Pengaruh ponografi media internet terhadap perilaku seksual remaja : studi kasus remaja desa cisetu kecamatan rajagaluh kabupaten majalengka

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada mulanya pornografi merupakan sebuah tulisan atau gambar yang dimaksudkan untuk membangkitkan nafsu seksual orang yang melihat atau membacanya. Akan tetapi kemudian hal ini berkembang bukan hanya dalam bentuk tulisan dan gambar saja tapi lewat berbagai media lain seperti film, tarian, lagu dan sebagainya.

Keberadaan pornografi di media internet tidak hanya menampilkan artikel-artikel, gambar-gambar, dan film-film porno saja tetapi telah mengubah gaya hidup seks manusia. Sebelum pornografi merebak di berbagai media, manusia mengenal seks sebatas hubungan intim yang nyata, yaitu melakukan penetrasi alat kelamin. Namun setelah munculnya pornografi di media internet, para penggunanya dapat berhubungan intim melalui media komputer. Dengan bantuan webcam pengguna dapat saling berinteraksi dengan lawan jenisnya. Proses penyebaran pornografi pun kian berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi

Penyebaran pornografi menjadi sangat terfasilitasi dengan adanya internet. Dengan munculnya Internet, pornografi pun semakin mudah didapat. Dengan menggunakan media internet, berbagai materi porno baik berupa cerita, gambar, film, atau chatting. Bahkan dalam berbagai bentuk lainnya dengan sangat mudah di dapat. Pornografi di internet kini telah


(2)

menjadi komoditi yang diperjualbelikan secara komersil dan dilakukan secara profesional.

Di sisi lain, keberadaan internet kini telah sangat dibutuhkan, karena berbagai macam informasi baik yang berkaitan dengan bisnis, hobi, pendidikan, pertemanan, bahkan transaksi bisa melalui media internet. Pentingnya keberadaan internet mendorong sebagian orang untuk meilliki internet.

Situasi inipun dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk mendirikan warung internet (warnet), sehingga masyarakat sangat mudah untuk mengkases layanan internet. Kini warnet bisa ditemui di tiap daerah bahkan ke tiap desa termasuk Desa Cisetu Kecamatan Rajagaluh kabupaten Majalengka yang menjadi lokasi penelitian ini.

Kenyataan seperti ini membuat semua kalangan masyarakat bisa mengakses internet, mulai dari kalangan masyarakat kelas sosial atas hingga masyarakat kelas bawah, termasuk kalangan pelajar atau dalam hal ini adalah remaja.

Mudahnya dan murahnya mendapatkan layanan internet serta tidak adanya pengawasan dalam mengkases internet, membuat sebagian orang—termasuk remaja menggunakan layanan internet untuk mengkases materi pornografi. Bahkan google trends melansir bahwa Indonesia menempati posisi ke empat dunia dalam mengklik “Seks” di internet. Seperti yang diberitakan oleh era muslim.com :

Menurut google-trends per awal November 2009, sekarang ini, Indonesia menduduki peringkat keempat, naik dua tingkat dari asalnya


(3)

peringkat keenam pada Oktober 2009. Sedangkan peringkat pertama diduduki oleh Viet Nam. Negara ini menggeser posisi Pakistan yang bulan sebelumnya menduduki peringkat pertama pada bulan lalu—dan sebaliknya, Viet Nam berada di posisi kedua. Di atas Indonesia, ada Mesir, dan di bawahnya ada Maroko, Turki, Malyasia, Polandia, Hungaria, dan Rumania1.

KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) membuka posko pengaduan untuk korban pornografi, menyusul adanya kasus merebaknya film porno yang dilakukan oleh salah satu personel grup band yang terkenal di Indonesia. Posko pengaduan yang digelar pada tanggal 14-23 Juni 2010 ini menerima 33 laporan kasus pemerkosaan dengan korban anak-anak.

"Dari tanggal 14 Juni-23 Juni KPAI terima laporan 33 anak diperkosa umur antara 4-12 tahun," ujar Ketua KPAI Hadi Supeno kepada wartawan di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jaksel, Kamis (24/6/2010). Menurut Hadi, video porno Ariel benar-benar sangat berdampak buruk bagi anak-anak. Sebab, kalangan muda, pelajar begitu mengidolakan artis tersebut. "Sesuatu yang dikagumi akan daya tarik," imbuhnya. Hadi menjelaskan, jumlah korban perkosaan terhadap anak-anak pasca keluarnya video porno Ariel begitu memprihatinkan. Para pelaku mengaku sebelum memperkosa, mereka menonton video Ariel. "Yang melakukan 16-18 tahun. Seluruh pelaku yang tertangkap polisi mengaku terangsang setelah menyaksikan tayangan seks Ariel,"2

Sementara itu, KPAI dan BKKBN merilis hasil penelitiannya tentang perilaku seksual remaja di Indonesia. KPAI menyebutkan 32 % remaja di kota-kota besar pernah melakukan hubungan seksual dan 97% perilaku seksual itu diilhami oleh pornografi.

Menurut data hasil survey KPAI, sebanyak 32 % remaja usia 14 – 18 tahun di kota-kota besar di Indonesia pernah berhubungan seks. Kota-kota besar yang dimaksud tersebut antara lain Jakarta, Surabaya, dan

1

http://www.eramuslim.com/berita/nasional/indonesia-naik-2-peringkat-pengklik-terbanyak-pornografi-di-internet.htm diakses tanggal 22 Juni 2010.

2

http://www.kpai.go.id/publikasi-mainmenu-33/beritakpai/144-kpai-33-anak-diperkosa-gara-gara-video-porno-ariel.html diakses tanggal 26 Juni 2010


(4)

Bandung. Dari survei KPAI diketahui bahwa salah satu pemicu utama dari perilaku remaja tersebut adalah muatan pornografi yang diakses via internet. Fakta lainnya yang juga mencengangkan adalah sekitar 21,2 % remaja putri di Indonesia pernah melakukan aborsi. Selebihnya, separuh remaja wanita mengaku pernah bercumbu ataupun melakukan oral seks. Survei yang dilakukan KPAI tersebut juga menyebutkan, 97 % perilaku seks remaja diilhami pornografi di internet3.

Sedangkan BKKBN mendapatkan data bahwa 10,2 % remaja laki-laki pernah berhubungan seksual.

Dalam Survei Kesehatan Reproduksi Indonesia yang dilakukan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan BPS beberapa waktu lalu dengan responden 1.833 laki-laki dan 9.340 perempuan usia 15-19 tahun, menunjukkan 72 persen laki-laki dan 77 persen perempuan sudah pacaran. Perilaku pacaran 92 persen pegang-pegang tangan, 82,6 persen ciuman, 63 persen meraba-raba dan 10,2 persen anak laki-laki dan 6,3 persen anak perempuan pernah berhubungan seks4.

Dengan melihat kenyataan ini, apakah pornografi pada media internet benar-benar membawa pengaruh terhadap perilaku seksual remaja? Lalu apa pengaruhnya?

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dijelaskan di atas, maka penulis merasa terdorong untuk membuat penelitian dalam bentuk narasi tentang pengaruh pornografi terhadap perilaku seksual remaja. Dan penelitian skripsi ini penulis beri judul “Pengaruh Pornografi Media Internet Terhadap Perilaku Seksual Remaja (Studi Kasus Remaja Desa Cisetu Kecamatan Rajagaluh Kabupaten Majalengka)”

3

http://www.kpai.go.id/publikasi-mainmenu-33/beritakpai/119-32-persen-remaja-indonesia-pernah-berhubungan-seks.html diakses tanggal 30 Juni 2010

4

http://www.bkkbn.go.id/Webs/DetailBerita.php?MyID=1756 diakses tanggal 30 Juni 2010


(5)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Agar penelitian tidak mengalami perluasan masalah, maka penulis membatasi permasalahan-permasalahan sebagai berikut :

a. Pornografi media internet dalam penelitian ini adalah hanya sebatas :

1) Gambar porno. Gambar porno yang dimaksud dalam penelitian ini adalah foto, gambar kartun, gambar sketsa, gambar ilustrasi, atau gambar rekayasa yang menggambarkan seksualitas atau erotika yang dibuat untuk tujuan merangsang hasrat seksual. 2) Artikel porno. Artikel porno dalam penelitian ini adalah segala

tulisan, cerita atau artikel yang dibuat dengan tujuan untuk merangsang nafsu birahi bagi pembacanya.

3) Film porno. Film porno dalam penelitian ini adalah adalah film yang dikategorikan mengandung unsur yang mengeksploitasi hubungan seksual dan aurat manusia.

b. Media internet dalam penelitian ini adalah layanan internet yang digunakan oleh para remaja, diantaranya : warung internet (Warnet), fasilitas Handphone, dan internet PC home.

c. Perilaku seksual dalam penelitian ini adalah hanya sebatas :

1) Masturbasi atau onani, adalah menyentuh, menggosok, meraba bagian tubuh sendiri yang peka sehingga menimbulkan rasa


(6)

menyenangkan untuk mendapatkan kepuasan seksual atau orgasme, baik menggunakan alat atau tidak.

2) Pelukan. Pelukan adalah sebuah bentuk keintiman fisik yang biasanya dilakukan dengan menyentuh atau memegang erat seputar bagian badan seseorang, beberapa orang sekaligus, ataupun hewan peliharaan5. Dalam penelitian ini pelukan hanya terbatas pada pasangan kekasih.

3) Ciuman. Ciuman adalah perbuatan menekankan bibir seseorang terhadap salah satu anggota tubuh diri sendiri atau orang lain6. Dalam hal ini bisa antar bibir, cium pipi, kening, tangan, payudara, bahkan alat kelamin dan lain sebagainya.

4) Percumbuan. Percumbuan adalah seperangkat tindakan (fisik maupun nonfisik) yang dilakukan oleh dua atau lebih orang/individu dengan maksud untuk membangkitkan birahi pada pihak-pihak yang terlibat7.

5) Hubungan seksual. hubungan seksual adalah melakukan persetubuhan dengan melakukan penetrasi kelamin, atau masuknya penis ke dalam vagina.

2. Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah di atas, maka penulis mengambil perumusan masalah sebagai berikut :

5http://id.wikipedia.org/wiki/Pelukan diakses tanggal 22 Juni 2010. 6

http://id.wikipedia.org/wiki/Ciuman diakses tanggal 22 Juni 2010.


(7)

a. Apakah gambar porno pada internet berpengaruh terhadap perilaku masturbasi, berpelukan, berciuman, bercumbu, dan bersenggama ? b. Apakah artikel porno pada internet berpengaruh terhadap perilaku

masturbasi, berpelukan, berciuman, bercumbu, dan bersenggama? c. Apakah film porno pada internet berpengaruh terhadap perilaku

masturbasi, berpelukan, berciuman, bercumbu, dan bersenggama? d. Materi pornografi manakah yang paling berpengaruh terhadap

perilaku seksual remaja di Desa Cisetu ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, Tujuan dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui apakah gambar porno pada internet berpengaruh

terhadap perilaku masturbasi, berpelukan, berciuman, bercumbu, dan bersenggama ?

b. Untuk mengetahui apakah artikel porno pada internet berpengaruh terhadap perilaku masturbasi, berpelukan, berciuman, bercumbu, dan bersenggama?

c. Untuk mengetahui apakah film porno pada internet berpengaruh terhadap perilaku masturbasi, berpelukan, berciuman, bercumbu, dan bersenggama?

d. Untuk mengetahui materi pornografi manakah yang paling berpengaruh terhadap perilaku seksual remaja?


(8)

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

Diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penelitian-penelitian selanjutnya dalam bidang patologi sosial khususnya mengenai pengaruh pornografi pada media internet terhadap perilaku seksual remaja.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pemerintahan Desa Cisetu dan pembimbing/penyuluh agama setempat dalam pembinaan masyarakat khususnya para remaja.

D. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Bertitik tolak dari paradigma fenomenologis yang objektifitasnya dibangun atas rumusan tentang situasi tertentu sebagaimana yang dihayati oleh individu atau kelompok sosial tertentu dan relevan dengan tujuan dari penelitian itu.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus, yaitu suatu cara yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu satuan analisis secara utuh, sebagai suatu kesatuan yang terintegrasi.

Teknik pendekatan studi kasus merupakan bentuk penelitian yang mendalam tentang aspek lingkungan social termasuk manusia di dalamnya. Bentuk studi kasus dapat diperoleh dari laporan hasil


(9)

pengamatan, catatan pribadi, biografi orang yang diteliti dan keterangan dari orang banyak mengetahui tentang hal itu.8

2. Lokasi Penelitian

Desa Cisetu Kecamatan Rajagaluh Kabupaten Majalengka adalah suatu desa yang dijadikan lokasi penelitian ini.

Alasan penulis mengambil lokasi penelitian di daerah pedesaan karena layanan media internet tidak hanya menjadi konsumsi masyarakat perkotaan, tapi juga telah menjadi kebutuhan masyarakat daerah pedesaan termasuk remaja desa Cisetu sehingga mereka kerap mendatangi warnet-warnet terdekat.

3. Subjek dan Objek Penelitian a. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini penulis mendapatkan delapan orang untuk jadi subjek penelitian atau informan. Walau dalam penelitian kualitatif tidak ada ketentuan yang baku berkaitan dengan minimal jumlah subjek yang harus dipenuhi, namun ada kriteria tertentu dalam menentukan subjek penelitian. Dalam penelitian ini, penulis mendapatkan delapan orang remaja Desa Cisetu yang memiliki kriteria :

1) Tercatat sebagai warga desa Cisetu 2) Berusia 15-18 tahun

8

Robert K yi, Studi Kasus Desain & Metode. Penerjemah: M Djauzi Mudzakir, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004), ed. Revisi Cet. Ke 5, h. 4.


(10)

3) Pernah mengakses atau melihat bentuk pornografi pada internet.

4) Berjenis kelamin laki-laki (yang bersedia menjadi informan) Delapan informan didapat dari salah satu kelompok remaja Desa Cisetu yang bersedia menjadi informan. Semua informan adalah berjenis kelamin laki-laki karena dari perempuan tidak bersedia menjadi informan walaupun dalam pengakuannya, mereka juga mengakses pornografi internet.

b. Objek Penelitian

Objek dari penelitian ini adalah pengaruh pornografi pada media terhadap perilaku seksual remaja di desa Cisetu.

4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data yang digunakan penulis dalam rangka mengumpulkan data yang kemudian akan dianalisis dan diuji kebenarannya adalah dengan menggunkana metode Field Reasearch dan Library Research. Sebagai data tambahan informasi data, yaitu:

a. Observasi

Dalam teknik observasi, penulis mengamati langsung dengan sistematis terhadap fenomena yang ada, dalam hal ini penulis juga mengobservasi warnet-warnet yang sering dikunjungi oleh remaja Desa Cisetu.


(11)

b. Wawancara

Penulis melakukan wawancara kepada delapan orang remaja di Desa Cisetu yang bersedia menjadi informan. Dalam melakukan wawancara, penulis terlebih dahulu mendiskusikan tentang waktu dan tempat untuk melakukan wawancara kepada delapan informan tersebut. Wawancara juga menggunakan alat bantu, yaitu alat perekam dengan tujuan untuk memudahkan dalam penulisan data dan sebagai bukti wawancara.

c. Dokumentasi

Selain dari observasi dan wawancara, sumber data dapat diperoleh dengan cara mengumpulkan data-data tertulis yang berhubungan dengan masalah penelitian, baik dari buku-buku , majalah, artikel, koran, atau internet.

5. Pengolahan dan Analisa Data a. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari hasil wawancara kemudian dipilih dan disusun sehingga data yang tidak berguna dapat ditinggalkan. Kemudian penulis melakukan klasifikasi data, yaitu menggolongkan data berdasarkan kategori tertentu, untuk kemudian dianalisis.

b. Analisa Data

Untuk menganalisis, data dilakukanlah lngkah-langkah yang meliputi bagian-bagian sebagai berikut :


(12)

1) Mengklasifikasikan data atau mengkelompokan data menurut jenis data tertentu (kategori);

2) Setelah diklasifikasikan menurut jenisnya, data tersebut dihubungkan antara pendapat satu dengan pendapat lain atau dicarikan hubungan antara data yang satu dengan data yang lain;

3) Langkah selanjutnya data tersebbut ditafsirkan atau diinterpretasikan;

4) Langkah terakhir disimpulkan secara induktif – deduktif (gabungan);

6. Teknik Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan oleh CEQDA Tahun 2007.

E. Tinjauan Pustaka

Sebelum mengadakan penelitian, tentunya penulis mengadakan tinjauan pustakan terlebih dahulu, guna melihat apakah penelitian ini sudah dilakukan atau belum dan supaya menghindari penjiplakan.

Dalam tinjauan pustaka ini, penulis menemukan skripsi yang berjudul: Hubungan Intensitas Mengakses Situs Cybersex Dengan Perilaku Seksual Remaja Di Smun 1 Ciputat yang dibuat oleh Berkha Nia Fabriani, Mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah pada tahun 2009.


(13)

Yang membedakan skripsi ini dengan skripsi yang telah disebutkan diatas adalah bahwa, penelitian yang dilakukan Berkha adalah mencari tahu hubungan intensitas mengakses situs cyber sex dengan perilaku seksual, pertannyaan penelitian tersebut apakah ada hubungannya antara intensitas mengakses cyber seks dengan perilaku seksual remaja dan penelitiannya pun dilakukan di SMUN 1 Ciputat.

Sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan oleh penulis adalah mencari tahu pengaruhnya pornografi pada media internet terhadap perilaku seksual remaja dan penelitiannya dilaksanakan di Desa Cisetu Kecamatan Rajagaluh kabupaten Majalengka.

F. Sistematika Penulisan

BAB I : Bab ini merupakan Pendahuluan yang terdiri dari : latar belakang masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan

BAB II : bab ini menjelaskan tentang Tinjauan Teoritis yang terdiri dari : Pengaruh Pornografi; Pengertian Pengaruh, Pengertian Pornografi, Macam-macam pornografi,dan Pengaruh Pornografi. Media Internet : Pengertian Media, Pengertian Internet, Media Internet. Perilaku Seksual Remaja : Pengertian Perilaku Seksual, Pengertian Remaja, Perilaku Seksual Remaja.

BAB III : Bab ini merupakan Gambaran Umum Desa Cisetu : Gambaran Geografis Desa Cisetu, Gambaran Keadaan Ekonomi, Pendidikan, Dan Agama Masyarakat Desa Cisetu, Gambaran Umum Remaja Desa Cisetu.


(14)

BAB IV : Bab ini merupakan Temuan Lapangan dan analisa penelitian : deskripsi informan,


(15)

A. Pengaruh Pornografi 1. Pengertian Pengaruh

Pengaruh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu atau benda (orang, benda) yang membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.1

Pengaruh tersebut dapat dirasakan oleh seseorang ketika mengalami suatu peristiwa yang dialaminya secara berulang-ulang, jika orang tersebut sangat menyukainya bahkan bersikap fanatik terhadap apa yang dialaminya bukan tidak mungkin akan menimbulkan pengaruh positif atau bahkan negatif pada dirinya baik perilaku maupun kepercayaan.

Dari pengertian di atas, diketahui bahwa pengaruh adalah suatu daya yang dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang lain. Sehingga dalam penelitian ini, penulis meneliti mengenai seberapa besar daya yang ada atau yang ditimbulkan oleh pornografi internet terhadap perilaku seksual.

2. Pengertian Pornografi

Menurut “Ensiklopedi Hukum Islam”, pornografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu porne yang artinya perempuan jalang, sedangkan graphein artinya tulisan atau gambaran. Pornografi adalah bahan yang

1

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 849.


(16)

dirancang dengan sengaja dan semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi (seksual atau syahwat)2.

Prof. Dadang Hawari dalam bukunya Konsep Agama (Islam) Menanggulangi HIV/AIDS menerangkan lebih luas lagi tentang pornografi:

Pornografi mengandung arti :

a. Penggambaran tingkah laku secara erotis dengan perbuatan atau usaha untuk membangkitkan nafsu birahi (seksual), misalkan dengan pakaian merangsang.

b. Perbuatan atau sikap merangsang atau dengan melakukan perbuatan seksual (cabul). Porenografi dapat dilakukan secara langsung sepertti hubungan seksual, ataupun melalui media cetak dan elektronik, seperti gambar atau bacaan porno yang dengan sengaja dan dirancang untuk membangkitkan nafsu birahi.3

Sedangkan menurut undang-undang tentang pornografi dalam bab I pasal 1 yang dimaksud dengan “pornografi” adalah;

“materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan atau pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan atau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat”.4

Undang-undang pornografi ini menjadi kontroversial, namun setelah mengalami proses sidang yang panjang dan beberapa kali penundaan, akhirnya pada tanggal 30 Oktober 2008 dalam Rapat Paripurna DPR, RUU Pornografi ini disahkan.

2

Dadang Hawari. Konsep Agama (Islam) Menanggulangi HIV / AIDS (Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 2002), h. 24.

3

Ibid., h. 24 4

http://www.detiknews.com/read/2008/09/16/080110/1006768/10/inilah-isi-ruu-pornografi di akses pada tanggal 29 Maret 2010


(17)

3. Macam-macam pornografi

Menurut Dadang Hawari dalam bukunya yang berjudul “Konsep Agama (Islam) Menanggulangi HIV/AIDS”, menyebutkan beberapa hal yang terkait dengan kategori pornografi antara lain:

a. Pakaian merangsang, misalnya pakaian mini yang menampakan tubuh bagian atas (dada dan payudara) dan tubuh bagian bawah (paha dan bokong), pakaian yang tipis menembus pandangan (transparan), atau pakaian yang ketat melekat pada lekuk-lekuk tubuh sehingga membangkitkan nafsu birahi bagi yang memandangnya.

b. Perbuatan atau sikap merangsang, misalnya pose “menantang” disertai ekspose bagian-bagian tubuh yang sensual (payudara, paha, dan bokong), begitu pula sorotan mata dan ekspresi bibir. Termasuk dalam kategori ini gerak-gerik atau tarian erotis.

c. Perbuatan seksual, termasuk perbuatan yang mendekatkan ke arah perbuatan perzinaan. Misalnya gambar baik di media cetak atau elektronik (majalah, tabloid, VCD/BF) yang menampilkan adegan-adegan perbuatan hubungan seksual.5

Jika merujuk pada pengertian pornografi dalam undang-undang pornografi, maka yang termasuk ke dalam kategori pornografi adalah segala materi seksualitas yang berupa gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan atau pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan atau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat.

5


(18)

4. Pengaruh Pornografi

Jika dilihat dari segi psikologis pornografi dapat berakibat pada melemahnya fungsi pengendalian diri terutama terhadap naluri agresivitas fisik maupun seksual.

Pornografi dapat memicu dan merupakan provokator tindakan-tindakan agresivitas seksual sebagai akibat lepasnya kontrol diri. Oleh karena itu, pornografi yang terbuka dan terus-menerus akan berdampak pada meningkatnya :

a. Perzinaan

b. Pergaulan bebas c. Perselingkuhan

d. Kehamilan diluar nikah e. Aborsi

f. Anak yang dilahirkan diluar nikah g. Kekerasan seksual (perkosaan)

h. Perilaku seksual menyimpang (homoseksual, lesbianism, pedophilia, sadism, masochisme, fetishisme, voyeurism)

i. Penyakit Kelamin termasuk HIV/AIDS.6

Hal senada disampaikan oleh Neng Djubaedah, dalam bukunya yang berjudul pornografi & pornoaksi ditinjau dari hukum islam, menyebutkan bahwasanya

“tindak pidana pornografi dan pornoaksi tidak hanya sekedar mencemarkan dan menodai nama baik serta merugikan kehormatan orang lain, akan tetapi lebih dari itu, yaitu mendorong dirii pelaku maupun orang lain untuk melakukan perbuatan-perbuatan haram lainnya, perbuatan yang mencemarkan dan atau menodai diri sendiri dan atau orang lain dalam masyarakat, diantaranya pembunuhan, perzinaan, pemerkosaan, dan aborsi.7

Masih dalam Bukunya Neng Djubaidah yang mengutip pernyataan dari mantan Rektor Institut Ilmu Alquran, menyebutkan bahwa

Menurut M. Ali Yafie, Rektor Institut Ilmu Alquran dan Dewan Syari’ah Nasional menyatakan bahwa Amerika menyerang Irak

6

Hawari. Konsep agama (islam) menanggulangi HIV / AIDS, h. 25-26 7

Neng Djubaedah. Pornografi & Pornoaksi Ditinjau dari Hukum Islam. (Jakarta: Prenada Media, 2003), h. 121


(19)

merupakan kezaliman dengan senjata (modern terlengkap), sedangkan tindak pidana pornografi dan tindak pidana pornoaksi merupakan kezaliman tanpa senjata. Kandungan makna dari ungkapan kata-kata M. Ali adalah, dapat ditafsirkan bahwa dalam tindak pidana pornografi maupun pornoaksi terkandung unsur berbahaya yang labih berbahaya dibandingkan rudal-rudal yang ditembakan dan dijatuhkan Amerika Serikat ke Negara Irak. Karena, senjata yang dibawa dan digunakan pornografi dan pornoaksi adalah merupakan senjata berbahaya yang tersamar dalam kenikmatan duniawi yang merasuk dan merusak jiwa, kalbu, dan akal, serta menodai, merusak dan dapat membunuh akidah, syari’ah, dan akhlak.8

Jika dilihat dari segi finansial, maka orang-orang yang mengakses pornografi atau melakukan cabul lainnya akan menghabiskan banyak uang untuk mendapatkan kesenangannya itu. Mereka juga bisa menghabiskan banyak waktu untuk mengakses pornografi

B. Media Internet 1. Pengertian Media

Media berasal dari bahasa Latin, yaitu medius yang secara harfiahnya berarti ‘tengah’, ‘pengantar’ atau ‘perantara’. Dalam bahasa Arab, media disebut ‘wasail’ bentuk jamak dari ‘wasilah’ yakni sinonim al wasth yang artinya juga ‘tengah’. Kata tengah itu sendiri berarti berada diantara dua sisi, maka disebut juga sebagai ‘perantara’ (wasilah) atau yang mengantarai kedua sisi tersebut. Karena posisinya berada di tengah ia juga bisa disebut sebagai pengantar atau penghubung, yakni yang menghantarkan atau menghubungkan atau menyalurkan sesuatu hal dari satu sisi lainnya.9

8

Ibid., h. 120 9

Yudhi Munadi, Media Pembelajaran: Sebuah Pendekatan Baru. (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), h. 6.


(20)

Dalam perkembangannya, media mengikuti perkembangan teknologi. Dimulai dengan sistem percetakan, kemudian lahir teknologi audio-visual dan sekarang muncul teknologi mikro-prosesor yang melahirkan pemakaian komputer dan layanan interaktif.

Berdasarkan perkembangan teknologi tersebut, media dapat dikelompokan ke dalam empat kelompok10, yaitu (1) Media hasil teknologi cetak, (2) teknologi hasil audio-visual (3) media hasil teknologi komputer, dan (4) media hasil gabungan teknoligi cetak dan komputer.

Teknologi cetak adalah cara untuk menghasilkan atau menyampaikan materi, seperti buku dan materi visual statis terutama melaliui proses percetakan mekanis atau fotografis. Kelompok media hasil teknologi cetak meliputi teks, grafik, foto, atau representasi fotografik. Teknologi cetak memiliki ciri-ciri berikut:

a. Teks dibaca secara linear, sedangkan visual diamati berdasarkan ruang; b. Baik teks maupun visual menampilkan komunikasi satu arah;

c. Taks dan visual ditampilkan statis.11

Teknologi audio-visual cara menyampaikan materi dengan menggunakan mesin-mesin mekanis dan elektronik untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual.

Ciri-ciri utama teknologi media audio-visual adalah sebagai berikut: a. Biasanya bersifat linear;

b. Biasanya menyajikan visual yang dinamis;

10

Azhar Arsyad. Media Pengajaran, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), h. 29. 11


(21)

c. Merupakan representasi fisik dari gagasan real.12

Teknologi berbasis komputer merupakan cara menghasilkan atau menyampaikan materi dengan menggunakan sumber-sumber yang berbasis mikro prosesor.

Beberapa ciri media yang dihasilkan teknologi berbasis komputer adalah sebagai berikut:

a. Mereka dapat digunakan secara acak;

b. Dapat digunakan berdasarkan keinginan sebagaimana direncanakannya;

c. Biasanya gagasan-gagasan disajikan dalam gaya abstrak dengan kata, simbol, dan grafik.13

Teknologi gabungan adalah cara untuk menghasilkan dan menyampaikan materi yang menggabungkan pemakaian beberapa bentuk media yang dikendalikan oleh komputer.

Beberapa ciri utama teknologi berbasis komputer adalah sebagai berikut: a. Dapat digunakan secara acak;

b. Dapat digunakan sesuai dengan keinginan, bukan saja dengan cara yang direncanakan dan diinginkan oleh perancangnya;

c. Gagasan sering disajikan secara realistik.14

Sedangkan menurut Leshin, Pollock dan Reigeluth mengklasifikasikan media ke dalam lima kelompok, yaitu:

a. media berbasis manusia (guru, instruktur, tutor);

12

Ibid., h. 29. 13

Ibid.h.31-32. 14


(22)

b. media berbasis cetak (buku, penuntun, buku latihan);

c. media berbasis visual (buku, alat bantu kerja, charts, grafik, peta, gambar);

d. media berbasis audio visual (video, film, tape, televisi); e. media berbasis komputer (interaktive video, hypertext).15

2. Pengertian Internet

Internet adalah kumpulan komputer pribadi yang terkait satu dengan lainnya dalam bentuk jaringan. Jaringan tercipta melaui saluran telekomuniasi, sepertti telepon16.

Internet merupakan media komunikasi antarkomputer seluruh dunia yang berkecepatan tinggi dan berkapasitas besar. Seluruh server ini terhubung melalui jaringan kabell serat optik bawah laut (Backbone) antarbenua.17 Setiap regional terhubung dengan regional lain melalui jaringan yang disediakan oleh ISP atau penyedia akses internet berlangganan global.

Internet diibaratkan sebagai suatu kota elektronik berukuran besar, dimana setiap penduduk memiliki alamat atau Internet address yang dapat digunakan untuk berkirim surat atau sekedar berkunjung. Jika penduduk itu ingin pegi keliling kota, cukup dengan mnggunakan komputernya sebagai kendaraan.

Pengoperasian jaringan internet bertumpu di atas sarana telekomunikasi bisa melalui saluran telpon dan satelit. Jalur lambatnya menggunakan modem dan saluran telepon; sedangkan cepatnya

15

Ibid., h. 37 16

Michael R. Wijela. Kursus Kilat 24 Jurus Internet dan Intranet. (Jakarta : Dinastindo, 1997) h. 2.

17

Tri Hardian Satiawardana dan Zuhaidi el-Qudsy. Exploring The Cyber world Panduan Lengkap Berinternet. (Jawa Timur: MasMedia Buana Pustaka, 2008), h. 5.


(23)

menggunakan ISDN (integrated servis digital network—Cara untuk memindahkan data melalui saluran telepon yang ada)

Pengguna internet di seluruh Dunia dapat berbagi informasi dalam berbagai bentuk, ukuran, jangkauan, dan desain internet memungkinkan penggunanya untuk :

a. Bertukar e-mail dan file antar pengguna internet di seluruh dunia

b. Mengirimkan informasi yang bisa diakses oranng lain dan meng update-nya dengan mudah, baik berupa informasi personal maupun bisnis.

c. Mengakses informasi multimedia yang terdiri dari suara, gambar, dan video.

d. Mengakses berbagai perspektif dari belahan dunia mana pun dengan mengikuti forum dan berinteraksi di dalamnya, chatting, dan seterusnya.18

Layanan yang diberikan internet saat ini sangat beragam, dan terus diinovasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Seperti e-mail, file transfer protocol (FTP), world wide web, commerce, government, fax, e-office, e-cash, e-banking, SMS, MMS, dan sebagainya.19

3. Media Internet

Pengertian tentang media dan internet telah dijelaskan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian media internet adalah cara untuk menghasilkan dan menyampaikan materi yang menggabungkan pemakaian beberapa bentuk media (visual, audio, dan audiovisual) yang dikendalikan oleh komputer dengan menggunakan sistem saluran jaringan telekomunikasi sehingga setiap komputer pribadi yang terhubung dalam

18

Tri Hardian, Exploring The Cyber world Panduan Lengkap Berinternet, h. 5. 19

Burhan Bungin. Pornomedia: Sosiologi Media, Konstruksi Sosial, Teknologi Telematika, & Perayaan Seks di Media Massa. (Jakarta: Kencana, 2005), h.10.


(24)

jaringan tersebut dapat berkomunikasi dalam bentuk pertukaran data lateral, citra, dan suara.

C. Perilaku Seksual Remaja

1. Pengertian Perilaku Seksual

Perilaku adalah akhir dari produk sistem interaksi yang selalu berubah setiap saat. Sistem ini bersifat bio-psikososial. Perkembangannya sangat bergantung pada faktor konstutisional, pengaruh lingkungan, dan kejadian eksidential, termasuk pengalaman-pengalaman traumatik.20

Seksual memiliki asal kata “seks”. Dalam pengertian sempit, seks berarti kelamin.21 Dalam masayarakat kita, seks memiliki dua makna, seks sebagai identitas jennies kelamin (pria atau wanita) dan seks sebagai hubungan intim (senggama). Menurut J. S. Tukan, seks itu terdiri dari aspek mental, fisik, emosional, dan psikologis dalam bentuk badaniah. Dengan kata lain, apa saja yang kita lakukan sepanjang hari memiliki corak seksual.22

Sedangkan menurut Mugi Kasim, seks merupakan sumber rangsangan baik dari dalam maupun dari luar yang mempengaruhi tingkah laku syahwat, yang bersifat kodrati.23 Berdasarkan definisi tersebut, yang termasuk dalam pengertian seks mencakup alat kelamin, anggota tubuh,

20

Sawitri Supardi Sadarjoen, Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual. (Bandung: PT. Refika Aditama,2005), h. 108.

21

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka), Cet. Ke-11 h. 796.

22

Johan Suban Tukan, Pendidikan Seksualitas (Bunga Rampai), (Jakarta: PKK-KAJ, 1984), h. 2.

23

M. Kasim Mugi Amin, Kiat Selamatkan Cinta, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997), h. 38.


(25)

dan ciri-ciri badaniah lainnya yang membedakan antara laki-laki dan perempuan, kelenjar-kelenjar, dan hormon-hormon dalam tubuh yang mempengaruhi bekerjanya alat kelamin, proses pembuahan, kehamilan, dan kelahiran.24

Sementara itu, seksual atau seksualitas adalah topik yang lebih luas dari seks. Tidak hanya masalah identitas atau hubungan intim saja, akan tetapi juga mencakup segala aspek kehidupannya yang berkaitan dengan gendernya. Menurut Wahyuni Kristinawaty Psi., Msi, seorang pemerhati perkembangan anak yang juga Dosen Fakultas Psikologi UKSW dalam harian Seputar Indonesia mengatakan bahwa

“seksualitas mencakup identitas seksual (menjadi pria atau wanita), peran seksual (bagaimana membangun relasi dengan orang lain, menjadi feminism atau maskulin), orientasi seksual (pada siapa kita tertarik), perilaku seksual (bagaimana mengekspresikan seksualitas dalam hubungan dengan orang lain, baik sesama maupun lawan jenis), serta nilai seksual (apa yang kita percayai benar atau salah, dapat diterima atau tidak dapat diterima, apa yang boleh dan tidak boleh)”.25

Sedangkan pengertian perilaku seksual menurut Sarlito W. Sarwono adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai dengan tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek

24

Suraji dan Sofia Rahmawatie, Pendidikan Seks Bagi Anak: Panduan Keluarga Muslim. (Yogyakarta: Pustaka Fahima, 2008), h. 56.

25

Kristinawaty , “Pendidikan Seks bagi anak,” Harian Seputar Indonesia. 6 November 2007, h. 34.


(26)

seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri.26

2. Pengertian Remaja

Remaja atau dalam istilah lainya adalah adolescence berasal dari kata Latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti ”tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”.27 Masa remaja berada diantara masa anak-anak dan dewasa, periode remaja adalah periode transisi secara biologis, psikologis, sosiologis dan ekonomi pada individu.

Pada tahun 1974, WHO memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria, yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi. Maka lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut :

a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

b. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.

c. Terjadi peralihan dari ketergantungan social-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relative lebih mandiri.28

Pengertian adolescence atau remaja dalam arti lebih luas mencakup kematangan mental, emosional, social, dan fisik yang oleh Piaget dijelaskan: “secara psikologis, masa remaja adalah usia saat individu

26

Sarlito Wirawan Sarwono. Psikologi Remaja. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 142.

27

Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 1996), edisi Lima, h. 206

28


(27)

berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dirinya di bawah orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak”.29 Batasan Usia Remaja ;

Secara umum masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut :

1) Masa Remaja Awal (12-15 tahun)

Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak bergantung pada orang lain. Fokus dari tahapan ini adalah penerimaan terhadap bentuk dan kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya.

2) Masa Remaja Pertengahan (15-18 tahun)

Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berfikir yang baru. Teman sebaya masih memiliki peran yang sangat penting. Namun individu sudah mampu mengarahkan diri sendiri. Pada masa ini, remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan impulsif, dan membuat keputusan-keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan vokasional yang ingin dicapai. Selain itu, penerimaan dari lawan jenis menjadi sangat penting.

3) Masa Remaja Akhir (19-22 tahun)

29

Zahrotun Nihayah, Fadhilah Suralaga, dan Natris Idriyani, Psikologi Perkembangan Tinjauan Psikologi Barat dan Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h.106.


(28)

Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa. Selama periode ini remaja berusaha memantapkan tujuan vokasional. Keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok teman sebaya dan orang dewasa, juga menjadi cirri dari tahap ini. 30

Sedangkan WHO menetapkan batasan usia remaja adalah 10-20 tahun. Walaupun penetapan tersebut berdasarkan pada usia kesuburan (fertilitas) wanita, batasan tersebut berlaku juga pada remaja laki-laki. WHO membagi kurun usia tersebut dalam dua bagian, yaitu remaja awal.

3. Perilaku Seksual Remaja

Perilaku seksual manusia termasuk pada masa remaja bukan hanya cerminan rangsangan hormon semata, melainkan menggambarkan juga hasil saling pengaruh antara hormon dan pikiran. Pikiran itu sendiri dipengaruhi oleh pengalaman, pendidikan, dan budaya. Sehingga walaupun dorongan seksual itu bersifat biologis, namun pola perilaku seksual seseorang dipengaruhi oleh tata nilai dan adat istiadat yang berbeda-beda sesuai dengan etnis, agama, dan status sosio ekonominya.

Perilaku seksual pada manusia bukanlah hal yang sederhana dan hanya dipengaruhi oleh hormon semata. Erikson mengungkapkan bahwa perilaku seksual merupakan faktor penentu terhadap sekresi hormon dan sekaligus juga merupakan motor utamanya, yang kemudian diikuti oleh

30

Hendriati Agustiani. Psikologi Perkembangan: Pendekatan Ekologi kaitannya dengan konsep diri dan penyesuaian pada remaja. (Bandung: Refika Aditama, 2006) h.29


(29)

efek-efek hormon tersebut terhadap tubuh.31 Dengan kata lain, perilaku itu sendiri mempengaruhi produksi dan kegiatan hormon.

Berbagai perilaku seksual pada remaja yang belum saatnya untuk melakukan hubungan seksual secara wajar antara lain dikenal sebagai : a. Masturbasi atau onani yaitu suatu kebiasaan buruk berupa manipulasi

terhadap alat genital dalam rangka menyalurkan hasrat seksual untuk pemenuhan kenikmatan yang seringkali menimbulkan goncangan pribadi dan emosi.

b. Berpacaran dengan berbagai perilaku seksual yang ringan seperti sentuhan, pegangan tangan sampai pada ciuman dan sentuhan-sentuhan seks yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual.

c. Berbagai kegiatan yang mengarah pada pemuasan dorongan seksual yang pada dasarnya menunjukan tidak berhasilnya seseorang dalam mengendalikannya atau kegagalan untuk mengalihkan dorongan tersebut ke kegiatan lain yang sebenarnya masih dapat dikerjakan.

Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu muncul pada remaja, oleh karena itu bila tidak ada penyaluran yang sesuai (menikah) maka harus dilakukan usaha untuk memberi pengertian dan pengetahuan mengenai hal tersebut.

31

Kartono Mohamad, Kontradiksi dalam kesehatan reproduksi, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1998), h. 17.


(30)

A. Gambaran Geografis Desa Cisetu

Desa Cisetu adalah salah satu desa di Kecamatan Rajagaluh Kabupaten Majalengka Provinsi Jawa Barat yang mempunyai luas wilayah 132.003 Hektar.

Berdasarkan data kependudukan Desa Cisetu, batas-batas administratif pemerintahan Desa Cisetu Kecamatan Rajagaluh sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Desa Parakan dan Desa Trajaya Kecamatan Rajagaluh.

b. Sebelah Timur : Desa Cipinang. c. Sebelah Selatan : Desa Rajagaluh.

d. Sebelah Barat : Desa Tanjungsari Kecamatan Sukahaji1.

Dilihat dari topografi dan kontur tanah, Desa Cisetu Kecamatan Rajagaluh secara umum berupa tanah daratan dan persawahan. Berdasarkan data kependudukan desa Cisetu, kondisi geografis desa Cisetu adalah sebagai berikut :

Desa Cisetu Kecamatan Rajagaluh secara umum berupa tanah daratan dan persawahan.yang berada pada ketinggian antara 500 M s/d 600 M di atas permukaan air laut dengan suhu rata-rata berkisar antara 200 s/d 300 Celcius. Desa Cisetu terdiri dari lima RW dan Dua Puluh Tiga RT. Orbitasi dan waktu tempuh dari ibukota kecamatan 1 km2 dengan waktu tempuh 5 menit dan dari ibukota kabupaten 14 km2 dengan waktu tempuh 40 menit.2

1

Pemerintah Kabupaten Majalengka Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Profil Kependudukan Desa Cisetu Kecamatan Rajagaluh, 2009.

2 Ibid.,


(31)

B. Gambaran Ekonomi, Pendidikan, dan Keagamaan Desa Cisetu

Berdasarkan Profil Kependudukan Desa Cisetu tahun 2009, jumlah seluruh penduduk Desa Cisetu adalah 3914 orang. Berdasarkan jenis kelamin, penduduk laki-laki berjumlah 1925 orang dan penduduk perempuan berjumlah 1989 orang yang kesemuanya berstatus kewarganegaraan Indonesia.

Berikut adalah data penduduk Desa Cisetu berdasarkan Profil Kependudukan Desa Cisetu Kecamatan Rajagaluh, 2009 tentang jenis pekerjaan, status pendidikan, dan agama atau penganut kepercayaan:

Tabel 1

Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis/status Pekerjaan

Je nis Pe ke rja a n Jum la h p e nd ud uk

Jum la h d a la m

p e rse nta si

Be lum/ tid a k b e ke rja 641 o ra ng 16,38%

p e la ja r/ ma ha siswa 421 o ra ng 10,76% Pe g a wa i Ne g e ri Sip il 31 o ra ng 0,79%

Pe ta ni/ p e rke b una n 398 o ra ng 10,17% wira usa ha la innya 2423 o ra ng 61,13%

Jum la h 3914 100%

Sumber : Profil Kependudukan Desa Cisetu Kecamatan Rajagaluh, 2009

Dari data tersebut diketahui bahwa jumlah pelajar dan mahasiswa di Desa Cisetu hanya sekitar sepuluh persennya saja atau sekitar empat ratus dua puluh satu orang dari dari tiga ribu Sembilan ratus empat belas orang.


(32)

Sedangkan komposisi penduduk remaja berdasarkan status pendidikan yang sesuai dengan kriteria subjek penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 2

Komposisi Penduduk Berdasarkan Status Pendidikan

Status pendidikan Jumlah penduduk Jumlah dalam

persentasi

SLTP/sederajat 301 orang 7,69%

SLTA/sederajat 231 orang 5,9%

Diploma I/II 53 orang 1,35%

Jumlah 585 orang 14,94%

Sumber : Profil Kependudukan Desa Cisetu Kecamatan Rajagaluh, 2009

Dari tabel di atas, diketahui bahwa remaja yang berstatus pendidikan SLTP dan atau sederajat lebih banyak dibandingkan dengan berstatus SLTA dan Diploma I/II.

Sedangkan untuk komposisi penduduk berdasarkan agama atau penganut kepercayaan, warga Cisetu seluruhnya atau seratus persen beragama Islam3.

C. Sarana Pendidikan dan Tempat Ibadah

Di Desa Cisetu terdapat Taman Kanak-kanak dan beberapa Tempat Pengajian Alquran (TPA), tiga sekolah dasar dan satu sekolah menengah pertama yaitu TK Budi Asih, SDN Cisetu I, SDN Cisetu II, SDN Cisetu III, dan SMP 3 Rajagaluh. Sarana pendidikan formal lainnya yaitu

3 Ibid.,


(33)

madrasah ibtidaiah, pesantren yang di isi oleh santri-santri dari desa Cisetu dan dari luar desa atau bahkan luar kecamatan. serta terdapat surau di tiap RT. Mesjid raya Desa Cisetu yang terdapat bersebelahan dengan kantor kepala desa menjadi pusat kegiatan peribadatan di desa Cisetu4.

D. Gambaran Umum Remaja Desa Cisetu

Seperti yang tertera dalam keterangan di atas, remaja Desa Cisetu seluruhnya beragama Islam. Sebagian besarnya beraktifitas sebagai pelajar dan sebagian kecil memilih untuk bekerja. Bagi remaja pria yang tidak meneruskan sekolah ke tingkat lanjutan atas atau setara SMA, mereka bekerja pada orang lain sebagai buruh pedagang kredit di kota-kota atau ke daerah lain. Sebagaian yang telah sukses dalam pekerjaannya itu, mereka telah memiliki modal sendiri dan memiliki beberapa anak buah sedangkan yang lainnya bekerja di bidang usaha bibit-bibitan tanaman. Sedangkan bagi remaja wanita, mayoritas meneruskan sekolah ke tingkat lanjutan atas, hanya sebagian kecil saja yang tidak sanggup meneruskannya dan bekerja membuat anyaman bakul atau bekerja di toko-toko/toserba terdekat atau memutuskan untuk segera menikah dan menjadi ibu rumah tangga.

Jumlah remaja atau kelompok usia strata pendidikan SMP – SMA – Perguruan Tinggi adalah berjumlah 771. Dengan uraian sebagai berikut:5

4

Pemerintah Kabupaten Majalengka Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Profil Kependudukan Desa Cisetu Kecamatan Rajagaluh, 2009

5 Ibid.,


(34)

Tabel 3

Kelompok Penduduk Berdasarkan Usia Strata Pendidikan

No. Kelompok umur strata

pendidikan Jumlah penduduk

1 13-15 tahun 268 orang

2 16-18 tahun 221 orang

3 19-23 tahun 282 orang

Jumlah 771 orang

Sumber : Profil Kependudukan Desa Cisetu Kecamatan Rajagaluh, 2009

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa kelompok usia antara 19 sampai 23 tahun atau strata pendidikan Diploma I/II menempati jumlah terbanyak dibandingkan dengan kelompok usia strata SMP dan SMA.


(35)

BAB IV

TEMUAN PENELITIAN DAN ANALISA DATA

A. Deskripsi Informan

Setelah pengambilan data melalui metode wawancara, maka selanjutnya data yang diperoleh harus dianalisis sehingga dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini. Proses analisis data ini dilakukan dengan menjelaskan gambaran umum subjek penelitian yang kemudian dilanjutkan dengan analisis data.

Dalam penelitian ini, ada 8 orang yang menjadi informan atau subjek penelitian yaitu remaja Desa Cisetu dengan batasan usia 15-19 tahun dan berjenis kelamin laki-laki. Nama-nama subjek penelitian ini menggunakan inisial, dikarenakan untuk menjaga kerahasiaan subjek.

Untuk waktu dan tempat wawancara, penulis bersepakat dengan para informan, bahwa seluruh informan bersedia diwawancara pada tanggal 25 April 2010, pada sore hari di sebuah pos ronda dekat tempat biasa mereka berkumpul.

Seluruh subjek adalah berjenis kelamin laki-laki, penulis memilih salah satu kelompok remaja di Desa Cisetu kemudian mengadakan pendekatan dan menjelaskan kepada mereka tentang penelitian ini. Setelah melakukan hal tersebut, didapat delapan remaja pria yang bersedia menjadi informan, sedangkan dari pihak perempuannya, penulis tidak mendapatkan


(36)

informan dari pihak perempuannya, dengan alasan bahwa mereka tidak bersedia menjadi informan. Karena untuk menjadi informan harus tidak adanya keterpaksaan, maka penulis tidak mendapatkan informan perempuan.

Tabel 4

Data singkat informan

No. Nama Usia Agama Pendidikan

terakhir Aktifitas

Jenis Kelamin

1 E K 18

tahun Islam SMK Pelajar Laki-laki

2 R R 15

tahun Islam SMP Pelajar Laki-laki

3 A Z 18

tahun Islam SMA Pelajar Laki-laki

4 I 16

tahun Islam SMP Pelajar Laki-laki

5 R N 15

tahun Islam SMP Pelajar Laki-laki

6 A S 17

tahun Islam SMP Bekerja Laki-laki

7 R H 18

tahun Islam SMP Bekerja Laki-laki

8 H P 18

tahun Islam SMA Bekerja Laki-laki

1. E K (18 tahun)

Remaja pria ini yang baru saja menyelesaikan pendidikan SMA mengaku sering mengakses situs pornografi terutama film porno.

“..ya, handphone saya suka dipakai buat mengakses porno, terutama mengakses gambar porno dan menyimpan koleksi film porno dari internet atau lewat Bluetooth..”.1

1


(37)

E K mengenal pornografi di internet sejak kelas 3 SMP dan menghabiskan waktu sekitar 2 jam di internet dengan intensitas waktu 2-4 kali dalam seminggu.

“…ya kalau mengakses internet bisa sampai dua jam juga dan dalam seminggu bisa dua sampai tiga kali, tapi tidak semuanya saya akses untuk melihat porno…”.2

E K mengaku sering berfantasi erotis, hampir setiap malam sebelum tidur, namun jarang melakukan onani hanya sekitar satu kali dalam seminggu.

“…Kalau melakukan onani, jarang paling ya sekitar seminggu sekali, kadang lebih dan kadang tidak, tapi ya, sekitar seminggu sekali lah saya melakukannya. Kalau melakukan fantasi erotis, ya sering sekali, hampir tiap malam, sebelum tidur..”3

Jika sedang berduaan dengan pasangannya mereka sering melakukan ciuman dan pelukan,. Namun diantara perilaku lainnya, E K lebih sering melakukan ciuman.

“…Melakukan pelukan dan ciuman dengan pasangan pun sering. Bercumbu dan bersetubuh saya tidak pernah melakukannya. Namun seringnya ciuman…”

Pemuasan nafsu seksual setelah mengakses pornografi adalah menghubungi atau menemui pasangannya. E K merasa lebih terpengaruh oleh film porno dibandingkan dengan gambar atau artikel porno.

2. R R (15 tahun)

2

Wawancara Pribadi dengan E K, Cisetu, tanggal 25 April 2010 3


(38)

Remaja berusia lima belas tahun ini telah mengenal pornografi sejak kelas dua SMP dari teman-temannya.

“…Saya mengenal pornografi internet sejak kelas dua SMP dari teman-teman saya…”4

R R menghabiskan waktu 1-2 jam di warnet dan sekitar setengah jam untuk mengakses pornografi.

“…Pengertian pornografi saya tidak tahu, tapi pornografi internet adalah pornografi yang ditayangkan oleh media internet. Bentuk-bentuk pornografi yang ada di internet yang saya tahu adalah gambar porno dan film porno sedangkan bahayanya saya tidak tahu…”5

Sedangkan tentang dampak dari pornografi ia tidak bisa menyebutkannya. Bentuk pornografi yang sering diakses adalah gambar porno. Artikel porno tidak pernah ia akses.

“…Pornografi yang sering saya akses di internet adalah gambar porno dan film porno dan yang lebih sering saya akses adalah gambar porno…”6

R R memilliki koleksi gambar dan film porno, namun koleksi gambar porno lebih banyak dibandingkan dengan koleksi film porno.

Ketika ditanya tentang bentuk perilaku seksual, R R hanya menyebutkan bahwa bentuk perilaku seksual adalah ciuman saja. R R mengaku jarang melakukan onani dan hanya melakukan sekitar 2 kali dalam seminggu. R R belum pernah melakukan ciuman, pelukan, rabaan, apalagi bercumbu, ia hanya pernah bergandengan tangan dengan

4

Wawancara pribadi dengan R R, Cisetu, 25 April 2010 5

Wawancara pribadi dengan RR, Cisetu, 25 April 2010 6


(39)

pasangannya. Setelah melihat pornografi R R sering berfantasi erotis dan terkadang melakukan onani. Walaupun ia R R lebih sering mengakses gambar porno, tapi ia merasa lebih terpengaruh oleh film porno.

3. A Z (18 tahun)

A Z yang tercatat sebagai pelajar kelas 3 SMA ini belum pernah mengakses artikel porno dan bentuk pornografi lainnya, ia hanya mengakses gambar dan film porno saja. Namun ia lebih suka film porno karena lebih detail dan lebih nyata.

“…Pornografi yang pernah saya akses di internet adalah gambar dan film porno dan yang lebih sering saya akses di internet adalah film porno, karena film porno lebih jelas dan lebih nyata, lagipula untuk mendownloadnya tidak susah …”7

A Z tidak memiliki komputer pribadi namun memiliki laptop keluarga dengan layanan internetnya, A Z pernah memakainya untuk mengakses pornografi. A Z mengenal pornografi internet sejak kelas 1 SMA. ia mencari sendiri namun mengetahui alamat situs porno dari teman-temannya. Ia bisa menghabiskan waktu untuk internetan di warnet sekitar 1-2 jam.

A Z pun mengetahui tentang perilaku seksual. Dalam menyalurkan hasrat seksualnya setelah mengakses pornografi, ia kerap berfantasi erotis, namun lebih sering menghubungi pasangannya atau menemui pasangannya. Saat berdua dengan pasangannya, mereka kerap melakukan

7


(40)

rabaan dan ciuman. AZ pun mengaku telah melakukan beberapa kali persetubuhan dalam melepas hasrat seksualnya.

“…Semuanya itu sudah pernah saya lakukan semua. melakukan onani sekitar 2-3 kali seminggu namun lebih seringnya hanya membayangkan melakukan seksual saja, tidak sampai melakukan masturbasi. Saya juga pernah melakukan pelukan, rabaan, bercumbu, bahkan pernah juga beberapa kali melakukan ML…”8

4. I (16 tahun)

Remaja yang berusia 16 tahun ini tidak mengetahui pengertian pornografi dan mengetahui bentuk-bentuk pornografi sebatas gambar porno dan film porno saja. Sedangkan menurutnya, bahaya pornografi adalah bisa menimbulkan penyakit menular seksual. I yang juga masih tercatat sebagai murid kelas 3 SMP ini sering mengakses film porno dan memiliki koleksinya di handphone. I mengaku sering mengakses pornografi di warnet terutama di warnet yang tertutup. Ia telah mengenal pornografi internet sejak kelas 2 SMP dari teman-temanya. I bisa menghabiskan waktu 1-2 jam di warnet dengan intensitas waktu 3 kali dalam seminggu.

Dalam pengakuannya ia menuturkan bahwa ia jarang melakukan onani hanya 1 kali dalam seminggu, berfantasi erotis pun jarang, hanya jika ketika mengakses pornografi saja. Dalam memuaskan hasrat seksualnya setelah mengakses pornografi, ia kerap berfantasi erotis kemudian menghubungi atau menemui pasangannya. jika berpacaran, I

8


(41)

sering melakukan pelukan dan rabaan, namun lebih sering melakukan ciuman. Bercumbu dan bersetubuh dilakukan tergantung kondisi yang ia anggap memungkinkan. Karena kerap mengakses film-film porno, I mengaku meniru gaya-gaya dari film-film porno yang telah ia lihat dalam melakukan relasi seksual dengan pasangannya.

5. R N (15 tahun)

RN yang masih tercatat sebagai murid kelas tiga SMP ini tidak mengetahui pengertian pornografi namun mengetahui bentuk-bentuknya, hanya saja ia menyebutkan dua macam, yaitu gambar porno dan film porno. Yang sering ia akses adalah film karena ia menganggap film porno gampang untuk ditiru.

”... Pornografi di internet yang pernah saya akses atau ditonton adalah gambar dan film porno saja. Yang lainnya saya tidak pernah mengakses. Yang lebih sering di akses adalah film porno. Karena film porno gampang ditiru, lebih nyata, lebih jelas, dan lebih membangkitkan hasrat seksual saya…”9

R N telah mengenal pornografi sejak SD, namun mengenal pornografi di internet sejak kelas 2 SMP. R N telah mengetahui bentuk-bentuk perilaku seksual.

“…Kalau pelukan sih pernah, pegangan tangan sering. Kalau ciuman dan rabaan, tidak pernah apalagi bercumbu atau bersetubuh. Namun yang lebih sering saya lakukan dengan pasangan saya adalah pelukan…”10

9

Wawancara pribadi dengan R N, Cisetu, 25 April 2010. 10


(42)

Dalam menyalurkan hasrat seksualnya setelah mengakses pornografi, R N kerap melakukan fantasi erotis dan terkadang melakukan onani. Dalam pengakuannya, ia melakukan onani sekitar 1-2 kali dalam seminggu.

6. A S (17 tahun)

A S tidak mengerti tentang pengertian pornografi namun ia menyebutkan bentuk-bentuk pornografi adalah film porno dan gambar porno. Yang sering diakses oleh A S adalah film porno karena film menurut dia bisa langsung dilihat secara nyata dan lebih jelas.

”… Yang saya akses di internet hanya gambar porno dan film porno dan yang paling sering diakses adalah film porno. Karena film porno bisa langsung dilihat, sangat menyenangkan, lebih nyata, dan lebih detail jadi hasrat seksual saya jadi bangkit…”11

A S adalah penjaga warung internet (warnet) sehingga ia memiliki komputer khusus untuk dirinya dengan memiliki layanan internet. Pemilik warnet tidak memeriksa isi komputer A S, sehingga A S bebas mengakses pornografi. Ia telah mengenal pornografi internet sejak kelas 2 SMP dari teman-temannya.

Ia tidak mengetahui pengertian perilaku seksual namun mengetahui bentuk-bentuk perilaku seksual. Menurut pengakuannya, ia melakukan persetubuhan hingga 2-3 kali dalam seminggu.

“…Saya tidak melakukan masturbasi, memang sih saya sering berkhayal melakukan hubungan seksual, tapi tidak pernah sampai melakukan onani. Kalau pelukan ciuman, bercumbu, bahkan sampai

11


(43)

melakukan penetrasi pun saya sering. Namun saya tidak melakukan masturbasi atau onani. Tapi yang lebih sering saya lakukan adalah ciuman, tiap ketemu pasti disempetkan untuk berciuman. Berhubungan badan pun sering, bisa sampai 2 atau bahkan 3 kali dalam seminggu…”12

Menurut A S, dalam menyalurkan hasrat seksualnya setelah mengakses film porno, ia menelpon pacar untuk sekedar ngobrol mesra atau pergi menemuinya dan melakukan relasi seksual.

7. R H (18 tahun)

R H yang hanya berpendidikan SLTP tidak mengetahui pengertian pornografi dan tahu bentuk-bentuknya sebatas gambar porno dan dan film porno. Yang sering diakses oleh remaja yang telah bekerja sebagai buruh dagang kredit ini adalah film porno karena ia menganggap lebih jelas, lebih nyata, dan gampang ditiru.

“…Ya artikel porno, gambar porno, dan film porno semuanya sudah pernah saya akses. Dan yang lebih sering saya tonton adalah film porno, dengan mengakses film porno, bisa lebih membangkitkan hasrat seksual, karena lebih jelas dan lebih nyata serta gampang ditirunya…”13

R H pun menyimpan koleksi film di handphone dan sering dipakai untuk melihat film porno. R H mengenal pornografi sejak SD dari teman-teman. R H lebih sering menonton film porno lewat handphone yang ia simpan hasil downloadan dari internet dan lewat kaset DVD dibandingkan dengan mengakses pornografi diwarnet. Jika menonton film porno lewat

12

Wawancara pribadi dengan A S, Cisetu, 25 April 2010 13


(44)

DVD, R H bisa menghabiskan waktu berjam-jam bahkan menurutnya bisa sampai lima jam.

R H mengaku sering melakukan onani, pelukan, ciuman, rabaan, bahkan pernah sampai bersetubuh.

“…Iya, saya pernah melakukan semua itu, kalau onani jelas sering pelukan, ciuman, bercumbu, bahkan sampai ML pun saya pernah…”14

Saat berdua dengan pasangannya, R H lebih sering melakukan ciuman. Ia mengaku melakukan persetubuhan 2 kali dalam sebulan terakhir ini. Ia pernah mengakses artikel porno di internet namun membaca buku porno sering karena ia memiliki koleksi artikel atau buku porno. Ketika mengakses pornografi, baik itu gambar porno, artikel, R H terkadang melakukan onani. namun setelah melihat film porno, segera menghubungi pasangannya untuk melakukan obrolan mesra atau bertemu untuk melakukan relasi seksual. Namun jika hal itu tidak terlaksana, maka ia langsung melakukan onani.

8. H P (18 tahun)

Remaja berusia 18 tahun ini berstatus sebagai pelajar SMA. H P suka mengakses film porno namun tidak suka gambar porno dan artikel porno, Ia tidak merasa tertarik dengan gambar dan artikel porno menurutnya gambar dan artikel pornno tidak menimbulkan rangsangan atau nafsu birahi.

14


(45)

“…Kalau saya tidak mengakses gambar porno atau yang lainnya. Pornografi di intenet yang saya akses hanya film porno saja karena bagi saya gambar porno sama sekali tidak menarik dan tidak menimbulkan gairah seksual saya…”15

H P memiliki banyak koleksi film porno. Orang tua tidak pernah memeriksa handphonenya. Ia mengenal pornografi sejak kelas 1 SMA. Untuk mengakses internet, ia bisa menghabiskan waktu 1-2 jam di warnet.

Menurut pengakuannya, ia kerap melakukan persetubuhan, tergantung pada kondisi yang mereka anggap memungkinkan untuk melakukannya.

”… Iya, saya pernah melakukan semua itu, kalau onani jelas sering, pelukan, ciuman, bercumbu, bahkan sampai ML pun saya pernah. Bahkan bisa dikatakan sering, karena saya bercumbu dengan wanita bisa sekitar dua sampai tiga kali dalam seminggu. Dan kalau kondisinya memungkinkan, maka tidak hanya melakukan cumbuan, tapi juga melakukan penetrasi..”16

Untuk menyalurkan nafsu birahi setelah melihat film porno, ia selalu berkhayal dan melakukan onani, namun jika ia merasa tidak kuat menahan nafsu ia menemui pacarnya untuk melakukan rabaan, ciuman dan sebagainya. Yang sering ia lakukan dalam pacaran adalah ciuman. H P mengaku bahwa semua gaya berpacaran atau berperilaku seksual mengikuti gaya-gaya yang ada di film porno yang ia lihat.

15

Wawancara pribadi dengan H P, Cisetu, 25 April 2010. 16


(46)

B. Analisis Pengaruh Pornografi Media internet terhadap Perilaku Seksual Remaja.

1. Pengaruh Artikel Porno Terhadap Perilaku Masturbasi, Berpelukan, Berciuman, Bercumbu, Bersenggama.

Menurut pengakuan E K dan RR, mereka hanya mengakses gambar dan film porno saja dan tidak mengakses artikel porno. Maka dari itu, tidak dapat dilihat pengaruh artikel porno dari E K dan R R karena ia pun mengakses artikel porno. Pengakuan yang dinyataka oleh R R :

“…Bentuk-bentuk pornografi yang ada di internet yang saya tahu adalah gambar porno dan film porno…”17

Sedangkan AZ mengetahui tentang adanya artikel porno,

“…Bentuk-bentuknya adalah gambar porno, artikel porno, film porno, dan game porno…”18

Namun ia tidak pernah mengakses artikel porno di internet. Begitula dengan I, ia pun tidak mengakses artikel porno, yang ia akses adalah gambar dan film porno. RN serupa dengan informan lainnya, ia hanya mengakses film porno. A S pun demikian, ia tidak mengakses artikel porno, ia hanya mengakses gambar dan film porno saja. Pengetahuannya terhadap bentuk-bentuk pornografi juga sama seperti informan lainnya yaitu sebatas gambar dan film porno sehingga ia tidak

17

Wawancara Pribadi dengan R R, Cisetu, 25 April 2010. 18


(47)

mengakses artikel porno lebih-lebih mengoleksinya. H P yang hanya mengakses film porno menyatakan dengan tegasnya bahwa ia tidak mengakses gambar porno.

“…Pornografi di intenet yang saya akses hanya film porno saja karena bagi saya gambar porno sama sekali tidak menarik dan tidak menimbulkan gairah seksual saya…”.19

Berbeda dengan informan lainnya R H mengetahui tentang artikel porno,

“…Ya artikel porno, gambar porno, dan film porno semuanya sudah pernah saya akses. Dan yang lebih sering saya tonton adalah film porno, dengan mengakses film porno, bisa lebih membangkitkan hasrat seksual, karena lebih jelas dan lebih nyata serta gampang ditirunya..”20

Namun terkadang ia pun mengakses artikel porno bahkan ia memiliki beberapa buku dan majalah yang memuat artikel-artikel porno. Menurut pengakuannya, ketika ia mengakses artikel porno atau membaca artikel porno ia sering berfantasi erotis sesuai dengan yang diceritakan dalam artikel tersebut, setelah membacanya ia selalu berkhayal atau berfantasi erotis namun juga terkadang melakukan onani. Hanya saja pengaruhnya terhadap perilaku masturbasi tidak begitu kuat karena ia tidak selalu melakukannya setelah membaca artikel porno, namun selalu berfantasi erotis. Untuk perilaku berpelukan, ciuman, bercumbu, dan bersetubuh tidak terpengaruh oleh artikel porno yang ia akses atau baca.

19

Wawancara Pribadi dengan H P, Cisetu, 25 April 2010. 20


(48)

Artikel porno di internet ternyata tidak begitu di gemari oleh para subjek penelitian. Bentuknya yang hanya tulisan saja dan harus membaca tulisan tersebut membuat para informan tidak merasa tertarik terhadap artikel porno dan menghabiskan banyak waktu untuk membacanya sedangkan biaya berinternetan terus berjalan.

2. Pengaruh Gambar Porno Terhadap Perilaku Masturbasi,

Berpelukan, Berciuman, Bercumbu, Bersenggama.

E K jarang mengakses gambar porno di internet yang sering ia akses adalah film porno.

“…Pornografi yang saya akses di internet hanya gambar porno dan film porno saja. Saya tidak mengakses artikel porno. Dan yang lebih sering saya tonton adalah film porno…”.21

Namun ketika ia mengakses gambar porno ia suka berfantasi erotis dan terkadang melakukan masturbasi. Untuk pemuasan nafsu birahinya setelah mengakses gambar porno, ia berhasrat menemui pasangannya untuk melakukan pelukan dan ciuman. Namun, menurut pengakuannya gambar porno tidak begitu membuat hasrat seksualnya memuncak, hanya membuat ia berfantasi erotis dan terkadang melakukan masturbasi.

Senada dengan informan lainnya, A Z jarang mengakses gambar porno, ia lebih sering mengakses film porno, karena menurutnya lebih nyata dan lebih jelas sehingga lebih membuat ia puas. Namun ketika

21


(49)

melihat gambar porno, ia sering berfantasi erotis, bahkan ia sering melakukannya hingga melakukan masturbasi.

I pula tidak begitu menggemari gambar porno, ia lebih sering mengakses film porno. Oleh karena itu, I tidak memiliki koleksi gambar porno. Namun ketika mengakses gambar porno, I sering melakukan fantasi erotis namun tidak sampai melakukan masturbasi.

“…Nah kalau sedang mengakses gambar porno, ya sambil melakukan fantasi seksual atau berkhayal melakukan hubungan seksual dengan wanita yang ada di gambar tersebut. Namun tidak sampai melakukan onani…”.22

R N lebih menyukai film porno dibandingkan dengan gambar porno, oleh karena itu ia tidak memiliki koleksi gambar porno dan hanya memiliki koleksi film porno. namun ia pun pernah mengakses gambar porno, ketika mengakses gambar porno ia berfantasi erotis dan terkadang hingga melakukan masturbasi. Untuk melepaskan nafsu birahinya setelah mengakses pornografi, R N lebih sering befantasi dan masturbasi. Seperti yang dikatakannya :

“…Kalau pelukan sih pernah, pegangan tangan sering. Kalau ciuman dan rabaan, tidak pernah apalagi bercumbu atau bersetubuh. Namun yang lebih sering saya lakukan dengan pasangan saya adalah pelukan…”23

A S mengaku tidak mengakses gambar porno, yang ia akses di internet adalah film porno, karena ia merasa tidak tertarik dan tidak terangsang dengan gambar porno.

22

Wawancara Pribadi dengan I, Cisetu, 25 April 2010. 23


(50)

R H mengaku tidak begitu menggemari gambar porno, ia pun seperti informan lainnya, lebih sering mengakses film porno. Menurutnya, gambar porno tidak menarik dan tidak membuatnya puas. Namun ia pun pernah mengakses gambar porno. Ketika mengaksesnya ia hanya berfantasi erotis saja tidak sampai melakukan masturbasi. Namun jika dibarengi dengan mengakses film porno, ia langsung melakukan masturbasi dan kerap menghubungi pasangannya untuk melakukan pelukan, ciuman, rabaan, cumbuan, hingga berhubungan badan jika memang situasinya mereka anggap memungkinkan.

H P mengaku tidak mengakses gambar porno. HP merasa bahwa gambar porno tidak menarik, tidak membangkitkan hasrat seksualnya. Oleh karena itu, ia tidak mengakses gambar porno, hanya film porno.

R R berbeda dengan informan yang lain, RR lebih sering mengakses gambar porno dibandingkan dengan film porno apalagi artikel porno. RR mempunyai koleksi gambar porno lebih banyak dibandingkan dengan koleksi film pornonya. Menurutnya, gambar porno lebih mudah di download sehingga ia lebih sering mengakses gambar porno. Ketika mengakses gambar porno ia sering berfantasi erotis dan terkadang melakukan masturbasi. RR belum pernah melakukan ciuman, bercumbu, lebih-lebih bersenggama. Namun RR telah terbiasa bergandengan tangan dan terkadang berpelukan.


(51)

3. Pengaruh Film Porno Terhadap Perilaku Masturbasi, Berpelukan, Berciuman, Bercumbu, Bersenggama.

E K yang sejak kelas 3 SMP telah mengenal pornografi di internet, lebih tertarik mengakses film porno dibadingkan dengan gambar porno. Menurutnya film porno lebih jelas dan lebih nyata serta lebih membuatnya terangsang. Sehingga jika telah mengakses film porno, ia kerap berkhayal dan terkadang bermasturbasi. Menurut pengakuannya, dalam menyalurkan hasrat seksualnya setelah mengakses pornografi terutama film porno, E K berhasrat menemui pasangannya untuk melakukan rangsangan seksual. Saat bersama pasangannnya, E K lebih sering melakukan ciuman. Dan kerap melakukan rabaan.

R R yang lebih sering mengakses gambar porno dibandingkan dengan fim porno mengaku bahwa jika mengakses film porno, hasrat seksualnya timbul dan kerap berfantasi erotis hingga terkadang melakukan masturbasi. Namun R R jarang mengakses film porno karena menurutnya cara mendownloadnya lebih rumit diibandingkan dengan mendownload gambar porno. Ketika bersama pasangannya, R R tidak pernah melakukan ciuman, pelukan, atau rabaan. R R hanya berani sampai berpegangan tangan dengan pasangannya.

“…Kalau berkhayal melakukan hubungan seksual, saya sering namun untuk melakukan onani, saya hanya melakukannya sekitar 1-2 kali


(52)

dalam seminggu. Saya belum pernah melakukan pelukan, ciuman, dan cumbuan dengan pasangan, hanya melakukan pegangan tangan saja”.24

A Z yang mengenal pornografi internet sejak kelas 1 SMA ini mengaku bahwa ia lebih sering mengakses film porno dibandingkan dengan bentuk pornografi lainnya. Ketika ia mengakses pornografi ia selalu berfantasi erotis hingga masturbasi. Seperti informan lainnya, jika setelah mengakses pornografi, terutama film porno AZ pun berhasrat untuk melakukan rangsangan seksual dengan pasangannya. Ia kerap melakukan ciuman, rabaan, bercumbu, dan terkadang melakukan persetubuhan. Namun menurut pengakuannya, jika telah mengakses film porno, AZ lebih sering ingin melakukan ciuman dengan pasangannya dan masih menurut penjelasannya, AZ lebih sering melakukan ciuman dengan pasngannya.

I lebih menyukai film porno dibandingkan dengan bemtuk pornografi lainnya. Oleh karena itu, ia memiliki banyak koleksi film porno di Hp pribadinya baik itu hasil downloadan dari internet maupun dari teman-temannya melalui layanan bluetooth. ia pun kerap berfantasi erotis saat mengakses film porno hingga melakukan masturbasi. dalam memuaskan hasrat seksualnya setelah mengakses film porno, I kerap berfantasi erotis hingga masturbasi, namun jika waktunya memungkinkan, I akan menemui pasangannya untuk melakukan rangsangan seksual. Yang

24


(53)

kerap ia lakukan bersama pasangannya adalah pelukan, ciuman, dan rabaan. Namun menurutnya yang lebih sering dilakukan adalah ciuman. Dalam memuaskan hasrat seksualnya, I pun pernah melakukan persetubuhan dan ia mengaku terinspirasi oleh film-film yang telah ia tonton atau diakses.

R N mengaku lebih sering mengakses film porno dibandingkan dengan bentuk pornografi lainnya. Koleksi filmya pun ia simpan di hp. Dengan mengakses film porno, ia menjadi berfantasi erotis dan melakukan masturbasi. Dengan mengakses film porno ia pun terkadang berhasrat menemui pasangannya, namun yang sering ia lakukan dengan pasangannya adalah berpegangan tangan dan berpelukan sedangakan perilaku seksual lainnya seperti berciuman, bercumbu, dan bersetubuh tidak pernah ia lakukan.

A S mengaku bahwa film porno lebih jelas dan lebih nyata dan gampang untuk ditiru. Ia tidak mengakses gambar dan artikel porno, ia hanya mengakses film porno. Walaupun ia sering mengakses film porno, AS mengaku tidak pernah melakukan onani, jika sedang mengakses film porno, ia hanya berfantasi erotis dan untuk memuaskan nafsunya ia langsung menelpon pasangannya atau segera menemui pasangannya :

“…Saya tidak melakukan masturbasi, memang sih saya sering berkhayal melakukan hubungan seksual, tapi tidak pernah sampai


(54)

melakukan onani. Kalau pelukan ciuman, bercumbu, bahkan sampai melakukan penetrasi pun saya sering…”.25

Yang sering ia lakukan dengan pasangannya adalah berpelukan dan berciuman. Diantara informan-informan lainnya AS adalah informan yang lebih sering melakukan persetubuhan. Menurut AS, ia melakukan persetubuhan hingga 2 kali seminggu dan AS mengaku meniru filfilm yang telh ia tonton.

R H yang telah mengenal pornografi sejak SD ini mengaku sering mengakses film porno. Hp yang ia miliki mempunyai layanan internet dan ia gunakan untuk mengakses pornografi. Namun menurut pengakuannya, R H lebih sering mengakses pornografi di Hp dan menonton film porno lewat DVD dibandingkan dengan di warnet. Menurutnyanya, mengakses di hp atau menonton lewat DVD lebih praktis dibandingkan dengan di warnet, namun jika ia ingin mengakses film porno yang baru ia akan mengaksesnya di warnet. Jika ia mengakses film porno, hasrat seksualnya timbul dan kemudian ia melakukan fantasi seksual hingga melakukan masturbasi. Dalam memuaskan hasrat seksualnya, selain melakukan masturbasi, R H pun kerap menemui pasangannya untuk melakukan relasi seksual. Perilaku seksual yang kerap ia lakukan bersama pasangannya adalah berpelukan, berciuman, bercumbu, dan jika menurutnya kondisinya memungkinkan, mereka melakukan persetubuhan.

25


(55)

H P juga menyatakan bahwa ia tidak mengakses gambar atau artikel porno, ia hanya mengakses film porno saja. Ia pun mengoleksi banyak film porno di handphonenya. HP merasa tidak tertarik dan tidak terangsang oleh gambar dan artikel porno. Namun jika telah mengakses film porno, ia merasa terangsang sehingga ia berfantasi erotis sampai melakukan onani, tak jarang ia pun menemui pasangannya dan melakukan aktifitas seksual seperti berpelukan, berciuman, hingga rabaan. Dalam pengakuannya, ia telah melakukan persetubuhan dalam memuaskan hasrat seksualnya setelah seringnya mengakses pornografi.

4. Bentuk Pornografi Internet Yang Paling Berpengaruh Terhadap Perilaku Seksual Remaja.

Untuk memudahkan pembaca dalam mengetahui materi pornografi apa saja yang mereka akses dan apa pengaruhnya, penulis membuat tabel analisis tentang pengaruh pornografi terhadap perilaku seksual berdasarkan keterangan dari para informan.


(56)

Tabel 5

Tabel analisis pengaruh pornografi terhadap perilaku seksual

Jenis pornografi yang mempengaruhi Jenis pengaruh Informan (inis ial) arti kel gam

bar Film

Ona ni pelu kan Ciu man Bercum bu bersetu buh

R R - √ √ √ - - - -

R N - √ √ √ √ - - -

E K - √ √ √ √ √ - -

A Z - √ √ √ √ √ √ √

A S - √ √ - √ √ √ √

R H √ √ √ √ √ √ √ √

I - √  √  √  √  √  √  √ 

H P - - √  √  √  √  √  √ 

Jum

lah 1 7 8 7 7 6 5 5

Dari data analisis tersebut diketahui bahwa pornografi internet yang sering dan yang digemari oleh para informan adalah film porno. Dari ke-delapan informan, semuanya mengakses dan menggemari film porno. Peringkat kedua yaitu gambar porno. Dari kedelapan informan, hanya satu informan yang tidak mengakses gambar porno. Peringkat ke-tiga yaitu artikel porno, hanya satu dari delapan informan saja yang mengakses artikel porno.


(57)

Alasan dari para informan yang lebih menggemari film porno dibandingkan dengan gambar dan artikel porno adalah karena mereka menganggap bahwa film porno lebih nyata, lebih jelas, sehingga mereka lebih terpuaskan. Alasan lain adalah bahwa film porno lebih mudah untuk mereka tiru dibandingkan dengan artikel dan gambar porno dan mereka bisa mencari gaya-gaya baru dalam bercinta. Delapan informan mengaku bahwa mereka lebih menyukai film porno dibandingkan dengan gambar porno dan artikel porno. Walaupun diantara mereka ada yang lebih banyak mengoleksi gambar porno, namun semuanya lebih menyukai mengakses film porno dibandingkan dengan bentuk pornografi lainnya.

Peringkat kedua adalah gambar porno. Gambar porno lebih mudah di akses dari pada film porno, hanya dengan meng-Klik saja gambar yang ada di situs porno tersebut, gambar porno akan tampil dengan ukuran penuh. Tidak seperti film porno yang harus menunggu unduhan file film tersebut, belum lagi yang terkadang gagal dalam mengunduh file tersebut. Terkadang dalam mengakses film porno, harus menjadi member terlebih dahulu dan mengharuskan untuk membayar premium. Gambar porno lebih mudah diakses bahkan bisa dengan mudahnya diunduh lewat telepon genggam yang memiliki layanan internet. Beberapa dari informan mengunduh gambar porno dari telepon genggamnya.

Selanjutnya adalah artikel porno yang hanya satu dari delapan informan yang mengakses artikel porno. Artikel porno dianggap tidak


(58)

menarik oleh para informan karena mereka menganggap artikel porno tidak membuat mereka terangsang karena itu merupakan tulisan-tiulisan saja dan mengharuskan untuk membacanya, sedangkan gambar atau film porno bisa langsung dilihat dan dinikmati.

Semua informan mengaku bahwa mereka lebih menyukai film porno dibandingkan dengan bantuk pornografi lainnya. Mereka lebih sering mengakses film porno, dari kedelapan informan, hanya satu yaitu R R yang lebih sering mengakses gambar porno dibandingkan dengan film porno. Pendapat mereka tentang film porno senada, yaitu menurut mereka bahwa film porno lebih jelas, lebih nyata, lebih detail, dan gampang untuk ditiru. Pengaruhnya pun lebih terasa dibandingkan dengan artikel dan gambar porno, dengan melihat film porno, hasrat seksual mereka langsung terbangkitkan dan dorongan untuk melakukan pemuasan dorongan seksual sangat besar. Seperti yang diungkapkan oleh A S :

“…Ya tentu, kan gaya dalam berpacaran atau dalam merangsang hasrat seksual pasangan saya, mengikuti dari film-film porno yang pernah saya lihat di internet, baik itu film porno semi atau full. Dan memang saya kalau setelah mengakses pornografi terutama film porno, cara memuaskannya ya dengan melakukan rangsangan seksual dengan pasangan saya…”.26

Dari tabel analisis tersebut, diketahui bahwa jenis pengaruh yang paling banyak adalah onani. Semua informan melakukan onani dengan alasan menyalurkan hasrat seksual yang tak terbendung karena telah

26


(59)

mengakses pornografi. onani menjadi penyaluran hasrat seksual yang paling mudah mereka lakukan dibandingkan dengan melakukan relasi seksual dengan pasangannya atau dengan wanita lain.

Pengaruh lain yang satu peringkat dibawah onani adalah pelukan. Pelukan lebih dianggap lumrah oleh para remaja dalam berpacaran, mereka bisa melakukannya didepan teman-temannya atau bahkan di tempat umum. Jika mereka ingin melakukan relasi seksual dengan pasangannya setelah mengakses pornografi, maka Perilaku sepertti ini menjadi alternatif yang paling mudah dilakukan dalam menyalurkan hasrat seksual setelah mengakses pornografi.

Satu peringkat lebih rendah pengaruhnya adalah perilaku berciuman. Perilaku berciuman dalam berpacaran masih dianggap hal yang agak tabu untuk dilakukan karena ciuman biasanya dilakukan oleh pasangan yang sudah sangat dekat sekali. Berciuman tidak bisa dilakukan para remaja disembarang tempat, karena masyarakat masih menganggap tabu perilaku berciuman dalam berpacaran. Para informan harus mencari tempat yang aman untuk melakukannya.

Dalam penelitian ini, Bercumbu dan bersenggama adalah peringkat terakhir dalam pengaruh pornografi. Larangan agama, adat, hukum positif, hamil diluar nikah, dan penularan penyakit seksual menjadi pertimbangan para remaja untuk melakukannya. Mereka lebih memilih melakukan pelukan dan ciuman dengan pasangannya atau yang lebih mudah lagi


(1)

Dari hasil wawancara dengan para informan diketahui bahwa pengetahuan para informan terhadap pornografi masih terbilang sempit. Dari keterangan informan, mereka mengetahui bentuk-bentuk pornografi hanya sekedar gambar porno dan film porno saja hanya A Z yang mengetahui bahwa selain gambar dan film, ada juga chat sex dan game sex tapi ia pun tidak pernah mengakses itu. Sedangkan tentang bahaya-bahayanya pornografi, semua informan hanya mengetahui bahayanya secara tidak langsung. Mereka semua menyebutkan bahaya pornografi adalah bisa mengakibatkan hamil diluar nikah dan penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS, sipilis dan penyakit menular seksual lainnya.

Semua informan mengetahui bentuk-bentuk perilaku seksual. Mereka menyebutkan bahwa bentuk-bentuk perilaku seksual adalah berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, rabaan, bercumbu, dan bersetubuh. Walaupun mereka tidak mengerti pengertian atau definisi dari perilaku seksual, tetapi mereka telah mengetahui bentuk-bentuk perilaku seksual dan sebagian dari mereka telah melakukan perilaku seksual yang telah mereka sebutkan itu.

Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa memang pornografi media internet berpengaruh terhadap perilaku seksual mereka. Mereka mengaku setelah mengakses pornografi, mereka berhasrat melakukan relasi seksual dengan pasangannya, jika memang waktunya yang mereka anggap tidak mungkin untuk menemui pasangannya, mereka melakukan fantasi seksual hingga sampai melakukan onani. Namun upaya utama dalam melepas


(2)

hasrat seksual mereka setelah mengakses pornografi adalah menghubungi pasangannya dan jika tidak terlaksana maka mereka berfantasi dan melakukan onani.

B. Saran

Dalam permasalahan pornografi ini memang menjadi tanggung jawab bersama. Tidak hanya tanggung jawab orang tua, tapi juga tokoh masyarakat, aparat pemerintah, bahkan pemilik warnet dan masyarakat umum lainnya. Atas dasar temuan penelitian ini, penulis memberikan saran-saran kebeberapa pihak diantaranya adalah :

1. Kepada pemerintah setempat agar dapat mengadakan kegiatan rutin kepemudaan, baik itu dalam kegiatan olah raga, keagamaan, dan sosial, tujuannya agar para pemuda menjadi sibuk pada kegiatan-kegiatan yang positif. Alangkah lebih baiknya pemerintah bekerja sama dengan dinas kesehatan atau lembaga sosial lainnya untuk mengadakan penyuluhan tentang bahaya pornografi atau pendidikan seksual kepada masyarakat terutama para pemuda atau para remaja.

2. Kepada para orang tua agar lebih memperhatikan lagi dalam penanaman nilai-nilai keagamaan kepada anak-anaknya. Orang tua tidak dapat sepenuhnya mengawasi anak-anak, maka hal yang paling baik adalah membentengi mereka dengan nilai-nilai keagamaan agar mereka dapat secara mandiri menolak hal-hal yang bersifat buruk dan asusila. Selain penanaman nilai-nilai keagamaan, maka hal penting lainnya adalah


(3)

pengawasan. Penanaman nilai-nilai keagamaan tanpa pengawasan orang tua akan sangat riskan, tidak ada salahnya sekali-kali memeriksa secara mendadak atas isi dari hp atau komputer pribadi anak-anaknya. Penanaman nilai-nilai keagamaan kepada anak secara mendalam adalah hal yang sangat penting, karena nilai-nilai agama adalah benteng diri terhadap perilaku tidak baik, karena orang tua tidak mungkin setiap waktu dapat mengawasi perbuatan anaknya.

3. Kepada para tokoh ulama masyarakat agar dapat mengadakan acara keagamaan yang menarik bagi para remaja atau para pemuda. Acara tersebut bisa berupa perlombaan ceramah, kaligrafi, dan kegiatan agama lainnya. Bisa juga mengadakan kajian alquran dan alhadits untuk para remaja atau para pemuda, tidak hanya diadakan untuk para ibu-ibu yang kini biasa dilakukan di Desa Cisetu ini.

4. Kepada para peneliti selanjutnya yang akan mengadakan penelitian serupa agar menggunakan metode lain dalam penelitiannya agar mendapat hasil yang lebih beragam. Atau juga meneliti untuk mencari dampak lain dari pornografi.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, Hendriati. Psikologi Perkembangan: Pendekatan Ekologi kaitannya dengan konsep diri dan penyesuaian pada remaja. (Bandung: Refika Aditama, 2006).

Amin, M. Kasim Mugi. Kiat Selamatkan Cinta (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997).

Arsyad, Azhar. Media pengajaran. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997). Bungin, Burhan. Pornomedia: Sosiologi Media, Konstruksi Sosial, Teknologi

Telematika, & Perayaan Seks Di Media Massa. (Jakarta: Kencana, 2005).

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002).

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka) Cet.ke-11. Djubaedah, Neng. Pornografi & Pornoaksi Ditinjau dari Hukum Islam. (Jakarta:

Prenada Media, 2003).

Hawari, Dadang. Konsep agama (islam) menanggulangi HIV / AIDS (Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 2002).

Kristinawaty, “Pendidikan Seks bagi anak,” Harian Seputar Indonesia, 6 November 2007.

Lesmana, Tjipta. Pornografi dalam media massa. (Jakarta : Puspa Suara, 1995).

Mohamad, Kartono. Kontradiksi dalam kesehatan reproduksi (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1998).


(5)

Monks, F.J. dan Knoers, A.M.P.. Psikologi perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya. Tenerjemah, Siti Rahayu Haditomo (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2002).

Munadi, Yudhi. Media Pembelajaran: sebuah Pendekatan Baru. (Jakarta: gaung Persada Press, 2008).

Nihayah, Zahrotun. dkk. Psikologi Perkembangan Tinjauan Psikologi Barat dan Islam. (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006).

Sadarjoen, Sawitri Supardi. Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual. (Bandung: PT Refika Aditama,2005).

Sarwono, Sarlito Wirawan. Psikologi Remaja. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007).

Satiawardana, Tri Hardian dan el-Qudsy, Zuhaidi. Exploring The Cyber world Panduan Lengkap Berinternet. (Jawa Timur: MasMedia Buana Pustaka, 2008).

Singarimbun, Masri dan Efendi, Sofian. Metode Penelitian Survay (Jakarta: LP3ES, 1995), Cet. Ke-2.

Suraji dan Rahmawatie, Sofia. Pendidikan Seks Bagi Anak: Panduan Keluarga Muslim. (Yogyakarta: Pustaka Fahima, 2008).

Tukan, Johan Suban. Pendidikan Seksualitas (Bunga Rampai). (Jakarta: PKK-KAJ, 1984).

Wijela, Michael R. Kursus Kilat 24 Jurus Internet dan Intranet. (Jakarta : Dinastindo, 1997).


(6)

Yin, Robert K. Studi Kasus Desain & Metode. Penerjemah, M Djauzi Mudzakir (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004), ed. Revisi Cet, ke-5.

http://www.bkkbn.go.id/Webs/DetailBerita.php?MyID=1756 diakses tanggal 30 Juni 2010

http://www.detiknews.com/read/2008/09/16/080110/1006768/10/inilah-isi-ruu-pornografi di akses pada tanggal 29 Maret 2010.

http://www.eramuslim.com/berita/nasional/indonesia-naik-2-peringkat-pengklik-terbanyak-pornografi-di-internet.htm diakses tanggal 22 Juni 2010.

http://www.kpai.go.id/publikasi-mainmenu-33/beritakpai/144-kpai-33-anak-diperkosa-gara-gara-video-porno-ariel.html diakses tanggal 26 Juni 2010

http://www.seksehat.info/lifestyle/penyimpangan-seksual/makin-banyak-remaja-melakukan-seks-pranikah.html diakses tanggal 22 Juni 2010. http://id.wikipedia.org/wiki/Ciuman diakses tanggal 22 Juni 2010. http://id.wikipedia.org/wiki/Pelukan diakses tanggal 22 Juni 2010. http://id.wikipedia.org/wiki/Percumbuan diakses tanggal 22 Juni 2010.