Fanatisme terhadap Sepak Bola pada Tokoh Bayu dan Heri dalam Novel Garuda di Dadaku Karya Salman Aristo: Analisis Psikologi Sastra

(1)

Sinopsis

GARUDA DI DADAKU

cita-citanya sebagai pemain sepak bola professional kebanggaan bangsa. Darah pesepak bola memang mengalir deras di dirinya sebab sang ayah memang salah satu pemain terbaik nasional di jamannya. hanya saja, meski ia mewarisi bakat sang ayah, perjalanan menuju impian tidak selalu mulus. Halangan juga rintangan sebaliknya datang menghalau dari orang-orang terdekatnya, yakni sang kakek. Tokoh utama dalam kisah ini bernama Bayu. Ia anak kelas 6 Sekolah Dasar. Kesehariannya diisi dengan semangat bermain bola. Ia memanfaatkan gang-gang di lingkungan rumahnya.

Pak Usman meyakini, dengan bermain bola kehidupan ekonomi Bayu kelak akan carut-marut sebab bermain bola bukan profesi yang menghasilkan apalagi jika dijadikan jaminan masa depan. Salah satu sahabat Bayu bernama Heri. Ia meyakini Bayu akan sukses sebab ia melihat talenta yang nyata. Heri kemudian menjadi salah satu motivator ciliki Bayu. Ia juga pelatih yang terus meyakinkan Bayu akan impiannya. Heri memaksa Bayu untuk ikut seleksi Tim Nasional U-13 agar bisa ikut mewakili Indonesia dalam pertandingan Internasional. Akan tetapi, Bayu selalu ragu sebab Pak Usman, kakek Bayu sendiri tidak setuju dengan keinginan Bayu dan Heri.

Akan tetapi tekad Bayu sudah bulat, dia mendapat teman baru yang cukup misterius bernama Zahra. Mereka bertiga berkongsi mencari alasan agar Bayu tetap bisa berlatih sepak bola, kucing-kucingan dengan Pak Usman, sang kakek.

Perjalanan Bayu makin tidak mulus bahkan persabatan ketiga bocah ini hampir putus. Bagaimana kelanjutannya? Rasanya Anda harus membaca utuh novelnya. Intrik yang


(2)

dibangun memang agak lambat tetapi bagi anak-anak, cerita ini cukup seru dan tentu inspiratif. Keyakinan akan mimpi memang harus dibangun sekuat tenaga meski susah.

Kisah Bayu mampu membangkitkan semangat anak-anak Indonesia, ia juga mengajarkan seperti apa nasionalisme dan rasa cinta terhadap bangsa dengan cara yang paling mudah, melalui hobi. Selain itu, novel ini juga sebuah kritikan cerdas dan membangun untuk pemerintah Republik Indonesia.

Dalam buku ini ada banyak penggalan kisah yang memuat betapa buruknya fasilitas sepak bola di negeri ini. Misalnya saja saat Bayu dan teman-temannya hendak berlatih tetapi tidak mudah mendapatkan lapangan untuk itu.

Lapangan saja tidak tersedia, bagaimana mau mengolah bakat? Kritik yang ada dalam buku ini sangat halus. Diselip dalam cerita sehingga tidak mengacaukan genre yang memang diutamakan untuk anak-anak, meski dewasa pun bisa menikmatinya.


(3)

Biografi Pengarang

Salman Aristo, lahir tahun 1976 adalah seorang penulis scenario film. Salman lulus dari jurusan jurnalistik di Universitas Padjajaran Bandung, dan merintis karier awal sebagai penulis naskah (script writer) pada tahun 2004. Bersama istrinya, Retna Ginarti S Noer, Salman Aristo menulis scenario untuk film Ayat-Ayat Cinta. Karyanya yang lain adalah


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Aristo, Salman. 2010. Garuda di Dadaku. Bandung: Mizan.

Gunarsa, D Singgih, dkk. 1989. Psikologi Olahraga. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Ismail, Andar. 2008. Selamat Menabur. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Luxemburg, Jan Van, dkk. 1984. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Gramedia.

Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sangidu. 2004. Penelitian Sastra, Pendekatan, Teori, Metode, Teknik dan Kiat. Yogyakarta: Unit Penerbitan Sastra Asia Barat Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Sarwono, W Sarlito. 2009. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Semiun, Yustinus. 2006. Kesehatan Mental. Yogyakarta: Kanisius.

Soemanto, Bakdi. 2007. Sepak Bola Tanpa Batas. Yogyakarta: Kanisius.

Supelli, Karlina. 2011. Dari Kosmologi ke Dialog: Mengenal Batas Pengetahuan, Menentang Fanatisme. Yogyakarta: Mizan.


(5)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Sumber Data

Judul Novel : Garuda di Dadaku Pengarang : Salman Aristo Tahun Terbit : 2010

Tebal Buku : 156 Halaman Penerbit : Dar! Mizan Warna Sampul : Biru Langit

Gambar Sampul : Sampul Novel Garuda di Dadaku bergambar seorang anak yang sedang berlari menggiring bola, serta terdapat anak lelaki yang duduk di kursi roda dan ditemani oleh seorng anak perempuan yang memakai seragam sekolah SD, serta wajah seorang perempuan dewasa (Maudi Kusnaidi).


(6)

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian yang baik adalah penelitian yang dilakukan dengan persiapan yang baik pula, teknik pengumpulan data sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan sebuah penelitian. Adapun teknik pengumpulan dapat dilakukan dengan beberapa metode.

Nurgiyantoro (2013:47) membaca heuristik merupakan pembacaan karya sastra pada sistem semiotik tingkat pertama. Ia berupa pemahaman makna sebagaimana yang dikonvensikan oleh bahasa yang bersangkutan. Orang sering menyebutnya sebagai makna yang ditunjuk oleh kamus. Kerja pembacaan heuristik menghasilkan pemahaman makna secara harfiah, makna langsung, makna tersurat atau makna denotatif. Namun, dalam banyak kasus karya sastra, makna yang sebenarnya ingin disampaikan oleh pengarang justru diungkapkan tidak secara langsung tetapi hanya tersirat. Oleh karena itu untuk pembacaan karya sastra haruslah sampai pada penafsiran hermeneutik, yaitu pembacaan dan pemahaman pada tataran semiotik tingkat kedua. Artinya berdasarkan makna dari hasil kerja heuristik dicoba untuk ditafsirkan makna tersirat, konotasi, atau signifikasinya. Jika pada tataran kerja heuristik dibutuhkan pengetahuan tentang kode bahasa, pada tataran kerja hermeneutik dibutuhkan tentang kode sastra.

Setelah data dibaca menggunakan metode heuristik dan hermeneutik, maka data yang memiliki kaitan dengan bentuk prilaku fanatisme terhadap sepakbola, akan dikumpulkan. Setelah seluruh data dikumpulkan maka data dipilih serta dikelompokkan, data yang dikelompokkan sesuai dengan fanatisme.


(7)

3.3Teknik Analisis Data

Tulisan ini menggunakan penelitian kualitatif yaitu dengan pendekatan deskriptif. Berikut adalah langkah-langkah penulis menganalisis data:

1. Membaca teks sastra yaitu novel Garuda di Dadaku Karya Salman Aristo. 2. Menentukan data yang mengandung perilakufanatisme terhadap sepakbola.

3. Menganalisis bentuk perilakufanatisme yang terdapat dalam novel Garuda di

Dadaku karya Salman Aristo.

4. Menyimpulkan fanatisme terhadap sepak bola dalam novel Garuda di Dadaku karya Salman Aristo.


(8)

BAB IV

BENTUK DAN DAMPAK PRILAKU FANATISME TERHADAP SEPAK BOLA PADA TOKOH BAYU DAN HERI DALAM NOVEL

GARUDA DI DADAKU

4.1 Bentuk Perilaku Fanatisme terhadap Sepak Bola pada Tokoh Bayu dan Heri dalam Novel Garuda Di Dadaku.

Bentuk perilaku fanatisme yang akan dibahas pada skripsi ini hanya dibatasi pada tokoh Bayu dan Heri dalam novel Garuda Di Dadaku karya Salman Aristo. Tokoh Bayu dan Heri dalam novel Garuda Di Dadakuoleh pengarang diberikan karakter memiliki agresivitas yang tinggi terhadap sepak bola. Isi dari novel ini menceritakan tokoh Bayu dan Heri yang tergila-gila dengan sepak bola, tetapi mendapat tentangan dari Kakek Usman yang merupakan kakek dari Bayu, tetapi Bayu dan Heri menggunakan segala cara agar kegilaan mereka terhadap sepak bola dapat tersalurkan.

Bentuk-bentuk perilaku agresivitas tinggi yang diperlihatkan tokoh Bayu dan Heri untuk mendapatkan kesenangannya tersebut, menarik untuk dianalisis, karena ageresivitas yang tinggi dapat mengarah pada perilaku fanatisme. Agresivitas merupakan suatu pola laku usaha yang ditandai dengan keberanian dan semangat tinggi untuk mengejar suatu tujuan (Singgih, 1989: 188). Freud mengemukakan konsep id, ego, superegosebagai struktur kepribadian. Berdasarkan konsep yang dikemukakan Freud, pola perilaku agresif termasuk ke dalam tingkatan id dalam struktur kepribadian manusia, karena id berkaitan dengan ketidaksadaran yang merupakan bagian primitif dari kepribadian manusia, mencakup insting seksual dan insting agresif. Idmembutuhkan pemenuhan segera tanpa memperhatikan lingkungan realitas secara objektif, Freud menyebutnya sebagai prinsip kenikmatan. Berdasarkan teori tersebut


(9)

sehingga dikatan pola perilaku agresif yang mendapat hambatan dapat mengarah pada benih perilaku fanatisme.

Ismail (2008: 31) ada ciri yang menjadikan suatu prilaku dapat disebut sebagai prilaku fanatik, yaitu:

1. Adanya antusiasme dan semangat berlebihan yang tidak berdasarkan akal sehat namun hanya berdasarkan emosi.

2. Pendidikan serta wawasan luas yang terfokus pada suatu hal atau keyakinan

dapat membentuk benih-benih fanatisme, kemudian dengan adanya sedikit indoktrinisasi dari pihak luar dapat memperkuat benih tersebut.

Antusiasme adalah kegairahan, gelora semangat, serta minat besar terhadap sesuatu (KBBI, 2000: 59). Semangat adalah satu roh kehidupan yang ada pada diri manusia, yang menurut kepercayaan dapat memberikan kekuatan (KBBI, 2000: 1025). Antusiasme dan semangat seharusnya diimbangi dengan realitas yang ada, suatu pemikiran atau tindakan yang dilakukan seseorang hanya berdasarkan keyakinan dari dirinya sendiri tanpa melihat realitas yang ada serta pendapat orang lain, dapat menimbulkan seseorang berperilaku serta mengambil keputusan hanya berdasarkan emosi yang tidak terkendali. Perilaku demikian membuat seseorang melakukan hal-hal yang tidak proporsional dan kurang diterima akal sehat, keterkaitan ketiga pola perilaku tersebut yang mengarah pada fanatisme.

Individu atau kelompok yang fanatik terhadap sepak bola tentu memiliki antusiasme serta agresivitas yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan individu atau kelompok yang hanya sebatas menyukai sepak bola. Antusiasme serta agresivitas tinggi tersebut yang memicu prilaku-priaku yang tidak proporsional atau diluar kebiasaan pada umumnya. Perilaku-perilaku tersebut dapat dilihat melalui beberapa sisi yaitu:

1. Perbuatan


(10)

4.1.1 Fanatisme terhadap Sepak Bola Berdasarkan Perbuatan

Seorang yang fanatik terhadap sepak bola akan mengekspresikan perbuatannya secara langsung. Hal tersebut dapat dilihat melalui tindakan serta perbuaatan yang dilakukannya ketika berkenaan dengan sepak bola. Ada beberapa tindakan serta perbuatan, yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang bisa mengarah pada prilaku fanatik terhadap sepak bola. Tokoh Bayu dan Heri dalam novel ini mengekspresikan kecintaan mereka terhadap sepak bola, melalui perbuatan dengan terlibat langsung pada hal-hal yang berhubungan dengan sepak bola.

Melalui perilaku-perilaku yang ditunjukkan dalam novel ini tentu dapat dilihat apakah tokoh Bayu dan Heri berperilaku fanatik terhadap sepak bola.

a.Tidak Bisa Terlepas dari Sepak Bola

individu yang fanatik terhadap sepak bola biasanya tidak bisa terlepas dari sepak bola pada kehidupan sehari-hari. Tokoh Bayu dan Heri dalam novel ini diceritakan dalam kehidupan sehari-hari mereka tidak bisa terlepas dari sepak bola. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan novel berikut:

Sementara itu, Bayu menghadapi kanvas. Tubuhnya terlihat bpaling kecil di antara anak-anak lainnya. Kaki Bayu sesekali bergerak-gerak melakukan gerakan mengolah bola saat sedang melukis. Meskipun sedang melukis pikiran bayu tetap berada di lapangan sepak bola.

(Aristo, 2010: 23)

’’ Paling si Heri sibuk dengan urusan bola! Masih anak-anak kok sudah keracunan bola! Ndak sukak aku,” lanjut Kakek. (Aristo, 2010: 19)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa tokoh Bayu dan Heri tidak bisa terlepas dari sepak bola. Tokoh Bayu yang digambarkan dalam kutipan di atas kakinya bergerak seolah-olah sedang bermain sepak bola padahal dia sedang melukis, hal tersebut menegaskan bahwa dalam setiap kegiatan yang dilakukannya tokoh Heri tidak bisa terlepas dari sepak bola.


(11)

Begitu juga dengan tokoh Heri yang selalu sibuk dengan urusan sepak bola, padahal Heri masih anak-anak.

Selain kutipan di atas berikut beberapa kutipan lain yang dapat menegaskan bahwa kedua tokoh tersebut tidak bisa terlepas dari sepak bola :

Bayu tampak lesu sepulang les. Kakek Usman masuk ke kamarnya . Keadaanpun kosong. Bayu menyalakan TV. Memilih saluran TV dan menemukan berita tentang sepak bola. Bayu terpukau sejenak.

(Aristo, 2010: 38)

Kutipan di atas menunjukkan ketika Bayu menonton TV, siaran yang dicarinya adalah berita tentang sepak bola dan dia begitu antusias menyaksikan berita tersebut. Pada umumnya anak seusia Bayu menyukai acara hiburan anak-anak seperti kartun dan pahlawan super.

Bayu pegang Liverpool, Heri pegang Arsenal. Mereka bermain dengan seru di kamar yang penuh denganatribut sepak bola. Poster, toa mini, syal, tempat sampah kecil bermotif Arsenal,sampai karpet. Buku- buku tentang sepak bola berserakan di rak, meja, dan sebagian di lantai.

(Aristo, 2010: 34)

Kutipan novel di atas menunjukkan Bayu dan Heri yang sedang bermain di kamar yang penuh dengan atribut sepak bola, serta permainan yang mereka mainkan adalah video game sepak bola. Hal ini menegaskan bahwa tokoh Bayu dan Heri tidak bisa terlepas dari sepak bola dalam kesehariannya.

b. Melakukan Hal-hal yang tidak Proporsional

Individu atau kelompok yang fanatik terhadap sepak bola, bisa melakukan perbuatan atau tindakan yang tidak proporsional, ketika antusiasme serta agresivitas mereka terhadap sepak bola mendapatkan hambatan. Hambatan tersebut dapat berupa larangan untuk bermain bola, tidak adanya wadah untuk memuaskan kegilaan mereka untuk bermain sepak bola.

Tindakan tidak proporsional adalah tindakan yang tidak sesuai dengan yang seharusnya dilakukan, atau dengan kata lain merupakan tindakan yang kurang tepat untuk dilakukan. Tokoh Bayu dan Heri juga melakukan perbuatan yang tidak proporsional ketika


(12)

ada faktor-faktor yang menghalangi kesenangan mereka terhadap sepak bola. Hal ini dapat dilihat melaui kutipan berikut ini :

Bayu lalu melangkah kearah pintu. Seperti hendak membukanya. Tapi tidak. Dia malah memastikan pintu itu terkunci dengan baik. Lantas, dengan cepat Bayu bergerak ke arah jendela dan keluar dari sana. Kamar Bayu terletak di lantai dua. Namun saat hendak menuruni jendela bagian bawah, ada sesosok laki-laki tua di dalam rumah. Dia berdiri dekat jendela, memegang gelas kopi dan koran. Dialah Kakek Usman yang tak lain adalah Kakek Bayu, wajahnya tegas. ’’ Wah gawat nih kalau sampai ketauan,” gumam Bayu. Bayu pun langsung menghindari jendela itu sebisanya. Begitu menjejak tanah, Bayu langsung mengendap, berlari sambil menggiring bola. (Aristo, 2010: 12)

Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa tokoh Bayu melakukan hal yang tidak proporsional ketika mendapat hambatan dari orang lain, Bayu nekat keluar dari kamarnya yang terletak di lantai dua melalui jendela agar tidak diketahui oleh kakeknya. Semua itu dilakukannya hanya untuk bisa bermain sepak bola. Hal tersebut dianggap tidak proporsional karena setiap orang yang ingin keluar dari ruangan pada umumnya melalui pintu bukan melalui jendela, ditambah lagi hal tersebut dilakukan Bayu yang masih anak-anak.

Selain kutipan di atas, berikut kutipan lain yang menunjukkan adanya perilaku tidak proporsional yang dilakukan tokoh Bayu dan Heri ketika ada hambatan saat berurusan dengan sepak bola :

Bayu memulai latihan di kuburan. Mulanya dia sedikit canggung beerlatih, karena harus berhati-hati agar tidak merusak nisan kuburan. Lama-kelamaan dia terbiasa, malah Bayu memakai batu-batu nisan itu sebagai alat bantu latihan zig-zag. (Aristo, 2010: 69)

Bayu meliuk membawa bola di antara makam-makam itu. Heri memegang stopwatch, toa, dan peluit di leher. Zahra melongok kearah tas Bayu yang berisi alat-alat lukis. (Aristo, 2010: 71)

Kutipan di atas menunjukkan perilaku tidak proporsional lainnya yang di tunjukkan tokoh Bayu dan Heri. Mereka berlatih sepak bola di kuburan, Lazimnya orang yang berlatih sepak bola tentu di lapangan sepak bola. Hal ini mereka lakukan karena mereka sulit


(13)

menemukan lapangan yang bisa digunakan untuk berlatih sepak bola. Ditambah lagi prilaku tidak proporsional tersebut mereka lakukan pada saat usia mereka masih 12 tahun. Seperti yang dikatakan Sigmund Freud pada lapis iddalam struktur kepribadian setiap yang berkaitan dengan insting agresif harus mendapat pemenuhan dengan segera, tanpa memperhatikan lingkungan realitas secara objektif.

Perilaku tidak proporsional yang dilakukan tokoh Bayu dan Heri dalam novel ini juga berbentuk kebohongan dan sifat membangkang saat kesenangannya terhadap sepak bola dibatasi.

1. Berbohong

Berbohong adalah perkataan yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, dusta (KBBI, 2000: 160). Seseorang akan berbohong untuk menutupi kesalahan atau kejadian yang sebenarnya. Tokoh Bayu dan Heri melakukan kebohongan agar tidak mendapat hambatan untuk terus bermain sepak bola. Hal tersebut dapat terlihat dari kutipan berikut ini :

’’Lo bilang apa sama Kakek lo?” Tanya Heri yang tahu betul padatnya jadwal Bayu. Belum lagi urusan bola, sudah bisa dipastikan Bayu tak akan mengatakan dengan jujur. (Aristo, 2010: 46)

Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa tokoh Bayu tidak bisa berkata dengan jujur kepada kakeknya terutama jika berbicara urusan sepak bola. Bayu melakukan hal tersebut karena kakeknya tidak mendukung atau memberi izin kepadanya untuk bermain sepak bola, sehingga dia melakukan berbagai cara untuk bisa terus mempertahankan kesenangannya terhadap sepak bola, termasuk berbohong kepada orang tua sekalipun.

Tokoh Heri juga sama seperti Bayu yang berbohong kepada orang lain. Demi bisa melihat Bayu terus bermain sepak bola dan mewujudkan impian mereka berdua . Hal ini bisa dilihat dari kutipan berikut ini :

” Siang Pak Johan. Apa kabar? Masih ingat sama kami, pak?” tanya Heri. Pak Johan tersenyum tipis melihat gaya Heri. ” Kami berdua ke sini atas undangan Pak Johan


(14)

waktu itu.” Pak Johan memotong, ”Kalian berbohong!” Heri dan Bayu kaget. ” Saya sudah cek ke SSB Satria Bangsa. Tidak ada nama kamu,” tuding Pak Johan dengan muka dingin. Bayu tercekat. Heri menjilat bibirnya . ” Yang bohong itu saya Pak,” sergah Heri. ”Tapi, Bapak bisa liat sendirikan bakatnya. Kmi yakin Pak Johan pasti bisa membawa Bayu masuk seleksi Tim Nasional. ” Percuma punya bakat kalau pembohong!!!” (Aristo, 2010: 48)

Dari kutipan di atas dapat dilihat Tokoh Heri membohongi Pak Johan yang merupakan pelatih sepak bola. Heri berbohong agar Bayu bisa berlatih di sekolah sepak bola (SSB) yang di pimpin oleh Pak Johan. Selain itu Tokoh Heri juga sangat bersemangat untuk memperjuangkan agar Bayu bisa masuk seleksi Tim Nasional.

Berbohong sebenarnya bukan sikap yang pantas untuk dilakukan oleh setiap orang, termasuk pada tokoh Bayu dan Heri, dalam novel ini mereka melakukan hal yang tidak proporsional dengan berbohong kepada orang tua. Melalui kutipan di atas juga dapat dianalisis bahwa sikap tidak jujur mereka didorong oleh rasa antusias dan agresivitas yang tinggi untuk bermain sepak bola.

2. Membangkang

Membangkang merupakan perilaku yang tidak mau menuruti perintah, atau menentang perintah (KBBI, 2000:101).

Tokoh Bayu dan Heri tidak mau mendengarkan perkataan orang lain, terutama jika larangan tersebut ditujukan untuk menghalangi mereka untuk tidak berurusan dengan sepak bola. Hal ini bisa dilihat dalam kutipan novel berikut ini :

Heri memperhatikan Bayu yang masih tajub. ”Ulang tahun lo ke-12 bisa pas final liga remaja! Makanya hari ini, lupain semua larangan Kakek lo soal bola! Oke?!” (Aristo, 2010: 27)

Kutipan di atas menunjukkan adanya sifat membangkang yang dilakukan oleh tokoh Bayu dan Heri, dengan mengabaikan larangan kakeknya soal sepak bola ketika sedang melihat pertandingan final sepak bola. Rasa antusiasme yang tinggi tersebut mengakibatkan


(15)

mereka tidak memperdulikan perkataan orang lain, yang merupakan ciri dari prilaku membangkang.

Selain kutipan di atas, berikut kutipan lain yang menunjukkan adanya sifat membangkang dari tokoh Bayu dan Heri:

”Kamu itu kok susah banget nurut sama Kakek? Ndak ada lagi itu urusan sama sepak bola! Kamu itu mau jadi apa? Nyobak jadi pemain sepak bola kayak bapakmu itu? Terus apa jadinya?! Irupe melarat!Ibumu susah! Matine jadi supir taksi! Sekali Kakek dengar tentang sepak bola, kowe ora jadi cucuku meneh! Titik!” (Aristo, 2010: 38)

Kutipan di atas menunjukkan sikap pembangkang dari tokoh Bayu yang susah menuruti perkataan kakek yang melarangnya untuk berurusan dengan sepak bola, karena kakeknya menganggap sepak bola itu tidak menjanjikan untuk masa depan Bayu.

Dari beberapa kutipan diatas, perilaku tidak proporsional yang dilakukan oleh tokoh Bayu dan Heri, disebabkan karena adanya hambatan serta larangan dari pihak luar terhadap rasa antusiasme mereka kepada sepak bola. Melakukan tindakan tidak proporsional ketika antusiasme dihalangi atau dibatasi merupakan ciri dari perilaku fanatik.

c. Mengidolakan Tim Serta Tokoh Sepak Bola

Salah satu ciri orang yang fanatik terhadap sepak bola yaitu mempunyai tim atau tokoh sepak bola yang sangat dicintai. Bentuk kecintaan terhadap tim atau tokoh tersebut bisa berupa mengoleksi benda-benda yang berhubungan dengan tim atau tokoh sepak bola tersebut, misalnya seperti seragam, foto pemain atau bisa juga dengan meniru kebiasaan, penampilan, dan teknik tokoh tersebut dalam bermain sepak bola.

Tokoh Bayu dan Heri juga memiliki tim serta tokoh sepak bola yang mereka kagumi dan menjadi inspirasi mereka dalam bermain sepak bola. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut ini :


(16)

Bayu mendapat giliran bercerita di depan kelas les bahasa Inggris. ”I, ehm… realy

like liverpoll. Soalnya,ehm,…first they has, eh, they have The Beatles and they have Liverpool Football Cub! I love them! I love Steven Gerarrd!”. (Aristo, 2010: 45)

Bayu mengambil brosur. Bayu tersenyum tipis. ” Masuk sarang musuh ni gue . Liverpool ke Arsenal,” gumam Bayu yang memang penggemar berat Liverpool, berbeda dengan Heri. (Aristo, 2010: 46)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa tokoh Bayu sangat menyukai Liverpool yang merupakan salah satu tim sepak bola terbesar di dunia selain itu tokoh Bayu juga sangat mengidolakan Steven Gerarrd yaitu seorang pemain sepak bola ternama dari inggris.

Tokoh Heri juga mempunyai tim sepak bola tokoh yang sangat diidolakannya terlihat melalui kutipan berikut ini :

Bayu dan Heri menunggu di meja resepsionis. Seorang perempuan sedang menelepon. Ada beberapa brosur di meja resepsionis itu. Heri melotot melihat lambang-lambang Arsenal. (Aristo, 2010: 46)

Bang Duloh membereskan letak pinggang celananya. Logat Betawi-Arabnya terdengar kental. Baru jelas sekarang, kalau ternyata Heri duduk di kursi roda elektrik .kursi roda yang dihiasi dengan ornamen tempelan berbau bola, terutama klub bola Inggris Arsenal. (Aristo, 2010: 22)

Heri menoleh dan melihat Pak Johan bersama seorang pria Indonesia lain yang necis. Pria itu disertai asistennya yang tampak girang berjalan bersama sosok asing yang dia kenal. Sosok yang dikagumi nya. Arsene Wenger. (Aristo, 2010: 46)

Kutipan di atas menunjukkan bahawa tokoh Heri sangat mengidolakan Arsenal, yang merupakan tim sepak bola besar dari Inggris. Hal tersebut ditunjukkan melalui ekspresinya yang antusias melihat gambar-gambar yang berhubungan dengan Arsenal. Kursi roda Heri juga dihiasi dengan ornamen tempelan yang berbau sepak bola, terutama yang berhubungan dengan tim Arsenal. Selain itu tokoh Heri juga mengagumi Arsene Wenger yang merupakan pelatih tim sepak bola Arsenal.

Selain mempunyai tim sepak bola yang diidolakan, orang yang fanatik terhadap sepak bola juga meniru kebiasaan serta penampilan tokoh sepak bola yang diidolakannya. Rasa


(17)

kagum terhadap tokoh sepak bola yang diidolakan, akan mengakibatkan adanya dorongan untuk menjadi seperti yang diidolakan dan meniru kebiasaannya. Hal tersebut dapat dilihat melaui kutipan berikut ini :

”Soal stamina, lo tenang aja. Gue baru baca, nih, di sini. Arsene Wenger itu ngerubah Arsenal pake pisang. Lo harus banyak makan pisang Bay!” saran Heri. (Aristo, 2010: 76)

Kutipan diatas menunjukkan bahwa Tokoh Bayu dan Heri meniru kebiasaan tokoh yang mereka idolakan yaitu Arsene Wenger untuk mengkonsumsi pisang jika ingin menambah stamina.

Kutipan lain yang menunjukkan adanya prilaku meniru tokoh yang diidolakan oleh tokoh Bayu dan Heri yaitu:

Bayu malah asyik melukis di kamarnya. Kuas , cat, palet dan lainnya tergeletak disamping. Tapi, dia bukan melukis di kanvas. Dia sedang menggambar lambing garuda di sebuah kaos oblong berwarna merah. Menggambar dengan spidol, lalu mewarnai dengan kuas. Begitu selesai, dia membentangkan kaos itu dan memandangya dengan bangga.

(Aristo, 2010: 42)

”Aku masuk SSB itu biar bisa ikut seleksi Tim Nasional. Aku pengen pakek ini,” Bayu menunjuk foto pemain nasional yang memakai seragam Tim Nasional dengan lambang garuda di dada. (Aristo, 2010: 78)

Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa tokoh Bayu sangat ingin menggunakan seragam yang sama seperti yang di guakan pemain sepak bola yang ada di dalam foto yang ditunjuknya. Selain itu Bayu juga sengaja menggambar lambang garuda pada sebuah kaos agar bisa terlihat mirip dengan foto pemain Tim Nasional yang diidolakannya.

Perilaku lain yang menunjukkan adanya sifat fanatik terhadap sepak bola adalah dengan mengoleksi atau mengumpulkan benda-benda yang berhubungan dengan sepak bola .

Tokoh Bayu dan Heri juga mengoleksi benda-benda yang berhubungan dengan sepak bola. Hal ini bisa dilihat pada kutipan berikut ini:


(18)

Bayu memegang Liverpool, Heri memegang Arsenal. Mereka bermain di kamar yang penuh dengan atribut sepak bola. Poster, toa mini, syal, tempat sampah kecil bermotif Arsenal, sampai karpet. Buku-buku tentang sepak bola berserakan di rak, meja, dan ada sebagian di lantai.

(Aristo, 2010: 34)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa tokoh Bayu dan Heri sangat menyukai sepak bola. Tokoh Bayu dan Heri mengumpulkan bermacam-macam atribut sepak bola terutama atribut dari klub yang mereka sukai.

4.1.2 Fanatisme terhadap Sepak Bola Berdasarkan Pemikiran dan Suasana Kejiwaan

Individu atau kelompok yang berperilaku fanatik terhadap sepak bola, dapat dilihat melalui pemikiran dan suasana kejiwaannya terhadap hal-hal yang berhubungan dengan sepak bola. Suasana kejiwaan mencakup sisi emosi dari tiap individu. Emosi adalah luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu sigkat, seperti (kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan, keberanian yang bersifat objektif). (KBBI, 2000: 298).

Tokoh Bayu dan Heri memiliki pemikiran serta emosi tersendiri terhadap sepak bola, hal tersebut mereka tunjukkan melalui semangat, dan kecintaan mereka terhadap sepak bola. Hal tersebut dapat dilihat melauli kutipan novel berikut :

Bayu tampak mencari orang-orang di kursi penonton. Dia melihat kakek dan ibunya sudah datang. Kakek Usman terlihat gagah, meski harus duduk di kursi roda. Bayu tersenyum lebar. Ini adalah kesempatan Bayu untuk memperlihatkan kecintaanya pada sepak bola di hadapan kakek dan ibunya. Kecintaan yang sudah dipupuk sedari kecil bersama sang ayah tercinta. (Aristo, 2010: 135)

Kutipan novel di atas membuktikan bahawa tokoh Bayu sangat mencintai sepak bola dan ingin membuktikannya kepada orang lain, yaitu ibu dan kakeknya.

Kecintaannya terhadap sepak bola tersebut sudah ada sejak dia kecil saat dia masih bersama ayahnya.

Selain memiliki kecintaan terhadap sepak bola, individu yang berperilaku fanatik terhadap sepak bola juga memiliki semangat atau rasa antusiasme terhadap sepak bola.


(19)

Tokoh Bayu dan Heri selalu bersemangat pada hal-hal yang berhubungan dengan sepak bola. Ini bisa dilihat melalui kutipan novel berikut :

Bayu menatap lagi kea rah foto lain yang ada di map. Matanya berkejap-kejap menatap foto itu. Foto dia dan ayahnya yang sedang bermain bola saat dia kecil. Semangatnya kian menyala setiap melihat foto itu.

(Aristo, 2010:12)

Kutipan novel di atas menunjukkan bahwa, hanya dengan melihat fotonya yang sedang bermain sepak bola bersama ayahnya, Bayu bisa langsung bersemangat.

Selain melalui suasana kejiwaan, prilaku fanatik juga bisa dilihat melalui pemikirannya terhadap apa yang diyakininya. Individu yang berprilaku fanatik memiliki pemikiran tersendiri terhadap suatu hal dan tidak menerima pendapat dari orang lain yang menentang pemikirannya.

Tokoh Bayu dan Heri meiliki keyakinan yang kuat terhadap sepak bola dan tidak menerima pendapat orang lain. Hal ini terlihat dalam kutipan novel berikut :

”Kakek saya selama ini bilang kalo sepak bola itu gak ada gunanya. Apalagi sepak bola Indonesia. Saya mau buktiin kalo itu nggak bener! Saya mau buktiin kalo sepak bola itu bisa buat dia bangga sama saya! Saya mau lolos seleksi Tim Nasional!” kalimat Bayu begitu bersemangat. (Aristo, 2010: 128)

Kutipan novel di atas menunjukkan keyakinan Bayu terhadap sepak bola yang sangat kuat, dan menganggap pemikiran kakeknya yang mengatakan kalau sepak bola itu tidak ada gunanya adalah pemikiran yang salah.

Kutipan lain yang menunjukkan adanya keyakinan yang kuat terhadap sepak bola yaitu :

”Yaudah, serius nih. Lo mau nerima tawaran pak johan kan?” Tanya Heri memasang kening berkerut. ”Hmmm, gue pikir-pikir dulu deh,”

”Jangan kelaman mikirnya.”

”Biarin aja. Belanda nggak bakalan nyerang kilta lagi ini.”

”Lho, kita yang bakal nyerang Belanda, bukan pake rudal, tapi sama tendangan-tendangan bola lo Bay.” (Aristo, 2010: 32)


(20)

Kutipan di atas mnunjukkan pemikiran Heri yang yakin bahwa sepak bola bisa dipakai sebagai alat untuk membela negara dari serangan bangsa lain. Tokoh Heri berpandangan membela negara bukan hanya dengan mengangkat senjata dan mengunakan rudal tetapi bisa melalui sepak bola, dengan cara memenangkan pertandingan sepak bola ketika berhadapan dengan negara lain.

4.2. Dampak Perilaku Fanatik terhadap Sepak Bola pada Tokoh Bayu dan Heri

Setiap perbuatan dan keputusan yang diambil atau dijalani pasti memiliki dampak. Dampak merupakan pengaruh atau akibat dari setiap perbuatan dan keputusan yang telah diambil. Perilaku fanatisme terhadap sepak bola yang ditunjukkan oleh tokoh Bayu dan Heri pasti juga menimbulkan dampak. Dampak tersebut bisa berupa dampak positif dan dampak negatif.

4.2.1 Dampak Positif

Dampak positif adalah pengaruh atau akibat yang baik dari setiap perbuatan atau keputusan yang diambil oleh seseorang. Berikut merupakan dampak positif dari prilaku fanatisme terhadap sepak bola pada tokoh Bayu dan Heri.

.

a. Motivasi tinggi

Motivasi adalah kesatuan keinginan dan tujuan yang menjadi pendorong untuk bertingkah laku (Singgih, 1989: 92). Motivasi dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.

1. Motivasi intrinsik

Motivasi instrinsik adalah kesatuan keinginan dan tujuan yang menjadi pendorong untuk melakukan sesuatu yang timbul dari dalam diri sendiri, tanpa adanya faktor yang


(21)

mempengaruhi dari luar (Singgih, 1989: 93). Dorongan dari dalam ini biasanya muncul ketiak seseorang ingin membuktikan atau menunjukkan sesuatu kepada orang lain demi kepuasan bagi dirinya sendiri.

Tokoh Bayu mempunyai motivasi yang tinggi sehingga dia selalu bersemangat untuk mewujudkan semua impiannya tentang sepak bola. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan berikut ini:

”Kakek saya selama ini bilang kalo sepak bola itu gak ada gunanya. Apalgi sepak bola Indonesia. Saya mau buktiin kalo itu nggak bener! Saya mau buktiin kalo sepak bola bisa bikin dia bangga sama saya! Saya mau lolos seleksi Tim Nasional!” kalimat Bayu begitu bersemangat. (Aristo, 2010: 128)

Kutipan di atas membuktikan bahwa, sifat fantik tokoh Bayu terhadap sepak bola memiliki dampak positif, yaitu tokoh Bayu memiliki motivasi yang tinggi untuk membuktikan kepada kakeknya bahwa pendapat yang selama ini dikatakan kakeknya tentang sepak bola adalah salah. Bayu begitu bersemangat untuk mewujudkan impiannya masuk Tim Nasional dan membuat kakeknya bangga. Motivasi yang muncul dari diri sendiri yang ditunjukkan tokoh Bayu melaui kutipan di atas yang disebut sebagai motivasi intrinsik. Kutipan lain yang menunjukkan adanya motivasi yang tinggi dari dalam diri tokoh Bayu adalah sebagai berikut :

’’Aku masuk SSB itu biar bisa ikut seleksi Tim Nasional. Aku pingin pakek ini,” Bayu menunjuk foto pemain nasional yang memakai seragam Tim Nasional dengan emblem garuda di dada. Dia lantas menekan tapedari Heri. Lagu itu kembali terdengar. Bu Wahyuni menatap kesungguhan anaknya. Dia lantas mematikan tape itu. ”Tapi janji…, nanti kakek harus dikasih tau.” Bayu mengangguk dengan kuat. Hatinya begitu senang. ”dan tidak ada ulangan jelek lagi.”

”Janji sejanji-janjinya. Asal Ibu juga janji soal kakek.” Bu Wahyuni pun tersenyum. Bayu memeluk pinggang ibunya. (Aristo, 2010: 78-79)

Kutipan di atas menunjukkan tokoh Bayu yang mempunyai motivasi tinggi untuk bisa masuk Tim Nasional sepak bola Indonesia. Bayu sangat ingin bisa bermain sepak bola untuk tim Indonesia dangan mengenakan baju berlambang garuda di dada seperti tokoh idolanya.


(22)

Ibunya juga melihat kesungguhan Bayu dalam menyampaikan keinginannya sehingga Ibunya juga mendukung apa yang dicita-citakan anaknya.

2. Motivasi ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik merupakan dorongan yang muncul karena adanya pengaruh atau fator-faktor dari luar yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu. Faktor tersebut bisa berupa perkataan orang lain, imbalan atau hadiah.

Tokoh Bayu juga mendapat dorongan atau motivasi daro orang lain yaitu Heri sahabatnya. Berikut bentuk motivasi yang diberikan Heri kepada Bayu yang terlihat melalui kutipan novel berikut ini :

”Kan lo sering bilang, buat kakek lo itu yang penting sukses. Kalo lo uda sukses masuk Timnas…, masa, dia nggak seneng sih?”

Bayu mulai bimbang. Ah, masalahnya nggak segampang itu, keluh Bayu dalam hati. Heri melihat celah. ”Lo pikir tawaran kayak gini bakal datang dua kali? Belum tentu Bay! Belum tentu!” Bayu menatap Heri. Serius.

Heri pun menepuk pundak Bayu. ”Dia Cuma perlu tau pas lo masuk Timnas. Percaya sama gue!” Heri meyakinkan Bayu lewat tatapan matanya. Bayu pun menarik napas dan tersenyum. Mereka berdua melakukan salam tos. Lalu, membaca berita itu lagi dengan gembira. (Aristo, 2010: 42)

Kutipan di atas menunjukkan Heri yang terus meyakinkan Bayu agar mau mengikuti seleksi Tim Nasional, padahal sebelumnya Bayu masih ragu namun setelah diyakinkan Heri, Bayu kembali bersemangat dan yakin untuk mengikuti seleksi Tim Nasional sepak bola Indonesia.

b. Mempunyai Tekad yang Kuat

Tekad merupakan kemauan atau kehendak yang kuat terhadap suatu tujuan. Tokoh Bayu mempunyai tekad yang kuat untuk mewujudkan impiannya terhadap sepak bola. Hal ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut :

Bayupun mengangguk dengan mantap. Bayu bertekad akan mewujudkan mimpi-mimpinya selam ini. Bayu akan membuktikan kepada Kakek, bahwa sepak bola sangat berarti. (Aristo, 2010: 129)


(23)

Kutipan novel di atas membuktikan bahwa tokoh Bayu memiliki tekad yang kuat untuk mewujudkan impiannya dan membuktikan kepada kakeknya bahwa sepak bola sangat berarti bagi hidupnya.


(24)

c. Setia Kawan

Setia kawan merupakan perasaan bersatu, sependapat, satu kepentingan dengan orang lain. Menghadapi masalah yang dialami teman atau sahabat secara bersama-sama juga merupakan bentuk dari rasa setia kawan. Tokoh Bayu dan Heri memiliki rasa setia kawan Seperti yang ditunjukkan dalam kutipan novel berikut ini :

” Gue gak bisa ninggalin les-les gue. Kakek gue…,” Bayu terdiam menggantung sendiri kalimatnya beberapa detik. ” Nggak mungkin Her…” Heri mendekati Bayu. ” Gue udah janjikan, kita bakal ngadepinya bareng?” kata Heri menyemangati. (Aristo, 2010: 42)

Dari kutipan novel di atas dapat dilihat ketika Bayu mempunyai masalah, yaitu tidak bisa bermain sepak bola karena jadwal les-lesnya yang terlalu padat, dan kakeknya yang melarangnya bermain bola, Heri berusaha terus memberi semangat kepada Bayu dan berjanji untuk menghadapinya bersama-sama. Rasa setia kawan ini bisa muncul antara mereka berdua, karena mereka mempunyai kesamaan dan satu pemahaman tentang sepak bola.

Kutipan lain yang menunjukkan adanya rasa setia kawan antara tokoh Bayu dan Heri dapat dilihat melalui kutipan novel berikut ini :

Heri menelan ludahnya, lalu menarik nafas dalam-dalam. ” Bay, gue udah begini dari kecil. Gue nggak bisa punya mimpi kayak lo. Jadi pemain Tim Nasional. Tapi gue uda senang banget kalo lo bisa jadi itu! Tau kenapa? Karena gue pingin Tim Nasional kita beneran jadi jago. Dan lo, temen gue, ada di situ!” (Aristo, 2010: 122)

Kutipan novel di atas menunjukkan rasa setia kawan tokoh Heri, yang mendukung Bayu untuk meraih mimpi tanpa ada rasa iri, walaupun Heri sadar dia tidak bisa bermimpi menjadi pemain sepak bola karena menderita kelumpuhan sejak dia kecil, namun dia akan merasa sangat senang jika Bayu bisa mewujudkan impiannya untuk menjadi pemain sepak bola. Perasaan senang dan bangga ketika melihat seorang sahabat berhasil, tanpa ada rasa iri sama sekali merupakan bagian dari nilai-nilai kesetia kawanan.


(25)

d. Pantang Menyerah

Tokoh Bayu memiliki sifat pantang menyerah untuk mewujudkan impiannya menjadi pemain sepak bola. Hal ini terlihat melalui kutipan novel berikut ini :

” Kalo nggak kepilih gimana? Mau berenti main bola?” ”Ya nggak dong, masak gara-gara nggak kepilih doang, berenti maen bola. Lagian gua uda berhenti ngelukis dan main drum.”

”Walaupun gue berharap banget kepilih, tapi gue gak mau ngandelin seleksi ini. Bisa ajakan, tahun depan gue ikutan lagi atau gue ikut seleksi lainnya”(Aristo, 2010: 138)

Kutipan novel di atas menunjukkan tokoh Bayu yang memiliki sifat pantang menyerah, ketika ditanya Heri apa yang dilakukannya jika dia tidak lolos seleksi masuk Tim Nasional, Bayu mengatakan akan terus mencoba pada kesempatan-kesempatan lain dan tidak mau puas denagn satu seleksi saja.

4.2.2 Dampak Negatif

Dampak negatif adalah pengaruh atau akibat yang buruk dari setiap perbuatan atau keputusan yang diambil seseorang. Selain memiliki dampak positif prilaku fanatik terhadap sepak bola pasti juga memiliki dampak yang negatif. Berikut adalah dampak negatif dari prilaku fanatisme terhadap sepak bola pada tokoh Bayu dan Heri.

a. Berbohong

Berbohong merupakan salah satu dampak negatif yang ditimbulkan dari perilaku fanatik. Berbohong adalah berkata tidak jujur atau tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi. Orang yang berprilaku fanatik terhadap sesuatu, akan menggunakan segala cara untuk memuaskan keinginannya terhadap hal tesebut termasuk dengan berbohong kepada orang lain.


(26)

Tokoh Bayu dan Heri selalu berbohong kepada orang lain, terutama pada kakeknya, kebohongan ini mereka lakukan agar bisa terus bermain bola. Kebohongan yang dilakukan tokoh Bayu dan Heri dapat dilihat dari kutipan berikut ini:

Kakek Usman menarik wajah Bayu, menatapnya tajam. Lalu diam sejenak.

” Terserah kamu Le. Kakek ndak mau maksa lagi. Cuma kok ya, bohongi Kakek aja berani, tapi sama seleksi yang tinggal tiga hari lagi malah melempem.” (Aristo, 2010: 126)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa bayu berani membohongi kakeknya untuk bisa bermain sepak bola. Kutipan lain yang menunjukkan kebohongan dari tokoh Bayu dan Heri terlihat dalam kutipan berikut ini:

’’Lo bilang apa sama Kakek lo?” Tanya Heri yang tahu betul padatnya jadwal Bayu. Belum lagi urusan bola, sudah bisa dipastikan Bayu tak akan mengatakan dengan jujur.

”Mau nyari buku buat les Bahasa Inggris yang bagus.” ”Pinter juga lo nyari-nyari alasan.” (Aristo, 2010: 46)

Kutipan novel di atas menunjukkan tokoh Bayu yang tidak bisa berkata dengan jujur kepada kakeknya, terutama ketika berurusan dengan sepak bola, karena kakeknya tidak pernah mengizinkan Bayu untuk berurusan dengan sepak bola. Bayu mengatakan kepada kakeknya bahwa dia ingin mencari buku pelajaran Bahasa Inggris agar mendapat izin kakeknya untuk pergi keluar rumah, padahal sebenarnaya Bayu pergi ke Sekolah Sepak Bola (SSB).

Kutipan-kutipan lain yang menunjukkan kebohongan tokoh Bayu dan Heri untuk bisa bermain bola adalah sebagai berikut ini :

” Siang Pak Johan. Apa kabar? Masih ingat sama kami, pak?” tanya Heri. Pak Johan tersenyum tipis melihat gaya Heri. ” Kami berdua ke sini atas undangan Pak Johan waktu itu.” Pak Johan memotong, ”Kalian berbohong!” Heri dan Bayu kaget. ” Saya sudah cek ke SSB Satria Bangsa. Tidak ada nama kamu,” tuding Pak Johan dengan muka dingin. Bayu tercekat. Heri menjilat bibirnya . ” Yang bohong itu saya Pak,” sergah Heri. ”Tapi, Bapak bisa liat sendirikan bakatnya. Kmi yakin Pak Johan pasti bisa membawa Bayu masuk seleksi Tim Nasional. ” Percuma punya bakat kalau pembohong!!!” (Aristo, 2010: 48)


(27)

Bayu melempar pandangan antara Heri dan mobil Pak Johan. Lalu, dia berlari kencang dan menghadang mobil Pak Johan.

” STOP PAK, PAK STOP!”

Rem mobil Pak Johan berdecit pelan. Kaca mobil terbuka, Pak Johan melotot. ” Mau apa lagi kamu? Mau bohong apa lagi? Cepat minggir!” (Aristo, 2010: 128)

Beberapa kutipan di atas menunjukkan bahwa tokoh Bayu dan Heri sering melakukan kebohongan kepada orang lain, mulai dari berbohong kepada Kakek, kemudian berbohong kepada Pak Johan yang merupakan pelatih sekolah sepak bola (SSB) Arsenal agar bisa berlatih sepak bola.

b. Tidak Mau Mendengar Perkataan Orang Lain

Tokoh Bayu dan Heri tidak mau mendengarkan perkataan orang lain, yang mereka anggap bertujuan untuk menghalangi kesenangan serta kecintaan mereka terhadap dunia sepak bola. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan novel berikut :

Heri memperhatikan Bayu yang masih takjub. ”Ulang tahun lo ke-12 bisa pas final liga remaja! Makanya hari ini, lupain semua larangan Kakek lo soal bola! Oke?!” Bayu pun tersenyum. Bang Duloh mengiringi mereka dari belakang, sambil sesekali senang melihat banyaknya orang dengan atribut bola, Beberapa menit kemudian mereka masuk ke dalam stadion (Aristo, 2010: 27)

Kutipan di atas menunjukkan tokoh Heri yang mempengaruhi bayu agar tidak perlu memperdulikan larangan yang diberikan Kakeknya, yaitu untuk tidak berurusan dengan sepak bola, ketika mereka akan menyaksikan pertandingan sepak bola di dalam stadion.

Kutipan lain yang memperlihatkan bahwa Bayu dan Heri tidak mau mendengarkan pendapat orang lain, dapat dilihat melalui kutipan berikut ini :

”Kamu itu kok susah banget nurut sama Kakek? Ndak ada lagi itu urusan sama sepak bola! Kamu itu mau jadi apa? Nyobak jadi pemain sepak bola kayak bapakmu itu? Terus apa jadinya?! Irupe melarat! Ibumu susah! Matine jadi supir taksi! Wisss! Sekali lagi kakek dengar tentang sepak bola, kowe ora jadi cucuku meneh! Titik!” (Aristo, 2010: 38)


(28)

Kutipan di atas membuktikan bahwa Bayu yang sangat cinta terhadap sepak bola tidak mau menuruti perkataan Kakek Usman yang melarang dia untuk bermain sepak bola sehingga Kakek Usman marah kepadanya. Kakek Usman tikak mau Bayu menjadi seperti ayahnya yang kehidupannya melarat sebagai pemain sepak bola.

c. Menurunnya Minat Belajar di Sekolah

Tokoh Bayu terlalu sibuk dengan urusan sepak bola demi mewujudkan impiannya. Hal tersebut mengakibatkan menurunnya minat belajar di sekolah, yang berdampak pada nilai ulangannya yang menurun. Tokoh Bayu lebih bersemangat bermain sepak bola dibandingkan dengan mengikuti pelajaran di sekolah. Hal tersebut dapat dilihat melalui kutipan berikut ini :

Keesokan harinya, Bayu harus les Matematika. Bayu terlihat bosan di dalam kelas Matematika. Tangannya malah mencoret buku dengan gambar pemain sepak bola. (Aristo, 2010: 39)

Kutipan di atas menunjukkan tokoh Bayu yang tidak bersemangat dalam mengikuti pelajaran, terbukti pada saat pelajaran Matematika Bayu terlihat bosan dan malah mencoret bukunya dengan gambar pemain bola yang tidak ada hubungannya dengan pelajaran Matematika.

Bayu menatap ke arah papan tulis dengan malas. Seandainya papan tulis itu jadi TV layar lebar ang menayangkan pertandingan sepak bola, pasti bayu bakal betah duduk di kelas. (Aristo, 2010: 40)

Kutipan novel di atas menunjukkan Bayu yang tidak bersemangat untuk menatap papan tulis, serta tidak betah berada di dalam kelas, Bayu malah membayangkan papan tulis tersebut berubah menjadi TV layar lebar yang menayangkan pertandingan sepak bola agar dia bisa betah di dalam kelas. Hal tersebut membuktikan bahwa bagi Bayu sepak bola lebih menarik jika dibandingkan dengan pelajaran di sekolah.


(29)

Selain kutipan di atas berikut kutipan lain yang menunjukkan menurunnya minat belajar tokoh Bayu :

Di kelas Bayu sedang belajar Sejarah Indonesia. Di papan tulis ada tulisan Rengasdengklok.

”Jadi seminggu menjelang proklamasi, kaum muda juga ikut menentukan nasib bangsa ini. Mereka menolak jika hanya menunggu keputusan kaum tua,” jelas Pak Juhro yang sedang mengajar di kelas Bayu. Bayu sesekali melongok keluar. Matanya menerawang, dia tidak berkonsentrasi. (Aristo, 2010: 80)

Kutipan novel di atas menunjukkan Bayu yang tidak berkonsentrasi pada saat guru sedang menerangkan pelajaran Sejarah Indonesia. Bayu malah termenung sambil melihat ke arah luar kelas.

Menurunnya minat belajar juga mengakibatkan menurunnya nilai pelajaran di sekolah. Tokoh Bayu yang terlalu sering berurusan dengan sepak bola sehinga mengakibatkan nilai ulangannya juga menurun. Berikut kutipan novel yang menunjukkan menurunnya nilai pelajaran Bayu :

Sayangnya, latihan terus-menerus itu membuat Bayu kerap tertidur di dalam kelas. Bukunya penuh dengan oretan taktik bola.

Dan siang ini, Bayu sedang suntuk di depan kelas memegang kertas ulangan. Heri mendekat, di tangannya ada brosur pengumuman tes masuk beasiswa di SSB Arsenal. Lalu dia melihat hasil ulangan yang buruk di tangan Bayu. ” Ulangan gue dapat jelek Her,” lapor Bayu sedih. Ulangan yang buruk itu terbuka di meja makan sekarang. Bu Wahyuni menatap marah ke arah Bayu. ”Kamu jangan nambahin masalah ibu Bay. Kamukan tahu ibu lagi susah. Cari downline zaman sekarang nggak gampang! Orang udah nggak percaya sama MLM…., nggak kayak dulu,” kata Ibu. Bayu menunduk.(Aristo, 2010: 72)

Kutipan novel di atas menunjukkan tokoh Bayu yang terlalu sering latihan sepak bola, sehingga dia sering tertidur di dalam kelas, serta buku pelajaran yang seharusnya berisi materi pembelajaran, ditulisinya dengan catatan-catatan taktik strategi bermain sepak bola. Hal tersebut sangat berpengaruh pada prestasi di bidang akademik, terbukti dengan menurunnya hasil ulangan di sekolahnya. Sehingga ibunya sangat marah kepada Bayu.

Tokoh Heri juga mengalami penurunan minat belajar di sekolah karena selalu sibuk dengan urusan sepak bola. Hal ini bisa di lihat dalam kutipan novel berikut ini :


(30)

Kelas Heri sedang belajar matematika. Gurunya sedang mengajarkan hitung efektif. ”Nah, perhatikan sekarang! Semua angka yang dijumlahkan dengan angka Sembilan, hasilnya pasti jadi belasan dengan angka akhir lebih kecil dari angka satuan tersebut. Misalnaya 9 ditambah 3 hasilnya 12.” Heri malah terlihat sibuk sendiri di meja khususnya. Dia ternyata sedang sibuk membuat daftar makanan dan hitungan kalori. Saat pulang sekolah, Heri menyerahkan daftar vitamin dan makanan yang harus di konsumsi Bayu. ”Ini mesti lo ikutin kalo mau punya nafas kuda,” kata Heri. (Aristo, 2010: 81)

Kutipan di atas memperlihatkan tokoh Heri yang sibuk dengan urusannya sendiri ketika gurunya sedang menerangkan pelajaran di depan kelas. Heri sibuk dengan membuat daftar makanan dan hitungan kalori. Daftar tersebut dibuat untuk diberikan kepada Bayu agar bayu bisa menjaga kesehatan badannya pada saat berlatih sepak bola.


(31)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Perilaku fanatik bisa timbul karena adanya agresivitas serta kecintaan yang berlebihan terhadap suatu hal tanpa memperdulikan kondisi dan realitas yang ada.

Berdasarkan hasil analisis terhadap novel Gruda Di Dadakutentang perilaku fanatik tokoh Bayu dan Heri terhadap sepak bola beserta dampaknya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tokoh Bayu dan Heri memiliki perilaku fanatik terhadap sepak bola, baik berdasarkan perbuatan maupun pemikiran.

Berdasarkan perbuatan, prilaku fanatik tokoh Bayu dan Heri dibuktikan melalui perilaku mereka yang tidak bisa terlepas dari sepak bola, melakukan hal-hal yang tidak proporsional untuk dilakukan anak seusia mereka, demi memuaskan kesenangan mereka terhadap sepak bola, seperti berbohong dan membangkang kepada orang tua. Mereka juga memiliki tim serta tokoh sepak bola yang sangat mereka idolakan. Kemudian dari suasana kejiwaan serta pemikiran tokoh Bayu dan Heri, bisa dilihat bahwa mereka berperilaku fanatik, terbukti dari rasa antusiasme dan semangat yang tinggi ketika melakukan aktivitas yang berhubungan denagn sepak bola.

Perilaku fanatik terhadap sepak bola pada tokoh Bayu dan Heri dalam novel ini bisa menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positif dari perilaku fanatik yang ada dalam novel ini yaitu, memiliki motivasi tinggi, memiliki tekad yang kuat, serta rasa setia kawan. Adapun dampak negatif yang ada seperti, berbohong, tidak mau mendengarkan perkataan orang lain, serta menurunnya prestasi dibidang akademik.


(32)

5.2 Saran

Novel Garuda Di Dadaku sangat menarik untuk diteliti, melalu pendekatan yang berbeda, seperti menggunakan pendekat sosiologi sastra untuk menganalisis nilai-nilai lain yang terkandung di dalamnya, contohnya nilai patriotisme, nilai pendidikan, serta nilai persahabatan.


(33)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1Konsep

Konsep dalam penilitian ini adalah:

2.1.1 Novel

Novel adalah sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek. Novel merupakan karya fiksi yang dibangun oleh unsur-unsur pembangun yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik (Nurgiyantoro, 2013:12).

2.1.2 Fanatisme

Menurut Ismail (2008: 28) Sering kali terdengar kata fanatik atau fanatisme pada berita atau hal yang berhubungan dengan agama dan olahraga tetapi jarang yang mengetahuideskripsi secara jelas mengenai fanatik atau fanatisme. Jika ditelusuri lebih dalam, sebenarnya kata fanatisme berasal dari kata fanatik, yang dalamkamus bahasa Indonesia artinya adalah teramat kuat kepercayaan atau keyakinan terhadap ajaran (politik agama, dsb).

Sikap fanatik adalah sikap yang mengingkari kepribadian orang lain, orang fanatik berpendapat tidak ada orang yang mengerti dirinya dan tidak ada pendapat yang benar kecuali pendapatnya sendiri. (Yustinus, 2006:461).

2.1.3 Tokoh

Menurut Nurgiyantoro (2013:247) Tokoh adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang ditafsirkan oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.


(34)

2.1.4 Sepak Bola

Menurut Luxbacher (2008: 2) sepak bola adalah olahraga yang dimainkan oleh dua tim yang masing-masinh beranggotakan 11 orang. Masing-masing tim mempertahankan gawang dan berusaha menjebol gawang lawan.

2.2Landasan Teori

Landasan teori dalam penelitian ini adalah:

2.2.1 Psikologi Sastra

Menurut Freud menggembangkan konsep id, ego, dan superego sebagai struktur kepribadian. Id berkaitan dengan ketidaksadaran yang merupakan bagian yang primitif dari kepribadian. Kekuatan yang berkaitan dengan id mencakup insting seksual dan insting agresif. Id membutuhkan pemenuhan dengan segera tanpa memperhatikan lingkungan realitas secara objektif. Freud menyebutnya sebagai prinsip kenikmatan. Ego sadar akan realitas. Oleh karena itu, Freud menyebutnya sebagai prinsip realitas. Ego menyesuaikan diri dengan realitas. Superego mengontrol mana perilaku yang boleh dilakukan, mana yang tidak. Oleh karena itu Freud menyebutnya sebagai prinsip moral. Superego berkembang pada permulaan masa anak sewaktu peraturan-peraturan diberikan oleh orang tua dengan menggunakan hadiah dan hukuman (Wiyatmi, 2011:11)

2.2.2 Fanatisme

Ismail (2008: 30) fanatisme terdiri atas beberapa bentuk, yaitu : 1.Fanatisme konsumen agama.

2. Fanatisme ideologi dan politik.

3. Fanatisme kesenangan, olahraga,etnik dan kesatuan.

Ismail (2008: 31) menyatakan suatu perilaku tidak terlepas dariciri yang menjadikan perilaku tersebut dapat disebut sebagai prilakufanatik, yaitu:


(35)

1. Adanya antusiasme atau semangat berlebihan yang tidakberdasarkan pada akal sehat melainkan pada emosi tidak terkendali.Ketiadaan akal sehat itu mudah membuat orang yang fanatik melakukan hal-halyang tidak proporsional, sehingga akhirnya melakukan hal-hal yangkurang waras.

2.Pendidikan yang berwawasan luas dapat menimbulkanbenih-benih sikap soldier, sebaliknya indoktrinasi yang kecil dapatmengakibatkan benih-benih fanatisme.

Indikator-indikator fanatisme sebagai berikut:

1. Fanatik organisasi, mengklaim yang paling benar dan yang lain salah.

2. Fanatik pada keyakinannya sendiri dengan tidak didukung rasa yang toleran dan hati yang lapang.

3. Fanatisme terhadap suatu pendapat tanpa mengakui adanya pendapat lain dan merasa benar sendiri atau tidak menghormati orang lain.

2.3Tinjauan Pustaka

Novel Garuda di Dadaku belum pernah diteliti secara serius. Oleh karena itu, penulis mencantumkan beberapa pendapat dan resensi tentang novel Garuda di Dadaku.Berikut adalah pendapat yang berhubungan dengan novel Garuda di Dadaku.

Sebuah resensi tentang novel Garuda di Dadakuyang ditulis oleh Sellyna Sihite dalam sebuah blog tahun 2012. Dikatakan bahwa novel garuda di Dadaku bagus, sangat motivasional dan mendidik. Selain itu, novel ini membangkitkan semangat nasionalisme bagi pembaca. Dilihat dari penggunaan bahasa, novel ini menggunakan bahasa yang informal dan mudah dipahami oleh pembaca. http://sellynadream.blogspot.com/2012/10/resensi-garuda-di-dadaku.html#

Sebuah blog mengatakan bahwa novel Garuda di Dadaku adalah novel yang menceritakan tokoh Bayu yang sangat tergila-gila terhadap sepak bola, bahkan ia ingin


(36)

menjadi seorang pemain sepak bola. Novel ini Garuda di Dadaku memberikan semangat bagi pembaca untuk mencapai cita-cita.

http://bheperfek.tumblr.com/post/2152331549/sinopsis-novel-garuda-di-dadaku

Sebuah blog yang ditulis oleh Edgawa mengatakan novel Garuda di Dadaku dapat meningkatkan motivasi para pesepak bola agar memajukan dunia sepak bola Indonesia. Selain itu, novel ini akan membangkitkan gairah dan emosi pembaca agar sepak bola nasional dapat maju seperti yang diimpikan dalam novel Garuda di Dadaku.

http://aifedogawa.blogspot.com/2009/11/resensi-novel-garuda-di-dadaku.html

Selain mengemukakan beberapa pendapat mengenai novel Garuda di Dadaku, berikut adalah beberapa tinjauan yang berhubungan dengan fanatisme.

Iqni Malfaid, Universitas Muhammadiyah Surakarta meneliti Fanatisme Suporter Sepak Bola Untuk Menanamkan Solidaritas Sosial. Tulisan ini meneliti fans fanatik sepak bola untuk menumbuhkan solidaritas sosial, dan membahas solusi yang menjadi kendala yang dialami para suporter sepak bola.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Aprilia Pradita Eka Putri S dari Universitas Katolik. Tulisan ini membahas hubungan konformitas dan fanatisme klub suporter sepak bola PSIS Semarang, tulisan ini dilakukan untuk melihat nilai positif dan negatif.


(37)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Karya sastra merupakan ungkapan atau hasil kreativitas pengarang yang mempergunakan media bahasa dan diabadikan untuk kepentingan estetis (keindahan). Di dalam karya sastra dapat ternuansakan suasana kejiwaan pengarang baik secara pikiran maupun suasana rasa, yang ditangkap dari gejala kejiwaan para tokoh dalam karya sastra tersebut. Seorang pengarang tidak hanya ingin mengekspresikan pengalaman jiwanya, melainkan secara implisit ia juga mendorong, mempengaruhi pembaca agar ikut memahami, menghayati, dan menyadari masalah serta ide yang diungkapkan dalam karyanya melalui tokoh yang dihadirkan.

Karya sastra merupakan sesuatu yang otonom, yaitu bercirikan suatu koherensi, yang memiliki keselarasan antara bentuk dan isi. Setiap isi berkaitan dengan suatu bentuk atau ungkapan tertentu. (Luxemburg, 1992:s5)

Karya sastra dapat berupa novel, puisi, cerpen, dan bermacam-macam kesusastraan daerah lainnya. Hakikat karya sastra adalah karya sastramempunyai misi tertentu yang menyangkut persoalan hidup dan kehidupan manusia.Demikian juga novel menceritakan kehidupan yang terjadi dalam masyarakat sepertimasalah sosial yang tercakup didalamnya masalah agama, adat istiadat, pendidikan,ekonomi, politik, dan lain-lain.

Dalam sebuah karya sastra, sering kali ditemukan fenomena-fenomena kejiwaan yang dapat dilihat melalui prilaku tokoh yang ada. Salah satu fenomena kejiwaan yang ada dalam karya sastra yaitu fanatisme. Fanatisme merupakan fenomena yang banyak ditemukan di dunia ini, sering ditunjukkan melalui sikap maupun tindakan yang mengagungkan sesuatu. Fanatisme menurut Karlina Supelli terjadi karena kecenderungan pemutlakan, yang mengarah


(38)

pada dogmatisasi (Supelli, 2011:21). Fanatisme adalah tindakan atau pemahaman yang menganggap bahwa keyakinannya sudah sahih , sehingga segala macam bentuk kritik yang ditujukan pada keyakinannnya adalah sesuatu yang tidak diperkenankan. Penolakan mereka (para fanatis itu) terhadap kritik tersebut bisa melahirkan tindakan-tindakan intoleran. Fenomena fanatisme pun tak bisa lepas dari prilaku menafsirkan. “Sejarah pernah bergeser dari zaman iman (the Age of Faith), ke zaman nalar (the Age of Reason), dan kini bergeser lagi ke zaman penafsiran (the Age of Interpretion), sehingga bahkan ’’tak ada fakta, hanya ada penafsiran” yang sebenarnya juga sebuah penafsiran” (Supelli, 2011:73).

Fenomena fanatisme dapat ditelaah melalui ilmu psikologi. Yaitu ilmu yang mempelajari kejiwaan seseorang.Di dalam ilmu psikologi seorang yang fanatis biasanya tidak mampu memahami apa yang ada di luar dirinya.

Menurut Sangidu (2004:30), psikologi sastra adalah suatu disiplin ilmu yang mengandung masalah-masalah psikologis dalam suatu karya sastra yang memuat peristiwa kehidupan manusia yang diperankan oleh tokoh-tokoh yang imajiner atau faktual yang ada di dalam karya sastra.

Kegemaran yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu tanpa disadari membentuk perilaku yang agresif, novel Garuda di Dadaku adalah salah satu novel yang memperlihatkan adanya kesukaan yang berlebihan terhadap sesuatu, novel ini menceritakan tentang kegilaan seseorang terhadap sepakbola, yaitu pada tokoh Bayu dan Heri. Mereka adalah sahabat baik yang seluruh kehidupannya terinspirasi dari sepakbola, kecintaan dan kegilaan mereka terhadap sepakbola membuat tokoh Bayu dan Heri merelakan segalanya demi mewujudkan impian sepakbola mereka. Kedua tokoh ini rela berkorban dan berbohong, bahkan melakukan hal-hal yang diluar jangkauan batas anak seusia mereka.

Kecintaan serta kegilaan tokoh Bayu dan Heri yang berlebihan terhadap sepakbola, secara implisit menimbulkan sikap yang mengarah pada fanatisme. Menurut Ismail (2008:


(39)

28) Sering kali terdengar kata fanatik atau fanatisme pada berita atau hal yang berhubungan dengan agama dan olahraga tetapi jarang yang mengetahui deskripsi secara jelas mengenai fanatik atau fanatisme. Jika ditelusuri lebih dalam, sebenarnya kata fanatisme berasal dari kata fanatik, yang dalam kamus bahasa Indonesia artinya adalah teramat kuat kepercayaan (keyakinan) terhadap ajaran (politik,agama, dsb).

Ismail (2008:30) fanatisme terdiri beberapa bentuk yaitu fanatisme konsumen agama, ideologi dan politik, kesenangan, olahraga, etnik dan kesatuan. Sikap fanatisme yang dimiliki tokoh Bayu dan Heri memberikan rasa ingin tahu peneliti untuk mendalami novel Garuda di

Dadaku. Prilaku yang tidak terkontrol dan keyakinan terhadap masa depan mereka ada pada

sepakbola yang ditunjukkan tokoh Bayu dan Heri membuat novel ini sangat menarik untuk diteliti.

Penelitian ini juga akan melihat dampak positif dan dampak negatif yang ditimbulkan dari perilaku fanatik yang dimiliki tokoh Bayu dan Heri, karena fanatisme terhadap dunia olahraga saat ini banyak menimbulkan kontroversi yang ditimbulkan karena adanya keragaman sikap dan prilaku yang berlebihan.

Kegilaan Bayu dan Heri terhadap sepakbola membuatnya sering berbohong kepada kakeknya. Segala hal yang dilakukannya tidak lain hanya untuk memuaskan kecintaannya terhadap sepakbola. Ketika Bayu disarankan les melukis dan bermain musik oleh kakeknya Bayu tidak tertarik, justru sebaliknya ia bolos bersama Heri mencari lokasi strategis untuk bermain sepakbola, ketika Bayu disuruh untuk tidur oleh kakeknya ia memainkan bola di dalam kamarnya.

Fanatisme ataupun sikap atraktif suporter sepak bola dapat dilihat dari atribut yang mereka gunakan (Soemanto, 2007:33).Heri merupakan teman akrab Bayu, obsesinya terhadap sepakbola membuat Heri sangat nyaman berteman dengan Bayu, namun Heri menderita lumpuh permanen. Oleh karena itu, untuk memuaskan hasrat terhadap sepakbola


(40)

Heri selalu mendukung segala tindakan yang berhubungan dengan sepakbola. Kegilaan Heri terhadap sepakbola terlihat dari wawasannya yang begitu luas, ia mengetahui seluk-beluk dunia sepakbola di usianya yang sangat muda, jika dilihat dari usianya mustahil bagi anak seusianya mengetahui dunia sepakbola secara mendalam. Seolah-olah ia sudah seperti seorang pengamat sepakbola profesional.

Melalui fenomena-fenomena yang telah diuraikan di atas, maka sikap fanatisme terhadap sepakbola pada tokoh Bayu dan Heri dalam novel Garuda di Dadaku perlu untuk diteliti

1.2Rumusan masalah

1. Bagaimana bentuk-bentuk perilaku fanatisme terhadap sepakbola yang terdapat dalam novel Garuda di Dadakupada tokoh Bayu dan Heri melalui teori psikologi sastra?

2. Bagaimana dampak positif dan dampaknegatif yang ditimbulkan dari perilaku fanatisme terhadap sepakbola pada tokoh Bayu dan Heri?

1.3Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi hanya pada bentuk perilaku fanatisme dan dampaknya yang terdapat dalam novel tokoh Bayu dan Heri dalam novel Garuda di Dadakupada tokoh Bayu dan Heri, pembatasan masalah dilakukan agar pembahasan tidak terlalu luas dan lebih terarah.

1.4Tujuan

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk:

a. Mendeskripsikanbentuk-bentuk perilaku fanatisme terhadap sepakbola tokoh Bayu dan Heri dalam novel Garuda di Dadaku.

b. Mendeskripsikan dampak positif dan dampak negatif yang ditimbulkan oleh sikap fanatisme terhadap sepakbola dalam novel Garuda di Dadaku menggunakan teori psikologi sastra.


(41)

1.5Manfaat

1.5.1 Manfaat Teoretis

a. Penelitian ini menambah pemahaman tentang bentuk perilaku fanatisme dan cara menganalisis unsur fanatisme menggunakan teori psikologi sastra.

b. Penelitian ini memberikan pengetahuan bahwa sikap fanatisme dapat menimbulkan dampak positif dan negatif.

1.5.2 Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat membantu pembaca untuk menikmati dan memahami novel Garuda di Dadaku.

b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan bagi peneliti yang akan membahas masalah dari sudut pandang yang lain.


(42)

FANATISME TERHADAP SEPAK BOLA PADA TOKOH BAYU DAN HERI DALAM NOVEL GARUDA DI DADAKU KARYA SALMAN ARISTO:

ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA

Ahmad Dermawan Hasibuan Fakultas Ilmu Budaya USU

ABSTRAK

Fanatisme merupakan fenomena kejiwaan seseorang yang memiliki agresivitas serta antusiasme yang berlebihan terhadap suatu hal. Psikologi sastra berperan penting untuk menganalisis perilaku fanatisme. Dalam novel Garuda Di Dadaku dapat dilihat adanya kecintaan yang berlebihan terhadap sepak bola. Rasa kecintaan ini mengarah pada prilaku fanatisme. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah prilaku fanatisme pada tokoh Bayu dan Heri dalam novel Garuda DiDadakubeserta dampaknya. Dalam struktur kepribadian yang dikemukakan Freud, fanatisme termasuk ke dalam lapis

idkarena id berkaitan dengan insting agresif manusia yang membutuhkan pemenuhan

dengan segera, tanpa memperhatikan lingkungan dan realitas yang ada. Ciri yang menunjukkan perilaku fanatik pada suatu individu dan kelompok yaitu adanya rasa antusiasme dan agresifitas yang tinggi dalam menanggapi suatu hal, melakukan hal-hal yang kurang proporsional untuk memuaskan rasa cintanya terhadap suatu hal-hal atau pemikiran yang diyakininya. Dari hasil analisis yang dilakukan, tokoh Bayu dan Heri memiliki perilaku fanatisme terhadap sepak bola. Perilaku tersebut dapat dilihat melalui perbuatan dan pemikiran kedua tokoh tersebut. Perilaku fanatisme terhadap sepak bola tokoh Bayu dan Heri juga menimbulkan dampak positif dan dampak negatif.


(43)

FANATISME TERHADAP SEPAK BOLA PADA TOKOH BAYU DAN

HERI DALAM NOVEL GARUDA DI DADAKU KARYA SALMAN

ARISTO: ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA

SKRIPSI

AHMAD DERMAWAN HASIBUAN 110701036

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016


(44)

(45)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernahdiajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Maret 2016 Penulis,


(46)

FANATISME TERHADAP SEPAK BOLA PADA TOKOH BAYU DAN HERI DALAM NOVEL GARUDA DI DADAKU KARYA SALMAN ARISTO:

ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA

Ahmad Dermawan Hasibuan Fakultas Ilmu Budaya USU

ABSTRAK

Fanatisme merupakan fenomena kejiwaan seseorang yang memiliki agresivitas serta antusiasme yang berlebihan terhadap suatu hal. Psikologi sastra berperan penting untuk menganalisis perilaku fanatisme. Dalam novel Garuda Di Dadaku dapat dilihat adanya kecintaan yang berlebihan terhadap sepak bola. Rasa kecintaan ini mengarah pada prilaku fanatisme. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah prilaku fanatisme pada tokoh Bayu dan Heri dalam novel Garuda DiDadakubeserta dampaknya. Dalam struktur kepribadian yang dikemukakan Freud, fanatisme termasuk ke dalam lapis

idkarena id berkaitan dengan insting agresif manusia yang membutuhkan pemenuhan

dengan segera, tanpa memperhatikan lingkungan dan realitas yang ada. Ciri yang menunjukkan perilaku fanatik pada suatu individu dan kelompok yaitu adanya rasa antusiasme dan agresifitas yang tinggi dalam menanggapi suatu hal, melakukan hal-hal yang kurang proporsional untuk memuaskan rasa cintanya terhadap suatu hal-hal atau pemikiran yang diyakininya. Dari hasil analisis yang dilakukan, tokoh Bayu dan Heri memiliki perilaku fanatisme terhadap sepak bola. Perilaku tersebut dapat dilihat melalui perbuatan dan pemikiran kedua tokoh tersebut. Perilaku fanatisme terhadap sepak bola tokoh Bayu dan Heri juga menimbulkan dampak positif dan dampak negatif.


(47)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat dan rahmat-Nya. Karena dengan izinnya penulis mampu menjalani proses yang panjang untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Banyak pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini, maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1.Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Bapak Dr. M. Husnan Lubis, M.A. sebagai pembantu dekan I, Bapak Drs. Syamsul

Tarigan sebagai pembantu dekan II, dan Bapak Drs. Yuddi Adrian Mulia, M.A. sebagai pembantu dekan IIIdi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. IkhwanuddinNasution, M.Si., sebagai ketua Departemen Sastra Indonesiadan. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P., sebagai sekretaris Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum., sebagai dosen pembimbing I yang telah memberikan dukungan dan arahan dari awal penulis menentukan judul hingga penyelesaian skripsi ini, serta membimbing penulis tanpa batasan waktu sehingga penulis tidak mengalami kendala dalam penulisan skripsi ini. Ibu Dra.Keristiana, M.Hum., sebagai pembimbing II telah memberikan nasehat dan gagasan untuk menyempurnakan skripsi ini.

4. Drs. Hariadi Susilo, M.A., sebagai pembimbing akademik yang memberikanilmu dan pengarahan kepada penulis selama perkuliahan.

5. Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu BudayaUniversitas Sumatera Utara yang banyak memberikan ilmu bermanfaat kepada penulis.


(48)

6. Bapak Slamet yang banyak membantu penulis mengurus keperluan administrasi.

7. Kepada kedua orang tua yang sangat penulis sayangi, Ayahanda H. R. Effendi Hsb dan Ibunda Hj. Darmawati yang selalu mendoakan dan merestui penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

Terima kasih atas motivasi dan dukungan kepada penulis sehingga penulis menjadi anak yang mandiri.

8. Begitu juga untuk kedua saudara penulis drh. Suheri Hsb dan Zulham Hsb, S.T, yang terus mendukung penulis agar segera lulus.

9. Ririn Handayani yang banyak meluangkan waktu menemani penulis mencari buku refrensi dan mebantu kelancaran dalam penulisan skripsi ini, serta memberikan semangat dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

10. Terimakasih untuk teman-teman seperjuangan penulis stambuk 011 dan anggota Koridor Sastra yaitu Aga, Baim, Doni, Fajar, Jefri, Johandi, Nasir, Novra, Nueng, Rano, Yayuk, Yosafat, Yudi

11. Stambuk 2011 tanpa terkecuali yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, terima kasih sudah memberikan banyak kenangan.

12. Untuk Senior yang selalu membagi pengalaman guna menambah bekal penulis dalam penulisan skripsi dan junior stambuk 2013 yang selalu menyemangati dan menanyakan perkembangan skripsi.

Penulis menyadari penelitian ini belum sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapakan kritik dan saran yang membangun untuk hasil penelitian yang lebih baik. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.


(49)

Medan, Maret 2016

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………

LEMBAR PENGESAHAN ……….i

PERNYATAAN ……… ii

ABSTRAK………... iii

PRAKATA………. iv

DAFTAR ISI……….. vi

BAB I PENDAHULUAN….………... 1

1.1 Latar Belakang………... 1

1.2 Rumusan Masalah………. 5

1.3 Batasan Masalah……… 5

1.4 Tujuan……… 5

1.5 Manfaat………. 5

1.5.1 Manfaat Teoretis……… 5

1.5.2 Manfaat Praktis………..………... 6

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1 Konsep………... 7

2.1.1 Novel………... 7

2.1.2 Fanatisme……….……... 7

2.1.3 Tokoh………...7

2.1.4 Sepak Bola………...8

2.2 Landasan Teori………...8

2.2.1 Psikologi Sastra………...8

2.2.2 Fanatisme……….... 9

2.3 Tinjauan Pustaka……….………..……. 9

BAB III METODE PENELITIAN……… 12

3.1 Sumber Data……… 12

3.2 Teknik Pengumpulan Data……….. 13

3.3 Teknik Analisis Data………... 14

BAB IV PEMBAHASAN………... 15


(50)

dan Heri dalam Novel Garuda di Dadaku.……….. 15

4.1.1 Perilaku Fanatisme Berdasarkan Perbuatan……….. 17

4.1.2 Perilaku Fanatisme Berdasarkan Pemikiran dan Suasana Kejiwaan……… 27

4.2 Dampak Perilaku Fanatisme terhadap Sepak Bola pada Tokoh Bayu dan Heri……….. 29

4.2.1 Dampak Positif………. 30

4.2.2 Dampak Negatif……… 34

BAB V SIMPULAN DAN SARAN………..41

5.1 Simpulan………... 41

5.2 Saran………... 42

DAFTAR PUSTAKA………. 43

LAMPIRAN... 44

I. Sinopsis……….. 44


(1)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernahdiajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Maret 2016 Penulis,


(2)

FANATISME TERHADAP SEPAK BOLA PADA TOKOH BAYU DAN HERI DALAM NOVEL GARUDA DI DADAKU KARYA SALMAN ARISTO:

ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA

Ahmad Dermawan Hasibuan Fakultas Ilmu Budaya USU

ABSTRAK

Fanatisme merupakan fenomena kejiwaan seseorang yang memiliki agresivitas serta antusiasme yang berlebihan terhadap suatu hal. Psikologi sastra berperan penting untuk menganalisis perilaku fanatisme. Dalam novel Garuda Di Dadaku dapat dilihat adanya kecintaan yang berlebihan terhadap sepak bola. Rasa kecintaan ini mengarah pada prilaku fanatisme. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah prilaku fanatisme pada tokoh Bayu dan Heri dalam novel Garuda DiDadakubeserta dampaknya. Dalam struktur kepribadian yang dikemukakan Freud, fanatisme termasuk ke dalam lapis idkarena id berkaitan dengan insting agresif manusia yang membutuhkan pemenuhan dengan segera, tanpa memperhatikan lingkungan dan realitas yang ada. Ciri yang menunjukkan perilaku fanatik pada suatu individu dan kelompok yaitu adanya rasa antusiasme dan agresifitas yang tinggi dalam menanggapi suatu hal, melakukan hal-hal yang kurang proporsional untuk memuaskan rasa cintanya terhadap suatu hal-hal atau pemikiran yang diyakininya. Dari hasil analisis yang dilakukan, tokoh Bayu dan Heri memiliki perilaku fanatisme terhadap sepak bola. Perilaku tersebut dapat dilihat melalui perbuatan dan pemikiran kedua tokoh tersebut. Perilaku fanatisme terhadap sepak bola tokoh Bayu dan Heri juga menimbulkan dampak positif dan dampak negatif.


(3)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat dan rahmat-Nya. Karena dengan izinnya penulis mampu menjalani proses yang panjang untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Banyak pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini, maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1.Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Bapak Dr. M. Husnan Lubis, M.A. sebagai pembantu dekan I, Bapak Drs. Syamsul

Tarigan sebagai pembantu dekan II, dan Bapak Drs. Yuddi Adrian Mulia, M.A. sebagai pembantu dekan IIIdi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. IkhwanuddinNasution, M.Si., sebagai ketua Departemen Sastra Indonesiadan. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P., sebagai sekretaris Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum., sebagai dosen pembimbing I yang telah memberikan dukungan dan arahan dari awal penulis menentukan judul hingga penyelesaian skripsi ini, serta membimbing penulis tanpa batasan waktu sehingga penulis tidak mengalami kendala dalam penulisan skripsi ini. Ibu Dra.Keristiana, M.Hum., sebagai pembimbing II telah memberikan nasehat dan gagasan untuk menyempurnakan skripsi ini.

4. Drs. Hariadi Susilo, M.A., sebagai pembimbing akademik yang memberikanilmu dan pengarahan kepada penulis selama perkuliahan.

5. Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu BudayaUniversitas Sumatera Utara yang banyak memberikan ilmu bermanfaat kepada


(4)

6. Bapak Slamet yang banyak membantu penulis mengurus keperluan administrasi.

7. Kepada kedua orang tua yang sangat penulis sayangi, Ayahanda H. R. Effendi Hsb dan Ibunda Hj. Darmawati yang selalu mendoakan dan merestui penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

Terima kasih atas motivasi dan dukungan kepada penulis sehingga penulis menjadi anak yang mandiri.

8. Begitu juga untuk kedua saudara penulis drh. Suheri Hsb dan Zulham Hsb, S.T, yang terus mendukung penulis agar segera lulus.

9. Ririn Handayani yang banyak meluangkan waktu menemani penulis mencari buku refrensi dan mebantu kelancaran dalam penulisan skripsi ini, serta memberikan semangat dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

10. Terimakasih untuk teman-teman seperjuangan penulis stambuk 011 dan anggota Koridor Sastra yaitu Aga, Baim, Doni, Fajar, Jefri, Johandi, Nasir, Novra, Nueng, Rano, Yayuk, Yosafat, Yudi

11. Stambuk 2011 tanpa terkecuali yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, terima kasih sudah memberikan banyak kenangan.

12. Untuk Senior yang selalu membagi pengalaman guna menambah bekal penulis dalam penulisan skripsi dan junior stambuk 2013 yang selalu menyemangati dan menanyakan perkembangan skripsi.

Penulis menyadari penelitian ini belum sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapakan kritik dan saran yang membangun untuk hasil penelitian yang lebih baik. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.


(5)

Medan, Maret 2016

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………

LEMBAR PENGESAHAN ……….i

PERNYATAAN ……… ii

ABSTRAK………... iii

PRAKATA………. iv

DAFTAR ISI……….. vi

BAB I PENDAHULUAN….………... 1

1.1 Latar Belakang………... 1

1.2 Rumusan Masalah………. 5

1.3 Batasan Masalah……… 5

1.4 Tujuan……… 5

1.5 Manfaat………. 5

1.5.1 Manfaat Teoretis……… 5

1.5.2 Manfaat Praktis………..………... 6

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1 Konsep………... 7

2.1.1 Novel………... 7

2.1.2 Fanatisme……….……... 7

2.1.3 Tokoh………...7

2.1.4 Sepak Bola………...8

2.2 Landasan Teori………...8

2.2.1 Psikologi Sastra………...8

2.2.2 Fanatisme……….... 9

2.3 Tinjauan Pustaka……….………..……. 9

BAB III METODE PENELITIAN……… 12

3.1 Sumber Data……… 12

3.2 Teknik Pengumpulan Data……….. 13

3.3 Teknik Analisis Data………... 14


(6)

dan Heri dalam Novel Garuda di Dadaku.……….. 15

4.1.1 Perilaku Fanatisme Berdasarkan Perbuatan……….. 17

4.1.2 Perilaku Fanatisme Berdasarkan Pemikiran dan Suasana Kejiwaan……… 27

4.2 Dampak Perilaku Fanatisme terhadap Sepak Bola pada Tokoh Bayu dan Heri……….. 29

4.2.1 Dampak Positif………. 30

4.2.2 Dampak Negatif……… 34

BAB V SIMPULAN DAN SARAN………..41

5.1 Simpulan………... 41

5.2 Saran………... 42

DAFTAR PUSTAKA………. 43

LAMPIRAN... 44

I. Sinopsis……….. 44