Perdagangan Karbon Potensi Serapan Karbon di Hutan Rakyat Desa Dlingo Daerah Istimewa Yogyakarta

Menurut Sutaryo 2009 untuk menghitung biomassa terdapat empat cara utama, yaitu: 1. Sampling dengan pemanenan Destructive sampling secara in situ, 2. Sampling tanpa pemanenan Non destructive sampling dengan data pendataan hutan secara in situ, 3. Pendugaan dengan penginderaan jauh, dan 4. Pembuatan model. Metode sampling tanpa pemanenan merupakan cara sampling dengan melakukan pengukuran tanpa melakukan pemanenan. Metode ini antara lain dilakukan dengan mengukur tinggi atau diameter pohon dan menggunakan persamaan alometrik untuk mengekstrapolasi biomassa. Alometrik didefinisikan sebagai suatu studi dari suatu hubungan antara pertumbuhan dan ukuran salah satu dari bagian organisme dengan pertumbuhan atau ukuran dari keseluruhan organisme. Penetapan persamaan alometrik yang akan dipakai dalam pendugaan biomassa merupakan tahapan penting dalam proses pendugaan biomassa. Setiap persamaan alometrik dikembangkan berdasarkan kondisi tegakan dan variasi jenis tertentu yang berbeda satu dengan yang lain. Pemakaian suatu persamaan yang dikembangkan di suatu lokasi tertentu, belum tentu cocok apabila diterapkan di daerah lain Sutaryo 2009.

2.4 Perdagangan Karbon

Uliyah dan Cahyadi 2011 untuk mencapai target yang ditetapkan, Protokol Kyoto dilengkapi dengan mekanisme perdagangan emisi emission trading, penerapan bersama joint implementation dan mekanisme pembangunan bersih clean development mechanism. Mekanisme CDM proyek-proyek berupa kegiatan aforestasi dan reforestasi, selain itu juga memiliki persyaratan untuk kelayakan lahan proyek. Kegiatan aforestasi merupakan kegiatan konversi lahan yang sudah tidak berhutan menjadi berhutan yang selama 50 tahun yang lalu atau lebih bukan merupakan hutan. Aforestasi dilakukan melalui kegiatan penanaman danatau permudaan alam yang dikelola manusia. Reforestasi adalah konversi lahan yang sudah tidak berhutan menjadi hutan yang dikelola melalui penanaman atau permudaan alam terhadap lahan yang dulunya berhutan tetapi telah dikonversi menjadi tidak berhutan. Kegiatan reforestasi hanya terbatas untuk lahan yang tidak berhutan sejak tanggal 31 Desember 1989. Periode kredit tidak boleh melampaui masa berlaku operasional proyek, dan telah dimulai sejak tanggal pendaftaran yaitu tanggal 1 Januari 2000 dan sebelum 31 Desember 2005 Cifor 2005. Terbatasnya kegiatan di sektor kehutanan yang dapat didanai dari proyek CDM serta rumitnya persyaratan yang harus dipenuhi, membuat beberapa negara berkembang mengusulkan mekanisme baru yang lebih berpihak kepada layanan jasa lingkungan berupa sumberdaya hutan yang telah mereka hasilkan. Saat ini telah disepakati mekanisme REDD Reducing Emissions from Deforestation and Degradation sebagai mekanisme baru dalam mencegah emisi dari terjadinya deforestasi dan degradasi hutan. Namun, negosiasi dari REDD baru akan ditetapkan setelah tahun 2012 yaitu pada saat periode komitmen pertama Protokol Kyoto berakhir IFCA 2008 diacu dalam Antoko 2011. Menurut Permenhut Nomor: P.30Menhut-II2009 pasal 22 ayat 1, sebelum ada keputusan internasional mengenai mekanisme REDD di tingkat internasional, kegiatan REDD dilaksanakan melalui demonstration activity, peningkatan kapasitas dan transfer teknologi, serta danatau perdagangan karbon sukarela. Sekarang ini sudah berkembang mekanisme perdagangan karbon sukarela Voluntary Carbon Market melalui pasar CCX the Chicago Climate Exchange dan OTC Over the Counter. Voluntary carbon market VCM diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang secara umum dilakukan untuk mengurangi gas rumah kaca melalui mekanisme yang tidak terikat dan berada di luar aturan yang ditetapkan dalam Protokol Kyoto Estrada et al. 2008 diacu dalam Antoko 2011. Sekarang ini pasar karbon sukarela dalam negeri belum terbentuk, pengembang proyek dapat memasarkan pada pasar karbon sukarela di internasional. Pasar karbon sukarela semakin disukai dalam perdagangan karbon karena memiliki fleksibilitas terhadap jenis proyek dan dapat diikutsertakan dibandingkan skema lain yang sudah ada, antara lain: fokus proyek kepada keuntungan sosial dan lingkungan, proyek kehutanan dalam bentuk yang lebih luas dan biaya transaksi yang relatif lebih murah dibandingkan skema lainnya Estrada et al. 2008 diacu dalam Antoko 2011. Lampiran II Permenhut No. P.36Menhut-II2009 terdapat empat standar pengembangan proyek dan pemasaran karbon dalam perdagangan karbon sukarela yaitu Standar CCB, Standar Carbon Fix, Sistem dan standar Plan Vivo, dan Voluntary Carbon Standard AFOLU. Namun hanya sistem dan standar Plan Vivo yang tidak ada ketentuan mengenai batasan waktu pendaftaran dan pendaftaran dapat dilakukan secara online. Tujuan dari Plan Vivo adalah untuk mensuplai kredit karbon dari masyarakat desa di negara-negara berkembang yang mempromosikan pembangunan berkelanjutan. Tipe proyek dapat berupa penghijauanreboisasi, agroforestri termasuk juga hutan rakyat. Plan Vivo mendukung kredit karbon dengan tipe ex-ante pembayaran di awal proyek. Tanggal dimulainya proyek Plan Vivo tidak ada batasan, tidak seperti skema perdagangan karbon yang ada dalam Protokol Kyoto. Jangka waktu verifikasi direkomendasikan 3-5 tahun dan jangka waktu sertifikasi 3-18 bulan Permenhut No. P.36Menhut-II2009. Berikut ini merupakan review persyaratan-persyaratan yang diperlukan sebuah proyek dapat mengikuti skema VCM dengan standar Plan Vivo Plan Vivo 2008; Kollmuss et al. 2008 diacu dalam Antoko 2011 sebagai berikut: 1. Plan Vivo diperuntukkan bagi proyek-proyek LULUCF Land Use, Land Use Change and Forestry skala kecil, hutan adat, hutan rakyat, hutan negara dimana masyarakat memiliki hak untuk mengelola, dan fokus kepada promosi pengembangan berkelanjutan serta perbaikan terhadap kehidupan masyarakat sekitar dan ekosistemnya. 2. Plan Vivo hanya mendukung kredit karbon dengan tipe ex-ante credits pembayaran di awal proyek yang disebut dengan Plan Vivo Certificates. 3. Proyek Plan Vivo berlokasi di negara berkembang dimana tipe proyek yang di dukung adalah restorasi hutan, agroforestri, hutan tanaman skala kecil, kebun buah, kayu bakar, pengelolaan dan perlindungan hutan, konservasi tanah dan perbaikan pertanian. 4. Proyek Plan Vivo tidak memiliki batasan minimum dan maksimum mengenai ukuran karbon, namun demikian pada saat ini ukuran karbon yang diperdagangkan antara 10.000-100.000 tonCO 2 tahun. 5. Periode proyek antara 5─15 tahun dan akan berbeda antara proyek yang satu dengan proyek yang lain. 6. Untuk menghindari kebocoran karbon leakage pada level proyek maka perlu dipastikan bahwa petani producers memiliki cukup lahan untuk bertani dan menanam pohon. 7. Petani producers yang menjual karbon melalui Plan Vivo harus menyetujui kontrak penjualan jangka panjang long-term sale agreements melalui koordinator proyek masing-masing negara. Selain itu petani juga harus memiliki kontrak jangka panjang terhadap kepemilikan lahan yang mereka ikutkan dalam proyek Plan Vivo. 8. Untuk menghindari double-counting terhadap karbon yang diperjualbelikan maka setiap sertifikat yang dikeluarkan oleh Plan Vivo Foundation memiliki nomor seri unik yang dapat dilacak. Peserta dari proyek adalah produsen dan masyarakat skala kecil di negara berkembang. Mereka membuat perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan dengan mengkombinasikan penggunaan lahan yang dilakukan dengan tambahan aktivitas persyaratan dari proyek, yaitu: aforestasireforestasi, agroforestri, restorasi hutan dan menghindari deforestasi. Penggunaan lahan berkelanjutan didefinisikan dengan perencanaan penggunaan lahan yang konsisten dengan persyaratan mata pencaharian, perlindungan tanah, daerah aliran sungai DAS dan keanekaragaman hayati Plan Vivo 2008. Tahapan dari kegiatan proyek menurut Standar Plan Vivo 2008, sebagai berikut: 1. Koordinator proyek mengidentifikasi kelompok target dari proyek yaitu masyarakat atau kelompok petani yang bersedia untuk terlibat dan membutuhkan proyek tersebut. 2. Produsen memperoleh pelatihan dan pengarahan dari teknis proyek untuk mengidentifikasi aktivitas proyek yang mereka inginkan dan memulai untuk merencanakan kegiatan. 3. Masing-masing produsen atau kelompok produsen menyusun rencana Plan Vivo dan dievaluasi oleh koordinator proyek terkait dengan kesesuaian lahan dan kecocokan dengan standar, modifikasi jika diperlukan dan terdaftar jika telah sesuai. 4. Plan Vivo adalah sebuah rencana jangka panjang dari manajemen lahan yang disusun oleh produsen. Plan Vivo menggabungkan kegiatan penyerapan atau pengurangan emisi yang di danai dari penjualan Voluntary or Verified Emission Reductions VERs dalam bentuk sertifikat Plan Vivo. 5. Setelah Plan Vivo terdaftar, kredit karbon dari kegiatan penyerapan atau pengurangan emisi dapat dihitung dengan spesifikasi teknis proyek. 6. Produsen membuat persetujuan penjualan dengan koordinator proyek untuk kredit karbon. Persetujuan penjualan menempatkan kewajiban jangka panjang atas produsen untuk mengelola lahan menurut Plan Vivo mereka, dan menetapkan kapan monitoring akan dilaksanakan dan pembayaran dilakukan. 7. Monitoring pencapaian dilaksanakan oleh teknis proyek yang juga pemberian saran dan dukungan untuk produsen. Jika target pencapaian telah tercapai, pembayaran akan dilakukan. 8. Pada akhir setiap Monitoring dan jadwal pembayaran proyek mengirimkan laporan tahunan ke Plan Vivo Foundation, untuk memastikan bahwa proyek berlanjut untuk operasi yang efektif dan secara transparan. Tahapan dari kegiatan proyek Plan Vivo dapat diuraikan dari siklus proyek Plan Vivo yang dapat digambarkan pada Gambar 1. Gambar 1 Siklus proyek Plan Vivo. Tahapan dari konsep proyek dari menghasilkan dan menjual sertifikat Plan Vivo dan menjadi terverifikasi secara independen Plan Vivo 2008 sebagai berikut: 1. Project Idea Note PIN, evaluasi dan registrasi dari konsep proyek. PIN mendefinisikan aspek utama dari proyek yang meliputi kelompok sasaran, kegiatan, areal proyek, tujuan dan sasaran proyek. 2. Project design: mengembangkan spesifikasi teknis dan Project Design Document PDD. Spesifikasi teknis merupakan metodotologi proyek yang spesifik untuk aktivitas penggunaan lahan atau sistem penggunaan lahan di proyek Plan Vivo. PDD merupakan kompilasi dari semua kunci informasi pada struktur pemerintahan proyek yaitu desain teknis dan proses internal. 3. Validasi dan registrasi proyek mengikuti pilot sale dan siklus tahunan pertama. Validasi melibatkan kunjungan lapangan dari expert viewer yang dipilih oleh Plan Vivo Foundation, mengkonfirmasi proyek mengimplementasikan sistem sesuai dengan standar Plan Vivo. Mengikuti suksesnya peninjauan dari hasil validasi dan persetujuan dari spesifikasi teknis dan PDD, proyek akan masuk ke Plan Vivo Project Register. Setelah terdaftar, proyek dapat masuk ke kontrak penjualan untuk sertifikat Plan Vivo. Identifikasi Kelompok Target Identifikasi Aktivitas Perggunaan Lahan Pelatihan dan Perencanaan Evaluasi dan Pendaftaran Plan Vivo Persetujuan Penjualan dan Penjualan Karbon Monitoring Pembayaran Pelaporan Tahunan 4. Penjualan karbon, laporan tahunan dan penerbitan sertifikat. Laporan tahunan memungkinan Plan Vivo Foundation untuk mengawasi proyek. Persetujuan dari laporan tahunan memicu untuk penerbitan sertifikat Plan Vivo. 5. Verifikasi pihak ketiga Third party verification Verifikasi dilakukan oleh independen, organisasi pihak ketiga yang disebut verifier. Verifikasi dapat menguatkan nilai dari sertifikat Plan Vivo dan memastikan proyek telah sesuai dengan standar.

2.5 Biaya dan Pendapatan Skema Pasar Karbon Sukarela