Kajian Yuridis Terhadap Perjanjian Antara Agen Pemasaran Perusahaan Properti Dan Pemilik Rumah (Studi Pada PT.Bursa Properti Medan)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A.Buku :

Amir, Supriyadi.2014. Menjadi Milyader Dari BisnisProperti.LaskarAksara: Jakarta

Ashshofa, Burlan.1996. Metode Penelitian Hukum. Rineka Cipta: Jakarta

Bahrulzaman, Mariam Darus. 1980. Perjanjian Baku (Standard), Perkembangannya di Indonesia. Alumni: Bandung

__________, _________.1999. Kumpulan Pidato Pengukuhan, Alumni:Bandung __________, _________. 2014. Aneka Hukum Bisnis. Alumni: Bandung

Darmawan, Dadan. 2009. 75 Tanya Jawab Jual Beli Properti. Visi Media: Jakrta Darus, Mariam, dkk. 2011. Kompilasi Hukum Perikatan. Citra Aditia Bakti:

Bandung

Hernoko, Agus Yuda. Hukum Perjanjian Asas Proporsional dalam Kontrak

Komersial. Prenada Media Group: Jakarta

HS., Salim. 2004. Perkembangan Hukum Kontrak Innominat di Indonesia Buku

Ke-I. Sinar Grafika: Jakarta

___, _____. 2003. Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Sinar Grafika: Jakarta

HS., Salim dan Erlies S. N. 2014. Perkembangan Hukum Kontrak Innominat di

Indonesia Buku Ke-II. Sinar Grafika: Jakarta

Kansil, C.S.T.2004. Modul Hukum Perdata Termasuk Asas-Asas Hukum

Perdata.Pradnya Paramita:Jakarta

Kamisa. 1997. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Kartika

Lubis, Muhammad Yamin dan Abdul Rahim Lubis. 2013. Kepemilikan Properti

di Indonesia. Mandar Maju: Bandung

Meliala, Djaja S.2008. Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan


(2)

Mertokusumo. Sudikno. 2013. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Liberty: Yoygakarta

Miru, Ahmadi. 2011. Hukum Kontrak Perancangan Kontrak. Raja Grafindo Persada: Jakarta

Muhammad, Abdul Khadir. 2010. Hukum Perdata Indonesia. Citra Aditia Bakti: Bandung

Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. 2003. Perikatan yang Lahir dari

Perjanjian. Raja Grafindo Persada: Jakarta

Mujtaba, Saifudin. 2007. Masailul Fikiyah. Rousyan Fiar: Jombang

Santiago, Faisal. 2012. Pengantar Hukum Bisnis. Mitra Wacana Media: Jakarta Santoso, Budi. 2015. Keagenan (Agency). Ghalia Indonesia:Bogor

Saliman, Abdul Rasyid. 2005. Hukum Bisnis untuk Perusahaan, Teori dan Contoh

Kasus. Prenanda Media: Jakarta

Satrio, J. 1992. Hukum Perjanjian. Citra Aditya Bakti: Bandung Sidrata. 2000. Hukum Perlindungan Konsumen. Grasindo: Jakarta

Simatupang, Richard Burton. 2007. Aspek Hukum dalam Bisnis. Rineka Cipta: Jakarta

S.K, Selina Tri. 2008. Hukum Perlindungan Konsumen. Sinar Grafika: Jakarta Soekanto, Soerjono.2006. Pengantar Penelitian Hukum.UI Press:Jakarta

_______, _______ dan Sri Mamudji.2009. Penelitian Hukum Normatif:Suatu

Tinjauan Singkat. Rajagrafindo Persada:Jakarta

Soheh, Achmad. 2012. Cara Jitu untuk Kaya dengan Bisnis Properti. Buana Ilmu Populer: Jakarta

Subekti, R. 1999. Hukum Perjanjian. Pembimbing Masa: Jakarta

Sunggono, Bambang. 2007. Metode Penelitian Hukum. Raja Grafindo: Jakarta Susilo, Agus Pranoto. 2015. Broker Preneurship. FlashBook: Jogyakarta


(3)

Syahrani, Riduan.2006.Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata.

Alumni:Bandung

Triwulantuti, Titik. 2010. Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional. Kencana: Jakarta

Zainudin. 2009. Metode Penelitian Hukum. Sinar Grafika Persada: Jakarta Zudih, Masfud Masjfuk. 1997. Masailul Fikiyah. Masagung : Jakarta

B.Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD RI 1945) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 11/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Agen dan Distributor Barang dan/atau Jasa

Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 33/M/-DAG/PER/8/2008 Tentang Perusahaan Perantara Perdagangan Properti

C.SUMBER LAIN

Rei.Or.Id, “Bisnis Properti Tumbuh 30 Persen”, http://rei.or.id/liputan-57-bisnis properti tumbuh 30persen

Kompas.com, Apa itu “listing”Properti,http://properti.kompas.com/read/2012/05/08/121 01191/Apa itu Listing.Properti

Hondius. 1978. Syarat-syarat Baku dalam Hukum Kontrak, Artikel dalam Kompendium Hukum Belanda,Gravenhage


(4)

BAB III

KAJIAN UMUM TENTANG AGEN PEMASARAN PROPERTI

A. Pengertian Agen

Sebelum membahas pengertian agen pemasaran properti ada baiknya, harus mengetahui apa itu sebenarnya agen. Pengertian Agen menurut Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 11/M-DAG/PER/3/2006 tentang ketentuan dan tata cara penerbitan surat tanda pendaftaran agen dan distributor barang dan/atau jasa adalah perusahaan perdagangan nasional yang bertindak sebagai perantara untuk dan atas nama principal berdasarkan perjanjian untuk melakukan pemasaran tanpa melakukan pemindahan hak atas fisik barang dan/atau jasa yang dimiliki/dikuasai oleh principal yang menunjuknya. Agen adalah pihak yang menjual barang dan jasa untuk dan atas nama prinsipal. Pendapatan yang diterima adalah hasil dari barang-barang atau jasa yang dijual kepada konsumen yang berupa komisi dari hasil penjualan.51 Ada juga yang mengartikan agen itu adalah suatu hubungan hukum dimana seseorang/ pihak agen diberi kuasa bertindak untuk dan atas nama orang/ pihak principal untuk melaksanakan transaksi bisnis dengan pihak lain.52 Jadi, agen didalam melakukan transaksi atau membuat perjanjian dengan pihak ketiga untuk dan atas nama

principal, atas perbuatannya itu ia mendapat imbalan. Fungsi agen adalah

51

Mariam Darus Badrulzaman (4),Aneka Hukum Bisnis,Alumni,Bandung,2014,hal. 31.

52

Richard Burton Simatupang,,Aspek Hukum Dalam Bisnis,Rineka Cipta,Jakarta,2007, hal. 53.


(5)

perantara yang menjual barang/ jasa untuk dan atas nama principal.53 Peraturan mengenai agen diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI No.11/M-DAG/PER/3/2006 tentang ketentuan dan tata cara penerbitan surat tanda pendaftaran agen atau distributor barang dan atau jasa.

Pada pelaksanaan jual beli, ada kalanya pihak penjual dan pembeli melakukan jual beli melalui pihak ketiga yang biasa dikenal dengan pedagang perantara. Dalam praktik perdagangan dikenal beberapa bentuk hukum pedagang perantara, seperti agen, akan tetapi ada juga yang menyamakannya dengan makelar dan komisioner, yang sebenarnya terdapat perbedaan. Agen meskipun tidak ada pengaturannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, beberapa pakar hukum mendefenisikan sebagai orang yang melayani beberapa pengusaha sebagai perantara dengan pihak ketiga, mempunyai hubungan tetap dengan pengusaha dan mewakilinya untuk mengadakan dan selanjutnya melaksanakan perjanjian dengan pihak ketiga. Hubungan agen dengan pengusaha itu tidak bersifat pelayanan berkala dan juga tidak bersifat perburuhan. Sebab, hubungan tetap bukan sifat dari pelayanan berkala dan hubungan sama tinggi sama rendah bukan hubungan perburuhan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sifat hubungan antara agen dan pengusaha adalah pemberian kuasa. Perusahaan dari agen itu disebut agentuur sedangkan persetujuan antara agen perniagaan dengan

principalnya dinamakan agentuur contract. Prinsipal adalah pengusaha yang

diwakili oleh agen dalam melakukan perhubungan dengan pihak ketiga. Seorang agen selain bertindak atas nama sendiri juga bertindak atas nama pengusaha yang

53


(6)

diwakilinya dan menerima provisi atas perantaraan yang diadakan bagi prinsipal itu.

Makelar dalam KUHD dibagi dua macam yaitu:

1. Makelar sebagai profesi, yakni pedagang perantara yang diangkat oleh Presiden atau penguasa yang oleh Presiden dinytakan berwenang untuk itu. Dalam menyelenggarakan perusahaannya seperti yang dimaksud dalam Pasal 64 KUHD akan mendapat upah atau fee atas amanat dan atas nama orang-orang lain yang dengan mereka tidak terdapat hubungan kerja tetap (Pasal 62 KUHD).

2. Makelar lepas, yakni tindakan para pedagang perantara yang tidak diangkat oleh Presiden atau penguasa yang berwenang yang tidak melahirkan akibat hukum yang lebih daripada akibat yang ditimbulkan dari tiap-tiap persetujuan pemberian kuasa (Pasal63 KUHD).

Berdasarkan Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, makelar memiliki arti sebagai

“perantara jual beli barang”54

. Selain itu, menurut Zuhdi, “kata makelar berasal dari bahasa Arab, yaitu samsarah, yang berarti perantara perdagangan atau perantara antara penjual dan pembeli untuk memudahkan kegiatan jual-beli”.55

Secara lebih luas, Mujtaba mendefinisikan “makelar sebagai pedagang perantara

yang bertugas menjualkan barang orang lain dengan mengambil upah atau

mencari keuntungan sendiri tanpa menanggung risiko”.56

Jadi dapat disimpulkan makelar adalah penengah antara penjual dan pembeli untuk memudahkan terlaksananya kegiatan jual beli, di mana kedua belah pihak mendapatkan manfaat, di mana makelar memperoleh uang jasa dari hasil pekerjaannya sebagai

54

Kamisa, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia,Kartika,Surabaya,1997,hal. 352.

55

Masjfuk Zuhdi, Masailul Fiqhiyah, Masagung,Jakarta,1997,hal.121 56


(7)

perantara. Demikian juga, orang yang memerlukan jasa makelar mendapatkan kemudahan karena keperluannya (jual beli) ditangani oleh orang yang mengerti betul dalam bidangnya.

Komisioner menurut Pasal 76 KUHD adalah orang yang menjalankan perusahaan dengan membuat perjanjian atas namanya sendiri, mendapat provisi atas perintah dan pembiayaan orang lain. Orang yang memberi perintah disebut komiten. Komisioner tidak ada syarat pengangkatan resmi sebagaimana halnya dengan makelar.

B. Perjanjian Keagenan

Perjanjian keagenan merupakan perjanjian tidak bernama yang tidak terdapat dalam KUH Perdata. Namun dasar hukum perjanjian ini berdasarkan kebebasan berkontrak, yakni pada Pasal 1338 KUH Perdata dan sepanjang memenuhi mengenai syarat sahnya kontrak (Pasal 1320 KUH Perdata). Perjanjian tidak bernama diatur dalam Pasal 1319 KUH Perdata menyebutkan bahwa

“semua perjanjian, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak

terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum”. Dengan berjalannya waktu perjanjian keagenan sekarang telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 11/M-DAG/PER/3/2006 tentang ketentuan dan tata cara penerbitan surat tanda pendaftaran agen dan distributor barang dan/atau jasa.57

Usaha dalam bidang keagenan adalah jasa perantara untuk melakukan transaksi bisnis tertentu yang menghubungkan pelaku usaha yang satu dengan

57


(8)

yang lain atau yang menghubungkan pelaku usaha dengan konsumen di pihak yang lain. Perjanjian keagenan adalah perjanjian tidak bernama. Pihak-pihak dalam perjanjian keagenan adalah pihak yang memberi perintah disebut principal, sedangkan pihak yang diminta untuk melakukan perbuatan hukum disebut agen. Hubungan principal dengan agen pada prinsipnya didasarkan pada suatu kesepakatan, yaitu agen setuju melakukan perbuatan hukum bagi principal dan pada sisi lain principal setuju atas perbuatan hukum tersebut, sehingga dengan adanya kesepakatan tersebut, maka tanggung jawab atas perbuatan hukum yang dilkaukan oleh agen dibebankan pada principal.

Perjanjian Keagenan dapat terjadi melalui beberapa cara, yaitu melalui: 1. Keagenan melalui penetapan (Appointment)

Keagenan melalui penetapan artinya terdapatnya seseorang yang ditunjuk dan ditetapkan untuk melakukan perbuatan untuk dan atas nama orang lain. Dalam beberapa hal, terjadinya keagenan melalui penetapan dilakukan secara lisan, namun dalam beberapa hal haruslah dilakukan dengan cara tertentu, harus dilakukan secara tertulis apabila berkaitan dengan kepentingan-kepentingan yang berkaitan dengan persoalan tanah. Keagenan yang memberikan kewenangan pada seseorang dan dituangkan dalam perjanjian tertulis sering disebut dengan istilah power allorney. 2. Keagenan melalui perbuatan (conduct)

Keagenan melalui perbuatan dapat terjadi melalui dua cara, yaitu melalui dua cara, yaitu melalui perbuatan principal sebagai agen dan perbuatan

principal sebagai pihak ketiga. Perbuatan atau tindakan principal sebagai


(9)

keagenan dengan dicapainya persetujuan para pihak, maka setiap tindakan

principal termasuk didalamnya kata-kata, yang menjadikan orang

mempercayai bahwa principal menyetujuai pada tindakan seseorang sebagai seorang agen untuk kepentingan principal telah cukup untuk menciptakan terjadinya keagenan. Seperti halnya bila principal tahu dan tidak ada keberatan atas tindakan yang dilakukan orang lain, memberikan izin pihak lain bertindak selaku agen, oleh karenannya hukum menganggap telah diberikannya authorisasi pada agen, lebih dari itu

principal tidak diperkenankan untuk menolak bertanggung jawab tindakan

agen tersebut. Perbuatan principal sebagai pihak ketiga kemungkinan juga dapat menyebabkan pihak ketiga percaya bahwa agen telah diberikan

authority dari principal.

3. Keagenan melalui ratifikasi (Ratification)

Agen kemungkinan melakukan tindakan yang sebenanrnya termasuk tindakan yang diluar kewenangan yang diberikan oleh principalnya, atau bias terjadi seorang yang bukan agen yang diberikan kewenangan oleh

principal, justru melakukan tindakan atau perbuatan seperti halnya agen.

Pada situasi seperti ini, principal dihadapkan pada dua pilihan, yaitu menolak tindakan tersebut atau menyetujuinya. Apabila principal menyetujuinya maka terjadilah keagenan dengan ratifikasi. Umunya, perbuatan atau tindakan di luar kewenagnan yang diberikan principal boleh jadi dilakukan ratifikasi oleh principal.


(10)

Aturan yang menjadi dasar dalam keagenan menentukan bahwa agen tanpa kewenangan tertentu yang diberikan oleh prinsipalnya tidak dapat mengikat principal apabila ia melakukan tindakan tertentu. Akan tetapi, jika principal salah menduga terhadap suatu hal tertentu dan mengira bahwa agen mempunyai kewenangan untuk itu, maka principal akan terikat dengan tindakan yang dilakukan agennya. Agen yang tercipta melalui mekanisme ini disebut dengan agency by estoppel. Principal yang salah duga tersebut tidak dapat membela diri dengan berdalih bahwa agen tidak cukup diberikan kewenangan untuk itu. Dengan kata lain, principal tidak dapat menghentikan atau mencegah pernyataan yang didasarkan pada fakta-fakta nyata.

5. Agency by Necessity

Ketentuan hukum kadang menganggap bahwa hubungan keagenan eksisi ketika suatu keadaan menampakkan atau menimbulkan asumsi sesuatu yang wajar dan adil. Keagenan yang terjadi karena hal tersebut disebut dengan agency by necessity. Walaupun principal tidak memberikan persetujuan pada perjanjian keagenan, hal ini muncul pada saat urgent dan dalam keadaan darurat.58

Dalam Pasal 21 Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 11/M-DAG/PER/3/2006 disebutkan mengenai aturan perjanjian keagenan sebagai berikut:

a. Perikatan antara principal dengan agen, agen tunggal, distributor, distributor tunggal barang dan jasa produksi luar negeri harus berbentuk

58


(11)

perjanjian yang dilegalisir notary public dan surat keterangan dari Atase Perdagangan Republik Indonesia atau Pejabat Kantor Perwakilan Republik Indonesia di Negara principal.

b. Perikatan antara principal dengan agen, agen tunggal, distributor, distributor tunggal barang dan atau jasa produksi luar negeri harus berbentuk perjanjian yang dilegalisir notaris.

c. Principal dapat membuat perjanjian hanya dengan satu agen tunggal atau

distributor tunggal untuk jenis barang dan atau jasa yang sama dari suatu merek di wilayah pemasaran tertentu untuk jangka waktu tertentu.

d. Principal dapat membuat perjanjian dengan satu atau lebih agen atau

distributor untuk jenis barang dan atau jasa yang sama dari suatu merek di wilayah pemasaran tertentu di luar wilayah pemasaran agen tunggal atau distributor tunggal.

e. Dalam hal principal membuat perjanjian lebih dari satu agen atau distributor sebagaimana dimaksud pada ayat (4), principal wajib menyebut nama-nama agen atau distributor yang telah ditunjuk.

f. Apabila terdapat perjanjian lebih dari satu agen tunggal atau distributor tunggal oleh principal untuk jenis barang dan atau jasa yang sama dari suatu merek dalam wilayah pemasaran tertentu, maka STP diberikan kepada pemohon pertama.

g. Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling sedikit memuat:

1) Nama dan alamat lengkap pihak-pihak yang membuat perjanjian; 2) Maksud dan tujuan perjanjian;


(12)

3) Status keagenan atau kedistributoran;

4) Jenis barang dan atau jasa yang diperjanjikan; 5) Wilayah pemasaran;

6) Hak dan kewajiban masing-masing pihak; 7) Kewenangan;

8) Jangka waktu perjanjian;

9) Cara-cara pengakhiran perjanjian; 10)Cara-cara penyelesaian perjanjian; 11)Hukum yang dipergunakan; 12)Tenggang waktu penyelesaian.

Setiap perjanjian yang ditulis dalam bahasa asing maka wajib diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh penterjemah tersumpah. Dalam ketentuan Pasal 22 disebutkan mengenai pengakhiran perjanjian, bahwa perjanjian keagenan yang masih berlaku dapat berakhir atas dasar persetujuan dari kedua belah pihak sesuai dengan kesepakatan dan ketentuan hukum yang berlaku.59

C. Dasar Hukum Keagenan

Dasar hukum keagenan sebenarnya telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 11/M-DAG/PER/3/2006 tentang ketentuan dan tata cara penerbitan surat tanda pendaftaran agen dan distributor barang dan/atau jasa. Akan tetapi dalam keagenan juga terdapat banyak cabangnya, seperti adanya agen pemasaran properti ini yang dimana pengaturan hukumnya diatur dalam Peraturan

59


(13)

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 33/M-DAG/PER/8/2008 tentang perusahaan perantara perdagangan properti.

D. Pengertian Agen Pemasaran Properti

Pengertian agen pemasaran properti ini sama dengan perantara perdagangan properti, yang dimana ada diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 33/M-DAG/PER/8/2008 tentang perusahaan perantara perdagangan properti, pada Pasal 1 angka 3 yang berbunyi

“Perantara perdagangan properti yang selanjutnya disebut tenaga ahli adalah

seseorang yang memiliki keahlian khusus di bidang properti yang dibuktikan

dengan sertifikat yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi yang terakreditasi”.

Pada saat membahas bisnis properti, berarti berbicara mengenai aktivitas apa saja yang dilakukan seputar properti itu dan siapa saja pelaku yang terlibat di dalamnya. Pelaku langsung dalam bisnis ini adalah pemiliki properti, peminat(pembeli) properti, agen properti, dan bank (kreditor). Status agen properti dan bank dalam hal ini merupakan pihak ketiga yang membantu kelancaran aktivitas properti antara pemilik dan pembeli properti.60

Dalam dua dekade belakangan ini, perkembangan bisnis kantor agen properti sangat pesat, baik lokal maupun nasional yang bekerja sama dengan asing melalui sistem waralaba. Dalam hal ini, cara kerja agen properti mulai ditata secara professional, pada tanggal 17 november 1992 dibentuk sebuah organisasi yang mewadahi para agaen properti (broker properti) yang berlabel Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI) yang sampai saat ini telah menghimpun lebih

60

Supriyadi Amir, Menjadi Miliader dari Bisnis Properti, Laskar Aksara,Jakarta,2014,hal.121.


(14)

dari 80 perusahaan agen properti formal. Keberadaan AREBI sebenarnya banyak memberikan manfaat kepada masyarakat, pengembang/pemilik properti, pemerintah dan sesama anggota agen properti. Juga dengan lahirnya Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 33/M-DAG/PER/8/2008 tentang perusahaan perantara perdagangan properti yang menjadi dasar dari perusahaan agen properti. Agen properti/ broker dapat berupa jasa perseorangan, dimana seperti memasarkan properti perorangan ataupun korporasi/perusahaan dengan metode kerja dan target pasar yang berlainan. Pada dasarnya yang dijual pihak agen properti/broker adalah jasa konsultasi, negosiasi, sampai pada rencana penjualan yang dibutuhkan agar terjadi transaksi sesuai yang diharapkan oleh kedua belah pihak, baik penjual maupun pembeli. Tidak jarang, persepsi yang sering muncul di masyarakat tentang agen properti/broker sebatas makelar, calo, tukang terima komisi, pihak yang bisa menghambat atau memperlama proses jual beli dan sebagainya. Namun, agen properti/broker perannya justru sangat penting dalam proses penjualan dengan skala yang cukup besar.61

Pengertian agen pemasaran properti ini sama dengan perantara perdagangan properti, yang dimana ada diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 33/M-DAG/PER/8/2008 tentang perusahaan perantara perdagangan properti, pada Pasal 1 angka 3 yang berbunyi

“Perantara perdagangan properti yang selanjutnya disebut tenaga ahli adalah seseorang yang memiliki keahlian khusus di bidang properti yang dibuktikan dengan sertifikat yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi yang terakreditasi”. Jadi dapat disimpulkan bahwa agen pemasaran properti itu merupakan seorang

61


(15)

ahli dibidang properti yang bekerja lepas ataupun yang bekerja di sebuah perusahaan agen properti yang kerjanya mempertemukan orang yang ingin menjual rumahnya dengan orang yang ingin membeli rumah,dan sebagai orang tengah/negosiator, lalu apabila berhasil terjual rumahnya maka pihak penjual akan memberikan komisi kepada agen pemasaran properti ini.

E. Prosedur Kerja Agen Pemasaran Properti

Prosedur kerja agen pemasaran properti haruslahsesuai dengan standar yang telah ditetapkan, yaitu segala sesuatu haruslah dilakukan dengan perjanjian tertulis, sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 33/M-DAG/PER/8/2008 tentang perusahaan perantara perdagangan properti, pada Pasal 9 yaitu:

1. Perusahaan dalam menjalankan kegiatannya wajib membuat perjanjian tertulis dengan pemberi tugas.

2. Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat:

a. lingkup kegiatan yang ditugaskan; b. obyek properti;

c. hak dan kewajiban para pihak;

d. nilai atau persentase dan tata cara pembayaran komisi;

e. masa berlaku perjanjian meliputi masa aktif dan masa pasif; dan f. penyelesaian perselisihan.

Perjanjian tertulis ini dibuat agar memberi kepastian hukum bagi para pihak, baik agen pemasaran properti maupun pihak penjual rumah. Selain itu ada


(16)

hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh agen pemasaran properti baik individu maupun dari perusahaan dan telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 33/M-DAG/PER/8/2008 tentang perusahaan perantara perdagangan properti, pada Pasal 13, yaitu:

Perusahaan dilarang untuk:

1) memberikan data atau informasi secara tidak benar, atau tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;

2) menawarkan, mempromosikan, mengiklankan, memberikan janji atau jaminan yang belum pasti, atau membuat pernyataan yang menyesatkan; 3) melakukan praktek monopoli atau persaingan usaha yang tidak jujur;

dan/atau

4) meminta imbal jasa dari pemberi tugas selain komisi sebagaimana tertulis dalam perjanjian. Serta didalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor:33/M-DAG/PER/8/2008 tentang perusahaan perantara perdagangan properti, pada Pasal 10 juga telah diatur mengenai imbalan dari jasa yang dilakukan oleh perusahaan perantara perdagangan, yang isinya sebagai berikut:

a) Perusahaan berhak menerima imbal jasa dari pemberi tugas atas jasa yang diberikan.

b) Dalam hal jasa jual beli dan sewa menyewa properti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4, perusahaan berhak menerima imbal jasa berupa komisi dari pemberi tugas paling sedikit 2% (dua persen) dari nilai transaksi.


(17)

c) Atas pemberian komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku ketentuan masa aktif dan/atau masa pasif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf e.

d) Masa aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan batas akhir suatu perjanjian.

e) Masa pasif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan tambahan waktu tertentu setelah berakhirnya masa aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

Dari penjelasan diatas maka jelas bahwa prosedur kerja agen pemasaran properti sebenarnya telah diatur oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor:33/M-DAG/PER/8/2008 tentang perusahaan perantara perdagangan properti, peraturan ini dibuat agar menjadi dasar bagi agen pemasarn properti dalam menjalankan kerjanya. Namun, selain prosedur kerja maka seorang agen pemasaran properti juga harus mampu menjadi negosiator terampil,perencana aktif, dan pengeksekutor yang handal. Berikut beberapa lingkup kerja dari broker:

(1)Problem seeker (pencari masalah)

Pencari yang dimaksud bukan dalam arti yang sesungguhnya. Melainkan benar-benar mencari masalah yang mungkin ada pada pihak penjual atau pembeli. Akan tetapi, broker tidak ikut-ikutan masuk kedalam arena masalah atau membuat masalah baru yang merugikan semua pihak. Pencarian penyelesaian masalah haruslah snantiasa memiliki tujuan untuk terlaksananya kesepakatan kedua belah pihak(transaksi).


(18)

(2)Perantara

Tugas ini ada tatkala kedua belah pihak, pembeli dan penjual, tidak dapat selalu bertemu secara tatap muka. Disinilah peran broker dibutuhkan. Broker properti menjadi penghubung antara pihak penjual dan pembeli dalam setiap hal yang berhubungan dengan masalah jual beli properti. (3)Katalisator

Broker merupakan mediator dalam proses negosiasi antara penjual dan pembeli sampai transaksi terjadi. Dengan adanya broker dapat mempercepat terjadinya proses transaksi. Namun, broker tidak boleh membela kepentingan salah satu pihak. Kecenderungan kepada salah satu pihak akan berdampak pada masalah yang akan timbul. Broker adalah pihak yang netral. Sebagai mediator, pihak broker seharusnya mempunyai cara kerja yang sistematis. Perencanaan yang baik dan target merupakan hal yang penting bagi broker.

(4)Pembuka jalur komunikasi

Dalam bernegosiasi akan memperbesar peluang akan terjadinya jual beli (transaksi). Broker jangan hanya berdiam diri. Broker haruslah memahami tugasnya. Setiap rencana yang telah disusun tidak boleh putus di tengah jalan. Rencana tersebut harus sampai pada penerapannya. Jangan hanya mengandalkan satu orang, berharap dia yang akan membeli, tapi siapkan cadangannya.

(5)Negosiator

Kemahiran bernegosiasi inilah yang menjadi karakter khusus seorang broker. Apabila komunikasi antara penjual dan pembeli sempat putus,


(19)

tugas broker untuk menyambungnya kembali. Jangan pula broker membuat masalah yang merugikan salah satu pihak atau keduanya. Jika ini terjadi, dikhawatirkan kedua belah pihak akan melakukan transaksi sendiri tanpa melibatkan brokernya.

(6)Pemberi Solusi (problem solver)

Cara pandang seorang broker harus netral, sehingga diharapkan broker dapat memberikan solusi yang bisa diterima kedua belah pihak dan juga bagi broker itu sendiri. Maka pendekatan adalah salah satu kunci memecahkan masalah apabila terjadi.62

Lingkup kerja seorang broker haruslah memenuhi enam poin tersebut, karena apabila seorang broker tidak memiliki enam poin tersebut, maka sulit bagi seorang broker untung berkembang dan sulit mendapatkan pelanggan.

F. Jenis Perjanjian Agen Pemasaran Properti

Berbicara mengenai perjanjian baku yang dibuat oleh pihak agen properti, ada beberapa bentuk perjanjian yang dikenal dalam bisnis properti, perjanjian itu dinamakan listing, Listing sendiri adalah surat perjanjian atau kuasa untuk menjual atau menyewakan properti dari pemilik properti kepada broker atau agen properti. Ada beberapa macam listing yang tergantung dari kerjasama antara pemilik dan broker properti, antara lain:63

62

Ibid, hal.128.

63


(20)

1. Eksklusif listing

Merupakan satu bentuk listing yang sifatnya terikat pada salah satu broker / agen properti yang telah ditunjuk oleh pemilik properti, dan pemilik properti tidak boleh memberikan mandat penjualan properti kepada agen / broker lain. Karena bersifat eksklusif, bahkan anggota keluarga atau pemilik properti itu sendiri pun tidak boleh melakukan penjualan propertinya. Dan kerjasama ini memiliki jangka waktu sesuai dengan kesepakan kedua belah pihak.

2. Sole agent

Ini merupakan salah satu bentuk listing yang sifatnya terikat pada salah satu broker yang telah ditunjuk oleh pemilik properti. Hampir sama dengan eksklusif, namun pemilik properti juga boleh menjual properti tersebut.

3. Open listing

Bentuk listing yang tidak terikat pada salah satu broker / agen properti. Semua broker / agen properti berhak memasarkan penjualan properti tersebut, tanpa terikat waktu / fleksibel. Dalam arti sederhananya siapa yang membawa pembeli dan deal dengan harga jual propertinya, dialah yang akan mendapatkan komisi / fee dari pemilik properti.

4. Net listing

Merupakan salah satu bentuk listing dimana pemilik properti menetapkan harga net atau minimal dari penjualan propertinya, diluar biaya yang harus dikeluarkan oleh pemilik seperti komisi, pajak penjualan atau biaya notaris.


(21)

Dari penjelasan diatas, maka sebenarnya ada dua poin yang sering ditemukan yaitu eksklusif listing dan open listing. Seperti eksklusif listing bisaanya dalam perjanjian itu ditentukan jangka waktu untuk agen properti dalam menjual rumah, waktu yang bisaa ditentukan adalah tiga bulan, akan tetapi pada realitanya pemilik tidak tahu bahwa sebenarnya batas waktu maksimal seorang agen properti menjual rumah itu hanya tiga bulan, dan apabila telah lewat tiga bulan dan ada yang membeli biasanya agen pemasaran properti akan meminta komisi. Maka dari itu banyak dari pihak penjual rumah lebih suka memakai sistem open listing, karena dalam open listing pihak penjual boleh memakai lebih dari satu agen pemasaran properti dalam memasarkan rumahnya, dan siapa yang dapat menjual rumahnya maka pihak penjual akan memberikan komisi itu pada agen yang telah berhasil menjual rumahnya.

G. Alasan Keberadaan Agen Pemasaran Properti

Seiring dengan tumbuh pesatnya bisnis properti di berbagai kota besar di Indonesia, berimbas pada semakin ramainya bisnis pemasaran properti. Jasa agen properti memang sangat dibutuhkan. Selain akan meringankan pekerjaan pemilik properti juga memberikan keuntungan bagi pemilik properti, apalagi jika agen tersebut professional dan memiliki jaringan yang luas. Hal terpenting jika menitipkan properti melalui agen properti adalah penjual tidak perlu dipusingkan oleh menentukan harga yang tepat atau dengan kata lain tren harga yang sesuai di lingkungan penjual, mencari pembeli yang potensial, ketepatan sasaran promosi, aspek legalitas, dan waktu. Oleh karena itu, dalam memilih agen properti yang professional penting untuk mengetahui bahwa agen tersebut memiliki jaringan


(22)

yang luas dalam pemasaran properti dan memungkinkan terjualnya properti penjual lebih cepat. Jika properti yang dititipkan tidak berhasil terjual oleh agen properti, penjual tidak dikenakan biaya promosi properti. Komisi diberikan kepada agen properti pada saat properti laku terjual dan bisaanya agen properti menetapkan biaya komisi sebesar 3% dari nilai transaksi jualnya Rp100juta-2 miliar, jika nilai transaksi lebih dari Rp2 miliar komisi yang harus dibayar kepada agen properti sebesar 2,5%.

Keuntungan yang bisa didapat pemilik properti dengan menggunakan jasa agen properti yaitu sebagai berikut:

1. Agen properti ikut membantu dalam menetapkan harga.

2. Lebih mudah mencari calon pembeli yang potensial karena agen yang professional memiliki jaringan yang luas.

3. Promosi yang dilakukan oleh agen properti umunya efektif. Keefektifan dalam promosi sangat membantu dalam menekan biaya.

4. Agen properti turut membantu menyiapkan dokumen apa saja yang perlu dan sesuai dengan keinginan calon pembeli.

5. Agen properti umunya memiliki data calon pembeli. Hal ini akan memudahkan penjualan properti tersebut.64

Berikut merupakan pedoman mengenai pengalaman dan kemampuan yang harus dicari dari seorang agen properti pada saat akan membeli properti bagi calon pembeli:

64


(23)

a. Mengenai lingkungan/daerah yang calon pembeli cari dan dapat menunjukkan berbagai macam fasilitas yang mungkin pembeli perlukan. Oleh karena itu, agen properti dapat menunjukkan sarana pendidikan terdekat di sekitar lingkungan, tempat bermain anak, pusat perbelanjaan, pusat kesehatan, tempat ibadah, akses jalan, serta keadaan atau situasi lain di daerah itu yang perlu calon pembeli ketahui.

b. Dapat memperlihatkan lebih banyak rumah yang akan dijual di daerah yang calon pembeli cari dan mempunyai akses informasi data listing yang terbaru setiap harinya, sehingga dapat memilih dari beberapa rumah sebelum calon pembeli memutuskan untuk membelinya.

c. Memiliki pengetahuan dalam mencari rumah yang tepat untuk calon pembeli. Lebih baik jika agen properti itu sekaligus bisa memasarkan rumah lama calon pembeli dengan cepat dan menghasilkan keuntungan buat calon pembeli.

d. Dapat membantu dalam menghitung biaya untuk melakukan beberapa perbaikan rumah yang akan dibeli.65

Seorang agen properti haruslah memiliki kemampuan untuk mendapatkan rumah yang sesuai dengan kriteria calon pembeli rumah, karena apabila agen tersebut tidak ahli, maka dipastikan calon pembeli akan mencari agen lain yang bisa memberikan rumah sesuai dengan kriteria yang diinginkannya.

65


(24)

BAB IV

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN ANTARA AGEN PEMSARAN PERUSAHAAN PROPERTI DAN PEMILIK RUMAH

A. Keabsahan Bentuk Perjanjian Eksklusif Listing Yang Dibuat Antara Agen Pemasaran Perusahaan Properti Dengan Pemilik Rumah

Menurut Sudikno Mertokusumo, perjanjian tidak merupakan satu perbuatan hukum, akan tetapi merupakan hubungan hukum antara dua orang yang bersepakat untuk menimbulkan akibat hukum.66Perjanjian disebut juga persetujuan atau kontrak karena menyangkut kedua belah pihak yang setuju atau sepakat untuk melakukan sesuatu. Oleh karena itu dalam pembahasan perjanjian antara agen pemasaran perusahaan properti dengan pemilik rumah, ada beberapa bentuk perjanjian yang umum dalam bisnis properti,sebagai berikut:

1. Eksklusif listing

Merupakan satu bentuk listing yang sifatnya terikat pada salah satu broker / agen properti yang telah ditunjuk oleh pemilik properti, dan pemilik properti tidak boleh memberikan mandat penjualan properti kepada agen / broker lain. Karena bersifat eksklusif, bahkan anggota keluarga atau pemilik properti itu sendiri pun tidak boleh melakukan penjualan propertinya. Dan kerjasama ini memiliki jangka waktu sesuai dengan kesepakan kedua belah pihak.

66


(25)

2. Sole agent

Ini merupakan salah satu bentuk listing yang sifatnya terikat pada salah satu broker yang telah ditunjuk oleh pemilik properti. Hampir sama dengan eksklusif, namun pemilik properti juga boleh menjual properti tersebut.

3. Open listing

Bentuk listing yang tidak terikat pada salah satu broker / agen properti. Semua broker / agen properti berhak memasarkan penjualan properti tersebut, tanpa terikat waktu / fleksibel. Dalam arti sederhananya siapa yang membawa pembeli dan deal dengan harga jual propertinya, dialah yang akan mendapatkan komisi / fee dari pemilik properti.;

4. Net listing

Merupakan salah satu bentuk listing dimana pemilik properti menetapkan harga net atau minimal dari penjualan propertinya, diluar biaya yang harus dikeluarkan oleh pemilik seperti komisi, pajak penjualan atau biaya notaris.

Judul yang diangkat oleh penulis yaitu “Kajian Yuridis Terhadap Perjanjian Antara Agen Pemasaran Perusahaan Properti dan Pemilik Rumah (Studi Pada PT.Bursa Properti Medan), dari hasil studi lapangan maka penulis mendapatkan perjanjian baku yang dipakai oleh pihak Agen Pemasaran dari PT.Bursa Properti Medan adalah merupakan perjanjian eksklusif listing, dimana merupakan satu bentuk listing yang sifatnya terikat pada salah satu broker / agen properti yang telah ditunjuk oleh pemilik properti, dan pemilik properti tidak


(26)

boleh memberikan mandat penjualan properti kepada agen / broker lain.67 Karena bersifat eksklusif, bahkan anggota keluarga atau pemilik properti itu sendiri pun tidak boleh melakukan penjualan propertinya. Dan kerjasama ini memiliki jangka waktu sesuai dengan kesepakan kedua belah pihak, dan mengenai keabsahan

eksklusif listing ini, dapat dilihat hubungannya dengan Pasal 1320 KUHPerdata

dimana syarat sah suatu perjanjian apabila memenuhi syarat: a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; c. Suatu hal tertentu;

d. Suatu sebab yang halal.

Eksklusif listing ini jelas memang tidak bertentangan, karena dalam melakukan

penandatanganan perjanjian baku tersebut pihak pemilik rumah yang ingin memakai jasa agen properti ini, sepakat dan tidak dibawah paksaan maupun penipuan, serta eksklusif listing ini tidak melanggar Pasal 1337 KUHPerdata dinyatakan bahwa:

“suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau

apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”

Jelas bahwa eksklusif listing ini merupakan perjanjian yang sah dan tidak melanggar hukum, walaupun sampai sekarang pengaturan hukumnya belumlah jelas diatur dalam suatu undang-undang. Apabila melihat perjanjian baku yang dipakai oleh pihak agen pemasaran properti ini, maka dapat terlihat berbagai kelemahan yang terdapat di dalam perjanjian tersebut.68

67Hasil wawancara dengan salah satu pemilik PT. Bursa PropertiMedan, Bapak Jusril Buhali pada tanggal 5 Februari 2016

68 Ibid.,


(27)

Pola umum perjanjian baku yang bisaanya dipergunakan adalah:69 a. Judul;

Perjanjian baku keagenan diawali dengan identitas perusahaan pemasaran perdagangan properti yang mengeluarkan perjanjian tersebut dan namaperjanjian. Identitas perusahaan tersebut meliputi nama perusahaan, alamat perusahaan, telepon dan fax perusahaan yang bersangkutan. Sedangkan nama perjanjian yang tercantum adalah “Perjanjian Keagenan”. b. Identitas Para Pihak;

Identitas para pihak dalam hal ini adalah Pihak I sebagai pemilik propertidan Pihak II sebagai pihak pemasaran yaitu perusahaan perantara perdagangan properti. Selain penulisan identitas pribadi, dalam formulir perjanjian keagenan tersebut diperlukan juga informasi mengenai properti yang akan dipasarkan, yaitu alamat, sertifikat, harga jual, serta kepemilikan atas properti yang akan dipasarkan.

c. Isi perjanjian yang disepakati;

Isi perjanjian keagenan yang sudah ditentukan oleh Perusahaan Perantara Perdagangan Properti meliputi :

1) Hak dan kewajiban para pihak;Beberapa hak Pihak II yang dapat juga menjadi kewajiban Pihak Iadalah sebagai berikut :

a) Hak eksklusif Pihak II yang diberikan Pihak I untuk menjual selama 90 (sembilan puluh) hari yang berlaku sejak ditandatangani perjanjian ini.

69

Abdul Rasyid Saliman, Hukum Bisnis untuk Perusahaan, Teori dan Contoh Kasus, Prenada Media, Jakarta, 2005,hal. 73


(28)

b) Hak menerima dari Pihak I kepada Pihak II mengenai semua data, catatan, dan dokumen yang berhubungan dengan properti tersebut untuk diperiksa kepada instansi yang berwenang dan setuju untuk membayar biaya pemeriksaan tersebut.

c) Hak melarang Pihak I, kecuali dengan persetujuan Pihak II melakukan hal-hal sebagai berikut : mencari pembeli atau menunjuk agen lain untuk mencari pembeli selama masahak eksklusif. Selain itu adanya hak menerima ganti rugi jika Pihak I atau agen lain mendapatkan pembeli selama masa hak eksklusif dan properti tersebut terjual. d) Hak menerima komisi sebesar 3,5% (tiga setengah persen)

jika selama masa hak eksklusif tersebut Pihak II memperkenalkan kepada Pihak I seorang pembeli yangsesudah itu mengadakan pengikatan jual beli atau perjanjian jual beli atas properti tersebut. Selain itu Pihak II berhak menerima setengah dari pembayaran komisi yang seharusnya ia terima, jika Pihak I menarik kembali hak eksklusif untuk menjual atas properti tersebut.

e) Hak menolak permintaan komisi yang sudah dibayarkan oleh Pihak I dengan alasan apa pun.

f) Hak Pihak II untuk menjalin kerja sama dengan agen lainnya untuk mendapatkan pembeli atas biaya yang dikeluarkan sendiri.


(29)

g) Hak mendapat wewenang dari Pihak I kepada Pihak II untuk menerima pembayaran uang muka dari pembeli dan menyimpannya ke dalam rekening giro khusus.

h) Hak mendapat izin dari Pihak I kepada Pihak II untuk memasuki dan memperlihatkan properti tersebut pada parapeminat pada saat yang wajar dan setelah memberitahukan terlebih dahulu kepada Pihak I, kemudian mengadakan pameran (open house) yang akan ditentukan oleh Pihak II, dan memasang tanda / papan bertuliskan

“DIJUAL /DISEWAKAN” pada properti tersebut dan tidak akan melakukan hal apa pun yang dapat menghambat pekerjaan Pihak II tersebut, serta mempromosikan/ mengiklankan properti tersebut di media massa, baik cetak maupun elektronik.

Adapun sebaliknya Pihak I memperoleh hak dari Pihak II yaitu :

a) Hak untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan perjanjian keagenan tersebut setelah berakhirnya hak eksklusif Pihak

II sebagaimana tertulis dalam klausula “Bahwa dengan

persetujuan Pihak I, Pihak II akan melanjutkan dengan hak non-eksklusif selama tidak lebih dari 1 (satu) tahun atau sampai pihak menarik kembali hak untuk menjual secara


(30)

b) Hak menuntut Pihak II secara efektif memperkenalkan kepada Pihak I seorang pembeli agar Pihak II memperoleh komisi apabila terjadi transaksi antara pembeli dari Pihak II dan Pihak I.

c) Hak menolak memberikan komisi kepada Pihak II apabila terjadi keadaan sebagaimana dinyatakan dalam klausula

bahwa “Jika sesudah berakhirnya masa hak eksklusif Pihak

I mengadakan perjanjian dengan agen lain untuk menjual properti tersebut, maka Pihak II tidak berhak atas komisi

dari penjualan properti tersebut”.

d) Hak mendapat wewenang dari Pihak II sebagaimana

tertulisdalam perjanjian keagenan tersebut bahwa “Pihak II

memberikan wewenang kepada Pihak I untuk mengeluarkan biaya iklan dan promosi sampai sejumlah Rp... (ditentukan oleh Pihak I) ada atau tidak ada jual-beli, sampai habis masa hak eksklusif atau ditariknya

kembali hak eksklusif tersebut sebelum waktunya”.

Selain hak dan kewajiban para pihak, ada juga para pihak mendapat hak yang sama yaitu dalam hal pembagian uang muka. Hal tersebut dapat dilihat dalam klausula yang tercantum dalam

perjanjian tersebut bahwa “Pihak I memberikan wewenang kepada Pihak II untuk menerima pembayaran uang muka dari pembeli dan menyimpannya ke dalam rekening giro khusus. Apabila calon pembeli/penyewa batal melakukan transaksi, setengah dari uang


(31)

muka yang disetorkan sepanjang jumlahnya tidak melebihi dari uang komisi, menjadi hak Pihak II dan sisanya harus dibayarkan oleh Pihak I, paling lambat tujuh hari setelah Pihak II menerima

pernyataan pembatalan tersebut”.

2) Pertanggungjawaban Pihak I; Pelaksanaan perjanjian keagenan, dalam hal ini Pihak I menjamin bahwa :

a) Pihak I adalah pemilik satu-satunya yang berhak atas bangunan tersebut;

b) Pada saat ini tidak sedang terikat kepada agen lainnya, dalam hal menyerahkan hak eksklusif untuk menjual atau yang lain.

d. Penutup;

Perjanjian keagenan tersebut ditutup dengan klausula yang menyatakan

bahwa “Setiap perselisihan yang timbul dari perjanjian ini, para pihak sepakat untuk mengadakan penyelesaian secara musyawarah". Hal ini menunjukkan penyelesaian suatu permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian tersebut di kemudian hari untuk diselesaikan melalui musyawarah.

Prakteknya, perjanjian antara agen pemasaraan properti dan pemilik rumah yang dibuat oleh PT. Bursa Properti memiliki pola sebagai berikut :

1. Judul

Judul yang tertera dalam perjanjian antara agen pemasaran properti dan pemilik rumah yang ditawarkan oleh PT. Bursa Properti adalah :


(32)

“SURAT PERNYATAAN JASA PEMASARAN PROPERTI”

Dilihat dari judul yang dikemukakan dalam perjanjian tersebut, maka dapagt dilihat bahwa sesungguhnya perjanjian antara agen pemasaran dan pemilik rumah adalah hanya berupa surat pernyataan oleh pemilik rumah, ini berarti pemilik rumah memberikan kuasa kepada agen pemasaran untuk memasarkan rumahnya.

2. Identitas Para Pihak

Identitas para pihak yang tertera dalam perjanjian antara agen pemasaran properti dan pemilik rumah yang ditawarkan oleh PT. Bursa Properti hanya menjelaskan identitas pemilik rumah beserta dengan keterangan mengenai proprti yang hendak dipasarkan/dijual oleh pemilik rumah. Selain itu, dalam bagian ini juga langsung dimintakan pernyataan seberapa besar jasa komisi/pendapatan yang akan diserahkan kepada agen pemasaran PT. Bursa Properti dan juga peride pemasaran.

3. Isi Perjanjian

Isi perjanjian yang tertera dalam perjanjian antara agen pemasaran properti dan pemilik rumah yang ditawarkan oleh PT. Bursa Properti hanya memuat tiga pokok perjanjian. Pertama perjanjian tersebut hanya menjelaskan tentang pemberian kuasa oleh pemilik rumah kepada agen pemasaran PT. Bursa Properti. Kedua pernyataan untuk bersedia tidak menjual properti tersebut kepada pihak lain tanpa pemberitahuan kepada PT. Bursa Properti. Selain itu, perjanjian juga memuat pernyataan agar

agency PT. Bursa Properti dibebaskan dari tuntutan yang kemungkinan


(33)

Hal diatas menunjukkan bahwa, perjanjian baku berbentuk Eksklusif

Listing antara agen pemasaran properti dan pemilik rumah yang dibuat oleh PT.

Bursa Properti memiliki form (bentuk) yang sangat sederhana. Misalnya penjelasan tentang identitas para pihak yang di campur baurkan dengan keterangan properti yang hendak dipasarkan. Isi perjanjian yang sangat singkat juga sangat berpotensi menimbulkan persengketaan dikemudian hari karena tidak mengandung banyak penjelasan konkrit dan memadai mengenai hak dan kewajiban para pihak. Sebagai kekurangan yang menurut penulis paling fatal dari perjanjian eksklusif listing antara agen pemasaran dan pemilik rumah yang dibuat oleh PT. Bursa Properti ini bahkan tidak mencantumkan penyelesaian sengketa yang sangat mungkin muncul dikemudian hari.

B. Kedudukan dan Pengaturan Hukum Mengenai Agen Pemasaran Perusahaan Properti.

Kedudukan Agen pemasaran properti disini adalah merupakan subjek hukum, dimana sebagai subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban, maka dari itu agen pemasaran properti ini dapat melakukan perbuatan hukum yang dapat mengakibatkan akibat hukum, seperti melakukan perjanjian. Agen pemasaran properti merupakan istilah yang masyarakat umum kenal sebagai makelar rumah. Secara sederhana agen properti atau broker properti bertugas menjembatani antara pembeli dan penjual. Keberadaan broker properti bisa sangat membantu bagi para penjual atau pembeli yang ingin membeli, menyewa, dan menjual properti yang diinginkan.70 Jasa agen properti dalam jual-beli, sewa properti ditopang oleh sinergi dukungan lima faktor yaitu: Pemerintah, Perbankan,

70

Hasil wawancara dengan salah satu pemilik (Direktur) PT. Bursa PropertiMedan Bapak Jusril Buhali pada tanggal 5 Februari 2016


(34)

Developer, Asosiasi dan tentunya Masyarakat. Dalam dua dekade belakangan ini, perkembangan bisnis kantor agen properti sangat pesat, baik yang lokal maupun nasional yang bekerja sama dengan asing melalui system waralaba (francise). Dalam hal ini, cara kerja agen properti mulai ditata secara professional. Pada tanggal 17 november 1992 dibentuk sebuah organisasi yang mewadahi para agen properti yang berlabel Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI) yang sampai saat ini telah menghimpun tidak kurang dari 80 perusahaan agen properti formal. Keberadaan AREBI sebenarnya banyak memberikan manfaat kepada masyarakat, pengembang/ pemilik properti (vendor), pemerintah, dan sesama anggota agen properti.71

Seiring dengan tumbuh pesatnya bisnis properti di berbagai kota besar di Indonesia, berimbas pada semakin ramainya bisnis pemasaran properti. Jasa agen properti memang sangat dibutuhkan. Selain akan meringankan pekerjaan pemilik properti juga memberikan keuntungan bagi pemilik properti juga memberikan keuntungan bagi pemilik properti, apalagi jika agen tersebut professional dan memliki jaringan yang luas.72 Tatkala apabila mendengar kata broker, hal apa yang terlintas dalam pikiran, mungkin kita pernah mendengar tentang mak comblang. Di dunia properti, mak comblang ini sama perannya dengan agen properti. Peranan agen properti adalah menjembatani/penghubung antara penjual dan pembeli dalam proses penjualan dan pembelian properti.73 Kedudukan Agen meskipun tidak ada pengaturannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, beberapa pakar hukum mendefenisikan sebagai orang yang melayani beberapa

71

SupriyadiAmir,Op-cit,hal. 122

72

Hasil wawancara dengan salah satu pemilik (Direktur) PT. Bursa Properti Medan Bapak Jusril Buhali pada tanggal 5 Februari 2016

73


(35)

pengusaha sebagai perantara dengan pihak ketiga, mempunyai hubungan tetap dengan pengusaha dan mewakilinya untuk mengadakan dan selanjutnya melaksanakan perjanjian dengan pihak ketiga. Hubungan agen dengan pengusaha itu tidak bersifat pelayanan berkala dan juga tidak bersifat perburuhan. Sebab, hubungan tetap bukan sifat dari pelayanan berkala dan hubungan sama tinggi sama rendah bukan hubungan perburuhan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sifat hubungan antara agen dan pengusaha adalah pemberian kuasa. Perusahaan dari agen itu disebut agentuur sedangkan persetujuan antara agen perniagaan dengan principalnya dinamakan agentuur contract. Prinsipal adalah pengusaha yang diwakili oleh agen dalam melakukan perhubungan dengan pihak ketiga. Seorang agen selain bertindak atas nama sendiri juga bertindak atas nama pengusaha yang diwakilinya dan menerima provisi atas perantaraan yang diadakan bagi principal itu. Tugas utama seorang agen, disamping memperantarai kedua belah pihak (penjual dan pembeli) agar mencapai kesepakatan, juga perlu tercapainya kepuasan dalam kepentingannya masing-masing.74 Pekerjaan agen pemasaran properti lebih banyak berposisi sebagai penjual daripada pembeli, karena itu berlaku jujur kepada pembeli/calon pembeli dan berpihak kepadanya lebih menguntungkan ketimbang mengunggul-unggulkan penjual sementara pembeli merasa kecewa. Hal ini terkait dengan kepuasaan dan prospek hubunngan dengan penjual atau pembeli ke depannya. Pihak penjual properti yang menggunakan jasa agen pemasaran hanya menginginkan bagaimana bisa terjual dan memperoleh keuntungan dari penjualan tersebut. Kepuasan pihak penjual sebatas pada bagaimana barangnya bisa terjual dan untung, tanpa memikirkan

74


(36)

bagaimana kondisi barang dagangannya tersebut. Oleh karena itu, agen pemasaran termasuk bidang properti harus mengutamakan kejujuran yang merupakan landasan moral baik kejujuran mengenai karakteristik produk (barang dan jasa) yang ditawarkan, kejujuran mengenai promosi yang dilakukan, kejujuran mengenai pelayanan yang dijanjikan, maupun kejujuran mengenai segala kegiatan yang terkait yang dilakukan oleh seorang agen pemasaran.75Jadi pada dasarnya hubungan hukum antara agen dan penjual/pembeli properti saling mengikat sebagaimana mengikatnya undang-undang, karena dalam perjanjian yang dibentuk para pihak yang bersangkutan, baik dalam bentuk lisan maupun tertulis, mengandung janji-janji yang harus dipenuhi sebagaimana dilihat pada Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Berikut di bawah ini status hukum keagenan di dasarkan Perjanjian Agen Pemasaran Bursa Properti yang turut mempengaruhi hubungan hukum yang bersangkutan :76

1. Hukum keagenan hanya diatur oleh Keputusan Menteri saja, hal ini menyebabkan lemahnya status dan hubungan hukum yang terjadi pada bisnis keagenan bahkan banyak terjadi praktik penyimpangan; dalam hal ini bidang agen pemasaran properti diatur pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2008 tentang Perusahaan Perantara Perdagangan Properti;

2. Perjanjian harus ditandatangani secara langsung antara agen pemasaran Bursa Properti dan pemilik properti;

75

Ibid,hal 69.

76

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, RajagrafindoPersada, Jakarta, 2011, hal. 4


(37)

3. Perjanjian antara agen pemasaran properti dan pemilik propertidiserahkan salinannya kepada Perusahaan Bursa Properti, di mana laporan kegiatan perusahaan selama satu tahun sekali wajib disampaikan kepada Direktur Bina Usaha dan Pendaftaran Perusahaan yang berwenang;

4. Agen Pemasaran yang bekerja pada perusahaan perantara perdagangan properti, perusahaan tersebut harus memenuhi ketentuan yaitu:

a. Perusahaan tersebut berbentuk badan usaha;

b. Memperoleh Surat Izin Usaha Perusahaan Perantara PerdaganganProperti;

c. Akta Pendirian Perusahaan dan Perubahannya; d. Tanda daftar perusahaannya yang masih berlaku.

5. Leaflet, brosur, katalog asli dari produk atau jasa yang hendak diageni; 6. Pernyataan pemilik properti kepada agen yang ditunjuk bahwa

propertitersebut tidak terikat dengan agen real estate lainnya.

Oleh karena itu, pengaturan hukum mengenai agen properti sebenarnya telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor: 33/M/-DAG/PER/8/2008 tentang perusahaan perantara perdagangan properti yang didalamnya juga mengatur tentang agen properti. Pada Pasal 1 angka 3 yang

berbunyi “Perantara perdagangan properti yang selanjutnya disebut tenaga ahli

adalah seseorang yang memiliki keahlian khusus di bidang properti yang dibuktikan dengan sertifikat yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi yang

terakreditasi”. Jadi dapat disimpulkan bahwa agen pemasaran properti itu merupakan seorang ahli dibidang properti yang bekerja lepas ataupun yang bekerja di sebuah perusahaan agen properti yang kerjanya mempertemukan orang


(38)

yang ingin menjual rumahnya dengan orang yang ingin membeli rumah,dan sebagai orang tengah/negosiator, lalu apabila berhasil terjual rumahnya maka pihak penjual akan memberikan komisi kepada agen pemasaran properti ini.

Kedudukan konkrit agen pemasaran PT. Bursa Properti dalam perjanjian antara agen pemasaran properti dan pemilik rumah yang dibuat oleh PT. Bursa Properti adalah jelas sangat menguntungkan pihak agen pemasaran dan PT. Bursa Properti. Hal ini tercermin dari isi surat pernyataan yang menyatakan bahwa tidak diperbolehkannya pemilik rumah menjual properti tersebut kepada pihak lain tanpa sepengetahuan agency PT. Bursa Properti dan pernyataan pembesan tuntutan apapun terhadap agency PT. Bursa Properti dikemudian hari. Jadi disini agen dan PT. Bursa Properi bertindak sebagai “superior” daripada pemilik rumah. Hal ini pada dasarnya adalah kewajaran, karena surat perjanjian diikuti dengan surat pernyataan yang ditawarkan oleh PT. Bursa Properti adalah perjanjian baku.

C. Bagaimana Upaya Penyelesaian Sengketa Antara Agen Pemasaran Perusahaan Properti Dengan Pemilik Rumah.

Para pelaku bisnis dalam hubungannya dengan pihak lain senantiasa mengharapkan agar kontrak yang mereka buat dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Namun demikian, dalam perjalanan waktu tidak menutup kemungkinan terjadi sengketa di antara mereka, meskipun hal ini sebenarnya sama sekali tidak diharapkan. Sengketa kontrak pada umumnya muncul sebagai akibat adanya ketidaksepakatan, perbedaan, gangguan, kompetisi atau


(39)

ketidakseimbangan diantara para pihak.77 Sengketa bisnis dalam kontrak sering kali berawal dari kesalahan mendasar dalam proses terbentuknya kontrak dengan berbagai faktor atau penyebabnya, antara lain:78

1. Ketidakpahaman terhadap proses bisnis yang dilakukan. Kondisi ini muncul ketika pelaku bisnis semata-mata terjebak pada orientasi keuntungan serta karakter coba-coba tanpa memprediksi kemungkinan risiko yang akan menimpanya.

2. Ketidakmampuan mengenali partner atau mitra bisnisnya, ada sementara pelaku bisnis yang sekedar memerhatikan peforma atau penampilan fisik mitra bisnisnya tanpa meneliti lebih lanjut track record dan bonafiditas. 3. Tidak adanya legal cover yang melandasi proses bisnis mereka. Hal ini

menunjukkan rendahnya pemahaman dan apresiasi hukum pelaku bisnis dalam melindungi aktivitas bisnis mereka.

Adakalanya pelaku bisnis bersikap rasional ketika menghadapi sengketa bisnis hal itu dianggap sebagai bagian dari risiko bisnis. Persoalan terpenting bagi pelaku bisnis adalah bagaimana upaya mereka dalam mengantisipasi atau mencegah kemungkinan terjadinya sengketa. Oleh karena itu, umumnya dalam kontrak bisnis para pihak mencantumkan klausul penyelesaian sengketa dalam kontrak mereka. Jika pada akhirnya sengketa berkembang menjadi lebih

77

Agus Yudha Hernoko,Hukum Perjanjian Asas Proporsional Dalam Kontrak Komersial,Prenadamedia Group, Jakarta,2014, hal. 304.


(40)

kompleks, maka upaya penyelesaian yang umunya dilakukan atau dipilih oleh para pelaku bisnis adalah:79

a. Penyelesaian melalui jalur litigasi

Penyelesaian sengketa yang terjadi dari sebuah kontrak melalui jalur pengadilan, tentunya harus didahului dengan adanya surat gugatan ke pengadilandi wilayah hukum tergugat berada. Sesuai Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan bahwa proses sengketa perdata dipengadilan ini pada umumnya akan diselesaikan melalui usaha perdamaian olehhakim pengadilan perdata. Perdamaian dapat dilakukan di luar pengadilan. Apabila hal tersebut tercapai, maka akibatnya gugatan akan dicabut oleh penggugat dengan atau tanpa persetujuan tergugat. Akan tetapi, perdamaian pun dapat diselesaikan di muka pengadilan. Kemungkinan hal ini diadakan atas anjuran hakim apabila damai disepakati para pihak, maka sewaktu sidang berjalan, akan dibuat akta perdamaian, dalam hal mana kedua belah pihak dihukum untuk mentaati persetujuan yang dibuat. Akta perdamaian ini mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan suatu vonis hakim. Adanya usaha perdamaian sebelum dibacakan gugatan dalam proses penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan, menunjukkan bahwa penyelesaian sengketa perdata melalui pengadilan masih memberikan kesempatan kepada para pihak yang bersengketa untuk menempuh jalan damai yang penyelesaiannya sesuai dengan ketentuan Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan. Hal

79


(41)

inilah yang menunjukkan penyelesaian sengketa perdata melalui pengadilan hanya sebagai jalan yang terakhir setelah alternatif lain tidak membuahkan hasil. Apabila jalan perdamaian tidak dapat diselesaikan oleh para pihak, proses penyelesaian selanjutnya biasanya akan memakan waktu yang panjang, sebagaimana sudah di kemukakan sebelumnya dalam kritikan terhadap penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Hal ini disebabkan tiga tingkatan proses pengadilan minimal akan dijalani untuk sampai pada proses final, yaitu mulai dari gugatan ke Pengadilan Negeri, proses banding ke Pengadilan Tinggi dan terakhir proses kasasi ke Mahkamah Agung.

Adapun penyelesaian sengketa perdata di pengadilan umunya didasarkan pada dua hal yaitu:

1) Adanya wanprestasi atau ingkar janji salah satu pihak, dimana untuk gugatan ini harus didasarkan pada adanya hubungan kontrakual di antara para pihak;

2) Adanya perbuatan melawan hukum di mana dalam gugatan berdasarkan perbuatan melanggar hukum tidak perlu didahului adanya hubungan kontraktual di antara para pihak, namun yang paling elementer adalah adanya perbuatan yang merugikan pihak lain serta terdapat hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian yang ditimbulkan sebagai akibat kesalahannya.

b. Penyelesaian melalui jalur non litigasi

Penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui ADR di Indonesia, adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui


(42)

prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli (Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa). Apabila mengacu ketentuan Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa maka cara penyelesaian sengketa melalui ADR dibagi menjadi lima cara, yaitu :

1) Konsultasi; 2) Negosiasi; 3) Mediasi; 4) Konsiliasi; 5) Penilaian ahli.

Dari hasil wawancara dengan salah satu pemilik (Direktur) PT.Bursa Properti Medan, yang mengatakan apabila terjadi sengketa maka langkah pertama yang akan dilakukan adalah dengan cara musyawarah walaupun dalam perjanjian baku tersebut tercantum bahwa apabila terjadi sengketa maka pihak agency Bursa Properti akan dibebaskan dari segala tuntutan oleh pemilik properti. Apabila dalam proses musyawarah berhasil dan menemukan win win solution maka para pihak akan berdamai, akan tetapi apabila dalam proses musyawarah tidak berhasil maka akan dilanjutkan ke tahap pengadilan.80 Menurut beliau sejauh ini masalah mengenai jasa pemasaran melalui agency-nya belum pernah sampai ke pengadilan dan beliau menambahkan adanya sengketa yang bisaa terjadi karena seperti berikut:

80

Hasil wawancara dengan salah satu pemilik (Direktur) Properti PT. Bursa Properti Medan Bapak Jusril Buhali pada tanggal 5 Februari 2016


(43)

1) Perselisihan biasanya disebabkan terutama menyangkut tata cara pengakhiran suatu perjanjian baku, biasanya seperti besar komisi yang akan didapatkan oleh pihak agen properti;

2) Standar atau ukuran untuk menilai pihak agen properti yang tidak memuaskan dari pihak pemilik rumah;

3) Penunjukkan agen properti lain sebelum masa berakhirnya berlaku yang ditetapkan oleh pemilik rumah;

4) Ketidakpahaman pemilik properti terhadap perjanjian baku yang ditandatangani sehingga terjadi perselisihan dikemudian hari.81

Menurut beliau, perselisihan seperti itu bisaa terjadi di perusahaan agen properti lain, oleh karena itu beliau juga menghimbau para agennya bekerja professional untuk selalu menjelaskan isi perjanjian kepada pemilik properti sebelum dilakukan penandatanganan, ini dilakukan agar tidak terjadi masalah dikemudian hari dan beliau menambahkan bahwa prinsip keterbukaan dan kejujuran adalah hal yang sangat penting dalam proses ini, sehingga kedua belah pihak tidak dirugikan, sehingga perusahaan agen properti ini dapat berkembang.82

Kenyataanya, bila dilihat dari isi perjanjian yang dibuat antara agen pemasaran PT. Bursa Properti dan pemilik rumah tidak ada mencantumkan tentang pemyelesaian sengketa apabila ada sengketa yang timbul dikemudian hari. Ini jelas menjadi kekurangan perjanjian yang dibuat oleh PT. Bursa Properti karena pada dasarnya segala jenis hubungan hukum sangat berpotensi menimbulkan permasalahan atau sengketa dikemudian hari. Meskipun dari hasil

81

Ibid., 82


(44)

wawancara telah dijelaskan bahwa pihak PT. Bursa Properti akan menempuh jalur

non-litigasi terlebih dahulu sebelum jalur litigasi, akan lebih baik mencantumkan

cara penyelesaian sengketa yang timbul dikemudian hari secara lebih konkrit dan jelas sehingga tidak merugikan salah satu pihak.


(45)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah penulis jabarkan pada pokok bahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Keabsahan perjanjian eksklusif listing yang dibuat antara agen pemasaran perusahaan properti dengan pemilik rumah adalah merupakan satu bentuk

listing yang sifatnya terikat pada salah satu broker / agen properti yang

telah ditunjuk oleh pemilik properti, dan pemilik properti tidak boleh memberikan mandat penjualan properti kepada agen / broker lain. Karena bersifat eksklusif, bahkan anggota keluarga atau pemilik properti itu sendiri pun tidak boleh melakukan penjualan propertinya. Dan kerjasama ini memiliki jangka waktu sesuai dengan kesepakan kedua belah pihak. Dimana bentuk perjanjian ini jelas memang tidak bertentangan kebiasaan, kepatutan dan juga undang-undang. Akan tetapi bentuk perjanjian yang antara agen pemasaran properti dan pemilik rumah yang dibuat oleh PT. Bursa Properti memiliki isi yang sangat singkat dan sederhana.

2. Kedudukan dan pengaturan hukum agen pemasaran properti sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI tentang perusahaan perantara perdagangan properti, agen pemasaran properti adalah tenaga ahli, seseorang yang memiliki keahlian khusus di bidang properti yang dibuktikan dengan sertifikat yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi yang terakreditasi. Hal tersebut berarti kedudukan agen pemasaran perusahaan


(46)

properti secara sederhana adalah sebagai agen properti atau broker properti yang bertugas menjembatani antara pembeli dan penjual. Keberadaan broker properti bisa sangat membantu bagi para penjual atau pembeli yang ingin membeli, menyewa, dan menjual properti yang diinginkan. Peranan agen properti adalah menjembatani/penghubung antara penjual dan pembeli dalam proses penjualan dan pembelian properti. Akan tetapi, secara konkrit kedudukan agen pemasaran dan PT. Bursa Properti itu sendiri adalah sebagai pihak “superior” sehingga perjanjian ini jelas sangat menguntungkan pihak agency PT. Bursa Properti.

3. Upaya penyelesaian sengketa antara agen pemasaran perusahaan properti dengan pemilik rumah adalah melalui jalan non litigasi atau melalui jalan

litigasi. Akan tetapi, Dari hasil wawancara dengan salah satu pemilik

PT.Bursa Properti Medan, yang mengatakan apabila terjadi sengketa maka langkah pertama yang akan dilakukan adalah dengan cara musyawarah (non litigasi) walaupun dalam perjanjian baku tersebut tercantum bahwa apabila terjadi sengketa maka pihak agen Bursa Properti akan dibebaskan dari segala tuntutan oleh pemilik properti. Apabila dalam proses musyawarah berhasil dan menemukan win win solution maka para pihak akan berdamai, akan tetapi apabila dalam proses musyawarah tidak berhasil maka akan dilanjutkan ke tahap pengadilan. Namun, pada kenyataannya cara penyelesaian sengketa tersebut tidak tercantum didalam perjanjian antara agen pemasaran properti dan pemilik rumah yang dibuat oleh PT. Bursa Properti


(47)

B. Saran

Saran-saran yang dapat diajukan berdasarkan permasalahan yang dibahas di atas adalah sebagai berikut:

1. Hendaknya PT. Bursa Properti menyatukan antara surat perjanjian dengan surat pernyataan agar surat perjanjian tidak terkesan terlalu sederhana dan terpisah-pisah. Selain itu, untuk mengefisienkan isi perjanjian penjualan rumah oleh agen PT. Bursa Properti.

2. Hendaknya PT. Bursa Properti menerapkan pola bentuk dasar perjanjian baku yang baik. Dimana para pihak yang terlibat harus dijelaskan seluruhnya secara lebih rinci dan sistematis selain itu isi dari perjanjian harus memuat secara jelas mengenai hak dan kewajiban para pihak dalam bagian yang lebih sistematis agar meminimalisir timbulnya sengketa dikemudian hari dan kesalahpahaman.

3. Hendaknya penyelesaian permasalahan sengketa yang mungkin akan timbul dikemudian hari dicantumkan didalam surat perjanjian antara agen pemasaran properti dan pemilik rumah, agar tidak membingungkan pemilik rumah dikemudian hari bila tiba-tiba sengketa muncul.


(48)

BAB II

PENGERTIAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

A. Perjanjian Secara Umum

1. Pengertian Perjanjian

Perjanjian adalah salah satu sumber perikatan. Ini dijelaskan dalam Pasal 1233 KUH Perdata bahwa perikatan lahir karena suatu perjanjian atau karena undang-undang. Akan tetapi dalam prakteknya perjanjian juga disebut juga dengan persetujuan dan kontrak, kontrak (contract) menurut Black’s Law

Dictionary, diartikan sebagai suatu perjanjian antara dua orang atau lebih yang

menciptakan kewajiban untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu hal yang khusus. Perjanjian melahirkan perikatan, yang menciptakan kewajiban pada salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian. Kewajiban yang dibebankan pada debitor dalam perjanjian, memberikan hak pada pihak kreditor dalam perjanjian untuk menuntut pelaksanaan prestasi dalam perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut. Pelaksanaan prestasi dalam perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak dalam perjanjian adalah pelaksanaan dari perikatan yang terbit dari perjanjian tersebut. Dalam hal debitor tidak melaksanakan perjanjian yang telah disepakati tersebut, maka kreditor berhak untuk menuntut pelaksanaan kembali perjanjian yang belum, tidak sepenuhnya atau tidak sama sekali dilaksanakan atau yang telah dilaksanakan secara bertentangan atau tidak sesuai dengan yang diperjanjikan,


(49)

dengan atau tidak disertai dengan penggantian berupa bunga, kerugian dan biaya yang telah dikeluarkan oleh kreditor.18

Pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata, yang

menyatakan bahwa “Perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Jika diperhatikan

dengan seksama, rumusan yang diberikan dalam pasal 1313 KUH Perdata tersebut ternyata menegaskan kembali bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya terhadap orang lain. Ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih orang (pihak) lainnya, yang berhak atas prestasi tersebut. Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, di mana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitor) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditor). Masing-masing pihak tersebut dapat terdiri dari satu atau lebih orang, bahkan dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut dapat juga terdiri dari satu atau lebih badan hukum.19

Para sarjana hukum umumnya berpendapat bahwa defenisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap, dan pula terlalu luas. Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Definisi itu dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin, yang merupakan perjan jian juga, tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata Buku III. Perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata Buku III kriterianya dapat dinilai

18

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian,RajaGrafindo Persada,Jakarta,2003,hal.91

19


(50)

secara materiil, dengan kata lain dinilai dengan uang.20 Dengan demikian defenisi itu perlu disempurnakan dan dapat dilengkapi melalui doktrin. Menurut doktrin (teori lama) yang disebut perjanjian adalah perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.21 Berdasarkan defenisi ini, telah tampak adanya asas konsensualisme dan timbulnya akibat hukum (tumbuh/lenyapnya hak dan kewajiban).22

Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang diartikan dengan perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.23 Teori baru tersebut tidak hanya melihat perjanjian semata-mata, tetapi harus dilihat perbuatan sebelumnya atau yang mendahuluinya dan terbagi atas tiga tahap dalam membuat perjanjian, yaitu:

a. Tahap pra-contractual, yaitu adanya penawaran dan permintaan; b. Tahap contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak

antara para pihak;

c. Tahap post-contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian.24

Berdasarkan kelemahan defenisi itu, beberapa ahli hukum memberikan defenisi tentang perjanjian. Menurut Salim H.S, perjanjian merupakan:

Hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan. Perlu diketahui bahwa subjek hukum yang satu

20

Mariam darus,dkk (2), Kompilasi Hukum Perikatan, Dalam rangka Memperingati Memasuki masa Purna Bakti Usia 70 tahun, Citra Aditya Bakti, Bandung,2011,hal.65

21

Salim H.S.(1), Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia,Buku Kesatu,Sinar Grafika,Jakarta,2004,hal.15

22 Ibid. 23

Ibid,hal.16 24


(51)

berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.25

Menurut Sudikno Mertokusumo, perjanjian tidak merupakan satu perbuatan hukum, akan tetapi merupakan hubungan hukum antara dua orang yang bersepakat untuk menimbulkan akibat hukum.26

Defenisi di atas, secara jelas terdapat persetujuan antara para pihak dan juga perjanjian yang dilaksanakan terletak pada lapangan harta kekayaan yang erat hubungannya dengan pembicaraan tentang syarat-syarat perjanjian pada Pasal 1320 KUH Perdata.27 Perjanjian disebut juga persetujuan atau kontrak karena menyangkut kedua belah pihak yang setuju atau sepakat untuk melakukan sesuatu.

2. Subjek dan Objek Perjanjian

Menurut R.Subekti, yang termasuk dalam subjek perjanjian antara lain. a. Orang yang membuat perjanjian harus cakap atau mampu melakukan

perbuatan melawan hukum tersebut, siapapun yang menjadi para pihak dalam suatu perjanjian harus memenuhi syarat bahwa mereka adalah cakap untuk melakukan perbuatan hukum.

b. Ada kesepakatan yang menjadi dasar perjanjian yang harus dicapai atas dasar kebebasan menentukan kehendaknya (tidak ada paksaan, kekhilafan, atau penipuan), dengan adanya kesepakatan diantara kedua belah pihak yang membuat perjanjian, maka perjanjian itu mengikat mereka yang membuatnya.28

Subjek perjanjian, yaitu pihak-pihak dalam perjanjian sekurang-kurangnya ada dua pihak. Subjek perjanjian harus melakukan perbuatan hukum seperti yang diatur dalam undang-undang. Subjek perjanjian dapat berupa manusia pribadi yang berwenang melakukan perbuatan hukum apabila sudah berumur 21 tahun

25

Ibid. hal. 17 26

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty Yogyakarta,Yogyakarta,2003, hal.117-118

27

Titik Triwulan tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Kencana,Jakarta,2010,hal.222

28


(52)

penuh (dewasa) atau walaupun belum 21 tahun penuh, sudah kawin, sehat ingatan dan tidak dibawah pengampuan. Subjek perjanjian berupa badan hukum dan status badan hukum itu sah menurut akta pendirian yang sudah diakui oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Sedangkan untuk objek perjanjian, dinyatakan bahwa suatu perjanjian haruslah mempunyai objek tertentu, sekurang-kurangnya objek tersebut dapat ditentukan. Bahwa objek tersebut dapat berupa benda yang sekarang ada dan benda yang nanti akan ada. Sehingga dapat disimpulkan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi objek perjanjian, antara lain:

1) Barang-barang yang dapat diperdagangkan (Pasal 1332 KUH Perdata), 2) Suatu barang yang sedikitnya dapat ditentukan jenisnya (Pasal 1333

KUH Perdata) Tidak menjadi halangan bahwa jumlahnya tidak tentu, asal saja jumlah itu di kemudian hari dapat ditentukan atau dihitung. 3) Barang-barang yang aka nada dikemudian hari (Pasal1334 ayat 2 KUH

Perdata).

Barang-barang yang tidak boleh menjadi objek perjanjian adalah : a) Barang-barang di luar perdagangan, misalnya senjata resmi yang

dipakai Negara,

b) Barang-barang yang dilarang oleh uandang-undang, misalnya narkotika,

c) Warisan yang belum terbuka.

Menurut R.Subekti, mengenai objek perjanjian ditentukan bahwa :

(1) Apa yang dijanjikan oleh masing-masing pihak harus cukup jelas untuk menetapkan kewajiban masing-masing.


(53)

(2) Apa yang dijanjikan oleh masing-masing pihak tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum atau kesusilaan.29

Perjanjian yang tidak memenuhi syarat objektif, akibat hukumnya adalah perjanjian tersebut batal demi hukum (nietigbaar). Artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.

3. Syarat Sahnya Perjanjian

Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh undang-undang. Perjanjian yang sah diakui dan diberi akibat hukum. Menurut ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata dinyatakan bahwa, syarat-syarat sah perjanjian:

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; c. Suatu hal tertentu;

d. Suatu sebab yang halal.

Dua syarat pertama disebut syarat objektif, karena menyangkut subjeknya atau para pihak yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat terakhir disebut syarat objektif, karena berhubungan langsung dengan objek perjanjian.

Ad.a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

Menurut Subekti, yang dimaksud sepakat adalah kedua subjek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju, atau seia-sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak lain. Mereka menghendaki sesuatu

29 Ibid,.


(1)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat rahmat dan kemurahan hati-Nya penulis dapat melewati masa perkuliahan sampai pada akhirnya sampai pada tahap penulisan skripsi yang penuh dengan tantangan.

Penulisan skripsi yang berjudul “Kajian Yuridis Terhadap Perjanjian Antara Agen Pemasaran Perusahaan Properti dan Pemilik Rumah (Studi Pada PT.Bursa Properti Medan)” adalah ditujukan untuk menyelesaikan tugas akhir perkuliahan dan guna untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis juga sangat menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan dan belum sempurna, oleh karena itu penulis sangat berharap agar para pembaca dapat memberikan kritik dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini dan tentunya juga sangat berguna bagi penulis sebagai acuan untuk menulis karya-karya ilmiah lainnya dikemudian hari.

Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I, Bapak Syafrudin Hasibuan, S.H., M.H., DFM, selaku Wakil Dekan II, dan Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. H. Hasim Purba, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Syamsul Rizal, S.H., M.Hum., selaku Ketua Program Kekhususan Perdata BW sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah memotivasi dan mengarahkan penulis dalam melakukan dan menyelesaikan penulisan skripsi ini.


(2)

5. Zulkifli Sembiring, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisn skripsi ini.

7. Dr. Idha Aprilyana Sembiring, S.H.,M.Hum. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis dari awal masuk perkuliahan sampai sekarang.

6. Seluruh dosen beserta staf pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

7. Kepada Orangtua penulis yang sangat penulis sayangi dan cintai, yaitu Ibunda tercinta Chintami Po dan Papa terkasih Anto Lim yang telah memberikan seluruh jiwa dan raganya untuk mendukung penulis mulai dari penulis masuk di Fakultas Hukum Univesitas Sumatera sampai akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga berterima kasih kepada doa dan perhatian dari saudara penulis: Jelvia Amianco, Christina Amianco, Edison Amianco dan Lilis Halim yang selalu memberi penulis kekuatan dan semangat.

8. Kepada Bapak Jusril Buhali, selaku Direktur dari PT.Bursa Properti Medan yang telah memberikan informasi kepada penulis.

9. Kepada Sahabat tersayang penulis semasa perkuliahan: Sonia Ivana, Bahara Ivanovski Stevanus Napitupulu, Bambang Zhang, Alwin, Namira Nazlah dan lain-lain yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada penulis secara langsung maupun tidak langsung, yang telah banyak membantu penulis dan selalu memberikan inspirasi serta memberikan dukungan dan ide-ide menarik mulai dari penulis mengenal mereka hingga akhirnya bisa bersahabat mereka hingga sekarang. Terimakasih juga untuk bantuan dan pengorbanannya selama ini sewaktu menemani saya dalam berbagai situasi dan kondisi.


(3)

hukum di Indonesia, khususnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Medan, April 2016 Penulis


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ...

KATA PENGANTAR ...

i

DAFTAR ISI ...

iii

BAB I : PENDAHULUAN ...

1

A.

Latar Belakang ...

1

B.

Perumusan Masalah ...

7

C.

Tujuan Penelitian...

7

D.

Manfaat Penelitian ...

8

E.

Keaslian Penulisan ...

8

F.

Metode Penelitian ...

10

G.

Sistematika Penulisan ...

13

BAB II : PENGERTIAN UMUM

TENTANG PERJANJIAN...

15

A.

Perjanjan Secara Umum ...

15

1.

Pengertian Perjanjian ...

15

2.

Subjek dan Objek dalam Perjanjian ...

18

3.

Syarat Sahnya Perjanjian ...

20

4.

Asas-Asas Perjanjian ...

26

5.

Hapusnya Perjanjian ...

27


(5)

3.

Perlindungan Bagi Pemilik Rumah Dalam

Perjanjian Baku ...

39

BAB

III : KAJIAN

UMUM

TENTANG

AGEN PEMASARAN PROPERTI ...

47

A.

Pengertian Agen ...

47

B.

Perjanjian Keagenan ...

50

C.

Dasar Hukum Keagenan ...

56

D.

Pengertian Agen Pemasaran Properti ...

56

E.

Prosedur Kerja Agen Pemasaran Properti ...

58

F.

Jenis Perjanjian Agen Pemasaran Properti ...

63

G.

Alasan Keberadaan Agen Pemasaran Properti ...

65

BAB IV : KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN ANTARA AGEN

PEMASARAN

PERUSAHAAN

PROPERTI DAN PEMILIK RUMAH ...

68

A.

Keabsahan Bentuk Perjanjian Eksklusif Listing

Yang

Dibuat

Antara

Agen

Pemasaran

Perusahaan Properti Dengan Pemilik Rumah...

68

B.

Kedudukan dan Pengaturan Hukum Mengenai

Agen Pemasaran Perusahaan Properti ...

78

C.

Upaya Penyelesaian Sengketa Antara Agen

Pemasaran Perusahaan Properti Dengan Pemilik

Rumah ...

83


(6)

BAB V : PENUTUP ...

90

A.

Kesimpulan ...

90

B.

Saran ...

92

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN