Penentuan Aktivitas Enzim Papain Sebelum dan Sesudah Mikrokapsul Dari Hasil Isolasi Getah Pepaya Muda (Carica papaya L)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Chaplin, M.F. and Bucke.1990. Enzyme Technology. Cambridge University Press. Cambridge, Great Britain.

Chibata, I. 1978. Immobilized of enzyms. Tokyo: Halsted Press Book.

Compo VL, Kawano DF, da Silva Jr DB, Carvaospho I,. 2009. Carrageenans: Biological properties, chemical modifications and structural analysis. A review. Carbohydrate Polymers, 77 (2), p.167-180.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Penerbit Bhratara. Jakarta.

Goksungur, Y dan zolu, N. 2001. Production of Ethanol from Beet Molasses by Ca-Alginate Immobilized Yeast Cells in a Packed-Bed Bioreactor. Turk J Biol 25:265-275.

Grisham, Charles M.; and Reginald H. Garrett. 1999. Biochemistry. Saunders College Pub. Philadelphia.

Harlim, M.S. 2010. Studi Penentuan Aktivitas Crude Enzim Papain Dalam Mikrokapsul Ca-Alginat-Kitosan. Universitas Sumatera Utara

Hwang, C., C.K. Rha and A.J.Sinskey. 1985. Encapsulation With Chitosan : Trans-Membrane Diffusion Of Proteins in Capsules. Third International Conference on Chitin and Chitosan.

Kusumadjaja, A.P. danDewi, R.P. 2005. Determination of Optimum Condition of Papain Enzyme From Papaya Var Java (Carica papaya). Indo. J. Chem. 5: 147-151.


(2)

Lay, B. W. dan Sugyo,H. 1992. Mikrobiologi. Rajawali Pers. Jakarta. Lehninger. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga. Jakarta.

Liouni, M. Drichoutis, P. Dan Nerantzis, E.T. 2008. Studies of mechanical properties and the fermentation behavior of double layer alginate-chitosan beads, using Saccharomyces cerevisiae entrapped cells. World J Microbiol Biotechnol 24.

Martoharsono, Soeharsono. 1997. Biokimia Jilid I. UGM Press. Yogyakarta. Muktian. 2011. Bertanam Varietas Unggul Pepaya California. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Universitas Indonesia (UI Press). Jakarta.

Reed, G. 1975. Enzymes in Food Processing. Academic Press. New York.

Rodwell, V.W. 1987. Harper’s Review of Biochemistry. EGC Kedokteran. Jakarta.

Sani. 2008. Penambahan Natrium, Bisulfit Pada Kualitas Enzim Papain Dari Getah pepaya Secara MCU. [laporan penelitian]. Surabaya: Unesa University.

Sebayang, F. 2006. Imobilisasi Enzim Papain Dari Getah Papaya Dengan Alginat. Jurnal Komunikasi Penelitian. 18: 34-38.


(3)

Sebayang, F. 2006. Pengujian Stabilitas Enzim Bromelin yang Diisolasi dari Bonggol Nanas Serta Imobilisasi Menggunakan Kappa Karagenan.

Silaban, R., Panggabean, F. T. M,.Rahmadani.2012. Kajian Pemanfaatan Enzim Papain Buah Pepaya Untuk Melunakkan Daging. [laporan penelitian]. Medan: Universitas Negeri Medan, Program Pascasarjana.

Smidsrod dan Skjak-braek. 1990. Alginate as Immobilization matrix for Cells. Trends Biotechnol 8.

Smith, AL. 1997. Oxford dictionary of biochemistry and molecular biology. Oxford University Press. Oxford.

Sutoyo, A. 2015. Isolasi Enzim Papain Dari Getah Pepaya Muda (Carica papaya) Serta Aplikasinya Sebagai Penggumpal Dalam Pembuatan

Keju Dari Susu Sapi. Universitas Sumatera Utara

Takahashi, T., Takayama, K., Nagai, T., 1990. Characteristics of polyion

complexes of chitosan with sodium alginate and sodium polyacrylate. Int J Pharm 61.

Usov, A. I. Structural analysis of red seaweed galactans of agar and carrageenan groups. Food Hydrocolloids, 1998, 12, 301–308.

Van de Velde,.F.,Knutsen, S.H., Usov, A.I., Romella, H.S., and Cerezo, A.S., 2002, 1H and 13 C High Resolution NMR Spectoscopy of Carrageenans: Aplication in Research and Industry, Trend in Food Science and Technology, 13, 73-92.


(4)

Winarno, 1973. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Wirahadikusumah, M. 1989. Biokimia (Protein, Enzim, Asam Nukleat). ITB. Bandung.

Yamamoto Y, Takahashi SY, Kurata M, Watabe S, Murakami R. 2002. Novel Cysteine Proteinase Inhibitors Homologous To TheProregions of Cysteine Proteinase. Sci 3 (2): 231-238


(5)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Spektrofotometer UV-Visible Shimadzu

Centrifuge 4000 rpm Fisher

Inkubator ESP

Membran selofan

Neraca analitis Mettler Toledo

Hotplate Gallenkamp

Oven Gallenkamp

Cawan porselen Pyrex

Tabung reaksi

Tabung sentrifugasi

Beaker glass 250 mL Pyrex

Labu ukur 100 mL Pyrex

Magnetik bar

Corong Pyrex

3.1.2 Bahan

Getah pepaya muda(s)

Na2S2O5(s)

(NH4)2SO4(s) Merck

Kasein 1% Merck

Buffer fosfat(aq) pH 7

BaCl2(s)

Tirosin Merck

Trikloroasetat 1 M Merck

Aquadest

CuSO4.5H2O Merck


(6)

3.2 Prosedur Penelitian

3.2.1 Isolasi dan Pemurnian Enzim Papain dari Getah Pepaya Muda (Carica papaya L) menggunakan Amonium Sulfat

Buah papaya muda disadap dengan pisau pada kulit buah mulai dari pangkal menuju ujung buah. Penyadapan dilakukan pada pagi hari antara jam 5.00-8.00 WIB pagi. Lima puluh gram getah papaya selanjutnya dicampur dengan larutan 0,7% v/v Na2S2O5 sebanyak 4 kali jumlah getah. Diaduk sampai rata lalu

dikeringkan dalam oven pada suhu 50oC, untuk produksi papain tanpa pemurnian. Untuk produksi papain dengan pemurnian campuran larutan getah pepaya yang telah diaduk sampai rata ditambahkan 100 mL buffer fosfat pH 7. Campuran tersebut dibiarkan selama 1 jam dalam lemari es. Kemudian disentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm selama 30 menit. Supernatan yang diperoleh ditambahkan ammonium sulfat pada variasi persen kejenuhan (40%, 50%, 60%, 70% dan 80% b/v). Didiamkan selama 24 jam dalam lemari es hingga terbentuk endapan. Endapan diambil melalui sentrifugasi dan disimpan dalam lemari es. Endapan enzim didialisis dengan melarutkannya dalam buffer phospat pH 7, pada kantong selofan yang diikat dan direndam dalam buffer. Diaduk dengan stirrer selama 8 jam dan setiap jam larutan dialisis diganti. Larutan dialisis diuji dengan BaCl2

untuk memastikan garam sulfat dan pengotor-pengotor lainnya telah keluar dari larutan enzim lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 50oC.

3.2.2. Pembuatan Larutan Pereaksi

3.2.2.1. Larutan Induk Standar Tirosin 1000 mg/L

Ditimbang 1 g tirosin dan ditambahkan HCl 1 N sedikit demi sedikit hingga larut kemudian dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL dan diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dan dihomogenkan. Diperoleh larutan induk standar tirosin 1000 mg/L


(7)

3.2.2.2. Larutan Standar Tirosin 100 mg/L

Dipipet 25 mL larutan induk standar tirosin 1000 mg/L dan dimasukkan kedalam labu takar 250 mL kemudian diencerkan dengan aquades sampai garis tanda dan dihomogenkan. Diperoleh larutan standar tirosin 100 mg/L.

3.2.2.3. Larutan Seri Standar Tirosin

Dibuat konsentrasi larutan seri standar tirosin bervariasi 10 ; 20 ; 30 ; 40 ; 50 ; 60 ; 70 ; 80 ; 90 mg/L. Masing-masing dipipet sebanyak 2 ; 4 ; 6 ; 8 ; 10 ; 12 ; 14 ; 16 ; 18 ml larutan standar 100 mg/L dan dimasukkan kedalam labu takar 20 mL kemudian diencerkan dengan aquades sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.2.2.4. Larutan Buffer Fosfat

Larutan A: Larutan NaH2PO4.H2O (2,76 g dalam 100 mL akuades)

Larutan B: Larutan Na2HPO4 (2,84 g dalam 100 mL akuades)

X mL larutan A + Y mL larutan B, dimasukkan kedalam labu takar 20 mL dan diencerkan dengan akuades sampai garis tanda. Dapat dilihat ukuran larutan dalam pembuatan buffer fosfat dalam Tabel 3.1 dibawah ini :

Tabel 3.1 Ukuran Larutan Dalam Pembuatan Buffer Fosfat

pH X(mL) Y(mL)

6 8,77 1,23

6,5 6,85 3,15

7 3,9 6,1

7,5 1,6 8,4

8 0,53 9,47

3.2.2.5. Larutan NaOH 0,2 N

Dilarutkan 4 g NaOH dengan aquades kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 500 mL dan diencerkan sampai garis tanda.


(8)

3.2.2.6. Larutan HCl 1 N

Dilarutkan 8,33 mL HCl(p) dalam labu takar 100 mL kemudian diencerkan dengan

aquades sampai garis tanda. 3.2.2.7. Larutan Kasein 1%

Dilarutkan 1 g kasein dengan buffer fosfat pH 7 kemudian dimasukkan kedalam labu takar 100 mL dan diencerkan sampai garis tanda.

3.2.2.8. Larutan Asam Trikloroasetat 30%

Dilarutkan 30 g asam trikloroasetat dengan aquades kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan diencerkan sampai garis tanda.

3.2.2.9. Larutan Enzim Papain 1%

Dilarutkan 1 g enzim papain dengan buffer fosfat pH 7 kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan diencerkan sampai garis tanda.

3.2.2.10. Pereaksi Biuret

Dilarutkan 3 g CuSO4.5H2O dan 9 g Na-K-Tartarat dengan NaOH 0,2 N

kemudian dimasukkan kedalam labu takar 500 mL dan diencerkan sampai garis tanda, kemudian ditambahkan 5 g KI dan dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL dan diencerkan dengan NaOH 0,2 N sampai garis tanda.

3.2.3. Penentuan Kurva Kalibrasi

3.2.3.1. Pembuatan Kurva Kalibrasi Tirosin

3.2.3.1.1. Penentuan λmaks Larutan Standar Tirosin

Diambil larutan seri standar tirosin 50 mg/L dan diukur λmaks dengan melihat

spectrum puncak serapan maksimum tirosin kemudian dilakukan pemeriksaan peakspectrum tirosin dan diperoleh λmaks pada absorbansi maksimum.


(9)

3.2.3.1.2. Penentuan Kurva Kalibrasi Larutan Standar Tirosin

Dinolkan absorbansinya dengan blanko aquades. Masing-masing larutan seri standar tirosin 0 ; 10 ; 20 ; 30 ; 40 ; 50 ; 60 ; 70 ; 80 ; 90 mg/L diukur

absorbansinya pada λmaks 275 nm kemudian diplotkan konsentrasi dan absorbansi

larutan seri standar.

3.2.3.2. Pembuatan Kurva Kalibrasi Bovin Serum Albumin (BSA) Metode Biuret

3.2.3.2.1. Penentuan λmaks Larutan BSA

Diambil salah satu konsentrasi larutan standar BSA dan diukur λmaks dengan

melihat spectrum puncak serapan maksimum BSA kemudian dilakukan pemeriksaan peak spectrum BSA dan diperoleh λmaks pada absorbansi maksimum.

3.2.3.2.2. Penentuan Kurva Kalibrasi Larutan BSA

Dinolkan absorbansinya dengan blanko akuades. Dipipet masing-masing 0; 0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 mL larutan standar BSA dan ditambahkan masing-masing akuades hingga volume total masing-masing menjadi 4 mL kemudian ditambahkan masing-masing 6 mL pereaksi biuret, diukur absorbansinya pada λmaks 549 nm kemudian diplotkan konsentrasi dan absorbansi larutan seri standar.

3.2.3.2.3 Penentuan Kadar Protein Enzim Papain Metode Biuret

Dipipet 1 mL larutan papain 1% dan dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan aquadest hingga volume total adalah 4 mL, ditambahkan 6 mL Pereaksi Biuret dan didiamkan selama 6 menit pada suhu kamar, dan diukur absorbansinya pada λmaks 549 nm.


(10)

3.2.4. Pengujian Aktivitas Enzim Papain Metode Murachi 3.2.4.1. Pengujian pH Optimum Enzim Papain

Sebanyak 1 mL kasein 1% dimasukkan masing-masing kedalam 5 buah beaker glass 100 mL dan ditambahkan masing-masing 1 mL enzim papain 1% dan ditambahkan masing-masing 16 mL buffer fosfat dengan variasi pH 6; 6,5; 7; 7,5; 8 untuk masing-masing gelas beaker dan diinkubasi pada suhu 55oC selama 20 menit. Kemudian ditambahkan masing-masing 2 mL asam trikloroasetat 30% dan diinkubasi kembali pada suhu 55o C selama 20 menit dan disaring. Kemudian diukur absorbansi masing-masing filtrat pada λmaks 275 nm.

3.2.4.2. Pengujian Suhu Optimum Enzim Papain

Sebanyak 1 mL kasein 1% dimasukkan masing-masing kedalam 6 buah gelas beaker 100 mL dan ditambahkan masing-masing 1 mL enzim papain 1% dan ditambahkan masing 16 mL buffer fosfat pH 7 dan diinkubasi masing-masing gelas beaker dengan variasi suhu 40,45,50,55,60,65,70oC selama 20 menit. Kemudian ditambahkan masing-masing 2 mL asam trikloroasetat 30% dan diinkubasi kembali masing-masing gelas beaker dengan variasi suhu yang sama selama 20 menit dan disaring. Kemudian diukur absorbansi masing-masing filtrat

pada λmaks 275 nm.

3.2.4.3. Pengujian Aktivitas Enzim Papain

Sebanyak 1 mL kasein 1% dimasukkan kedalam gelas beaker 100 mL dan ditambahkan dengan 1 mL enzim papain 1% dan ditambahkan 16 mL buffer fosfat pH 7 kemudian diinkubasi pada suhu 55oC selama 20 menit. Kemudian ditambahkan 2 mL asam trikloroasetat 30% dan diinkubasi kembali pada suhu

55oC selama 20 menit dan disaring. Kemudian diukur absorbansi filtrat pada λmaks


(11)

3.2.4.4. Imobilisasi Enzim Papain Dengan Menggunakan Bahan Pendukung Kappa Karagenan (k – Karagenan)

Sebanyak 20 mL enzim papain papain dimasukkan kedalam gelas beaker dan ditambahkan 5 mL larutan NaCl 0,85%. Diaduk pelan-pelan dan biarkan selama 3 menit pada suhu 37oC. Kemudian dimasukkan 3,5 gram kappa karagenan kedalam gelas beaker dan ditambahkan 80 mL larutan NaCl 0, 85%. Dipanaskan sampai suhu 80oC sambil diaduk hingga larut sempurna, lalu dibiarkan hingga suhu 55oC. Dicampurkan kedua larutan tersebut sampai homogen, dibiarkan dingin pada suhu kamar selama 10 menit dan suhu 10oC selama 30 menit sampai terbentukgel. Untuk menambah kekerasan gel direndam dalam larutan KCl 0,3 M dingin selama 24 jam pada suhu 4°C. Selanjutnya gel dipotong-potong dengan ukuran 3x3x3 mm. Gel yang sudah dipotong-potong dicuci dengan air akuades.

3.2.4.5. Penentuan Kadar Enzim Papain Yang Tidak Terenkapsulasi

Dipipet 1 mL larutan hasil pencucian mikrokapsul dan dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan aquadest hingga volume total adalah 4 mL, dan ditambahkan 6 mL pereaksi biuret kemudian didiamkan selama 6 menit pada

suhu kamar, dan diukur absorbansi pada λmaks 549 nm.

3.2.5. Pengujian Aktivitas Mikrokapsul Enzim Papain

3.2.5.1. Pengujian Suhu Optimum Mikrokapsul Enzim Papain

Sebanyak 1 mL kasein 1% dimasukkan masing-masing kedalam 6 buah gelas beaker 100 mL dan ditambahkan masing-masing 4,46 g mikrokapsul dan ditambahkan masing 16 mL buffer fosfat pH 7 dan diinkubasi masing-masing gelas beaker dengan variasi suhu 40°C, 45°C, 50°C, 55°C, 60°C, 65°C dan 70oC selama 20 menit. Kemudian ditambahkan masing-masing 2 mL asam trikloroasetat 30% dan diinkubasi kembali masing-masing gelas beaker dengan variasi suhu yang sama selama 20 menit dan disaring. Kemudian diukur absorbansi masing-masing filtrat pada λmaks 275 nm.


(12)

3.2.5.2. Pengujian Aktivitas Mikrokapsul Enzim Papain

Sebanyak 1 mL kasein 1% dimasukkan kedalam gelas beaker 100 mL dan ditambahkan 4,46 g mikrokapsul dan ditambahkan 16 mL buffer fosfat pH 7 dan diinkubasi pada suhu 60oC selama 20 menit dan disaring. Kemudian diukur

absorbansi filtrat pada λmaks 275 nm.

3.2.6. Pengujian Stabilitas Enzim Papain Dan Mikrokapsul Enzim Papain 3.2.6.1.Pengujian Stabilitas Enzim Papain Dan Mikrokapsul Enzim Papain

Pada Suhu 25oC

Sebanyak 1 mL kasein 1% dimasukkan kedalam gelas beaker 100 mL dan ditambahkan dengan 1 mL enzim papain 1% dan ditambahkan 16 mL buffer fosfat pH 7 kemudian diinkubasi pada suhu 55oC selama 20 menit. Kemudian ditambahkan 2 mL asam trikloroasetat 30% dan diinkubasi kembali pada suhu 55oC selama 20 menit dan disaring. Kemudian diukur absorbansi filtrat pada λmaks275 nm. Larutan enzim papain 1% disimpan pada suhu 25°C dan dilakukan

pengujian stabilitas kembali pada hari kedua dan ketiga.

Sebanyak 1 mL kasein 1% dimasukkan kedalam gelas beaker 100 mL dan ditambahkan 4,46 g mikrokapsul dan ditambahkan 16 mL buffer fosfat pH 7 dan diinkubasi pada suhu 60oC selama 20 menit. Kemudian ditambahkan 2 mL asam trikloroasetat 30% dan diinkubasi kembali pada suhu 60oC selama 20 menit dan

disaring. Kemudian diukur absorbansi filtrat pada λmaks 275 nm. Kemudian

dipisahkan mikrokapsul dari endapan protein dan dicuci dengan aquadest. Mikrokapsul tersebut disimpan pada temperatur 25oC untuk digunakan kembali pada pengujian pemakaian berulang ke – 2 dan 3.


(13)

3.2.6.2. Pengujian Stabilitas Enzim Papain Dan Mikrokapsul Enzim Papain Pada Suhu 10oC

Sebanyak 1 mL kasein 1% dimasukkan kedalam gelas beaker 100 mL dan ditambahkan dengan 1 mL enzim papain 1% dan ditambahkan 16 mL buffer fosfat pH 7 kemudian diinkubasi pada suhu 55oC selama 20 menit. Kemudian ditambahkan 2 mL asam trikloroasetat 30% dan diinkubasi kembali pada suhu 55oC selama 20 menit dan disaring. Kemudian diukur absorbansi filtrat pada λmaks275 nm. Larutan enzim papain 1% disimpan pada suhu 10°C dan dilakukan

pengujian stabilitas kembali pada hari kedua dan ketiga.

Sebanyak 1 mL kasein 1% dimasukkan kedalam gelas beaker 100 mL dan ditambahkan 4,46 g mikrokapsul dan ditambahkan 16 mL buffer fosfat pH 7 dan diinkubasi pada suhu 60oC selama 20 menit. Kemudian ditambahkan 2 mL asam trikloroasetat 30% dan diinkubasi kembali pada suhu 60oC selama 20 menit dan disaring. Kemudian diukur absorbansi filtrat pada λmaks 275 nm. Kemudian

dipisahkan mikrokapsul dari endapan protein dan dicuci dengan aquadest. Mikrokapsul tersebut disimpan dalam temperatur 10oC untuk digunakan kembali pada pengujian pemakaian berulang ke- 2 dan 3.


(14)

3.3 Bagan Penelitian

3.3.1. Isolasi dan Pemurnian Enzim Papain dari Buah Pepaya Muda Menggunakan Amonium Sulfat (Kusumadjaja & Dewi, 2005)


(15)

3.3.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi


(16)

3.3.2.2. Pembuatan Kurva Kalibrasi Bovin Serum Albumin (BSA) Metode Biuret


(17)

3.3.2.3. Penentuan Kadar Protein Enzim Papain Metode Biuret

3.3.3. Pengujian Aktivitas Enzim Papain


(18)

(19)

(20)

3.3.3.4. Imobilisasi Enzim Papain Dengan Menggunakan Bahan Pendukung (k – Karagenan) Kappa Karagenan (Sebayang, F. 2006)


(21)

3.3.3.5. Penentuan Kadar Protein Enzim Papain Yang Tidak Terenkapsulasi

3.3.4. Pengujian Aktivitas Mikrokapsul Enzim Papain


(22)

(23)

(24)

3.3.5. Pengujian Stabilitas Enzim Papain Dan Mikrokapsul Enzim Papain 3.3.5.1. Pengujian Stabilitas Enzim Papain Pada Suhu 25oC


(25)

(26)

(27)

(28)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Isolasi Enzim Papain Dari Getah Pepaya Muda (Carica papaya L) Getah pepaya muda yang digunakan yaitu sebanyak 50,07 gram.

Diperoleh enzim papain sebanyak 2,3843 gram. Data berat enzim papain yang diperoleh dari isolasi dapat dilihat dalam Tabel 4.1 dibawah ini :

Tabel 4.1 Data Berat Enzim Papain Yang Diperoleh Dari Isolasi

No. Enzim Papain Dengan Kejenuhan

Amonium Sulfat (%) Berat Yang Diperoleh (gram)

1 40 0,6678

2 50 0,4010

3 60 0,4978

4 70 0,4588

5 80 0,3589

% Rendemen = ����� ����� ������

����� ���� ℎ������ × 100 %

Dimana diperoleh % Rendemen enzim papain dengankejenuhan 40% yaitu :

% Rendemen = ����� ����� ������

����� ���� ℎ������ × 100 %

= 0,6678 �

50,07 � × 100 % = 1,33 %

Hasil perhitungan % Rendemen untuk kejenuhan amonium sulfat 50%, 60%, 70%, dan 80% berturut-turut adalah 0,8%; 0,99%; 0,92%; dan 0,72%.


(29)

4.1.2 Kurva Kalibrasi

4.1.2.1 Kurva Kalibrasi Tirosin

Data hasil pengukuran absorbansi Larutan Standar Tirosin dengan menggunakan metode Spektrofotometer UV-Visible dapat dilihat dalam Tabel 4.2 dibawah ini : Tabel 4.2. Data Absorbansi Larutan Standar Tirosin

No. Konsentrasi (mg/L) Absorbansi

1 0 0

2 10 0,08743

3 20 0,15703

4 30 0,22627

5 40 0,29530

6 50 0,36958

7 60 0,44385

8 70 0,51906

9 80 0,58963

10 90 0,66141

Pengolahan data terlampir

Dari persamaan garis regresi metode Least Square dari pengolahan data Tirosin, maka kadar protein enzim papain dengan masing-masing kejenuhan amonium sulfat dapat diketahui berdasarkan absorbansinya.


(30)

4.1.2.2 Kurva Kalibrasi Bovin Serum Albumin (BSA) Metode Biuret

Data hasil pengukuran absorbansi Larutan Standar Bovin Serum Albumin (BSA) dengan menggunakan metode Spektrofotometer UV-Visible dapat dilihat dalam Tabel 4.3 dibawah ini :

Tabel 4.3. Data Absorbansi Larutan Standar Bovin Serum Albumin (BSA) No. Volume BSA (mL) Massa Protein Standar

(mg) Absorbansi

1 0 0 0,10699

2 0,1 0,5 0,12230

3 0,2 1 0,15593

4 0,4 2 0,18742

5 0,6 3 0,22275

6 0,8 4 0,24896

Pengolahan data terlampir

Kadar protein enzim papain dengan berbagai kejenuhan amonium sulfat dapat dilihat dalam Tabel 4.4 dibawah ini :

Tabel 4.4. Kadar Protein Enzim Papain Dengan Kejenuhan Amonium Sulfat

No Kejenuhan Amonium Sulfat (%) Larutan Enzim Papain 1 % Absorbansi Kadar Protein Enzim Papain (mg)

1 40 1 ml 0,1497 1,0745

2 50 1 ml 0,1995 2,4548

3 60 1 ml 0,2898 4,9576

4 70 1 ml 0,1943 2,3106


(31)

4.1.3 Penentuan Kondisi Optimum Aktivitas Enzim Papain 4.1.3.1 Penentuan Suhu Optimum

Data pengaruh suhu pada aktivitas enzim papain dengan masing-masing kejenuhan amonium sulfat dapat dilihat dalam Tabel 4.5, 4.6, 4.7, 4.8 dan 4.9 dibawah ini :

Tabel 4.5. Data Pengaruh Suhu Pada Aktivitas Enzim Papain Dengan Kejenuhan Amonium Sulfat 40 %

No Suhu

(°C) Absorbansi

Aktivitas Enzim (ppm)

1 40 0,4231 57,079

2 45 0,4517 61,008

3 50 0,4928 66,654

4 55 0,5973 81,008

5 60 0,5730 77,670

6 65 0,5640 76,434

7 70 0,5194 70,307

Aktivitas enzim dinyatakan sebagai jumlah tirosin yang dibebaskan (ppm) dengan substrat kasein.


(32)

Tabel 4.6. Data Pengaruh Suhu Pada Aktivitas Enzim Papain Dengan Kejenuhan Amonium Sulfat 50 %

No Suhu

(°C) Absorbansi

Aktivitas Enzim (ppm)

1 40 0,3907 52,629

2 45 0,4596 62,093

3 50 0,5677 76,942

4 55 0,6330 85,912

5 60 0,6281 85,239

6 65 0,5445 73,755

7 70 0,4845 65,514

Aktivitas enzim dinyatakan sebagai jumlah tirosin yang dibebaskan (ppm) dengan substrat kasein.

Tabel 4.7. Data Pengaruh Suhu Pada Aktivitas Enzim Papain Dengan Kejenuhan Amonium Sulfat 60 %

No Suhu

(°C) Absorbansi

Aktivitas Enzim (ppm)

1 40 0,4029 54,305

2 45 0,4945 66,887

3 50 0,5143 69,607

4 55 0,7456 101,379

5 60 0,6765 91,887

6 65 0,6018 81,626

7 70 0,5619 76,146

Aktivitas enzim dinyatakan sebagai jumlah tirosin yang dibebaskan (ppm) dengan substrat kasein.


(33)

Tabel 4.8. Data Pengaruh Suhu Pada Aktivitas Enzim Papain Dengan Kejenuhan Amonium Sulfat 70 %

No Suhu

(°C) Absorbansi

Aktivitas Enzim (ppm)

1 40 0,3929 52,931

2 45 0,4247 57,299

3 50 0,6656 90,390

4 55 0,7162 97,341

5 60 0,6959 94,552

6 65 0,5124 69,346

7 70 0,5109 69,140

Aktivitas enzim dinyatakan sebagai jumlah tirosin yang dibebaskan (ppm) dengan substrat kasein.

Tabel 4.9. Data Pengaruh Suhu Pada Aktivitas Enzim Papain Dengan Kejenuhan Amonium Sulfat 80 %

No Suhu

(°C) Absorbansi

Aktivitas Enzim (ppm)

1 40 0,3958 53,329

2 45 0,4086 55,087

3 50 0,5789 78,481

4 55 0,6403 86,915

5 60 0,6332 85,939

6 65 0,4416 59,621

7 70 0,3845 51,777

Aktivitas enzim dinyatakan sebagai jumlah tirosin yang dibebaskan (ppm) dengan substrat kasein.


(34)

4.1.3.2 Penentuan pH Optimum

Data pengaruh pH pada aktivitas enzim papain dengan masing-masing kejenuhan amonium sulfat dapat dilihat dalam Tabel 4.10, 4.11, 4.12, 4.13 dan 4.14 dibawah ini :

Tabel 4.10. Data Pengaruh pH Pada Aktivitas Enzim Papain Dengan Kejenuhan Amonium Sulfat 40 %

No pH Absorbansi Aktivitas Enzim

(ppm)

1 6 0,5503 74,552

2 6,5 0,5671 76,859

3 7 0,5887 79,826

4 7,5 0,5584 75,665

5 8 0,5319 72,025

Aktivitas enzim dinyatakan sebagai jumlah tirosin yang dibebaskan (ppm) dengan substrat kasein.

Tabel 4.11. Data Pengaruh pH Pada Aktivitas Enzim Papain Dengan Kejenuhan Amonium Sulfat 50 %

No pH Absorbansi Aktivitas Enzim

(ppm)

1 6 0,4825 65,239

2 6,5 0,5226 70,747

3 7 0,6421 87,162

4 7,5 0,5700 77,258

5 8 0,5697 77,217

Aktivitas enzim dinyatakan sebagai jumlah tirosin yang dibebaskan (ppm) dengan substrat kasein.


(35)

Tabel 4.12. Data Pengaruh pH Pada Aktivitas Enzim Papain Dengan Kejenuhan Amonium Sulfat 60 %

No pH Absorbansi Aktivitas Enzim

(ppm)

1 6 0,5577 75,568

2 6,5 0,5762 78,109

3 7 0,7060 95,939

4 7,5 0,6909 93,865

5 8 0,5784 78,412

Aktivitas enzim dinyatakan sebagai jumlah tirosin yang dibebaskan (ppm) dengan substrat kasein.

Tabel 4.13. Data Pengaruh pH Pada Aktivitas Enzim Papain Dengan Kejenuhan Amonium Sulfat 70 %

No pH Absorbansi Aktivitas Enzim

(ppm)

1 6 0,4807 64,992

2 6,5 0,6702 91,022

3 7 0,7033 95,568

4 7,5 0,6908 93,852

5 8 0,6513 88,426

Aktivitas enzim dinyatakan sebagai jumlah tirosin yang dibebaskan (ppm) dengan substrat kasein.


(36)

Tabel 4.14. Data Pengaruh pH Pada Aktivitas Enzim Papain Dengan Kejenuhan Amonium Sulfat 80 %

No pH Absorbansi Aktivitas Enzim

(ppm)

1 6 0,4961 67,107

2 6,5 0,5764 78,137

3 7 0,6747 91,640

4 7,5 0,6543 88,837

5 8 0,6277 85,184

Aktivitas enzim dinyatakan sebagai jumlah tirosin yang dibebaskan (ppm) dengan substrat kasein.


(37)

4.1.4 Imobilisasi Enzim Papain

Imobilisasi enzim papain dilakukan dengan metode penjebakan dengan cara mikrokapsul menggunakan kappa karagenan (k-karagenan) dimana jumlah enzim yang terikat adalah 59,75 % yang dihitung dengan penentuan protein bebas metode biuret. Berikut ini perhitungan enzim papain yang terjebak kedalam mikrokapsul :

Sebelum mikrokapsul enzim papain :

1 mL enzim papain terkandung protein bebas = 4,9576 mg Enzim bebas yang digunakan = 20 mL

Maka : 4,9576 × 20 = 99,152 mg Setelah mikrokapsul enzim papain :

1 mL air pencucian mikrokapsul terkandung protein = 3,9903 mg Volume air pencucian mikrokapsul = 10 mL

Maka : 3,9903 × 10 = 39,903 mg

% terenkapsulasi = 99,152−39,903

99,152 × 100 % = 59,75 %


(38)

4.1.5 Penentuan Kondisi Optimum Aktivitas Mikrokapsul Enzim Papain 4.1.5.1 Penentuan Suhu Optimum

Data pengaruh suhu pada aktivitas mikrokapsul enzim papain dapat dilihat dalam Tabel 4.15 dibawah ini :

Tabel 4.15. Data Pengaruh Suhu Pada Aktivitas Mikrokapsul Enzim Papain

No Suhu

(°C) Absorbansi

Aktivitas Enzim (ppm)

1 40 0,3755 50,541

2 45 0,4315 58,234

3 50 0,4718 63,769

4 55 0,5993 81,283

5 60 1,0127 138,068

6 65 0,7687 104,552

7 70 0,7012 95,280

Aktivitas enzim dinyatakan sebagai jumlah tirosin yang dibebaskan (ppm) dengan substrat kasein.

4.1.5.2 Penentuan pH Optimum

Data pengaruh pH pada aktivitas mikrokapsul enzim papain dapat dilihat dalam Tabel 4.16 dibawah ini :

Tabel 4.16. Data Pengaruh pH Pada Aktivitas Mikrokapsul Enzim Papain

No pH Absorbansi Aktivitas Enzim

(ppm)

1 6 0,6139 83,288

2 6,5 0,7490 101,846

3 7 0,8788 119,676

4 7,5 0,8695 118,398

5 8 0,7591 103,234

Aktivitas enzim dinyatakan sebagai jumlah tirosin yang dibebaskan (ppm) dengan substrat kasein.


(39)

Data kadar protein yang tidak terenkapsulasi dapat dilihat dalam Tabel 4.17 dibawah ini :

Tabel 4.17. Pengukuran Kadar Protein Yang Tidak Terenkapsulasi No. Volume Enzim

Papain 1 % Absorbansi

Kadar Protein Enzim Papain (mg)

1 1 ml 0,2549 3,9903

4.1.6 Pengukuran Stabilitas Enzim Papain Dan Mikrokapsul Enzim Papain Dengan Suhu Penyimpanan 25°C dan 10°C

Data stabilitas enzim papain dan mikrokapsul enzim papain dengan suhu penyimpanan 25°C dan 10°C dapat dilihat dalam Tabel 4.18 dan 4.19 dibawah ini: Tabel 4.18. Data Pengujian Stabilitas Enzim Papain dengan Suhu Penyimpanan

25°C dan 10°C Pemakaian

Ke

Suhu 25°C Suhu 10°C

Abs Aktivitas

Enzim (ppm) Abs

Aktivitas Enzim (ppm)

1 0,3921 52,821 0,4688 63,357

2 0,2860 38,247 0,2930 39,208

3 0,1941 25,623 0,2014 26,626

Aktivitas enzim dinyatakan sebagai jumlah tirosin yang dibebaskan (ppm) dengan substrat kasein.

Tabel 4.19. Data Pengujian Stabilitas Mikrokapsul Enzim Papain dengan Suhu Penyimpanan 25°C dan 10°C

Pemakaian Ke

Suhu 25°C Suhu 10°C

Abs Aktivitas

Enzim (ppm) Abs

Aktivitas Enzim (ppm)

1 0,7018 95,363 0,8425 114,689

2 0,4923 66,585 0,6536 88,742

3 0,2814 37,615 0,4202 56,681

Aktivitas enzim dinyatakan sebagai jumlah tirosin yang dibebaskan (ppm) dengan substrat kasein.


(40)

4.2 Pembahasan

4.2.1. Isolasi Enzim Papain

Getah pepaya diperoleh dari buah pepaya muda dan dilakukan pengukuran berat yang dibandingkan dengan berat enzim papain yang diperoleh maka didapatkan rendemen dari kejenuhan amonium sulfat 40%, 50%, 60%, 70% dan 80% masing-masing adalah 1,33%, 0,8%, 0,99%, 0,92% dan 0,72%. Semakin tinggi nilai rendemen yang dihasilkan menandakan enzim papain yang dihasilkan semakin banyak.

4.2.2. Imobilisasi Enzim Papain

Dalam penelitian ini, bahan pendukung yang digunakan adalah kappa karagenan yang sudah jadi artinya tidak dilakukan pembuatan kappa karagenan. Dalam proses imobilisasi enzim, jumlah enzim yang terikat dalam bahan pendukung (matriks) harus diperhitungkan. Dalam penelitian ini jumlah enzim yang terikat dalam matriks ditentukan dengan melakukan pengujian kadar protein dalam air pencuci dengan metode biuret. Dari hasil pengukuran ternyata enzim yang terjebak dengan menggunakan kappa karagenan sekitar 59,75 % dan aktivitas dari mikrokapsul enzim papain mengalami kenaikan. Hal ini terjadi karena enzim yang terjebak berada dalam keadaan yang lebih stabil karena terjadinya konformasi enzim yang sama dengan konformasi substrat berdasarkan metode lock and key.

4.2.3. Penentuan Kadar Protein Enzim Papain dan Mikrokapsul Enzim Papain

Kadar protein enzim papain dengan kejenuhan amonium sulfat 60% diperoleh sebanyak 4,9576 mg. Dan kadar protein mikrokapsul enzim papain yaitu 3,9903 mg. Terjadi penurunan kadar protein pada mikrokapsul enzim papain, hal ini terjadi karena pada saat pemotongan dan pencucian mikrokapsul, enzim papain terlepas dari matriks kappa karagenan sehingga kadar protein yang diperoleh dari mikrokapsul enzim papain sedikit.


(41)

4.2.4. Penentuan Aktivitas Mikrokapsul Enzim Papain

Penentuan aktivitas dari mikrokapsul enzim papain adalah dengan penambahan substrat (kasein) dimana mikrokapsul enzim papain akan menghidrolisis kasein menghasilkan beberapa asam amino salah satu di antaranya adalah tirosin. Reaksi enzimatis dari enzim papain fapat dilihat pada Gambar 4.1 dibawah ini :

Gambar 4.1 Reaksi Enzimatis dari Enzim Papain (Harlim, 2010)

Untuk menonaktifkan enzim tersebut serta mengendapkan protein sisa maka ditambahkan asam trikloroasetat. Dimana tirosin yang dihasilkan dianalisa dengan metode spektrofotometer UV pada panjang gelombang 275 nm. Tirosin dapat dianalisa pada spektrofotometer UV dikarenakan adanya ikatan diena terkonjugasi pada strukturnya. Struktur tirosin dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut ini :


(42)

4.2.3.1. Pengaruh Suhu Optimum

Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim papain dan mikrokapsul enzim papain dapat dilihat seperti pada Gambar 4.3 berikut.

Gambar 4.3 Pengaruh Temperatur Pada Aktivitas Enzim Papain dan Mikrokapsul Enzim Papain

Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa aktivitas enzim papain yang tertinggi terdapat pada suhu 55°C sebesar 101,379 µ g/mL dan aktivitas mikrokapsul enzim papain tertinggi terdapat pada suhu 60°C sebesar 138,068 µg/mL. Terjadi peningkatan aktivitas enzim papain sebelum dan sesudah mikrokapsul seiring bertambahnya suhu. Hal ini dikarenakan terjadinya konformasi dari struktur enzim dengan matriks pembungkus kappa karagenan (k-karagenan) sehingga substrat lebih mudah untuk menembus halangan sterik yang ada dan peningkatan suhu ini membuktikan bahwa matriks pembungkus yang digunakan mampu melindungi enzim papain pada suhu yang tinggi. Namun, diatas dari suhu optimum (suhu yang menunjukkan aktivitas maksimum) terlihat bahwa aktivitas yang terus menurun secara tajam karena terjadinya denaturasi dari enzim tersebut dan hal ini dimungkinkan karena ikatan-ikatan hidrogen yang lemah pada enzim papain mengalami pemutusan sehingga mengubah konformasi dari enzim dan menurunkan aktivitas dari enzim papain dan mikrokapsul enzim papain.

0 20 40 60 80 100 120 140 160

40 45 50 55 60 65 70

A k tivi tas E n zim ( µ g/ mL ) Suhu Mikrokapsul Enzim Papain Enzim Papain


(43)

4.2.3.2. Pengaruh pH Optimum

Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim papain dan mikrokapsul enzim papain dapat dilihat seperti pada Gambar 4.4 berikut.

Gambar 4.4 Pengaruh pH Pada Aktivitas Enzim Papain dan Mikrokapsul Enzim Papain

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa pH optimum enzim papain dan mikrokapsul enzim papain adalah 7 dengan aktivitas yang berbeda. Aktivitas enzim papain sebesar 95,939 µg/mL sedangkan aktivitas mikrokapsul enzim papain sebesar 119,676 µg/mL. Hal ini dikarenakan pH berhubungan dengan struktur enzim yang merupakan asam-asam amino. Perubahan pH dalam suatu larutan menunjukkan perubahan jumlah ion H+ yang ada dalam larutan. Perubahan ini mempengaruhi aktivitas enzim dimana dapat menyebabkan perubahan konformasi dari enzim. Pada pH optimum yaitu pH 7, jumlah ion H+ tidak mempengaruhi konformasi dari enzim papain sehingga konformasi enzim adalah sama dengan konformasi substrat (lock and key). Sehingga pada pH 7 ini, aktivitas enzim adalah aktivitas yang paling tinggi.

0 20 40 60 80 100 120 140

6 6,5 7 7,5 8

A k tivi tas E n zim ( µ g/ mL ) pH Mikrokapsul Enzim Papain Enzim Papain


(44)

4.2.4. Pengukuran Stabilitas Enzim Papain Dan Mikrokapsul Enzim Papain dengan Suhu Penyimpanan 25°C dan 10°C

Pengujian stabilitas enzim papain bertujuan untuk mengetahui perubahan aktivitas enzim yang terjadi pada penggunaan larutan enzim papain selama 3 hari berturut-turut dan juga digunakan untuk perbandingan aktivitas enzim papain dengan mikrokapsul enzim papain. Stabilitas mikrokapsul enzim papain bertujuan untuk mengetahui berapa kali enzim papain terenkapsulasi ini dapat digunakan dan mampu untuk mengkatalisis suatu reaksi. Pada pemakaian berulang enzim papain yang disimpan pada suhu 10°C masih menunjukkan aktivitas sebesar 85,29 % sedangkan pada penyimpanan suhu 25°C menunjukkan aktivitas sebesar 69,92%. Pada pemakaian berulang mikrokapsul enzim papain didapatkan bahwa mikrokapsul pada penyimpanan 10°C setelah pemakaian ke 3 kali masih menunjukkan aktivitas sebesar 86,81% sedangkan mikrokapsul pada penyimpanan 25°C menunjukkan aktivitas sebesar 66,90% setelah pemakaian ke 3. Perbandingan kestabilan aktivitas enzim papain dan mikrokapsul enzim papain pada suhu 25°C dapat dilihat pada Gambar 4.5 berikut.

Gambar 4.5 Perbandingan kestabilan aktivitas enzim papain dan mikrokapsul enzim papain pada suhu 25°C

0 20 40 60 80 100 120

1 2 3

A k tivi tas E n zim ( µ g/ mL ) Pemakaian ke Mikrokapsul Enzim Papain Enzim Papain


(45)

Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa aktivitas enzim papain lebih rendah daripada mikrokapsul enzim papain. Hal ini dikarenakan enzim papain tidak stabil dibandingkan mikrokapsul enzim papain yang lebih stabil karena terlapisi oleh matriks kappa karagenan.

Pada suhu 25°C enzim papain mengalami penurunan aktivitas secara perlahan dari hari pertama hingga hari ketiga. Sedangkan mikrokapsul enzim papain mengalami penurunan aktivitas yang drastis dari pemakaian pertama hingga pemakaian ketiga. Hal ini dikarenakan suhu disekitar mikrokapsul enzim papain yang tinggi mempengaruhi konformasi mikrokapsul enzim papain tersebut sehingga kemungkinan lebih cepat rusak atau hancur lebih cepat.

Perbandingan kestabilan aktivitas enzim papain dan mikrokapsul enzim papain pada suhu 10°C dapat dilihat pada Gambar 4.6 berikut.

Gambar 4.6 Perbandingan kestabilan aktivitas enzim papain dan mikrokapsul enzim papain pada suhu 10°C

Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa terjadi penurunan aktivitas enzim papain dan mikrokapsul enzim papain. Hal ini disebabkan oleh kestabilan dan daya katalis dari molekul enzim tersebut. Daya katalis dan stabilitas enzim dipengaruhi oleh faktor lingkungan juga turut mempengaruhi gugus fungsi reaktif enzim pada pusat aktifnya. Jika suatu enzim sering digunakan maka terjadi interaksi antara substrat dengan enzim akan mempengaruhi gugus aktif sehingga akan terjadi

0 20 40 60 80 100 120 140

1 2 3

A k tivi tas E n zim ( µ g/ mL ) Pemakaian ke Mikrokapsul Enzim Papain Enzim Papain


(46)

perubahan konformasi enzim yang menyebabkan penurunan aktivitas dari enzim tersebut. Penurunan aktivitas juga disebabkan karena matriks pembungkus yang digunakan mengalami kerusakan sehingga enzim papain terlepas pada saat pencucian.

Pada suhu 10°C enzim papain mengalami penurunan aktivitas yang stabil dari hari pertama hingga hari ketiga. Mikrokapsul enzim papain juga mengalami penurunan aktivitas yang drastis dari pemakaian pertama hingga ketiga. Hal ini dikarenakan matriks pembungkus yang digunakan mengalami kerusakan sehingga enzim papain terlepas pada saat pencucian pada pemakaian ke 3 kali. Walaupun demikian, mikrokapsul enzim papain ini memiliki keuntungan karena dapat digunakan sebanyak 3 kali secara berulang.


(47)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Enzim papain dapat diisolasi dari getah pepaya dan cara memurnikannya dengan mendialisis enzim papain. Diperoleh enzim papain sebanyak 2,3843 gram.

2. Temperatur optimum enzim papain 55°C dan pH optimum 7 dengan aktivitas sebesar 101,379 µg/mL sedangkan temperatur optimum mikrokapsul enzim papain 60°C dan pH optimum 7 dengan aktivitas 138,068 µg/mL.

3. Enzim papain yang disimpan pada suhu 10°C masih menunjukkan aktivitas sebesar 85,29 % sedangkan pada penyimpanan suhu 25°C menunjukkan aktivitas sebesar 69,92%. Mikrokapsul enzim papain dengan matriks pembungkus kappa karagenan (k-karagenan) dapat digunakan sebanyak 3 kali secara berulang, pada suhu penyimpanan 10°C masih menunjukkan aktivitas sebesar 86,81% sedangkan pada suhu 25°C menunjukkan aktivitas sebesar 66,90%.

5.2. Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pembuatan mikrokapsul dengan variasi waktu inkubasi dengan matriks kappa karagenan sehingga dapat digunakan dalam pemakaian berulang yang lebih dari 3 kali.


(48)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Enzim

Enzim adalah katalisator sejati. Molekul ini meningkatkan dengan nyata kecepatan reaksi kimia spesifik yang tanpa enzim akan berlangsung amat lambat. Enzim tidak dapat mengubah titik kesetimbangan reaksi yang dikatalisisnya, enzim juga tidak akan habis dipakai atau diubah secara permanen oleh reaksi-reaksi ini.

Terdapat dua cara umum dalam meningkatkan kecepatan reaksi kimia. Yang satu adalah meningkatkan suhu, yang mempercepat gerak termal molekul, dan karenanya meningkatkan bagian (fraksi) molekul yang memiliki energi dalam, dengan jumlah yang cukup untuk memasuki keadaan transisi. Biasanya, kecepatan reaksi kimia meningkat sampai kira-kira dua kali dengan kenaikan suhu 10o C.

Cara kedua untuk mempercepat reaksi kimia adalah dengan menambahkan katalisator. Katalisator ini mempercepat reaksi kimia dengan menurunkan batas penghalang energi. Molekul ini, ditunjukkan oleh C, bergabung dengan pereaksi A secara sementara, menghasilkan senyawa atau komplek baru CA, yang memiliki energi aktivasi yang lebih rendah dalam keadaan transisi dibandingkan dengan keadaan transisi A pada reaksi yang tidak dikatalisa. (Lehninger, 1982)

Fungsi suatu enzim ialah sebagai katalis untuk proses biokimia yang terjadi dalam sel maupun di luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011 kali lebih cepat daripada apabila reaksi tersebut dilakukan tanpa katalis. Jadi enzim dapat berfungsi sebagai katalis yang sangat efisien, di samping itu mempunyai derajat kekhasan yang tinggi. Seperti juga katalis lainnya, maka enzim dapat menurunkan energi aktivasi suatu reaksi kimia. Reaksi kimia ada yang membutuhkan energi (reaksi endergonik) dan ada pula yang menghasilkan energi atau mengeluarkan energi (eksergonik).


(49)

Telah dijelaskan bahwa enzim mempunyai kekhasan yaitu hanya bekerja pada satu reaksi saja. Untuk dapat bekerja terhadap suatu zat atau substrat harus ada hubungan atau kontak antara enzim dengan substrat. Suatu enzim mempunyai ukuran yang lebih besar daripada substrat. Oleh karena itu tidak seluruh bagian enzim dapat berhubungan dengan substrat. Hubungan antara substrat dengan enzim hanya terjadi pada bagian atau tempat tertentu saja. Tempat atau bagian enzim yang mengadakan hubungan atau kontak dengan substrat dinamai bagian aktif. Hubungan hanya mungkin terjadi apabila bagian aktif mempunyai ruang yang tepat dapat menampung substrat. Apabila substrat mempunyai bentuk atau konformasi lain, maka tidak dapat ditampung pada bagian aktif suatu enzim. Dalam hal ini enzim itu tidak dapat berfungsi terhadap substrat. Ini adalah penjelasan mengapa tiap enzim mempunyai kekhasan terhadap substrat tertentu.

Hubungan atau kontak antara enzim dengan substrat menyebabkan terjadinya kompleks enzim-substrat. Kompleks ini merupakan kompleks yang aktif, yang bersifat sementara dan akan terurai lagi apabila reaksi yang diinginkan telah terjadi. (Poedjiadi, 1994)

Enzim adalah biomolekul berupa protein berbentuk bulat (globular), yang terdiri atas satu rantai polipeptida atau lebih dari satu rantai polipeptida (Wirahadikusumah, 1989). Enzim berfungsi sebagai katalis atau senyawa yang dapat mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi. Dengan adanya enzim, molekul awal yang disebut substrat akan dipercepat perubahannya menjadi molekul lain yang disebut produk (Smith, 1997; Grisham et al., 1999). Keunggulan enzim sebagai biokatalisator antara lain memiliki spesifitas tinggi, mempercepat reaksi kimia tanpa pembentukkan produk samping, produktivitas tinggi dan dapat menghasilkan produk akhir yang tidak terkontaminasi sehingga mengurangi biaya purifikasi dan efek kerusakan lingkungan (Chaplin et al, 1990).


(50)

1. Klasifikasi enzim

Klasifikasi enzim dapat dibedakan sebagai berikut :

a. Berdasarkan tempat bekerjanya enzim dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Endoenzim, disebut juga enzim intraseluler, yaitu enzim yang bekerja di

dalam sel

2. Eksoenzim, disebut juga enzim ekstraseluler, yaitu enzim yang bekerja di luar sel

b. Berdasarkan cara terbentuknya dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Enzim konstitutif, yaitu enzim yang jumlahnya dipengaruhi kadar

substratnya, misalnya enzim amilase.

2. Enzim adaptif, yaitu enzim yang pembentukannya dirangsang oleh adanya substrat, contohnya enzim β-galaktosidase yang dihasilkan oleh bakteri E.coli yang ditumbuhkan di dalam medium yang mengandung laktosa (Lehninger, 1982).

2. Sifat katalitik enzim

Sifat-sifat katalitik dari enzim ialah sebagai berikut:

a. Enzim mampu meningkatkan laju reaksi pada kondisi biasa (fisiologik) dari tekanan suhu dan pH.

b. Enzim mempunyai selektifitas tinggi terhadap substrat (substansi yang mengalami perubahan kimia setelah bercampur dengan enzim) dan jenis reaksi yang dikatalisis.

c. Enzim memberikan peningkatan laju reaksi yang tinggi dibanding dengan katalis biasa.


(51)

3. Faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim

Beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah sebagai berikut: a. Suhu

Enzim dapat mempercepat terjadinya reaksi kimia pada suatu sel hidup. Dalam batas-batas suhu tertentu, kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim akan meningkat seiring dengan naiknya suhu. Reaksi yang paling cepat terjadi pada suhu optimum (Rodwell, 1987). Suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan enzim terdenaturasi (Poedjiadi, 1994). Pada suhu 0°C, enzim menjadi tidak aktif dan dapat kembali aktif pada suhu normal (Lay dkk, 1992).

b. pH

Enzim pada umumnya bersifat amfolitik, yang berarti enzim mempunyai konstanta disosiasi pada gugus asam maupun gugus basanya, terutama gugus terminal karboksil dan gugus terminal amino. Perubahan kereaktifan enzim diperkirakan merupakan akibat dari perubahan pH lingkungan (Winarno, 1989).

c. Konsentrasi enzim

Semakin tinggi konsentrasi enzim maka kecepatan reaksi akan meningkat hingga batas konsentrasi tertentu. Namun, hasil hidrolisis substrat akan konstan dengan naiknya konsentrasi enzim. Hal ini disebabkan penambahan enzim sudah tidak efektif lagi (Reed, 1975).

d. Konsentrasi substrat

Kecepatan reaksi enzimatis pada umumnya tergantung pada konsentrasi substrat. Kecepatan reaksi akan meningkat apabila konsentrasi substrat meningkat. Peningkatan kecepatan reaksi ini akan semakin kecil hingga

tercapai suatu titik batas yang pada akhirnya penambahan konsentrasi subtrat hanya akan sedikit meningkatkan kecepatan reaksi (Lehninger, 1982).


(52)

e. Aktivator dan inhibitor

Beberapa enzim memerlukan aktivator dalam reaksi katalisnya. Aktivator adalah senyawa atau ion yang dapat meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis. Komponen kimia yang membentuk enzim disebut juga kofaktor. Kofaktor tersebut dapat berupa ion-ion anorganik seperti Zn, Fe, Ca, Mn, Cu, Mg atau dapat pula sebagai molekul organik kompleks yang disebut koenzim (Martoharsono, 1997).

Menurut Wirahadikusumah (1989), inhibitor merupakan suatu zat kimia tertentu yang dapat menghambat aktivitas enzim. Pada umumnya cara kerja inhibitor adalah dengan menyerang sisi aktif enzim sehingga enzim tidak dapat berikatan dengan substrat sehingga fungsi katalitiknya terganggu (Winarno, 1989).

2.2 Enzim Papain

Enzim papain dapat diisolasi dari getah tanaman pepaya (Carica Papaya L) yang terdapat pada daun, batang dan buah yang masih muda. Enzim papain mulai dikenal sejak tahun 1750 ketika Griffith Mugles melaporkan bahwa getah yang diperoleh dari papaya merupakan protein yang bersifat mencerna. Wurtz dan Bonchurt pertama kali meneliti segi kimia papain pada tahun 1879 dan melaporkan bahwa papain dalam getah pepaya merupakan suatu enzim proteolitik. Dalam industri makanan dan minuman papain digunakan untuk pelunak daging, stabilizer dalam pembuatan jelly, pengental dalam pembuatan sirup dari sari buah, penggumpal susu dalam pembuatan keju. Dalam bidang kefarmasian papain digunakan sebagai pelancar pencernaan, luka infeksi, mengurangi penggumpalan darah sebelum operasi serta meningkatkan penumbuhan inflamasi akut. Papain juga digunakan dalam proses memperoleh kembali perak dari film yang sudah tidak terpakai.

Beragamnya penggunaan papain dalam berbagai sektor industri merupakan pertanda besarnya peluang pasar papain. Kebutuhan akan papain di Indonesia masih di impor. Hal ini menjadi semacam kontroversi sehubungan


(53)

dengan ketersediaan pohon pepaya yang melimpah. Sampai saat ini belum ada usaha pengolahan papain sampai pada tahap papain murni atau semi murni. Adapun usaha produksi yang telah dilakukan adalah ekspor enzim papain dalam bentuk papain kasar yaitu getah pepaya segar yang dikeringkan tanpa pemurnian. Untuk dapat memenuhi kebutuhan papain dari dalam Negeri perlu dilakukan kajian mengenai metoda isolasi yang dapat menghasilkan enzim papain secara mudah, cepat dan mempunyai aktivitas tinggi pada skala produksi komersial. Sebelum sampai pada tahap tersebut diperlukan suatu penelitian pendahuluan untuk mendukungnya.

Sejalan dengan perkembangan bioteknologi industri telah memacu perkembangan rekayasa enzim dalam pemanfaatan enzim pada skala industri. Penggunaan enzim secara konvensional kurang menguntungkan dan tidak efisien karena setiap pemakaian ataupun analisis harus menggunakan enzim yang baru. (Sebayang, 2006)

Enzim papain adalah enzim yang terdapat pada getah pepaya merupakan jenis proteolitik yaitu enzim yang mengkatalisa reaksi pemecahan rantai polipeptida pada protein dengan cara menghidrolisa ikatan peptidanya menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana seperti dipeptida dan asam amino. Kualitas getah sangat menentukan aktivitas proteolitik dan kualitas tersebut tergantung pada bagian tanaman asal getah tersebut dan berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan bagian tanaman yang mengandung getah dengan kualitas aktivitas proteolitik yang baik ada pada bagian buah, batang dan daun. Komposisi getah pepaya dapat dilihat pada Tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1 Komposisi getah pepaya:

Nama % dalam getah BM

Papain 10 21.000

Kimopapain 45 36.000

Lisozim 20 25.000


(54)

Struktur papain dapat dilihat pada Gambar 2.1 sebagai berikut:

Gambar 2.1 Struktur papain (Yamamoto, 2002)

Enzim papain termasuk enzim protease, mampu menghidrolisis ikatan peptida pada asam amino lisin dan leusin.Suhu optimum papain berkisar antara 50oC - 65oC, dan pH optimum 5-7 (Kusumadjaja dkk, 2005). Sifat kimia enzim protease tergantung dari jenis gugusan kimia yang terdapat dalam enzim tersebut. Berdasarkan sifat kimia dan lokasi aktif enzim maka enzim protease dibagi menjadi 4 golongan, yaitu (Sani, 2008) :

1. Golongan enzim proteolitik serin artinya mempunyai gugusan serin dalam posisi aktifnya. Enzim yang termasuk golongan ini adalah tripsin elastoal, kemotripsin.

2. Golongan enzim proteolitik sulfihidril artinya mempunyai gugusan sulfihidril pada posisi aktifnya. Enzim yang termasuk golongan ini adalah papain, fisin, bromelin.

3. Golongan enzim proteolitik metal artinya enzim yang keaktifannya tergantung adanya metal dengan hubungan stokiometri. Enzim yang termasuk golongan ini adalah karboksipeptidase dan beberapa amino peptidase.


(55)

4. Golongan enzim proteolitik asam artinya enzim yang posisi aktifnya terdapat gugus karboksil. Enzim yang termasuk golongan ini adalah pepsin dan proteakapang.

Berdasarkan sifat kimianya, papain digolongkan sebagai protease sulfihidril.Papain mengandung 212 asam amino dalam suatu rantai polipeptida dan berikatan silang dengan tiga jembatan disulfida.Papain memiliki 6 gugus sulfihidril, tetapi hanya dua gugus sulfihidril yang aktif. Gugus sulfihidril ini mengandung unsur sulfur sekitar 1,2%. Dimana rantai ikatan tersebut tersusun atas arginin, lisin, leusin, dan glisin dangan sistein ke-25 tempat gugus aktif thiol (-SH) essensial, yang membentuk sebuah rantai peptida tunggal dengan bobot molekul 21.000-23.000 g/mol.

Berdasarkan klasifikasi The Internasional Union of Biochemistry, papain termasuk enzim hidrolase yang mengkatalisis reaksi hidrolisis suatu substrat dengan pertolongan molekul air.Aktivitas katalisis papain dilakukan melalui hidrolisis yang berlansung pada sisi-sisi aktif papain.Pemisahan gugus-gugus amida yang terdapat di dalam protein tersebut berlangsung melalui pemutusan ikatan peptida.

Aktivitas enzim papain cukup spesifik karena papain hanya dapat mengkatalisis proses hidrolisis dengan baik pada kondisi pH serta suhu dalam kisaran tertentu. Papain mempunyai pH optimum 7,2 pada substrat BAEE (benzoil arginil etil ester), pH 6,5 pada substrat kasein, pH 7,0 pada albumin dan pH 5,0 pada gelatin. Suhu optimal papain sendiri adalah 50-60oC. Papain relatif tahan terhadap suhu, bila dibandingkan dengan enzim proteolitik lainnya seperti bromelin dan lisin (Silaban dkk, 2012).


(56)

2.3 Pepaya

Gambar 2.2 dibawah ini merupakan gambar pohon pepaya yang digunakan dalam penelitian.

Gambar 2.2 Pohon pepaya (Carica papaya L)

2.3.1 Taksonomi Tanaman Pepaya Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub kelas : Dilleniidae

Ordo : Violales Famili : Caricaceae Genus : Carica


(57)

2.3.2 Morfologi Tanaman Pepaya

Pepaya merupakan tanaman berbatang tunggal dan tumbuh tegak. Batang tidak berkayu, silindris, berongga, dan berwarna putih kehijauan tanaman ini termasuk perdu. Tinggi tanaman berkisar antara 5-10 meter, dengan perakaran yang kuat. Tanaman pepaya tidak mempunyai percabangan. Daun tersusun spiral menutupi ujung pohon. Daunnya termasuk tunggal, bulat, ujung meruncing, pangkal bertoreh, tepi bergerigi, berdiameter 25-75 cm. Pertulangan daun menjari dan panjang tangkai 25-100 cm. Daun pepaya berwarna hijau. Helaian daun pepaya menyerupai telapak tangan manusia. Apabila daun pepaya tersebut dilipat menjadi dua bagian persis ditengah, akan nampak bahwa daun pepaya tersebut simetri. Bunga pepaya berwarna putih dan berbentuk seperti lilin. Bunga pepaya kelihatan diatas daun. Berdasarkan keberadaan bunganya, pepaya termasuk monodioecious yaitu berumah tunggal. Bunga ini berbentuk bintang, terletak di ketiak daun. Selain itu, ada tanaman yang berumah dua. Bunga jantan mempunyai kelopak kecil, berwarna kuning, mahkota berbentuk terompet. Adapun bunga betina berdiri sendiri, mahkota lepas, kepala putik berjumlah lima, dan berwarna putih kekuningan.

2.3.3 Kandungan Gizi dan Manfaat Bagian Tanaman Pepaya 1. Kandungan Gizi

Batang, daun dan buah pepaya muda mengandung getah berwarna putih. Getah tersebut merupakan sumber enzim papain, yaitu suatu enzim proteolitik (pemecah protein). Getah ini dapat digunakan sebagai pengempuk daging (meat tenderizer), yaitu untuk memecah serat-serat daging yang alot menjadi empuk.

Selain itu, papain juga digunakan pada industri minuman (sebagai penjernih bir dan anggur), industri farmasi, industri kosmetik, industri tekstil dan kulit (sebagai penyamak), serta sebagai pembersih limbah. Komposisi gizi buah pepaya masak, pepaya muda dan daun pepaya per 100 gram dapat dilihat dalam tabel 2.2 dibawah ini :


(58)

Tabel 2.2 Komposisi Gizi Buah Pepaya Masak, Pepaya Muda dan Daun Pepaya Per 100 Gram

Zat Gizi Buah Pepaya Masak

Buah Pepaya

Muda Daun Pepaya

Energi (kkal) 46 26 79

Protein (g) 0,5 2,1 8,0

Lemak (g) 0 0,1 2,0

Karbohidrat (g) 12,2 4,9 11,9

Kalsium (mg) 23 50 353

Fosfor (mg) 12 16 63

Besi (mg) 17 0,4 0,8

Vitamin A (SI) 365 50 18.250

Vitamin B1 (mg) 0,04 0,02 0,15

Vitamin C (mg) 78 19 140

Air (g) 86,7 92,3 75,4

Sumber: Direktorat Gizi, Depkes RI (1992)

2. Manfaat Bagian Tanaman Pepaya a) Getah

Getah dapat digunakan sebagai obat luka bakar maupun gatal-gatal di kulit (sebagai obat luar). Oleskan getah dari buah pepaya yang masih muda pada kulityang mengalami luka bakar atau gatal-gatal. Namun, sebaiknya sebelum diolesi luka tersebut dibersihkan terlebih dahulu agar tidak terjadi infeksi.

Getah dapat digunakan sebagai pelunak daging. Caranya dengan menggosok-gosokkan daun pepaya pada permukaan daging. Penggosokan daun pada daging tersebut bertujuan untuk mengeluarkan getah (lateks) yang terdapat pada daun agar keluar, kemudian masuk dalam daging.

Kulit yang berjerawat dapat disembuhkan menggunakan getah tanaman pepaya muda. Caranya dengan mengoleskan getah tersebut pada kulit yang berjerawat.


(59)

b) Buah Pepaya Mentah

Buah pepaya mentah dapat digunakan untuk memperlancar ASI, mengatasi sembelit, gangguan haid, maupun gangguan lambung. Caranya dengan memanfaatkan buah pepaya sebagai bahan dasar sayuran.

Buah pepaya mentah juga dapat digunakan untuk menyembuhkan rematik. Caranya dengan menggunakan buah pepaya muda, dan 2 butir telur ayam kampung. Setelah itu, buah pepaya dipotong penampangnya kemudian telur dimasukkan dalam pepaya melalui lubang yang telah dibuat, lalu ditutup kembali rapat-rapat. Setelah itu, pepaya dibakar hingga telur yang ada di dalamnya masak. Kemudian telur yang sudah masak tersebut dimakan pagi dan sore. (Muktiani, 2011)

2.4 Metode Imobilisasi

Metode untuk imobilisasi enzim dapat dibagi atas 3 kategori dasar, yaitu: 1. Metode Carrier-binding

Metode ini dibagi menjadi tiga berdasarkan cara pengikatan enzimnya, yaitu adsorpsi fisika, pengikatan ionik, dan pengikatan kovalen.

a. Metode Adsorpsi Fisika

Metode ini berdasarkan pada adsorpsi fisika dari protein enzim pada permukaan pembawa yang tidak larut dalam air. Kelemahan dari metode ini dimana enzim yang diserap dapat bocor selama pemakaian karena gaya ikat antara protein enzim dan pembawa lemah.

b. Metode Pengikatan Ionik

Metode pengikatan ionik berdazsarkan pengikatan ionik dari protein enzim pada pembawa yang tidak lazrut dalam air yang mengandung residu penukar ion. Kelemahan metode ini dimana kebocoran dapat terjadi dimana dalam larutan substrat dengan kekuatan ionik yang tinggi atau pada variasi pH.


(60)

c. Metode Pengikatan Kovalen

Pada metode ini diperlukan kondisi reaksi yang sulit dan biasanya dilakukan tidak dalam keadaan kamar. Dalam beberapa kasus, ditemukan bahwa ikatan kovalen mengubah bentuk konformasi dan pusat aktif enzim yang mengakibatkan kehilangan aktivitas atau perubahan spesifitas aktivitas.

2. Metode Ikat Silang

Metode ini berdasarkan pembentukan ikatan kimia seperti dalam metode ikat kovalen,namun pembawa yang tidak larut dalam metode ini.Imobilisasi enzim dilakukan dengan pembentukan ikat silang intermolekuler diantara molekul enzim dengan penambahan reagent bi-atau multifungsional.

3. Metode Penjebakan

Metode penjebakan berdasarkan pengikatan enzim dalam kisi matriks polimer atau melingkupi enzim dalam membran semipermiabel dan dibagi menjadi tipe kisi dan mikrokapsul.

a. Tipe kisi (lattice type)

Metode penjebakan tipe kisi meliputi penjebakan enzim dalam bidang batas (intersititial space) dari suatu ikat – silang yang tidak larut dalam air misalnya gel matriks.

b. Mikrokapsul

Penjebakan dengan cara mikrokapsul melibatkan perlingkupan enzim dengan membran polimer semipermiabel. Prosedur untuk mikroenkapsulasi enzim dapat dibagi kedalam tiga kategori, yaitu :

1. Polimerisasi interfasial

2. Pengeringan cair (liquid drying) 3. Pemisahan fase (phase separation)


(61)

Karagenan merupakan kelompok polisakarida galaktosa yang diekstraksi dari rumput laut. Sebagian besar karagenan mengandung natrium, magnesium, dan kalsium yang dapat terikat pada gugus ester sulfat dari galaktosa dan kopolimer 3,6-anhydro-galaktosa (Usov, 1998 dalam Diharmi, 2011). Karagenan kompleks, bersifat larut dalam air, berantai linier dan sulfat galaktan. Senyawa ini terdiri atas sejumlah unit-unit galaktosa dan 3,6-anhidrogalaktosa yang berikatan dengan gugus sulfat atau tidak dengan ikatan α 1,3-D-galaktosa dan ß 1,4-3,6-anhidrogalaktosa. Berdasarkan subtituen sulfatnya pada setiap monomer maka karagenan dapat dibedakan dalam beberapa tipe yaitu kappa, iota, lamda, mu, nu dan xi- karagenan.

Secara alami, jenis iota dan kappa dibentuk secara enzimatis dari prekursornya oleh sulfohydrolase. Sedangkan secara komersial, jenis ini diproduksi menggunakan perlakuan alkali atau ekstraksi dengan alkali. Saat ini jenis kappa-karagenan dihasilkan dari rumput laut tropis Kappaphycus alvarezii, yang di dunia perdagangan dikenal sebagai Eucheuma cottonii. Eucheuma denticulatum (dengan nama dagang Eucheuma spinosum) adalah spesies utama menghasilkan iota-karagenan. Karagenan lamda diproduksi dari spesies Gigartina dan Condrus (Van de Velde et al. 2002 dalam Diharmi, 2011).

Karagenan memiliki kemampuan untuk membentuk gel secara thermo-reversible atau larutan kental jika ditambahkan ke dalam larutan garam sehingga banyak dimanfaatkan sebagai pembentuk gel, pengental, dan bahan penstabil di berbagai industri seperti pangan, farmasi, kosmetik, percetakan, dan tekstil. Struktur Kappa Karagenan dapat dilihat pada Gambar 2.3 dibawah ini. (Van de Velde et al., 2002; Compo et al., 2009 dalam Diharmi, 2011).


(62)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel. Bekerja dengan urut-urutan yang teratur, enzim mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menguraikan molekul nutrien, reaksi yang menyimpan dan mengubah energi kimiawi, dan yang membuat makromolekul sel dari prekursor sederhana. Di antara sejumlah enzim yang berpartisipasi di dalam metabolisme, terdapat sekelompok khusus yang dikenal sebagai enzim pengatur, yang dapat mengenali berbagai isyarat metabolik dan mengubah kecepatan katalitiknya sesuai dengan isyarat yang diterima. Melalui aktivitasnya, sistem enzim terkoordinasi dengan baik, menghasilkan suatu hubungan yang harmonis di antara sejumlah aktivitas metabolik yang berbeda, yang diperlukan untuk menunjang kehidupan. Semua enzim murni yang telah diamati sampai saat ini adalah protein dan aktivitas katalitiknya bergantung kepada integritas strukturnya sebagai protein. (Lehninger, 1982)

Pepaya merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Masyarakat Indonesia biasa menanam tanaman ini di pekarangan atau di tegalan. Namun, pada umumnya masyarakat menanam tanaman ini hanya sebatas digunakan untuk memenuhi kebutuhan sayur atau buah dalam rumah tangga. Batang, daun, dan buah pepaya muda mengandung getah berwarna putih. Getah tersebut merupakan sumber enzim papain, yaitu suatu enzim proteolitik (pemecah protein). Getah ini dapat digunakan sebagai pengempuk daging (meat tenderizer), yaitu untuk memecah serat-serat daging yang alot menjadi empuk. Selain itu, papain juga digunakan pada industri minuman (sebagai penjernih bir dan anggur), industri farmasi, industri kosmetik, industri tekstil dan kulit (sebagai penyamak), serta sebagai pembersih limbah (Muktiani, 2011)


(63)

Enzim papain dapat diisolasi dari getah tanaman pepaya (Carica papaya L) yang terdapat pada daun, batang dan buah yang masih muda. Enzim papain mulai dikenal sejak tahun 1750 ketika Griffith Mugles melaporkan bahwa getah yang diperoleh dari pepaya merupakan protein yang bersifat mencerna. Wurtz dan Bonchurt pertama kali meneliti segi kimia papain pada tahun 1879 dan melaporkan bahwa papain dalam getah pepaya merupakan suatu enzim proteolitik. Dalam industri makanan dan minuman papain digunakan untuk pelunak daging, stabilizer dalam pembuatan jelly, pengental dalam pembuatan sirup dari sari buah dan penggumpal susu dalam pembuatan keju. Dalam bidang kefarmasian papain digunakan sebagai pelancar pencernaan dan mengurangi penggumpalan darah sebelum operasi. Papain juga digunakan dalam proses memperoleh kembali perak dari film yang sudah tidak terpakai (Sebayang, 2006 dalam Sutoyo, 2015)

Teknik imobilisasi dengan metode penjebakan dalam mikrokapsul memiliki keunggulan dari teknik imobilisasi yaitu dapat meningkatkan produktivitas volumetrik, meningkatkan konsentrasi produk dalam proses fermentasi, mampu menurunkan konsentrasi substrat (Goksungur et al, 2011 dalam Huda, 2014)

Imobilisasi enzim adalah suatu proses di mana pergerakan molekul enzim ditahan pada tempat tertentu dalam suatu ruang (rongga) reaksi kimia yang dikatalisisnya. Proses ini dapat dilakukan dengan cara mengikatkan molekul enzim tersebut pada suatu bahan tertentu melalui pengikatan kimia atau dengan menahan secara fisik dalam suatu ruang (rongga) bahan pendukung atau dengan cara gabungan dari kedua cara tersebut. Dalam penelitian ini hanya menitikberatkan pada isolasi enzim papain dari getah pepaya muda (Carica papaya L), karakteristik enzim terhadap parameter aktivitas, pH, suhu optimum, stabilitasserta imobilisasi enzim menggunakan kappa karagenan (k - karagenan) sebagai matriks polimer. (Sebayang, 2006)


(64)

Sutoyo, (2015) telah melakukan penelitian tentang Isolasi Enzim Papain Dari Getah Pepaya Muda (Carica papaya L) Serta Aplikasinya Sebagai Penggumpal Dalam Pembuatan Keju Dari Susu Sapi. Dimana hasilnya menunjukkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas enzim papain sebelum dan sesudah pemurnian dengan menggunakan amonium sulfat dimana nilai aktivitas enzim papain paling tinggi diperoleh dari penambahan amonium sulfat 60% yaitu sebesar 310,55 MCU dibandingkan dengan aktivitas enzim papain tanpa pemurnian yang hanya 122,69 MCU.

Harlim, (2010) telah melakukan penelitian tentang Studi Penentuan Aktivitas Crude Enzim Papain Dalam Mikrokapsul Ca Alginat-Kitosan. Dimana hasilnya menunjukkan bahwa temperatur optimum dari crude enzim papain adalah 55oC dan pH optimum adalah 7 dengan aktivitas sebesar 92,807 µg/mL sedangkan temperatur optimum mikrokapsul crude enzim papain adalah 60oC dan pH optimum adalah 7 dengan aktivitas 114,983 µg/mL. Mikrokapsul crude enzim papain dengan matriks pembungkus Ca Alginat dan Kitosan dapat digunakan sebanyak 8 (delapan) kali secara berulang dimana pada suhu penyimpanan 25oC masih menunjukkan aktivitas sebesar 26% sedangkan pada suhu 10oC menunjukkan aktivitas sebesar 28%.

Sebayang, (2006) telah melakukan penelitian tentang Pengujian Stabilitas Enzim Bromelin yang Diisolasi Dari Bonggol Nenas Serta Imobilisasi Menggunakan Kappa Karagenan. Dimana hasilnya menunjukkan bahwa dari proses isolasi enzim bromelin dari bonggol nenas diperoleh aktivitas enzim sebesar 107,80 unit/mL pada kondisi pH 7,5, suhu 55oC dengan lama inkubasi 15 menit. Dari proses imobilisasi enzim bromelin dengan menggunakan k-karagenan sebagai matriks polimer diperoleh aktivitas enzim 106,12 unit/mL pada kondisi pH 7,5, suhu 60oC dengan lama inkubasi 15 menit.

Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin mengimobilisasi enzim papain dalam mikrokapsul kappa karagenan (k-karagenan) serta menguji stabilitasnya supaya dapat digunakan pada industri.


(65)

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah enzim papain dapat diisolasi dari getah pepaya dan bagaimana cara memurnikannya?

2. Berapakah aktivitas enzim papain dan mikrokapsul enzim papain pada pH dan Suhu Optimum?

3. Apakah enzim papain dan mikrokapsul enzim papain dapat digunakan secara berulang pada suhu penyimpanan 25°C dan 10°C serta berapakah perbedaan aktivitas yang terjadi?

1.3 Pembatasan Masalah

1. Enzim papain diperoleh dengan cara diisolasi dari getah pepaya muda 2. Pemurnian enzim papain dilakukan dengan metode pengendapan dengan

garam amonium sulfat dan membran dialisa

3. Kejenuhan amonium sulfat yang digunakan adalah 40%, 50%, 60%, 70% dan 80% (b/v)

4. Substrat yang digunakan berupa kasein

5. Penentuan aktivitas enzim papain dengan mengukur suhu (40°C, 45°C, 50°C, 55°C, 60°C, 65°C, 70°C) dan pH (6; 6,5; 7; 7,5; 8)

6. Penentuan kurva standard tyrosin dengan konsentrasi (10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80 dan 90 mg/L)

7. Peningkatan aktivitas enzim papain dilakukan dengan cara imobilisasi menggunakan kappa karagenan (k-karagenan)

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui enzim papain dapat diisolasi dari getah pepaya dan cara memurnikannya

2. Untuk mengetahui aktivitas enzim papain dan mikrokapsul enzim papain pada pH dan Suhu Optimum

3. Untuk mengetahui stabilitas enzim papain dan mikrokapsul enzim papain pada suhu penyimpanan 25°C dan 10°C serta perbedaan aktivitas yang terjadi


(66)

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah enzim papain yang diisolasi dari getah pepaya muda dapat diimobilisasi dengan kappa karagenan dan dapat digunakan secara berulang-ulang.

1.6 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia/Kimia Bahan Makanan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

1.7 Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu eksperimen laboratorium. Buah pepaya disadap dengan pisau pada kulit buah mulai dari pangkal menuju ujung buah. Penyadapan dilakukan pada pagi hari antara jam 5.00-8.00 WIB. Lima puluh gram getah pepaya selanjutnya dicampur dengan larutan 0,7% v/v Na2S2O5 sebanyak empat

kali jumlah getah. Diaduk sampai rata lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 50oC, untuk produksi papain tanpa pemurnian. Untuk produksi papain dengan pemurnian campuran larutan getah pepaya yang telah diaduk sampai rata ditambahkan 100 mL buffer fosfat pH 7. Campuran tersebut dibiarkan selama 1 jam dalam lemari es kemudian disentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm selama 30 menit. Supernatan yang diperoleh ditambahkan amonium sulfat pada variasi persen kejenuhan (40%, 50%, 60%, 70% dan 80% b/v). Didiamkan selama 24 jam dalam lemari es hingga terbentuk endapan kemudian endapan diambil melalui sentrifugasi dan disimpan kembali kedalam lemari es.

Endapan didialisis dengan melarutkannya dalam buffer fosfat pH 7, pada kantong selofan yang diikat dan direndam dalam larutan buffer. Diaduk dengan stirrer selama 8 jam dan setiap jam larutan dialisis diganti. Larutan dialisis diuji dengan BaCl2 untuk memastikan garam sulfat dan pengotor-pengotor lainnya telah

keluar dari larutan enzim. Enzim yang telah selesai didialisis kemudian dimasukkan kedalam oven pada suhu 50oC hingga kering.


(67)

Enzim papain diimobilisasi dengan menggunakan bahan pendukung kappa karagenan (k–karagenan). Imobilisasi enzim papain dilakukan dengan cara yaitu sebanyak 20 mL enzim papain papain dimasukkan kedalam gelas beaker dan ditambahkan 5 mL larutan NaCl 0,85%. Diaduk pelan-pelan dan biarkan selama 3 menit pada suhu 37oC. Kemudian dimasukkan 3,5 gram kappa karagenan kedalam gelas beaker dan ditambahkan 80 ml larutan NaCl 0, 85%. Dipanaskan sampai suhu 80oC sambil diaduk hingga larut sempurna, lalu dibiarkan hingga suhu 55oC. Dicampurkan kedua larutan tersebut sampai homogen, dibiarkan dingin pada suhu kamar selama 10 menit dan suhu 10oC selama 30 menit sampai terbentukgel. Untuk menambah kekerasan gel direndam dalam larutan KCl 0,3 M dingin selama 24 jam pada suhu 4oC. Selanjutnya gel dipotong-potong dengan ukuran 3x3x3 mm. Gel yang sudah dipotong-potong dicuci dengan air aquadest. Pengujian aktivitas dari enzim papain dan mikrokapsul enzim papain dilakukan dengan metode Murachi yaitu dengan memvariasikan temperatur dan pH serta dilakukan pengujian stabilitas dari pemakaian mikrokapsul enzim papain secara berulang yang disimpan pada temperatur 25oC dan 10oC. Sedangkan pengujian sisa enzim papain yang tidak terkapsulkan ditentukan dengan metode biuret.

Adapaun variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel bebas: persen kejenuhan amonium sulfat yaitu 40%, 50%, 60%, 70% dan 80%

2. Variabel terikat : uji aktivitas proteolitik dan protein


(68)

PENENTUAN AKTIVITAS ENZIM PAPAIN SEBELUM DAN SESUDAH MIKROKAPSUL DARI HASIL ISOLASI

GETAH PEPAYA MUDA (Carica papaya L)

ABSTRAK

Penentuan Aktivitas Enzim Papain Sebelum Dan Sesudah Mikrokapsul Dari Hasil Isolasi Getah Pepaya Muda (Carica papaya L) telah dilakukan dengan cara mengambil getah kemudian dimurnikan dengan pengendapan menggunakan ammonium sulfat dengan variasi kejenuhan 40%, 50% 60%,70% dan 80% (b/v). Aktivitas Enzim Papain ditetapkan dengan uji Spektrofotometer UV-Visible. Enzim papain dengan aktivitas tertinggi diimobilisasi dengan metode penjebakan tipe mikrokapsul. Mikrokapsul yang diperoleh kemudian diuji aktivitasnya dengan Spektrofotometer UV-Visible. Dari hasil penelitian diperoleh aktivitas optimum enzim papain dengan kejenuhan amonium sulfat 60% dalam keadaan bebas pada suhu 55°C dan pH 7 dengan waktu inkubasi 20 menit adalah 101,379µg/mL. Aktivitas optimum Mikrokapsul enzim papain pada suhu 60°C dan pH 7 dengan waktu inkubasi 20 menit adalah 138,068 µg/mL. Enzim Papain dengan selang waktu penyimpanan satu hari memiliki aktivitas 26,626 µg/mL pada suhu penyimpanan 10°C (aktivitas sebesar 85,29%) sedangkan pada suhu penyimpanan 25°C memiliki aktivitas 25,623 µg/mL (aktivitas sebesar 69,92%). Mikrokapsul enzim papain dapat digunakan tiga kali perulangan dengan selang waktu penyimpanan satu hari. Dengan perulangan tiga kali, aktivitas menjadi 56,681 µg/mL (aktivitas sebesar 86,81%) pada suhu penyimpanan 10°C dan aktivitas menjadi 37,615 µg/mL (aktivitas sebesar 66,90%) pada suhu penyimpanan 25°C.


(69)

DETERMINING OF PAPAIN ENZYME ACTIVITY BEFORE AND AFTER MICROCAPSULE FROM ISOLATION

PAPAYA LATEX (Carica papaya L)

ABSTRACT

Determining of papain enzyme activity before and after microcapsule from isolation papaya latex (Carica papaya L) has been done with taking latex then purified with proccess sedimentation with ammonium sulfate with 40%, 50%, 60%, 70% and 80% (b/v) saturation variation. Papain enzyme activity settled with spectrofotometer UV-Visible test. Papain enzyme with highest activity immobilizated with microcapsule type trapping method. The result of microcapsule tested the activity with UV-Visible spectrofotometer. From the result of experiment produced optimum activity by papain enzyme with 60% ammonium sulfate saturation into free condition at 55°C and pH 7 with incubation time 20 minutes is 101,379µg/mL. The optimum activity of papain enzyme microcapsule at 60°C and pH 7 with incubation time 20 minutes is 138,068 µg/mL. Papain enzyme with storage time interval one day have activity 26,626 µg/mL at 10°C of storage temperature (activity in the amount of 85,29%) while at 25°C of storage temperature have activity 25,623 µg/mL (activity in the amount of 69,92%). Papain enzyme microcapsule can use three times repetition with storage time interval one day. With three times repetition, the activity become 56,681 µg/mL (activity in the amount of 86,81%) at 10°C of storage temperature and the activity become 37,615 µg/mL (activity in the amount of 66,90%) at 25°C of storage temperature.


(70)

PENENTUAN AKTIVITAS ENZIM PAPAIN SEBELUM DAN

SESUDAH MIKROKAPSUL DARI HASIL ISOLASI

GETAH PEPAYA MUDA (Carica papaya L)

SKRIPSI

NURUL HUDHA RAMADHANI

120802012

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017


(71)

PENENTUAN AKTIVITAS ENZIM PAPAIN SEBELUM DAN

SESUDAH MIKROKAPSUL DARI HASIL ISOLASI

GETAH PEPAYA MUDA (Carica papaya L)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

NURUL HUDHA RAMADHANI

120802012

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017


(72)

PERSETUJUAN

Judul : Penentuan Aktivitas Enzim Papain Sebelum Dan Sesudah Mikrokapsul Dari Hasil

Isolasi Getah Pepaya Muda (Carica papaya L)

Kategori : Skripsi

Nama : Nurul Hudha Ramadhani

NIM : 120802012

Program Studi : Sarjana (S1) Kimia

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di,

Medan, Januari 2017 Komisi Pembimbing :

Dosen Pembimbing 2, Dosen Pembimbing 1,

Dr. Firman Sebayang, MS Dr. Emma Zaidar, M.Si NIP.195607261985031001 NIP.195512181987012001

Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS NIP 195408301985032001


(73)

PERNYATAAN

PENENTUAN AKTIVITAS ENZIM PAPAIN SEBELUM DAN

SESUDAH MIKROKAPSUL DARI HASIL ISOLASI

GETAH PEPAYA MUDA (Carica papaya L)

SKRIPSI

Saya mengakui skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Januari 2017

NURUL HUDHA RAMADHANI 120802012


(1)

DETERMINING OF PAPAIN ENZYME ACTIVITY BEFORE AND AFTER MICROCAPSULE FROM ISOLATION

PAPAYA LATEX (Carica papaya L)

ABSTRACT

Determining of papain enzyme activity before and after microcapsule from isolation papaya latex (Carica papaya L) has been done with taking latex then purified with proccess sedimentation with ammonium sulfate with 40%, 50%, 60%, 70% and 80% (b/v) saturation variation. Papain enzyme activity settled with spectrofotometer UV-Visible test. Papain enzyme with highest activity immobilizated with microcapsule type trapping method. The result of microcapsule tested the activity with UV-Visible spectrofotometer. From the result of experiment produced optimum activity by papain enzyme with 60% ammonium sulfate saturation into free condition at 55°C and pH 7 with incubation time 20 minutes is 101,379µg/mL. The optimum activity of papain enzyme microcapsule at 60°C and pH 7 with incubation time 20 minutes is 138,068 µg/mL. Papain enzyme with storage time interval one day have activity 26,626 µg/mL at 10°C of storage temperature (activity in the amount of 85,29%) while at 25°C of storage temperature have activity 25,623 µg/mL (activity in the amount of 69,92%). Papain enzyme microcapsule can use three times repetition with storage time interval one day. With three times repetition, the activity become 56,681 µg/mL (activity in the amount of 86,81%) at 10°C of storage temperature and the activity become 37,615 µg/mL (activity in the amount of 66,90%) at 25°C of storage temperature.


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix

Daftar Lampiran x

BAB 1 Pendahuluan 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 4

1.3. Pembatasan Masalah 4

1.4. Tujuan Penelitian 4

1.5. Manfaat Penelitian 5

1.6. Lokasi Penelitian 5

1.7. Metodologi Penelitian 5

BAB 2 Tinjauan Pustaka 7

2.1. Enzim

2.2. Enzim Papain 2.3. Pepaya

2.3.1. Taksonomi Tanaman Pepaya 2.3.2. Morfologi Tanaman Pepaya

2.3.3. Kandungan Gizi dan Manfaat Bagian Tanaman Pepaya

2.4. Metode Imobilisasi

7 11 15 15 16 16 18

BAB 3 Metode Penelitian 21

3.1. Alat dan Bahan 21

3.1.1. Alat 21

3.1.2. Bahan 21

3.2. Prosedur Penelitian 22


(3)

3.2.3. Penentuan Kurva Kalibrasi 24 3.2.4. Pengujian Aktivitas Enzim Papain Metode

Murachi

26

3.2.5. Pengujian Aktivitas Mikrokapsul Enzim Papain 27

3.2.6. Pengujian Stabilitas Enzim Papain Dan Mikrokapsul Enzim Papain

28 3.3. Bagan Penelitian

3.3.1.Isolasi dan Pemurnian Enzim Papain dari Buah Pepaya Muda Menggunakan Amonium Sulfat

30

3.3.2.Pembuatan Kurva Kalibrasi 31

3.3.3.Pengujian Aktivitas Enzim Papain 33

3.3.4.Pengujian Aktivitas Mikrokapsul Enzim Papain 37

3.3.5.Pengujian Stabilitas Enzim Papain Dan Mikrokapsul Enzim Papain

40

BAB 4 Hasil Dan Pembahasan 44

4.1. Hasil Penelitian 44

4.1.1. Isolasi Enzim Papain Dari Getah Pepaya Muda (Carica papaya L)

44

4.1.2. Kurva Kalibrasi 45

4.1.3. Penentuan Kondisi Optimum Aktivitas Enzim Papain

47

4.1.4. Imobilisasi Enzim Papain 53

4.1.5. Penentuan Kondisi Optimum Aktivitas Mikrokapsul Enzim Papain

54 4.1.6. Pengukuran Stabilitas Enzim Papain Dan

Mikrokapsul Enzim Papain Dengan Suhu Penyimpanan 25°C dan 10°C

54

4.2. Pembahasan 56

4.2.1. Isolasi Enzim Papain 56

4.2.2. Imobilisasi Enzim Papain 55

4.2.3.Penentuan Kadar Protein Enzim Papain dan Mikrokapsul Enzim Papain

56 4.2.4. Penentuan Aktivitas Mikrokapsul Enzim

Papain

57

BAB 5 Kesimpulan Dan Saran 63

5.1. Kesimpulan 63

5.2. Saran 63

Daftar Pustaka 64


(4)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

Judul Halaman

2.1 Komposisi getah pepaya 12

2.2 Komposisi Gizi Buah Pepaya Masak, Pepaya Muda,

dan Daun Pepaya Per 100 Gram

17

3.1 Ukuran Larutan Dalam Pembuatan Buffer Fosfat 23

4.1 Data Berat Enzim Papain Yang Diperoleh Dari Isolasi 44

4.2 Data Absorbansi Larutan Standar Tirosin 45

4.3 Data Absorbansi Larutan Standar Bovin Serum

Albumin (BSA)

46

4.4 Kadar Protein Enzim Papain Dengan Kejenuhan

Amonium Sulfat

46

4.5 Data Pengaruh Suhu Pada Aktivitas Enzim Papain

Dengan Kejenuhan Amonium Sulfat 40 %

47

4.6 Data Pengaruh Suhu Pada Aktivitas Enzim Papain

Dengan Kejenuhan Amonium Sulfat 50 %

48

4.7 Data Pengaruh Suhu Pada Aktivitas Enzim Papain

Dengan Kejenuhan Amonium Sulfat 60 %

48

4.8 Data Pengaruh Suhu Pada Aktivitas Enzim Papain

Dengan Kejenuhan Amonium Sulfat 70 %

49

4.9 Data Pengaruh Suhu Pada Aktivitas Enzim Papain

Dengan Kejenuhan Amonium Sulfat 80 %

49

4.10 Data Pengaruh pH Pada Aktivitas Enzim Papain

Dengan Kejenuhan Amonium Sulfat 40 %

50

4.11 Data Pengaruh pH Pada Aktivitas Enzim Papain

Dengan Kejenuhan Amonium Sulfat 50 %

50

4.12 Data Pengaruh pH Pada Aktivitas Enzim Papain

Dengan Kejenuhan Amonium Sulfat 60 %

51

4.13 Data Pengaruh pH Pada Aktivitas Enzim Papain

Dengan Kejenuhan Amonium Sulfat 70 %

51

4.14 Data Pengaruh pH Pada Aktivitas Enzim Papain

Dengan Kejenuhan Amonium Sulfat 80 %

52

4.15 Data Pengaruh Suhu Pada Aktivitas Mikrokapsul

Enzim Papain

54

4.16 Data Pengaruh pH Pada Aktivitas Mikrokapsul Enzim

Papain

54

4.17 Pengukuran Kadar Protein Yang Tidak Terenkapsulasi 55

4.18 Data Pengujian Stabilitas Enzim Papain dengan Suhu

Penyimpanan 25°C dan 10°C


(5)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar

Judul Halaman

2.1 Struktur Papain 13

2.2 Pohon pepaya (Carica papaya L) 15

2.3 Struktur Kappa Karagenan 20

4.1 Reaksi Enzimatis dari Enzim Papain 57

4.2 Struktur Tirosin 57

4.3 Grafik Pengaruh Temperatur Pada Aktivitas Enzim

Papain dan Mikrokapsul Enzim Papain

58

4.4 Grafik Pengaruh pH Pada Aktivitas Enzim Papain Dan

Mikrokapsul Enzim Papain

59

4.5 Grafik Perbandingan Kestabilan Aktivitas Enzim Papain

Dan Mikrokapsul Enzim Papain Pada Suhu 25°C

60

4.6 Grafik Perbandingan Kestabilan Aktivitas Enzim Papain

Dan Mikrokapsul Enzim Papain Pada Suhu 10°C


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran

Judul Halaman

1 Kurva Standar Dan Data Pengukuran Tirosin 69

2 Pengolahan Data Hasil Pengukuran Tirosin 70

3 Kurva Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Larutan Standar Tirosin

71

4 Penentuan Operating Time Pada Pembuatan Kurva

Standar Bovin Serum Albumin (BSA)

72

5 Kurva Standar Dan Data Pengukuran Bovin Serum

Albumin (BSA)

73 6

7 8

Pengolahan Data Hasil Pengukuran Bovin Serum Albumin (BSA)

Kurva Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Bovin Serum Albumin (BSA)

Enzim Papain dan Tahapan Pembuatan Mikrokapsul Enzim Papain Menggunakan Kappa Karagenan

74 75 76