1. Gambaran Umum Obyek Penelitian 1. 1. Profil Jawa Pos

3. 7. Langkah-langkah Analisis Framing Dengan menggunakan analisis framing model Pan dan Kosicki, peneliti akan menguraikan langkah-langkah yang digunakan untuk penelitian ini. Berita-berita yang dimuat dalam Kompas dan Jawa Pos mengenai seputar terpilihnya Darmin sebagai Gubernur Bank Indonesia ini dianalisis dengan mengikuti langkah-langkah dari perangkat framing milik Pan dan Kosicki,seperti diuraikan berikut ini: Pertama menentukan frame dari gagasan utama core frame, isu yang diajukan sebagai ide sentral dari penelitian.yaitu berita yang memaparkan tentang seputar terpilihnya Darmin sebagai Gubernur Bank Indonesia dari masing-masing media yang akan diteliti, yaitu Kompas dan Jawa Pos. Kedua, mengamati simbol-simbol yang ditampilkan oleh kedua media mengenai ide sentral yang terbentuk. Kemudian simbol-simbol itu diidentifikasikan menggunakan perangkat framing dengan melihat struktur sintaksis lewat skema berita headline, lead, latar informasi, kutipan sumber, pernyataan, penutup, struktur skrip dari kelengkapan beritanya 5W+1H, struktur tematiknya dengan detail, konherensi, bentuk kalimat, dan kata ganti paragraf, proposisi, kalimat, hubungan antarkalimat, serta struktur retorisnya dengan mengamati leksikon, grafis, metafora kata, idiom, gambar foto, grafik.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1. Gambaran Umum Obyek Penelitian

4. 1. 1. Profil Jawa Pos

Jawa Pos pertama kali diterbitkan pada 1 Juli 1949, sehingga Jawa Pos terhitung sebagai salah satu surat kabar tertua yang ada di Indonesia. Saat awal kemunculannya Jawa pos masih bernama Java Post, lalu berganti menjadi Djawa Post lalu menjadi Jawa Pos dan bertahan hingga sekarang. Prndiri Jawa Pos adalah The Chung Sen, sejarahnya beliau yang seorang WNI kelahiran Bangka, tengah bekerja di sebuah kantor film di Surabaya. Pada saat itu beliaulah yang bertugas untuk selalu menghubungi surat kabar agar pemuatan iklan filmnya lancar. Dari sini pula The Chung Sen mengetahui bahwa memiliki surat kabar ternyata menguntungkan. Maka didirikanlah Java Post. Saat itu, harian ini tentunya juga dikenal sebagai harian Melayu - Tionghua. Sebab dari pengelolaan hingga modal usahanya berasal dari kalangan tersebut. Harian ini tentu bukan satu- satunya harian Melayu - Tionghua yang terbit di Surabaya. Yang menjadi saingan Java Post dan merupakan harian beroplah besar saat itu adalah Perwata Soerabaia Trompet Masyarakat dan Perdamaian. The Chung Sen tentunya melirik keuntungan yang berhasil diraih oleh harian Perwata Soerabaia yang sudah berhasil memantapkan diri sebagai koran dagang di Surabaya. Tetapi cita - cita dan impiannya itu rasanya tidak pernah tercapai. Dalam perjalanan sebagai koran Melayu - Tionghua yang berhaluan republiken, harian ini tidak pernah terkenal di kalangan pembacanya, terutama keturunan Tionghua. Mereka misalnya lebih suka membaca Perwata Soerabaia yang kiblatnya masih kearah tanah leluhur mereka. Sedang harian Melayu - Tionghua yang terbit di Jakarta kebanyakan berhaluan yang sama dengan Perwata Soerabaia. Jadi bisa dikatakan harian Jawa Pos saat itu sebagai harian Melayu - Tionghua yang memiliki ciri khas tersendiri. Masalah tentang persaingan itu tentu saja bukan satu-satunya masalah yang dihadapi Jawa Pos saat itu. Karena waktu itu, masalah mereka baru diatur sekitar tahun enam puluhan. Sehingga memihak kepada Republik dalam situasi masih jauh dari konferensi Meja Bundar tentunya satu gagasan yang menarik buat dikaji. Ini tentunya tak lepas dari wawasan The Chung Sen yang jauh ke depan. Jika hanya untuk memperoleh uang,ia tentunya bisa memerintah pemimpin redaksinya untuk berorientasi ketanah leluhur. Tapi itu tak pernah dilakukan, pemimpin redaksi pertama adalah Goh Tjing Ilok. Yang kedua yang memangku itu sejak tahun 1953 adalah Thio Oen Sik. Keduanya memang dikenal sebagai orang-orang republikein yang tak pernah goyah pendiriannya. Dalam perkembangan selanjutnya The Chung Sen bisa disebut “raja” surat kabar dari Surabaya. Beliaulah yang di tahun 1950 - an memiliki tiga surat kabar sekaligus. Satu berbahasa Indonesia, satu berbahasa Tionghua, satu berbahasa Belanda. Yang berbahasa Belanda itu kemudian diubahnya menjadi Indonesian Daily News yang berbahasa Inggris. Sebab ketika Bung Karno gencar - gencarnya anti Belanda, hal-hal yang berbau Belanda diubah. Termasuk koran milik The Chung Sen,Vrije Pers. Sedangkan korannya yang berbahasa Tionghoa mengalami nasib yang sama. Bahkan tidak bisa terbit sama sekali. Maka tinggalah Jawa Pos, bahkan yang satu inipun kian hari kian redup. Apalagi The Chung Sen harus berpacu dengan usia, dan tiga orang putra tidak satupun yang tinggal di Indonesia. Perkembangan teknologi cetak juga kian sulit diikuti. Maka oplah Jawa Pos pun terus menurun, sehingga di tahun 1982 lalu tinggal 6.700 eksemplar setiap hari. Pelanggannya di dalam kota Surabaya tinggal 2.000 orang. Peredarannya di Malang tinggal 350 lembar. Saking sedikitnya sampai-sampai kantor pusat mengurusi sendiri yang jumlahnya cuma 40 orang. Maka dalam keadaan fisiknya yang kian uzur dan didorong keinginan untuk bisa dekat dengan anak-anaknya, The Chung Sen memutuskan untuk menyerahkan pengelolaan Jawa Pos kepada pengelola majalah mingguan berita TEMPO,ini terjadi pada 1 April 1982. Saat itu pun Dahlan Iskan yang kini menjadi direktur, masih bekerja sebagai Kepala Biro TEMPO di Surabaya. “Pak The begitu panggilan untuk The Chung Sen menyatakan tidak mungkin lagi bisa mengembangkan Jawa Pos. Tapi Pak The tidak ingin surat kabar yang mati begitu saja. Itulah sebabnya Jawa Pos diserahkan kepada pengelola yang baru” ujar Dirut PT.Grafiti Pers, penerbit TEMPO, Eric Samola,SH yang kini juga Direktur Utama PT. Jawa Pos. Pak The memilih TEMPO dengan pertimbangan khusus.”TEMPO kan punya belum punya surat kabar. Kalau saya serahkan kepada rekan yang sudah punya surat kabar, tentunya surat kabar ini akan dinomorduakan”. Begitu kata Pak The saat itu. Dengan pertimbangan seperti itu Pak The ingin perkembangan Jawa Pos tidak terlambat. Pak The sendiri diusianya ke-89 tahun akhirnya memilih berangkat ke Inggris bersama istrinya, Megah Indah, yang berusia 71 tahun. Dia berpesan agar Jawa Pos dikembangkan.

4. 1. 1. 1. Kebijakan Redaksional

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25