b. Maksim Kedermawanan
Gagasan dasar maksim kedermawanan adalah penutur hendaknya membuat kerugian diri sendiri sekecil mungkin dan membuat kerugian diri sendiri
sebesar mungkin. Kedua poin ini disebut segi positif dan negatif. Segi positif membuat kerugian diri sendiri sebesar mungkin dan segi negatif membuat
keuntungan diri sendiri sekecil mungkin. Maksim kedermawanan terpusat pada diri, sedangkan maksim kearifan terpusat pada lain. Hal ini yang menjadi
perbedaan antara maksim kearifan dan maksim kedermawanan Leech, terjemahan Oka, 1993: 209
Melalui maksim kedermawanan, peserta tutur atau penutur diharapkan dapat menghormati orang lain Rahardi, 2005: 61. Penghormatan kepada orang
lain dalam maksim ini diwujudkan dengan pemberian kesempatan penutur untuk tidak merugikan penutur dan bisa dengan menguntungkannya.
Chaer 2010: 57 menyebut maksim kedermawanan dengan nama maksim penerimaan. Maksim ini menghendaki setiap penutur untuk memperbesar
kerugian bagi diri sendiri dan memperkecil keuntungan diri sendiri. Perhatikan contoh berikut ini.
18 Pinjami saya uang seratus ribu rupiah 19 Ajaklah saya makan di restauran itu
20 Saya akan meminjami Anda uang seratus ribu rupiah
21 Saya akan mengajak Anda makan siang di restauran.
Tuturan 18 dan 19 dirasa kurang santun karena berusaha memperbesar
keuntungan untuk penutur sendiri dan memberatkan lawan tutur. Sebaliknya, tuturan 20 dan 21 dirasa lebih santun karena penutur berusaha memperbesar
kerugian diri sendiri dengan memberikan penawaran yang menguntungkan lawan tutur.
Pada maksim ini penutur diharapkan dapat mengurangi keuntungan bagi diri sendiri dan sebaliknya menambah pengorbanan bagi diri sendiri. Leech
terjemahan Oka ,1993: 209 memberikan contoh kalimat berikut. 22 Kamu dapat meminjamkan mobilmu pada saya.
23 Aku dapat meminjamkan mobilku kepadamu. 24 Kamu harus datang makan malam di rumah kami.
25 Kami harus datang dan makan malam ditempatmu.
Leech, terjemahan Oka, 1993: 209 Ada dua alasan mengapa tawaran 23 dan undangan 24 dianggap sopan.
pertama, karena dua kalimat itu menyiratkan keuntungan untuk lawan tutur dan kedua, karena dua kalimat tersebut menyiratkan kerugian untuk penutur. Pada
22 dan 25 hubungan antarpenutur dengan lawan tutur pada skala untung rugi menjadi terbalik. Di pihak lain, kadang-kadang ada ilokusi yang cukup dijelaskan
dengan maksim kearifan saja, misalnya nasihat seperti “kamu dapat membelinya dengan separuh harga dari harga pasar” menguntungkan lawan tutur tetapi tidak
menyiratkan kerugian untuk penurur, kecuali tenaga yang dibutuhkan penutur untuk mengucapkan nasihat itu sendiri Leech, terjemahan Oka, 1993: 210.
Lebih lanjut, Leech Terjemahan Oka, 1993: 210 memberikan contoh dalam kasus kasus lain, maksim kedermawanan dapat dilihat dan dapat diterapkan
tanpa maksim kearifan, misalnya sebuah permintaan tamu apakah dia boleh menambahkan makanan lagi. Terlihat sedikit lebih sopan bila peranan lawan tutur
sebagai yang memberi makanan penderma tidak ditonjolkan: “dapatkah saya menambah X?
”. Bahkan sedikit lebih sopan lagi bila acuan pada lawan tutur
sebagai penderma dihilangkan: “apakah masih ada X?”. Meskipun demikian, maksim kedermawanan tetap dihipotesiskan bahwa tidak sekuat maksim kearifan.
Hal ini ditunjang oleh pengamatan bahwa ilokusi impositif dapat diperlembut dengan dibuat lebih sopan dengan menghilangkan acuan pada kerugian lawan
tutur.
c. Maksim Pujian