21
8. disinergi pelvik, ketidakmampuan pelvik relaksasi ketika defekasi
2.5. Patofisiologi
Pada banyak kasus, konstipasi pada anak dimulai dari rasa nyeri saat defekasi. Ketika anak merasakan nyeri saat berlangsung defekasi, maka anak akan mulai
menahan-nahan tinja agar tidak dikeluarkan untuk menghindari rasa tidak nyaman yang berasal dari defekasi. Jika menahan-nahan defekasi terus berlanjut, maka
keinginan defekasi akan berangsur hilang sehingga akan terjadi penumpukan tinja. Proses defekasi yang tidak lancar akan menyebabkan feses menumpuk
hingga menjadi lebih banyak dari biasanya dan dapat menyebabkan feses mengeras yang kemudian dapat berakibat pada spasme sfingter anus. Distensi rektal kronik
menyebabkan kehilangan sensitifitas rektal, keinginan defekasi yang dapat berdampak pada inkontiensia fekal.
1
2.6. Diagnosis
Pada umumnya gejala klinis dari konstipasi adalah frekuensi defekasi kurang dari tiga kali per minggu, feses keras dan kesulitan untuk defekasi. Anak sering
menunjukkan perilaku tersendiri untuk menghindari proses defekasi. Pada bayi, nyeri ketika akan defekasi ditunjukkan dengan menarik lengan dan menekan anus
dan otot-otot bokong untuk mencegah pengeluaran feses. Balita menunjukkan perilaku menahan defekasi dengan menaikkan ke atas kedua ibu jari dan
mengeraskan bokongnya.
1
Universitas Sumatera Utara
22
Sesuai dengan Kriteria Rome III, diagnosis konstipasi berdasarkan beberapa kriteria sebagai berikut.
Konstipasi fungsional Kriteria diagnostik harus termasuk dua atau lebih dengan usia minimal 4 tahun:
- Kurang atau sama dengan dua kali defekasi per minggu
- Minimal satu episode inkonstinensia per minggu
- Riwayat retensi tinja yang berlebihan
- Riwayat nyeri atau susah defekasi
- Teraba massa fekal yang besar di rektum
- Riwayat tinja yang besar sampai dapat menghambat kloset
Non retensi fekal inkontinensia Diagnosa dalam usia minimal 4 tahun dan harus melibatkan semua kriteria tersebut,
yakni : -
Defekasi pada tempat yang tidak selayaknya minimal satu kali per bulan
- Tidak terdapat inflamasi, kelainan anatomi, metabolik atau proses
neoplastik -
Tidak ada retensi fekal Krtieria dipenuhi minimal 2 bulan sebelum diagnosis.
11
2.7. Faktor risiko
Pengenalan dini faktor-faktor risiko pencetus konstipasi dapat membantu kita untuk mencegah konstipasi itu sendiri. Richmond dkk menjelaskan bahwa beberapa faktor
Universitas Sumatera Utara
23
risiko konstipasi yang ada, dikumpulkan dan dinilai melalui kuesioner untuk kemudian dikalkulasikan skor masing-masing, yang bertujuan untuk menilai derajat
risiko seseorang menderita konstipasi.
12
Berikut tabel faktor-faktor risiko konstipasi pada anak Gambar 1. Faktor-fator risiko Konstipasi pada anak
12
Masalah yang sering timbul saat ini adalah timbulnya berat badan anak yang berlebih overweight atau obesitas yang ternyata merupakan faktor pencetus
terjadinya konstipasi pada anak. Loening-Baucke pada studi retrospektif melaporkan
Kondisi Fisiologis
Gangguan Metabolik Gangguan Bentuk Panggul
Gangguan Neuromuskular Gangguan Endokrin
Gangguan Abdominal Kolorektal
Kondisi Psikologis
Gangguan Psikiatri Gangguan Belajar atau
demensia
Medikasi Anti emetik
Analgetik
Calcium channel blocker Analgetik non-opioid Iron Supplement
Opioid kontinu
Antikolinergik Kemoterapi sitotoksik
Anti kejang Agen Sitotoksik
Anti depresi Agen alkaloid vinca
Obat anti Parkinson Antispasmodik
Faktor risiko
Jenis kelamin Tingkatan pergerakan
kerusakan tulang belakang
Asupan serat harian Asupan cairan harian
Penggunaan Kamar Mandi
Universitas Sumatera Utara
24
pada anak-anak konstipasi, dijumpai 22 memiliki status gizi obesitas sedangkan pada kelompok kontrol yang obesitas hanya 11. Dan pada anak obesitas dan
konstipasi didapati 25 laki-laki dan 19 perempuan. Pada studi ini disimpulkan bahwa obesitas memiliki hubungan yang kuat dengan angka kejadian konstipasi.
Peningkatan angka prevalensi obesitas dapat diperoleh dari diet, tingkatan aktivitas, atau pengaruh hormon.
13
2.8. Penatalaksanaan