Uji Aktivitas Antifouling HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 10. Penambahan Rata- rata dan Standard Error SE Microfouling pada Kayu Gambar 11. Penambahan Rata- rata dan Standard Error SE Macrofouling pada Kayu 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 5.5 Kontrol P1 P2 P3 P4 P5 K is ar an N il ai L u as T u tu p an S u b st r at Pengamatan Minggu ke-1 Minggu ke-2 Minggu ke-3 Minggu ke-4 -2 2 4 6 8 10 12 14 16 Kontrol P1 P2 P3 P4 P5 Ju m lah M ac rof ou li n g I n d iv id u Pengamatan Minggu ke-1 Minggu ke-2 Minggu ke-3 Minggu ke-4 [Keterangan : P 1 100 diolesi bahan cat; P 2 75 bahan cat ditambah 25 hasil ekstrak ; P 3 50 bahan cat ditambah 50 hasil ekstrak; P 4 25 bahan cat ditambah 75 hasil ekstrak; P 5 100 diolesi hasil ekstrak Nilai 0 menandakan tidak ada; 0-0,9 menandakan sekitar 16 dari luasan substrat; 1-1,9 menandakan sekitar 26 dari luasan substrat; 2-2,9 menandakan sekitar 36 dari luasan substrat; 3-3,9 menandakan sekitar 46 dari luasan substrat; 4-4,9 menandakan sekitar 56 dari luasan substrat; 5 menandakan seluruh luasan substrat telah ditumbuhi microfouling] [Keterangan : P 1 100 diolesi bahan cat; P 2 75 bahan cat ditambah 25 hasil ekstrak ; P 3 50 bahan cat ditambah 50 hasil ekstrak; P 4 25 bahan cat ditambah 75 hasil ekstrak; P 5 100 diolesi hasil ekstrak] Gambar 12. Penambahan Rata- rata dan Standard Error SE Microfouling pada Besi Gambar 13. Penambahan Rata- rata dan Standard Error SE Macrofouling pada Besi 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 5.5 Kontrol P1 P2 P3 P4 P5 K is ar an N il ai L u as T u tu p an S u b st r at Pengamatan Minggu ke-1 Minggu ke-2 Minggu ke-3 Minggu ke-4 -0.3 0.2 0.7 1.2 1.7 Kontrol P1 P2 P3 P4 P5 Ju m lah M ac rof ou li n g I n d iv id u Pengamatan Minggu ke-1 Minggu ke-2 Minggu ke-3 Minggu ke-4 40 [Keterangan : P 1 100 diolesi bahan cat; P 2 75 bahan cat ditambah 25 hasil ekstrak ; P 3 50 bahan cat ditambah 50 hasil ekstrak; P 4 25 bahan cat ditambah 75 hasil ekstrak; P 5 100 diolesi hasil ekstrak Nilai 0 menandakan tidak ada; 0-0,9 menandakan sekitar 16 dari luasan substrat; 1-1,9 menandakan sekitar 26 dari luasan substrat; 2-2,9 menandakan sekitar 36 dari luasan substrat; 3-3,9 menandakan sekitar 46 dari luasan substrat; 4-4,9 menandakan sekitar 56 dari luasan substrat; 5 menandakan seluruh luasan substrat telah ditumbuhi microfouling] [Keterangan : P 1 100 diolesi bahan cat; P 2 75 bahan cat ditambah 25 hasil ekstrak ; P 3 50 bahan cat ditambah 50 hasil ekstrak; P 4 25 bahan cat ditambah 75 hasil ekstrak; P 5 100 diolesi hasil ekstrak] Gambar 14. Penambahan Rata- rata dan Standard Error SE Microfouling pada Beton Gambar 10 menunjukkan penambahan jumlah microfouling pada substrat kayu semakin banyak pada setiap minggunya. Gambar 11 menunjukkan bahwa penambahan jumlah macrofouling pada substrat kayu paling banyak ditemukan pada substrat yang menjadi kontrol. Hal tersebut menunjukkan adanya pengaruh penambahan komposisi bahan cat dan hasil ekstrak yang dioleskan pada substrat kayu. Substrat P 1 mengalami penambahan yang lebih rendah menunjukkan adanya pengaruh komposisi hasil ekstrak dalam mengundang biota macrofouling berupa ascidian, terlihat dengan lebih besarnya penambahan biota macrofouling pada P 5 . Hal tersebut serupa dengan dominasi Balanus amphitrite yang disebabkan oleh senyawa arthropodine yang diproduksinya sehingga spesies teritip yang sama akan berkumpul dan tumbuh hingga terjadi penumpukkan -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 5.5 Kontrol P1 P2 P3 P4 P5 K is ar an N il ai L u as T u tu p an S u b st r at Pengamatan Minggu ke-1 Minggu ke-2 Minggu ke-3 Minggu ke-4 [Keterangan : P 1 100 diolesi bahan cat; P 2 75 bahan cat ditambah 25 hasil ekstrak ; P 3 50 bahan cat ditambah 50 hasil ekstrak; P 4 25 bahan cat ditambah 75 hasil ekstrak; P 5 100 diolesi hasil ekstrak Nilai 0 menandakan tidak ada; 0-0,9 menandakan sekitar 16 dari luasan substrat; 1-1,9 menandakan sekitar 26 dari luasan substrat; 2-2,9 menandakan sekitar 36 dari luasan substrat; 3-3,9 menandakan sekitar 46 dari luasan substrat; 4-4,9 menandakan sekitar 56 dari luasan substrat; 5 menandakan seluruh luasan substrat telah ditumbuhi microfouling] Boesono, 2008. Pada substrat kayu, P 1 merupakan perlakuan yang cukup efektif. Gambar 12 menunjukkan penambahan jumlah microfouling pada substrat besi semakin banyak pada setiap minggunya. Dari Gambar 13 diketahui bahwa penambahan macrofouling tertinggi teramati pada P 4 . Berbeda dengan substrat kayu, pada substrat besi ini diduga bahwa hasil olesan bahan ekstrak pada P 5 tidak menempel pada besi tersebut, sehingga P 5 tampak sama dengan kontrol yang tidak mengalami perlakuan apapun. Hal tersebut terjadi karena bahan besi yang licin dan diolesi oleh hasil ekstrak 100 tanpa ada bahan cat yang dapat merekatkan olesan tersebut. Pada substrat besi, P 1 , P 2 , dan P 5 merupakan perlakuan yang efektif dikarenakan tidak ditemukannya macrofouling pada perlakuan tersebut. Gambar 14 menunjukkan penambahan jumlah microfouling pada substrat beton semakin banyak pada setiap minggunya, akan tetapi pada P 3 dan P 4 memiliki penampakan microfouling lebih sedikit dibanding dengan yang lainnya. Pada substrat beton tidak ada penambahan macrofouling selama periode 1 bulan pengamatan. Hal tersebut terjadi dikarenakan pada penempatan substrat beton tersebut ditemukan predator seperti bulu babi Diadema setosum yang merupakan biota filter feeder dan grazing. Diduga dengan keberadaan predator tersebut telah memakan microfouling dan larva biota yang akan menempel, sehingga memutus siklus terbentuknya macrofouling. Pada substrat beton P 3 , dan P 4 merupakan perlakuan yang paling efektif dikarenakan penambahan microfouling di minggu keempat bernilai lebih rendah dibanding perlakuan yang lain.terbentuknya macrofouling. Pada substrat beton, P 3 , dan P 4 merupakan Berdasarkan hasil-hasil tersebut, menunjukkan bahwa faktor substrat dan perlakuan yang diberikan berpengaruh nyata terhadap penambahan jumlah biota setiap minggunya. Terlihat adanya tingkat kesukaan dari biota penempel untuk tumbuh pada subsrat, terutama pada jenis kayu tampak jelas lebih disukai dibanding substrat yang lainnya. Macrofouling yang menempel pada substrat buatan merupakan biota yang menjadi asal bahan ekstrak yang ditujukan sebagai antifouling pada penelitian ini, yaitu Didemnum molle. Hal tersebut menandakan bahwa senyawa alkaloid polar pada Didemnum molle kurang sesuai digunakan sebagai antifouling yang ditunjukkan dengan adanya kecenderungan semakin banyak komposisi hasil ekstrak yang digunakan, akan semakin banyak biota penempelnya. Diduga adanya unsur-unsur tertentu dari Didemnum molle yang masih melekat pada hasil ekstrak sehingga menyebabkan banyaknya Didemnum molle yang menempel pada substrat buatan. Hal tersebut terjadi karena Didemnum molle merupakan hewan yang dapat berkoloni sehingga dapat mengundang jenisnya sendiri untuk tumbuh di sekitarnya. Menurut Setyawan et al. 2009, ascidian merupakan hewan yang mengandung vanadium pada jaringan tubuhnya di mana vanadium tersebut akan bersifat racun pada hewan lainnya sehingga menyebabkan suatu substrat yang telah ditumbuhi oleh suatu koloni dari jenis ascidian akan kecil kemungkinan untuk ditumbuhi oleh jenis biota lain. Penggunaan hasil ekstrak yang berasal dari Didemnum molle, diduga masih terdapat vanadium yang mengakibatkan hanya jenis Didemnum molle yang tumbuh pada substrat buatan tersebut dalam jangka waktu pengamatan 1 bulan ini.jenis Didemnum molle yang tumbuh pada substrat buatan tersebut dalam jangka waktu pengamatan 1 bulan ini. 43 Analisis ragam terhadap substrat, perlakuan, dan minggu memperlihatkan hasil yang berpengaruh nyata terhadap jumlah macrofouling dengan taraf nyata α 0,05 Lampiran 4. Hal ini mengindikasikan bahwa jenis substrat dan perlakuan yang diamati setiap minggu menunjukkan peningkatan macrofouling yang menempel pada substrat buatan. 44

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Didemnum molle merupakan salah satu spesies ascidian adaptif dengan Indeks Nilai Penting INP 74,26-300, sehingga berperan penting secara ekologi pada komunitas ascidian. Dari 5 lokasi di perairan Pulau Pramuka yang disurvei, dijumpai 19 spesies ascidian, termasuk Didemnum molle. Kepadatan ascidian tertinggi terdapat di Stasiun 2 Selatan Pulau Panggang. Pola sebaran ascidian umumnya seragam, kecuali untuk Didemnum molle yang memiliki pola sebaran mengelompok. Bioaktif Didemnum molle yang digunakan untuk uji aktivitas antifouling ialah senyawa alkaloid dari hasil ekstrak metanol. Komposisi bahan cat dan hasil ekstrak yang digunakan untuk uji aktivitas antifouling paling efektif diterapkan pada substrat beton P 3 cat 50 + hasil ekstrak 50 dan P 4 cat 25 + hasil ekstrak 75 berdasarkan lebih sedikitnya microfouling pada substrat tersebut. Hasil uji pada substrat besi bersifat efektif untuk P 1 cat 100, P 2 cat 75 + hasil ekstrak 25, dan P 5 hasil ekstrak 100 berdasarkan ketiadaan macrofouling pada substrat tersebut, sedangkan pada substrat kayu hanya cukup efektif untuk P 1 . Senyawa alkaloid polar dari Didemnum molle kurang optimal sebagai antifouling, karena biota penempel macrofouling pada penelitian ini adalah Didemnum molle. 45

5.2. Saran

Penanganan sampel harus dilakukan secara hati-hati dan cermat untuk proses ekstraksi bioaktif dimana sampel yang akan diekstrak sebaiknya dilakukan pengeringan terlebih dahulu untuk mengurangi kadar air dalam sampel. Perlu penempatan atau pemasangan substrat buatan pada lokasi yang minim organisme predator. 46