6. Percepatan pendidikan dari 3 tahun menjadi 2 tahun hanya terjadi
pada ranah kognitif pengetahuan dan intelek dan tidak terjadi pada ranah afektif dan ranah psikomotorik
7. Pemberian pengalaman belajar dengan melibatkan remaja dalam
kehidupan masyarakat, di instansi, kunjungan ke museum, atau pembelajaran oleh tokoh masyarakat, maupun pengalaman belajar
melalui kegiatan eksplorasi, hampir tidak pernah dilakukan pembelajaran kurang kontekstual
E. PERMASALAHAN PADA ANAK BERBAKAT
Berdasarkan ciri-ciri keterbakatan yakni kemampuan berpikir tingkat tinggi, kritis, kreativitas, movitasi maka menjadi implikasi munculnya kebutuhan
anak yang berbeda dengan kebutuhan anak pada umumnya. Potensi yang unggul tersebut dapat menjadi predisposisi terhadap munculnya berbagai masalah,
sehingga keterbakatan anak dapat menjadikan anak rentan terhadap munculnya masalah, terutama jika anak tidak memperoleh akses untuk memenuhi
kebutuhannya sebagai anak berbakat. Menurut Seagoe dalam Hawadi, 1985, ciri-ciri tertentu pada anak berbakat dapat atau mungkin mengakibatkan timbulnya
masalah-masalah tertentu seperti: 1.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat mengarah ke sikap ragu-ragu skeptis dan sikap kritis baik terhadap diri maupun lingkungan
2. Kemampuan kreatif dan minat untuk melakukan hal-hal baru dapat
menyebabkan anak berbakat tidak menyukai atau cepat bosan terhadap tugas rutin
3. Perilaku ulet dan terara pada tujuan yang sering tampak pada anak
berbakat ke arah keinginan untuk memaksakan atau mempertahankan pendapatnya
4. Kepekaan dari anak berbakat dapat membuatnya mudah tersinggung atau
peka terhadap kritik orang lain 5.
Semangat yang tinggi, kesiagaan mental dan prakarsanya dapat membuatnya kurang sabar atau kurang toleran jika tidak ada kegiatan
atau kurang tampak kemajuan dalam kegiatan yang sedang berlangsung 6.
Dengan kemampuan dan minatnya yang beragam, anak berbakat membutuhkan keluwesan dan dukungan untuk dapat menjajaki dan
mengembangkan minat-minatnya 7.
Keinginan anak untuk mandiri dalam belajar dan bekerja, kebutuhan kebebasan
dapat menimbulkan
konflik karena
tidak mudah
menyesuaikan diri atau tunduk terhadap tekanan orang tua atau teman sebaya. Ia dapat juga merasa ditolak atau kurang dimengerti oleh
lingkungannya.
F. PENGARUH SENSE OF HUMOR TERHADAP STRES PADA
REMAJA DARI KELAS AKSELERASI DI KOTA MEDAN
Masa Remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Menurut Hurlock 2008 masa remaja merupakan masa yang penting, hal
ini dikarenakan tugas perkembangan di masa sebelum dan sesudah masa remaja akan
menentukan keberhasilan
seseorang dalam
menjalani fase-fase
perkembangan selanjutnya.
Layanan Akselerasi merupakan layanan percepatan. Artinya adalah bahwa segala perlakuan yang diterima oleh anak mengalami percepatan baik waktu yang
digunakan untuk menyelesaikan sekolah maupun waktu penyelesaian tugas yang diberikan oleh sekolah Alsa, 2007. Hal ini yang ditemukan menjadi masalah
bagi remaja dari kelas akselerasi terutama yakni bagi perkembangan sosial remaja
Gibson, 1980
Sebagai remaja, mereka memiliki beberapa tugas perkembangan. Salah satu tugas perkembangan menurut Hurlock 2010 adalah mencapai hubungan baru
dan lebih matang dengan teman sebaya. Namun ternyata tuntutan dari sekolah mengenai tugas-tugas yang diberikan menjadi penghalang anak untuk
melaksanakan tugas perkembangannya tersebut. Kondisinya adalah bahwa setiap hari anak akan diberikan tugas dengan frekuensi belajar yang banyak. Alsa 2007
menyatakan bahwa sebagai anak berbakat mereka senang dengan pelajaran- pelajaran menantang yang diberikan. Ketika anak diperhadapkan dengan materi
pembelajaran yang menantang, anak menganggap kondisi ini merupakan
eustreskondisi stres yang menyenangkan. Namun ternyata dengan keberadaan tugas yang begitu banyak, anak harus menerima resiko bahwa mereka dianggap
kurang sosial dan angkuh oleh teman-teman sebayanya Alsa, 2007. Anggapan ini tidak tanpa alasan. Anak akan menghabiskan waktu untuk belajar dan
mengerjakan tugas, baik pada jam sekolah maupun ketika berada di rumah. Hal inilah yang mengakibatkan anak seolah terisolasi dan tidak mau bergabung
dengan teman-teman sebayanya. Kondisi seperti ini yang akan mengganggu perkembangan sosial pada anak. Satu sisi mereka memiliki tugas perkembangan
untuk membina relasi dengan teman-teman sebayanya namun di sisi lain mereka memiki tuntutan tugas yang tidak dapat dihindari.
Menurut Buescher dan Higham 1990 salah satu yang menjadi karakteristik remaja adalah mereka sangat rentan dengan berbagai kritik, saran dan serangan
emosional dari orang lain. Kondisi seperti ini seringkali mengakibatkan anak ingin menjadi sempurna dan mengingat bahwa sejak kecil mereka selalu memiliki
keinginan untuk melakukan tugas secara sempurna dan hal ini menjadi kebiasaan hingga ia remaja. Menjadi sempurna dalam segala hal tidaklah selalu positif,
terbukti bahwa anak sering mengalami disonansi antara apa yang sesungguhnya mereka lakukan dengan kualitas pekerjaan yang diharapkan. Anak barangkali
mengaku bahwa mereka sudah mengerjakan sesuatu secara maksimal, namun ternyata lingkungan tidak mengakui hal yang sama. Alsa 2007 menyatakan
bahwa semakin berbakat anak, semakin banyak pihak yang ikut campur terhadap keterbakatannya. Orangtua dan guru seringkali menyalahkan perbendaharaan
„keterbakatan‟ pada anak berbakat, di mana anak berbakat wajib menunjukkan performan yang selalu sempurna.
Berbagai permasalahan ini seringkali dapat mengancam kondisi individu. Hal tersebut terjadi karena individu merasa bahwa antara keinginan dengan kenyataan
yang ia miliki ternyata tidak sejalan. Kondisi ini dikenal dengan Stres. Sarafino 2007 mendefinisikan stres sebagai kondisi yang menimbulkan persepsi jarak
antara individu dengan tuntutan yang ada. Ketika seseorang mengalami stres maka yang sering terjadi adalah seseorang mengalami kondisi tegang yang
menimbulkan ketidaknyamanan. Ketika seseorang mengalami stres, maka ia akan memanifestasikannya ke
dalam beberapa aspek. Menurut Sarafino 2007 stres memiliki beberapa aspek yakni biologis sakit kepala berlebihan, tidak nafsu makan, dll; kognisi daya
ingat menurun, perhatian dan konsentrasi menurun; emosi mudah marah, cemas dan tingkah laku menyalahkan orang lain dan melanggar norma. Kondisi stres
yang dialami oleh seseorang perlu untuk ditangani, tujuannya adalah agar ketidaknyamanan yang dirasakannya dapat berkurang. Hal inilah yang dikenal
sebagai coping stres. Coping Stress merupakan upaya yang diarahkan untuk menatalaksanaan stres stuart, 2007
Beberapa penelitian seringkali menghubungkan antara penggunaan humor sebagai coping stres yang ada pada seseorang. Dalam penelitian yang dilakukan
oleh Eva Binti Nurhanifah terhadap siswa akselerasi di SMA Negeri Surabaya dikatakan bahwa terdapat hubungan antara sense of humor dan stres di mana
koefisien korelasi antara kedua variabel tersebut adalah -0.402 yang berarti bahwa jika skor sense of humor tinggi, maka tingkat stres menjadi rendah. Meredith
dalam Kartono, 1979: 134 menambahkan bahwa humor merupakan salah satu ciri dari pribadi yang matang. Individu yang memiliki humor sanggup untuk
menertawakan hal-hal yang tidak disenangi, termasuk diri sendiri, namun demikian tetap mencintainya. Seseorang yang menyukai humor tidak mungkin
tidak memiliki sense of humor rasa akan humor. Sense of humor merupakan kemampuan seseorang untuk menciptakan, menghargai dan menggunakan humor
untuk menyelesaikan masalah Hartanti, 2002. Para Psikolog Perkembangan menyatakan bahwa sense of humor yang didapatkan pada masa kanak-kanak dan
akan membantu anak untuk mengatasi kejadian-kejadian yang mengakibatkan stres stresorBariaud, 1989; Martin, 1989; McGhee, 1979, 1980, 1994; Simons,
McCluskey-Fawcett, Papini, 1986 Permasalahan yang dialami oleh Remaja dari kelas akselerasi yang
berhubungan dengan perkembangan sosialnya tidak jarang mengakibatkan anak menjadi sulit untuk bergaul dengan teman-teman sebayanya dikarenakan tuntutan
tugas yang besar Alsa, 2007. Bariud et al., 1989 menyatakan bahwa dengan menggunakan sense of humor pada usia sekolah, anak akan mampu berhubungan
dengan teman-teman sebayanya, berkomunikasi, serta mampu memahami peristiwa kehidupannya.
Kondisi lain yang juga menjadi stresor bagi remaja dari kelas akselerasi adalah tuntutan dari berbagai pihak terutama orangtua dan guru. Guru seringkali
mengeluarkan pernyataan yang menantang seperti „tunjukkan kepada saya
bahwa kamu cerdas‟ di sisi lain orangtua selalu mengharapkan hasil yang
sempurna dari anaknya Alsa, 2007. Permasalahan inilah yang sering memunculkan stres pada anak. Penelitian yang dilakukan oleh Kuper et.al 1993
memperoleh hasil bahwa ketika seseorang menggunakan humor maka ia akan memiliki persepsi yang lebih positif terhadap masalah yang dihadapinya selain itu
juga akan membuat perspektif alternatif dari masalah yang dialaminya, individu secara emosional akan membuat jarak antara dirinya dengan stressor dan akan
menurunkan perasaan-perasaan negatif terhadap permasalahan yang dialaminya.
Penggunaan sense of humor bagi remaja dari kelas akselerasi tentunya memberikan banyak keuntungan, mengingat bahwa permasalahan yang dialami
seringkali mengakibatkan perasaan tidak nyaman yang dikenal dengan stres. Kelly 2002 menyatakan bahwa dengan menggunakan sense of humor, maka seseorang
memiliki 3 keuntungan besar yakni pertama, penggunaan sense of humor membantu individu membentuk hubungan sosial yang baik; kedua, humor
memiliki efek secara tidak langsung terhadap stres individu, dan yang ketiga, tertawa yang merupakan ekspresi dari pengalaman terhadap humor terbukti dapat
mengurangi ketegangan syaraf akibat stres
E. HIPOTESA PENELITIAN