Masyarakat Tionghoa di Kota Medan

BAB IV GAMBARAN UMUM

4.1 Masyarakat Tionghoa di Kota Medan

Medan adalah kota terbesar keempat di Negara Kesatuan Republik Indonesia, setelah Jakarta, Surabaya, Bandung. Medan adalah salah satu kota yang menjadi tujuan migrasi utama orang-orang Tionghoa di Asia Tenggara. Mereka awalnya datang ke medan sebagai buruh di perkebunan-perkebunan Belanda terutama di perusahaan tembakau Deli. Medan adalah ibukota Provinsi Sumatera Utara, yang menjadi pusat perekonomian di kawasan pulau Sumatera.Medan dan Sumatera Utara memiliki komposisi penduduk yang heterogen. Pada masa sekarang sebagian besar masyarakat Sumatera Utara, menerima cara pembagian kelompok-kelompok etnik setempat ke dalam delapan kategori, seperti yang ditawarkan oleh pemerintah Indonesia. Masyarakat Tionghoa adalah salah satu etnis yang ada di indonesia yang sebelumnya adalah etnis pendatang yang menetap dan berbaur dengan penduduk asli Indonesia. Masyarakat Tionghoa atau biasa yang disebut juga Cina menyebut diri mereka dengan istilah Tenglan Hokkien, Tengnan Tiochiu, atau Thongnyin Hakka.Orang Tionghoa atau yang disebut Tangren atau lazim disebut dengan Huaren ini adalah orang Tionghoa yang berasal dari Cina Selatan juga menyebut dirinya sebagai orang Tang, sementara orang Cina Utara menyebut dirinya sebagai orang Han. Universitas Sumatera Utara Migrasi masyarakat tionghoa ke Indonesia khususnya Medan melalui 3 gelombang. Dimana kedatangan mereka disebabkan oleh latar belakang tertentu yang datang dari negara Cina sendiri maupun Indonesia. Kedatangan gelombang pertama yaitu pada saat Belanda datang ke Indonesia. Tujuannya adalah sebagai kelompok pedagang tetapi karena beberapa faktor,kelompok tersebut akhirnya inggal dan menetap di Indonesia. Gelombang pertama ini disebut sebagai etnis Cina peranakan, dimana budaya asli mereka mulai berkurang dan mereka lebih banyak mengikuti budaya lokal. Kedatangan gelombang kedua terjadi karena faktor dari dalam yaitu pada masa eksploitasi Belanda terhadap sistem perekonomian Indonesia. Aktivitas yang dilakukan mereka yaitu sebagai pedagang perantara. Perdagangan ini dibuka oleh Belanda, khususnya kongsi dagang VOC. Pada masa itu kelompok migran Cina berpusat di Pulau Jawa sesuai dengan aktivitas VOC yang juga berpusat di Pulau Jawa. Pada masa ini, kaum pribumi sebagai penghasil dan distributor pertama yaitu Cina dan seterusnya akan diserahkan kepada distributor kedua yaitu VOC. Kedatangan masyarakat tionghoa pada gelombang ketiga karena faktor tenaga kerja yang dijadian sebagai buruh di perkebunan. Hal ini merupakan aktivitas baru bagi masyarakat Tionghoa. Mereka yang didatangkan langsung dari negeri Cina ke Medan sebagai buruh yang siap kerja di perkebunan. Orang yang bertanggung jawab penuh kepada masyarakat Tionghoa selama masa kontrak di perkebunan milik Belanda tersebut yaitu Tjong A Fei. Tjong A Fei adalah orang Tiongkok yang sangat berjasa dalam membangun Kota Medan yang pada saat itu dinamakan Deli Tua. Tjong A Fei dan kehidupan di perlebuhanlah yang mengawali aktivitas masyarakat etnis Tionghoa di Medan. Universitas Sumatera Utara Di Medan dan sekitarnya seperti Belawan, Tanjung Morawa, Binjai, Batang Kuis, orang-orang Cina lebih suka disebut dengan orang Tionghoa, yang menunjukkan makna kultural dibandingkan dengan menyebutkan orang Cina, yang lebih menunjukkan makna geografis. Namun dalam kehidupan sehari-hari kedua istilah ini sama-sama dipergunakan.Masyarakat Tionghoa di Medan dalam sehari-harinya menggunakan Bahasa Hokkian, bukan Bahasa Mandarin.Hal ini karena mereka lebih akrab dengan Bahasa Hokkian.Banyak juga masyarakat Tionghoa terutama generasi muda Tionghoa, kurang tahu Bahasa Mandarin, sehingga kedua Bahasa tersebut tetap diajarkan dan dipraktekkan. Demikian gambaran singkat tentang kedatangan orang-orang Cina ke Medan, yang sebagiannya sengaja didatangkan dari Singapura, Pulau Pinang dan Pulau Jawa untuk dipekerjakan di perkebunan Tembakau Deli Maatschappij, dan sebagian lagi sebagai imigran. Tiga sebagian di antara mereka ini ada yang menetap di daerah ini, ada yang kembali ke Republik Rakyat Cina.Namun sebagian besar menetap di daerah ini, dan sekaligus menjadi warga Negara Republik Indonesia beserta keturunannya Rahman 1986: 32-33.

4.1 Kerusuhan Mei 1998