Hubungan Penyuluhan tentang Personal Hygiene dengan Perilaku Remaja Putri pada Saat Menstruasi di SMU Cut Nyak Dhien Langsa Tahun 2014

(1)

HUBUNGAN PENYULUHAN TENTANG PERSONAL HYGIENE DENGAN PERILAKU REMAJA PUTRI PADA SAAT MENSTRUASI

DI SMU CUT NYAK DHIEN LANGSA TAHUN 2014

TESIS

Oleh

CUT RITA ZAHARA 127032283/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE RELATIONSHIP BETWEEN PERSONAL HYGIENE AND THE BEHAVIOR OF FEMALE TEENAGERS DURING THEIR

MENSTRUAL PERIOD AT CUT NYAK DHIEN AND JAYASENIOR HIGH SCHOOLS LANGSA

IN 2014

THESIS

By

CUT RITA ZAHARA 127032283/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

HUBUNGAN PENYULUHAN TENTANG PERSONAL HYGIENE DENGAN PERILAKU REMAJA PUTRI PADA SAAT MENSTRUASI

DI SMU CUT NYAK DHIEN LANGSA TAHUN 2014

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

CUT RITA ZAHARA 127032283/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : HUBUNGAN PENYULUHAN TENTANG PERSONAL HYGIENE DENGAN PERILAKU REMAJA PUTRI PADA SAAT MENSTRUASI DI SMU CUT NYAK DHIEN LANGSA TAHUN 2014

Nama Mahasiswa : Cut Rita Zahara Nomor Induk Mahasiswa : 127032283

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D) (

Ketua Anggota

Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah Diuji

pada Tanggal : 21 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Heru Santoso, M.S, Ph.D

Anggota : 1. Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes 2. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si 3. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M


(6)

PERNYATAAN

HUBUNGAN PENYULUHAN TENTANG PERSONAL HYGIENE DENGAN PERILAKU REMAJA PUTRI PADA SAAT MENSTRUASI

DI SMU CUT NYAK DHIEN LANGSA TAHUN 2014

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar magister di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Desember 2014

Cut Rita Zahara 127032283/IKM


(7)

ABSTRAK

Hygiene menstruasi merupakan komponen hygiene perorangan yang memegang peran penting dalam menentukan status kesehatan, khususnya terhindar dari infeksi alat reproduksi. Pemilihan penyuluhan pada remaja mengenai personal hygiene saat menstruasi sangatlah penting dalam meningkatakan pengetahuan dan sikap remaja mengenai kesehatan reproduksinya. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan penyuluhan tentang personal hygiene dengan perilaku remaja putri pada saat mentruasi.

Jenis penelitian adalah quasi eksperimen dengan rancangan Non Equivalent ControlGroup. Varibel dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap dan tindakan. Populasi adalah seluruh remaja putri di SMU Cut Nyak Dhien Langsa sebanyak 102 orang dan SMU Jaya Langsa sebanyak 65 orang. Sampel berjumlah 84 orang terdiri dari 42 orang kelompok perlakuan dan 42 orang kelompok kontrol dengan teknik simple random sampling. Analisis data menggunakan uji wilcoxon dengan data tidak berdistribusi normal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rata-rata pengetahuan, sikap dan tindakan sebelum dan sesudah penyuluhan. Ada perbedaan pengetahuan (p=0,0001), sikap (p=0,0001) dan tindakan (p=0,0001) remaja putri tentang personal hygiene saat menstruasi pada kelompok perlakuan sebelum dan sesudah penyuluhan. Pada kelompok kontrol tidak ditemukan perbedaan pengetahuan, sikap dan tindakan.

Diharapkan remaja putri dapat menerapkan dan menjaga personal hygiene pada saat mentruasi dengan rutin dalam kehidupan sehari-hari. Sekolah juga dapat menambah kurikulum untuk kesehatan reproduksi serta pengembangan program keputrian dan UKS sekolah sebagai tempat memperoleh sumber informasi dalam menyadari pentingnya menjaga kebersihan organ genetalia eksterna secara dini.


(8)

ABSTRACT

Menstrual hygiene is a component of individual hygiene that plays an important role in determining her health status, especially being prevented from reproductive infections. The choice of extension on personal hygiene during menestrual period for the female teenagers to improve their knowledge and attitude towards their reproductive health is very important. The purpose of this study was to find out the relationship between extension on personal hygiene and the behavior of female teenagers during menstrual period.

The research variables of this quasi experimental study with non-equivalent control group design were knowledge, attitude and action. The population of this study was all of 102 female teenagers studying at high school Cut Nyak Dhien Langsa and 65 female teenagers studying at high school Jaya Langsa. The sample for this study were 84 female teenagers consisting of 42 for treatment group and 42 for control group selected through simple random sampling technique. The data obtained were analyzed through Wilcoxon tests with the data which were not normally distributed.

The result of this study showed that the knowledge, attitude and action had an average increase before and after extension. There was a difference between knowledge (p = 0.001), attitude (p = 0.001) and action (p = 0.001) of the female teenagers on the personal hygiene during menstrual period in the treatment group before and after the extension. The difference between knowledge, attitude and action were not found in the control group.

The female teenagers are expected to routinely keep their personal hygiene during their menstrual period in their daily life. The school should also add reproductive health and keputrian development program into its curriculum and the school health unit is functioned as the resources of information in realizing the importance of earlier maintaining the hygiene of external genetalia organ.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Hubungan Penyuluhan tentang Personal Hygiene dengan Perilaku Remaja Putri pada Saat Menstruasi di SMU Cut Nyak Dhien Langsa Tahun 2014”

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc.(CTM)., Sp.A, (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing kami dan memberikan masukan serta saran dalam penyelesaian tesis ini.


(10)

4. Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D dan Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes, selaku Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari pengajuan judul hingga penulisan Proposal ini selesai.

5. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si dan Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M selaku Komisi Penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

6. Kepala Sekolah SMU Cut Nyak Dhien Langsa beserta seluruh staf pegawai yang telah membantu melakukan pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian. 7. Para Dosen dan Staf di Lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada Ayahanda T. Anwar Bahrum dan Ibu Rosmini serta keluarga besar yang telah memberikan dukungan moril serta doa dan motivasi selama penulis menjalani pendidikan.

9. Teristimewa buat suami tercinta Syarbaini dan berkat merekalah penulis termotivasi untuk menyelesaikan studi ini.

10.Teman-teman seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, atas bantuannya dan memberikan semangat dalam penyusunan tesis ini.

11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam proses penyelesaian tesis ini.


(11)

Akhirnya saya menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Desember 2014 Penulis

Cut Rita Zahara 127032283/IKM


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Cut Rita Zahara, lahir pada tanggal 19 September 1981 di Kota Bakti, kecamatan sakti kabupaten Aceh Pidie Provinsi Aceh, beragama Islam, bertempat tinggal di Jalan T. Chik Ditunong No. 95 Kp Jawa Tengah Langsa. Penulis merupakan anak dari pasangan ayahanda T. Anwar Bahrum dan ibunda Rosmini AB, anak ketiga dari empat bersaudara.

Jenjang pendidikan formal penulis dimulai dari SD Negeri Kp jeumpa (19 95), SMP Negeri No.3 Langsa (1998 ), SMU Cut Nyak Dhien Langsa (2001), Diploma III Kebidanan Politeknik Banda Aceh (2004), Program Studi D-IV Bidan Pendidik di Politeknik Medan (2010) dan tahun 2012 – 2014 Penulis menempuh pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat minat studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Pada tahun 2005 penulis bekerja di Rumah Sakit Umum Langsa sebagai tenaga Honorer dan pada tahun 2006 diangkat menjadi PNS di Rumah Sakit Umum Langsa sampai saat ini.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Hipotesis Penelitian ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Remaja ... 9

2.2 Personal Hygiene saat Mensturasi ... 12

2.2.1 Siklus Menstruasi ... 16

2.2.2 Mekanisme Terjadinya Perdarahan Haid ... 16

2.2.3 Dampak Personal Hygiene Remaja ... 18

2.3 Penyuluhan Kesehatan ... 19

2.3.1 Tujuan Penyuluhan Kesehatan ... 20

2.3.2 Faktor-faktor Keberhasilan Penyuluhan Kesehatan ... 21

2.3.3 Metode Penyuluhan ... 22

2.4 Perilaku Remaja... 27

2.4.1 Pengetahuan ... 27

2.4.2 Sikap ... 31

2.4.3 Tindakan atau Praktik (Practice) ... 33

2.5 Landasan Teori ... 34

2.6 Kerangka Konsep ... 37

. BAB 3. METODE PENELITIAN ... 38

3.1 Jenis Penelitian ... 38

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40

3.3 Populasi dan Sampel... 40

3.3.1 Populasi ... 40


(14)

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 43

3.4.1 Data Primer ... 43

3.4.2 Data Sekunder ... 43

3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 43

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 46

3.5.1 Variabel Penelitian ... 46

3.5.2 Definisi Operasional ... 46

3.6 Metode Pengukuran Data ... 47

3.7 Metode Analisis Data ... 48

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 49

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 49

4.2 Karakteristik Responden ... 49

4.3 Gambaran Pengetahuan Siswi tentang Personal Hygiene pada saat Menstruasi Kelompok Perlakuan dan Kontrol Sebelum Intervensi ... 50

4.4 Gambaran Sikap Siswi tentang Personal Hygiene pada saat Menstruasi Kelompok Perlakuan dan Konstrol Sebelum Intervensi ... 54

4.5 Gambaran Tindakan Siswi tentang Personal Hygiene pada saat Menstruasi Kelompok Perlakuan dan Kontrol sebelum Intervensi ... 59

4.6 Uji Normalitas ... 63

4.7 Hubungan Penyuluhan tentang Personal Hygiene dengan Perilaku (Pengetahuan) Remaja Putri pada saat Menstruasi ... 63

4.8 Hubungan Penyuluhan tentang Personal Hygiene dengan Perilaku (Sikap) Remaja Putri pada saat Menstruasi ... 66

4.9 Hubungan Penyuluhan tentang Personal Hygiene dengan Perilaku (Tindakan) Remaja Putri pada saat Menstruasi ... 68

BAB 5. PEMBAHASAN ... 71

5.1 Gambaran Pengetahuan Remaja Putri tentang Personal Hygiene pada saat Menstruasi Sebelum dan Sesudah Dilakukan Penyuluhan ... 71

5.2 Gambaran Sikap Remaja Putri tentang Personal Hygiene pada saat Menstruasi Sebelum dan Sesudah Dilakukan Penyuluhan 73

5.3 Gambaran Tindakan Remaja Putri tentang Personal Hygiene pada saat Menstruasi Sebelum dan Sesudah Dilakukan Penyuluhan ... 75

5.4 Perbedaan Pengetahuan Remaja Sebelum dan Sesudah Dilakukan Penyuluhan ... 76

5.5 Perbedaan Sikap Remaja Sebelum dan Sesudah Dilakukan Penyuluhan ... 79


(15)

5.6 Perbedaan Tindakan Remaja Sebelum dan Sesudah Dilakukan

Penyuluhan ... 82

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

6.1 Kesimpulan ... 86

6.2 Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 89


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Distribusi Perhitungan Besar Sampel Penelitian di SMU Cut Nyak Dhien dan SMU Jaya Langsa ... 42 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Butir Instrumen Variabel

Pengetahuan ... 44 3.3 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Butir Instrumen Variabel Sikap ... 45 3.4 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Butir Instrumen Variabel Tindakan 45 4.1 Distribusi Karakteristik Responden ... 50 4.2 Distribusi Frekuensi Item Pernyataan Pengetahuan Siswi tentang

Personal Hygiene pada saat Menstruasi Kelompok Perlakuan dan Kontrol Sebelum Intervensi ... 51 4.3 Distribusi Frekuensi Item Pernyataan Pengetahuan Siswi tentang

Personal Hygiene pada saat Menstruasi Kelompok Perlakuan dan Kontrol Sesudah Intervensi ... 52 4.4 Distribusi Kategori Pengetahuan Siswi tentang Personal Hygiene pada

saat Menstruasi Kelompok Perlakuan dan Kontrol Sebelum dan Sesudah Intervensi ... 53 4.5 Gambran Frekuensi Item Pernyataan Sikap Siswi tentang Personal

Hygiene pada saat Menstruasi Kelompok Perlakuan dan Kontrol Sebelum Intervensi ... 54 4.6 Gambaran Frekuensi Item Pernyataan Sikap Siswi tentang Personal

Hygiene pada saat Menstruasi Kelompok Perlakuan dan Kontrol Sesudah Intervensi ... 55 4.7 Distribusi Kategori Sikap Siswi tentang Personal Hygiene pada saat

Menstruasi Kelompok Perlakuan dan Kontrol Sebelum dan Sesudah Intervensi ... 58


(17)

4.8 Gambaran Frekuensi Item Pernyataan Tindakan Siswi tentang Personal Hygiene pada saat Menstruasi Kelompok Perlakuan dan Kontrol Sebelum Intervensi ... 59 4.9 Distribusi Frekuensi Item Pernyataan Tindakan Siswi tentang Personal

Hygiene pada saat Menstruasi Kelompok Perlakuan dan Kontrol Sesudah Intervensi ... 61 4.10 Distribusi Kategori Tindakan Siswi tentang Personal Hygiene pada

saat Menstruasi Kelompok Perlakuan dan Kontrol Sebelum dan Sesudah Intervensi ... 62 4.11 Uji Normalitas Kelompok Perlakuan dan Kontrol pada Variabel

Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Sebelum dan Sesudah Pemberian Perlakuan ... 63 4.12 Hasil Uji Wilcoxon Pengetahuan Siswi pada Kelompok Perlakuan dan

Kontrol ... 64 4.13 Hasil Uji Wilcoxon Sikap Siswi terhadap Penyuluhan pada Kelompok


(18)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

4.1 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden pada Kelompok Perlakuan di SMU Cut Nya Dhien ... 65 4.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden pada Kelompok Kontrol

di SMU Jaya Langsa ... 65 4.3 Distribusi Frekuensi Sikap Responden pada Kelompok Perlakuan di

SMU Cut Nyak Dhien ... 67 4.4 Distribusi Frekuensi Sikap Responden pada Kelompok Kontrol di

SMU Jaya Langsa ... 67 4.5 Distribusi Frekuensi Tindakan Responden pada Kelompok Perlakuan

di SMU Cut Nyak Dhien ... 69 4.6 Distribusi Frekuensi Tindakan Responden pada Kelompok Kontrol di


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kusioner Penelitian ... 93

2. Daftar Nama Remaja Putri ... 97

3. C-Survey ... 99

4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 101

5. Hasil Statistik ... 106

6. Dokumentasi saat Penelitian ... 108

7. Surat Izin Melakukan Penelitian ... 113


(20)

ABSTRAK

Hygiene menstruasi merupakan komponen hygiene perorangan yang memegang peran penting dalam menentukan status kesehatan, khususnya terhindar dari infeksi alat reproduksi. Pemilihan penyuluhan pada remaja mengenai personal hygiene saat menstruasi sangatlah penting dalam meningkatakan pengetahuan dan sikap remaja mengenai kesehatan reproduksinya. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan penyuluhan tentang personal hygiene dengan perilaku remaja putri pada saat mentruasi.

Jenis penelitian adalah quasi eksperimen dengan rancangan Non Equivalent ControlGroup. Varibel dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap dan tindakan. Populasi adalah seluruh remaja putri di SMU Cut Nyak Dhien Langsa sebanyak 102 orang dan SMU Jaya Langsa sebanyak 65 orang. Sampel berjumlah 84 orang terdiri dari 42 orang kelompok perlakuan dan 42 orang kelompok kontrol dengan teknik simple random sampling. Analisis data menggunakan uji wilcoxon dengan data tidak berdistribusi normal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rata-rata pengetahuan, sikap dan tindakan sebelum dan sesudah penyuluhan. Ada perbedaan pengetahuan (p=0,0001), sikap (p=0,0001) dan tindakan (p=0,0001) remaja putri tentang personal hygiene saat menstruasi pada kelompok perlakuan sebelum dan sesudah penyuluhan. Pada kelompok kontrol tidak ditemukan perbedaan pengetahuan, sikap dan tindakan.

Diharapkan remaja putri dapat menerapkan dan menjaga personal hygiene pada saat mentruasi dengan rutin dalam kehidupan sehari-hari. Sekolah juga dapat menambah kurikulum untuk kesehatan reproduksi serta pengembangan program keputrian dan UKS sekolah sebagai tempat memperoleh sumber informasi dalam menyadari pentingnya menjaga kebersihan organ genetalia eksterna secara dini.


(21)

ABSTRACT

Menstrual hygiene is a component of individual hygiene that plays an important role in determining her health status, especially being prevented from reproductive infections. The choice of extension on personal hygiene during menestrual period for the female teenagers to improve their knowledge and attitude towards their reproductive health is very important. The purpose of this study was to find out the relationship between extension on personal hygiene and the behavior of female teenagers during menstrual period.

The research variables of this quasi experimental study with non-equivalent control group design were knowledge, attitude and action. The population of this study was all of 102 female teenagers studying at high school Cut Nyak Dhien Langsa and 65 female teenagers studying at high school Jaya Langsa. The sample for this study were 84 female teenagers consisting of 42 for treatment group and 42 for control group selected through simple random sampling technique. The data obtained were analyzed through Wilcoxon tests with the data which were not normally distributed.

The result of this study showed that the knowledge, attitude and action had an average increase before and after extension. There was a difference between knowledge (p = 0.001), attitude (p = 0.001) and action (p = 0.001) of the female teenagers on the personal hygiene during menstrual period in the treatment group before and after the extension. The difference between knowledge, attitude and action were not found in the control group.

The female teenagers are expected to routinely keep their personal hygiene during their menstrual period in their daily life. The school should also add reproductive health and keputrian development program into its curriculum and the school health unit is functioned as the resources of information in realizing the importance of earlier maintaining the hygiene of external genetalia organ.


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan reproduksi bukan hanya masalah individu yang bersangkutan, tetapi menjadi perhatian bersama, karena dampaknya luas menyangkut berbagai aspek kehidupan dan menjadi parameter kemampuan negara dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Kesehatan reproduksi mendapat perhatian kusus secara global, pada tahun 1994 di Kairo Mesir, diadakan Konperensi Internasional tentang kependudukan dan pembangunan yang di ikuti oleh sekitar 180 negara, termasuk indonesia. Di tingkat Internasional itu disepakati definisi Kesehatan Reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecatatan dalam suatu hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya (Pinem, 2009).

Remaja berasal dari kata adolescence yang berarti tumbuh atau menjadi dewasa. Masa peralihan dari masa anak – anak dengan masa dewasa disebut masa remaja. Menurut World Health Organization (WHO) masa remaja dimulai pada usia antara 12 sampai 24 tahun. Di Indonesia yang disebut remaja menurut Departemen Kesehatan adalah mereka yang berusia 10 sampai 19 tahun dan pada masa tersebut terjadi proses pematangan fisik maupun psikologis (Dariyo, 2004).

Masa remaja disebut juga masa puberitas, merupakan masa transisi yang unik ditandai dengan berbagai perubahan fisik, emosi dan psikis. Pada remaja terjadi


(23)

perubahan organnobiologis yang cepat dan tidak seimbang dengan perubahan mental emosional (kejiwaan). Keadaan ini dapat membuat remaja bingung. Oleh karena itu perlu perhatian, bimbingan dan dukungan dari lingkungan disekitarnya sehingga remaja dapat tumbuh dan berkembang nenjadi manusia dewasa yang sehat baik jasmani, mental maupun psikososial (Pinem, 2009). Organ reproduksi menunjukkan perubahan yang dramatis pada saat pubertas, dimulai dengan pertumbuhan folikel primodial ovarium yang mengeluarkan hormon estrogen. Pengeluaran hormon ini menumbuhkan tanda seks skunder yang salah satunya terjadi pengeluaran darah menstruasi pertama yang disebut dengan menarche.

Kata menstruasi berasal dari bahasa latin yang berarti bulan, dan sering disebut dengan istilah mens atau haid. Menstruasi adalah terjadinya perdarahan melalui vagina yang bersifat fisiologis karena luruhnya lapisan endometrium dari dinding rahim. Pada siklus menstruasi endometrium dipersiapkan secara teratur untuk menerima ovum yang telah dibuahi setelah terjadi ovulasi dibawah pengaruh hormon ovarium yaitu estrogen dan progesteron. Saat menstruasi perawatan organ-organ reproduksi sangatlah penting terutama kebersihan daerah kewanitaan, karena saat menstruasi pembuluh darah dalam rahim mudah terkena infeksi (Kusmiran, 2011).

Alat kelamin wanita berhubungan langsung dengan dunia luar melalui liang senggama, saluran mulut rahim, rongga/ruang rahim, saluran telur (tuba fallopi) yang bermuara didalam ruang perut. Karena hubungan langsung ini maka infeksi alat kelamin wanita terutama disebabkan oleh hubungan seksual yang tidak sehat dan


(24)

hygiene, sehingg infeksi pada bagian luarnya secara berkelanjutan dapat berjalan menuju ruang perut. Dalam bentuk infeksi selaput dinding perut (peritonitis). Sistem pertahanan dari alat kelamin wanita cukup baik yaitu mulai dari sistem asam-basanya, pengeluaran lendir yang selalu mengalir kearah luar menyebabkan bakteri dibuang dan dalam bentuk mentruasi. Meskipun demikian infeksi sering terjadi dikarenakan kurangnya perawatan pada alat kelamin wanita.

Angka kejadian infeksi saluran reproduksi (ISR) tertinggi di dunia adalah pada usia remaja (35%-42% ) dan dewasa remaja (27%-33%). Prevalensi ISR pada remaja di dunia tahun 2006 yaitu : kandidiasis (25%-50%), vaginosis bekterial (20%-40%), dan trikomoniasis (5%-15%). Diantara negara-negara di Asia Tenggara, wanita indonesia lebih rentan mengalami ISR yang dipicu iklim Indonesia yang panas dan lembab (Puspitaningrum, 2010). Jumlah kasus ISR di Jawa Timur seperti candidiasis dan servisitis yang terjadi pada remaja putri sebanyak 86,5% ditemukan di Surabaya dan malang. Penyebab tertinggi dari kasus tersebut adalah jamur candida albican sebanyak 77% yang senang berkembang biak dengan kelembapan tinggi seperti pada saat mentruasi. Bila alat reproduksi lembab dan basah, maka keasaman akan meningkat yang memudahkan pertumbuhan jamur (Kasdu, 2008). Perempuan yang memiliki riwayat ISR mempunyai dampak buruk untuk masa depannya seperti: kemandulan, kangker leher rahim, dan kehamilan di luar kandungan (Rahayu, 2011).

Penyebab utama penyakit ISR yaitu imunitas lemah (10%), perilaku kurang hygiene pada saat menstruasi (30%), dan lingkungan yang tidak bersih serta penggunaan pembalut yang kurang sehat saat mentruasi (50%) (Rahmatika, 2010).


(25)

Menurut data pusat statistik (BPS) dan Bappenas tahun 2010, sebagian besar dari 63 juta jiwa remaja di Indonesia rentan berprilaku tidak sehat (Aisyaroh, 2010). Perilaku buruk dalam menjaga hygiene pada saat mentruasi dapat menyadari pencetus timbulnya ISR (Ratna, 2010). Hasil penelitian Ariyani tentang aspek biopsikososial hygiene mentruasi siswa SMP di Jakarta tahun 2009 bahwa remaja putri yang memiliki perilaku menjaga kebersihan genetalia saat mentruasi yang baik hanya 17,4%. Remaja putri yang melakukan perilaku hygien pada saat menstruasi akan terhindari dari ISR dan merasa nyaman beraktivitas sehari-hari (Kissanti, 2008).

Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan upaya harus dilakukan secara komprehensif berupa promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Promosi kesehatan untuk masalah kesehatan ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu faktor perilaku dan non perilaku (fisik, sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya). Untuk faktor perilaku upaya yang dilakukan dapat melalui dua pendekatan, yakni: pendidikan (education) dan paksaan atau tekanan (coersion). Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan masyarakat, pendekatan edukasi (pendidikan kesehatan) lebih tepat dikarenakan pendidikan merupakan upaya agar remaja berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara persuasi, bujukan, himbauan, ajakan, memberikan informasi, memberi kesadaran dan sebagainya. Dengan demikian pendidikan kesehatan mengupayakan agar perilaku individu, kelompok, atau masyarakat sangat penting untuk terus dilakukan karena mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (Notoatmodjo, 2010).


(26)

Untuk mencapai tujuan pendidikan kesehatan perlu alih pengetahuan dan alih tehnologi tentang cara kerja, penggunaan alat bantu dalam melaksanakan pendidikan kesehatan kepada masyarakat, cara pendekatan ke masyarakat merupakan hal-hal

yang memegang peranan penting mencapai keberhasilan. Cara bekerja sambil belajar (learning by doing), pemahaman dan penghayatan tentang pendidikan kesehatan

kepada masyarakat dan peran pendidik kesehatan (tenaga penyuluh) sebagai anggota dari tim kesehatan masyarakat desa dapat langsung diterapkan. Karena pendidikan kesehatan yang berjalan sendiri tidaklah ada artinya. Pendidikan kesehatan baru ada artinya jika dilaksanakan bersama program kesehatan dan yang terbaik adalah jika pendidikan kesehatan dilaksanakan bersama program kesehatan dan masyarakat (Ali,2010).

Salah satu metode pendidikan kesehatan adalah melalui pendidikan teman sebaya, yang merupakan suatu bentuk pendidikan yang dilakukan oleh penyuluhan. Penyuluhan merupakan metode pendididkan kesehatan yang bertujuan meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh dan bersama masyarakat agar dapat menolong dirinya sendiri serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat dalam upaya kesehatan, sesuai dengan sosial budaya setempat. Upaya penyuluhan dapat dilakukan dengan menggunakan media cetak seperti leaflet, ataupun elektronik seperti pemutaran video, maupun media ruang. Dalam hal ini media digunakan untuk membuat suasana yang kondusif terhadap perubahan perilaku yang positif.


(27)

Pemilihan penyuluhan pada remaja mengenai personal hygiene saat menstruasi sangatlah penting dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja mengenai kesehatan reproduksinya. Pemberian penyuluhan nantinya sangat diharapkan sebagai metode dalam mengubah perilaku remaja yang selama ini tidak sadar akan kepentingan kebersihan personal hygiene menjadi sadar dan memahami pentingnya perilaku menjaga kebersihan personal hygiene. Adapun tujuan dari penyuluhan kesehatan reproduksi kepada remaja adalah menumbuhkan kesadaran dan memberi motivasi para remaja untuk memperhatikan kesehatan reproduksi mereka

Perilaku seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pengetahuan. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu dapat menyebabkan perubahan perilaku (Notoatmodjo, 2010). Tingkat pengetahuan yang kurang dikarenakan beberapa hal, yaitu penyampaian informasi yang kurang tepat atau kurang lengkap, sumber informasi yang salah, dan penyampaian informasi yang berlebihan sehingga menimbulkan sikap diskriminan di kalangan remaja tentang menstruasi (Sarwono, 2006).

Penerapan pendidikan kesehatan melalui metode promosi kesehatan secara umum sangat bermanfaat bagi peningkatan pengetahuan siswa tentang kesehatan reproduksi untuk mereduksi penyimpangan seks, dan terjaganya kesehatan reproduksi mereka secara utuh, karena siswa adalah kelompok usia yang sangat rentan terhadap segala informasi yang menyimpang, dan cenderung cepat untuk mengadopsinya. Kebutuhan informasi kesehatan reproduksi bagi remaja SMU sangat mutlak diperlukan. Salah satu sumber informasi tersebut adalah melalui pendidikan


(28)

kesehatan di sekolah. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa remaja SMU relatif sedikit memperoleh informasi dari guru di sekolahnya. Hasil penelitian Ramdani dan Dewi (1996) terhadap 113 siswa SMP di Yogyakarta. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa bagi remaja putri orang tua merupakan sumber informasi mengenai menstruasi, sedangkan bagi remaja putra sumber informasi mengenai mimpi basah adalah teman. Informasi tentang kehamilan juga tidak sama antara remaja putri dan remaja putra. Majalah, surat kabar, rubrik konsultasi ternyata banyak diminati oleh remaja perempuan untuk memuaskan keingintahuan mengenai resiko tinggi hubungan seksual. Informasi yang sering digunakan adalah guru, teman dan majalah. Keadaan ini memberikan suatu fenomena bahwa peran guru dalam pemberian informasi kesehatan reproduksi sangat penting.

Hasil studi pendahuluan di SMU Cut Nyak Dhien Langsa jumlah Remaja putri sebanyak 102 siswi dan dilakukan wawancara 20 siswi pada kelas III dengan hasil hanya 2 orang siswi yang tahu tentang personal hygiene saat menstrusi dan 18 yang lain tidak tahu tentang personal hygiene saat mentruasi. Hal ini disebabkan berbagai faktor yaitu kurangnya pengetahuan tentang personal hygiene pada saat menstruasi baik dari institusi maupun dari orang tua.

Berdasarkan data di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “hubungan penyuluhan tentang personal hygiene dengan perilaku remaja putri pada saat mentruasi Di SMU Cut Nyak Dhien Langsa Tahun 2014”.


(29)

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi masalah pada penelitian ini adalah bagaimana hubungan penyuluhan tentang personal hygiene dengan perilaku remaja putri pada saat mentruasi Di SMU Cut Nyak Dhien Langsa Tahun 2014.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan penyuluhan tentang personal hygiene dengan perilaku remaja putri pada saat mentruasi Di SMU Cut Nyak Dhien Langsa Tahun 2014.

1.4 Hipotesis Penelitian

Ada hubungan penyuluhan tentang personal hygiene dengan perilaku remaja putri pada saat mentruasi Di SMU Cut Nyak Dhien Langsa Tahun 2014.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Langsa agar lebih aktif dalam memberikan informasi/penyuluhan berkitan dengan kesehatan remaja putri

2. Bahan masukan bagi pendidikan agar dapat mengadakan seminar di sekolah agar menambahkan pengetahuan bagi remaja putri kususnya tentang personal hygiene 3. Bahan masukan bagi remaja putri agar sering mencari informasi tentang


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Remaja

Remaja adalah masa transisi/peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis dan psikososial (Dariyo, 2004). Perkembangan pada remaja putri ditandai dengan adanya menstruasi (menarche). Menstruasi pertama menandakan bahwa remaja putri sudah siap untuk hamil (Sarwono, 2006). Masa remaja merupakan suatu proses tumbuh kembang yang berkesinambungan, yang merupakan masa peralihan dari kanan-kanak kedewasa muda.

Menurut Pieter dan Lubis (2010) kata remaja berasal dari bahasa Latin adolescentia yang berarti remaja yang mengalami kematangan fisik, emosi, mental dan sosial. Piaget dalam Hurlock (2004) mengatakan bahwa masa remaja ialah masa berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana individu tidak lagi merasa di bawah tingkatan orang dewasa akan tetapi sudah dalam tingkatan yang sama.

Menurut Pardede (2002) masa remaja merupakan suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dari masa anak kemasa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial yang berlangsung pada dekade kedua kehidupan.

Menurut Soetjiningsih (2004), perkembangan fisik termasuk organ seksual serta peningkatan kadar hormon reproduksi atau hormon seks baik pada anak laki-laki


(31)

maupun pada anak perempuan akan menyebabkan perubahan perilaku seksual remaja secara keseluruhan. Perkembangan seksual tersebut sesuai dengan beberapa fase mulai praremaja, remaja awal, remaja menengah, sampai pada remaja akhir.

1. Pra Remaja

Masa praremaja adalah suatu tahap untuk memasuki tahap remaja yang sesungguhnya. Pada masa praremaja ada beberapa indikator yang telah ditentukan untuk menentukan identitas jender laki-laki atau perempuan. Beberapa indikator tersebut ialah indikator biologis yang berdasarkan jenis kromosom, bentuk gonad dan kadar hormon. Ciri-ciri perkembangan seksual pada masa ini antara lain perkembangan fisik yang masih tidak banyak berbeda dengan sebelumnya. Pada masa praremaja ini mereka sudah mulai senang mencari tahu informasi tentang seks dan mitos seks baik dari teman sekolah, keluarga atau dari sumber lainnya. Penampilan fisik dan mental secara seksual tidak banyak memberikan kesan yang berarti.

2. Remaja Awal

Merupakan tahap awal (permulaan), remaja sudah mulai tampak ada perubahan fisik yaitu fisik sudah mulai matang dan berkembang. Pada masa ini mereka sudah mulai mencoba melakukan onani (masturbasi) karena telah seringkali terangsang secara seksual akibat pematangan yang dialami. Rangsangan ini diakibatkan oleh faktor internal yaitu meningkatnya kadar testosterone pada laki-laki dan estrogen pada remaja perempuan. Sebagian dari mereka amat menikmati apa yang mereka rasakan, tetapi ternyata sebagian dari


(32)

mereka justru selama atau sesudah merasakan kenikmatan tersebut kemudian merasa kecewa dan merasa berdosa.

3. Remaja Menengah

Pada masa remaja menengah, para remaja sudah mengalami pematangan fisik secara penuh yaitu anak laki-laki sudah mengalami mimpi basah sedangkan anak perempuan sudah mengalami haid. Pada masa ini gairah seksual remaja sudah mencapai puncak sehingga mereka mempunyai kecenderungan mempergunakan kesempatan untuk melakukan sentuhan fisik. Namun demikian, perilaku seksual mereka masih secara alamiah. Mereka tidak jarang melakukan pertemuan untuk bercumbu bahkan kadang-kadang mereka mencari kesempatan untuk melakukan hubungan seksual. Sebagian besar dari mereka mempunyai sikap yang tidak mau bertanggungjawab terhadap perilaku seksual yang mereka lakukan.

4. Remaja Akhir

Pada masa remaja akhir, remaja sudah mengalami perkembangan fisik secara penuh, sudah seperti orang dewasa. Mereka telah mempunyai perilaku seksual yang sudah jelas dan mereka sudah mulai mengembangkannya dalam bentuk pacaran.

Permasalahan gangguan kesehatan reproduksi yang sering ditemukan pada remaja saat menstruasi, yaitu pemakaian pembalut dalam rentang yang sangat lama, pemilihan dan pemakaian pakaian dalam yang tidak menyerap keringat, yang dapat


(33)

menyebabkan terganggunya sirkulasi oksigendi area organ reproduksi yang dapat menyebabkan iritasi (Winerungan, 2013).

2.2. Personal Hygiene saat Menstruasi

Mentruasi adalah pendarahan vagina secara berkala akibat terlepasnya lapisan endometrium uterus. Fungsi mentruasi normal merupakan hasil interaksi antara hipotalamus, hipofisis, dan ovarium dengan perubahan-perubahan terkait pada jaringan sasaran pada saluran reproduksi normal, ovarium merupakan peranan penting dalam proses ini, karena tampaknya bertanggung jawab dalam mengatur perubahan-perubahan siklus maupun lama siklus mentruasi (Hasyim, 2004). Mentruasi atau haid adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Proverawati dan Misaroh, 2009).

Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan seseorang adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Personal hygiene saat menstruasi adalah tindakan untuk memelihara kesehatan dan kebersihan pada daerah kewanitaan pada saat menstruasi (Pribakti, 2008).

Hygiene menstruasi merupakan komponen hygiene perorangan yang memegang peran penting dalam menentukan status kesehatan, khususnya terhindar dari infeksi alat reproduksi. Oleh karena itu pada saat menstruasi seharusnya perempuan benar-benar dapat menjaga kebersihan organ reproduksi secara “ekstra” terutama pada bagian vagina, karena apabila tidak dijaga kebersihannya, akan


(34)

menimbulkan mikroorganisme seperti bakteri, jamur dan virus yang berlebih sehingga dapat mengganggu fungsi organ reproduksi (Indriastuti, 2009).

Salah satu perilaku yang sangat ditekankan bagi perempuan yang tengah mengalami menstruasi adalah pemeliharaan kebersihan diri. Untuk menjaga kebersihan dan kesehatan, idealnya penggunaan pembalut selama menstruasi harus diganti secara teratur 2 sampai 3 kali sehari atau setiap 4 jam sekali, apabila jika sedang banyak-banyaknya. Setelah mandi atau buang air, vagina harus dikeringkan dengan tissu atau handuk agar tidak lembab. Selain itu pemakaian celana dalam hendaknya bahan yang terbuat dari yang mudah menyerap keringat, sedangkan hygiene adalah pengetahuan, sikap dan tindakan proaktif untuk memelihara dan mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit (Indriastuti, 2009).

Hygiene menstruasi kemungkinan besar dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Sebagian besar dari mesyarakat di Indonesia mempercayai mitos-mitos saat menstruasi. Minimnya pengetahuan dan wawasan masyarakat menjadikan mereka berpola pikir yang mengada-ada, yang kemudian berkembang menjadi mitos. Meskipun secara medis, mitos yang berkembang tersebut tidak alamiah, kenyataannya banyak masyarakat yang masih percaya dengan berita yang mengada-ada tersebut (Andira, 2010).

Perilaku lain yang kurang dari perawatan hygiene menstruasi adalah malas mengganti pembalut. Beberapa penyakit yang mudah hinggap pada wanita adalah terjangkitnya infeksi jamur dan bakteri. Kondisi tersebut biasanya terjadi pada saat


(35)

wanita dalam masa menstruasi. Salah satu penyebabnya yaitu bakteri yang berkembang pada pembalut (Andira, 2010).

Mulyati (2007), cara membersihkan daerah kewanitaan adalah :

1. Membasuh tangan dengan sabun, sebelum dan sesudah memegang daerah kewanitaan

2. Membasuh daerah kewanitaan dengan air bersih

3. Membasuh dari arah depan ke belakang setelah buang air kecil/buang air besar untuk mencegah masuknya mikroorganisme dari anus

4. Hindari penggunaan tissue toilet terlalu sering 5. Hindari pembalut yang menyebabkan iritasi

Cara perawatan vaginal dan ginekologi yang baik menurut Sheldon (1986) adalah:

1. Mandi setiap hari dengan sabun dan air hangat .jangan pakai sabun yang mengandung zat-zat kimia tertentu .pada waktu mencuci, renggangkan bibir vagina dan bersihkan baik-baik, jangan lupa membersihkan daerah clitoris, douche (penyemprotan) sesungguhnya tidak perlu.

2. Sesudah buang air besar, bersihkan daerah dubur dari depan kebelakang. Anus letaknya dekat pembukaan vagina, maka cara pembersihan yang kurang baik bias memindahkan bakteri dari dubur dan kotoran kedalam vagina atau saluran kencing, sehingga mengakibatkan infeksi saluran kencing.


(36)

3. Dikamar mandi umum, sebaiknya pakai penutup tempat duduk toilet yang dapat langsung kamu buang sesudah kamu pakai sendiri. Jangan lupa cuci tangan sesudahnya.

4. Vulva harus cukup mendapatkan udara dan harus selalu kering. Lebih baik pakai celana dalam yang terbuat dari kain katun, karena nilon tidak menghisap air dan tidak tembus udara yang diperlukan untuk aliran udara bebas ke bagian luar alat kelamin.

5. Selama haid, gantilah pembalut sesering mungkin. Minimal 2x sehari, meskipun jumlah darah hanya sedikit.

6. Selama ovulasi ada pengeluaran cairan dari vagina lebih dari biasanya. Kadang-kadang ada pendarahan. Ini disebabkan oleh produksi estrogen yang meningkat disertai perubahan hormon-hormon tertentu. Mencuci dengan air dan sabun sudah cukup.

7. Jangan pakai deodoran khusus untuk daerah vagina. Ini tambah merangsang dan sama sekali tidak ada gunanya. Karena deodorant itu sendiri bisa menimbulkan infeksi

8. Jangan lupa memeriksakan diri secara teratur. Gejala yang lain daripada yang biasa terjadi sehari-hari, misalnya:pengeluaran luaran lender dari vagina, bau ataupun tidak bau, haid yang banyak dan berkepanjangan, perdarahan diantara waktu haid normal, sebaiknya langsung diperiksakan pada dokter


(37)

9. Berusahalah selalu menambah pengetahuanmu, mengenal tubuhmu, segala fungsi dan anatominya. Banggalah akan segala milikmu ini, suatu pemberian alami yang indah sekali.

2.2.1. Siklus Menstruasi

Pada wanita siklus menstruasi rata-rata terjadi sekitar 28 hari, walaupun hal ini berlaku umum, kadang-kadang siklus terjadi setiap 21 hari hingga 30 hari. Biasanya menstruasi rata-rata terjadi 5 hari, kadang-kadang menstruasi juga dapat terjadi sekitar 2 hari sampai 7 hari. Umumnya darah yang hilang akibat menstruasi adalah 10 ml hingga 80 ml perhari tetapi biasanya dengan rata-rata 35 ml perharinya (Proverawati dan Misaroh, 2009).

2.2.2. Mekanisme Terjadinya Perdarahan Haid

Ditinjau dari segi medis mekanisme perdarahan haid dari seorang wanita ini terjadi selama lebih kurang satu minggu, diakibatkan oleh pengaruh aktivitas hormonal tubuh dan dapat disertai dengan timbulnya beberapa keluhan yang menyertainya, yaitu keputihan, perasaan nyeri atau panas (terutama disekitar perut bagian tengah-bawah dan kemaluan), ketidakstabilan emosi, lemas, tidak bergairah, dan penambahan atau penurunan nafsu makan (Hendrik, 2006).

Mekanisme terjadinya perdarahan haid secara singkat dapat dijelaskan melalui proses-proses yang terjadi dalam satu siklus haid yang terdiri atas empat fase, yaitu : 1. Fase Proliferasi

Dinamakan juga fase folikuler, yaitu suatu fase yang menunjukkan waktu (masa) ketika ovarium beraktifitas membentuk dan mematangkan folikel-folikelnya serta


(38)

uterus berakfitas menumbuhkan lapisan endometriumnya yang mulai pulih dan dibentuk pada fase regenerasi atau pascahaid.

2. Fase Luteal

Dinamakan juga fase sekresi atau fase prahaid, yaitu suatu fase yang menunjukkan waktu (masa) ketika ovarium beraktivitas membentuk korpus luteum dari sisa-sisa folikel-folikel matangnya (folikel de Graaf) yang sudah mengeluarkan sel ovumnya pada saat terjadinya ovulasi dan menghasilkan hormone progesterone yang akan digunakan sebagai penunjang lapisan endometrium uteri untuk bersiap-siap menerima hasil konsepsi (jika terjadi kehamilan) atau melakukan proses deskuamasi dan penghambatan masuknya sel sperma (jika tidak terjadi kehamilan). Pada hari ke-14 (setelah terjadinya proses ovulasi) sampai hari ke-28, berlangsung fase luteal.

3. Fase Menstruasi

Dinamakan juga fase deskuamasi atau fase haid, yaitu suatu fase yang menunjukkan waktu (masa) terjadinya proses deskuamasi pada lapisan endometrium uteri disertai pengeluaran darah dari dalam uterus dan dikeluarkan melalui vagina.

4. Fase Regenerasi

Di namakan juga fase pasca haid, yaitu suatu fase yang menunjukkan waktu (masa) terjadinya proses awal pemulihan dan pembentukan kembali lapisan endometrium uteri setelah mengalami proses deskuamasi sebelumnya. Bersamaan dengan proses regresi atau deskuamasi dan perdarahan haid pada fase


(39)

menstruasi tersebut, lapisan endometriun uteri juga melepaskan hormone prostaglandin E2 dan F2a, yang akan mengakibatkan berkontraksinya lapisan miometrium uteri sehingga banyak pembuluh darah yang terkandung di dalamnya mengalami vasokontriksi, akhirnya akan membatasi terjadinya proses perdarahan haid yang sedang berlangsung.

2.2.3 Dampak Personal Hygiene Remaja

Keluhan yang dialami oleh remaja adalah gatal-gatal pada daerah kemaluan saat menstruasi. Gatal-gatal saat menstruasi ini disebut juga dengan pruritus vulvae. Pruritus vulvae adalah iritasi atau rasa gatal disekitar vulva dan lubang vagina yang bisa terjadi pada malam hari. Pruritus vulva bisa disebabkan oleh adanya keputihan pada vagina (Misery, 2010). Banerjee dan Chazal (2006) menyatakan bahwa penyebab umum pruritus vulvaginal adalah infeksi fungi (jamur), sedangkan Harris (1996) menjelaskan bahwa kebanyakan wanita mengalami keputihan berulang dan iritasi vulva bukan karena infeksi jamur atau penggunaan pembalut tersebut, namun disebabkan oleh penggunan sabun yang berlebihan pada vagina. Namun, sebagian besar mereka menginformasikan bahwa hal ini terjadi karena efek sabun, krim, lotion, panty-liners, pakaian, panas, iritasi dan perawatan iritasi vagina.

Hal ini sesuai dengan teori menurut Pribakti (2008) bahwa salah satu dampak yang bisa terjadi bila tidak menjaga kebersihan tubuh diantaranya muncul bau khas dari daerah vagina, karena dinding vagina serta leher rahim mengeluarkan cairan. Apabila cairan ini berwarna putih atau kekuningan adalah sehat dan normal. Leukorea adalah cairan putih yang keluar dari liang senggama secara berlebihan.


(40)

Biasanya para wanita maupun remaja putri mengalami keputihan pada saat menjelang haid dan sesudah haid.

2.3 Penyuluhan Kesehatan

Penyuluhan adalah proses perubahan perilaku dikalangan masyarakat agar mereka tahu, mau dan mampu melakukan perubahan demi tercapainya peningkatan produksi, pendapatan atau keuntungan dan perbaikan kesejahteraannya (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Vandenban dan Hawkins (1999) penyuluhan adalah keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar.

Penyuluhan kesehatan sama dengan pendidikan kesehatan masyarakat (Public Heslth Education), yaitu suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Akhirnya pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilakunya. Dengan kata lain, dengan adanya pendidikan tersebut dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku sasaran (Notoatmodjo, 2007).

Penyuluhan kesehatan juga suatu proses, dimana proses tersebut mempunyai masukan (input) dan keluar (output). Di dalam satu proses pendidikan kesehatan yang


(41)

menuju tercapainya tujuan pendidikan yakni perubahan perilaku dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi suatu proses pendidikan disamping masukannya sendiri juga metode materi atau pesannya, pendidikan atau petugas yang melakukannya,dan alat-alat bantu atau alat peraga pendidikan. Agar dicapai suatu hasil optimal, maka faktor-faktor tersebut harus bekerja sama secara harmonis. Hal ini berarti, bahwa untuk masukan (sasaran pendidikan) tertentu, harus menggunakan cara tertentu pula, materi harus juga disesuaikan dengan sasaran, demikian pula alat bantu pendidikan disesuaikan. Untuk sasaran kelompok, metodanya harus berbeda dengan sasaran masa dan sasaran individu (Notoatmodjo, 2010)

2.3.1 Tujuan Penyuluhan Kesehatan

Penyuluhan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik praktik belajar atau instruksi dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia baik secara individu, kelompok maupun masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan nilai kesehatan sehingga dengan sadar mau mengubah perilakunya menjadi perilaku hidup sehat (Muninjaya, 2004). Tujuan penyuluhan adalah mengubah perilaku masyarakat ke arah perilaku sehat sehingga tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal, untuk mewujudkannya, perubahan perilaku yang diharapkan setelah menerima pendidikan tidak dapat terjadi sekaligus. Oleh karena itu, pencapaian target penyuluhan dibagi menjadi tujuan jangka pendek yaitu tercapainya perubahan pengetahuan, tujuan jangka menengah hasil yang diharapkan adalah adanya peningkatan pengertian, sikap, dan keterampilan


(42)

yang akan mengubah perilaku ke arah perilaku sehat, dan tujuan jangka panjang adalah dapat menjalankan perilaku sehat dalam kehidupan sehari-harinya.

2.3.2 Faktor-faktor Keberhasilan Penyuluhan Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2007) Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam keberhasilan penyuluhan kesehatan pada sasaran adalah sebagai berikut :

1. Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandangan seseorang terhadap informasi baru yang diterima maka dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikannya, semakin mudah seseorang menerima informasi didapatnya. 2. Tingkat Sosial Ekonomi

Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin mudah pula dalam menerima informasi baru

3. Adat Istiadat

Pengaruh dari adat istiadat dalam menerima informasi baru merupakan hal yang tidak dapat diabaikan, karena masyarakat kita masih sangat menghargai dan menganggap sesuatu yang tidak boleh diabaikan.

4. Kepercayaan Masyarakat

Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan oleh orang-orang yang sudah mereka kenal, karena sudah timbul kepercayaan masyarakat dengan menyampaikan informasi


(43)

5. Ketersediaan Waktu Masyarakat

Waktu menyampaikan informasi harus memperhatikan tingkat aktifitas masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat dalam penyuluhan.

2.3.3 Metode Penyuluhan

Menurut Notoatmodjo (2007), metode penyuluhan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tercapainya suatu hasil penyuluhan secara optimal. Metode yang dikemukakan antara lain :

1. Metode Penyuluhan Perorangan (Individual)

Dalam penyuluhan kesehatan metode ini digunakan untuk membina perilaku baru atau seseorang yang telah mulai tertarik pada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Dasar digunakan pendekatan individual ini karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut. Bentuk dari pendekatan ini antara lain : a. Bimbingan dan Penyuluhan

Dengan cara ini kontak antara klien dengan petugas lebih intensif. Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikoreksi dan dibantu penyelesaiannya. Akhirnya klien akan dengan sukarela, berdasarkan kesadaran dan penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut.

b. Wawancara

Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan. Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, ia tertarik atau belum


(44)

menerima perubahan, untuk mempengaruhi apakah perilaku yang sudah atau akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat, apabila belum maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.

2. Metode Penyuluhan Kelompok

Dalam memilih metode penyuluhan kelompok harus mengingat besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal pada sasaran. Untuk kelompok yang besar, metodenya akan berbeda dengan kelompok kecil. Efektifitas suatu metode akan tergantung pula pada besarnya sasaran penyuluhan. Metode ini mencakup :

a. Kelompok besar, yaitu apabila peserta penyuluhan lebih dari 15 orang. Metode yang baik untuk kelompok ini adalah ceramah dan seminar.

b. Kelompok kecil, yaitu apabila peserta penyuluhan kurang dari 15 orang. Metode yang cocok untuk kelompok ini adalah diskusi kelompok, curah pendapat, bola salju, memainkan peranan, permainan simulasi.

3. Metode Penyuluhan Massa

Dalam metode ini penyampaian informasi ditujukan kepada masyarakat yang sifatnya massa atau public. Oleh karena sasaran bersifat umum dalam arti tidak membedakan golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status ekonomi, tingkat pendidikan dan sebagainya, maka pesan kesehatan yang akan disampaikan harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh massa tersebut. Pada umumnya bentuk pendekatan masa ini tidak langsung, biasanya menggunakan media massa. Beberapa contoh dari metode ini adalah ceramah umum, pidato


(45)

melalui media massa, simulasi, dialog antara pasien dan petugas kesehatan, sinetron, tulisan dimajalah atau koran, bill board yang dipasang di pinggir jalan, spanduk, poster dan sebagainya.

Menurut Mubarak (2007), macam-macam metode belajar yang dapat digunakan dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat adalah:

1. Metode Ceramah

Metode ceramah adalah cara penyampaian bahan pelajaran dengan komunikasi lisan. Metode ceramah ekonomis dan efektif untuk keperluan penyampaian informasi dan pengertian. Metode ceramah hanya cocok:

a. Untuk menyampaikan informasi. b. Bila bahan ceramah langka.

c. Kalau organisasi sajian harus disesuaikan dengan sifat penerima. d. Bila perlu membangkitkan minat.

e. Kalau bahan cukup diingat sebentar.

f. Untuk memberi pengantar atau petunjuk bagi format lain.

Kelemahan metode ceramah yaitu, pembicaraan hanya satu arah, membosankan, materi yang terlalu panjang susah dimengerti dan peserta didik yang pasif.

2. Metode Tanya-jawab

Dalam proses belajar-mengajar, bertanya memegang peranan yang penting, sebab pertanyaan yang tersusun baik dengan teknik pengajuan yang tepat akan:


(46)

b. Membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap masalah yang sedang dibicarakan.

c. Mengembangkan pola berpikir dan belajar aktif siswa, sebab berpikir itu sendiri adalah bertanya.

d. Menuntut proses berpikir siswa, sebab pertanyaan yang baik akan membantu siswa agar dapat menentukan jawaban yang baik.

e. Memusatkan perhatian murid terhadap masalah yang sedang dibahas. f. Memberi kesempatan murid untuk mengajukan pertanyaan.

g. Merangsang motivasi murid dalam proses belajar. h. Meningkatkan proses dalam pengajaran.

i. Membangkitkan minat dan dapat menilai penguasaan murid tentang bahan pelajaran.

j. Mendorong berpikir untuk memecahkan masalah.

Kelemahan metode ini yaitu, sering peserta menjadi tegang dan takut, tidak mudah untuk membuat pertanyaan.

3. Metode Demostrasi

Metode demostrasi merupakan metode mengajar dengan memperagakan suatu kejadian dengan bantuan alat dan media untuk mempermudah diterimanya informasi dari pembicara/pengajar. Kelebihan metode ini adalah penyampaian lebih jelas , lebih menarik dan peserta dapat lebih aktif. Sedangkan kelemahan metode ini yaitu, memerlukan keterampilan khusus pengajar, harus tersedia fasilitas yang memadai dan memerlukan kesiapan yang matang.


(47)

4. Kerja Kelompok sebagai Salah Satu Strategi Belajar Mengajar

Kerja kelompok adalah salah satu strategi belajar mengajar yang memiliki kadar Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Tetapi pelaksanaannya menuntut kondisi serta persiapan yang jauh berbeda dengan format belajar mengajar yang menggunakan pendekatan ekspositori, misalnya ceramah. Bagi mereka yang belum terbiasa dengan penggunaan metode ini, dan masih terbiasa dengan pendekatan ekspositorik, memerlukan waktu untuk berlatih.

5. Discovery sebagai Salah Satu Strategi Belajar Mengajar

Menurut Sund dalam Mubarak(2007), discovery adalah proses mental dimana siswa mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Yang dimaksud proses mental tersebut antara lain, mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya.

Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitik beratkan studi individual, manipulasi objek-objek, dan eksperimentasi oleh siswa sebelum membuat generalisasi sampai siswa menyadari suatu konsep atau suatu komponen dari praktek pendidikan yang sering disebut sebagai heuristic teaching, yakni suatu tipe pengajaran yang meliputi metode-metode yang didesain untuk memajukan rentang yang luas dari belajar aktif, berorientasi pada proses, membimbing diri sendiri ( self-directed), inkuiri, dan modal belajar reflektif. Semua strategi yang merangsang siswa untuk menyelidiki sendiri lebih lanjut tanpa bantuan guru digolongkan heuristic teaching, misalnya pendekatan laboratorium dan studi sendiri yang independent.


(48)

Strategi discovery adalah suatu metode yang unik dan dapat disusun oleh guru dalam berbagai cara yang meliputi pengajaran keterampilan inkuiri dan pemecahan masalah (problem solving) sebagai alat bagi siswa untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan.

6. Metode Simulasi sebagai Salah Satu Strategi Belajar Mengajar

Simulasi adalah tingkah laku seseorang untuk berlaku seperti orang yang dimaksudkan, dengan tujuan agar orang itu dapat mempelajari lebih mendalam tentang bagaimana orang itu merasa dan berbuat seperti apa adanya.

Metode simulasi adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran melalui kegiatan praktek langsung tentang pelaksanaan nilai-nilai penerapan pengetahuan dan keterampilan yang berlangsung dalam kehidupan sehari-hari. Simulasi adalah tiruan atau perbuatan yang hanya pura-pura saja (dari fakta simulate yang artinya pura-pura atau berbuat seolah-olah, dan simulation artinya tiruan atau perbuatan yang pura-pura saja. Kelemahan metode ini yaitu, membutuhkan persiapan yang matang, membutuhkan adaptasi peran dan menyita waktu.

2.4Perilaku Remaja 2.4.1 Pengetahuan

Pengetahuan adalah kesan didalam fikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca indranya. Yang berbeda sekali dengan kepercayaan (beliefs), takhayul (superstition), dan penerangan-penerangan yang keliru (misinformation) (Mubarak dkk, 2007).


(49)

Berikutnya Wahit dalam Mubarak dkk (2007) mendefinisikan pengetahuan adalah merupakan hasil mengungat sesuatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak disengaja dan ini terjadi setelah seseorang melakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu objek tertentu.

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni melalui mata dan telinga. Pada dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan juga dapat diperoleh dari pengalaman orang lain yang disampaikan kepadanya, dari buku, teman, orang tua, guru, radio, televisi, foster majalah dan surat kabar. Pengetahuan yang ada pada diri manusia bertujuan untuk dapat menjawab masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya sehari-hari dan digunakan untuk menawarkan berbagai kemudahan bagi manusia. Dalam hal ini pengetahuan dapat diibaratkan sebagai suatu alat yang dipakai manusia dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapinya (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Notoatmodjo (2003), domain kognitif pengetahuan mempunyai 6 (enam) tingkatan, yaitu: 1) tahu, yaitu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk di dalam pengetahuan ini ialah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu .tahu. merupakan tingkat pengetahuan yang rendah. Untuk mengukur bahwa seseorang tahu dapat diukur dari


(50)

kemampuan orang tersebut menyebutkannya, menguraikan, dan mendefinisikan; 2) memahami, diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menguraikan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah paham terhadap suatu objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, terhadap objek yang dipelajari; 3) aplikasi, yaitu diartikan sebagai kemampuan untuk mempergunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dalam konteks atau situasi lain; 4) analisis, yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain; 5) sintesis, yaitu menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formalisasi dari formulasi-formulasi yang telah ada; 6) evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Menurut Wilopo dalam Indriastuti (2009), kesehatan reproduksi sebagaimana tercantum dalam konvensi kependudukan dan pengembangan ICPD tahun 1994 di Cairo, yakni keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang utuh bukan hanya tidak adanya penyakit atau kekurangan sesuatu yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi-fungsi, serta proses-prosesnya. Pengetahuan tentang kesehatan


(51)

reproduksi adalah banyaknya informasi yang diperoleh tentang keadaan seksualitas sehat, baik secara fisik, psikis dan sosial yang berhubungan dengan fungsi serta proses sistem reproduksi.

Hasil penelitian Permatasari dkk (2012) di SMA Negeri 9 Semarang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan tentang personal hygiene dengan tindakan pencegahan keputihan pada remaja putri. Hal ini dapat diasumsikan bahwa semakin baik pengetahuan yang dimiliki oleh remaja putri tentang personal hygiene maka tindakan pencegahan keputihan pada remaja putri juga akan semakin baik. Sebaliknya jika remaja putri kurang memiliki pengetahuan tentang personal hygiene maka tindakan pencegahan keputihan juga berlangsung kurang baik. Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpelihara kebersihan perseorangan dengan baik.

Pengetahuan yang kurang tentunya akan meningkatkan risiko terganggunya keseimbangan kelembaban di daerah vagina terlebih saat mentsruasi jika perempuan tidak memperhatikan kebersihan daerah vagina dengan baik akan muncullah beragam keluhan yang dapat menyebabkan terjadinya iritasi vagina (Winerungan, 2013).

Pemberian pengetahuan yang baik tentang kesehatan reproduksi terhadap remaja khususnya remaja yang baru mendapatkan haid pertama (menarche) tentunya akan berdampak baik dalam mencegah terjadinya iritasi vagina. Banyak pengetahuan kebersihan organ genetalia yang dapat dilakukan dalam menjaga kebersihan vagina khususnya saat menstruasi (Winerungan, 2013).


(52)

Menurut Notoatmodjo (2007) tindakan yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dibandingkan tanpa didasari pengetahuan. Hasil yang didapat dari penelitian ini ternyata sebagian besar responden sudah memiliki pengetahuan yang cukup (55,9%) mengenai kebersihan alat kelamin luar dan hal itu tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2011) di SLTP Jakarta Timur tahun 2003 yang mendapatkan hasil sebagian besar siswi SLTP di sana memiliki pengetahuan kurang sebanyak (93,4%), dan ada penelitan lain tentang menjaga kebersihan alat kelamin pada saat menstruasi yang dilakukan oleh Rejaningsing di Madrasah Pondok Pesantren Darunnajah Jakarta tahun 2004 yang mendapatkan hasil sebagian besar remaja putri disana memiliki pengetahuan baik (53,4%) dan kurang (46,6%). Perbedaan berbagai hasil tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa faktor seperti informasi yang bisa didapatkan dari orang tua,teman maupun media-media sumber informasi yang lainnya.

Pengetahuan remaja perempuan mengenai kesehatan reproduksi cenderung belum adekuat, ini salah satunya yang menyebabkan mereka memiliki perilaku kesehatan reproduksi yang kurang sehat, sebab pengetahuan yang positif dan negatif akan mempengaruhi perilaku seseorang.

2.4.2 Sikap

Menurut Notoatmodjo (2003) sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari prilaku


(53)

yang tertutup. Dengan kata lain sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.

Menurut Ahmadi (2004) sikap dibedakan menjadi: a) sikap positif, yaitu: sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan menerima, menyetujui terhadap norma -norma yang berlaku di mana individu itu beda; b) sikap negatif, yaitu: menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku di mana individu itu berbeda.

Menurut Allport dalam (Notoatmodjo, 2007) membagi sikap itu terdiri atas 3 (tiga) komponen pokok yakni :

1. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek, artinya bagaimana keyakinan, pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek. 3. Kecendrungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah merupakan

komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah merupakan ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan). Ketiga komponen tersebut diatas secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh itu, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

Sikap Menurut Notoatmodjo (2007) adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu objek, belum merupakan suatu aktifitas akan tetapi presdiposisi tindakan dan perilaku. Berdasarkan Hasil yang didapat dari penelitian


(54)

Handayani (2011) ternyata sebagian besar responden memiliki sikap yang kurang (43.1%) mengenai kebersihan organ genitalia eksterna dan hal itu tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rejaningsih (2004) di Madrasah Pondok Pesantren Darunnjah Jakarta sebagian remaja putri disana memiliki sikap positif atau baik (62,8%) dan negatif atau kurang (37,2%), penelitian lain tentang perawatan kebersihan alat kelamin pada saat menstruasi yang dilakukan Ardani (2010) di SMPN 3 Pulau Rakyat Kabupaten Asahan sebagian remaja putri disana memiliki sikap baik (75,2%), cukup (23,3%) dan kurang (0,8%). Perbedaan berbagai hasil tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa faktor seperti informasi yang bisa didapatkan dari orang tua,teman maupun media-media sumber informasi yang lainnya.

2.4.3 Tindakan atau Praktik (Practice)

Tindakan adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot (neuromuscular) yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olah raga dan sebagainya. Meskipun sifatnya motorik, namun tindakan itu membutuhkan koordinasi gerak teliti dan kesadaran yang tinggi. Dengan demikian objek yang melakukan gerakan motorik dengan koordinasi dan kesadaran yang rendah dapat dianggap kurang atau tidak terampil.

Menurut Notoatmodjo (2010), praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yaitu :

a. Praktik Terpimpin (Guided Response)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan.


(55)

b. Praktik secara Mekanisme (Mechanism)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktik atau tidakan mekanis.

c. Adopsi (Adoption)

Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya, apa yang sudah dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.

2.5Landasan Teori

Notoatmodjo (2010), mengatakan bahwa pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan tersebut didapat dari penambahan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2010), perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian, perilaku manusia terjadi melalui proses: Stimulus  Organisme  Respons, sehingga teori skiner ini disebut teori ”S-O-R” (stimulus-organisme-respons).


(56)

TEORI S-O-R

Gambar 2.1 Landasan Teori

Selanjutnya, teori Skiner menjelaskan adanya dua jenis respons, yaitu :

a. Respondent respons atau refleksif, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut elicting stimuli. Karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap.

b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang dan kemudian diikuti oleh stimulus atau rangsangan yang lain. Perangsang yang terakhir ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena berfungsi untuk memperkuat respons.

Berdasarkan teori ”S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua , yaitu :

a. Perilaku Tertutup (Cover Vehavior)

Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat dinikmati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap

STIMULUS ORGANISME

RESPONS TERTUTUP Pengetehuan Sikap

RESPONS TERBUKA Praktik Tindakan


(57)

stimulus yang bersangkutan. Bentuk ”unobservable behavior” atau ”covert behavior” yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap.

b. Perilaku Terbuka (Overt Behavior)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau ”observable behavior”.

Menurut David K. Berlo dalam Effendy (2003), penambahan pengetahuan dapat dilakukan dengan pemberian informasi (stimulus). Pemberian komunikasi ini dapat digambarkan dengan model S-M-C-R. Model ini adalah singkatan dari Source (sumber), Message (pesan), Channel (saluran), dan Receiver (penerima). Sebagaimana diungkapkan Berlo, sumber adalah pihak yang menciptakan pesan, baik seseorang ataupun suatu kelompok. Pesan adalah terjemahan gagasan ke dalam kode simbolik, seperti bahasa atau isyarat, saluran adalah medium yang membawa pesan, dan penerima adalah orang yang menjadi sasaran komunikasi (Effendy, 2003).

Menurut model S-M-C-R, sumber (komunikator) dan penerima pesan (komunikan) dipengaruhi oleh faktor-faktor ketrampilan komunikasi, sikap, pengetahuan, sistem sosial dan budaya. Pesan dikembangkan berdasarkan elemen, struktur, isi, perlakuan, dan kode. Salurannya berhubungan dengan panca indra : melihat, mendengar, menyentuh, membaui, dan merasai (merasapi) (Mulyana, 2011).

Salah satu kelebihan model S-M-C-R ini adalah model ini tidak terbatas pada komunikasi publik atau komunikasi massa, namun juga komunikasi antarpribadi dan berbagai komunikasi tertulis. Model ini bersifat heuristik (merangsang penelitian), karena merinci unsur-unsur yang penting dalam komunikasi. Model ini dapat


(58)

memandu anda meneliti efek ketrampilan komunikasi penerima atas penerimaan pesan yang dikirimkan kepadanya, atau meneliti ketrampilan pembicara atau komunikator (Mulyana, 2011).

2.6. Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini menggambarkan bahwa yang akan diteliti adalah pengetahuan, sikap dan tindakan siswi, namun untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan maka sebelum dilakukan intervensi dilakukan pre-test dan untuk melihat sejauh mana perubahan setelah diberikan penyuluhan dilakukan post-test.

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep diatas menggunakan teori teori ”S-O-R” (stimulus-organisme-respons) yang menggambarkan bahwa perubahan perilaku berupa penyuluhan akan berpengaruh kepada pengetahuan, sikap dan tindakan atau disebut organisme responden melalui pre-test dan post-test.

Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Siswi tentang personal hygiene saat

menstruasi

Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Siswa tentang personal hygiene saat

menstruasi

Pre-test Post-test

Penyuluhan tentang personal hygiene saat


(59)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen dengan jenis quasi eksperimen (eksperimen semu) dengan rancangan Non equevalent control group bertujuan untuk melihat pengaruh penyuluhan terhadap perilaku remaja putri tentang personal hygiene saat menstruasi di SMU Cut Nyak Dhien Langsa. Penelitian ini menggunakan dua kelompok yaitu kelompok yang diberi perlakuan penyuluhan dan kelompok kontrol. Rancangan ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1. Desain Penelitian

O1 : Pre test wawancara tentang pengetahuan, sikap dan tindakan siswa tentang personal hygiene saat menstruasi yang akan diberi penyuluhan di SMU Cut Nyak Dhien Langsa

X : Penyuluhan tentang personal hygiene saat menstruasi

O2 : Post test wawancara tentang pengetahuan, sikap dan tindakan siswa tentang personal hygiene saat menstruasi yang sudah diberi penyuluhan di SMU Cut Nyak Dhien Langsa

O1 X O2


(60)

O3 : Pre test wawancara tentang pengetahuan, sikap dan tindakan siswa tentang personal hygiene saat menstruasi yang tidak diberi penyuluhan di SMU Jaya Langsa

O4 : Post test wawancara tentang pengetahuan, sikap dan tindakan siswa tentang personal hygiene saat menstruasi yang tidak diberi penyuluhan di SMU Jaya Langsa

Tahapan penyuluhan yang akan dilakukan sebagai berikut: 1. Tahap 1 (Pre Test)

Pada tahap awal penelitian ini dilakukan dengan cara pre test terhadap 2 (dua) kelompok yaitu kelompok intervensi (siswi di SMU CUT Nyak Dhien Langsa) dan Kelompok kontrol (siswi di SMU Jaya Langsa).

2. Tahap 2 (Intervensi)

Pada tahap ini dilakukan intervensi pemberian promosi kesehatan oleh peneliti melalui penyuluhan dengan metode seminar, intervensi dilakukan dalam satu hari. Sasaran dalam kelompok intervensi adalah kelompok siswi di SMU Cut Nyak Dhien Langsa. Tahapan penyuluhan memberikan materi penyuluhan mengenai personal hygiene saat menstruasi. Waktu pemberian materi dengan waktu 1 kali 45 menit yang diatur dengan beberapa materi. Jumlah materi Selama pemberian materi peserta melakukan dialog interaktif dengan peserta. Setelah dilakukan penyuluhan, besoknya dilakukan post test bagi kelompok intervensi maupun kontrol.


(61)

3. Tahap 3 (Post Test)

Setelah pokok bahasan selesai dipelajari kedua kelompok (intervensi dan kontrol) diberi evaluasi. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang diharapkan tercapai. Perubahan perilaku akibat adanya hasil intervensi akan diuji setelah ke dua kelompok (intervensi dan kontrol) dilakukan post test. Intervensi pada kelompok siswi di SMU Cut Nyak Dhien Langsa bertujuan untuk melihat perubahan pengetahuan dan sikap siswi setelah dilakukan intervensi.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan di SMU di Cut Nyak Dhien Langsa tahun 2014. Alasan pemilihan lokasi adalah karena ditemukan 20 siswi yaitu 2 siswi mengetahui tentang personal hygiene sedangkan 18 siswi tidak mengetahui personal hygiene. Penelitian akan dilakukan pada bulan Mei 2014.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja putri yang terdapat di SMU Cut Nyak Dhien Langsa yang sejumlah 102 siswi.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian siswi yang terdaftar di SMU Cut Nyak Dhien Langsa. Pengambilan besar sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus besar sampel untuk uji hipotesis data proporsi satu populasi yang dikutip oleh Sastroasmoro (2002) sebagai berikut :


(62)

(

)

(

)

{

}

(

)

2

2 1

0 0 2

1 / 1 1

o a a P P P Pa Z P P Z − − − + −

−α β

Keterangan:

n = Besar sampel minimal

Z₁-α/2 = Nilai deviasi standar pada α 5% =1,96

Z ₁-β = Nilai deviasi standar pada β 10% = 1,282

P₀ = Proporsi melakukan personal hygiene saat menstruasi = 50,5% = 0,505 (Elisa, 2013)

Pa = Proporsi melakukan personal hygiene saat menstruasi yang diharapkan 65,5%= 0,655

Pa - P₀ = Perkiraan selisih proporsi yang diteliti dengan proporsi di populasi 15%=0,15

(

)

2 2 ) 505 , 0 655 , 0 ( ) 345 , 0 ( 655 , 0 842 , 0 ) 495 , 0 ( 505 , 0 96 , 1 − + = n

n = 84

Besar sampel yang diperoleh dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol masing-masing sebanyak 42 orang. Adapun rincian dari kedua kelompok tersebut adalah :

1. Kelompok Perlakuan

a. Kelompok kasus adalah siswi yang dipilih mewakili dari SMU Cut Nyak Dhien berjumlah 42 orang.


(63)

b. Kelompok perlakuan diberikan intervensi penyuluhan kesehatan dengan dievaluasi pretest dan post test tentang personal hygiene saat menstruasi

2. Kelompok Kontrol

a. Kelompok kontrol adalah siswi yang dipilih mewakili dari SMU Jaya Langsa yang berjumlah 42 orang

b. Kelompok kontrol tidak diberikan penyuluhan kesehatan namun dilakukan pre test dan pos test tentang personal hygiene saat menstruasi.

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara probability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan maksud untuk memberikan peluang yang sama dalam pengambilan sampel, yang bertujuan untuk generalisasi (Hidayat, 2011).

Tabel 3.1 Distribusi Perhitungan Besar Sampel Penelitian di SMU Cut Nyak Dhien dan SMU Jaya Langsa

No Kelas Jumlah

Siswi

Perhitungan Besar Sampel

1. SMU Cut Nyak Dhien

X 50 50/102x42 21

XI 52 52/102x42 21

Jumlah 102 42

2. SMU Jaya Langsa

X 30 30/65x42 19

XI 35 35/65x42 23

Jumlah 65 42

Pengambilan sampel terpilih dari setiap kelas dilakukan dengan metode simple random sampling yaitu mengambil secara acak dengan menggunakan tabel random C.Survey sampai memenuhi besar sampel yang diinginkan dengan cara


(64)

berurutan ke bawah dengan jumlah 42 siswi SMU Cut Nyak Dhien dan 42 siswi SMU Jaya Langsa.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah kuesioner terstruktur yang berisi sejumlah pertanyaan pengetahuan, sikap dan tindakan yang diisi langsung sendiri oleh responden pada saat dibagikan. Ketentuan ini berlaku pada saat pre dan post test dilakukan untuk kedua kelompok yaitu kelompok kasus dan kontrol.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari SMU Cut Nyak Dhien Langsa. Data yang diperoleh meliputi data jumlah kelas dan jumlah siswa di Tahun Ajaran 2014/2015.

3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas a. Uji Validitas

Uji validitas menunjukkan sejauh mana ketepatan suatu alat ukur dalam mengukur data (Hastono, 2007). Uji ini bertujuan untuk menguji pada tiap item pertanyaan benar-benar mampu mengungkapkan faktor yang akan diukur atau konsistensi internal tiap item alat ukur dalam mengungkapkan faktor yang akan diukur. Validitas tiap butir pertanyaan dapat dilihat pada nilai corrected item total correlation dengan ketentuan jika nilai r hitung > r tabel maka dinyatakan valid atau sebaliknya dalam penelitian ini untuk sampel pengujian 20 orang siswa adalah 0,444


(65)

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa instrumen cukup dapat dipercaya, untuk digunakan sebagai alat pengumpul data, untuk mengetahui reliabilitas dengan cara menggunakan metode Cronbach’s Alpha yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, jika nilai Cronbach’s Alpha menunjukkan lebih besar dari 0,60 maka dapat dikatakan bahwa alat ukur dalam hal ini kuesioner dinyatakan reliabel, dan dan jika nilai uji Cronbach Alpha yang diperoleh < r tabel (0,60) maka dinyatakan tidak reliabel (Hastono, 2007).

Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Instrumen Variabel Pengetahuan

Variabel Nilai Corrected Item-Total Keterangan

Pengetahuan 1 0,839 Valid

Pengetahuan 2 0,526 Valid

Pengetahuan 3 0,843 Valid

Pengetahuan 4 0,812 Valid

Pengetahuan 5 0,833 Valid

Pengetahuan 6 0,595 Valid

Pengetahuan 7 0,643 Valid

Pengetahuan 8 0,582 Valid

Pengetahuan 9 0,393 Valid

Pengetahuan 10 0,601 Valid

Pengetahuan 11 0,773 Valid

Pengetahuan 12 0,750 Valid

Pengetahuan 13 0,669 Valid

Reliabilitas Cronbach’s Alpha = 0,929 Reliabel

Berdasarkan Tabel 3.2 di atas dapat dilihat bahwa seluruh variabel peengetahuan sebanyak 13 pertanyaan mempunyai nilai r-hitung > 0,361 (r-tabel) dengan nilai cronbach alpha 0,929 maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel pengetahuan valid dan reliabel.


(66)

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Instrumen Variabel Sikap Variabel Nilai Corrected

Item-Total

Keterangan

Sikap 1 0,878 Valid

Sikap 2 0,451 Valid

Sikap 3 0,769 Valid

Sikap 4 0,881 Valid

Sikap 5 0,675 Valid

Sikap 6 0,882 Valid

Sikap 7 0,863 Valid

Sikap 8 0,751 Valid

Sikap 9 0,519 Valid

Sikap 10 0,696 Valid

Reliabilitas Cronbach’s Alpha = 0,915 Reliabel

Berdasarkan Tabel 3.3 di atas dapat dilihat bahwa seluruh variabel sikap sebanyak 10 pertanyaan mempunyai nilai r-hitung > 0,361 (r-tabel) dengan nilai cronbach alpha 0,915 maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel sikap valid dan reliabel.

Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Instrumen Variabel Tindakan

Variabel Nilai Corrected Item-Total

Keterangan

Tindakan 1 0,914 Valid

Tindakan 2 0,528 Valid

Tindakan 3 0,743 Valid

Tindakan 4 0,768 Valid

Tindakan 5 0,768 Valid

Tindakan 6 0,604 Valid

Tindakan 7 0,654 Valid

Tindakan 8 0,580 Valid

Tindakan 9 0,402 Valid

Tindakan 10 0,914 Valid


(67)

Berdasarkan Tabel 3.4 di atas dapat dilihat bahwa seluruh variabel tindakan sebanyak 10 pertanyaan mempunyai nilai r-hitung > 0,361 (r-tabel) dengan nilai cronbach alpha 0,925 maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel tindakan valid dan reliabel

3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel Penelitian

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi objek penelitian yaitu penyuluhan. Variabel terikat adalah variabel yang dialami dan diukur yang disebabkan oleh pengaruh variabel bebas yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan siswa di SMU Cut Nyak Dhien Langsa.

3.5.2 Definisi Operasional

1. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh siswa tentang personal hyiegne pada saat menstruasi pre dan post.

2. Sikap adalah reaksi/respon tertutup dari siswa tentang personal hyiegne pada saat menstruasi pre dan post.

3. Tindakan adalah semua aktivitas atau kegiatan yang dilakukan siswa yang berkaitan dengan personal hyiegne pada saat menstruasi pre dan post.

4. Penyuluhan pre dan post adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan siswa tentang personal hyiegne pada saat menstruasi.

5. Personal hyiegne saat menstruasi adalah tindakan siswa untuk memelihara kesehatan dan kebersihan pada daerah kewanitaan pada saat mestruasi.


(1)

(2)

110


(3)

(4)

112


(5)

(6)

114

Lampiran 8


Dokumen yang terkait

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Personal Hygiene Remaja Putri Dengan Tindakan Pencegahan Keputihan di SMA Sutomo 2 Medan Tahun 2015

40 258 152

Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Tentang Personal Hygiene Menstruasi Terhadap Tindakan Personal Hygiene Remaja Puteri Pada Saat Menstruasi di SMK Negeri 8 Medan Tahun 2010

21 86 133

Hubungan Pengetahuan Dan Karakteristik Remaja Putri Tentang Menstruasi dengan Perilaku Higienis Saat Menstruasi

0 3 8

Pengadaan Peralatan Lab IPA SMA Cut Nyak Dhien Kota Langsa

0 0 1

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTRI KELAS XI TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMAS CUT NYAK DHIEN

0 0 6

PERSEPSI REMAJA PUTRI TENTANG PERSONAL HYGIENE MENSTRUASI DENGAN PERILAKU REMAJA PUTRI SAAT MENSTRUASI PADA SISWA KELAS XI SMK YPPM BOJA

0 0 6

HUBUNGAN KOMUNIKASI ORANG TUA TENTANG MENSTRUASI DENGAN PERILAKU HYGIENE MENSTRUASI REMAJA PUTRI KELAS VII DI MTs N SLEMAN KOTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Komunikasi Orang Tua Tentang Menstruasi Dengan Perilaku Hygiene Menstruasi Remaja Putri Kelas VII D

0 0 16

PENGARUH PENYULUHAN TENTANG PERSONAL HYGIENE TERHADAP PERILAKU PERSONAL HYGIENE SAAT MENSTRUASI DI MTS NEGERI GUBUK RUBUH GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Pengaruh Penyuluhan tentang Personal Hygiene terhadap Perilaku Personal Hygiene Saat Menstr

0 1 12

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMP MUHAMMADIYAH 5 YOGYAKARTA TAHUN 2014 NASKAH PUBLIKASI - Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Personal Hygiene saat Menstruasi di SMP 5 Muhammadiyah Yog

1 1 17

GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG PERSONAL HYGIENE SAAT MENSTRUASI PADA SISWI SMA NEGERI 1 SUNGGUMINASA TAHUN 2016

0 3 107