72
pengrajin menurut mereka lebih menjanjikan dibanding dengan pekerjaan lainnya. Menjadi pengrajin adalah hal yang sudah mereka anggap menjadi pekerjaan yang
terbiasa mereka lakukan, karena hobi atau mencari uang tambahan untuk ditabung. Untuk itu, selain faktor ekonomi, faktor kebiasaan juga menyebabkan
para perempuan di desa ini memilih menjadi pengrajin. Untuk peran domestik, seperti mengurus anak dan membersihkan rumah
juga menjadi tugas mereka, Namun ada juga yang mengalihkan pekerjaan ini kepada anak mereka yang sudah mulai dewasa. Untuk proses distribusi para
perempuan pengrajin di desa ini juga ada yang mendistribusikannya langsung kepada toke yang ada didesa tersebut atau toke khusus yang datang ke desa
Timbang Lawan. Seperti penuturan wawancara berikut ini: “Perempuan pengrajin bambu di desa ini hanya sebagai pengolah bambu
saja, toke bambu setiap hari sabtu datang kerumah - rumah jadi kami tidak capek membawanya ke pasar.”Ayu
5.5 Beban Ganda Perempuan Pengrajin Bambu
Peran perempuan dalam meningkatkan ekonomi keluarga di desa Timbang lawan diwujudkan dalam tiga peranan baik dalam lingkungan rumah tangga,
dalam bidang ekonomi, maupun dalam masyarakat. Peran perempuan dalam lingkungan rumah tangga meliputi kegiatan mulai dari mencuci, menyapu,
memasak dan membersihkan rumah sampai mengurus anak-anaknya. Pekerjaan ini tidak dihargai dengan nilai uang, tetapi besar pengaruhnya terhadap pencapain
kesejahteraan keluarga. Kegiatan ini mereka lakukan sebelum melakukan aktivitas industri bambu, walaupun kegiatan ini dilakukan bersama-sama dengan anak,
73
namun kegiatan perempuan masih memiliki porsi yang cukup tinggi. Sebelum melakukan aktivitas dalam bidang ekonomi, istri telah menyelesaikan pekerjaan
rumah tangganya, maka tidak aneh lagi jika seorang ibu bangun tidur lebih pagi dari suaminya.
Mencuci, memasak, dan mengurus, membersihkan dan membereskan rumah adalah kegiatan rutin para perempuan sebelum mereka bekerja dalam pengolahan
bambu. Untuk kehidupan ekonomi bagi masyarakat desa Timbang lawan bukan hal baru apabila ayah dan ibu sama-sama merasa bertanggung jawab terhadap
kelangsungan ekonomi rumah tangganya. Idealnya seorang suamilah yang bertanggung jawab penuh dalam memenuhi kebutuhan keluarganya, termasuk
juga dalam memasok pendapatan keluarga yang karena ia berstatus sebagai kepala keluarga. Namun, pada kenyataannya para perempuan dan anggota keluarga
lainnya juga ikut membantu tentunya sesuai dengan kemampuan masing-masing. Saat sekarang ini, kebutuhan harga bahan pokok rumah tangga melonjak
tinggi, hal ini juga berdampak pada pengeluaraan konsumsi kelurga juga pasti meningkat, sementara pendapatan tetap yang didapat dari suami. Seperti yang kita
ketahui, penghasilan dari daerah pedesaan tidak tetap terkadang bisa dapat hasil banyak, tetapi juga kadang tidak asa hasil. Untuk itu, diharapkan peran
perempuan untuk meningkatkan ekonomi rumah tangga. Hal ini dapat terlihat dari wawancara beri ini:
“ Seperti pada sekarang ini kebutuhan pokok harganya pada melambung tinggi, jadi kalau ibu hanya mengharapkan penghasilan suami saja, itu
tidak cukup, belum lagi biaya ongkos anak sekolah, pokoknya tidak
74
cukuplah, bila bergantungkan hidup dari penghasilan suami, apa lagi suami ibu pun bekerjanya tidak menetap.” Anizar
Perempuan memilih bekerja karena tuntutan ekonomi keluarga agar mencukupi kebutuhan sehari – hari. Pada kalangan ekonomi kelas menengah
keatas, bekerja dianggap sebagai peningkatan prestige dan lebih cendrung untuk memenuhi kebutuhan sendiri, sedangkan pada kalangan ekonomi kelas menengah
ke bawah bekerja dianggap sebagai suatu keharusan yang memang dijalankan untuk mencukupi kebutuhan primer keluarga, jika mereka tidak melakukannya
maka mungkin kegiatan keluarga akan terganggu. Perempuan di Desa Timbang Lawan yang termasuk keluarga dengan golongan ekonomi kelas menengah ke
bawah selain bekerja dalam pemenuhan kebutuhan domestik rumah tangga juga memiliki beban ganda sebagai pelengkap kebutuhan ekonomi keluarga. Seperti
hasil wawancara berikut ini: “ Memilih bekerja menjadi pengrajin ini memang karena inilah pekerjaan
yang gampang dikerjakan dan tanpa pendidikan yang tinggi pun bisa mengerjakannya, apalagi disini pendidikan semua rata – rata SD dan
SMP”. Arlianti Hal yang sama juga diutarakan oleh informan berikut ini:
“Sekarang ini perempuan juga harus ikut bekerja bantu suami, tapi kerjaan rumah harus diutamakan, kayak mana pun perempuan tetap di
dapur, enaknya jadi pengrajin bambu ini, karena hasil bambu yang udah diolah bisa dijual pada setiap seminggu sekali, jadi uangnya bisa
langsung digunakan untuk keperluan sehari - hari.”Yus
75
Hal yang sama juga dapat dilihat dari hasil wawancara berikut ini: “ Ibu biasanya bekerja mulai dari pukul 08.00 hingga sekitar pukul 12.00
siang, pokoknya tidak ada ikatan waktu, suka – suka ibulah mengerjainya mau kapan saja, bahkan malam hari pun bisa juga dikerjakan. Hasil yang
di dapat ndak menentu, kalau lagi rajin mengerjakan banyak didapat, tapi kalau lagi bermalas – malasan dikit juga didapat, bila lagi bersemangat
dapat dikerjakatus biji bambu yang diolah kecil – kecil hingga menyerupai lidi.”. Nurmalawati.
5.6. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Perempuan Pengrajin Bambu