Tujuan utama responden membudidayakan hutan rakyat berbeda-beda, sebagian besar responden beralasan untuk keperluan sendiri dan digunakan
sebagai bahan baku mebel dan sebagian juga digunakan untuk investasi tambahan di masa depan. Harga kayu jati yang tinggi diharapkan dapat memberikan
tambahan penghasilan untuk keperluan masa depan, seperti keperluan tambahan biaya pendidikan, atau kegiatan lainnya yang membutuhkan modal besar.
Sebelum dilakukan penanaman dari proyek GNRHL, lahan hutan rakyat tersebut berupa lahan kritis, tegalan, dan pekarangan. Pola penanaman GNRHL
menurut Dipertahut yaitu dengan pola penanaman pengkayaan dengan sebelumnya sudah terdapat tanaman sehingga diperlukan penambahan tanaman
dengan proyek GNRHL ini agar tanaman lebih produktif. Setelah penanaman GNRHL dilakukan, lahan hutan rakyat masyarakat ini ditumbuhi pohon jati
dengan bentuk hutan rakyat yang berbeda-beda. Bentuk hutan rakyat jati di Desa Dlingo terdiri dari sistem monokultur jati, sistem campuran dengan tanaman kayu
keras lainnya seperti mahoni, sonokeling, dan bentuk tumpangsari. Tumpangsari dilakukan dengan menggunakan jenis tanaman pertanian yaitu ketela, umbi-
umbian dan tanaman pisang. Pemilihan tanaman keras campuran berdasarkan pertimbangan agar tidak mudah terserang penyakit dan variasi jenis di lahan
miliknya, sedangkan pemilihan jenis tanaman pertanian berdasarkan pertimbangan kebutuhan untuk mendapatkan hasil panen jangka pendek untuk
kebutuhan sehari-hari.
5.2.3 Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat
Prabowo 1998 kegiatan dalam pengelolaan hutan rakyat meliputi pengadaan benih, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran hasil.
Kegiatan dalam pengelolaan hutan rakyat secara lebih rinci sebagai berikut: 1. Pengadaan Benih
GNRHL pengadaan dalam bentuk bibit bukan benih. Bibit diperoleh secara gratis dari Dipertahut melalui kelompok tani yang ditunjuk.
2. Penanaman Penanaman GNRHL dilakukan secara gotong royong oleh kelompok tani
menanam secara bergiliran di lahan milik mereka. Para petani tersebut mendapatkan upah berdasarkan HOK sebesar Rp 15.000hari dari Dipertahut.
Daerah Desa Dlingo merupakan daerah yang memiliki tanah yang mudah kekeringan ketika musim kemarau, sedangkan tanaman jati sangat peka
terhadap kekeringan pada awal masa tanam, sehingga penanaman dilakukan pada awal musim penghujan agar bibit yang ditanam mendapatkan air yang
cukup. Sebelum bibit ditanam, terlebih dahulu dibuat lubang tanam dengan jarak tanam 5m x 10m sesuai anjuran Dinas setempat, namun jarak tanam
berbeda-beda tergantung dari kondisi lahan yang kosong di lapangan. Selanjutnya dilakukan pemupukan dengan pupuk organik sebesar 2,5
kgpohon yang diperoleh secara gratis dari proyek GNRHL. 3. Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan oleh petani diantaranya adalah penyulaman, pemupukan, dan penyemprotan. Semua kegiatan tersebut hanya
dilakukan pada tahun pertama hingga tahun kedua, sedangkan untuk tahun- tahun selanjutnya diserahkan sepenuhnya kepada
petani dalam pengelolaannya. Namun sekarang ini kegiatan perawatan sudah tidak ada.
Pemupukan dilakukan pada saat penanaman dengan pupuk organik sebesar 2,5 kgpohon dan pupuk anorganik urea diberikan dua kali yaitu pada akhir
musim penghujan pada tahun pertama dan kedua dengan masing masing sebesar 3 tabletpohon. Penyulaman dilakukan pada tahun kedua setelah
penanaman, sedangkan untuk kegiatan penjarangan yang seharusnya dilakukan pada tahun kelima tidak dilakukan.
4. Pemanenan Menurut petani, umumnya jati dipanen setelah berumur 25 tahun, namun jika
ada kebutuhan mendesak dapat dipanen sebelum umur 25 tahun. Pemanenan yang biasa dilakukan dikenal dengan istilah sistem tebang butuh, yaitu
kegiatan penebangan karena kepentingan ekonomi yang mendesak, seperti kebutuhan anak sekolah, hutang-piutang dan lain-lain. Pembelian kayu
dilakukan ketika pohon masih berdiri, pihak pembeli atau tengkulak yang datang langsung ke areal hutan rakyat setelah adanya kesepakatan harga
dengan petani. Penjualan seperti ini petani tidak menanggung biaya penebangan, biaya pemasaran dan risiko kerusakan kayu yang terjadi akibat
proses penebangan. Namun, biasanya petani mendapatkan harga tawar yang
rendah karena kurangnya informasi tentang harga kayu dan harga dikuasai oleh tengkulak. Harga kayu jati juga bervariasi hanya berdasarkan perkiraan
diameter, tidak ada patokan harga untuk per meter kayunya sehingga harga hanya berdasarkan tawar menawar antara penjual dan pembeli.
5. Pemasaran hasil Pembeli kayu biasanya menggunakan kayunya untuk dibuat dalam bentuk
kerajinan mebel. Sejauh ini tidak dilakukan pemasaran kayu log keluar dari desa, namun untuk pemasaran mebel sudah dipasarkan hingga keluar
kabupaten, bahkan sampai ke luar jawa seperti Bali. Pengrajin mebel di Desa Dlingo cukup banyak, dalam satu dusun saja hampir setengah dari KK
memiliki usaha mebel baik untuk kebutuhan sendiri maupun untuk dipasarkan.
Pengelolaan hutan rakyat di Desa Dlingo didukung oleh keberadaan kelompok tani dan penyuluh kehutanan dari Dipertahut. Kelompok tani dan
penyuluh berfungsi sebagai wadah bagi para petani pengelola hutan rakyat untuk meningkatkan pengetahuan dan informasi anggota kelompok tani tentang cara
mengelola hutan rakyat dengan benar. Selain itu, mereka juga dapat saling belajar dan berbagi pengalaman.
Pembangunan hutan rakyat ini, petani tidak mengeluarkan biaya sedikitpun, bahkan petani malah mendapat upah dari proyek pembuatan hutan rakyat GNRHL
yaitu sebesar Rp 15.000oranghari. Tabel 4 menyajikan informasi mengenai biaya pembangunan hutan rakyat Desa Dlingo dengan luasan 325 ha yang
dikeluarkan oleh pemerintah melalui Dipertahut.
Tabel 4 Biaya pembuatan hutan rakyat
No. Jenis pekerjaan
Biaya bahanperalatan Biaya tenaga
Total biaya rupiah
Volume Satuan
rupiah Biaya
rupiah Volume
Satuan rupiah
Biaya rupiah
1. Persiapan
a. pemancangan patok batasajir b. pembuatan papan nama
c. pembuatan gubuk kerja d. pengadaan bahan, peralatan
325 ha 7 unit
7 unit 7 unit
17.600 500.000
5.450.000 1.600.000
5.720.000 3.500.000
38.150.000 11.200.000
35 HOK 350 HOK
15.000 15.000
525.000 3.150.000
5.720.000 4.025.000
41.300.000 11.200.000
2. Pelaksanaan
a. pembuatan dan pemasangan ajir b. pembuatan piringan dan lubang tanam
c. langsir bibit d. penanaman
e. pemupukan
1. anorganik 2. organik
10205 kg 178,75 ton
9.000 500.000
91.845.000 89.375.000
468 HOK 2860 HOK
351 HOK 1430 HOK
15.000 15.000
15.000 15.000
7.020.000 42.900.000
5.265.000 21.450.000
7.020.000 42.900.000
5.265.000 21.450.000
91.845.000 89.375.000
3. Pemeliharaan
a. pemeliharaan tanaman b. pemupukan
351 HOK 715 HOK
15.000 15.000
5.265.000 10.725.000
5.265.000 10.725.000
4. Angkutan bibit, pengamanan dan
pemeliharaan bibit 7 paket
1.100.000 7.700.000
7.700.000 5.
Pengawasansupervisi 7 paket
600.000 4.200.000
4.200.000 Total
347.990.000
Tabel 4 biaya pembangunan hutan rakyat di Desa Dlingo dengan luasan 325 ha yaitu sebesar Rp 347.990.000 atau Rp 1.070.700ha. Biaya pengelolaan hutan
rakyat terdiri dari dua biaya utama yaitu: biaya pembangunan hutan rakyat dan biaya pemanenan hutan rakyat, akan tetapi petani tidak mengeluarkan biaya untuk
pemanenan kayu. Biaya pengelolaan hutan rakyat terdiri dari biaya persiapan, pelaksanaan, pemeliharaan, angkutan bibit, pengamanan dan pemeliharaan bibit
dan pengawasansupervisi. Biaya ini tidak mempertimbangkan biaya pembelian bibit karena tidak ada anggaran biaya dari Dipertahut untuk pembelian bibit.
Walaupun tanaman dibiarkan tumbuh begitu saja tanpa ada perlakuan pemeliharaan, namun petani masih menggunakan waktunya untuk mengunjungi
tegakan jati miliknya. Tabel 5 merupakan perkiraan rata-rata penggunaan waktu dan biaya yang telah dikorbankan petani untuk pemeliharaan tanaman.
Tabel 5 Penggunaan waktu dan biaya petani untuk pemeliharaan tanaman
Tahun Rata-rata
jam minggu Rata-rata
jamtahun Biaya per jam
rupiah Biaya per tahun
rupiah 2003
3 144
1.875 270.000
2004 2
96 1.875
180.000 2005
1 48
1.875 90.000
2006 1
48 2.200
105.600 2007
1 48
2.550 122.400
2008 1
48 2.875
138.000 2009
1 48
3.200 153.600
2010 1
48 3.550
170.400 2011
1 48
3.875 186.000
2012 1
48 3.750
180.000 2013
1 48
3.750 180.000
2014 1
48 3.750
180.000 2015
1 48
3.750 180.000
2016 1
48 3.750
180.000 2017
1 48
3.750 180.000
2018 1
48 3.750
180.000 2019
1 48
3.750 180.000
2020 1
48 3.750
180.000 2021
1 48
3.750 180.000
2022 1
48 3.750
180.000 2023
1 48
3.750 180.000
2024 1
48 3.750
180.000 2025
1 48
3.750 180.000
2026 1
48 3.750
180.000 2027
1 48
3.750 180.000
total 28
1.344 4.296.000
Petani melakukan pemeliharaan dengan mengunjungi tegakannya setiap seminggu sekali. Namun pada tahun pertama, waktu yang dihabiskan petani
dalam seminggu sekitar 3 jam, tahun kedua sekitar 2 jam dan tahun selanjutnya
hanya 1 jam. Biaya per jam yaitu perkiraan biaya sebesar Upah minimum Regional UMR pada tahun tersebut. Perkiraan biaya pemeliharaan yaitu sebesar
Rp 4.296.000petani atau sebesar Rp 171.850petanitahun. Jumlah petani di Desa Dlingo ini ada 729 orang dan luasan total hutan rakyat sebesar 325 ha, maka rata-
rata kepemilikan lahan seluas 0,45 hapetani sehingga biaya pemeliharaan sebesar Rp 9.546.700 ha atau Rp 381.900hatahun.
5.3 Deskripsi Tegakan Hutan Rakyat