dan sebagian besar tidak mandiri melakukan pilihannya. (Soetjipto, 2000:18). Permasalahan ketidakmampuan perempuan dalam ranah politik lebih terlihat jelas pada perempuan pedesaan, yang buta akan politik, budaya patriakhat yang kental, dan pengucilan akan perempuan dalam politik menjadikan perempuan pedesaan lebih tidak mempunyai kemandirian atau rasionalitas terhadap pilihannya bila dibandingkan dengan perempuan kota. Perempuan pedesaan menjadi sangat tabu, menjadi suatu perbuatan yang tidak baik kalau terlibat dalam urusan politik dan fenomena inilah yang juga terjadi bagi perempuan di desa Jambu Bellang dikabupaten Pakpak Barat.


(21)

Tabel 1

Data Perbandingan Perempuan Wilayah Dairi dan Pakpak Barat dalam Partisipasi Politik 2008

No Nama Nama Partai Wilayah

1. Hotasi PIP Dairi

2. Riris Berutu HANURA Pakpak Barat

3. Rate Sinamo PDS Pakpak Barat

4. Melda PELOPOR Dairi

5. Elfitri PKPI Dairi

6. Mardi Sihotang Damai Sejahtera Dairi

7. Monika Silaban Hanura Dairi

8. Serenda Sitanggang PDK Dairi

9. Nuriah Sidabutar PDK Dairi

10. Tiurmaida Sitanggang PDK Dairi

11. Ratna Siahaan PDK Dairi

12. Derma Manik PPRN Pakpak Barat

13. Rosmawati Banurea PDS Pakpak Barat

14. Firmauli limbong PDS Pakpak Barat

15. Rouli Manurung Golkar Dairi


(22)

17. Tinnen PKDI Pakpak Barat

18. Rismawaty Republikan Pakpak Barat

19. Friskawati Hanura Dairi

20. Siti Limbong Barnas Dairi

21. Lambas Sihombing PDIP Dairi

22. Santa silalahi PDIP Dairi

23. Pasria Pardede Golkar Dairi

24. Nurlela Ginting Buruh Dairi

25. Romina Barnas Dairi

26. Jusrianda Nainggolan Buruh Dairi

27. Esrauli Simbolon Pelopor Dairi

28. Nurhaida Manik Demokrat Dairi

Sumber: Dari Pesada 2008

Dari tabel satu (1) diatas yang dapat kita lihat terdapat adanya perbedaan perempuan Pakpak Barat yang sangat signifikan antara perempuan Dairi, dimana perempuan yang ada di Dairi yang mendominasi, dan sedikit sekali perempuan Pakapak Bharat masuk dan berpartisipasi di politik.

Berdasarkan fenomena-fonomena dilematis yang dihadapi perempuan terutama perempuan pedesaan saat ini tentu tidak harus dibiarkan perlu adanya program atau upaya-upaya untuk meningkatkan peranan perempuan dalam politik,


(23)

perempuan dalam politik akan menempatkan perempuan Indonesia di bawah suatu dominasi baru yakni pembangunan politik itu sendiri. Keadaan akan muncul dimana pembangunan politik bukan lagi untuk perempuan melainkan perempuan untuk pembangunan politik. (Hardjito Notopuro, SH, 1990:29). Untuk itu salah satu cara yang dapat dilakukan dalam upaya peningkatan perempuan adalah pemberdayaaan politik perempuan. Pemberdayaan ini dapat dilakukan baik oleh pemerintah (kemasyarakatan dan politik), LSM, tokoh dan pemuka masyarakat dan agama dalam upaya proses pembangunan perempuan, dimana perempuan akan mempunyai sumber daya manusia untuk ikut sertanya dalam proses politik.

Melihat persoalan-persoalan perempuan dalam politik maka PESADA (Perkumpulan Sada Ahmo) sebagai lembaga sosial masyarakat yang bergerak dalam penguatan perempuan ikut berperan dalam melakukan serta mendorong memecahkan persoalan-persoalan yang dialami perempuan Indonesia khususnya para perempuan di pedesaan. Perkumpulan ini merupakan organisasi non pemerintah yang konsern pada penguatan perempuan dan anak dengan bentuk penguatan ekonomi, politik, hukum perlindungan, kesehatan reproduksi dan lain-lain menjadi suatu tempat untuk pemberdayaan perempuan.

Perkumpulan ini didirikan pada tahun 1990 dengan berkomitmen untuk “mewujudkan kembali nilai-nilai kehidupan dari corak spritual, yang senantiasa membentuk seluruh aspek kehidupan masyarakat dan didalamnya terkandung nilai-nilai kehudupan sebagai berikut; ketaatan, persekutuan dan pengabdian menuju masyarakat bercirikan keadilan dan persekutuan”. Organisasi ini merupakan dibawah


(24)

jalan Ahmad Yani No. 187 Sidikalang kabupaten Dairi dan telah memiliki anak cabang yakni kantor cabang di Nias dan Medan. (Pesada@ indosat.net.id, diakses 18 April 2008).

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dilatar belakang masalah, penulis tertarik untuk melakukan penelitian. Yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah peranan perkumpulan Sada Ahmo dalam upaya peningkatan pemberdayaan politik perempuan?

2. Bagaimana keberhasilan dari PESADA dalam pemberdayaan politik perempuan?

1.3. Tujuan Penelitian

Sebagai sebuah kajian ilmiah dan sesuai dengan prinsip penelitian maka penelitian ini mempunyai tujuan yang ingin dicapai yaitu:

 Untuk mengetahui bagaimanakah peranan perkumpulan Sada Ahmo terhadap pemberdayaan politik perempuan sebagai suatu lembaga sosial yang bergerak dalam pemberdayaan perempuan.

 Untuk mengetahui bagaimana keberhasilan Pesada dalam pemberdayaan politik perempuan sampai saat ini.


(25)

 Untuk mengetahui bagaimana saat ini peranan masyarakat perempuan dalam politik.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat teoritis

 Untuk melatih dan mengembangkan kemampuan peneliti, dalam melakukan penelitian dibidang ilmu sosial, khususnya dalam ilmu sosiologi

 Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi sebuah hasil kajian ilmiah yang akurat, sehingga dapat memberi sumbangan pemikiran bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam pemberdayaan perempuan khususnya sehubungan dengan berbagai cara yang dicari oleh lembaga-lembaga yang bergerak dalam pemberdayaan perempuan, sehingga perempuan Indonesia tidak lagi tertinggal dan sudah ikut serta dalam perpolitik.

1.4.2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian diharapkan menjadi sumbangan bagi khazanah kepustakan yang bernilai dan bermutu.

1.4.3. Bagi Penulis

Penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta wawasan penulis mengenai kasus yang ada dimasyarakat dan sebagai wadah latihan serta pembentukan pola pikir ilmiah dan rasioanal dalam menghadapi segala macam persoalan yang ada dimasyarakat.


(26)

1.5. Defenisi Konsep

Dalam sebuah penelitian ilmiah, defenisi konsep sangat diperlukan untuk mempermudah dan memfokuskan penelitian. Konsep adalah defenisi, suatu abstraksi mengenai gejala atau realita atau suatu pengertian yang nantinya akan menjelaskan suatu gejala (Maleong,1997:67). Disamping untuk dan memfokuskan defenisi konsep yang berfungsi sebagai panduan bagi peneliti untuk menindaklanjuti kasus tersebut serta menghindari timbulnya kekacauan akibat kesalahan penafsiran dalam penelitian perlu dibatasi konsep-konsep dalam penelitian

Konsep-konsep penting dalam penelitian ini adalah:

 Perkumpulan adalah asosiasi, persatuan, perhimpunan atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama. (Kamus Besar Indonesia, 2005:60).

 Pemberdayaan adalah pendekatan pembangunan masyarakat yang termarginalkan yang memerlukan bantuan proses penguatan ekonomi dan sosial dalam konteks kesejahteraan hidup masyarakat. (Harmona Daulay, 2007:91)

 Perempuan merupakan satu jenis kelamin. (Kamus Besar Indonesia, 2007:110). Perempuan dalam hal ini adalah perempuan pedesaan yang ada diwilayah Paakpak Bharat yang termarginalkan secara politik dan tidak mempunyai posisi tawar seperti laku-laki, dan mengalami kemiskinan dalam pengetahuan akan politik.


(27)

 Peranan merupakan bagian dari fungsi masyarakat yang dilaksanakan oleh orang atau kelompok tertentu menurut pola kelakuan lahiriah maupun batiniah yang telah ditentukan. (Soejono Sukanto, 2000:40). Peranan adalah proses berfungsinya keberadaan aspek-aspek lainnya baik material maupun bersifat fenomena akibat adanya hambatan. Kedua aspek tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung. Peranan yang dimaksudkan disini adalah fungsi dari PESADA sebagai lembaga yang peduli akan masalah-masalah yang terkait dengan perempuan.  Lembaga sosial adalah suatu bagian dari system atau sarana sosial yang

ada dalam masyarakat bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang didalamnya terdapat aturan-aturan atau norma-norma dan kepentingan-kepentingan dan hubungan sehingga dapat menciptakan integrasi didalam masyarakat.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian pranata sosial secara prinsipal tak jauh berbeda dengan apa yang disebut atau sering dukenal dengan istilah lembaga sosial, organisasi, atau lembaga masyarakat. Karena di dalam masing-masing istilah tersebut bersifat adanya unsur mengatur setiap perilaku masyarakat.

Soejono Soekanto mendefinisikan lembaga kemasyarakatan saebagai berikut: “lembaga masyarakat merupakan himpunan dari pada norma-norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat”. Wujud yang konkrit dari pada lembaga kemasyarakatan tersebut adalah associaton.

Secara umum tujuan utama diciptakannya lembaga untuk mengatur agar kebutuhan hidup masyarakat dapat terpenuhi termasuk kebutuhan hidup perempuan dalam berpolitik. Kebutuhan tersebut akan bisa berjalan dengan baik dan lancar sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku apabila ada yang mengatur. Lembaga akan terdapat dalam setiap masyarakat tanpa memperdulikan apakah masyarakat tersebut mempunyai taraf kebudayaan bersahaja atau modern karena masyarakat mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang bila dikelompokkan terhimpun menjada satu kemasyarakatan.

Lembaga sosial atau lembaga masyarakatan mempunyai fungsi manifest yang merupakan tujuan lembaga yang diakui dan oleh banyak orang dipandang dan sesuai


(29)

fungsional dimana secara struktur fungsional, PESADA melayani kaum perempuan yang termarginalkan dalam ranah politik. AGIL suatu fungsi adalah kegiatan yang ditujukan ke arah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Dengan menggunakan defenisi ini, Parsons yakin bahwa ada empat konsep struktur sistem yang penting; adaption (A), goal attainment (G), integration (I), dan latensi (L) atau pemeliharaan pola. Adaption (adaptasi); sebuah sistem harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan dengan kebutuhannya, goal attainment (pencapaian tujuan); sebuah sistem harus mendefinisikan dan pencapaian tujuan utamanya, integration (integrasi); sebuah sistem harus mengatur antarhbungan ketiga fungsi penting lainnya, latentcy (latensi atau pemeliharaan pola); sebuah sistem harus memperlengkapi, memlihara dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan motivasi. Pesada dalam hal ini diharapkan sebagai suatu lembaga yang mempunyai fungsi adaptasi, dimana Pesada menyesuaikan diri dengan dan mengubah lingkungan serta kebutuhannya, apakah dilingkungan yang menjadi tempat pemberdayaan merupakan lingkungan yang membutuhkan pemeberdayaan dalam politik perempuan? bagaimana pula apakah fungsi tersebut dapat mencapai tujuan dan memobilisasi sumber daya yang ada untuk mencapainya? serta dengan sistem yang ada apakah ada menanggulangi fungsi integrasi dengan mengendalikan bagian-bagian yang menjadi komponennya dan juga yang tidak dapat ditinggalkan adalah dengan pemeliharaan dan memperbaiki, baik motovasi individual maupun pola-pola kultural.


(30)

Lebih lagi Parsons membuat jawaban-jawaban problem didalam stuktur fungsional dengan asumsi sebagai berikut:

 Sistem memilki properti keteraturan dan bagian-bagian yang saling tergantung.

 Sistem cenderung bergerak kearah mempertahankan keteraturan diri atau keseimbangan.

 Sistem mungkin statis atau bergerak dalam proses perubahan yang teratur.

 Sifat dasar bagian suatu sitem berpengaruh terhadap bentuk-bentuk lain.

 Sistem memelihara batas-batas dengan lingkungannya.

 Alokasi dan integrasi merupakan dua proses fundamental .yang diperlukan untuk memelihara keseimbangan sistem.

 Sistem cenderung menuju kearah pemeliharaan hubungan antara bagian-bagian dengan keseluruhan sistem, mengendalikan lingkungan yang berbeda-beda dan mengendalikan kecenderungan untuk merubah sistem dari dalam.

Lembaga sosial memiliki fungsi laten yang merupakan hasil yang tidak dikehendaki dan tidak dapat diramalkan. Begitu juga yang terdapat pada fungsi manifes Pesada yaitu sebagai tempat perempuan untuk mendapatkan pengetahuan akan politik hingga perempuan tersebut akan mempunyai kemandirian dan sampai


(31)

perempuan dalam politik yang dilakukan untuk memenuhi kepentingan bersama agar suatu masyarakat sebagai peristiwa sosial dapat berjalan dengan baik.

Lembaga masyarakat sebagai suatu himpunan norma-norma yang merupakan suatu kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat pada dasarnya mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut:

1. Memberikan pedoman pada anggota-anggota masyarakat, bagaimana mereka harus berfungsi, bertingkah laku, bersikap dalam menghadapi masalah-masalah yang terutama menyangkut kebutuhan-kebutuhan yang bersangkutan.

2. Menjaga keutuhan dari dasar masyarakat yang bersangkutan

3. Memberikan pegangan dari masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (social control) yaitu artinya sistem pengawasan dari pada masyarakat terhadap tingkah laku anggotanya.

Selain diatas lembaga juga diharapkan dapat menjadi pusat pemebrdayaan masyarakat, yang dalam lembaga Pesada diharapkan mampu memberdayakan perempuan dalam peran politik karena seperti kita ketahui bahwa pemberdayaan merupakan suatu issu yang muncul dalam pendekatan pembangunan ketika masyarakat marginal yang memerlukan bantuan proses penguatan ekonomi dan sosial dalam konteks kesejahteraan hidup masyarakat. Menurut Meutia Hatta pemberdayaan perempuan adalah upaya untuk meningkatkan status, posisi, dan kondisi perempuan agar dapat mencapai kemajuan yang setara dengan laki-laki. (www.pemberdayaan perempuan. G: /DPR_rapat_.htm, diakses 16 mei 2008).


(32)

Pembangunan pemberdayaan perempuan dilakukan untuk menunjang dan mempercepat tercapainya kualitas hidup dan mitra kesejajaran laki-laki dan perempuan, dilaksanakan melalui kegiatan sosialisasi/advokasi pendidikan dan pelatihan bagi kaum perempuan yang bergerak dalam seluruh bidang dan sektor. Termasuk dalam bidang politik, dimana laki-laki dan perempuan mempunyai kemampuan yang sama dalam pembangunan bangsa.

Istilah pemberdayaan saat ini telah demikian populer sebagai suatu pendekatan yang dilakukan pemerintah maupun LSM. Di Indonesia istilah pemberdayaan atau empowerment pada mulanya dipergunakan LSM untuk memperkuat (empowering) masyarakat baik secara sosial, ekonomi, dan politik agar dapat merubah dan memeperbaiki posisi mereka ketika berhadapan dengan kelompok kuat, kelompok kuat yang dimaksud dalam hal ini adalah kaum laki-laki kuat secara sosial yang terbentuk dimasyarakat selama ini yang menyatakan perempuan lemah terutama dalam ranah politik, yang membuat perempuan semakin terpinggirkan, sehingga diperlukan suatu cara dalam memberdayakan perempuan dalam bidang politik yang pada akhirnya perempuan dan laki-laki akan mempunyai posisi tawar untuk menjadi pelaku proses pembangunan yang partisipatif dan aktif dan bukan hanya sebagai objek pembangunan lagi seperti inti dari pemberdayaan itu sendiri.

Dalam perkembangannya upaya dalam kerangka pemberdayaan perempuan ini secara kasat mata telah menghasilkan suatu proses peningkatan dalam berbagai hal seperti; peningkatan dalam kondisi, derajat, dan kualitas hidup perempuan diberbagai


(33)

keukitsertaan ber KB. (Daulay Harmona, 2007:90-91). Peningkatan perempuan tidak serta merta merubah dalam pola relasi gender antara laki-laki dan perempuan.

Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi jaringan kerja dan keadilan. Lewat pemberdayaan diharapkan perempuan akan mempunyai kemandirian, kemandirian yang dimaksud adalah kemandirian dalam politik perempuan, yang pada suatu saat perempuan tidak lagi buta akan poltik yang dikukung dalam ketidakpengetahuan terhadap politk.

Proses pemberdayaan pada hakekatnya adalah pembangunan manusia dengan memanusiakan manusia dimana pembangunan yang mengarahkan kepada usaha membangun manusia untuk melakukan meningkatkan usaha dan produktifitas. Dalam menjalankan proses pemberdayaan dituntut kejelian melihat masalah dan menentukan sumber permasalahannya oleh lembaga, pemerintah, tokoh-tokoh harus mengetahui akar persoalan perempuan sebelum melakukan pemberdayaan.

Menurut Caroline Moser, pemberdayaan perempuan harus bekerja di dua lini, yaitu lini kebutuhan strategis dan lini kebutuhan praktis. Kebutuhan praktis menyangkut kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan keadaan atau kondisi yang dialami perempuan, sedangkan kebutuhan strategis menyangkut kedudukan atau posisi perempuan didalam masyarakat. Dalam hal ini Caroline membedakan antara kebutuhan strategis dan kebutuhan praktis perempuan:


(34)

Kebutuhan praktis Kebutuhan strategis Cirri-ciri  Biasanya berhubungan

dengan kondisi hidup yang tidak memuaskan. Contoh: kurangnya sumber daya atau tidak terpenuhi kebutuhan dasar (kesehatan, pangan, masalah air minum, dan sebagainya)

 Kebutuhan ini dapat segera diidentifikasikan karena dirasakan secara langsung.

 Dapat dipenuhi dalam kurun waktu relatif pendek melalui intervensi tertentu.

 Berkaitan dengan peranan dan kedudukan di masyarakat yang dipengaruhi oleh faktor

struktural, norma-norma sosial budaya.

 Menyangkut akses dan kontrol terhadap sumber daya dan kesempatan untuk memilih cara hidup.  Menyangkut kepentingan

hampir semua perempuan, tetapi tidak dapat di identifikasi secara langsung.

(Yuni Pristiwati, 2003:7-9)

Permasalahan perempuan dalam politik menjadi suatu permasalahan kebutuhan secara startegis karena permasalahan perempuan dalam politik yang


(35)

struktural, norma-norma sosial budaya, menyangkut akses dan kontrol terhadap sumber daya dan kesempatan untuk memilih cara hidup serta menyangkut kepentingan hampir semua perempuan, tetapi tidak dapat diidentifikasi secara langsung. Kurangnya peran perempuan dalam politik dimasyarakat sendiri dikarenakan oleh menguatnya struktur budaya patriakhat dan kemiskinan perempuan dalam politik sehingga perempuan kurang mempunyai kesempatan dalam pengambilan keputusan.

Pemberdayaan mempunyai tujuan untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian perempuan merupakan suatu kondisi dimana perempuan telah mandiri dalam berfikir, bertindak dan memutuskan sesuatu yang tepat, mampu memecahkan masalah, dan mempunyai peran yang sama dengan kaum laki-laki dalam segala bidang. Pada akhirnya pemberdayaan yang dilakukan oleh Pesada diharapkan akan terjadinya keadaan dimana perempuan yang tadinya tidak mengerti dan tidak berpartisipasi dalam politik akan mempunyai kesadaran bahwa perempuan harus ikut berpartispasi dalam politik dan ikut dalam pengambilan peran sebagai masyarakat.

Berbicara tentang pemberdayaan perempuan tidak terlepas dari peranan lembaga yang ada dimasyarakat, dalam hal ini PESADA sebagai lembaga yang ada dimasyarakat harus melakukan fungsinya. Pemberdayaan perempuan bukanlah hal yang baru di Indonesia sebab konsep kebijakan dan implementasinya dimasa lalu. Berkaitan dengan konsep memperjuangkan kemerdekaan, maka pada jaman sekarang berorientasi pada partisipasi pembangunan dalam konteks tranformasi sosial dan


(36)

Pada akhirnya gerakan pemberdayaan diharapkan menjadi gerakan perjuangan kebudayaan yaitu, perjuangan menciptakan kondisi, ideology, politik, ekonomi, sosial, budaya, keamanan pendidikan, hukum, keluarga bahkan pribadi yang memberikan aktualisasi eksistensi manusia Indonesia seutuhnya khususnya perempuan.


(37)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Studi kasus merupakan suatu tipe pendekatan dalam penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam. (Moleong Lexy, 2006:5).

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Perkumpulan Sada Ahmo (PESADA) dengan binaan di desa Jambubellang kecamatan Siempat Nempu kabupaten Pakpak Bharat. Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian ini adalah:

1. Lokasi penelitian merupakan desa perintisan PESADA dalam pemberdayaan politik perempuan

2. Lokasi penelitian terletak di pedesaan, dimana jumlah perempuan desa yang lebih mengalamai ketertinggalan atau tidak kemiskinan dalam politik jika dibandingkan dengan perempuan desa kecamatan lainnya.

3. Peneliti melihat bahwa desa ini baru bagi peneliti, menjadikan desa tersebut sebagai tantangan bagi peneliti untuk melakukan penelitian.


(38)

3.3. Unit Analisis dan Informan

Analisis data secara umum adalah untuk mempertajam masalah dan proses pengorganisasian dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian data. Keseluruhan data yang diperoleh akan menjadi dasar dalam memperoleh jalinan hubungan dan kitannya dengan masalah. Adapun unit analisis dalam penelitian ini adalah para kaum perempuan yang mendaptkan kegiatan pemberdayaan dan pihak/aktivis Perkumpulan Sada Ahmo (PESADA) Sidilkalang. Adapun orang-orang yang menjadi sumber informasi dalam penelitian ini disebut sebagai informan. Informan yang menjadi subjek penelitian dibedakan atas dua jenis yakni informan kunci dan informan biasa yang dapat mendukung data penelitian.

1. Pendiri dan Pengurus sebagai orang atau kelompok yang dituakan yang langsung terlibat atas berdirinya Pesada dan mengetahui kegiatan pemberdayaan politik perempuan yang dilakukan.

2. Informan biasa adalah para perempuan desa yang mengikuti pemberdayaan minimal tiga (3) tahun karena tiga (3) tahun dianggap waktu yang sudah cukup untuk mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang mereka dapatkan sebagai orang yang langsung merasakan kegiatan pemberdayaan. Dan Kepala Desa sebagai utusan dari pemerintah yang mengetahui keberadaan dan perkembangan tentang Pesada.


(39)

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data pertama yang diperoleh dilokasi penelitian atau objek penelitian. Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data primer adalah cara:

 Observasi, yaitu pengamatan langsung terhadap berbagai gejala yang tampak pada saat penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti mengadakan pengamatan langsung di lapangan. Data yang diperoleh malalui observasi terdiri dari rincian tentang kegiatan, perilaku, tindakan orang serta keseluruhan kemungkinan interaksi interpersonal dan proses penataan yang merupakan bagian dari lapangan manusia yang dapat diamati. Hasil observasi ini kemudian dituangkan dalam bentuk catatan lapangan.

Wawancara mendalam (depth interview), yaitu peneliti mengadakan tanya jawab secara langsung dengan para informan dilokasi lapangan. Agar wawancara lebih terarah maka digunakan instrument berupa pedoman wawancara (interview guide) yakni urutan-urutan daftar pertanyaan sebagai acuan bagi peneliti untuk memperoleh data yang diperlukan. Dalam penelitian ini digunakan juga instrument penunjang


(40)

lainnya dalam wawancara yaitu alat bantu rekam (tape recorder) yang membantu peneliti dalam menganalisa data dari hasil wawancara.

Partisipasi (participation), yaitu keikutsertaan seseorang atau kelompok untuk ikut serta secara aktif. Dalam hal ini, partisipasi dimaknai sebagai suatu proses yang memampukan (enable) masyarakat lokal untuk melakukan analisis masalah mereka, memikirkan bagaiman cara mengatasinya, mendapatkan rasa percaya diri untuk mengatasi masalah, mengambil keputusan sendiri tentang alternatif pemecahan masalah apa yang ingin mereka pilih. Dalam penelitian ini peneliti akan mendapatkan informasi pada saat melakukan wawancara serta melihat keterlibatan secara langsung dari para perempuan yang mengikuti kegiatan pemberdayaan apakah ada partisipasi dari para perempuan secara aktif.

2. Data sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara langsung dari obyek penelitian. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan cara studi pustaka dan pencatatan dokumen yaitu dengan megumpulkan data dari buku-buku referensi, dokumen, majalah, jurnal dan internet yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti.


(41)

3.5. Interpretasi Data

Secara umum, data terbagi atas data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan, seperti hasil wawancara dan observasi. Sedangkan data sekunder yaitu data yang didapat tidak dari lapangan atau dari sumber lain. Misalnya, dari literatur kepustakaan, majalah, surat kabar,jurnal, buku dan sumber lainnya

Intrepertasi data adalah proses pengorganisasian dan mengurutkan data kedalam pola kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dianalisa selanjutnya. (Moleong, 1997:103).

Analisis data ditandai dengan pengolahan dan penafsiran data yang diperoleh dari setiap informasi baik secara pengamatan, wawancara ataupun catatan-catatan lapangan, dipelajari dan ditelaah kemudian tahap selanjutnya adalah mereduksi data yaitu melalui pembuatan abstraksi yang merupakan usaha membuat rangkuman inti. Langkah selanjutnya adalah menyusun data-data dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu kemudian dikategorikan. Berbagai kategori tersebut dilihat satu dengan yang lainnya dan diintrepretasikan secara kualitatif.


(42)

3.6. Jadwal Kegiatan

Tabel 2

Jadwal Kegiatan Penelitian

KEGIATAN Bulan ke-1 Bulan ke-2 Bulan ke-3 Bulan Ke-4 Bulan Ke-5 Bulan Ke-6 Bulan ke-7 Bulan Ke-8 Pra Penelitian: - Penyusunan Proposal - perbaikan Proposal Persiapan: - Pengurusan izin - Penyiapan instrumen penelitian Penelitian: - Observasi - Wawancara Pasca Penelitian: - Analisis Data

Penyusunan Laporan

3.7. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini antara lain di sebabkan karena terbatasnya kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh peneliti untuk melakukan kegiatan penelitian ilmiah maksudnya peneliti mengalami kesulitan untuk menyimpulkan atau menganalisis data-data yang di dapat baik itu dari observasi, wawancara, ataupun studi pustaka. Kendala lainnya yang dihadapi adalah terbatasnya waktu yang dimiliki


(43)

informan untuk melakukan wawancara, hal ini disebabkan karena padatnya aktivitas informan sehingga ditemui kendala dalam menyesuaikan waktu.

Walaupun terdapat berbagai keterbatasan, peneliti tetap berusaha semaksimal mungkin dalam pengumpulankan berbagai informasi dari informan, serta informasi yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan validitasnya.


(44)

BAB IV

PENYAJIAN DATA DAN INTERPRETASI DATA

4.1. Profil Pesada

4.1.1. Sejarah Berdirinya Pesada

Pesada berasal dari bahasa Pakpak yang berarti satu tujuan. Pesada adalah sebuah lembaga sosial sebagai reaksi atas eksistensi masyarakat Pakpak sebagai suatu suku asli kabupaten Dairi yang saat itu kabupaten pakpak Bharat belum terbentuk saat itu masyarakatnya termarginlisasi, secara politik perempuan pakpak jauh kurang diperhatikan dan secara wilayah yang menguasai adalah suku lain khususnya perempuan. Lembaga ini berdiri pada awal oktober 1990 sebagai sebuah yayasan bernama Yayasan Sada Ahmo (YSA) dengan melihat kondisi tersebutlah sejak tahun 1991, YSA telah memulai program pengembangan masyarakat melalui pendidikan anak prasekolah dan pendampingan keluarga orang tua untuk masyarakat Pakpak. Pengembangan masyarakat dimulai dengan hal yang sangat sederhana oleh YSA dengan mengumpulkan beberapa ibu-ibu tepatnya di Desa Tinada kabupaten Pakpak Bharat dan memberikan usaha peternakan ayam yang pada saat itu ditanggung jawabi oleh Ester Ritonga. Peternakan ayam mengalami perkembangan dengan menghasilkan penjualan telur yang pada akhirnya terbentuk Taman Binaan Anak Asuh (TBAA).


(45)

masalah ekonomi, sejak itu program YSA diperluas kepada pengembangan perempuan dan anak. Dan sejak itu program terakhir YSA bahkan menjadi lebih memperhatikan penguatan permpuan secara ekonomi dan persoalan dengan transisi politik di Indonesia.

Berdirinya lembaga ini diawali oleh perhatian para ilmuwan sosiologi, antropologi dan kaum cediakawan terhadap kondisi perempuan pakpak yang termarginalkan pada saat itu. Para ilmuwan dan cendikiawan yang berjumlah tujuh belas (17) orang menyepakati untuk membuat suatu langkah guna menolong perempuan pakpak dari kemiskinanya. Namun tidak semua para pendiri yang telah sepakat sebelumnya tetap mempunyai spirit yang sama dikarenakan tuntuan keluarga.

Lembaga yang setelah berjalan tujuh tahun mengalami perubahan pada tahun 2003, dimana lembaga melihat bahwasanya agar lembaga lebih independen, transparan, demokratis dan partisipatif, maka tepat pada bulan agustus 2003 YSA memutuskan untuk merubah status hukumnya menjadi perkumpulan yang disebut sebagai Perkumpulan Sada Ahmo (Pesada), serta menghasilkan visi dan misi baru, dan mempunyai semboyan simpelcity dan charity.

Pesada yang pada awalnya memulai kegiatannya di desa Tinada semakin mengembangkan wilayahnya di tiga (3) yaitu kabupaten Pakpak Bharat, Dairi, Nias, dengan delapan (8) kecamatan dan dua puluh tiga (23) desa . Desa Jambu bellang merupakan salah satu desa yang ada di Kabupaten Pakpak Bharat binaan dari Pesada. Pesada mengembangkan wilayah binaan di desa Jambu Bellang mulai pada tahun 1991 yang kegiatan pada awalnya adalah Taman Binaan Anak Asuh (TBAA) dan


(46)

berlangsung Pesada membentuk kelompok diskusi yang membahas mulai dari bagaimana mereka mengelola uang rumah tangga, pertanian, dan dari diskusi-diskusi yang ada muncullah ke pembahasan politik perempuan di pedesaan tentang bagaimana keikutsertaan/keterwakilan perempuan di lembaga, kantor, pembuat kebijakan. Jika dilihat secara wilayah desa Jambu Bellang sebenarnya dekat dengan kabupaten Pakpak Barat namun desa ini sangat tertinggal.

Dalam transisi politik indonesia sudah saatnya perempuan berpartisipasi dalam politik, namun ternyata pemahaman akan politik masih sangat rendah dan banyak perempuan yang belum menyadari akan perlunya perempuan terlibat dalam politik oleh karena itu Pesada melihat perlu ada suatu tindakan sehingga muncullah pemberdayaan. Pemberdayaan sebagai upaya pembangunan untuk membangun perempuan yang mengalami peminggiran.

Pesada dalam melaksanakan kegiatannya memperoleh bantuan dana dari negara Belanda, Inggris, dan Spanyol untuk pengadaan perlengkapan-perlengkapan. Untuk kegiatan dalam melaksanakan kegiatan pemberdayaan mulai dari pendampingan, seminar, lokakarya, studi banding, siaran pers, para pengurus juga memperoleh bantuan dari pemerintah ataupun pihak-pihak yang melakukan kerjasama dengan Pesada dalam melakukan kegiatan sosialnya.


(47)

Rapat Anggota PESADA

Rapat Umum

Dewan Pengurus Dewan Pengawas

Direktur Eksekutif/ Wakil Direktur Eksekutif

Elpina Sipayung SE Maringan Pardede Kepala kajian & Capacity

Building Dina Lbn.Tobing S.Sos

Divisi Keuangan Juwel Simatupang SE

Wilayah Nias Selatan

Susi Simarmata Wilayah

Nias Induk Lina Gule Wilayah Dairi &

Humbang Hasundutan King Ronal Silalahi ST Wilayah Pakpak

Bharat Dinta Widarma Solin

Divisi Umum Ramida Sinaga

Wilayah Medan Kolida Lubis

juga halnya dengan Pesada yang sudah tiga (3) kali mengalami perubahan pengurus dan sampai dengan sekarang struktur kepengurusan Pesada yang disahkan dalam rapat umum anggota adalah sebagai berikut:


(48)

Dengan penjelasan dan tugas:

 Dewan Pengurus bertugas menjaga arah dan tujuan lembaga sesuai dengan visi misi Pesada

 DE/WDE: Pimpinan Eksekutif dan mempunyai bawahan untuk membantu menjalankan seluruh program sesuai dengan mandate yang di berikan oleh seluruh eksekutif Pesada

 KKCB: Mengkaji seluruh program Pesada apakah masih mengacu dengan visi dan misi Pesada dan pengembangan dan peningkatan kapasitas personil Pesada

 Staf Khusus: Membidangi program khusus sesuai dengan keahlian dan membantu program dari seluruh wilayah

 Umum dan Keuangan : Sebagai supporting dalam pelaksanaan seluruh program

 Kord.Wilayah : Mengatur personil di masing masing wilayah dan memastikan terlaksananya rencana kerja di setiap wilayah


(49)

 Penasehat Hukum : Bertugas untuk penanganan hukum khususnya kasus perempuan di sinsesitas

1. Dewan Pengawas

Dewan Pengawas bertemu sekali 1 tahun untuk memeriksa laporan keuangan PESADA secara keseluruhan. Dewan Pengawas terdiri dari 3 orang yang dipilih dari 1 orang dari Anggota PESADA dan 2 orang dari CU sekunder

2. Dewan Pengurus

Dewan pengurus sesuai dengan AD pasal 18 dengan tambahan memeriksa laporan keuangan, monitoring laporan keuangan dan mengikuti rapat management sekali 3 bulan.

Struktur Organisasi perkumpulan ini terdiri dari :

1. Anggota Perkumpulan yaitu orang-orang yang bersedia dan memenuhi syarat keanggotaan.

2. Dewan Pengurus yaitu orang orang yang dipilih untuk menjadi Pengurus untuk jangka waktu tertentu.

3. Badan Pelaksana Harian (eksekutif) yaitu seluruh personil perkumpulan di tingkat pelaksana di kantor dan lapangan yang bekerja untuk perkumpulan, diangkat dan diberhentikan oleh Direktur Eksekutif.

4. Dewan Kode Etik yaitu orang orang yang dipilih dari anggota untuk jangka waktu tertentu yang sifatnya adhoc dan bertanggung jawab kepada Rapat Umum.


(50)

Pasal 12

Tugas dan Wewenang Dewan Pengurus

1. Menyusun program 3 tahunan yang telah ditetapkan oleh Rapat Umum. 2. Menghadiri rapat-rapat periodik Dewan Pengurus.

3. Memonitor pelaksanaan program melalui kunjungan lapangan.

4. Meminta pertanggungjawaban Direktur Eksekutif per tahun dan pertiga tahunan. 5. Menandatangani dokumen-dokumen penting.

6. Mewakili perkumpulan di depan hukum. Pasal 13

Tugas dan Wewenang Dewan Kode Etik Dewan Kode Etik 3 orang yaitu: sifatnya adhoc. 1. Menjaga roh dan arah dari perkumpulan

2. Mengawasi pelaksanaan program perkumpulan melalui DE 3. Menindak anggota perkumpulan yang melanggar Kode Etik

4. Memberikan pertanggungjawaban kepada Rapat Umum dan jika dibutuhkan Pasal 14

Tugas dan Wewenang Badan Pelaksana Harian

1. Badan Pelaksana Harian bertugas melaksanakan seluruh program 3 tahunan yang telah ditetapkan oleh Rapat Umum dan program tahunan yang telah dibuat oleh Dewan Pengurus.


(51)

3. Menyusun rancangan program tahunan dan anggaran yang akan disahkan Rapat Umum.

4. Menyelenggarakan rapat umum dan mengundang anggota perkumpulan sekurang kurangnya (14 ) hari sebelum diadakan rapat umum berdasarkan tanggal bukti pengiriman surat.

5. Melakukan segala upaya dalam rangka melaksanakan program perkumpulan. 6. Memelihara kekayaan perkumpulan sebaik-baiknya dengan mengindahkan segala

peraturan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga perumpulan. 7. Dalam melaksanakan tugas tersebut diatas Direktur Eksekutif memiliki

wewenang untuk:

a. Menetapkan peraturan internal (tertulis) Badan Pelaksana Harian. b. Mengangkat dan memberhentikan staf Badan Pelaksana Harian.

c. Mengatur tata cara/mekanisme penggunaan, peminjaman dan pemanfaatan harta kekayaan perkumpulan.

Pasal 15

Hak dan Kewajiban Badan Pelaksana Harian

1. Badan Pelaksana Harian mempunyai hak untuk memperoleh dan menggunakan fasilitas perkumpulan sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan aturan lainnya.

2. Badan Pelaksana Harian berkewajiban untuk :

a. Mematuhi kebijakan umum, keputusan dan semua peraturan yang ditetapkan oleh Dewan Pengurus.


(52)

b. Membuat laporan pertanggung jawaban pelaksanaan pengelolaan asosiasi, pemanfatan kekayaan, pengelolaan keuangan dan pelaksanaan program perkumpulan kepada Dewan Pengurus (periode 3 tahun).

4.1.3. Visi dan Misi Pesada

Secara umum Pesada bertujuan untuk mewujudkan keadilan perempuan dan anak dalam aspek kehidupan sosial, politik dan ekonomi melalui program-program kerja yang telah ditetapkan. Secara khusus lembaga ini mengembangkan pola-pola pendampingan dan pedidikan langsung ke masyarakat. Adapun Visi dan Misi dari Pesada yaitu:

VISI

Terciptanya kondisi masyarakat yang dijiwai oleh semangat, ketulusan hati, disiplin, kesederhanaan, solidaritas, pengabdian, kesetaraan dan keadilan gender.

MISI

1. Penyadaran hak perempuan, anak dan kelompok marjinal

2. Penguatan ekonomi, soisial, budaya dan politik perempuan dan kelompok marjinal

3. Advokasi dan pembelaan perempuan, anak dan kelompok marjinal 4. Kajian dan penguatan kapasitas


(53)

politik), pengembangan kapasitas dua organisasi independent; suara perempuan untuk keadilan, kampanye hak-hak perempuan dalam politik, lokarkarya, dan siaran pers.

Secara khusus fungsi Pesada bagi masyarakat perempuan adalah sebagai berikut:

 Sebagai wadah penguatan perempuan dan anak

 Sebagai tempat perempuan yang mengalami peminggiran baik ekonomi, sosial, dan politik

 Sebagai tempat masyarakat khususnya perempuan-perempuan desa yang mengalami kebutaan dan tidak perduli akan partisipasinya didalam politik

 Sebagai pusat informasi seputar politik perempuan

 Untuk memberikan kesadaran secara rasioanal, diskusi-diskusi tentang penyadaran gender dan hak-hak perempuan dalam politik, lokakarya, pelatihan, studi banding, seminar, dan siaran pers.

4.2. Profil Informan 4.2.1. Informan Kunci

Informan I

Nama : Erlina Seha E Pardede S.Sos

Umur : 52 tahun


(54)

Pendidikan : Sarjana

Jabatan di Pesada : Ketua Dewan Pengurus Periode 2007-2010 Bergabung di Pesada : 1990

Erlina Seha E Pardede S.Sos adalah lulusan Fakultas Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI). Kak Erlina begitu ia biasa dipanggil oleh rekan-rekan kerjanya di Pesada mempunyai ciri-ciri fisik yaitu tinggi 165 cm, dengan berat badan 75 kg memiliki warna kulit putih dan berambut pendek. Kak Erlina bergabung di Pesada mulai pada tahun1990, selain menjabat sebagai ketua dewan pengurus pada saat ini, ia juga adalah salah satu pendiri dari ketujuh belas orang pendiri Pesada pada kala itu. Kak Erlina bertempat tinggal di Santar bersama dengan suami dan anak-anaknya.

Peneliti berkunjung ke kantor pusat Pesada untuk melakukan wawancara, pada saat itu peniliti melihat ada seorang Ibu yang berdiri di lantai dua dan sambil menanyakan kepada peneliti siapa yang hendak peneliti cari. Peneliti tidak tahu yang menyambut peniliti ternyata adalah Kak Erlina. Terlihat jelas bahwa pribadi kak Erlina cepat akrab dengan orang baru sekalipun. Hal ini terlihat pada saat informan menyambut peneliti dengan hangat. Selain cepat akrab kak Erlina juga mempunyai pengetahuan dan wawasan yang cukup luas, dengan setiap jawaban-jawaban dari informan pada saat mengajukan setiap pertanyaan-pertanyaan. Peniliti juga mendapatkan banyak pemahaman-pemahaman baru tentang politik perempuan.


(55)

Selain bertugas sebagai ketua dewan pengurus kak Erlina juga aktif sebagai dosen di Universitas Nomensen Siantar dengan membawa mata kuliah penelitian masyarakat. Informan II

Nama : Dinta Widarma Solin

Umur : 34 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan : Diploma

Jabatan di Pesada : Koordinator wilayah Pakpak Bharat periode 2007-2010 Bergabung di Pesada : 1994

Dinta Widarma Solin adalah lulusan Diploma dari salah satu perguruan tinggi swasta di Tarutung, Kak Dinta begitu biasa ia dipanggil oleh rekan-rekan kerjanya di Pesada mempunyai cirri-ciri fisik yaitu tinggi 147 cm, dan berat badan 56 kg memiliki warna kulit putih dan berambut pendek. Informan memiliki dua orang anak dan bertempat tinggal tidak jauh dari kantor pusat Pesada. Kak Dinta adalah seorang yang mempunyai pribadi yang sederhana dan luwes, hal ini terlihat dari kehidupan sehari-hari dari informan karena peneliti sendiri kenal dengan informan. Informan menjabat sebagai koordinator wilayah Pakpak Bharat sehingga informan banyak memberikan informasi mengenai pemberdayaan politik perempuan di desa Jambu Bellang.

Kak Dinta merupakan salah satu pegawai terlama dari lima orang yang ada, sehingga tidak salah kalau informan mempunyai informasi yang banyak tentang Pesada. Kak Dinta sudah mempunyai sepak terjang selama ini, pada awalnya ia adalah sebagai guru di TBAA, dimana TBAA merupakan awal dari kegiatan Pesada.


(56)

Ia bertugas untuk mengatur dan mengkoordinir semua kegiatan di wilayah Pakpak Bharat dalam pencapaian visi dan misi Pesada.

Kegiatan wawancara yang dilakukan dengan informan ini dilakukan di kantor Pesada pada saat sore-sore, karena sore-sore merupakan waktu yang senggang buat informan untuk lebih bisa memberikan waktu banyak.

4.2.2. Informan Biasa Informan I

Nama : Ronna Berutu (yang ikut kegiatan pemberdayaan)

Umur : 34 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : Sekolah Menengah Pertama (SMK) Pekerjaan : Bertani

Jabatan di Pesada : Ketua harian wilayah Pakpak Bharat periode 2007-2010 Bergabung di Pesada : 1999

Ibu Ronna bergabung dengan Pesada pada tahun 1999 sebagai salah seorang anggota Pesada yang ikut kegiatan pemberdayaan di desa Jambu Bellang. Kak Ronna mempunyai pendidikan setara tingkat SMA yaitu Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 (SMK) di Sidikalang. Kak Ronna mempunyai ciri-ciri fisik yaitu kulit hitam manis, tinggi badan 160 cm dan berat badan 49 kg, terlihat dari berat badan ia seorang yang kurus namun ia mempunyai kekuatan yang prima. Ketika melakukan


(57)

peneliti, informan juga disuguhkan makanan ringan dan teh manis yang di beli dari kedai. Kegiatan wawancara yang dilakukan pada saat itu bertempat di Pajak desa jambu Bellang karena ia sendiri mempunyai kesibukan yang banyak sehingga tepat pada hari kamis yang adalah hari pajak buat masyarakat Jambu Bellang. Masyarakat di desa Jambu Bellang mempuyai kebiasaan yang sudah terpola apabila hari pajak adalah hari libur buat masyarakat

Kak Ronna merupakan masyarakat yang sudah lama tinggal di desa Jambu Bellang, dan ia adalah anak seorang mantan Kepala Desa Jambu Bellang. Selain sebagai anggota yang mengikuti pemberdayaan ia juga dipercayakan sebagai pengurus di wilayah Pakpak Bharat pada periode tahun 2007 sampai 2010 sebagai ketua harian yang pada awalnya kak Ronna sebagai panitia pendidikan tahun 2002.

Dalam kegiatan wawancara Kak Ronna turut membantu peneliti dalam memberikan semua jawaban-jawaban atau infromasi yang berhubungan dengan masalah penelitian, karena selain sebagai yang mengikuti pemberdayaan ia juga adalah anggota yang paling lama dari semuanya yang sampai saat ini masih bertahan. Selain itu Ibu Ronna juga telah beberapa kali diutus dari anggota Pesada untuk mengikuti seminar, audience, dan siaran pers di radio lokal yang menyangkut mengenai permaslahan perempuan.

Ia masih ingat betul bagaimana ketika itu masyarakat mengolok-olok ia karena terlibat dengan kegiatan politik, tetapi ia tahu betul apa yang ia kerjakan untuk itulah ia tetap bertahan dan tidak mundur dan faktor lainnya adalah krena suaminya sendiri sangat mendukung apa yang dilakukan oleh kak Ronna. Kak Ronna


(58)

menyatakan kebulatan hatinya untuk memperjuangkan hak-hak perempuan bersama dengan Pesada.

Kak Ronna merupakan informan yang sangat antusias dalam permaslahan perempuan, ini diperlihatkan dengan jawaban-jawaban yang diutarakan seputar masalah perempuan khususnya dibidang politik, ia mengatakan bukan hanya laki-laki yang berpolitik, tetapi perempuan harus juga berperan jangan mau dijajah oleh kebodohan dan ketidakpedulian akan politik. Perempuan mempunyai tempat yang harusnya sama dengan laki-laki di politik.

Informan II

Nama : Rismawaty Berutu (Anggota yang ikut pemberdayaan)

Umur : 47 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) Pekerjaan : Wiraswasta)

Bergabung di Pesada : 2007

Ibu Rismawaty adalah lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dari salah satu sekolah negeri di Sidikalang. Ibu Rismawaty mempunyai ciri-ciri fisik yaitu tinggi badan 160 cm, berat badan 65 kg dan memiliki warna kulit putih dan berambut ombak sebahu. Ia mempunyai tiga orang anak yang masih sekolah di SLTP dan SD. Kegiatan wawancara yang dilakukan berlangsung di rumah informan pada


(59)

peniliti datang kerumah informan ia sudah mempersiapkan diri dengan rapi membuat informan merasa segan. Infroman sangat menerima peneliti dengan ramah dan informan membuat suasana yang begitu hangat. Ia mengatakan sangat mendukung dan senang apabila ada mahasiswa yang juga mempunyai keinginan untuk konsern pada kepentingan perjuangan perempuan, terutama peneliti juga satu suku dengan informan serta informan menyuguhkan minuman teh manis yang membantu peneliti untuk mendapatkan kehangatan badan dikarenakan cuaca yang mendung saat itu dan membuat suasana menjadi lebih santai.

Dari segi ukuran waktu Ibu Rismawaty sebenarnya tergolong masih sangat baru di Pesada apabila dibandingkan dengan yang lainnya, ia bergabung mulai pada tahun 2007, namun sekalipun masih baru informan sudah mempunyai kesadaran dan pemahaman yang tinggi akan politik perempuan, bahkan ia merupakan salah satu calon anggota legislative dari desanya yang diusung oleh salah satu partai baru. Bukan main-main ia mendapat posisi urut nomor dua (2) dari delapan (8) calon laki-laki lainnya. Ibu Rismawaty mengatakan ia mencalonkan dirinya adalah sebagai perwujudan dari pemberdayaan yang telah ia dapatkan dari Pesada selama ini dan keinginannya untuk menyuarakan kepentingan perempuan di desanya khususnya. Selain itu Ibu Rismawaty juga adalah salah satu anggota yang sudah beberapa kali dikirim Pesada untuk mengikuti seminar dan studi banding yang dilakukan oleh pihak-pihak organisasi atau lembaga lainnya. Hal ini terungkap pada saat wawancara yang dilakukan.

“Salah satu faktor pendukung saya untuk maju memberanikan diri sebagai calon legislative adalah karena pemberdayaan yang


(60)

pembuat kebijakan untuk keperluan perempuan yang selama ini tidak diperhitungkan dan satu hal lagi saya juga mengucap syukur karena pesada telah beberapa kali mempercayakan saya untuk ikut seminar dan studi banding Apabila ada undangan dari luar” (wawancara dengan informan Rismawaty, November 2008).

Informan III

Nama : Remsina ( Anggota yang ikut pemberdayaan)

Umur : 45 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Pekerjaan : Wiraswasta

Jabatan : Bendahara wilayah desa Jambu Bellang Bergabung di Pesada : 2005

Ibu Remsina adalah salah satu masyarakat dari sekian banyak yang ikut kegiatan pemberdayaan di Pesada, ia bergabung mulai pada tahun 2005 yang kesehariannya berjualan kelontong dan minuman kopi dirumahnya. Ia mempunyai ciri-ciri fisik yaitu tinggi badan 165 cm, berat badan 62 kg, kulit hitam dan berambut ombak pendek. Ibu Remsina tergolong perempuan yang suka dengan humoris tinggi, ini terlihat pada saat wawancara dengan informan di rumah informan. Ibu Remsina sangat membuat peneliti tertawa-tawa dan ditambah lagi dengan keluguannya dalam berbicara.


(61)

tentunya berkumpul dengan teman-temannya yang lain, dan itu berlangsung selama dua tahun. Namun tujuan yang ia punya saat ini sudah lain ia sudah tahu kenapa ia harus tetap ikut bergabung dan bukanlah hal yang sia-sia apa yang ia lakukan. Informan IV

Nama : Dina Manik (Anggota yang ikut pemberdayaan)

Umur : 53 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Pekerjaan : Bertani

Bergabung di Pesada : 2000

Ibu Dina Manik seorang Ibu rumah tangga, yang bekerja sebagai seorang petani. Ibu Dina merupakan penduduk asli di desa Jambu Bellang, memiliki ciri-ciri fisik sebagai berikut yaitu kulit putih dengan rambut setengah badan dan memiliki tinggi badan 150 cm dan berat badan 85 kg. Kegiatan wawancara yang dilakukan berlangsung saat siang hari di rumah Ibu Remsina yang salah satu informan dalam penelitian ini, Ibu Dina memberikan waktunya sebelum pergi berpesta perkawinan kedesa lain. Sosok Ibu Dina mengingatkan peneliti pada Ibu peneliti yang sangat mirip dengan suara dan bentuk tubuh dari Ibu Dina, sejenak peneliti terobati akan rasa rindu kepada Ibunda. Informan mengakui akan keantusiasannya akan kegiatan ini sekalipun bisa dikatakan ia tidak lagi muda, namun ia mempunyai semangat yang tinggi.


(62)

lewat Pesada Ibu ini menjadi tahu dan sadar betul akan pentingnya perempuan untuk tahu dan berpartisipasi dalam politik.

“Klo ini sudah bisa di bilang, Pesada sebagai lembaga yang bergerak untuk penguatan perempuan sudah bisa melakukan apa yang adek tanya e..e..oya fungsinya, sudah. Karena kayak pengalaman saya pribadi sangat dibantu untuk mengetahui politik, yang dulunya saya tidak tahu apa-apa bahkan jangankan tahu dan melakukan kesadaran untuk hal seperti itu tidak pernah terlintas”. (wawancara dengan informan Dina Manik, November 2008).

Informan V

Nama : Ristati Padang (Anggota yang ikut pemberdayaan)

Umur : 34 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) Pekerjaan : Bertani

Jabatan : Anggota Pemberdayaan Politik Perempuan Bergabung di Pesada : 2002

Ibu Ristati seorang Ibu rumah tangga, ia juga bekerja sebagai petani, dan sebagai pendatang baru di desa Jambu Bellang mengikut suaminya yang berwarga desa Jambu Bellang. Ibu Ristati memiliki ciri-ciri fisik sebagai berikut kulit putih, tinggi badan 150 cm dan berat badan 52 kg dan mempunyai rambut panjang. Ia merupakan salah satu masyarakat perempuan yang mengikuti kegiatan pemberdayaan yang dilakukan oleh Pesada. Ibu Ristati tergolong sedikit pendiam terbukti dari beberapa informan yang peneliti temui pada saat wawancara, ia hanya akan


(63)

Ibu Ristati pertama kali mengetahui keberadaan Pesada berdasarkan informasi dari temannya tentang pemerdayaan yang diselenggarakan oleh Pesada, maka ia mendaftarkan dirinya bersama dengan teman yang sudah duluan ikut bergabung untuk bergabung di Pesada, ia tertarik karena ia pribadi penasaran akan apa yang dilakukan Pesada kenapa banyak perempuan desa mereka mau bergabung.

“saya mendaftarkan diri saya bersama dengan teman yang sudah duluan ikut untuk bergabung karena saya penasaran ketika dikasih tahu dan melihat kenapa banyak perempuan desa kami ini mau bergabung”. (wawancara dengan infroman Ristati, November 2008).

Informan VI

Nama : Rosmita Pandiangan (Anggota yang ikut pemberdayaan)

Umur : 31Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) Pekerjaan : Wiraswasta

Rosmita adalah seorang Ibu yang dikategorikan masih muda, ia tinggal bersama dirumah mertuanya dan saat ini ia berwiraswasta, Ibu Rosmita mempunyai ciri-ciri fisik yaitu tinggi badan 150 cm, berat badan 53 kg, berkulit putih dan berambut panjang. Ibu Rosmita terlihat mempunyai semangat yang tinggi. Kegiatan wawancara dilakukan di rumahnya, peniliti merasa sedikit segan karena wawancara yang dilakukan sembari ia memasak untuk makanan malam.

Ibu Rosmita memilih untuk tetap tinggal bersama dengan mertua karena mertuanya sendiri meminta untuk menemani, ia masih ingin menemani mertuanya


(64)

Putri mengatakan ia mempuyai keinginan untuk bergabung di Pesada karena malu sama teman-temannya karena teman-temannya ikut pemberdayaan, Ia mengatakan awalnya ikut disebabkan oleh faktor tersebut dan malah sangat bersyukur karena hal itu yang membuat untuk ia bergabung,

“Saya punya keinginan untuk bergabung di Pesada karena malu sama teman-teman saya karena teman-teman-teman-teman saya ikut pemberdayaan, awalnya saya ikut disebabkan oleh faktor tersebut dan malah saya saat ini sangat bersyukur untunglah kan jadinya itu yang membuat untuk saya, karena saya juga ga tau nya banyak tentang politik, ya okelah untuk buta ”tidak” atau ga ngerti ”tidak’ tetapi tetap aja setelah saya ikut pemberdayaannya pengetahuan saya tambahlah”. (wawancara dengan infroman Ibu Rosmita, November 2008).

Informan VII

Nama : Hotmaida Manalu (Anggota yang ikut pemberdayaan)

Umur : 27 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : Sekolah Lanjutan Pertama Atas (SLTA) Pekerjaan : Wiraswasta

Hotmaida merupakan salah satu teman informan diatas yaitu Rosmita, Ibu Hotmaida menamatkan sekolahnya dari salah satu sekolah negeri di Pakpak Barat. Ibu Hotmaida memiliki karakter yang berbeda dengan Rosmita, diamana Ibu ini terkesan orangnya pendiam, sedangkan Ibu Rosmita lebih terbuka. Ibu Hotmaida memiliki ciri-ciri fisik yaitu tinggi badan 153 cm, berat badan 56 kg, kulit hitam manis dan berambut sebahu dan ciri-ciri lainnya mempunyai tahi lalat diatas bibir.


(1)

kesadaran, pengetahuan, keterlibatan sehingga perempuan mandiri sesuai dengan tujuan dari pemberdayaan itu sendiri. Dan merujuk pada peraturan pemerintah yang telah menetapkan pada pasal 26 UU No 32 tahun 2004 tentang wakil Kepala Daerah (wakil Gubernur, Wakil Bupati) untuk melaksanakan pemberdayaan termasuk pemberdayaan dalam bidang politik. Karena selama ini pemerintah masih terpaku pada sebatas terlaksanya program, indikator keberhasilan berbagai proyek pemberdayaan politik perempuan pada akhirnya hanya terperangkap dalam angka-angka. Selain itu pemberdayaan politik perempuan juga merupakan tugas dari parpol untuk bertanggung jawab memasok SDM politik perempuan handal, Dan ini diharapkan dapat menjadi strategi baru dalam meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik secara langsung.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Pesada merupakan lemabaga sosial yang berfungsi sebagai pusat penguatan perempuan, yang salah satu isu utamanya adalah politik perempuan. Alsan berdirinya Pesada di dalam wilayah Pakpak Barat adalah karena Pesada melihat secara politik perempuan Pakpak di wilayah Pakpak Barat jauh kurang diperhatikan dan secara wilayah yang menguasai adalah suku lainnya khususnya perempuan. Dan dalam penemuannya yang menjadi masalah perempuan Pakpak lebih termarjinalkan adalah pendidikan yang rendah akan politik, untuk itu diperlukan penanganan dan perhatian lebih terhadap kelompok termarginalkan ini.

Sesuai dengan visi misinya pesada bertujuan untuk mewujudkan keadilan perempuan dalam aspek kehidupan sosial, politik, dan ekonomi. Dalam mewujudkan visi misinya Pesada yang salah satunya konsern terhadap politik perempuan melakukan kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan seperti pendampingan terhadap perempuan-perempuan yang telah ditetapkan seperti pendampingan terhadap perempuan yang mempunyai pendidikan politik jauh sangat rendah, diskusi-diskusi politik perempun secara mendalam, kursus-kursus, pelatihan, lokakarya, seminar, siaran pers maupun pembagaian bulletin Suara Perempuan setiap bulan ke anggota. Dengan adanya kegiatan pendampingan terhadap perempuan-perempuan yang mempunyai pendidikan politik jauh sangat rendah, diskusi-diskusi, kursus, lokakarya, seminar dan siaran pers ini diharapkan dapat memberi satu gerakan baru bagi perempuan-perempuan yang buta akan politik untuk mempunyai kesadaran secara rasional, pengetahuan, partisipasi, dan mandiri, yang pada umumnya perempuan


(3)

sudah mempunyai konsep akan politik yang sarat akan dunia laki-laki. Namun dengan adanya kegiatan pemberdayaan yang dilakukan Pesada mereka sudah mempunyai tingkat kesadaran dan konsep baru akan politik sesuai dengan kegiatan pemberdayaan yang telah diikuti.

Pesada mengakui dalam melaksanakan kegiatan pemberdayaan politik perempuan tidak bisa sendiri, Pesada banyak melakukan kerjasama dengan pihak-pihak lain seperti nasioanal (swasta dan pemerintah) maupun internasioanl atau lembaga-lembaga swadaya masyarakat lainnya.

Pesada dalam melakukan kegiatan pemberdayaan menerapkan metode pendampingan secara langsung kepada perempuan, supaya antara pemberi dan penerima ada keterikatan emosional selayaknya berteman, hal ini dilakukan guna menghindari kesenjangan dan keminderan perempuan yang ikut pemberdayaan.

Dalam kegiatannya Pesada mengalami pandangan yang negative dari masyarakat sekitar, masyarakat berpadangan bahwa Pesada membawa atau mendukung satu partai, namun pemandangan seperti itu telah terbantahkan seiring dengan munculnya partisipasi perempuan secara langsung.

Keseluruhan kegiatan yang telah dilakukan sangat membantu perempuan-perempuan desa jambu Bellang, masyarakat perempuan-perempuan yang dahulunya tidak mempunyai kesadaran dan buta akan politik ini telah mempunyai kesadaran, tidak hanya itu saja mereka juga sudah mempunyai pengetahuan serta partisipasi perempuan secara langsung.

5.2. Saran

Adapun saran yang ingin saya berikan kepada Pesada terkait dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:


(4)

 Pesada terus melakukan kegiatan-kegaitan sosial seperti pendampingan, sosialisasi, seminar, diskusi-diskusi, penerbitan informasi-informasi sekitar politik perempuan maupun siaran pers agar dapat bersama-sama meminimalisasikan angka kebutaan politik perempuan.

 Pesada tidak hanya memperhatikan ibu-ibu namun pesada juga memperhatikan perempuan muda dengan memberi kegiatan pemberdayaan yang sama kepada perempuan-perempuan muda karena tidak hanya ibu-ibu yang mengalami kebutaan politik di desa Jambu Bellang tetapi perempuan muda juga.

 Pesada kedepannya diharapkan melakukan kerjasama yang lebih lagi dengan partai-partai politik dalam kegiatan pemberdayaan politik perempuan sebagai salah satu upaya meminimalisir jumlah perempuan yang buta akan politik dan sebagai upaya mempercepat para perempuan untuk berpartisipasi politik secara langsung.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Rukminto, Isbandi. 2001, Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, Jakarta: Hak Cipta.

Adi, Rukminto, Isbandi. 2008, Intervensi KomunitasPengembangan Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat, Jakarta: PT. Rajagrafindo

Arikunto, T,O.1995, Kajian wanita dalam Pembangunan & Pemberdayaan , Yogyakarta, Kanisius.

Departemen Pendidikan Nasional, 2005, Kamus Besar Indonesia.

Daulay, Harmona, 2007, Perempuan dalam Kemelut Gender, Medan: USU Press. E. D. Abdullah, Irwan, DR. 1997, sangkan Peran Gender, Yogyakarta: Pusat

Penelitian Kependudukan UGM.

Fakih, Mansour, DR. Analisis Gender, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Gandhi, Mahatma ( diterjemahkan oleh Siti Farida), 2002, Kaum perempuan dan Ketidakadilan Sosial, Jakarata: Pustaka Pelajar

Hardjito, Notopuro, 1990, Peranan Wanita Dalam Pembangunan di Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Harry Hikmat, 2001, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Bandung: HUP

Ihromy, T,O, 1995, Kajian wanita dalam Pembangunan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Listiani, Ependi, Rustam, dkk, 2002, Gender& Komunitas Perempuan Pedesaan, Jakrta: Bitra Indonesia.

M. A, Moleong, Lexy J, DR, Prof,1997, Metodologi Penelitian, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

M. A, Moleong, Lexy J, DR, Prof,2006, Metodologi Penelitian Kualitatif edisi revsii, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nasif, Umar, fatima, 1999, Menggugat sejarah Perempuan, jakarta: CV. Cendikia Sentra Muslim.

Pristiwati, Yuni, dan Widya, Harjanti, Sri, 2003, Merajut Perubahan, Yogyakarta: Persepsi.

Ritzer, George ( diterjjemahkan oleh Alimandan), 2003, Teori sosiologi modern, Jakarta: Kencana.


(6)

Suyanto, Bagong, 2005, Metode Penelitian Sosial, Jakarta: Kencana.

Soetrisno, Loekman, 1997, Kemiskinan, Perempuan & Pemberdayaan, Yogyakarta: Kanisius.

Website, jurnal, media massa

Pesada@indosat.net.id

‘……..Siaran Perss: Peringatan Hari Perempuan Sedunia http:// www. Icrp- online. Org/wmview. Php? Art ID=115 ‘……..Pemiskinan Perempuan

http:// rakyat miskin. Wordpress. Vom/ 2008/03/04/Pemiskinan-dan-jaringan.Sosial. ‘…….written by webmaster. Kalteng: 2007. Mahkota Perjuangan Berabad-abad. ‘……www. Kalteng. Go. Id/ Indo/ Pemberdayaan Perempuan. Htm-12k. (www.pemberdayaan perempuan. G: /DPR_rapat_.

Jurnal Pemberdayaan Perempuan. Volume 1, No 1, Nopember 2001, kantor Menteri Negara Perempuan. Jakarta: 2001. Melihat ingkat patrisipasiperempuan di kota Medan pada pemilu 2009.

Wawancara Metro TV . Wawancara Erna Witolear dalam MDGS Partispasi Perempuan dalam Politik. 2009.