32
2. Iklim Berusaha
Iklim berusaha suatu negara mempengaruhi daya saing negara, terutama adanya kehadiran penanam modal asing PMA. Iklim usaha yang tidak
kondusif berarti iklim berinvestasi yang tidak baik, artinya kemungkinan mendapatkan keuntungan dalam melakukan bisnis akan berkurang, dan
dapat mengurangi niat PMA untuk masuk kengera tersebut. 3.
Teknologi dan Inovasi Dengan adanya teknologi dan inovasi, ada yang perlu untuk diamati yaitu
submer teknologi baru dan kemampuan perusahaan atau negara dalam menyerap dan memanfaatkan teknologi yang baru secara optimal dalam
menciptakan produk-produk dan proses-proses produksi yang efisien, lebih ramah lingkungan, lebih aman, dan menghasilkan output lebih
banyak dengan kualitas lebih baik. 4.
Sumber Daya Manusia Sumber Daya Manusia SDM yang berkualitas merupakan salah satu
dalam menentukan daya saing negara. SDM meruakan hal penting karena teknologi baru dan inovasi serta penemuan-penemuan baru tidak akan
terjadi jika tidak ada SDM berkualitas tinggi. SDM didalam ini tidak hanya pekerja, tetapi ada pengusaha dan peneliti atau masyarakat umum.
2.6 Penelitian Terdahulu
Yulianti 2009 dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Penentu Daya Saing dan Preferensi Wisatawan Berwisata ke Kota Bagor” dengan
menguunakan pendekatan Porter’s Diamond dan metode Probit. Hasil analisis
Universitas Sumatera Utara
33
deskripstif dengan pendekatan porter’s diamond menunjukkan bahwa anggaran untuk kepariwisataan kota Bogor masih kurang, sarana dan prasarana kota masih
kurang lengkap, dan transportasi kota Bogor masih memerlukan penataan lebih lanjut.
Berdasarkan hasil metode Probit, faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi wisatawan berwisata ke kota Bogor yaitu intensitas berwista,
pendidikan, kenyamanan kota Bogor, dan biaya yang dikeluarkan ketiwa berwisata. Variabel-variabel tersebut signifikan pada tarif nyata 10 persen. Dari
hasil analisis keduanya yakni porter’s dan metode probit, dirumuskan suatu strategi yaitu peningkatan kenyamanan kota Bogor dengan meningkatkan
anggaran dari pemerintah untuk kepariwisataan kota Bogor. Anggaran ini dialokasikan untuk melengkapi sarana dan prasarana kota Bogor.
Trinawati, dkk 2007 dalam penelitiannya yang berjudul “ Analisis Daya Saing Industri Pariwisata Untuk Meningkatkan Ekonomi Daerah Kajian
Perbandingan Daya Saing Pariwisata antara Surakarta dengan Yogyakarta” dengan menggunakan alat analisis kuantitatif index composite menyatakan bahwa
indeks daya saing pariwisata di Yogyakarta lebih tinggi dibanding Surakarta. Beberapa penyebab hal ini dapat dijelaskan pada setiap indikator yang
membentuk indeks daya saing di sektor pariwisata. Berdasarkan human tourism indicator, hasil analisis menunjukkan bahwa
jumlah turis baik domestic maupun mancanegara lebih banyak di Yogyakarta. Bidang kepariwisataan juga telah menyumbangkan Pendapatan Asli Daerah
Universitas Sumatera Utara
34
PAD yang cukup besar bagi kota Yogyakarta dibandingkan dengan kota Surakarta.
Berdasarkan Price Competitiveness Indicator PCI menunjukkan bahwa indeks PPP lebih tinggi di kota Yogyakarta dibandingkan dengan kota Surakarta.
Berdasarkan Infrastructure Development Indicator IDI menunjukkan bahwa pendapatan perkapita di kedua destinasi tersebut adaalh tidak berbeda secara
nyata, tetapi pertumbuhan pendapatan perkapita Yogyakarta lebih tinggi dibandingkan kota Surakarta.
Berdasarkan Environtment Indicator EI menunjukkan bahwa tingkat kepadatan penduduk di kedua destinasi tersebut tidak berbeda secara nyata.
Berdasarkan Technology Advancement Indicator TAI menunjukkan bahwa indeks tehnologi di daerah destinasi Yogyakarta lebih tinggi dibandingkan dengan
destinasi Surakarta. Berdasarkan Human Resourseces Indicator HRI menunjukkan bahwa indeks pendidikan di destinasi Yogyakarta lebih tinggi
dibandingkan Surakarta. Berdasarkan Openess Indicator OI daya saing pariwisata destinasi
Yogyakarta juga menunjukkan angka lebih tinggi dibandingkan dengan dengan Surtakarta. Berdasarkan Social Development Indicator SDI menunjukkan bahwa
rata-rata masa tinggal turis di Yogyakarta lebih lama dibandingkan di Surakarta.
2.7 Kerangka Konseptual