Teori Tiga Wujud Budaya

Mengenai sebuah kajian ilmu atau sebuah teori, maka tidak bisa terlepas dari tokoh-tokoh yang mencetuskan kajian tersebut. Salah satunya ialah Roland Barthes,Roland Barthes 1915-1980 mengemukakan, dalam teorinya tersebut Barthes mengembangkan semiotika menjadi dua tingkatan pertandaan, yaitu tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti Yusita Kusumarini, 2006. Penulis menggunakan teori semiotik yang dikemukakan oleh Roland Barthes untuk menganalisis artefak pada altar sembahyang Dewi Kwan Im. Dalam hal ini pemaknaan artefak dikaji melalui dua aspek iyama yang makna denotatif dan makna konotatif.

2.3.2 Teori Tiga Wujud Budaya

Tindakan dan aktivitas manusia terangkai dalam suatu perbuatan yang berpola. Sebagai suatu sistem ide dan konsep dari serangkaian kerangka tindakan dan aktivitas manusia apabila dirumuskan akan tampak sebagai berikut. Talcot Parsons dan A.L Krober: 1958, demikian juga dikemukakan oleh J.J Honigmann 1959 . 1. Ideas Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma, dan peraturan. Sifat ini sesuai dengan wujud dasarnya masih Universitas Sumatera Utara merupakan sesuatu yang abstrak dan tidak dapat digambarkan secara nyata. Sebagaian masih berupa kerangka pemikiran dalam otaknya. Sebagianlain dari padanya berupa kerangka perilaku yang ideal yang memberikan corak dan jiwa serta tatanan kehidupan yang serasi, seimbang dan selaras. Sistem demikian ini tidak lain berupa tatanan norma ideal, pada beberapa masyarakat disebut sebagai adat atau adat-istiadat, bersifat umum, dan turun-menurun. Apabila dilanggar, akan menimbulkan suatu rasa yang tidak enak dalam benaknya. 2. Activities Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. Termasuk dalam kategori ini adalah tatanan manusia dalam hidup bersosialisasi dan berkomunikasi, serta bergaul di antara sesamanya. Berbeda dengan sistem budaya, wujud kebudayaan berpola ini sangatgampang dilihat bahkan dapat didokumentasikan karena ia tampak nyata dalam perilaku. 3. Artefacts Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud kebudayaan ini lebih konkret lagi dan cenderung tidak memerlukan penjelasan apa pun. Benda hasil kerajinan misalnya, dapat dirasa, disentuh dan difoto. Penulis menggunakan teori tiga wujud budaya yang dikemukakan oleh J.J. Honigmann untuk menganalisis artefak, kegiatan, dan gagasan pada altar sembahyangDewi Kwan Im. Dimulai dari artefak, kemudian aktivitas, dan terakhir adalah gagasan apa yang menyebabkan aktivitas dan munculnya artefak pada altar tersebut. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masyarakat Tionghoa adalah masyarakat yang awalnya berada di dalam wilayah budaya Cina dan migrasi ke Indonesia. Mereka secara khas disebut dengan masyarakat Tionghoa. Para imigran Tionghoa yang tersebar di wilayah Indonesia, khususnya Sumatera Utara mulai abad ke 16 sampai kira–kira pertengahan abad ke 19, sebagian besar berasal dari suku bangsa Hokkien. Mereka berasal dari Provinsi Fukien bagian selatan. Daerah itu merupakan daerah yang sangat penting dalam pertumbuhan perdagangan masyarakat China. Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar di luar Pulau Jawa dan kota metropolitan terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Di kota Medan kedatangan masyarakat Tionghoa pada awalnya adalah sebagai kuli kontrak perkebunan Belanda. Lambat laun mereka mulai menggeluti bidang perdagangan di Kota Medan. Masyarakat Tionghoa di Medan hidup berdampingan dengan suku- suku lain ,termasuk suku asli maupun suku pendatang. Seiring dengan merantaunya orang China ke Indonesia maka masuk pula kebudayaan mereka, seperti bahasa, religi, kesenian, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup, teknologi, dan sistem mata pencaharian hidupRahma Safitri, 2013. Universitas Sumatera Utara