tunggal dengan menggunakan tiga jenis pelarut. Pelarut yang digunakan terdiri dari pelarut polar metanol untuk mengekstrak senyawa polar, semi polar etil
asetat untuk mengekstrak senyawa semi polar, dan nonpolar n-heksan untuk memisahkan lemak lipid atau melarutkan senyawa nonpolar. Pelarutan
menggunakan pelarut nonpolar hasil akhirnya lebih sedikit dibandingkan dengan pelarut polar dikarenakan zat-zat bermuatan polar umumnya yang terlibat dalam
reaksi-reaksi untuk pemeriksaan kimia Rivai, 1995. Sampel segar Didemnum molle yang disimpan dalam freezer di-thawing
terlebih dahulu kemudian dipotong-potong dan dimaserasi menggunakan ketiga pelarut tersebut dengan banyak sampel yang telah dipotong-potong 50 gram pada
masing-masing pelarut. Adapun banyaknya masing-masing pelarut yang digunakan untuk maserasi ialah 200 ml. Sampel yang dimaserasi tersebut dikocok
menggunakan orbital shaker selama 24 jam. Hasil maserasi yang berupa larutan disaring menggunakan kertas saring Whatman sehingga dihasilkan residu dan
filtrat. Diagram alir proses ekstraksi disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Diagram Alir Proses Ekstraksi Tunggal Sumber: Quinn, 1988 in Safitri, 2010
Pelarut PA Pro Analisis
Evaporasi Filtrat
Hasil ekstrak
Maserasi dengan pelarut selama 24 jam
Penyaringan Sampel basah
50 gram Pencacahan
Residu 16
Hasil ekstrak filtrat yang diperoleh akan tergantung pada beberapa faktor, yaitu kondisi alamiah senyawa tersebut, metode ekstraksi yang digunakan, ukuran
partikel sampel, kondisi dan waktu penyimpanan, lama waktu ekstraksi, dan perbandingan jumlah pelarut terhadap jumlah sampel. Filtrat yang dihasilkan
kemudian dievaporasi untuk memisahkan pelarut dan ekstraknya. Proses evaporasi ini menggunakan rotary vacuum evaporator sehingga dihasilkan
ekstrak kasar. Ekstrak kasar ini kemudian dimasukkan ke dalam botol dan ditutup rapat. Botol tersebut kemudian dilapisi alumunium foil agar tidak terjadi oksidasi
dikarenakan botol yang digunakan berupa botol bening. Hasil ekstrak ini pun siap untuk diuji fitokimia dan uji aktivitas antifouling.
3.7. Uji Fitokimia
Uji fitokimia merupakan analisis kualitatif yang mencakup pada aneka ragam senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun oleh makhluk hidup
Harborne, 1987. Pada penelitian ini dilakukan uji fitokimia untuk menentukan komponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak kasar Didemnum molle masing-
masing pelarut. Identifikasi kandungan kimia tersebut terdiri dari uji alkaloid, steroidtriterpenoid, fenolik, dan uji kuinon.
a. Uji Alkaloid
Alkaloid adalah golongan terbesar dari senyawa hasil metabolisme sekunder yang terbentuk berdasarkan prinsip pembentukan campuran Sirait, 2007.
Senyawa alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau dua lebih atom nitrogen sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid yang
mengandung heterosiklik biasanya disebut alkaloid sejati, sedangkan yang tidak 17
mengandung heterosiklik biasanya disebut protoalkaloid. Keduanya merupakan turunan dari asam amino Harborne, 1987. Beberapa senyawa yang tergolong ke
dalam alkaloid berperan sebagai pengatur pertumbuhan dan pemikat serangga Suradikusumah, 1989.
Pengujian keberadaan alkaloid dilakukan dengan cara mengambil sampel sebanyak 1 ml, kemudian diberi larutan NH
3
1-3 tetes, dan dipanaskan beberapa saat. Setelah itu, ditambahkan larutan kloroform 5 ml, kemudian ditambahkan
H
2
SO
4
2M. Sampel dengan penambahan berbagai larutan kemudian dihomogenisasi. Lapisan asam yang terbentuk kemudian diambil dan dibagi
menjadi tiga ke dalam spot test untuk diuji dengan tiga pereaksi alkaloid, yaitu pereaksi dragendroff, meyer, dan wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan
pereaksi dragendroff terbentuk endapan merah hingga jingga, endapan putih dengan pereaksi meyer, dan endapan coklat dengan pereaksi wagner.
b. Uji SteroidTriterpenoid
Triterpenoid merupakan senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C
30
asiklik, yaitu skualena. Senyawa tersebut tidak berwarna, kristalin, memiliki titik lebur yang tinggi, dan umumnya sulit dikarakterisasi karena secara kimia tidak
reaktif Harborne, 1987. Steroid merupakan triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin
siklopentana perhidrofenantrena. Pada awalnya, steroid diduga merupakan senyawa yang hanya terdapat pada hewan sebagai hormon seks dan asam
empedu. Saat ini, senyawa tersebut telah ditemukan pada jaringan tumbuhan yang dikenal dengan fitosterol Sirait, 2007.
18