Arsitektur High Tech
ARIA LEO BIMANTARA 070406027
8
penalti sekitar gawang. Tim yang mencetak gol lebih banyak menang.
6
Medan
• Medan adalah nama dari ibukota provinsi Sumatera Utara.
Jadi Stadion Sepakbola Medan dapat dirangkum menjadi “Suatu sarana
yang menyediakan tempat lapangan bermainbertanding sepak bola dengan bangunan yang mengelilinginya yang memiliki tempat bagi penonton untuk melihat
acara tersebut tribun”.
2.2. TINJAUAN UMUM
Tinjauan ini akan membahas perihal seputar sepak bola dan stadion secara umum.
2.2.1. Sepak Bola
Sepak bola telah memiliki perjalanan yang panjang dalam sejarah olahraga, bahkan kebudayaan manusia, dan perkembangannya sekarang ini semakin pesat
karena berkembangnya sistem manajemen dan pelatihan sepak bola, dan juga teknologi yang dapat diterapkan pada perlengkapan, infrastruktur, maupun
publikasientertainmentnya. Sejarah olahraga menyepak bola sudah lama sekali ada. Yang tercatat yaitu
Woggabaliri di Australia, Harpastum di kekaisaran Romawi, dan sejak abad ke-2 dan 3 SM di Cina dengan nama Tsu Chu. Di masa Dinasti Han tersebut,
masyarakat menggiring bola kulit dengan menendangnya ke jaring kecil. Permainan serupa juga dimainkan di Jepang dengan sebutan Kemari. Di Italia, permainan
menendang dan membawa bola juga digemari terutama mulai abad ke-16. Sepak bola modern mulai berkembang di Inggris dan menjadi sangat
digemari. Di beberapa kompetisi, permainan ini menimbulkan banyak kekerasan selama pertandingan sehingga akhirnya Raja Edward III melarang olahraga ini
dimainkan pada tahun 1365. Raja James I dari Skotlandia juga mendukung larangan ini. Tetapi tahun 1815, sebuah perkembangan besar menyebabkan sepak
bola menjadi terkenal di lingkungan universitas dan sekolah. Kelahiran sepak bola modern terjadi di Freemasons Tavern pada tahun 1863 ketika sekolah dan klub
6
www.britannica.com
Universitas Sumatera Utara
Arsitektur High Tech
ARIA LEO BIMANTARA 070406027
9
berkumpul dan merumuskan aturan baku untuk permainan ini. Bersamaan dengan itu, terjadi pemisahan yang jelas antara olahraga rugby dengan sepak bola soccer.
Pada tahun 1869, membawa bola dengan tangan mulai dilarang dalam sepak bola. Selama tahun 1800-an, sepak bola modern dibawa oleh pelaut, pedagang,
dan tentara Inggris ke berbagai belahan dunia, begitu juga di wilayah nusantara oleh Belanda. Pada tahun 1904, asosiasi tertinggi sepak bola dunia yaitu Fédération
Internationale de Football Association FIFA dibentuk dan pada awal tahun 1900- an, berbagai kompetisi dimainkan diberbagai negara, begitu juga Piala Dunia
pertama kali dimulai di Uruguay tahun 1930. Asian Football Confederation AFC juga berdiri pada tahun 1954 di Manila, Filipina sebagai salah satu konfederasi
regional FIFA. Permainan sepak bola di Indonesia pertama kali diperkenalkan oleh para
penjajahbangsa Eropa, termasuk Belanda. Di akhir tahun 1920, pertandingan voetbal atau sepak bola sering kali digelar untuk meramaikan pasar malam,
biasanya dilaksanakan sore hari. Lapangan Singa Lapangan Banteng menjadi saksi dimana orang Belanda sering menggelar pertandingan. Khusus untuk sepak
bola, serdadu di barak-barak militer sangat sering bertanding yang akhirnya membentuk bond atau perkumpulan sepak bola. Dari bond-bond itulah kemudian
terbentuk satu klub besar. Tak hanya serdadu militer, warga Belanda, Eropa, dan Indonesia juga membuat bond-bond serupa.
Dari bond-bond itu kemudian terbentuklah Nederlandsch Indische Voetbal Bond NIVB yang pada tahun 1927 berubah menjadi Nederlandsch Indische
Voetbal Unie NIVU. Sampai tahun 1929, NIVU sering mengadakan pertandingan termasuk dalam rangka memeriahkan pasar malam dan tak ketinggalan sebagai
ajang judi. Bond China menggunakan nama antara lain Tiong un Tong, Donar, dan UMS. Adapun bond pribumi biasanya mengambil nama wilayahnya, seperti Cahaya
Kwitang, Sinar Kernolong, atau Si Sawo Mateng. Pada 19 April 1930, Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia PSSI
dibentuk di gedung Soceiteit Hande Projo, Yogyakarta. Disinilah perkembangan sepak bola di Indonesia diawali dengan berdirinya PSSI dalam pimpinan Soeratin
Sosrosoegondo, insinyur sipil lulusan Jerman yang lama tinggal di Eropa. Sejak saat itu, kegiatan sepak bola semakin sering digerakkan oleh PSSI dan semakin
Universitas Sumatera Utara
Arsitektur High Tech
ARIA LEO BIMANTARA 070406027
10
banyak rakyat bermain di jalan atau alun-alun tempat Kompetisi I perserikatanbond diadakan. Adapun lahirnya PSSI ini tidak terlepas juga dari gerakan menentang
penjajahan dengan strategi menyemai benih nasionalisme bagi pemuda Indonesia. Pada tahun 1930-an, di Indonesia berdiri tiga organisasi sepakbola
berdasarkan suku bangsa, yaitu Nederlandsch Indische Voetbal Unie NIVU dari bangsa Belanda, Hwa Nan Voetbal Bond HNVB dari bangsa Tionghoa, dan
Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia PSSI dari orang pribumi. Paku Buwono X kemudian mendirikan stadion Sriwedari di Surakarta Solo
lengkap dengan lampu, sebagai apresiasi terhadap kebangkitan “Sepakbola Kebangsaan” yang digerakkan oleh PSSI. Stadion itu diresmikan pada 1933.
Dengan adanya stadion ini, kegiatan persepak bolaan pun semakin gencar. Pada tahun 1938 Indonesia lolos ke Piala Dunia walaupun akhirnya
membawa nama Hindia Belanda Dutch East Indies. NIVU mengajak PSSI bekerjasama yang ditandai dengan Gentlemen’s Agreement 15 Januari 1937.
Persetujuan perjanjian ini berarti secara de facto dan de jure Belanda mengakui PSSI. Perjanjian itu menegaskan bahwa PSSI dan NIVU menjadi pucuk organisasi
sepak bola di Hindia Belanda. Salah satu isinya juga berisi tentang tim yang dikirim ke Piala Dunia, dimana dilakukan pertandingan antara tim bentukan NIVU melawan
bentukan PSSI sebelum diberangkatkan seleksi tim. Tapi NIVU melanggar perjanjian dan memberangkatkan tim bentukannya menggunakan bendera NIVU
yang diakui FIFA. Memang akhirnya Hindia Belanda kalah 0-6 dari Hongaria. Atas tindakan sepihak dari NIVU ini, Soeratin Sosrosoegondo sangat geram. Ia menolak
memakai nama NIVU. Alasannnya, kalau NIVU diberikan hak, maka komposisi pemain akan dipenuhi oleh orang Belanda. Akhirnya PSSI membatalkan secara
sepihak perjanjian tersebut saat Kongres di Solo pada 1938. Dalam pertandingan internasional, PSSI terbukti. Pada 7 Agustus 1937, tim
PSSI berhasil menahan imbang 2-2 tim Nan Hwa dari Cina di Gelanggang Union, Semarang. Padahal Nan Hwa pernah mengalahkan Belanda dengan skor 4-0. Disini
kedigdayaan tim PSSI sudah tersohor. Lebih jauh, Soeratin mendorong pula pembentukan badan olahraga nasional
agar kekuatan olahraga pribumi semakin kokoh melawan dominasi Belanda. Pada
Universitas Sumatera Utara
Arsitektur High Tech
ARIA LEO BIMANTARA 070406027
11
tahun 1938 berdirilah ISI Ikatan Sport Indonesia yang kemudian menyelenggarakan Pekan Olahraga ISI 15-22 Oktober 1938 di Solo. Nama PSSI
ini kemudian berubah dalam kongres PSSI 1950 di Solo menjadi Persatoean Sepakbola Seloeroeh Indonesia.
Sepeninggalan Soeratin Sosrosoegondo, prestasi tim nasional sepak bola Indonesia tidak terlalu memuaskan karena pembinaan tim nasional tidak diimbangi
dengan pengembangan organisasi dan kompetisi. Pada era sebelum tahun 1970- an, beberapa pemain Indonesia sempat bersaing dalam kompetisi internasional, di
antaranya Ramang, Sucipto Suntoro, Ronny Pattinasarani, dan Tan Liong Houw. Dalam perkembangannya, PSSI telah memperluas kompetisi sepak bola dalam
negeri, di antaranya dengan penyelenggaraan Liga Super Indonesia, Divisi Utama, Divisi Satu, dan Divisi Dua untuk pemain non amatir, serta Divisi Tiga untuk pemain
amatir. Selain itu, PSSI juga aktif mengembangkan kompetisi sepak bola wanita, futsal, dan kompetisi kelompok umur tertentu U-15, U-17, U-19, dan U-23.
Masuknya Jepang ke Indonesia menyebabkan PSSI pasif dalam berkompetisi, karena Jepang memasukkan PSSI sebagai bagian dari Tai Iku Kai,
yakni badan keolahragaan buatan Jepang. Tetapi Jepang semakin terdesak dalam Perang Pasifik sehingga tidak dapat lagi mengurus kegiatan olahraga di Indonesia.
Dalam situasi itu urusan olahraga diserahkan kembali kepada Indonesia terutama sejak tahun 1944 dengan terbentuknya Gerakan Latihan Olahraga Rakyat
GeLORa. Selama tahun 1942-1945 yakni selama kekuasaan Jepang di indonesia, tidak banyak peristiwa olahraga penting tercatat, karena Jepang terus terdesak
kedudukannya sehingga dengan sendirinya perhatian Jepang tidak dapat diharapkan untuk memajukan olahraga di Indonesia. Akhirnya PSSI baru lepas
menjadi otonom kembali dalam kongres PORI III di Yogyakarta 1949. Adapun Persatuan Olahraga Republik Indonesia PORI dibentuk tahun
1946 yang dibantu oleh Komite Olimpiade Republik Indonesia KORI. Keduanya telah dilebur dan menjadi KONI. Dalam mempersiapkan para atlet Indonesia untuk
Olimpiade XIV di London tahun 1948, Indonesia menemui banyak kesulitan. PORI sebagai badan olahraga resmi Indonesia saat itu belum diakui dan menjadi anggota
Internasional Olympic Committee IOC sehingga para atlet yang akan dikirim tidak dapat diterima dan berpartisipasi dalam olahraga sedunia tersebut. Pengakuan
Universitas Sumatera Utara
Arsitektur High Tech
ARIA LEO BIMANTARA 070406027
12
dunia atas kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia yang belum diperoleh waktu itu menjadi penghalang besar. Paspor Indonesia saat itu tidak diakui oleh Pemerintah
Inggris, sedangkan kenyataan bahwa atlet-atlet Indonesia hanya bisa berpartisipasi dengan memakai paspor Belanda tidak dapat diterima. Alasannya karena delegasi
Indonesia hanya mau hadir di London dengan membawa nama Indonesia. Alasan inilah yang menyebabkan rencana kepergian beberapa pengurus besar PORI ke
London menjadi batal dan menjadi topik pembahasan pada konferensi darurat PORI tanggal 1 Mei 1948 di Solo. Konferensi itu sepakat untuk mengadakan Pekan
Olahraga yang direncanakan berlangsung pada bulan Agustus atau September 1948 di Solo. PORI ingin menghidupkan kembali pekan olahraga yang pernah
diadakan ISI. Dilihat dari sarana olahraga, pada saat itu kota Solo telah memenuhi semua
persyaratan pokok dengan adanya stadion Sriwedari yang dilengkapi dengan kolam renang, pada saat itu juga termasuk fasilitas olahraga yang terbaik di Indonesia.
Selain itu seluruh pengurus besar PORI juga berkedudukan di Solo, sehingga hal inilah yang menjadi bahan-bahan pertimbangan untuk menetapkan kota Solo
sebagai kota penyelenggara Pekan Olahraga Nasional pertama PON I pada tanggal 8-12 September 1948 dengan mempertandingkan 12 cabang olahraga.
Selain itu, PON I juga membawa misi untuk menunjukkan kepada dunia luar bahwa bangsa Indonesia dalam keadaan daerahnya yang dipersempit akibat Perjanjian
Renville, membuktikan sanggup mengadakan acara olahraga dengan skala nasional.
Lalu dalam perkembangannya, PSSI telah menjadi anggota FIFA sejak tanggal 1 November 1952 pada kongres FIFA di Helsinki. Setelah diterima menjadi
anggota FIFA, lalu PSSI diterima pula menjadi anggota AFC tahun 1952, bahkan menjadi pelopor pembentukan AFF ASEAN Football Federation.
Di kota Medan sendiri sepak bola juga sudah lama berkembang. Persatuan Sepak Bola Medan Sekitarnya PSMS dirikan pada tanggal 21 April 1950. Meski
demikian sejak tahun 1930 telah berdiri klub Voetbal Bond Medan en Omstreken VBMO dan Oost Sumatera Voettbal Bond OSVB yang diyakini merupakan
embrio PSMS. Sejak dahulu kota Medan dikenal dunia karena perkebunan tembakau Delinya. Tak heran kalau logo PSMS adalah daun dan bunga
Universitas Sumatera Utara
Arsitektur High Tech
ARIA LEO BIMANTARA 070406027
13
tembakau Deli. PSMS mengalami jaman gemilang di bidang prestasi yang dibuktikan mulai tahun 1954.
Pada saat itu PSMS sering diundang dan mengundang tim-tim dari luar negeri seperti Gak Graz dari Austria, Kowloon Motorbus dari Hongkong,
Grasshoppers dari Eropa, Star Soccerites dari Singapura, dan lain-lain. Berkat kemenangan yang sering dipegang oleh PSMS melawan kesebelasan luar negeri,
PSMS mendapat julukan “The Killer” atau algojo kesebelasan-kesebelasan luar negeri. Di tahun 1950-an di awal berdirinya, PSMS berada di puncak kejayaannya.
Beberapa turnamen di dalam dan luar negeri selalu menjadi ajang meraih gelar juara. Adapun dibawah ini merupakan data-data kejuaraan PSMS dalam beberapa
kompetisi hingga kini.
Tabel 2.1. Hasil Kejuaraan PON: Bidang Olahraga Sepak Bola Ke
Tahun Juara I Juara II
Juara III
II 1951
Jawa Barat Jakarta Raya
Jawa Timur III
1953 Sumatera Utara
Jakarta Raya Jawa Timur
IV 1957
Sumatera Utara Sumatera Tengah Jawa Tengah
V 1961
Sulawesi Selatan Jawa Tengah Jakarta Raya
VI 1965
dibatalkan karena peristiwa G 30 S PKI VII 1969
Sumatera Utara Jakarta Raya
Jawa Timur VIII 1973
Sumatera Utara Jawa Timur
Sulawesi Selatan IX
1977 Jakarta Raya
Irian Jaya Aceh
X 1981
Lampung Sumatera Utara
Jawa Timur XI
1985 Sumatera Utara
Irian Jaya Jakarta Raya
XII 1989 Sumatera Utara
Jawa Timur Jakarta Raya
Sumber: Sejarah Olahraga Sumatera Utara 1992
Tabel 2.2. Hasil Kejuaraan PSSI 1951-1990 No.
Tahun Juara I
Juara II Juara III
I 1951
Persebaya PSM
Persija II
1952 Persebaya
PSMS Persib
III 1954
Persija
PSMS
Persebaya IV
1957 PSM
PSMS Persib
V 1959
PSM Persib
PSIS
Universitas Sumatera Utara
Arsitektur High Tech
ARIA LEO BIMANTARA 070406027
14
VI 1961
Persib PSM
Persija VII
1964 Persija
PSM Persib
VIII 1965
PSM Persebaya Persib
IX 1966
PSM Persib
PSMS X
1967 PSMS
Persib Persebaya
XI 1969
PSMS Persija
PSM XII
1971 PSMS
Persija PSM
XIII 1973
Persija PSMS
Persebaya XIV
1975 Persija PSMS -
- XV
1977 Persebaya
Persija PSMS
XVI 1979
Persipura PSMS
Persebaya XVII 1981
Persiraja -
- XVIII 1983
PSMS Persib
Persebaya XIX
1985 PSMS
Persib PSM
XX 1986
Persib Persemen Persija
XXI 1987
PSIS Persebaya Persib
XXII 1988 Persebaya
Persija Persib
XXIII 1990 Persib
Persebaya - Sumber: Sejarah Olahraga Sumatera Utara 1992
2.2.2. Stadion
Prototipe awal untuk fasilitas olahraga modern dari semua jenis yang ada adalah Stadia dan Hippodromes Yunani kuno. Di sini kontes olahraga Olimpiade
dan yang lainnya telah digelar kira-kira pada abad ke-8 SM pertama kalinya. Stadia – stadion Yunani stadion lomba lari dirancang dalam bentuk U,
dengan ujung start berbentuk datar saja. Stadion-stadion ini agak bervariasi dalam panjangnya, yang di Delphi hanya di bawah 183 m dan yang di Olympia sekitar 192
m. Stadion tersebut dibangun di semua kota dimana permainan tersebut dimainkan. Beberapa, mengikuti pola teater Yunani, yang dipotong dari lereng bukit sehingga
bagian kursi tepi dengan pandangan yang baik dapat terbentuk secara alami, sementara yang lain dibangun di tanah datar. Dalam kasus terakhir, daerah
permainan kadang sedikit digali untuk memungkinkan tingkatan kursi yang rendah di sepanjang sisi dalam.
Universitas Sumatera Utara
Arsitektur High Tech
ARIA LEO BIMANTARA 070406027
15
Gambar 2.1. Denah, potongan, dan foto Stadia di Olympia Sumber: www.worldstadiums.com
Stadia yang dibangun diatas tanah datar dapat dijumpai di Efesus, Delphi dan Athena. Satu yang di Delphi hampir 183 m panjangnya dengan lebar 28 m,
memiliki tepi kursi rendah sepanjang satu sisi dan di sekitar ujung melengkung, dan kursi penilai berada di titik tengah dari sisi panjangnya – seperti yang umum
dijumpai di fasilitas modern. Stadia di Athena pertama kali dibangun pada tahun 331 SM, direkonstruksi pada tahun 160, dan direkonstruksi kembali pada tahun 1896
untuk Olimpiade modern pertama. Dalam bentuk ini masih dapat dilihat, menampung sampai dengan 50 ribu orang dalam 46 baris. Stadia sisi bukit dapat
dijumpai di Olympia, Thebes dan Epidauros, dan kemiripannya dengan teater Yunani sangat jelas – teater yang memanjang menjadi tempat pementasan prestasi
fisik yang spektakuler, dan akhirnya dari inilah ditarik hubungan langsung bentuk bangunan pertama amphitheater bertingkat Romawi dan yang akhirnya juga
menjadi stadion modern.
Universitas Sumatera Utara
Arsitektur High Tech
ARIA LEO BIMANTARA 070406027
16
Gambar 2.2. Foto Stadia di Delphi Sumber: en.wikipedia.org
Hippodrome adalah stadion untuk pacuan kuda dan kereta dengan ukuran sekitar 198 sampai 228 m panjangnya dan 37 m lebarnya dan juga ditata dalam
bentuk U. Seperti teater Yunani, hippodrome biasanya dibuat di lereng bukit untuk membuat tingkatan tribun, dan dari inilah kemudian berkembang sirkus Romawi
meskipun lebih panjang dan sempit.
Gambar 2.3. Foto Hippodrome di Aphrodisias Sumber: en.wikipedia.org
Universitas Sumatera Utara
Arsitektur High Tech
ARIA LEO BIMANTARA 070406027
17
Gambar 2.4. Foto Hippodrome di Jerash Sumber: en.wikipedia.org
Amphitheatre – adapun bangsa Romawi yang militerisme lebih tertarik pada acara publik tentang pertarungan hidup-mati daripada balap ataupun atletik, dan
untuk mengakomodasi ini mereka mengembangkan bentuk amphiteater baru, yaitu arena elips yang dikelilingi di semua sisinya oleh tribun bertingkat tinggi yang
memungkinkan penonton dalam jumlah besar memiliki pandangan yang jelas untuk melihat peristiwa mengerikan yang dipentaskan tersebut. Istilah Arena berasal dari
kata Latin, yaitu pasir atau tanah berpasir, mengacu pada lapisan pasir yang tersebar di lapangan untuk menyerap darah yang tumpah.
Bentuk keseluruhannya pada dasarnya adalah dua teater Yunani yang bergabung membentuk sebuah elips lengkap. Tetapi ukuran amphiteater ini
kemudian bergantung pada tanah lereng alami untuk memberikan profil tribun yang diperlukan, sehingga orang-orang Romawi mulai membangun lereng buatan di
sekitar pusat arena, pertama dari kayu tidak ada lagi peninggalannya dan mulai abad pertama Masehi, dibuat dari batu dan beton.
Universitas Sumatera Utara
Arsitektur High Tech
ARIA LEO BIMANTARA 070406027
18
Gambar 2.5. Foto Amphitheatre di Arles Sumber: en.wikipedia.org
Contoh megah dari yang terakhir ini mungkin masih terlihat di Arles dan Nimes batu dan di Roma, Verona dan Pula batu dan bentuk beton. Amphiteater
di Arles, dibangun sekitar 46 SM, dapat menampung 21 ribu penonton dalam tiga lantai dan terlepas dari kerusakannya, lantai ketiga memegang tiang pendukung
atap tenda yang saat ini masih digunakan tiap tahun dalam adu banteng. Amphiteater Nîmes berasal dari abad ke-2, lebih kecil tetapi dalam kondisi yang
sangat baik dan juga digunakan secara teratur sebagai arena adu banteng. Amphiteater besar di Verona dibangun sekitar tahun 100, terkenal di dunia sebagai
tempat pertunjukan opera. Awalnya berukuran 152 x 123 m keseluruhan, namun sangat sedikit yang tersisa dari lorong luar dan saat ini memiliki kursi sekitar 22 ribu.
Arenanya berukuran 73 x 44 m.
Gambar 2.6. Foto Amphitheatre di Nimes Sumber: en.wikipedia.org
Universitas Sumatera Utara
Arsitektur High Tech
ARIA LEO BIMANTARA 070406027
19
Amphiteater Flavian di Roma atau lebih dikenal sebagai Colosseum sejak abad ke-8, adalah contoh terbesar dari jenis bangunan ini dan jarang dilampaui
sebagai perpaduan rasional dari teknik, teater dan seni sampai hari ini. Konstruksinya dimulai pada tahun 70 dan selesai 12 tahun kemudian, membentuk
elips raksasa 189 x 155 m dan meningkat setinggi empat lantai, menampung 48 ribu orang, suatu kapasitas yang tidak dapat dilampaui sampai abad ke-20. Penonton
memiliki pandangan baik ke arena elips yang berukuran kira-kira 88 x 55 m dibatasi oleh dinding 4,6 m. Ada 80 bukaan pelengkung arch untuk tiga lantai yang lebih
rendah dengan kolom dan entablature melingkar yang diterapkan pada dinding luar sebagai ornamen, bukaan di lantai dasar menjadi pintu masuk ke tribun.
Gambar 2.7. Potongan dan foto Amphitheatre Colosseum di Roma Sumber: en.wikipedia.org
Seperti teater Yunani menjadi cikal bakal amphiteater Romawi, begitu juga hippodrome Yunani menjadi sirkus Romawi. Ini adalah stadion pacuan kuda
berbentuk U dengan ujung datar membentuk pintu masuk dan menampung kandang kuda dan kereta. Trek mulai dan kembali dipisahkan oleh spina – tembok
rendah yang dihiasi dengan ukiran dan patung. Tribun meningkat sepanjang sisi lurus dari U dan melengkung di putaran akhir, kursi yang lebih rendah terbuat dari
batu dan disediakan untuk anggota kelas atas, sedangkan kursi atas terbuat dari kayu. Salah satu peninggalan yang penting adalah Circus Maximus di Roma abad
ke-4 SM. Inilah mungkin stadion terbesar yang pernah dibangun, yaitu sekitar 660 m panjangnya dan 210 m lebarnya dan semua penonton dapat duduk untuk tiga
lantai sejajar trek. Di luar Roma terdapat Hippodrome Byzantium dari abad ke-2 dan Hippodrome Pessimus yang unik pada waktu itu karena terdiri dari teater Yunani
Universitas Sumatera Utara
Arsitektur High Tech
ARIA LEO BIMANTARA 070406027
20
dan hippodrome Romawi terhubung di tengah hippodrome melalui panggung teater. Dua acara bisa dipentaskan secara terpisah di teater dan hippodrome, atau dapat
digunakan dalam kombinasi untuk acara besar tunggal. Bangunan ini adalah cikal bakal yang jelas dari kompleks stadion modern multi-fungsi.
Gambar 2.8. Denah Circus Maximus
Gambar 2.9. Foto Circus Maximus di Roma Sumber: en.wikipedia.org
Setelah memasuki abad pertengahan di benua Eropa, bangunan rekreasi dan hiburan tidak begitu berkembang hingga 15 abad kedepan, begitu juga stadion.
Akhirnya pada abad ke-19, stadion sebagai jenis bangunan bangkit kembali setelah revolusi industri, yaitu dikarenakan bangkitnya juga kembali tradisi Olimpiade. Untuk
tujuan ini, stadion kuno dari tahun 331 SM digali kembali dan dipelajari oleh arsitek arkeolog Jerman bernama Ziller, dan akhirnya dibangun ulang dengan bentuk U
memanjang gaya Yunani kuno, teras-teras marmernya dapat menampung 50 ribu penonton.
Universitas Sumatera Utara
Arsitektur High Tech
ARIA LEO BIMANTARA 070406027
21
Pada tahun 1908 pertandingan tersebut diadakan di London, stadion White City dibangun untuk itu oleh James Fulton. Stadion ini bersifat fungsional, dapat
menampung diatas 80 ribu penonton, terbuat dari rangka baja, dan merupakan stadion modern khusus Olimpiade yang pertama. Olimpiade 1960 di Roma
menandai kebiasaan baru, yaitu bukan membuat semua kegiatan terpusat pada satu lokasi, tetapi membuat rencana desentralisasi dengan stadion atletik di satu
bagian kota dan fasilitas-fasilitas lainnya jauh di daerah pinggiran kota. Dengan Olimpiade yang diadakan setiap empat tahun hingga sekarang,
hasilnya telah banyak stadion yang dapat kita jumpai dengan desainnya yang beragam sekarang ini. Seperti stadion di Tokyo tahun 1964 dengan desain atap
tertutup yang khas dan struktur kabelnya. Stadion Olimpiade 1972 di Munich, Jerman dengan lanskap hijau yang unik dan atap membran tembus pandang yang
membentang ke area lainnya seperti mengapung diatas taman itu. Seperti stadion-stadion Olimpiade diatas, stadion-stadion untuk olahraga
yang spesifik pun juga berkembang seperti stadion sepak bola, rugby, american football, bisbol, tenis dan cricket. Stadion sepak bola banyak berkembang di Eropa
dan Amerika Selatan karena kepopulerannya disana. Tetapi karena tradisi yang berbeda maka ini menuntun ke tipe arsitektur yang berbeda pula.
Di Inggris, setiap stadion dimiliki oleh sebuah klub sepak bola dan hanya untuk digunakan oleh klub tersebut saja. Spesialisasi stadion untuk olahraga
tunggal ini dan pemasukan yang terbatas telah membentuk tradisi ‘intimasi’ penonton yang membawa dua bentuk. Pertama, teras berdiri dimana penonton
berdiri berdekatan bersama, hal ini tidak diterima lagi oleh klub-klub divisi atas dengan alasan keamanan dan akhirnya semua teras berdiri diganti dengan kursi.
Kedua, stadion sepak bola Inggris telah lama dirancang dengan posisi penonton yang sangat dekat dengan lapangan. Hal ini menciptakan kontak penonton yang
intim dengan permainan tetapi menyulitkan penggabungan lintasan atletik di sekeliling lapangan.
Di negara-negara Eropa yang lain berbeda pula polanya, setiap stadion dimiliki oleh pemerintah kota dan dipakai oleh banyak klub olahraga. Klub-klub
sepak bola menjalankan undian mereka sendiri, mengambil keuntungan kembali dari pertandingan tersebut. Banyak stadion dipakai oleh olahraga lainnya,
Universitas Sumatera Utara
Arsitektur High Tech
ARIA LEO BIMANTARA 070406027
22
khususnya atletik. Karena ini stadion-stadion Eropa pada masa itu cenderung berkeuangan lebih baik daripada Inggris, serta dirancang dan dibangun agak lebih
baik. Contohnya Düsseldorf, fasilitas dua fungsi ini telah mengurangi kontak penonton – pemain karena jarak yang ditimbulkan dari lintasan atletik, tetapi
kurangnya intimasi ini harus dipertimbangkan terhadap keuntungan dari penggunaan komunitas yang lebih baik.
Sepak bola sangat populer di Amerika Selatan, disana banyak permintaan akan stadion yang sangat besar. Yang terbesar di dunia adalah stadion Maracana di
Rio de Janeiro, Brasil yang mempunyai kapasitas normal 103 ribu penonton dengan 77 ribu mendapat kursi. Stadion ini memiliki salah satu dari versi modern pertama
parit kering untuk memisahkan penonton dari lapangan. Parit ini berukuran lebar 2,1 m dan sedalam 1,5 m, agak lebih kecil dari standar umum, tetapi ini telah memulai
tren pemisahan yang telah dipakai di seluruh dunia, seperti stadion Olimpiade Seoul tahun 1988.
Adapun perkembangan stadion di Indonesia berawal dari kebangkitan “Sepakbola Kebangsaan” yang digerakkan oleh PSSI. Hal ini menggugah
Susuhunan Paku Buwono X yang kemudian mendirikan stadion Sriwedari sebagai apresiasi. Stadion itu diresmikan pada oktober 1933. Kemudian pada februari 1960
didirikanlah stadion utama Gelora Bung Karno SUGBK sebagai salah satu yang terbesar, termasuk untuk acara internasional.
Di kota Medan sendiri, stadion Teladan dibangun pada tahun 1952-1953 8 bulan dalam rangka menyambut PON III september 1953. Saat itu ketika PON II
1951 di Jakarta ditutup, langsung diumumkan bahwa PON III dilangsungkan di Medan. Panitia PON selanjutnya harus memikul tugas yang amat berat, karena
stadion belum ada, hanya ada stadion Kebun Bunga peninggalan Belanda. Stadion ini sama sekali tidak memenuhi syarat sebagai tempat berlangsungnya pembukaan,
penutupan, dan pertandingan sepak bola untuk menampung penonton dalam jumlah yang lebih besar. Akhirnya diputuskanlah untuk membangun stadion baru.
Lokasi stadion Teladan berada diatas tanah yang cukup luas karena juga direncanakan untuk membangun sarana olahraga lainnya seperti lapangan tenis,
voli, bola basket, bulu tangkis, dan lain-lain. Sayang sampai PON III berakhir, tidak satupun sarana olahraga lain dapat dibangun karena keterbatasan dana, dan tanah
Universitas Sumatera Utara
Arsitektur High Tech
ARIA LEO BIMANTARA 070406027
23
kosong di sekitar stadion itupun digarap oleh penduduk. Dan Sumatera Utara juga tidak pernah lagi menjadi tuan rumah PON karena persyaratan sarana yang tidak
pernah terlampaui lagi.
2.3. TINJAUAN PROYEK