Persilangan Dialel Genetic Analysis of Quantitative and Fruit Cracking Characters in Tomato (Lycopersicon esculentum Mill)

13 3 KETAHANAN 25 GENOTIPE TOMAT Lycopersicon esculentum Mill. TERHADAP PECAH BUAH DAN KERAGAMAN GENETIKNYA ABSTRAK Pecah buah menjadi salah satu kendala pada budidaya tanaman tomat di dataran rendah. Pecah buah dapat menurunkan kuantitas dan kualitas hasil, baik pada tomat konsumsi segar maupun olahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi ketahanan 25 genotipe tomat terhadap pecah buah dan keragaman genetiknya. Penelitian dimulai dari April hingga Agustus 2012 di Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian IPB dan Kebun Percobaan Leuwikopo 6 o 56’34’’S, 106 o 72’ 56’’E IPB. Percobaan disusun dalam rancangan kelompok lengkap teracak faktor tunggal dengan 3 ulangan. Ketahanan terhadap pecah buah dievaluasi dengan indeks pecah buah dan persentase pecah buah. Perbedaan antar genotipe diuji dengan uji F dilanjutkan dengan uji lanjut DMRT. Keragaman genetik dianalisis dengan menggunakan analisis komponen utama dan analisis gerombol. Hasil penelitian menunjukkan indeks pecah buah 25 genotipe tomat berkisar 0.00-20.58. Berdasarkan karakter agronomi terdapat beberapa genotipe yang memiliki kriteria yang dapat dijadikan sebagai bahan tetua pada pemuliaan tanaman tomat. Hasil analisis komponen utama dan analisis gerombol menunjukkan genotipe tomat mengelompok menjadi empat kelompok. Kata kunci: analisis gerombol, keragaman genetik, sidik lintas 3 GENETIC DIVERSITY AND RESISTANCE OF 25 TOMATO GENOTYPES Lycopersicon esculentum Mill. TO FRUIT CRACKING ABSTRACT Tomato fruit cracking had became one of the problems in lowland cultivation. It causes decreasing and subsequent serious economic loses, either both on freshmarket or processing tomato. The objective of this study was to evaluate the resistance level of 25 tomato genotypes to fruit cracking and the genetic diversity. The experiment was conducted from April until August 2012 at Leuwikopo Field Station, Bogor Agricultural University. Randomized complete block design was used with three replications. Fruit crack index was used to evaluate tomato fruit crack resistance. The genetic diversity was analyzed by clustering analysis. Result of resistance evaluation showed that fruit crack index of 25 tomato genotypes range from 0.00 to 20.58. According to agronomic character some genotype can be selected as material breeding. Based on genetic diversity analysis, all genotypes could be divided into four groups. Keywords: clustering analysis, genetic diversity, path analysis 14 PENDAHULUAN Tomat Lycopersicon esculentum Mill. termasuk komoditas hortikultura unggulan yang bernilai ekonomis dan strategis di Indonesia. Tomat juga merupakan sumber nutrisi dan metabolit sekunder yang sangat penting bagi kesehatan manusia, seperti senyawa folat, vitamin A, C dan E, flavonoid, serat, karotenoid, likopen, vitamin dan mineral penting lainnya Van der Ploeg dan Heuvelink 2005; Kailaku et al. 2007; Passam et al. 2007; Bhowmik et al. 2012, sehingga tomat kaya akan manfaat baik sebagai sayuran, bumbu masak, bahan minuman maupun sebagai bahan baku industri makanan, kosmetik dan obat- obatan. Selama periode tahun 2007-2011 produksi tomat terus mengalami peningkatan, yaitu 635 474 ton menjadi 954 046 ton dan menurun pada tahun 2012 menjadi 893 504 ton, sehingga pada tahun 2012 Indonesia mengimpor tomat sebesar 9 857 ton Ditjenhort 2012. Hal ini menunjukkan bahwa produksi tomat nasional belum dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri. Tomat pada umumnya dibudidayakan di dataran tinggi. Semakin terbatasnya ketersediaan lahan penanaman tomat di dataran tinggi yang disebabkan oleh persaingan dengan komoditas hortikultura lain, juga karena sebagian wilayah tersebut merupakan daerah konservasi, sehingga perlu perluasan areal tanam ke dataran menengah dan rendah. Usaha penanaman tomat di dataran rendah menghadapi kendala berupa penurunan daya hasil, selain itu jumlah varietas tomat dataran rendah yang sudah dilepas jumlahnya terbatas Purwati 2007. Kendala lain adalah terjadinya pecah buah fruit cracking. Pecah buah merupakan kelainan fisiologi yang tidak disebabkan oleh infeksi penyakit atau serangga. Pecah buah terjadi karena pertumbuhan buah yang cepat pada kondisi ketersediaan air melimpah dan suhu tinggi, dan menurunnya elastisitas kulit buah terutama ketika kondisi ini diikuti periode stres tanaman Peet 1992; Dorais et al. 2004; Liebisch et al. 2009; Masarirambi et al. 2009. Pecah buah menyebabkan peningkatan kehilangan hasil baik pada tomat yang dikonsumsi segar maupun tomat olahan Dorais et al. 2004; Matas et al. 2004; Liebisch et al. 2009; Max dan Horst 2009 . Pecah buah dapat menurunkan penampilan sehingga menurunkan jumlah buah yang dapat dipasarkan pada tomat yang dikonsumsi segar, sedangkan pada tomat olahan, pecah buah memungkinkan masuknya patogen pada buah sehingga menyebabkan busuk sekunder Peet 1992; Simon 2006; Liebisch et al. 2009. Hasil penelitian di Amerika Serikat melaporkan kehilangan hasil panen tomat akibat pecah buah mencapai 35 Dorais et al. 2004. Kerugian akibat pecah buah dapat diatasi dengan menggunakan kultivar tahan, mencukupi kebutuhan air dan nutrisi tanaman yang seimbang Liebisch et al. 2009; Masarirambi et al. 2009. Salah satu upaya untuk menghasilkan varietas tomat yang tahan pecah buah adalah melalui program pemuliaan tanaman. Kegiatan ini dimulai dengan mengumpulkan berbagai plasma nutfah tomat dan kemudian melakukan penapisan. Identifikasi ketahanan genotipe-genotipe tanaman koleksi adalah langkah awal dalam pengembangan kultivar tahan Zainal et al. 2011. Sifat tahan dapat berasal dari varietas lain, landrace, spesies liar yang sekerabat atau spesies lain. Ketersediaan keragaman genetik akan menentukan keberhasilan program pemuliaan Yunianti et al. 2007. Karakterisasi diperlukan untuk mendapatkan informasi suatu genotipe, ragam genotipe yang terjadi serta perilaku genetik 15 diperlukan untuk menentukan arah dan metode pemuliaannya. Informasi tentang keanekaragaman genetik di dalam dan di antara tanaman spesies yang terkait erat sangat penting untuk pemanfaatan sumber daya genetik dan sangat berguna dalam karakterisasi aksesi individu dan kultivar Satori et al. 2002. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data ketahanan 25 genotipe tomat terhadap pecah buah, keragaman dan pola hubungan kekerabatan antar genotipe. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan mulai bulan Maret hingga Agustus 2012 di laboratorium Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian IPB dan Kebun Percobaan Leuwikopo, IPB. Lahan berada pada ketinggian 250 m di atas permukaan laut, memiliki tipe tanah latosol. Materi Genetik Materi genetik yang digunakan adalah 25 genotipe tomat koleksi Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB dan nomor-nomor lokal yang telah digalurkan Tabel 1. Tabel 1 Daftar genotipe tomat yang digunakan dalam penelitian 16 Pelaksanaan Percobaan Kegiatan penelitian diawali dengan penyemaian benih. Benih disemai sebanyak 1 butir per lubang tray yang berisi media semai steril. Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari. Pemupukan dilakukan setelah bibit berumur 2 minggu setelah semai dengan periode satu minggu sekali menggunakan pupuk NPK 16:16:16 dengan dosis 10 gl -1 air dan gandasil 2 gl -1 air diaplikasikan dengan cara disiramkan pada pangkal bibit. Penyemprotan pestisida dilakukan jika terlihat gejala serangan hama dan penyakit pada persemaian. Pengolahan lahan dan pembuatan bedengan dilakukan bersamaan saat kegiatan penyemaian. Percobaan disusun dalam rancangan kelompok lengkap teracak RKLT faktor tunggal dengan 3 ulangan, masing-masing satuan percobaan terdiri atas 20 tanaman. Satu satuan percobaan terdiri atas 20 tanaman yang ditanam pada bedengan berukuran 1 m x 5 m yang ditutup mulsa plastik hitam perak, jarak tanam 50 cm x 50 cm. Bibit dipindah ke lapang setelah berumur ± 4 minggu. Bibit yang dipilih adalah bibit dengan pertumbuhannya tegar, berdaun 3-5 helai, warna daun hijau dan tidak terkena hama penyakit Pangaribuan et al. 2011. Pemupukan dalam bentuk larutan NPK 16:16:16 10 g l -1 dilakukan setiap seminggu sekali, masing-masing tanaman 250 ml. Penyemprotan pestisida dilakukan 2 minggu sekali dengan menggunakan fungisida mancozeb 80 atau propineb 2 g l -1 , insektisida profenovos dengan dosis 2 ml l -1 . Pewiwilan tunas air dilakukan agar tanaman dapat tumbuh optimal. Pengendalian gulma dilakukan secara manual. Kegiatan pemanenan dilakukan pada kondisi buah masak pada skor 4 dan 5 pada standar skala warna kulit buah tomat. Pemanenan dilakukan setiap 5 hari sekali selama 8 kali panen. Pecah buah Peubah yang diamati adalah kejadian pecah buah berdasarkan skoring pecah buah. Nilai skoring dan jumlah buah pecah per tanaman digunakan untuk mendapatkan nilai indeks pecah buah IPB. IPB = ∑ni x skor∑n x skor maksimum x 100 , dimana ni = jumlah buah dalam skor ke i i = 0,1,2,3,4; skor maksimum = 4. Nilai skor ditentukan berdasarkan metode „crack resistence s core’ Susila 1995 yang dimodifikasi yaitu skor 0 = tidak mengalami pecah buah; 1 = sedikit mengalami pecah buah 25 ; 2 = mengalami pecah buah 25 ≤ 50 ; 3 = mengalami pecah buah agak berat 50 –75 ; 4 = mengalami pecah buah berat 75 . Ilustrasi skoring dapat dilihat pada Gambar 2. Nilai IPB yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk mengelompokkan tingkat ketahanan genotipe tomat terhadap pecah buah berdasarkan metode yang telah dimodifikasi. Kriteria ketahanan yang digunakan adalah sangat tahan ST jika IPB = 0 ; tahan T jika 0 IPB ≤ 5 ; agak tahan AT jika 5 IPB ≤ 10 ; agak rentan AR jika 10 IPB ≤ 20 ; rentan R jika 20 IPB ≤ 40 dan sangat rentan jika IPB ≥ 40 Djatmiko et al 2000; Yusnita dan Soedarsono 2004; Faizah 2010. 17 Gambar 2 Skoring pecah buah pada buah tomat A. tipe konsentrik; B dan C tipe radial 1 Persentase bobot buah pecah tan -1 Pengamatan dilakukan pada saat panen. Buah yang dipanen dipisahkan yang pecah kemudian ditimbang, bobot buah pecah dihitung dari 8 kali panen. Persentase bobot buah pecah dihitung dengan rumus: 2 Jumlah buah per tanaman Pengamatan dilakukan pada saat panen. Jumlah buah dihitung dari 8 kali panen. 3 Panjang buah cm Panjang buah diukur dengan menggunakan jangka sorong dari pangkal hingga ujung buah. 4 Diameter buah cm Diameter buah diukur dengan menggunakan jangka sorong pada bagian tengah buah. 5 Tebal daging buah cm Tebal daging buah diukur dengan menggunakan jangka sorong. Buah dipotong melintang pada bagian tengah buah. Tebal daging buah diukur 3 kali pada bagian yang memiliki tebal daging yang berbeda kemudian diambil rata- ratanya. 1 2 3 4 1 2 3 4 18 6 Jumlah rongga buah Buah dipotong melintang pada bagian tengah buah kemudian dihitung jumlah rongganya. 7 Umur berbunga HST Pengamatan dilakukan pada saat tanaman berbunga yaitu dengan mencatat pada hari keberapa pada saat 50 populasi tanaman telah berbunga pada bunga ketiga dari tandan kedua. 8 Umur panen HST Pengamatan dilakukan pada saat 50 populasi tanaman telah dipanen pada kondisi buah masak pada skor 3 pada standar skala warna kulit buah tomat Kader 1995. 9 Tinggi tanaman cm Tinggi tanaman diukur setelah panen ke-2 dari permukaan tanah sampai titik tumbuh tertinggi. 10 Diameter batang cm Diameter batang diukur setelah panen ke-2 pada sepertiga tanaman bagian tengah tanaman 11 Panjang daun cm dan lebar daun cm Panjang dan lebar daun diukur setelah panen ke-2 pada sepertiga tanaman bagian tengah tanaman 12 Total padatan terlarut o brix Diukur pada buah panen ke-2 dan ke-3 dengan menggunakan alat handrefraktometer. 13 Kekerasan buah kgcm -1 Kekerasan buah diukur pada buah panen ke-2 dan ke-3 dengan menggunakan alat penetrometer. 14 Kadar air Kadar air diukur dengan mengeringkan buah menggunakan oven listrik pada suhu 100 o C selama 24 jam. Buah tomat pada panen ke-2 dan ke-3 dipotong menjadi 4-8 bagian kemudian dimasukkan dalam amplop kertas. Buah tomat ditimbang bersama amplop sebagai data berat basah. Setelah dioven ditimbang kembali buah tomat bersama amplop sebagai berat kering. Kadar air dihitung dengan rumus: Analisis Data Perbedaan antar genotipe diuji menggunakan uji F pada taraf nyata 5, bila terdapat perbedaan yang nyata maka untuk mengetahui genotipe yang berpenampilan lebih baik diantara genotipe yang lain dilanjutkan dengan uji lanjut DMRT Duncan’s Multiple Range Test. Sidik ragam Tabel 2 yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan Mattjik dan Sumertajaya 2006. Persentase Kadar Air = bobot basah − bobot kering bobot basah x 19 Tabel 2 Sumber keragaman dan nilai harapan a Sumber keragaman db JK KT F-hitung Ulangan r r-1 JKu Jku r-1 KTuKTe Genotipe g g-1 JKg JKgg-1 KTgKTe Galat r-1g-1 JKe JKer-1g-1 Total gr -1 JKt a r = jumlah ulangan; g = jumlah genotipe; Jku = jumlah kuadrat ulangan; JKg = jumlah kuadrat genotipe; Jke = jumlah kuadrat galat; Ktu = kuadrat tengah ulangan; KTg = kuadrat tengah genotipe; KTe = kuadrat tengah galat Model linier dalam analisis ragam berdasarkan Gomez dan Gomez 2007 sebagai berikut: Keterangan: Y ij = nilai fenotipe pada perlakuan ke- i dan kelompok ke- j µ = nilai tengah umum α i = pengaruh genotipe ke- i 1, 2, 3, …, 25 β j = pengaruh kelompok ke- j 1, 2, 3 ɛ ij = galat percobaan Perbedaan nyata antar genotipe diuji berdasarkan uji lanjut DMRT pada taraf 5 menggunakan rumus Steel dan Torrie 1989. Keterangan: � � � � = nilai tabel Duncan pada taraf nyata α p = Jarak peringkat antar dua perlakuan Keragaman Genetik 25 Genotipe Tomat Sebanyak 25 genotipe ditanam masing-masing sebanyak 10 tanaman. Peubah yang diamati terdiri atas 27 peubah kualitatif yang dirangkum dari Panduan Pengujian Individual Kebaruan, Keunikan, Keseragaman dan Kestabilan Tomat PPVT 2007, International Union for the Protection of New Varieties of Plants UPOV 2011 dan Descriptor for Tomato Lycopersicon spp. IPGRI 1996. Pengamatan juga dilakukan pada 8 peubah kuantitatif yaitu panjang buah, diameter buah, jumlah rongga buah, tinggi tanaman, diameter batang, panjang buku, panjang daun dan lebar daun. Karakter kualitatif yang diamati meliputi : 1 Pewarnaan antosianin pada hipokotil: 1 tidak ada , 9 ada. 2 Pewarnaan antosianin pada ruas tiga teratas: 1 tidak ada atau sangat lemah, 3 lemah, 5 sedang, 7 kuat, 9 sangat kuat. 3 Letak daun pada sepertiga tanaman bagian tengah: 3 semi tegak, 5 horizontal, 7 menggantung Y ij = µ+ α i + β j + ɛ ij � = � � � � × Ῡ Ῡ = � �� 20 3 semi tegak 5 horizontal 7 menggantung Gambar 3 Letak daun pada sepertiga tanaman bagian tengah Gambar diadaptasi dari UPOV 2011 4 Pembagian helai daun: 1 menyirip, 2 menyirip ganda 5 Tipe daun: 1 Tipe 1, 2 Tipe 2, 3 Tipe 3, 4 Tipe 4 1 menyirip 2 menyirip ganda Gambar 4 Pembagian helai daun Gambar diadaptasi dari UPOV 2011 6 Intensitas warna hijau daun: 3 terang, 5 sedang, 7 gelap. 7 Letak anak daun terhadap tulang daun utama: 1 ke atas, 2 mendatar, 3 ke bawah. Gambar 5 Letak anak daun terhadap tulang daun utama Gambar diadaptasi dari UPOV 2011 8 Tipe tandan bunga pada pelepah daun kedua dan ketiga: 1 secara umum uniparous, 2 sebagian uniparous sebagian multiparous, 3 secara umum multiparous. 1 2 3 Gambar 6 Tipe tandan bunga pada pelepah daun kedua dan ketiga Gambar diadaptasi dari UPOV 2011 21 9 Cabang pada tandan bunga bunga pertama pada tandan bunga: 1 tidak ada, 9 ada. 10 Warna bunga: 1 kuning, 2 jingga 11 Lapisan absisi: 1 tidak ada, 9 ada . Gambar 7 Lapisan absisi pada tangkai buah Gambar diadaptasi dari UPOV 2011 12 Panjang Pedisel dari lapisan absisi terhadap calyx: 3 pendek, 5 sedang, 7 panjang. 13 Ukuran buah: 1 sangat kecil, 3 kecil, 5 sedang, 7 besar, 9 sangat besar. 14 Bentuk buah dalam penampang membujur: 1 pipih, 2 agak pipih, 3 bulat, 4 persegi, 5 silinder, 6 bentuk hati, 7 bentuk telur sungsang, 8 bentuk telur, 9 bentuk pear, 10 bentuk pear lancip. Gambar 8 Bentuk buah dalam penampang membujur Gambar diadaptasi dari UPOV 2011 dan PPVT 2007 15 Irisan melintang: 1 tidak bulat, 2 bulat. 16 Depresi buah pada ujung tangkai buah: 1 tidak ada atau sangat lemah, 3 lemah, 5 sedang, 7 kuat, 9 sangat kuat. 22 Gambar 9 Depresi buah pada ujung tangkai buah Gambar diadaptasi dari UPOV 2011 17 Ukuran lapisan gabus di sekeliling parut tangkai buah: 1 sangat kecil, 3 kecil, 5 sedang, 7 besar, 9 sangat besar. 18 Ukuran parut pada bekas tangkai putik: 1 sangat kecil, 3 kecil, 5 sedang, 7 besar, 9 sangat besar. 19 Bentuk ujung buah: 3 melekuk, 4 melekuk agak datar, 5 datar, 6 datar meruncing, 7 meruncing. Gambar 10 Bentuk ujung buah. Gambar diadaptasi dari UPOV 2011 dan PPVT 2007 20 Ukuran bagian tengah buah dalam irisan melintang: 1 sangat kecil, 3 kecil, 5 sedang, 7 besar, 9 sangat besar. 21 Jumlah rongga buah: 1 dua, 2 dua dan tiga, 3 tiga dan empat, 4 lebih dari empat. 1 2 3 4 Gambar 11 Jumlah rongga buah. Gambar diadaptasi dari UPOV 2011 23 22 “Bahu buah hijau” sebelum masak: 1 tidak ada, 9 ada. 1 9 Gambar 12 “Bahu buah hijau” sebelum masak Gambar diadaptasi dari UPOV 2011 23 Luas “bahu buah hijau”: 3 kecil, 5 sedang, 7 besar. 24 Intensitas warna hijau buah pada bahu buah: 3 lemah, 5 sedang, 7 kuat. 25 Intensitas warna hijau buah sebelum matang: 3 terang, 5 sedang, 7 gelap. 26 Ribbing at peduncle end: 1 tidak ada, 9 ada. 27 Warna buah masak: 1 kuning, 2 jingga, 3 merah muda, 4 merah. 28 Warna daging buah: 1 kuning, 2 jingga, 3 merah muda, 4 merah. Keragaman genetik dan pola hubungan kekerabatan dianalisis dengan analisis gerombol cluster analysis dan analisis komponen utama AKU menggunakan software SPSS versi 19. Informasi hubungan kekerabatan digunakan sebagai dasar dalam rekomendasi tetua yang akan dipilih pada pembentukan populasi studi pewarisan. Penentuan genotipe calon tetua jika terdapat beberapa genotipe terpilih akan dipilih genotipe yang lebih ekstrim, hubungan genetiknya lebih jauh, serta lebih mudah persilangannya. HASIL DAN PEMBAHASAN Pecah buah pada tomat Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa genotipe berpengaruh nyata terhadap indeks pecah buah Tabel 4. Berdasarkan indeks pecah buah 25 genotipe tomat terbagi menjadi lima kelompok yaitu sangat tahan, tahan, agak tahan, agak rentan dan rentan Tabel 3. Tidak ada genotipe yang masuk dalam kriteria sangat peka. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat keragaman genetik pada genotipe tomat yang memberikan tanggapan tahan berbeda terhadap pecah buah. Persentase bobot buah pecah g tan -1 berkisar antara 0-35.31 Tabel 7. Nilai ini menunjukkan produksi tomat yang tidak layak untuk dipasarkan sebagai kerugian akibat pecah buah. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa pecah buah yang terjadi dalam rumah kaca dapat meningkatkan buah yang tidak layak dipasarkan mencapai 10-95 dari total buah yang dihasilkan Dorais et al. 2004; Liebisch et al. 2009; Hahn 2011. 24 Tabel 3 Nilai indeks pecah buah pada 25 genotipe tomat dan tingkat ketahananya Genotipe Indeks pecah buah Tingkat ketahanan a Genotipe Indeks pecah buah Tingkat ketahanan a IPBT1 16.03 AR IPBT57 1.01 T IPBT3 20.58 R IPBT58 4.25 T IPBT4 0.00 ST IPBT59 0.00 ST IPBT6 0.39 T IPBT60 0.00 ST IPBT8 2.83 T IPBT64 0.00 ST IPBT13 5.81 AT IPBT73 18.57 AR IPBT21 9.64 AT IPBT78 1.31 T IPBT23 1.39 T IPBT80 0.62 T IPBT30 8.64 AT IPBT82 0.23 T IPBT33 11.99 AR IPBT83 0.00 ST IPBT34 8.97 AT IPBT84 0.49 T IPBT43 8.27 AT IPBT86 19.27 AR IPBT53 3.38 T a ST= sangat tahan, T= tahan, AT= agak tahan, AR= agak rentan, R= rentan Pecah buah pada tomat dapat dibedakan menjadi dua macam berdasarkan bentuknya, yaitu tipe radial dan tipe konsentrik Dorais et al. 2004; Masarirambi et al. 2009. Beberapa genotipe menunjukkan pecah buah tipe radial yaitu IPBT1, IPBT21, IPBT73 dan IPBT86. Genotipe-genotipe tersebut pada umumnya adalah genotipe yang memiliki jumlah rongga yang banyak Tabel 8. Genotipe yang lain menujukkan tipe konsentrik. Ada kalanya genotipe dengan jumlah rongga sedikit juga mengalami tipe pecah radial. Belum ada korelasi yang jelas antara bentuk buah dengan tipe pecah buah Dorais et al. 2004. Beberapa faktor yang diduga menjadi faktor penyebab terjadinya pecah buah adalah genetik Dorais et al. 2004, hujan dan kelembapan tinggi atau pengairan yang intensif setelah periode kekeringan Simon 2006, suhu dan cahaya tinggi Liebisch et al. 2009, aspek anatomi buah, kecepatan tumbuh buah, kandungan kalsium dan boron Dorais 2004: Liebisch et al. 2009, kekuatan dinding sel buah Simon 2006. Hasil pengujian kandungan kalsium buah tomat pada penelitian ini menunjukkan bahwa genotipe tomat tidak berpengaruh nyata. Karakter Hasil dan Komponen Hasil Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa genotipe berpengaruh nyata pada karakter jumlah buah per tanaman, hasil per tanaman, bobot buah layak per tanaman, persentase bobot buah tidak layak per tanaman dan umur panen, namun tidak nyata pada peubah umur berbunga Tabel 4. Peubah jumlah buah per tanaman genotipe IPBT23 menunjukkan jumlah buah yang paling tinggi dengan jumlah rata-rata 145.7. Hasil per tanaman tertinggi ditunjukkan oleh genotipe IPBT83 sebesar 1 846.47 g tan -1 dan terendah 798.47 g tan -1 Tabel 5, jika dikonversikan maka diperoleh potensi produksi dari genotipe yang diuji sebesar 15.96-36.92 ton ha -1 dengan asumsi populasi tanaman tomat 20 000 tan ha -1 . 25 Tabel 4 Kuadrat tengah karakter indeks pecah buah dan komponen hasil pada tanaman tomat a = berpengaruh nyata pada α 0.05, = berpengaruh nyata pada α 0.01, tn = tidak nyata Tabel 5 Nilai tengah peubah karakter hasil dan komponen hasil pada tanaman tomat x Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut DMRT taraf 5 Kendala yang dihadapi pada penanaman tomat yang dilakukan di dataran rendah adalah terjadinya penurunan daya hasil. Hasil rata-rata tanaman tomat di 26 dataran rendah umumnya sangat rendah yaitu 6 ton ha -1 atau setara dengan 0.25 kg tan -1 Purwati 2007. Selanjutnya penelitian Purwati 2009 melaporkan hasil tomat hibrida adaptif dataran rendah hingga tinggi yang ditanam di dataran medium 550 m dpl hanya 1.95 kg tan -1 , sedangkan potensi hasilnya bisa mencapai 3 kg tan -1 , terjadi penurunan hasil sebesar 35. Hasil penelitian Soedomo 2012 pada varietas yang beradaptasi menengah hingga tinggi yang ditanam di dataran medium juga menunjukkan penurunan hasil dari 4-5 kg tan -1 menjadi 1.95 kg tan -1 , terjadi penurunan sebesar 50-60. Berbeda halnya jika varietas tersebut ditanam di dataran tinggi 800 m dpl menunjukkan hasil 5.32 kg tan -1 . Produksi per tanaman pada tanaman tomat ditentukan oleh jumlah tandan buah, jumlah bunga per tandan, jumlah bunga yang menjadi buah dan bobot per buah Murti et al. 2004. Penurunan daya hasil tomat di dataran rendah dipengaruhi suhu lingkungan tumbuh yang menyebabkan ukuran buah lebih kecil dan jumlah buah yang terbentuk sedikit. Firon et al. 2006 melaporkan bahwa pada kondisi suhu tinggi jumlah dan kualitas serbuk sari tomat berkurang, selanjutnya viabilitas serbuk sari juga berkurang yang akhirnya menyebabkan fruitset dan jumlah benih per buah berkurang. Peningkatan produksi tomat, baik kuantitas maupun kualitas juga dapat dilakukan dengan penggunakan teknik budidaya dan pemupukan yang sesuai dengan kebutuhan tanaman Amisnaipa et al. 2008; Subhan et al. 2009; Pangaribuan et al. 2011. Hasil analisis ragam pada karakter buah menunjukkan bahwa genotipe berpengaruh nyata pada karakter panjang buah, diameter buah, tebal daging buah, dan jumlah rongga dan tidak nyata pada kandungan kalsium, kadar air, tingkat kekerasan buah dan padatan total terlarut Tabel 6. Tabel 6 Kuadrat tengah karakter buah tomat a = berpengaruh nyata pada α 0.05, = berpengaruh nyata pada α 0.01, tn = tidak nyata Kriteria tanaman tomat yang dapat digunakan sebagai bahan pemuliaan adalah tipe tumbuh tegak atau menyebar, ukuran buah besar, penampilan buah menarik, tahan simpan, tahan terhadap organisme pengganggu tanaman, daging buah tebal ± 4 mm dan hasil tinggi Suryadi et al. 2004. Genotipe-genotipe yang diuji beberapa diantaranya memenuhi kriteria yang dapat dijadikan sebagai bahan tetua. Genotipe dengan panjang buah terbaik adalah IPBT78, diameter buah terbaik adalah IPBT73, tebal daging buah terbaik adalah IPBT80 dan jumlah rongga terbaik adalah IPBT53, IPBT58, IPBT64 dan IPBT78 Tabel 7. 27 Tabel 7 Nilai tengah peubah karakter buah tomat x Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut DMRT taraf 5 Hasil analisis ragam pada karakter vegetatif menunjukkan bahwa genotipe memberikan pengaruh nyata pada peubah tinggi tanaman, diameter batang, panjang daun dan lebar daun dan tidak nyata pada peubah panjang buku batang Tabel 8. Peubah diameter batang tertinggi juga ditunjukkan oleh IPBT73, panjang daun dan lebar daun masing-masing ditunjukkan oleh genotipe IPBT58 dan IPBT83 Tabel 9. Tabel 8 Kuadrat tengah karakter vegetatif tanaman tomat a = berpengaruh nyata pada α 0.05, = berpengaruh nyata pada α 0.01, tn = tidak nyata 28 Tabel 9 Nilai tengah peubah karakter vegetatif tanaman tomat a Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut DMRT taraf 5 Keragaman Genetik 25 Genotipe Tomat Analisis Komponen Utama Hasil pengamatan kualitatif terdapat tiga peubah yang mempunyai skor sama pada semua genotipe yaitu pewarnaan anthocyanin pada ruas tiga teratas skor 1, tipe daun skor 4 dan warna bunga skor 1. Ketiga peubah tersebut tidak dapat dianalisis pada analisis komponen utama AKU sehingga peubah kualitatif yang digunakan sebanyak 25 peubah. Berdasarkan AKU terdapat 9 komponen yang memiliki akar ciri di atas 1 Tabel 10. Menurut Santoso 2004, nilai akar ciri menunjukkan kepentingan relatif masing-masing faktor dalam menghitung keragaman seluruh variabel yang dianalisis. Komponen dengan akar ciri kurang dari satu tidak valid digunakan dalam menghitung jumlah faktor yang terbentuk Simamora 2005. Sembilan komponen tersebut merupakan hasil 29 reduksi dari 33 peubah yang dapat menerangkan keragaman sebesar 84.65 Tabel 10. Analisis data untuk mengelompokkan 25 genotipe tomat yang dipelajari digunakan tiga Komponen Utama KU yang dapat menjelaskan 47.29 dari variabilitas 33 peubah yang diamati. Tabel 10 Nilai akar ciri komponen utama berdasarkan analisis komponen utama Berdasarkan nilai vektor ciri Tabel 11 komponen I terdiri atas 8 peubah yaitu depresi buah pada ujung tangkai buah, ukuran lapisan gabus di sekeliling parut tangkai buah, ukuran parut pada bekas tangkai putik, ukuran bagian tengah buah dalam irisan melintang, jumlah rongga buah, diameter buah, tinggi tanaman dan panjang buku. Komponen II terdiri atas 5 peubah yaitu ukuran buah, bentuk buah dalam penampang membujur, panjang buah, tebal daging buah dan lebar daun. Komponen III hanya terdiri dari satu peubah yaitu lapisan absisi. Berdasarkan pengelompokan KU I dan KU II Gambar 13 dengan proporsi keragaman total sebesar 36.15, genotipe yang diuji dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok. Kelompok I terdiri dari 16 genotipe yaitu IPBT1, IPBT4, IPBT6, IPBT8, IPBT13, IPBT34, IPBT43, IPBT57, IPBT58, IPBT59, IPBT60, IPBT64, IPBT78, IPBT80, IPBT82, IPBT83 dan IPBT84. Kelompok II terdiri dari tiga genotipe yaitu IPBT21, IPBT73 dan IPBT86. Kelompok III terdiri dari 4 genotipe yaitu IPBT53, IPBT23, IPBT33, IPBT30 dan IPBT3. Kelompok IV hanya terdiri dari genotipe IPBT80. 30 Tabel 11 Nilai vektor ciri tiga komponen utama Peubah Kode Komponen 1 2 3 Pewarnaan anthocyanin pada hipokotil P1 .302 .305 -.109 Letak daun P3 .104 .456 -.091 Pembagian helai daun P4 .162 .422 -.495 Intensitas warna hijau daun P6 -.327 .363 .104 Letak anak daun terhadap tulang daun utama P7 .341 -.299 -.030 Tipe tandan bunga P8 .372 -.264 -.053 Cabang pada tandan bunga P9 -.273 -.167 .383 Lapisan absisi P11 -.156 -.469 .528 Panjang pedisel P12 -.005 -.483 .258 Ukuran buah P13 .452 .646 .140 Bentuk buah dalam penampang membujur P14 -.447 .654 .201 Irisan melintang P15 .183 .131 -.330 Depresi buah pada ujung tangkai buah P16 .719 -.129 .181 Ukuran lapisan gabus di sekeliling parut tangkai buah P17 .803 .106 .443 Ukuran parut pada bekas tangkai putik P18 .586 -.058 -.192 Bentuk ujung buah P19 -.214 -.434 .409 Ukuran bagian tengah buah dalam irisan melintang P20 .788 -.166 .177 Jumlah rongga buah P21 .645 -.537 .266 Bahu buah hijau sebelum masak P22 -.114 -.535 -.573 Luas bahu buah hijau P23 -.005 -.478 -.757 Intensitas warna hijau buah pada bahu buah P24 .059 -.588 -.631 Intensitas warna hijau buah P25 .147 -.396 -.289 Ribbing at peduncle end P26 .337 .112 .451 Warna buah masak P27 -.257 -.305 .335 Warna daging buah P28 .191 -.390 .200 Panjang buah K1 .033 .790 .366 Diameter buah K2 .809 .104 .061 Tebal daging buah K3 .296 .528 -.482 Tinggi tanaman K4 .748 -.130 .141 Diameter buah K5 -.348 .163 .488 Panjang internode K6 .670 .004 .099 Panjang daun K7 .421 .463 -.300 Lebar daun K8 .095 .758 -.253 Berdasarkan KU I dan KU III Gambar14 dengan proporsi keragaman 31.05 juga diperoleh 4 kelompok. Kelompok I terdiri dari 18 genotipe yaitu IPBT4, IPBT13, IPBT21, IPBT23, IPBT30, IPBT33, IPBT34, IPBT43, IPBT53, IPBT57, IPBT58, IPBT59, IPBT60, IPBT78, IPBT80, IPBT82, IPBT83 dan IPBT84. Kelompok II terdiri dari 4 genotipe yaitu IPBT53, IPBT30 dan IPBT33. Kelompok III terdiri dari tiga genotipe yaitu IPBT21, IPBT73 dan IPBT86. Kelompok IV hanya terdiri dari satu genotipe yaitu IPBT80. 31 Gambar 13 Analisis komponen utama 25 genotipe tomat KU I dan KU II Gambar 14 Analisis komponen utama 25 genotipe tomat KU I dan KU III 32 Berdasarkan KU II dan KU III dengan proporsi keragaman 28.82 diperoleh 3 kelompok. Kelompok I terdiri dari 18 genotipe yaitu IPBT8, IPBT13, IPBT21, IPBT23, IPBT1, IPBT4, IPBT34, IPBT43, IPBT6, IPBT57, IPBT58, IPBT59, IPBT60, IPBT78, IPBT80, IPBT82, IPBT83, dan IPBT84. Kelompok II terdiri dari 6 genotipe yaitu IPBT86, IPBT73, IPBT0, IPBT33, dan IPBT53. Kelompok III hanya terdiri dari satu genotipe yaitu IPBT80 Gambar 15. Gambar 15 Analisis komponen utama 25 genotipe tomat KU II dan KU III Analisis Gerombol Analisis gerombol bertujuan untuk mengelompokkan data pengamatan ke dalam beberapa kelas, sehingga anggota di dalam satu kelas lebih homogen serupa dibandingkan dengan anggota di dalam kelas lain. Kriteria pengelompokan didasarkan pada ukuran kemiripan Djuraidah 1991. Kemiripan antar objek dapat diukur menggunakan sebuah indeks dengan makna tertentu seperti jarak euclidean akar ciri atau jarak lain, sejenis indeks peluang atau yang lainnya. Semakin kecil jarak akar ciri antar dua genotipe, semakin mirip genotipe tersebut satu sama lain. Analisis gerombol yang dilakukan pada 25 genotipe tomat dengan 33 peubah menghasilkan dendrogram seperti pada Gambar 16. Dua puluh lima genotipe tomat tersebut dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok pada tingkat kemiripan 80. Genotipe-genotipe yang mengelompok pada kelompok I adalah IPBT82, IPBT83, IPBT57, IPBT59, IPBT8, IPBT43, IPBT60, IPBT58, IPBT78, IPBT84, IPBT6, IPBT13, IPBT64, IPBT23, IPBT34, IPBT1 dan IPBT4. Kelompok II terdiri dari genotipe IPBT21, IPBT73 dan IPBT86. Kelompok 3 terdiri dari IPBT33, IPBT53, IPBT3 dan IPBT30. Kelompok IV hanya beranggotakan genotipe IPBT80. Pengelompokan genotipe dengan menggunakan analisis gerombol ini diharapkan dapat membantu dalam pemilihan tetua dalam kegiatan yang akan dilakukan selanjutnya yaitu untuk merakit varietas tomat yang 33 tahan terhadap pecah buah dengan mengombinasikan informasi kelompok genotipe berdasarkan indeks pecah buah. Gambar 16 Dendrogram hasil analisis gerombol 25 genotipe tomat SIMPULAN Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kriteria indeks seleksi 25 genotipe tomat memiliki kisaran indeks pecah buah 0.00-20.58. Berdasarkan nilai indeks pecah buah 25 genotipe tomat terbagi menjadi lima kelompok yaitu sangat tahan, tahan, agak tahan, agak peka dan peka. Berdasarkan karakter indeks pecah buah, hasil, komponen hasil, buah dan vegetatif terdapat beberapa genotipe yang memiliki kriteria yang dapat dijadikan sebagai bahan tetua pada pemuliaan tanaman tomat. Hasil analisis komponen utama dan analisis gerombol diperoleh pola kekerabatan genotipe tomat mengelompok menjadi empat kelompok. Dari informasi yang diperoleh direkomendasikan genotipe-genotipe terpilih menjadi tetua untuk analisis genetik karakter pecah buah adalah IPBT1, IPBT3, IPBT13, IPT33, IPBT60, IPBT64, IPBT73, IPBT 78, IPBT83 dan IPBT86. 34 4 PEMILIHAN PENANDA SELEKSI UNTUK PERAKITAN TOMAT Lycopersicon esculentum Mill. TAHAN TERHADAP PECAH BUAH DAN BERDAYA HASIL TINGGI ABSTRAK Penanda seleksi berperan penting dalam meningkatkan efektifitas seleksi program perakitan varietas unggul. Korelasi antar karakter tanaman memiliki arti penting dalam kegiatan seleksi tidak langsung. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh penanda seleksi yang akan digunakan untuk perakitan tomat dataran rendah tahan terhadap pecah buah berdaya hasil tinggi. Penelitian dilakukan mulai bulan April hingga Agustus 2012 di laboratorium Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian IPB dan Kebun Percobaan Leuwikopo 6 o 56’34’’S, 106 o 72’ 56’’E IPB. Percobaan disusun dalam rancangan kelompok lengkap teracak RKLT faktor tunggal dengan 3 ulangan. Penanda seleksi ditentukan berdasarkan nilai heritabilitas karakter seleksi dan korelasi antarkarakter terhadap indeks pecah buah dan produksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter indeks pecah buah, hasil, komponen hasil, buah dan vegetatif mempunyai nilai duga heritabilitas yang tergolong tinggi sehingga dapat dijadikan sebagai karakter penanda seleksi pada tanaman tomat. Karakter yang berkorelasi nyata dan berpengaruh langsung terhadap indeks pecah buah adalah persentase bobot buah pecah per tanaman, persentase jumlah buah pecah per tanaman dan padatan total terlarut. Karakter yang berkorelasi nyata dan berpengaruh langsung terhadap hasil per tanaman adalah bobot buah layak, bobot per buah dan tinggi tanaman. Kata kunci: korelasi, penanda seleksi, sidik lintas MARKER SELECTION FOR TOMATO Lycopersicon esculentum Mill. BREEDING PROGRAM TO HIGH YIELD AND FRUIT CRACKING RESISTENCE Markers selection play important roles to increase effectiveness selection in breeding programs to creat superior varieties. The correlation between character have significance in indirect selection activities. The objective of this study was to obtain the markers selection that will be used for indirect selection on tomato breeding program to high yield and fruit cracking resistence at lowland. The experiment was conducted from April until August 2012 at Plant Breeding Laboratory, Faculty of Agriculture and Leuwikopo Field Station 6 o 56’34’’S, 106 o 72’ 56’’E Bogor Agricultural University. Ten genotypes were selected to estimate variance and heritabilities of crack index character, yield and component of yield, fruit and vegetative character. Randomized complete block design was used with three replication. Marker characters were selected based on heritabilities value and correlation between character. The result showed that fruit cracking character, yield and components of yield, fruit character and vegetative character including high category heritability. The three components very highly correlated with crack index were fruit crack weight per plant percentage, number of fruit crack per plant percentage and total soluble solids. 35 The three components very highly correlated with yield per plant were marketable fruit weight, individual fruit weigth and plant high. Keywords: correlation, marker selection, path analysis PENDAHULUAN Keberhasilan dari suatu program pemuliaan ditentukan oleh pemilihan materi bahan tetua yang akan digunakan, juga perlu diperhatikan karakter dan pewarisan karakter yang akan dikembangkan serta identifikasi keberadaan sumber-sumber plasma nutfah yang membawa karakter yang dituju Syukur et al. 2012. Seleksi juga merupakan faktor penting yang berperan dalam pemuliaan tanaman dan akan efektif jika dilakukan pada populasi yang beragam dan diketahui karakteristiknya. Seleksi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Seleksi langsung dapat diartikan sebagai pemilihan secara langsung genotipe-genotipe terbaik berdasarkan karakter-karakter yang memenuhi kriteria seleksi. Informasi tentang kendali genetik karakter yang akan dikembangkan akan membantu kegiatan seleksi. Ekspresi fenotipe suatu karakter pada dasarnya merupakan hasil dari pengaruh faktor genetik dan simpangan yang diakibatkan oleh faktor lingkungan serta interaksi antara kedua faktor tersebut. Berdasarkan peran gen dalam mengendalikan penampilan suatu karakter dapat dibedakan menjadi aditif, dominan dan epistasis, maka ragam genetik juga memiliki komponen ragam genetik aditif, ragam genetik dominan dan ragam epistasis Nasir 2001. Ragam genetik aditif merupakan penyebab utama kesamaan diantara kerabat. Ragam ini merupakan efek rata-rata gen, fungsi dari derajat dimana perubahan fenotipe karena terjadinya seleksi. Ragam genetik dominan merupakan penyebab utama ketidaksamaan diantara kerabat. Ragam ini merupakan basis utama bagi heterosis dan kemampuan daya gabung khusus. Parameter heritabilitas digunakan untuk menduga besarnya ragam fenotipe yang diwariskan. Heritabilitas adalah perbandingan antara ragam genotipe dengan besaran total ragam fenotipe dari suatu karakter. Berdasarkan komponen ragam genetiknya, heritabilitas dibedakan menjadi heritabilitas dalam arti luas broad sense heritability [h 2 bs] dan heritabilitas dalam arti sempit narrow sense heritability [h 2 ns] Nasir 2001; Syukur et al. 2012. Karakter yang secara langsung dapat diamati dan berpengaruh terhadap karakter yang ingin diperbaiki sangat menentukan efektivitas dalam kegiatan seleksi Jensen 1988. Korelasi antar karakter tanaman memiliki arti penting dalam kegiatan seleksi tidak langsung. Korelasi ini digunakan untuk mengestimasi suatu karakter tertentu. Pendugaan suatu karakter dengan menggunakan penduga yang juga merupakan karakter lain yang relatif mudah diamati. Seleksi akan efektif bila terdapat hubungan erat antara karakter penduga dengan karakter yang dituju dalam program seleksi. Karakter yang berpengaruh langsung terhadap karakter yang dituju maka dapat diketahui dengan analisis lintas. Analisis lintas merupakan bentuk analisis regresi linear terstruktur dengan peubah-peubah yang dibakukan yang dapat menguraikan koefisien korelasi menjadi pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung. Analisis lintas dapat menggabungkan keterangan kuantitatif yang diperoleh dari koefisien korelasi 36 dengan keterangan kualitatif melalui hubungan kausal yang telah dirumuskan peneliti sehingga diperoleh informasi yang kuantitatif Wahyu et al. 2008. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh penanda danatau kriteria seleksi yang akan digunakan untuk perakitan tomat dataran rendah tahan terhadap pecah buah. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan mulai bulan April hingga Agustus 2012 di Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian IPB dan Kebun Percobaan Leuwikopo, IPB. Lahan ketinggian berada pada ketinggian 250 m di atas permukaan laut, memiliki tipe tanah latosol. Materi Genetik Materi genetik yang digunakan adalah 10 genotipe tomat hasil percobaan 1 yang telah diketahui tingkat ketahanannya terhadap pecah buah. Genotipe tomat yang dipilih adalah 5 genotipe tomat yang memiliki nilai indeks pecah buah tertinggi IPBT3, IPBT86, IPBT73, IPBT1 dan IPBT33 dan 5 genotipe tomat yang memiliki nilai indeks pecah buah terendah IPBT4, IPBT59, IPBT60, IPBT64, IPBT83. Pelaksanaan Percobaan Kegiatan penelitian diawali dengan penyemaian benih. Benih disemai sebanyak 1 butir per lubang tray yang berisi media semai steril. Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari. Pemupukan dilakukan setelah bibit berumur 2 minggu setelah semai dengan periode satu minggu sekali menggunakan pupuk NPK 16:16:16 dengan dosis 10 gl -1 air dan gandasil 2 gl -1 air diaplikasikan dengan cara disiramkan pada pangkal bibit. Penyemprotan pestisida dilakukan jika terlihat gejala serangan hama dan penyakit pada persemaian. Pengolahan lahan dan pembuatan bedengan dilakukan bersamaan saat kegiatan penyemaian. Percobaan disusun dalam rancangan kelompok lengkap teracak RKLT faktor tunggal dengan 3 ulangan, masing-masing satuan percobaan terdiri atas 20 tanaman. Satu satuan percobaan terdiri atas 20 tanaman yang ditanam pada bedengan berukuran 1m x 5m yang ditutup mulsa plastik hitam perak, jarak tanam 50cm x 50cm. Bibit dipindah ke lapang setelah berumur ± 4 minggu. Bibit yang dipilih adalah bibit dengan pertumbuhannya tegar, berdaun 3-5 helai, warna daun hijau dan tidak terkena hama penyakit Pangaribuan et al. 2011. Pemupukan dalam bentuk larutan NPK 16:16:16 10 g l -1 dilakukan setiap seminggu sekali, masing-masing tanaman 250 ml. Penyemprotan pestisida dilakukan 2 minggu sekali dengan menggunakan fungisida mancozeb 80 atau propineb 2 g l -1 , insektisida profenovos dengan dosis 2 ml l -1 . Pewiwilan tunas air dilakukan agar tanaman dapat tumbuh optimal. Pengendalian gulma dilakukan secara manual. Kegiatan pemanenan dilakukan pada kondisi buah masak pada skor 4 dan 5 pada 37 standar skala warna kulit buah tomat. Pemanenan dilakukan setiap 5 hari sekali selama 8 kali panen. Pecah buah Peubah yang diamati adalah kejadian pecah buah berdasarkan skoring pecah buah. Nilai skoring dan jumlah buah pecah per tanaman digunakan untuk mendapatkan nilai indeks pecah buah IPB. IPB = ∑ni x skor∑n x skor maksimum x 100 , dimana ni = jumlah buah dalam skor ke i i = 0,1,2,3,4; skor maksimum = 4. Nilai skor ditentukan berdasarkan metode „crack resistence s core’ Susila 1995 yang dimodifikasi yaitu skor 0 = tidak mengalami pecah buah; 1 = sedikit mengalami pecah buah 25 ; 2 = mengalami pecah buah 25 ≤ 50 ; 3 = mengalami pecah buah agak berat 50 –75 ; 4 = mengalami pecah buah berat 75 . Ilustrasi skoring dapat dilihat pada Gambar 2. Nilai IPB yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk mengelompokkan tingkat ketahanan genotipe tomat terhadap pecah buah berdasarkan metode yang telah dimodifikasi. Kriteria ketahanan yang digunakan adalah sangat tahan ST jika IPB = 0 ; tahan T jika 0 IPB ≤ 5 ; agak tahan AT jika 5 IPB ≤ 10 ; agak rentan AR jika 10 IPB ≤ 20 ; rentan R jika 20 IPB ≤ 40 dan sangat rentan jika IPB ≥ 40 Djatmiko et al 2000; Yusnita dan Soedarsono 2004; Faizah 2010. Karakter agronomi Peubah utama yang diamati adalah: 1 Hasil per tanaman g tan -1 Pengamatan dilakukan pada saat panen. Semua buah yang dipanen ditimbang, bobot buah dihitung dari 8 kali panen. 2 Bobot buah layak per tanaman g tan -1 Pengamatan dilakukan pada saat panen. Buah yang dipanen dipisahkan yang tidak pecah, tidak busuk dan tidak terkena penyakit lain kemudian ditimbang, bobot buah dihitung dari 8 kali panen. 3 Persentase bobot buah pecah per tanaman tan -1 Pengamatan dilakukan pada saat panen. Buah yang dipanen dipisahkan yang pecah kemudian ditimbang, bobot buah pecah dihitung dari 8 kali panen. Persentase bobot buah pecah dihitung dengan rumus: 4 Jumlah buah per tanaman Pengamatan dilakukan pada saat panen. Jumlah buah dihitung dari 8 kali panen. 5 Persentase jumlah buah pecah Pengamatan dilakukan pada saat panen. Buah yang dipanen dipisahkan antara buah yang pecah dan tidak pecah. Persentase jumlah buah pecah dihitung dengan rumus: Persentase jumlah buah pecah = jumlah buah pecah total jumlah buah x Persentase Bobot buah pecah = bobot buah pecah total bobot buah x 38 6 Panjang buah cm Panjang buah diukur dengan menggunakan jangka sorong dari pangkal hingga ujung buah. 7 Diameter buah cm Diameter buah diukur dengan menggunakan jangka sorong pada bagian tengah buah. 8 Tebal daging buah cm Tebal daging buah diukur dengan menggunakan jangka sorong. Buah dipotong melintang pada bagian tengah buah. Tebal daging buah diukur 3 kali pada bagian yang memiliki tebal daging yang berbeda kemudian diambil rata- ratanya. 9 Jumlah rongga buah Buah dipotong melintang pada bagian tengah buah kemudian dihitung jumlah rongganya. 10 Umur berbunga HST Pengamatan dilakukan pada saat tanaman berbunga yaitu dengan mencatat pada hari keberapa pada saat 50 populasi tanaman telah berbunga pada bunga ketiga dari tandan kedua. 11 Umur panen HST Pengamatan dilakukan pada saat 50 populasi tanaman telah dipanen pada kondisi buah masak pada skor 4 dan 5 pada standar skala warna kulit buah tomat Kader 1995. 12 Tinggi tanaman cm Tinggi tanaman diukur setelah panen ke-2 dari permukaan tanah sampai titik tumbuh tertinggi. 13 Jumlah buku batang Jumlah buku batang diukur setelah panen ke-2 dihitung pada batang dan salah satu cabang utama dari permukaan tanah sampai titik tumbuh tertinggi. 14 Diameter batang cm Diameter batang diukur setelah panen ke-2 pada sepertiga tanaman bagian tengah tanaman 15 Panjang daun cm dan lebar daun cm Panjang dan lebar daun diukur setelah panen ke-2 pada sepertiga tanaman bagian tengah tanaman 16 Total padatan terlarut o brix Diukur pada buah panen ke-2 dan ke-3 dengan menggunakan alat handrefraktometer. 17 Kekerasan buah kg cm -1 Kekerasan buah diukur pada buah panen ke-2 dan ke-3 dengan menggunakan alat penetrometer. 18 Kadar air Kadar air diukur dengan mengeringkan buah menggunakan oven listrik pada suhu 100 o C selama 24 jam. Buah tomat pada panen ke-2 dan ke-3 dipotong menjadi 4-8 bagian kemudian dimasukkan dalam amplop kertas. Buah tomat sebelum dioven ditimbang bersama amplop sebagai data berat basah. Buah tomat setelah dioven ditimbang kembali bersama amplop sebagai berat kering. Kadar air dihitung dengan rumus: Persentase Kadar Air = bobot basah − bobot kering bobot basah x 39 19 Kandungan kalsium ppm pada buah Kandungan kalsium dihitung dengan menggunakan metode AAS. Analisis Data Untuk menduga nilai komponen ragam dan heritabilitas, data dianalisis menggunakan anova, menggunakan fasilitas SAS9.1.3. Nilai harapan diperoleh dengan melakukan perhitungan seperti pada Tabel 12. Tabel 12 Sumber keragaman dan nilai harapan a Sumber Keragaman Derajat Bebas Kuadrat Tengah Nilai Harapan Ulangan r-1 KT u  2 e + g  2 u Genotipe g-1 KT g  2 e + r  2 g Galat r-1g-1 KT e  2 e Total g.t -1 a r = jumlah ulangan; g = jumlah genotipe; KTu = kuadrat tengah ulangan; KTg = kuadrat tengah genotipe; KTe = kuadrat tengah galat,  2 e = ragam galat;  2 g = ragam genotipe;  2 u = ragam ulangan P erhitungan nilai ragam genotipe σ 2 G , ragam fenotipe σ 2 P dan koefisien keragaman genetik KKG diduga menggunakan formula Singh dan Chaudhary 1979 sebagai berikut : σ 2 E = KT E ; σ 2 G = r KT KT E G  ; σ 2 P = r 2 E G    2 ; KKG = 100 2 x x G  Keterangan: σ 2 G = ragam genotipe σ 2 P = ragam fenotipe KT G = kuadrat tengah genotipe KT E = kuadrat tengah galat KKG = koefisien keragaman genetik Luas atau sempitnya nilai keragaman genetik suatu karakter ditentukan berdasarkan ragam genetik dan standar deviasi ragam genetik menurut rumus berikut Prinaria et al. 1995 : σ σ 2 G =          2 2 2 2 2 2 E E G G db KT db KT r Apabila σ 2 G 2 σ σ 2 G : keragaman genetiknya luas, sedangkan σ 2 G 2 σ σ 2 G : keragaman genetiknya sempit. Nilai heritabilitas dalam arti luas diduga dengan persamaan: h 2 bs = P G 2 2   Klasifikasi nilai heritabilitas ditetapkan sebagai berikut : rendah h 2 ≤ 20 , sedang 20 h 2 ≤ 50 dan tinggi h 2 50 Elrod dan Stansfield 2002. Keeratan hubungan antar karakter dianalisis menggunakan analisis korelasi Pearson dilanjutkan dengan analisis lintasan Path analysis berdasarkan persamaan simultan sebagai berikut: 40 [ r 1 r 2 r n ] = [ 1 r 1 2 r 1 n r 1 2 1 r 2 n r 1 3 r 2 3 r 3 n r 1 n r 2 n 1 ] [ P 1 P 2 P n ] A B C Berdasarkan persamaan di atas, nilai C dapat dihitung menggunakan rumus: C = [B] -1 [A] Keterangan: [B] = matriks korelasi antar peubah bebas; [B] -1 = Invers matriks [B]; C = vektor koefisien lintasan yang menunjukkan pengaruh langsung setiap peubah bebas yang telah dibakukan terhadap peubah tak bebas; [A] = vektor koefisien korelasi antara peubah bebas i i = 1,2,…..p dengan peubah tak bebas Y. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa genotipe berpengaruh nyata terhadap indeks pecah buah. Genotipe menujukkan pengaruh nyata terhadap komponen hasil pada peubah hasil per tanaman, jumlah buah per tanaman, persentase jumlah buah pecah, bobot buah layak per tanaman, persentase bobot buah pecah per tanaman umur berbunga dan umur panen Tabel 13. Tabel 13 Kuadrat tengah karakter pecah buah dan komponen hasil tanaman tomat a = berpengaruh nyata pada α =0.05, = berpengaruh nyata pada α =0.01, tn = tidak nyata Genotipe berpengaruh nyata terhadap karakter buah pada peubah bobot per buah, panjang buah, diameter buah ketebalan daging buah, jumlah rongga buah padatan total terlarut dan kandungan kalsium dan tidak nyata pada peubah kadar air dan tingkat kekerasan buah Tabel 14. Tabel 14 Kuadrat tengah karakter buah tomat a = berpengaruh nyata pada α= 0.05, = berpengaruh nyata pada α =0.01, tn = tidak nyata 41 Genotipe berpengaruh nyata terhadap karakter vegetatif tanaman pada peubah tinggi tanaman, diameter batang, panjang daun dan lebar daun dan tidak nyata pada peubah panjang internode buku batang Tabel 15. Tabel 15 Kuadrat tengah karakter vegetatif tanaman tomat a = berpengaruh nyata pada α = 0.05, = berpengaruh nyata pada α = 0.01, tn = tidak nyata Heritabilitas merupakan parameter penting dalam program seleksi tanaman Solieman et al. 2012. Pewarisan karakter kuantitatif berbeda dalam heritabilitasnya. Suatu karakter, seperti karakter hasil yang sangat besar dipengaruhi oleh faktor lingkungan akan memiliki nilai heritabilitas yang rendah. Karakter yang tidak begitu besar dipengaruhi oleh faktor lingkungan biasanya memiliki nilai heritabilitas tinggi. Hal ini dapat memengaruhi pemulia untuk memilih metode seleksi yang akan digunakan. Seleksi pada F 2 dari hasil persilangan antara tetua homozigot tidak akan efektif untuk karakter yang memiliki nilai heritabilitas rendah. Seleksi pada F 2 akan lebih efektif jika seleksi dilakukan pada karakter dengan heritabilitas tinggi Sleper dan Poehlman 2006. Nilai duga heritabilitas arti luas yang dihasilkan pada penelitian ini dikategorikan dalam kelompok tinggi pada semua karakter yang diamati Tabel 16. Nilai heritabilitas dalam arti luas dapat dianggap sebagai batas dugaan tertinggi dari heritabilitas arti sempit Nasir 2001. Nilai tinggi heritabilitas dalam arti luas menunjukkan bahwa peran genotipe lebih besar daripada lingkungan dalam menentukan penampilan tanaman. Nilai heritabilitas yang tinggi menyatakan bahwa karakter tersebut dengan mudah dapat diwariskan dan seleksi dapat dilakukan pada generasi awal. Karakter yang mempunyai heritabilitas dan kemajuan genetik tinggi menunjukkan adanya keterlibatan gen aditif dalam pewarisan tersebut sehingga seleksi dapat dilakukan dengan lebih akurat dan cepat Islam dan Uddin 2009. Nilai heritabilitas pada karakter pecah buah tergolong tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh genetik lebih besar daripada pengaruh lingkungan, sehingga kemungkinan karakter pecah buah untuk diwariskan pada generasi berikutnya juga besar. Informasi tersebut akan sangat membantu pemilihan tetua yang akan digunakan sebagai bahan pemuliaan. Nilai duga pada hasil per tanaman tergolong tinggi, dengan demikian seleksi langsung pada karakter hasil dapat meningkatkan hasil tanaman. Seleksi akan lebih efektif dilakukan bersamaan dengan komponen-komponen hasil yang memiliki nilai duga heritabilitas tinggi dan berkorelasi positif terhadap hasil. 42 Tabel 16 Nilai duga komponen ragam dan heritabilitas karakter indeks pecah buah, komponen hasil, buah dan vegetatif pada tanaman tomat Karakter Komponen ragam dan heritabilitas Ragam genotipe Ragam fenotipe Ragam lingkungan Heritabilitas arti luas h 2 bs Kriteria h 2 bs Koefisien keragaman genetik Kriteria Keragaman genetik Indeks pecah buah 80.53 88.14 22.81 0.91 Tinggi 103.82 Luas Hasil per tanaman g tan-1 6.02 10.17 12.46 0.59 Tinggi 6.90 Luas Bobot buah layak g tan -1 67454.11 83199.38 47235.79 0.81 Tinggi 23.16 Luas Persentase bobot buah pecah tan -1 142.62 148.16 16.62 0.96 Tinggi 113.29 Luas Jumlah buah 957.21 1083.21 378.00 0.88 Tinggi 52.10 Luas Persentase jumlah buah pecah tan -1 8120.65 9090.04 2908.19 0.89 Tinggi 132.86 Luas Umur berbunga HST 2.73 4.37 4.92 0.62 Tinggi 5.40 Luas Umur panen HST 8.68 11.69 9.05 0.74 Tinggi 5.36 Luas Bobot per buah g 88.39 103.99 46.79 0.85 Tinggi 35.38 Luas Panjang buah cm 65.11 70.37 15.78 0.93 Tinggi 21.43 Luas Diameter buah cm 50.07 54.29 12.68 0.92 Tinggi 16.83 Luas Jumlah rongga buah 7.07 7.40 0.98 0.96 Tinggi 55.55 Luas Padatan total terlarut o Brix 0.12 0.16 0.12 0.74 Tinggi 6.17 Luas Kandungan Ca ppm 1788.66 1789.64 2.95 0.99 Tinggi 89.29 Luas Tinggi tanaman cm 635.30 727.79 277.47 0.87 Tinggi 29.85 Luas Diameter batang cm 50.07 54.29 12.68 0.92 Tinggi 63.07 Luas Panjang daun cm 14.25 18.81 13.68 0.76 Tinggi 12.59 Luas Lebar daun cm 12.57 14.74 6.49 0.85 Tinggi 16.41 Luas Hasil analisis korelasi menunjukkan karakter yang berpengaruh nyata terhadap indeks pecah buah adalah persentase bobot buah pecah per tanaman, persentase jumlah buah pecah per tanaman, umur berbunga, umur panen, panjang buah, padatan total terlarut, panjang, lebar daun dan karakter-karakter tersebut juga berkorelasi dengan karakter-karakter yang lain Tabel 17. Hasil sidik lintas menunjukkan bahwa karakter yang memiliki pengaruh langsung yang besar terhadap indeks pecah buah adalah persentase bobot buah pecah per tanaman, persentase jumlah buah pecah per tanaman dan padatan total terlarut Tabel 18. Karakter persentase bobot buah pecah per tanaman dan persentase jumlah buah pecah per tanaman memiliki nilai korelasi yang besar dan positif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi persentase bobot pecah buah per tanaman dan persentase jumlah buah pecah per tanaman pada suatu genotipe tomat maka semakin tinggi pula nilai indeks pecah buah pada genotipe tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka pemilihan genotipe yang mengarah pada tingkat ketahanan pecah buah dipilih genotipe yang memiliki nilai persentase bobot pecah buah dan persentase jumlah buah pecah yang nilainya kecil. Karakter padatan total terlarut memiliki nilai korelasi yang besar dan bernilai negatif terhadap indeks pecah buah. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi nilai padatan total terlarut pada suatu genotipe maka semakin kecil nilai indeks pecah buahnya. Pemilihan genotipe dilakukan pada genotipe-genotipe yang memiliki nilai padatan total terlarutnya tinggi. Ketiga karakter tersebut merupakan karakter yang mudah diamati sehingga akan memudahkan dalam proses seleksi. 42 Tabel 17 Nilai korelasi antarkarakter terhadap karakter indeks pecah buah pada tanaman tomat a a HT= hasil per tanaman BBL= bobot buah layak, PBBP= persentase bobot buah pecah, JB = jumlah buah, PJBP= persentase jumlah buah pecah, UB= umur berbunga, UP= umur panen, BPB= bobot per buah, PB= panjang buah, DBu = diameter buah, JR= jumlah rongga, TT= tinggi tanaman, DBt = diameter batang , PD = panjang daun, LD= lebar daun, KCa= Kandungan kalsium, IPB= indeks pecah buah. 43 43 Tabel 18 Pengaruh langsung dan tidak langsung karakter terhadap indeks pecah buah pada tanaman tomat a a HT= hasil per tanaman BBL= bobot buah layak, PBBP= persentase bobot buah pecah, JB = jumlah buah, PJBP= persentase jumlah buah pecah, UB= umur berbunga, UP= umur panen, BPB= bobot per buah, PB= panjang buah, DBu = diameter buah, JR= jumlah rongga, DBt = diameter batang, PD = panjang daun, LD= lebar daun. 44 45 Pemilihan karakter yang berpengaruh langsung pada indeks pecah buah adalah karakter yang mempunyai pengaruh menurunkan nilai indeks pecah buah. Pecah buah adalah salah satu karakter yang seleksinya diarahkan ke kiri semakin kecil nilainya diharapkan akan menurunkan indeks pecah buah. Semakin kecil indeks pecah buah semakin tahan kriteria ketahanannya. Pengaruh langsung dan tidak langsung karakter-karakter yang diamati dapat dilihat pada Gambar 17. Menurut Singh dan Chaudary 1979, ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menarik kesimpulan pada analisis lintas, yaitu 1 Jika korelasi antar peubah hampir sama dengan pengaruh langsungnya, maka korelasi tersebut menjelaskan hubungan yang sebenarnya dan seleksi langsung melalui peubah tersebut akan efektif, 2 Jika korelasi positif tetapi pengaruh langsungnya negatif, maka pengaruh tidak langsunglah yang menyebabkan korelasi tersebut. Pengaruh tak langsung ini merupakan peubah yang harus diperhatikan lebih lanjut dan 3 Jika korelasi negatif dan kecil sedangkan pengaruh langsungnya positif dan besar, maka pemilihan model selanjutnya yang dilakukan harus dengan pembatasan yang benar agar pengaruh peubah tak langsung menjadi hilang, sehingga pengaruh langsung bisa lebih berguna. Laporan Young 1959 menyatakan bahwa gen ketahanan pecah buah pada tipe radial dikendalikan oleh gen resesif dan ditemukan berasosiasi dengan warna buah merah muda, jumlah buah per tanaman tinggi, rata-rata jumlah rongga rendah, diameter buah kecil dan pola pertumbuhan determinate. Peet 1992 menyatakan bahwa kultivar tomat yang peka terhadap pecah buah memiliki karakteristik anatomi 1 ukuran buah besar, 2 kekuatan perenggangan dan kelenturan kulit buah pada periode pemasakan rendah, 3 kulit buah tipis, 4 perikarp tipis, 5 penetrasi cutin dangkal, 6 jumlah buah per tanaman sedikit dan 7 buah tidak ternaungi oleh daun. Gambar 17 Diagram lintasan beberapa karakter dengan indeks pecah buah pada genotipe tomat Hasil analisis korelasi menunjukkan karakter yang berpengaruh nyata terhadap hasil per tanaman adalah tinggi tanaman, bobot buah layak, umur panen dan tinggi tanaman Tabel 19. Karakter yang berkorelasi nyata dengan bobot buah layak adalah kandungan kalsium dan lebar daun. Karakter yang berkorelasi nyata dengan umur panen adalah jumlah buah, bobot per buah, panjang buah dan indeks pecah buah. Karakter yang berkorelasi nyata dengan tinggi tanaman adalah diameter batang. 1.20 0.004 sisa 0.86 1.03 Indeks Pecah Buah Persentase bobot buah pecah per tanaman Padatan total terlarut Persentase jumlah buah pecah per tanaman Jumlah rongga Hasil per tanaman Panjang daun Diameter buah Lebar daun 45 Tabel 19 Nilai korelasi antarkarakter terhadap karakter hasil per tanaman tomat a a BBL= bobot buah layak, PBBP= persentase bobot buah pecah, PJBP= persentase jumlah buah pecah, JB = jumlah buah, UB= umur berbunga, UP= umur panen, BPB= bobot per buah, PB= panjang buah, DBu = diameter buah, JR= jumlah rongga, TT= tinggi tanaman, DBt = diameter batang , PD = panjang daun, LD= lebar daun, IPB= indeks pecah buah. 46 47 Hasil sidik lintas menunjukkan bahwa karakter yang memiliki pengaruh langsung terhadap hasil per tanaman adalah bobot buah layak, bobot per buah dan tinggi tanaman Tabel 20, Gambar 18. Tabel 20 Pengaruh langsung dan tidak langsung masing-masing peubah terhadap hasil per tanaman tomat a a BBL= bobot buah layak, PBBP= persentase bobot buah pecah, PJBP= persentase jumlah buah pecah, JB = jumlah buah, UB= umur berbunga, UP= umur panen, BPB= bobot per buah, PB= panjang buah, DBu = diameter buah, JR= jumlah rongga, TT= tinggi tanaman, DBt = diameter batang , PD = panjang daun, LD= lebar daun, IPB= indeks pecah buah. Gambar 18 Diagram lintasan beberapa karakter dengan hasil per tanaman pada genotipe tomat SIMPULAN Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa karakter pecah buah, karakter hasil dan komponen hasil, karakter buah dan karakter vegetatif mempunyai nilai duga heritabilitas yang tergolong tinggi sehingga dapat dijadikan sebagai karakter kriteria seleksi pada tanaman tomat. Seleksi pada tanaman tomat tahan pecah buah dan berdaya hasil tinggi dapat menggunakan karakter yang berkorelasi dan berpengaruh langsung terhadap indeks pecah buah dan hasil per tanaman. Karakter yang berkorelasi nyata dan berpengaruh langsung terhadap indeks pecah buah adalah persentase bobot buah pecah per tanaman, persentase jumlah buah pecah pertanaman dan padatan total terlarut. Karakter yang berkorelasi nyata dan berpengaruh langsung terhadap hasil per tanaman adalah bobot buah layak, bobot per buah dan tinggi tanaman. Jumlah buah Panjang buah Indeks pecah buah Lebar daun -1.01 -0.61 2.46 Hasil per tanaman Bobot per buah Tinggi tanaman Bobot buah layak 0.04 sisa 48 5 PENDUGAAN PAMATER GENETIK, DAYA GABUNG DAN HETEROSIS KARAKTER PECAH BUAH, HASIL DAN KOMPONEN HASIL PADA TOMAT Lycopersicon esculentum Mill. ABSTRAK Pecah buah fruit cracking merupakan kelainan fisiologi yang menjadi kendala pada budidaya tomat di dataran rendah. Enam genotipe tanaman tomat dipilih untuk membentuk populasi silang dialel penuh yang bertujuan mendapatkan informasi tentang parameter genetik, daya gabung dan heterosis pada karakter pecah buah, hasil dan komponen hasil pada tanaman tomat. Penelitian dilakukan mulai bulan Maret hingga Juli 2013 di Laboratorium Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian dan Kebun Percobaan Leuwikopo 6 o 56’34’’S, 106 o 72’56’’E IPB. Percobaan disusun dalam rancangan kelompok lengkap teracak RKLT faktor tunggal dengan 3 ulangan. Parameter genetik dianalisis dengan metode Hayman. Nilai daya gabung dianalisis dengan metode I Griffing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter pecah buah dipengaruhi oleh ragam aditif dan dominan, akan tetapi ragam dominan lebih berperan dalam mengendalikan karakter pecah buah. Karakter hasil dan komponen hasil, karakter buah dan karakter vegetatif pada tanaman tomat di dataran rendah dipengaruhi ragam aditif dan ragam dominan, akan tetapi pengaruh ragam aditif lebih penting dalam mengendalikan karakter tersebut. Pengaruh tetua betina terjadi pada karakter hasil pertanaman, jumlah buah, bobot per buah, panjang buah, diameter buah, jumlah rongga dan tebal daging buah. Ragam DGU dan DGK berpengaruh nyata pada semua karakter yang diamati. Program perakitan varietas galur murni dapat dikembangkan jika ragam DGU berpengaruh nyata dan genotipe memiliki nilai duga DGU yang baik. Program perakitan varietas hibrida dapat dilakukan jika ragam DGK berpengaruh nyata dan memiliki nilai duga DGK yang baik. Genotipe IPBT78 merupakan tetua dengan DGU terbaik pada karakter hasil per tanaman, bobot per buah, panjang buah dan tebal daging buah sehingga direkomendasikan untuk dikembangkan sebagai varietas galur murni. Kombinasi persilangan IPBT3×IPBT78, IPBT78×IPBT3, IPBT13× IPBT78, dan IPBT64×IPBT78 direkomendasikan untuk diuji lebih lanjut dan dikembangkan sebagai varietas hibrida. Kata kunci: heritabilitas, metode Griffing, metode Hayman, silang dialel THE ESTIMATE OF GENETIC PARAMETER, COMBINING ABILITY AND HETEROSIS FOR FRUIT CRACKING CHARACTER, YIELD AND YIELD COMPONENTS IN TOMATO Lycopersicon esculentum Mill. ABSTRACT Tomato fruit cracking had became one of the problems in lowland cultivation. Six genotypes were selected to conduct a 6×6 full diallel cross set of tomato to estimate genetic parameter, combining ability and heterosis value of fruit cracking yield and yield component characters. The experiment was conducted 49 from March until July 2013 at Leuwikopo Field Station 6 o 56’34’’S, 106 o 72’56’’E, Bogor Agricultural University. Randomized complete block design was used with three replications. Genetic parameter was analized by Hayman method and combining ability was analyzed by Griffing Method. Based on genetic parameter and combining ability, fruit cracking character which is controlled by additive and dominant gene effect, but dominant effect more significant than additive effect. Based on genetic parameter and combining ability, the control of additive as well as non-additive gene effects for all of the character were highly significant. The highest significant reciprocal occurs for yield per plant, number of fruit, individual fruit weight, fruit length, fruit diameter, number of locule and fruit thickness. The analysis of variance for general combining ability GCA and specific combining ability SCA were significant for all traits. Pure line varieties breeding programs could be developed if variance for GCA were highly significant and the genotype parent has a good estimated GCA value. Tomato genotype IPBT78 proved to be the best general combiner for yield and yield components. Hybrid varieties breeding programs developed if variance for SCA were highly significant and the genotype parent has a good estimated SCA value. The most recommended cross combinations are IPBT3×IPBT78, IPBT78×IPBT3, IPBT13×IPBT78 and IPBT64×IPBT78. Keywords: diallel cross, Griffing method, Hayman method, heritability PENDAHULUAN Tomat Lycopersicon esculentum Mill. merupakan salah satu jenis tanaman yang buahnya kaya kandungan nutrisi seperti vitamin A, C, E, flavonoid, serat, karotenoid, likopen, vitamin dan mineral penting lainnya Van der Ploeg dan Heuvelink 2005; Kailaku et al. 2007; Passam et al. 2007 sehingga tomat mempunyai banyak manfaat baik sebagai sayuran maupun bahan baku berbagai industri minuman, kosmetik dan obat-obatan. Tomat termasuk komoditas hortikultura penting di Indonesia. Data dari Ditjenhort 2011 menunjukkan luas area penanaman tomat terus mengalami peningkatan dari 51 523 ha menjadi 53 088 ha 2007 –2011, diikuti dengan peningkatan produksi tahun 2007-2011 yaitu 635 474 ton menjadi 954 046 ton. Akan tetapi produksi tomat menurun pada tahun 2012 menjadi 893 504 ton, sehingga pada tahun 2012 Indonesia mengimpor tomat sebesar 9 857 ton Ditjenhort 2011. Hal ini menunjukkan bahwa produksi tomat di Indonesia belum mencukupi kebutuhan. Rata-rata produktivitas tomat nasional sebesar 14.3 ton ha -1 Ditjenhort 2011 masih lebih rendah dibandingkan dengan potensi produksi yaitu 45.7 –80 ton ha -1 Kementan 2012. Budidaya tomat pada dataran rendah terdapat kendala antara lain rendahnya produktivitas dan terjadinya pecah buah. Pecah buah fruit cracking merupakan penyakit fisiologi yang dapat menyebabkan peningkatan kehilangan hasil baik pada tomat yang dikonsumsi segar maupun tomat olahan. Di Amerika Serikat, kehilangan hasil panen tomat akibat pecah buah dilaporkan mencapai 35 Dorais et al. 2001. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi dan kualitas tomat adalah melalui program pemuliaan tanaman. Sebelum menetapkan metode pemuliaan 50 dan seleksi yang akan digunakan serta kapan seleksi akan dimulai, perlu diketahui informasi genetik karakter yang ingin diperbaiki. Salah satu rancangan persilangan untuk mendapatkan informasi genetik adalah rancangan persilangan dialel Baihaki 2000; Syukur et al. 2012. Analisis dialel dapat dilakukan berdasarkan metode Hayman dan metode Griffing. Metode ini dapat memberikan informasi mengenai parameter genetik dan besarannya, serta kemampuan daya gabung umum general combining abilityGCA dan daya gabung khusus specific combining abilitySCA dari tetua persilangan Singh dan Chaudary 1979. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang parameter genetik, daya gabung umum, dan daya gabung khusus pada karakter pecah buah serta beberapa karakter kuantitatif pada tanaman tomat. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan mulai bulan Maret hingga Juli 2013 di laboratorium Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian IPB dan Kebun Percobaan Leuwikopo, IPB. Lahan berada pada ketinggian 250 m di atas permukaan laut, memiliki tipe tanah latosol. Materi Genetik Materi genetik yang digunakan adalah 36 genotipe tomat yang terdiri atas 6 galur murni Gambar 19-20 sebagai tanaman tetua yang telah diketahui tingkat ketahanannya terhadap pecah buah yaitu IPBTl agak peka, IPBT3 peka, IPBT13 agak tahan, IPBT64 sangat tahan, IPBT73 agak peka dan IPBT78 tahan, 15F1 dan 15F1R hasil persilangan dialel penuh full diallel cross antar 6 galur murni. Gambar 19. Genotipe tetua tomat untuk persilangan dialel penuh IPBT1 IPBT13 IPBT3 IPBT73 IPBT78 IPBT64 51 Gambar 20 Pecah buah pada tomat Tabel 21 Bagan persilangan dialel dengan 6 tetua Tetua betina IPBT1 IPBT3 IPBT13 IPBT64 IPBT73 IPBT78 Tetua Jantan IPBT1  × × × × × IPBT3 ×  × × × × IPBT13 × ×  × × × IPBT64 × × ×  × × IPBT73 × × × ×  × IPBT78 × × × × ×  Pelaksanaan Percobaan Kegiatan penelitian diawali dengan pembentukan populasi F1. Rancangan persilangan disusun dalam dialel penuh. Bagan persilangan ditunjukkan pada Tabel 21. Persilangan dilakukan secara manual. Emaskulasi dan penyerbukan dilakukan pagi hari pada pukul 6.00 –9.00. Emaskulasi optimum dapat dilakukan sehari sebelum bunga antesis. Bunga pada fase ini telah memiliki kepala putik yang reseptif, kotak sari dan mahkota bunga mempunyai warna yang bergradasi dari kuning terang sampai kuning gelap dan kelopak bunga mulai mekar. Bunga yang telah mekar penuh tidak dapat digunakan pada penyerbukan buatan Opeňa 1990. Emaskulasi menggunakan pinset yang telah disterilkan dengan alkohol 70, pada saat tetua betina reseptif. Tepung sari dikumpulkan dari tetua jantan yang telah antesis dalam wadah tepung sari. Selanjutnya tepung sari ditempelkan ke stigma betina yang telah reseptif. Bunga yang telah diserbuki ditutup dengan selotip dan diberi label berisi informasi nama tetua persilangan dan tanggal persilangan. Jika persilangan berhasil maka mahkota bunga akan lepas akibat pembesaran daging buah, sedangkan jika persilangan gagal maka bunga akan gugur dalam waktu 2-3 hari. Buah hasil persilangan dipanen saat buah tomat telah merah, setiap buah ditempatkan pada kantong terpisah dan diberi label. Penyerbukan sendiri dilakukan untuk perbanyakan benih tetua dengan cara bunga tomat disungkup kertas untuk menghindari terjadinya penyerbukan silang oleh agen penyerbuk seperti serangga. Tahapan penyerbukan ditunjukkan pada Gambar 21. IPBT73 IPBT3 52 Gambar 21 Tahapan penyerbukan buatan pada tanaman tomat Benih yang diperoleh disemai sebanyak 1 butir per lubang tray yang berisi media semai steril. Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari. Pemupukan dilakukan setelah bibit berumur 2 minggu setelah semai dengan periode satu minggu sekali menggunakan pupuk NPK 16:16:16 dengan dosis 10 g l -1 air dan gandasil 2 g l -1 air diaplikasikan dengan cara disiramkan pada pangkal bibit. Penyemprotan pestisida dilakukan jika terlihat gejala serangan hama dan penyakit pada persemaian. Pengolahan lahan dan pembuatan bedengan dilakukan bersamaan saat kegiatan penyemaian. Percobaan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak RKLT faktor tunggal dengan tiga ulangan. Tanaman tomat ditanam pada bedengan berukuran 1m x 5m yang ditutup mulsa plastik hitam perak, jarak tanam 50cm × 50cm. Bibit dipindah ke lapang setelah berdaun 4-5 helai berumur ± 4 minggu. Pemupukan dalam bentuk larutan NPK 16:16:16 10 g l -1 dilakukan setiap seminggu sekali, masing-masing tanaman 250 ml. Penyemprotan pestisida dilakukan 2 minggu sekali dengan menggunakan fungisida mancozeb 80 atau propineb 2 g l -1 , insektisida profenovos dengan dosis 2 ml l -1 . Pengendalian gulma dilakukan secara manual. Kegiatan pemanenan dilakukan pada kondisi buah masak pada skor 4 dan 5 pada standar skala warna kulit buah tomat. Pemanenan dilakukan setiap 5 hari sekali selama 8 kali panen. Pecah buah Peubah yang diamati adalah kejadian pecah buah berdasarkan skoring pecah buah. Nilai skoring dan jumlah buah pecah per tanaman digunakan untuk mendapatkan nilai indeks pecah buah IPB. IPB = ∑ni x skor∑n x skor maksimum x 100 , dimana ni = jumlah buah dalam skor ke i i = 0,1,2,3,4; skor maksimum = 4. Nilai skor ditentukan berdasarkan metode „crack resistence 53 s core’ Susila 1995 yang dimodifikasi yaitu skor 0 = tidak mengalami pecah buah; 1 = sedikit mengalami pecah buah 25 ; 2 = mengalami pecah buah 25 ≤ 50 ; 3 = mengalami pecah buah agak berat 50 –75 ; 4 = mengalami pecah buah berat 75 . Ilustrasi skoring dapat dilihat pada Gambar 2. Nilai IPB yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk mengelompokkan tingkat ketahanan genotipe tomat terhadap pecah buah berdasarkan metode yang telah dimodifikasi. Kriteria ketahanan yang digunakan adalah sangat tahan ST jika IPB = 0 ; tahan T jika 0 IPB ≤ 5 ; agak tahan AT jika 5 IPB ≤ 10 ; agak rentan AR jika 10 IPB ≤ 20 ; rentan R jika 20 IPB ≤ 40 dan sangat rentan jika IPB ≥ 40 Djatmiko et al 2000; Yusnita dan Soedarsono 2004; Faizah 2010. Karakter agronomi Peubah utama yang diamati adalah: 1 Hasil per tanaman g tan -1 Pengamatan dilakukan pada saat panen. Semua buah yang dipanen ditimbang, bobot buah dihitung dari 8 kali panen. 2 Bobot buah layak g tan -1 Pengamatan dilakukan pada saat panen. Buah yang dipanen dipisahkan yang tidak pecah kemudian ditimbang, bobot buah dihitung dari 8 kali panen. 3 Persentase bobot buah pecah tan -1 Pengamatan dilakukan pada saat panen. Buah yang dipanen dipisahkan yang pecah kemudian ditimbang, bobot buah pecah dihitung dari 8 kali panen. Persentase bobot buah pecah dihitung dengan rumus: 4 Jumlah buah per tanaman Pengamatan dilakukan pada saat panen. Jumlah buah dihitung dari 8 kali panen. 5 Panjang buah cm Panjang buah diukur dengan menggunakan jangka sorong dari pangkal hingga ujung buah. 6 Diameter buah cm Diameter buah diukur dengan menggunakan jangka sorong pada bagian tengah buah. 7 Tebal daging buah cm Tebal daging buah diukur dengan menggunakan jangka sorong. Buah dipotong melintang pada bagian tengah buah. Tebal daging buah diukur 3 kali pada bagian yang memiliki tebal daging yang berbeda kemudian diambil rata- ratanya. 8 Jumlah rongga buah Buah dipotong melintang pada bagian tengah buah kemudian dihitung jumlah rongganya. Persentase bobot buah pecah = bobot buah pecah total bobot buah x 54 9 Umur berbunga HST Pengamatan dilakukan pada saat tanaman berbunga yaitu dengan mencatat pada hari ke berapa pada saat 50 populasi tanaman telah berbunga pada bunga ketiga dari tandan kedua. 10 Umur panen HST Pengamatan dilakukan pada saat 50 populasi tanaman telah dipanen pada kondisi buah masak pada skor 4 dan 5 pada standar skala warna kulit buah tomat Kader 1995. 11 Tinggi tanaman cm Tinggi tanaman diukur setelah panen ke-2 dari permukaan tanah sampai titik tumbuh tertinggi. 12 Diameter batang cm Diameter batang diukur setelah panen ke-2 pada sepertiga tanaman bagian tengah tanaman. 13 Panjang daun cm dan lebar daun cm Panjang dan lebar daun diukur setelah panen ke-2 pada sepertiga tanaman bagian tengah tanaman 14 Total padatan terlarut o brix Diukur pada buah panen ke-2 dan ke-3 dengan menggunakan alat handrefraktometer. 15 Kekerasan buah kg cm -1 Kekerasan buah diukur pada buah panen ke-2 dan ke-3 dengan menggunakan alat penetrometer. 16 Kadar air Kadar air diukur dengan mengeringkan buah menggunakan oven listrik pada suhu 100 o C selama 24 jam. Buah tomat pada panen ke-2 dan ke-3 dipotong menjadi 4-8 bagian kemudian dimasukkan dalam amplop kertas. Buah tomat ditimbang bersama amplop sebagai data berat basah. Setelah dioven ditimbang kembali buah tomat bersama amplop sebagai berat kering. Kadar air dihitung dengan rumus: Analisis Data Percobaan dilakukan dengan rancangan kelompok lengkap teracak RKLT faktor tunggal yaitu genotipe tomat yang terdiri atas 36 genotipe dengan tiga ulangan, sehingga terdapat 108 satuan percobaan. Masing-masing satuan percobaan terdiri atas 20 tanaman dan hanya 10 tanaman yang dijadikan tanaman contoh. Model linier dalam analisis ragam adalah sebagai berikut Gomez dan Gomez 2007: Kadar Air = bobot basah − bobot kering bobot basah x Y ij = µ+ α i + β j + ɛ ij 55 Keterangan: Y ij = nilai fenotipe pada perlakuan ke- i dan kelompok ke- j µ = nilai tengah umum α i = pengaruh genotipe ke- i 1, 2, 3, …, 36 β j = pengaruh kelompok ke- j 1, 2, 3 ɛ ij = galat percobaan Pendugaan parameter genetik karakter pecah buah dan karakter-karakter kuantitatif pada tanaman tomat di dataran rendah dilakukan analisis dialel menggunakan metode Hayman dan metode I Griffing Singh dan Chaudhary 1979: Metode Hayman 1 Analisis ragam Populasi dialel penuh dianalisis menggunakan rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan menggunakan model statistik: Y ijkl = m + T ij + b k + bT ijk + e ijkl Keterangan : Y ijkl = nilai pengamatan pada genotipe i x j dalam k ulangan m = nilai tengah umum T ij = pengaruh genotipe i × j b k = pengaruh ulangan ke-k bT ijk = pengaruh interaksi e ijkl = pengaruh galat Komponen analisis ragam disajikan pada Tabel 22. Tabel 22 Komponen analisis ragam pada analisis dialel a Sumber keragaman Derajat bebas Kuadrat tengah KT harapan Ulangan r-1 KT u - Genotipe n-1 KT g  2 e + r  2 g Galat n-1r-1 KT e  2 e Total rn-1 a r = jumlah ulangan; g = jumlah genotipe; KTu = kuadrat tengah ulangan; KTg = kuadrat tengah genotipe; KTe = kuadrat tengah galat,  2 e = ragam galat;  2 g = ragam genotipe;  2 u = ragam ulangan Analisis dapat dilanjutkan bila nilai kuadrat tengah genotipe berbeda nyata. 2 Pendugaan ragam dan peragam Untuk menduga nilai ragam dan peragam, data dirata-rata berdasarkan ulangan dan resiprokalnya membentuk tabel setengah dialel Tabel 23. 56 Tabel 23 Persilangan setengah dialel karakter-karakter agronomi tomat di dataran rendah Tetua Tetua 1 Tetua 2 Tetua 3 Tetua 4 Tetua 5 Tetua 6 X i. Rata- rata Tetua 1 X 11 X 12 X 13 X 14 X 15 X 16 1. X 1. 6 Tetua 2 - X 22 X 23 X 24 X 25 X 26 2. X 2. 6 Tetua 3 - - X 33 X 34 X 35 X 36 3. X 3. 6 Tetua 4 - - - X 44 X 45 X 46 4. X 4. 6 Tetua 5 - - - - X 55 X 56 5 X 5. 6 Tetua 6 - - - - - X 66 6. X 6. 6 Rata-rata tetua M L0 = n X j i ij   Ragam tetua V 0L0 =                             j i j i ij ij n X X n 2 2 1 1 Ragam array V ri =                             n j n j ij ij n X X n 1 2 1 2 1 1 Rata –rata ragam array V 1L1 =   n i ri V n 1 1 Ragam rata –rata array V 0L1 =                             n i n i i i n X X n 1 2 1 2 1 1 Peragam antara tetua dan keturunan W ri =                               2 1 ; 1 1 ; 1 . . 1 1 n X X X X n j i n i j ij n i j j i ij Rata-rata peragam tetua dan array W 0L0 =   n i ri W n 1 1 Perbedaan rata-rata tetua dan rata-rata semua keturunan M L1 – M L0 2 = 2 1 ; 1 1 1                                   j i ij n j i ij X X n n 3 Uji hipotesis Kesahihan hipotesis diuji dengan koefisien regresi, menggunakan ragam dan peragam. b = Cov Wr, VrVar Vr SE b = [VarWr – b CovWr,VrVarVr n-1] 12 57 Uji hipotesis : H0 : b = 1 H1 : b ≠ 1 Jika b = 1, maka tidak terdapat interaksi gen non alelik. 4 Grafik W r -V r Parabola diperoleh dengan menghubungkan titik-titik dari persamaan : W ri = V ri x V 0L0 12 Regresi diperoleh dengan menghubungkan titik-titik dari persamaan : W rei = W r – bV r + bV ri Intersep regresi diperoleh dari : a = W r – bV r Semakin dekat letak tetua dengan pangkal persilangan sumbu x-y, kandungan gen dominannya secara relatif semakin tinggi, sebaliknya semakin jauh letak tetua dengan pangkal persilangan sumbu x-y semakin kecil kandungan gen dominannya. 5 Pendugaan komponen ragam Pendugaan komponen ragam yang dilakukan adalah : D = V 0L0 – E F = 2V 0L0 – 4W 0L0 – 2n – 2En H 1 = V 0L0 – 4W 0L1 + 4V 1L1 – 3n – 2En H 2 = 4V 1L1 – 4V 0L1 – 2E h 2 = 4M L1 - M L0 2 – 4n-1En 2 S 2 = ½ [Var Wr – Vr] SE D = [ n 5 + n 4 n 5 ] S 2 SE F = [ 4n 5 + 20n 4 – 16n 3 + 16n 2 n 5 ] S 2 SE H 1 = [ n 5 + 41n 4 – 12n 3 + 4n 2 n 5 ] S 2 SE H 2 = [ 36n 4 n 5 ] S 2 SE h 2 = [ 16n 4 + 16n 2 – 32n + 16n 5 ] S 2 SE E = [ n 4 n 5 ] S 2 Keterangan: D = komponen ragam karena pengaruh aditif F = nilai tengah F r untuk semua array; F r adalah peragam pengaruh aditif dan non aditif pada array ke-r. H 1 = komponen ragam karena pengaruh dominan H 2 = perhitungan untuk menduga proporsi gen negatif dan positif pada tetua h 2 = pengaruh dominansi sebagai jumlah aljabar dari semua persilangan saat heterozigous. E = komponen ragam karena pengaruh lingkungan. Jika intersep bernilai positif atau DH 1 interaksi yang terjadi adalah dominansi sebagian, jika bernilai negatif atau DH 1 berarti overdominansi. Dominan lengkap jika D = H 1 , serta tidak terdapat dominansi jika garis regresi menyentuh batas parabola. 6 Pendugaan parameter lain Parameter lain yang diduga adalah : Rata –rata tingkat dominansi = H 1 D 12 . Proporsi gen –gen dengan pengaruh positif dan negatif dalam tetua = H 2 4H 1. Proporsi gen-gen dominan dan resesif dalam tetua=4DH 1 12 +F]4DH 1 12 -F. 58 Jumlah kelompok gen yang mengendalikan sifat dan menimbulkan dominansi = h 2 H 2 . Heritabilitas arti luas h 2 bs = ½D+½H 1 -¼H 2 -½F½D+½H 1 -¼H 2 +E. Heritabilitas arti sempit h 2 ns =½D+½H 1 -½H 2 -½F½D+½H 1 -¼H 2 -½F+E. Jika korelasi negatif, nilai W ri + V ri -nya paling rendah, berarti mengandung gen dominan paling banyak. 7 Pendugaan tetua paling dominan dan paling resesif V D = 2 1 x V L V R = 2 2 x V L W D = 1 x V L W R = 2 x V L x 1 dan x 2 diperoleh dari akar persamaan : V 0L0 x 2 – V 0L0 x + W 0L0 – V 1L1 . Nilai tetua dominan penuh Y D = ] [ 1 1 L L D D r V W V W b Y     Nilai tetua resesif penuh Y R = ] [ 1 1 L L R R r V W V W b Y     Metode Griffing Pendugaan nilai daya gabung umum DGU dan daya gabung khusus DGK dan pengaruh resiprokal genotipe-genotipe yang diuji, dilakukan analisis dialel menggunakan Metode I Griffing Singh dan Chaudhary 1979 sebagai berikut : 1 Analisis ragam Perhitungan analisis ragam dilakukan dengan cara yang sama dengan pendekatan Hayman. Analisis dilanjutkan bila kuadrat tengah genotipe menunjukkan hasil yang berbeda nyata. 2 Analisis daya gabung Model statistika yang digunakan adalah : Keterangan : Y ij = nilai tengah genotipe i × j m = nilai tengah umum g i = daya gabung umum DGU tetua ke-i g j = daya gabung umum DGU tetua ke-j s ij = pengaruh daya gabung khusus DGK r ij = pengaruh resiprokal 1bc ΣΣ eijkl = nilai tengah pengaruh galat Komponen ragam untuk daya gabung disajikan pada Tabel 24. Pengaruh daya gabung umum g i = ½nY i +Y .j –1n 2 Y .. Keterangan : g i = nilai daya gabung umum Y i . = jumlah nilai tengah persilangan genotipe ke-i Y .j = jumlah nilai tengah selfing genotipe ke-j Y .. = total nilai tengah genotipe Y ij = m + g i + g j + s ij + r ij + 1bc ΣΣ eijkl 59 Tabel 24 komponen analisis ragam untuk daya gabung menggunakan Metode I Griffing Sumber Keragaman Derajat Bebas Kuadrat Tengah KT Harapan Daya gabung umum p-1 KT u  2 e + 2n-1 2 n  2 k + 2n  2 u Daya gabung khusus ½ pp-1 KT k  2 e + 2n 2 -n+1 2 n 2  2 k Resiprokal ½ pp-1 KT e  2 e + 2  2 r Galat p 2 -1n-1 KT e  2 e Pengaruh daya gabung khusus s ij =½Y i +Y ji –½n Y i. +Y .j +Y j. +Y .j +1n 2 Y .. Keterangan: s ij = nilai daya gabung khusus Y ij = nilai tengah genotipe i × j Y ji = nilai tengah genotipe j × i Y i . = jumlah nilai tengah persilangan genotipe ke-i Y .j = jumlah nilai tengah selfing genotipe ke-j Y j. = jumlah nilai tengah persilangan genotipe ke-j Y .. = total nilai tengah genotipe Pengaruh resiprokal r ij =½Y ij – Y ji Keterangan : r ij = pengaruh resiprokal Y ij = nilai tengah genotipe i × j Y ji = nilai tengah genotipe j × i Ada-tidaknya pengaruh resiprokal diindikasikan nilai Y ij = Y ji . 3 Ragam dan galat baku Dihitung ragam DGU Var g i , ragam DGK Var s ij , dan ragam resiprokal Var r ij , serta nilai galat baku ragam-ragam tersebut. Perbedaan nyata antar kombinasi persilangan dievaluasi berdasarkan nilai Critical Different CD dengan rumus: Nilai Heterosis dan Heterobeltiosis Pendugaan nilai heterosis hibrida dianalisis berdasarkan nilai tengah kedua tetuanya mid parent heterosis, sedangkan nilai heterobeltiosis dianalisis berdasarkan nilai tengah tetua terbaik best parent Fehr 1987, sebagai berikut: Heterosis MPH = µf1 - µMP x 100 µMP Heterobeltiosis BPH = µf1 - µHP x 100 µHP Keterangan: µf1 = nilai tengan turunan. µMP = nilai tengah kedua tetua ½ P1 + P2. µHP = nilai tengah tetua terbaik. = . × � = �������� × � tabel 60 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis ragam menunjukkan perbedaan yang nyata antar genotipe pada karakter pecah buah, hasil per tanaman, bobot buah layak, persentase bobot buah pecah dan jumlah buah per tanaman Tabel 25. Genotipe memberikan pengaruh yang nyata pada karakter buah ditunjukkan oleh bobot per buah, panjang buah, diameter buah, jumlah rongga, daging buah dan padatan total terlarut tebal Tabel 26 sedangkan pada karakter vegetatif tanaman ditunjukkan oleh tinggi tanaman, panjang daun dan lebar daun Tabel 27. Tabel 25 Kuadrat tengah pecah buah dan komponen hasil pada tanaman tomat a = berpengaruh nyata pada α 0.05, = berpengaruh nyata pada α 0.01, tn = tidak nyata Tabel 26 Kuadrat tengah karakter buah tomat a = berpengaruh nyata pada α 0.05, = berpengaruh nyata pada α 0.01, tn = tidak nyata Pendugaan daya gabung dan parameter genetik dapat dilakukan jika terdapat perbedaan yang nyata antar genotipe berdasarkan uji F terhadap peubah yang diamati Singh dan Chaudhary 1979. Hal ini menunjukkan bahwa pendugaan daya gabung dan parameter genetik dapat dilakukan pada karakter yang menunjukkan perbedaan yang nyata. Tabel 27 Kuadrat tengah karakter vegetatif tanaman tomat a = berpengaruh nyata pada α 0.05, = berpengaruh nyata pada α 0.01, tn = tidak nyata 61 Pendugaan Parameter Genetik Karakter pecah buah Hasil persilangan dialel 6 tetua yang telah diketahui ketahanannya terhadap pecah buah menunjukkan bahwa terdapat perubahan ketahanan tanaman tomat yang digunakan sebagai tetua yaitu genotipe IPBT3, IPBT13, IPBT64 dan IPBT78 dan pada genotipe IPBT1 dan IPBT73 tidak mengalami perubahan ketahanan Tabel 28. Hal ini diduga karena karakter pecah buah dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Akan tetapi dari hasil analisis ragam belum menunjukkan bahwa faktor lingkungan berpengaruh pada karakter indeks pecah buah Tabel 25, sehingga diperlukan analisis ragam gabungan untuk mengetahui pengaruh lingkungan terhadap indeks pecah buah dibahas pada pembahasan umum. Tabel 28 Nilai indeks pecah buah dan kriteria ketahanan pada populasi tomat a ST= sangat tahan, T= tahan, AT= agak tahan, AR= agak rentan, R= rentan Perubahan kriteria ketahanan diduga terjadi karena pengaruh interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pecah buah diantaranya adalah hujan, pengairan, pemangkasan, suhu, intensitas cahaya, kelembaban udara, kandungan kalsium dan boron pada tanah Hudson 1956; Peet 1992; Dorais et al. 2004; Maboko 2006; Liebisch 2009. Hasil analisis dialel menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antar gen yang mengendalikan karakter pecah buah Tabel 29. 62 Tabel 29 Pendugaan parameter genetik karakter indeks pecah buah dan beberapa komponen hasil tomat menggunakan analisis silang dialel Metode Hayman a = berpengaruh nyata pada taraf 1, tn = tidak berbeda nyata Pengaruh ragam aditif D berperan nyata pada karakter pecah buah. Pengaruh ragam dominan H 1 berperan sangat nyata pada karakter pecah buah. Gen-gen yang mengendalikan pewarisan pecah buah menyebar tidak merata di dalam tetua, hal ini terlihat dari nilai H 2 yang nyata. Nilai H 1 D 12 pada karakter pecah buah menunjukkan nilai lebih dari 1, hal ini menunjukkan adanya over dominansi. Karakter pecah buah mempunyai nilai KdKr 1 hal ini menunjukkan gen-gen dominan lebih banyak di dalam tetua. Menurut Young 1959, pecah buah tipe radial dikendalikan oleh dua pasang gen mayor yaitu cr cr dan lr lr. Amstrong dan Tompson 1967 melakukan uji dialel terhadap tiga belas varietas tomat. Hasilnya menunjukkan bahwa sifat pecah buah pada tomat dikendalikan oleh gen ganda yang mempunyai sifat dominan sebagian. Laporan AVRDC 1982 menyebutkan bahwa sifat pecah buah pada tomat dikendalikan oleh gen tunggal sederhana. Karakter pecah buah dikendalikan oleh gen-gen dominan dengan jumlah pengendali gen satu kelompok gen. Hasil penelitian Cheryld et al. 1998 menggunakan populasi dialel dengan lima tetua galur murni selama dua tahun menunjukkan bahwa karakter pecah buah dikendalikan oleh aksi gen aditif atau dominan tanpa epistasis. Urutan dominansi tetua untuk karakter pecah buah adalah IPBT13, IPBT78, IPBT64, IPBT73, IPBT3 dan IPBT1 Tabel 29. Tetua IPB T1 merupakan tetua yang paling banyak mengandung gen-gen resesif dalam mengendalikan karakter pecah buah. Garis regresi pada grafik Wr-Vr mempunyai nilai intersep a = 0.049, sehingga memotong sumbu Wr di atas titik asal 0. Titik potong pada posisi tersebut menunjukkan adanya aksi gen dominan sebagian Gambar 19. Nilai duga heritabilitas arti luas h 2 bs untuk karakter pecah buah termasuk dalam kategori tinggi, namun nilai duga heritabilitas arti sempit h 2 ns tergolong rendah. 63 IPB T1 IPB T3 IPB T13 IPB T64 IPB T73 IPB T78 Wr= 0.049 + 0.177Vr -0.2 0.2 0.4 0.6 0.8 -0.2 0.2 0.4 0.6 0.8 Wr Vr Gambar 22 Hubungan peragam Wr dan ragam Vr karakter indeks pecah buah pada tomat Karakter Komponen Hasil, Karakter Buah dan Karakter Vegetatif Interaksi Gen Interaksi gen dapat dilihat dari nilai b Wr,Vr. Jika nilai b berbeda nyata dengan satu, maka ada interaksi antar gen, sebaliknya jika nilai b tidak berbeda nyata dengan satu, maka tidak ada interaksi antar gen Roy 2000; Sousa dan Maluf 2003; Syukur et al. 2009. Hasil uji koefisien regresi b Wr,Vr tidak berbeda nyata untuk semua karakter yang diamati Tabel 29-31, dengan demikian tidak ada interaksi antargen dalam mengendalikan semua karakter yang diamati. Hasil ini menunjukkan bahwa salah satu asumsi analisis silang dialel dapat terpenuhi. Pengaruh Aditif D dan Dominansi H 1 Pengaruh ragam aditif D berperan sangat nyata terhadap semua karakter baik pada hasil per tanaman dan komponen hasil, karakter buah dan karakter vegetatif Tabel 29-31. Selanjutnya, pengaruh ragam dominan H 1 nyata pada semua karakter yang diamati kecuali pada bobot buah layak. Ragam aditif dan ragam dominan berperan dalam mengendalikan karakter hasil dan komponen hasil, karakter buah dan karakter vegetatif pada tanaman tomat populasi dialel. Beberapa penelitian pada tomat menunjukkan bahwa pengaruh aditif-dominan berperan nyata pada karakter hasil per tanaman Ray et al. 2005; Farzane et al. 2012; Mohammed et al. 2012, jumlah buah per tanaman Dane et al. 1991; bobot per buah Prata et al. 2003; Ray et al. 2005; Sekhar et al. 2010; Farzane et al. 2012; Mohammed et al. 2012; Causse et al. 2007; Sallem et al. 2013, diameter buah Ray et al. 2005, panjang buah Ray et al. 2005; Sallem et al. 2013 dan jumlah rongga Causse et al. 2007; Li et al. 2007. 64 Tabel 30 Pendugaan parameter genetik karakter buah tomat menggunakan analisis silang dialel Metode Hayman a = berpengaruh nyata pada taraf 1, = berpengaruh nyata pada taraf 5tn = tidak berbeda nyata Distribusi Gen di dalam Tetua Gen-gen yang mengendalikan pewarisan karakter hasil per tanaman dan komponen hasil tidak menyebar merata di dalam tetua, terlihat dari nilai H 2 yang nyata kecuali pada karakter bobot buah layak Tabel 29-31. Selanjutnya, gen-gen yang mengendalikan karakter buah dan karakter vegetatif menyebar merata kecuali pada semua karakter yang diamati. Proporsi gen-gen positif akan terlihat dari besarnya nilai H 1 terhadap H 2 . Jika H 1 H 2 maka gen-gen yang banyak adalah gen-gen positif dan sebaliknya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gen-gen yang terlibat lebih banyak pada semua karakter yang diamati adalah gen-gen positif, kecuali pada karakter bobot buah layak dan padatan total terlarut Tabel 30. Hasil penelitian ini sesuai dengan Rai et al. 2005 yang menyatakan bahwa distribusi gen-gen pengendali karakter hasil per tanaman, bobot per buah dan panjang buah menyebar tidak merata pada populasi dialel dengan 8 galur tetua. Tingkat Dominansi Nilai H 1 D 12 pada semua karakter yang diamati menunjukkan nilai lebih dari 1, hal ini menunjukkan adanya over dominansi, kecuali pada karakter bobot buah layak, jumlah rongga, tebal daging buah dan padatan total terlarut memiliki nilai antara nol dan satu. Dengan demikian, karakter jumlah rongga memiliki tingkat dominansi parsial. Menurut Hayman 1954, nilai H 1 D 12 1ebih dari satu menunjukkan adanya over dominansi, sedangkan nilai H 1 D 12 antara nol dan satu menunjukkan dominansi parsial dominan parsial atau resesif parsial. 65 Tabel 31 Pendugaan parameter genetik karakter vegetatif pada tanaman tomat menggunakan analisis silang dialel Metode Hayman a = berpengaruh nyata pada taraf 1, tn = tidak berbeda nyata Proporsi Gen Dominan terhadap Gen Resesif Tabel 29-31 terlihat bahwa karakter hasil dan komponen hasil, karakter buah dan karakter vegetatif mempunyai nilai KdKr 1 hal ini menunjukkan gen- gen dominan lebih banyak di dalam tetua, kecuali pada karakter bobot buah layak, bobot per buah, panjang buah dan tinggi tanaman mempunyai nilai KdKr 1, menunjukkan gen-gen resesif lebih banyak di dalam tetua. Arah dan Urutan Dominansi Urutan dominansi tetua diperoleh informasi dari nilai wr+vr yang mencerminkan kandungan gen-gen dominan dalam tetua. Makin kecil nilai wr + vr maka makin banyak mengandung gen-gen dominan yang mengendalikan suatu karakter Singh dan Chaudhary 1979; Sousa dan Maluf 2003; Novita et al. 2007. Urutan dominansi karakter hasil per tanaman adalah IPB T13, IPB T73, IPB T1, IPB T64, IPB T3 dan IPB T78. Urutan dominansi karakter komponen hasil, karakter buah dan karakter vegetatif ditunjukkan pada Tabel 32-34. Tabel 32 Sebaran Vr + Wr pada karakter indeks pecah buah dan komponen hasil pada tanaman tomat a Angka di dalam kurung menujukkan urutan dominansi tetua berdasarkan sebaran Vr + Wr 66 Tabel 33 Sebaran Vr + Wr pada karakter buah tomat a Angka di dalam kurung menujukkan urutan dominansi tetua berdasarkan sebaran Vr + W Tabel 34 Sebaran Vr + Wr pada vegetatif pada tanaman tomat a Angka di dalam kurung menujukkan urutan dominansi tetua berdasarkan sebaran Vr +Wr Urutan dominansi juga dapat dilihat dari grafik hubungan peragam Wr dan ragam Vr pada masing-masing karakter Gambar 23-33. Gambar 23 Hubungan peragam Wr dan ragam Vr karakter hasil per tanaman pada tomat IPB T1 IPB T3 IPB T13 IPB T64 IPB T73 IPB T78 Wr = 6.798 + 0.387Vr -10 10 20 30 40 50 60 70 80 90 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Wr Vr 67 IPB T1 IPB T3 IPB T13 IPB T64 IPB T73 IPB T78 Wr =2.357 + 0.206Vr -5 5 10 15 20 25 30 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 Wr Vr Gambar 24 Hubungan peragam Wr dan ragam Vr karakter jumlah buah pada tomat Gambar 25 Hubungan peragam Wr dan ragam Vr karakter bobot per buah pada tomat Gambar 26 Hubungan peragam Wr dan ragam Vr karakter panjang buah pada tomat IPB T1 IPB T3 IPB T13 IPB T64 IPB T73 IPB T78 Wr = 106.9+ 0.503Vr 100 200 300 400 500 600 700 100 200 300 400 500 600 700 Wr Vr IPB T1 IPB T3 IPB T13 IPB T64 IPB T73 IPB T78 Wr = 4.007 + 0.175Vr -50 -25 25 50 75 100 125 150 175 200 25 50 75 100 125 150 175 200 Wr Vr 68 Gambar 27 Hubungan peragam Wr dan ragam Vr karakter diameter buah pada tomat Gambar 28 Hubungan peragam Wr dan ragam Vr karakter jumlah rongga buah pada tomat Gambar 29 Hubungan peragam Wr dan ragam Vr karakter tebal daging buah pada tomat IPB T1 IPB T3 IPB T13 IPB T64 IPB T73 IPB T78 Wr = 0.079+0.192Vr -1 -0.5 0.5 1 1.5 2 2.5 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 Wr Vr IPB T1 IPB T3 IPB T13 IPB T64 IPB T73 IPB T78 Wr=0.711 + 0.970Vr -2 2 4 6 8 1 2 3 4 5 6 7 8 Wr Vr IPB T1 IPB T3 IPB T13 IPB T64 IPB T73 IPB T78 Wr = 0.008 + 0.796Vr -0.1 0.1 0.3 0.5 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 Wr Vr 69 Gambar 30 Hubungan peragam Wr dan ragam Vr karakter padatan totalterlarut pada tomat Gambar 31 Hubungan peragam Wr dan ragam Vr karakter tinggi tanaman pada tomat Gambar 32 Hubungan peragam Wr dan ragam Vr karakter panjang daun pada tomat IPB T1 IPB T3 IPB T13 IPB T73 IPB T78 Wr = 0.500Vr - 0.015 -0.05 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 Wr Vr IPB T1 IPB T3 IPB T13 IPB T64 IPB T73 IPB T78 Wr = 0.9997Vr - 75.069 -80 -60 -40 -20 20 40 60 80 100 120 140 160 20 40 60 80 100 120 140 160 Wr Vr IPB T1 IPB T3 IPB T13 IPB T64 IPB T73 IPB T78 Wr = 0.8223Vr - 5.1325 -10 -5 5 10 15 20 25 5 10 15 20 25 Wr Vr 70 Gambar 33 Hubungan peragam Wr dan ragam Vr karakter lebar daun pada tomat Jumlah Gen Pengendali Karakter Jumlah gen pengendali pada suatu karakter ditunjukkan oleh nilai h 2 H 2 . . Karakter hasil dan komponen hasil, karakter buah dan karakter vegetatif adalah satu kelompok gen pengendali, tercermin dari nilaih 2 H 2 , kecuali pada karakter bobot buah tidak pecah dikendalikan oleh tiga kelompok gen. Heritabilitas Nilai heritabilitas arti luas tergolong tinggi untuk semua karakter yang diamati, kecuali pada karakter bobot buah layak tergolong sedang. Nilai heritabilitas arti sempit tergolong rendah untuk karakter persentase bobot buah pecah dan diameter buah, tergolong sedang untuk hasil per tanaman, bobot buah tidak pecah, bobot per buah, tebal daging buah, padatan total terlarut, panjang daun dan lebar daun, serta tergolong tinggi untuk karakter jumlah buah, panjang buah, jumlah rongga dan tinggi tanaman Tabel 29-31. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai duga heritabilitas arti sempit tergolong tinggi pada karakter hasil pertanaman dan bobot buah Gul 2011; Mohammed et al. 2012. Dengan demikian pada populasi ini dapat dilakukan seleksi langsung pada karakter hasil per tanaman atau seleksi berdasarkan komponen hasil yaitu jumlah buah dan panjang buah untuk mendapatkan kultivar tomat dengan daya hasil tinggi. Menurut Fehr 1987 jika nilai duga heritabilitas tinggi maka seleksi dilakukan pada generasi awal karena karakter dari suatu genotipe mudah diwariskan ke keturunannya. Pendugaan Daya Gabung Umum, Daya Gabung Khusus dan Heterosis Hasil analisis menunjukkan pengaruh ragam DGU dan DGK nyata pada semua karakter yang diamati, kecuali daya gabung khusus pada karakter tebal daging buah Tabel 35-37. Hal ini mengindikasikan bahwa baik ragam aditif maupun ragam dominan berpengaruh terhadap karakter pecah buah, hasil dan komponen hasil, karakter buah dan karakter vegetatif pada tanaman tomat. IPB T1 IPB T13 IPB T64 IPB T73 IPB T78 Wr = 1.0814Vr - 4.1442 -4 -2 2 4 6 8 10 2 4 6 8 10 Wr Vr 71 Ragam DGU dan DGK nyata pada indeks pecah buah menunjukkan bahwa ragam aditif dan dominan berperan dalam mengendalikan karakter pecah buah. Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Cheryld et al. 1998 yang melakukan analisis dialel dengan menggunakan populasi setengah dialel Metode II Grifing dengan lima tetua dan resiprokal selama tiga tahun, hasilnya menunjukkan bahwa ragam DGU karakter pecah buah nyata dan ragam DGK nyata pada kondisi lingkungan yang tercekam. Ragam DGU dan DGK pada komponen hasil, karakter buah dan karakter vegetatif menunjukkan hasil yang serupa dengan Hanan et al. 2007a dan Hannan et al. 2007b yang telah mengevaluasi DGU dan DGK pada populasi setengah dialel 10 x10. Pengaruh DGU dan DGK nyata pada karakter yang diamati yaitu hasil per tanaman, jumlah buah, jumlah bunga, tinggi tanaman, hari pertama panen. Hasil penelitian Gaikwad et al. 2009 bahwa pengaruh DGU dan DGK yang nyata mengindikasikan peran aksi gen aditif dan non aditif sama pentingnya dalam mengendalikan ekspresi karakter. Tabel 35 Kuadrat tengah DGU, DGK, resiprokal dan nilai koefisien keragaman karakter indeks pecah buah dan komponen hasil tanaman tomat a = berpengaruh nyata pada α = 0.01, tn = tidak nyata Gul 2011 melaporkan bahwa DGU dan DGK nyata pada karakter hasil per tanaman, jumlah buah, panjang buah, diameter buah dan bobot buah pada populasi setengah dialel 8 x 8. Farzane et al. 2012 menyimpulkan bahwa peran aksi gen aditif sama pentingnya dengan aksi gen non aditif pada karakter hasil dan komponen hasil bobot per buah dan jumlah rongga dari analisis DGU dan DGK yang dilakukan pada populasi dialel lengkap 10 x 10. Tabel 36 Kuadrat tengah DGU, DGK, resiprokal dan nilai koefisien keragaman karakter buah tomat a = berpengaruh nyata pada α = 0.05, = berpengaruh nyata pada α = 0.01, tn = tidak nyata 72 Tabel 37 Kuadrat tengah DGU, DGK, resiprokal dan nilai koefisien keragaman karakter vegetatif tanaman tomat a = berpengaruh nyata pada α = 0.05, = berpengaruh nyata pada α = 0.01, tn = tidak nyata Pengaruh resiprok terjadi pada semua karakter yang diamati, kecuali pada karakter panjang daun. Pengaruh resiprok ini menunjukkan adanya pengaruh dari tetua betina atau efek maternal. Pengaruh ini menyebabkan keragaan suatu persilangan tidak akan sama dengan keragaan persilangan resiproknya. Farzane 2012 menyatakan bahwa pengaruh resiprok terjadi pada karakter hasil dan komponen hasil bobot per buah, jumlah rongga dan jumlah buah per tanaman. Karakter-karakter yang dikendalikan oleh gen-gen aditif dapat lebih mudah ditingkatkan keragaannya melalui kegiatan seleksi terlebih dengan memperhatikan nilai heritabilitas, kegiatan seleksi genotipe akan lebih mudah dilakukan Yustiana, 2013. Nilai duga DGU positif pada karakter pecah buah ditunjukkan oleh genotipe IPBT1, IPBT3 dan IPBT13 sedangkan genotipe lainnya memiliki nilai duga DGU negatif Tabel 38. Nilai duga DGU pecah buah bernilai positif dan tertinggi pada IPBT3, hal ini menunjukkan bahwa genotipe tersebut memiliki indeks pecah buah semakin tinggi dibandingkan dengan genotipe yang lain. Nilai duga DGU positif dan tertinggi pada karakter hasil pertanaman ditunjukkan oleh genotipe IPBT 13 dan tidak berbeda nyata dengan genotipe IPBT78 demikian pula pada bobot buah layak. Nilai duga DGU pada karakter persentase bobot buah pecah ditunjukkan oleh genotipe IPBT3 dan IPBT13, jumlah buah pada genotipe IPBT 13 dan IPBT3. Akan tetapi dalam kaitannya dengan karakter pecah buah dipilih genotipe dengan nilai duga DGU terbaik bernilai negatif untuk karakter indeks pecah buah -0.28 dan persentase bobot buah pecah -1.44 ditunjukkan oleh genotipe IPBT64. Tabel 38 Daya gabung umum karakter indeks pecah buah dan komponen hasil pada tanaman tomat x Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji critical difference taraf 5 73 Nilai duga DGU positif dan terbaik pada karakter bobot per buah IPBT78, panjang buah IPBT78, diameter buah IPBT1, jumlah rongga IPBT73, tebal daging buah IPBT73 dan padatan total terlarut ditunjukkan oleh genotipe IPBT73 Tabel 39. Tabel 39 Daya gabung umum karakter buah tomat x Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji critical difference taraf 5 Nilai duga DGU positif dan terbaik pada karakter vegetatif tinggi tanaman ditunjukkan oleh genotipe IPBT73 dan IPBT13, panjang daun dan lebar daun oleh genotipe IPBT78 Tabel 40. Tabel 40 Daya gabung umum karakter vegetatif tanaman tomat x Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji critical difference taraf 5 Nilai daya gabung yang negatif menunjukkan bahwa genotipe-genotipe maupun kombinasi persilangan yang diuji berkontribusi terhadap penurunan keragaan karakter dan sebaliknya. Seleksi terhadap daya hasil diarahkan pada genotipe-genotipe dengan nilai DGU atau DGK tinggi dan benilai positif. Sebaliknya, seleksi terhadap kejadian atau serangan penyakit diarahkan pada genotipe yang memiliki nilai daya gabung negatif Yustiana, 2013. Nilai duga DGK tertinggi pada masing-masing karakter dapat dilihat pada Tabel 41-43. 74 Tabel 41 Daya gabung khusus indeks pecah buah, hasil dan komponen hasil pada tanaman tomat 75 Tabel 42 Daya gabung khusus karakter buah tomat Pada penelitian ini terlihat bahwa genotipe-genotipe dengan nilai duga DGU yang tinggi memiliki paling sedikit satu kombinasi persilangan dengan DGK yang juga tinggi pada karakter yang diamati. Hasil penelitian Farzane 2012 juga menunjukkan hasil yang serupa, bahwa genotipe-genotipe yang memiliki DGU tinggi pada karakter tertentu akan memiliki paling tidak satu kombinasi persilangan yang memiliki nilai DGK yang juga tinggi. Genotipe yang mempunyai nilai DGU tinggi pada karakter tertentu dapat dijadikan sebagai tetua untuk memperbaiki karakter tersebut dalam rangka perakitan varietas galur murni. 76 Tabel 43 Daya gabung khusus karakter vegetative tanaman tomat Nilai duga DGK dan heterosis dipengaruhi oleh aksi gen-gen dominan. Sehingga nilai DGK akan berhubungan positif dengan nilai heterosis Yustiana 2013. Tabel 44 menunjukkan nilai heterosis dan heterobeltiosis tertinggi karakter pecah buah pada IPBT78×IPBT64 -100, -100, hasil per tanaman pada IPBT3×IPBT1 58.78; 42.23, bobot buah tidak pecah pada IPBT3×IPBT1 55.9 dan IPBT73 x IPBT3 43.23, persentase bobot buah pecah pada IPBT78 x IPBT73 0;0 dan jumlah buah pada IPBT73×IPBT3 82.54; 50.36. Gambar 34 menunjukkan contoh heterosis yang terjadi pada genotipe tomat. 77 Tabel 44 Heterosis MP dan heterobeltiosis HP karakter indeks pecah buah, hasil dan komponen hasil Genotipe Indeks pecah buah Hasil per tanaman g tan -1 Bobot buah layak g tan -1 Persentase bobot buah pecah tan -1 Jumlah Buah MP HP MP HP MP HP MP HP MP HP IPBT1×IPBT3 75.53 46.84 -28.55 -36 -34.52 -42.08 24.05 20.95 7.89 -32.94 IPBT1×IPBT13 -99.35 -99.49 -2.51 -24.5 13.38 -11.03 9.04 36.46 -36.05 -56.66 IPBT1×IPBT64 -99.57 -99.78 24.24 12.57 34.57 15.82 26.1 12.43 16.19 -14.12 IPBT1×IPBT73 -75.34 -75.95 18.99 3.36 45.41 35.89 0.00 7.14 8.24 -25.56 IPBT1×IPBT78 -44.25 -58.57 1.52 -17.91 10.55 -13.12 6.19 8.63 -18.44 -41.11 IPBT3×IPBT1 -7.68 -22.77

58.78 42.23

55.90 37.88 13.12 7.44 37.85 -14.32 IPBT3×IPBT13 -37.71 -42.68 12.81 -4.48 18.60 3.22 14.04 13.92 38.33 16.50 IPBT3×IPBT64 179.11 46.07 26.84 25.23 19.55 15.86 23.35 21.07 6.89 -19.39 IPBT3×IPBT73 -46.83 -56.41 20.9 16.76 37.85 29.90 7.25 28.75 60.24 32.00 IPBT3×IPBT78 11.08 -4.33 31.04 16.61 26.55 10.32 3.39 33.90 32.93 2.86 IPBT13×IPBT1 -1.47 -22.86 5.73 -18.12 9.51 -14.06 13.97 13.15 32.70 -10.07 IPBT13×IPBT3 24.76 14.82 30.54 10.53 39.16 21.12 23.18 14.07 16.44 -1.94 IPBT13×IPBT64 114.09 12.99 -14.25 -28.15 -5.23 -15.22 15.42 26.01 12.48 -1.98 IPBT13×IPBT73 -46.50 -58.86 -2.03 -14.55 3.14 -14.64 16.54 20.38 24.31 20.96 IPBT13×IPBT78 2.95 -4.28 -11.1 -16.02 -0.04 -0.23 10.66 14.21 -2.39 -12.13 IPBT64×IPBT1 -79.85 -89.61 47.74 33.86 51.12 30.07 4.90 8.36 55.70 15.09 IPBT64×IPBT3 51.70 -20.61 22.96 21.39 28.11 24.15 5.69 24.62 19.13 -10.15 IPBT64×IPBT13 -44.84 -70.89 -30.83 -42.04 -24.97 -32.87 5.33 10.43 -2.81 -15.30 IPBT64×IPBT73 128.46 17.65 -60.25 -62.08 -58.87 -62.37 0.00 50.08 -48.99 -54.47 IPBT64×IPBT78 2.78 -45.29 6.62 -6.18 12.28 0.63 3.54 15.68 -15.05 -18.10 IPBT73×IPBT1 -58.35 -59.38 -65.59 -70.11 -60.20 -62.81 16.39 11.58 -9.34 -37.65 IPBT73×IPBT3 -48.74 -57.97 30.29 25.82 52.00 43.23 5.39 20.86

82.54 50.36

IPBT73×IPBT13 -20.53 -38.89 8.48 -5.38 9.88 -9.06 20.12 39.6 21.68 18.41 IPBT73×IPBT64 -77.71 -88.52 -25.1 -28.55 -27.63 -33.78 2.11 11.40 -19.73 -28.35 IPBT73×IPBT78 -100.00 -100.00 -82.98 -84.36 -56.61 -64.03 24.97 24.97 1.65 -6.18 IPBT78×IPBT1 44.47 7.36 36.74 10.57 17.21 -7.89 19.23 19.23 8.49 -21.67 IPBT78×IPBT3 2.74 -11.51 53.08 36.22 51.22 31.83 9.95 10.09 81.55 40.49 IPBT78×IPBT13 11.83 3.98 16.55 10.10 36.54 36.28 23.93 23.15 15.58 4.04 IPBT78×IPBT64 -100.00 -100.00 1.51 -10.68 10.04 -1.38 18.55 21.64 1.60 -2.05 IPBT78×IPBT73 -35.08 -52.54 35.78 24.72 43.98 19.35 0.00 0.00 -2.41 -9.93 Tabel 45 menunjukkan nilai heterosis dan heterobeltiosis tertinggi karakter bobot per buah 37.2; 31.2 dan diameter buah 15.4; 9.4 pada IPBT78 ×IPBT13, panjang buah 9.4; 5.9 pada IPBT1×IPBT13, dan karakter jumlah rongga heterosis 72.8 pada IPBT73×IPBT64 dan heterobeltiosis 37.7 pada IPBT78×IPBT3, tebal daging buah pada IPBT3×IPBT1 20.75; 8.09, PTT pada IPBT73×IPBT78 38; 33.9. 78 Tabel 45 Heterosis MP dan heterobeltiosis HP karakter buah Genotipe Bobot per buah g Panjang buah cm Diameter buah cm Tebal daging buah cm Jumlah rongga buah Padatan total terlarut o Briks MP HP MP HP MP HP MP HP MP HP MP HP IPBT1×IPBT3 -23.42 -42.95 -10.74 -19.05 -7.52 -17.35 -17.41 -43.02 -13.96 -22.98 5.21 -3.48 IPBT1×IPBT13 14.27 13.22

9.35 5.86

8.1 5.03 -1.73 -20.67 1.95 -10.85 -7.56 -8.15 IPBT1×IPBT64 10.6 6.44 -0.41 -9.37 10.79

10.47 0.98

-28.49 9.49 -5.78 25 13.5 IPBT1×IPBT73 22.98 6.56 1.97 -15.03 7.99 5.7 -9.28 -21.64 7.74 4.65 14.6 13.1 IPBT1×IPBT78 15.31 11.17 -1.99 -14.46 7.7 5.02 4.03 -27.93 -6.48 -20.37 -1.04 -5.18 IPBT3×IPBT1 1.1 -24.69 -4.5 -13.39 3.08 -7.88 -25.51 -48.6

20.75 8.09

-4.74 -12.6 IPBT3×IPBT13 -12.02 -34.06 -5.9 -12.05 -2.36 -14.92 7.87 -12.73 -14.06 -16.32 5.41 -3.86 IPBT3×IPBT64 -24.58 -45.21 -11.44 -26.17 -8.55 -18.07 3.84 -0.7 -7.42 -11.48 17.3 -1.42 IPBT3×IPBT73 -8.03 -23.28 3.92 -5.48 -4.81 -16.52 -46.5 -65.85 0.61 -12.22 14 3.39 IPBT3×IPBT78 -22.07 -43.32 -19.52 -35.35 -0.27 -8.82 27.01 26.09 -12.09 -16.94 16.5 2.79 IPBT13×IPBT1 6.06 5.1 0.62 -2.6 3.86 0.91 -10.73 -27.93 11.04 -2.91 20.1 19.3 IPBT13×IPBT3 -14.53 -35.94 -6.68 -12.77 -2.92 -15.41 -8.99 -26.36 -6.51 -8.97 4.47 -4.72 IPBT13×IPBT64 -8.87 -13.07 -8.3 -18.96 -1.08 -4.15 14.89 -3.64 5.04 3.1 8.35 -1.06 IPBT13×IPBT73 -23.51 -33.2 -4.94 -18.62 -12.85 -13.51 -13.48 -37.4 -9.82 -23.08 4.48 3.81 IPBT13×IPBT78 3.27 -1.31 -10.91 -24.37 6.32 0.81 31.84 7.27 -11.23 -13.95 -3.72 -7.17 IPBT64×IPBT1 -11.26 -14.6 -5.39 -13.9 -4.67 -4.94 -14.8 -39.66 10.95 -4.52 0.39 -8.87 IPBT64×IPBT3 -25.01 -45.52 -14.34 -28.59 -4.16 -14.13 -3.17 -7.41 -2.94 -7.19 1.69 -14.5 IPBT64×IPBT13 -30.32 -33.53 -15.78 -25.57 -11.04 -13.81 7.3 -10 -12.21 -13.84 -5.44 -13.7 IPBT64×IPBT73 -42.62 -51.86 -19.89 -38.05 -15.59 -17.61 -19.51 -47.56 -11.82 -25.95 2.32 -6.03 IPBT64×IPBT78 -7 -7.17 -8.36 -12.53 -2.31 -4.47 15.82 11.52 -9.82 -10.95 4.69 -1.06 IPBT73×IPBT1 18.41 2.6 0.87 -15.94 5.05 2.82 -7.29 -19.92 7.6 4.51 14.2 12.7 IPBT73×IPBT3 -2.4 -18.58 1.18 -7.97 2.08 -10.47 -15.92 -46.34 -1.13 -13.73 35.1 22.5 IPBT73×IPBT13 -1.57 -14.04 -5.36 -18.97 3.14 2.36 19.1 -13.82 -4.2 -18.29 1.07 0.42 IPBT73×IPBT64 -7.68 -22.56 -19.88 -38.04 5.37 2.86 72.84 12.6 -23.16 -35.47 3.47 -4.96 IPBT73×IPBT78 -40.35 -49.88 -24.76 -43.68 -13.97 -17.84 -20.45 -49.07 -13.61 -28.18 38 33.9 IPBT78×IPBT1 9.54 5.61 -0.87 -13.49 4.17 1.58 -20.16 -44.69 3.43 -11.93 -12.7 -16.3 IPBT78×IPBT3 -21.97 -43.24 -23.85 -38.82 -0.01 -8.59 38.69 37.68 -11.3 -16.2 12 -1.2 IPBT78×IPBT13

37.24 31.15

1.04 -14.23

15.42 9.44

44.13 17.27 -3.82 -6.77 -20.3 -23.1 IPBT78×IPBT64 8.03 7.83 0.2 -4.35 3.71 1.42 10.09 6.01 2.55 1.27 -0.94 -6.38 IPBT78×IPBT73 -5.86 -20.91 -14.36 -35.9 -2.3 -6.7 -22.54 -50.41 0.41 -16.52 5.95 2.79 Tabel 46 menunjukkan nilai heterosis dan heterobeltiosis tertinggi karakter tinggi tanaman pada IPBT73×IPBT3 27.93; 15.86, heterosis panjang daun pada IPBT78×IPBT13 21.14 dan herobeltiosis pada IPBT78×IPBT1 7.69 dan lebar daun pada IPBT13× IPBT64 37.59; 22.96. 79 Tabel 46 Heterosis MP dan heterobeltiosis HP karakter vegetatif Genotipe Tinggi Tanaman Panjang daun Lebar daun MP HP MP HP MP HP IPBT1×IPBT3 -7.03 -15.00 -5.43 -9.51 -0.41 -3.26 IPBT1×IPBT13 -20.42 -34.78 -7.81 -19.67 1.49 -12.22 IPBT1×IPBT64 -3.48 -8.65 -5.43 -9.33 -0.61 -4.24 IPBT1×IPBT73 6.14 -11.25 -8.41 -24.00 -5.48 -24.17 IPBT1×IPBT78 -1.29 -4.31 -13.86 -14.05 -7.62 -7.83 IPBT3×IPBT1 5.96 -3.12 3.76 -0.71 8.37 5.26 IPBT3×IPBT13 -6.13 -16.87 -1.65 -10.84 -8.47 -18.80 IPBT3×IPBT64 -5.65 -9.04 5.55 5.33 8.29 7.38 IPBT3×IPBT73 11.82 1.28 -6.07 -19.13 -11.97 -27.77 IPBT3×IPBT78 -12.92 -18.03 -2.15 -6.57 0.43 -2.66 IPBT13×IPBT1 -10.24 -26.44 -0.38 -13.19 1.25 -12.43 IPBT13×IPBT3 -13.69 -23.56 5.53 -4.34 9.85 -2.55 IPBT13×IPBT64 -3.80 -17.47 18.94 7.61

37.59 22.96

IPBT13×IPBT73 -4.13 -6.51 -0.19 -5.79 2.43 -6.38 IPBT13×IPBT78 9.20 -8.23 -5.87 -18.13 -4.19 -17.28 IPBT64×IPBT1 1.29 -4.13 -6.33 -10.19 -7.15 -10.54 IPBT64×IPBT3 2.26 -1.42 6.34 6.12 5.71 4.83 IPBT64×IPBT13 -10.12 -22.90 -2.65 -11.92 -2.02 -12.44 IPBT64×IPBT73 -10.41 -21.48 -6.76 -19.87 -2.55 -19.51 IPBT64×IPBT78 -5.28 -7.59 -5.63 -9.71 -2.87 -6.61 IPBT73×IPBT1 -3.51 -19.31 -12.38 -27.29 -12.42 -29.75 IPBT73×IPBT3

27.93 15.86

2.73 -11.56 1.58 -16.64 IPBT73×IPBT13 14.17 11.34 7.39 1.37 6.45 -2.70 IPBT73×IPBT64 1.66 -10.9 -8.86 -21.67 -13.65 -28.67 IPBT73×IPBT78 -0.53 -14.64 14.88 -4.84 11.12 -11.01 IPBT78×IPBT1 -2.58 -5.57 7.93 7.69 11.91 11.66 IPBT78×IPBT3 27.23 19.78 -11.95 -15.92 -8.87 -11.68 IPBT78×IPBT13 -4.66 -19.88 21.14 5.36 25.4 8.26 IPBT78×IPBT64 15.57 12.75 8.78 4.08 6.77 2.66 IPBT78×IPBT73 6.46 -8.64 3.62 -14.17 7.00 -14.31 Heterosis yang tinggi mencerminkan bahwa perbedaan frekuensi alel-alel yang dimiliki oleh tetua-tetuanya sangat besar dan tetua-tetua tersebut memiliki gen-gen yang saling menguntungkan dan berinteraksi secara positif jika digabungkan Falconer 1981. Kombinasi persilangan dengan nilai heterosis dan heterobeltiosis tinggi dapat dimanfaatkan untuk merakit varietas hibrida. Nilai heterosis ≥ 20 pada tanaman menyerbuk sendiri seperti pada tanaman padi pada komponen hasil merupakan peluang yang besar untuk merakit varietas hibrida Satoto dan Suprihatno 1998. Nilai heterosis umumnya minimal pada tanaman menyerbuk sendiri seperti halnya pada tanaman tomat. Akan tetapi keuntungan diperolehnya tanaman tomat yang genjah, memperbaiki vigor dan mempercepat pengembangan varietas dengan kombinasi karakter yang diinginkan seperti ketahanan terhadap penyakit menjadi alasan penting eksploitasi heterosis pada tanaman tomat. Selain itu, varietas hibrida juga menunjukkan konsistensi 80 dan keragaan tanaman lebih baik khususnya jika ditanam pada kondisi lingkungan tumbuh yang kurang optimal Opeňa 1990. Berdasarkan hal tersebut nilai heterosis dan heterobeltiosis hasil penelitian ini yang berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut antara lain adalah hasil per tanaman, jumlah buah dan bobot per buah. Beberapa hasil penelitian yang menunjukkan hasil yang serupa adalah Hanan et al. 2007b yang menyimpulkan bahwa pada karakter hasil terjadi heterosis mencapai 189. Gul et al. 2010 dan Gul 2011 melaporkan hasil penelitiannya bahwa heterosis pada hasil per tanaman 19.3-34.9, jumlah buah 10.0-20.0, bobot buah 9.6-48.7 diameter panjang buah 14.8-32.7 dan heterosis diameter buah maksimal 10.6. Ahmad et al. 2011 melaporkan heterobeltiosis pada hasil per tanaman mencapai 32.09, sedangkan Farzane 2012 melaporkan bahwa heterosis pada karakter jumlah buah 25.03 dan hasil per tanaman 36.82. SIMPULAN Hasil penelitian diperoleh simpulan bahwa tidak ada interaksi antar gen dalam mengendalikan karakter pecah buah, hasil pertanaman, panjang buah, bobot buah dan diameter buah. Karakter pecah buah dipengaruhi oleh ragam aditif dan dominan, akan tetapi ragam dominan lebih berperan dalam mengendalikan karakter pecah buah. Karakter hasil dan komponen hasil, karakter buah dan karakter vegetatif pada tanaman tomat di dataran rendah dipengaruhi ragam aditif dan ragam dominan, akan tetapi pengaruh ragam aditif lebih penting dalam mengendalikan karakter tersebut. Pengaruh tetua betina terjadi pada karakter hasil pertanaman, jumlah buah, bobot per buah, panjang buah, diameter buah, jumlah rongga dan tebal daging buah. Ragam DGU dan DGK berpengaruh nyata pada semua karakter yang diamati. Program perakitan varietas galur murni dapat dikembangkan jika ragam DGU berpengaruh nyata dan genotipe memiliki nilai duga DGU yang baik. Program perakitan varietas hibrida dapat dilakukan jika ragam DGK berpengaruh nyata dan memiliki nilai duga DGK yang baik. Genotipe IPBT78 merupakan tetua dengan DGU terbaik pada karakter hasil per tanaman, bobot per buah, panjang buah dan tebal daging buah sehingga direkomendasikan untuk dikembangkan sebagai varietas galur murni. Kombinasi persilangan IPBT3×IPBT78, IPBT78×IPBT3, IPBT13×IPBT78 dan IPBT64× IPBT78 direkomendasikan untuk diuji lebih lanjut dan dikembangkan sebagai varietas hibrida. 81 7 EVALUASI 30 HIBRIDA TOMAT ADAPTIF DATARAN RENDAH ABSTRAK Perakitan varietas hibrida yang tahan terhadap pecah buah dirasakan sangat penting untuk memenuhi kebutuhan varietas tomat adaptif dataran rendah. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan keragaan hibrida hasil silang dialel genotipe tomat dari tetua-tetua yang telah diketahui ketahanannya terhadap pecah buah. Penelitian dilakukan mulai bulan Maret hingga Juli 2013 di Laboratorium Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian dan Kebun Percobaan Leuwikopo 6 o 56’34’’S, 106 o 72’56’’E Institut Pertanian Bogor. Percobaan disusun dalam rancangan kelompok lengkap teracak RKLT faktor tunggal dengan 3 ulangan. Bahan tanaman terdiri atas 30 F1 hasil persilangan dialel dan 3 varietas komersial sebagai pembanding. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hibrida yang mempunyai karakter tidak berbeda nyata bahkan melebihi varietas pembanding terbaiknya sehingga berpotensi dilakukan pengujian lebih lanjut untuk memperoleh informasi adaptasi dan preferensi konsumen. Beberapa hibrida yang berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut adalah IPBT3×IPBT78, IPBT78×IPBT3, IPBT78×IPBT13 dan PBT78× IPBT64. Kata kunci: pecah buah, keragaan hibrida, preferensi EVALUATION OF 30 TOMATO HYBRIDS ADAPTED TO LOWLAND ABSTRACT Hybrids varieties tomato breeding program that are resistant to fruit cracking and adapted to lowlands is very important. The research was aimed to compare perfomance of tomato hybrid from full diallel cross to commercial tomato varieties. The experiment was conducted from March until July 2013 at Leuwikopo Field Station 6 o 56’34’’S, 106 o 72’56’’E, Bogor Agricultural University. Randomized complete block design was used with three replications. Experiment was used 30 hybrid tomato and 3 tomato hybrid commercial varieties. Fruit crack index was used to determine fruit crack resistence level. The difference between the hybrids and varieties commercial was analyzed by Dunnet’s tested. The result showed that some characters are better than commercial variety or have similar performance to the commercial variety. Therefore, it is highly suggested for further test to obtain information of adaptation and preference of consumers. The most recommended cross combinations are IPBT3×IPBT78, IPBT78×IPBT3, IPBT78×IPBT13 and PBT78× IPBT64. Keywords: fruit cracking, hybrid performance, preference 82 PENDAHULUAN Tomat Lycopersicon esculentum Mill. termasuk komoditas sayuran penting anggota suku Solanaceae. Di Indonesia, tanaman tomat telah dikembangkan secara luas dengan daerah sentra produksi terdapat di 21 provinsi dan tersebar di 119 kabupaten, total luas panen mencapai 53 088 ha dan produksi 954 046 ton pada tahun 2011 Ditjenhort 2011. Budidaya tomat dilakukan baik di dataran tinggi dan dataran rendah. Kendala utama penanaman tomat di dataran tinggi adalah tingginya serangan penyakit busuk daun yang disebabkan oleh fungi Phytopthera infestans yang dapat menyebabkan kerugiaan sampai 100 dan penyakit layu bakteri Ralstonia solanacearum yang menyebabkan kerugian hingga 75 Purwati 2007. Usaha perluasan areal tanam tanaman tomat ke daerah dataran rendah sangat diperlukan, namun penanaman tomat di dataran rendah menghadapi kendala berupa penurunan daya hasil, selain itu jumlah varietas tomat dataran rendah yang sudah dilepas jumlahnya terbatas Purwati 2007. Kendala lain adalah terjadinya pecah buah fruit cracking. Salah satu upaya untuk menghasilkan varietas tomat yang tahan pecah buah adalah melalui program pemuliaan tanaman. Kegiatan ini dimulai dengan mengumpulkan berbagai plasma nutfah tomat dan kemudian melakukan penapisan. Identifikasi ketahanan genotipe-genotipe tanaman koleksi adalah langkah awal dalam pengembangan kultivar tahan Zainal et al. 2011. Sifat tahan dapat berasal dari varietas lain, landrace, spesies liar yang sekerabat atau spesies lain. Ketersediaan keragaman genetik akan menentukan keberhasilan program pemuliaan Yunianti et al. 2007. Perakitan varietas hibrida yang tahan terhadap pecah dirasakan sangat penting untuk memenuhi kebutuhan varietas tomat di dataran rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh informasi keragaan hibrida hasil silang dialel genotipe tomat dari tetua-tetua yang telah diketahui ketahanannya terhadap pecah buah. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan mulai bulan Maret hingga Agustus 2013 di laboratorium Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian IPB dan Kebun Percobaan Leuwikopo, IPB. Lahan berada pada ketinggian 250 m di atas permukaan laut, memiliki tipe tanah latosol. Materi Genetik Materi genetik yang digunakan adalah 33 genotipe tomat yang terdiri atas 30 F1 hasil persilangan dialel penuh full diallel cross dan 3 varietas hibrida komersial sebagai varietas pembanding yaitu varietas Permata, Fortuna 23 dan New Mutiara. 83 Pelaksanaan Percobaan Kegiatan penelitian diawali dengan penyemaian benih. Benih disemai sebanyak 1 butir per lubang tray yang berisi media semai steril. Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari. Pemupukan dilakukan setelah bibit berumur 2 minggu setelah semai dengan periode satu minggu sekali menggunakan pupuk NPK 16:16:16 dengan dosis 10 g l -1 air dan gandasil 2 g l -1 air diaplikasikan dengan cara disiramkan pada pangkal bibit. Penyemprotan pestisida dilakukan jika terlihat gejala serangan hama dan penyakit pada persemaian. Pengolahan lahan dan pembuatan bedengan dilakukan bersamaan saat kegiatan penyemaian. Percobaan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak RKLT faktor tunggal dengan tiga ulangan. Tanaman tomat ditanam pada bedengan berukuran 1m × 5m yang ditutup mulsa plastik hitam perak, jarak tanam 50cm × 50cm. Bibit dipindah ke lapang setelah berdaun 4-5 helai berumur ± 4 minggu. Pemupukan dalam bentuk larutan NPK 16:16:16 10 g l -1 dilakukan setiap seminggu sekali, masing-masing tanaman 250 ml. Penyemprotan pestisida dilakukan 2 minggu sekali dengan menggunakan fungisida mancozeb 80 atau propineb 2 g l -1 , insektisida profenovos dengan dosis 2 ml l -1 . Pengendalian gulma dilakukan secara manual. Kegiatan pemanenan dilakukan pada kondisi buah masak pada skor 4 dan 5 pada standar skala warna kulit buah tomat. Pemanenan dilakukan setiap 5 hari sekali selama 8 kali panen. Pecah buah Peubah yang diamati adalah kejadian pecah buah berdasarkan skoring pecah buah. Nilai skoring dan jumlah buah pecah per tanaman digunakan untuk mendapatkan nilai indeks pecah buah IPB. IPB = ∑ni x skor∑n x skor maksimum x 100 , dimana ni = jumlah buah dalam skor ke i i = 0,1,2,3,4; skor maksimum = 4. Nilai skor ditentukan berdasarkan metode „crack resistence s core’ Susila 1995 yang dimodifikasi yaitu skor 0 = tidak mengalami pecah buah; 1 = sedikit mengalami pecah buah 25 ; 2 = mengalami pecah buah 25 ≤ 50 ; 3 = mengalami pecah buah agak berat 50 –75 ; 4 = mengalami pecah buah berat 75 . Ilustrasi skoring dapat dilihat pada Gambar 2. Nilai IPB yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk mengelompokkan tingkat ketahanan genotipe tomat terhadap pecah buah berdasarkan metode yang telah dimodifikasi. Kriteria ketahanan yang digunakan adalah sangat tahan ST jika IPB = 0 ; tahan T jika 0 IPB ≤ 5 ; agak tahan AT jika 5 IPB ≤ 10 ; agak rentan AR jika 10 IPB ≤ 20 ; rentan R jika 20 IPB ≤ 40 dan sangat rentan jika IPB ≥ 40 Djatmiko et al 2000; Yusnita dan Soedarsono 2004; Faizah 2010. Karakter agronomi Peubah utama yang diamati adalah: 1 Bobot buah total g tan -1 Pengamatan dilakukan pada saat panen. Semua buah yang dipanen ditimbang, bobot buah dihitung dari 8 kali panen. 84 2 Bobot buah tidak pecah g tan -1 Pengamatan dilakukan pada saat panen. Buah yang dipanen dipisahkan yang tidak pecah kemudian ditimbang, bobot buah dihitung dari 8 kali panen. 3 Bobot buah pecah tan -1 Pengamatan dilakukan pada saat panen. Buah yang dipanen dipisahkan yang pecah kemudian ditimbang, bobot buah pecah dihitung dari 8 kali panen. 4 Jumlah buah per tanaman Pengamatan dilakukan pada saat panen. Jumlah buah dihitung dari 8 kali panen. 5 Panjang buah cm Panjang buah diukur dengan menggunakan jangka sorong dari pangkal hingga ujung buah. 6 Diameter buah cm Diameter buah diukur dengan menggunakan jangka sorong pada bagian tengah buah. 7 Tebal daging buah cm Tebal daging buah diukur dengan menggunakan jangka sorong. Buah dipotong melintang pada bagian tengah buah. Tebal daging buah diukur 3 kali pada bagian yang memiliki tebal daging yang berbeda kemudian diambil rata- ratanya. 8 Jumlah rongga buah Buah dipotong melintang pada bagian tengah buah kemudian dihitung jumlah rongganya. 9 Umur berbunga HST Pengamatan dilakukan pada saat tanaman berbunga yaitu dengan mencatat pada hari keberapa pada saat 50 populasi tanaman telah berbunga pada bunga ketiga dari tandan kedua. 10 Umur panen HST Pengamatan dilakukan pada saat 50 populasi tanaman telah dipanen pada kondisi buah masak pada skor 4 dan 5 pada standar skala warna kulit buah tomat Kader 1995. 11 Tinggi tanaman cm Tinggi tanaman diukur setelah panen ke-2 dari permukaan tanah sampai titik tumbuh tertinggi. 12 Diameter batang cm Diameter batang diukur setelah panen ke-2 pada sepertiga tanaman bagian tengah tanaman 13 Panjang daun cm dan lebar daun cm Panjang dan lebar daun diukur setelah panen ke-2 pada sepertiga tanaman bagian tengah tanaman 14 Total padatan terlarut o brix Diukur pada buah panen ke-2 dan ke-3 dengan menggunakan alat handrefraktometer. 15 Kekerasan buah kgcm -1 Kekerasan buah diukur pada buah panen ke-2 dan ke-3 dengan menggunakan alat penetrometer.