Factor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial Anak di Kota Surakarta

2. Factor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi Penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial Anak di Kota Surakarta

mempengaruhi implementasi penanggulangan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA) di kota Surakarta, lebih tepatnya di kecamatan banjarsari, dijadikan suatu indikator yang berpengaruh dan memberikan kontribusi. Faktor-faktor tersebut adalah standar dan sasaran kebijakan, sumber daya, komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas, karakteristik agen pelaksana, kondisi sosial ekonomi dan politik, disposisi implementor., akan tetapi penulis hanya menggunakan 5 faktor-faktor yang terkait, yaitu standar dan sasaran kebijakan, sumber daya, komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas, karakteristik agen pelaksana, disposisi implementor. Berikut akan dijelaskan satu per satu faktor tersebut.

commit to user

Standar dan sasaran kebijakan adalah proses dari sebuah kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang timbul di masyarakat, apakah standar dan sasaran daripada kebijakan itu sendiri sudah jelas tujuannya atau masih “abu-abu” dalam pelaksanaannya.

Kebijakan yang dibuat berdasarkan permasalahan yang timbul di masyarakat dan isu-isu yang ada di masyarakat, serta kebutuhan masyarakat akan Peraturan atau Kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah yang ada payung hukumnya untuk perlindungan masyarakat itu sendiri, seperti yang di sampaikan oleh Kasubbid Pengembangan Perlindungan Anak, Bapak Drs. A. Fahrudin, HS :

“…perda nomor 3 tahun 2006? kalau dulu masih berdasarkan isu, jadi dulu ada 2 sistem, satu itu sistem isu, jadi kalau ada kabar- kabar, kok banyak sekali, perlu dibuat perda, ada berdasarkan kebutuhan, supaya tidak terjadi begitu dibuat perda, ya pokoknya berdasarkan kebutuhan…” (Wawancara 5 januari 2012)

Dalam pembuatan kebijakan tersebut, adanya standar yang jelas di dalamnya membuat sasaran kebijakan tersebut, tepat sasaran, seperti yang diungkapkan oleh Kasubbid Pengembangan Perlindungan Anak, Bapak Drs. A. Fahrudin, HS :

“…standarnya satu, tidak boleh bertentangan dengan peraturan undang-undang di atasnya, yang kedua harus bisa dipakai oleh masyarakat, maksudnya bertentangan itu ya tidak boleh saling tabrak begitu mbak…” (Wawancara 5 januari 2012)

commit to user

tahapan-tahapan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta, seperti yang dikemukakan oleh Kasubbid Pengembangan Perlindungan Anak, Bapak Drs. A. Fahrudin, HS :

“…programnya ya..sebelum kebijakan itu kita ada rencana aksi kota, programnya sementara ini, sosialisasi dulu, masyarakat perlu dididik, evaluasi dulu, tapi kan setiap SKPD mempunyai program sendiri, satpol PP dia melakukan razia-razia…sosialisasinya berat itu mbak, sosialisasi setiap SKPD memberikan pemahaman, bolak- balik, juga kita sosialisasi ke sekolah-sekolah gitu mbak…” (Wawancara 5 januari 2012)

Ternyata setiap SKPD itu berbeda tugas satu dengan yang lainnya, seperti yang diungkapkan oleh Koordinator Divisi Layanan, Ibu Sumilir Wijayanti :

“…karena 40 lembaga itu kan ada SKPD terkait, ada aparat penegak hukum, mulai dari kepolisisn, kejaksaan, pengadilan, rutan, ada rumah sakit, puskesmas, ada LSM, organisasi perempuan..program di intrepetasi dari masing-masing lembaga, terus kalau disini terkait dengan PT.PAS (Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak) yang dikelola ditempat kami selaku koordinator divisi layanan, itu lebih pada peningkatan kapasitas kelembagaan PT.PAS itu sendiri karena yang berjejaring kan banyak

tetap terjaga keberlangsungannya secara periodik..saling koordinasi terkait program masing-masing,,evaluasi, ada rapat pleno juga, pelatihan ketrampilan, modal usaha, itu juga merupakan hal pendampingan kita dan kita juga memberikan pembinaan mbak untuk para korban, ya dengan cara memberikan dana untuk ketrampilan yang memang dimiliki anak-anak tersebut mbak…” (Wawancara 6 januari 2012)

commit to user

Sosialisasi di SMP 5 Surakarta

Sumber : BAPERMAS PP, PA DAN KB

Mengenai hal sosialisasi juga dikemukakan oleh Acong 16Tahun anak jalanan : “…yang membantu ya banyak mbak seperti sosialisasi dari

pemerintah, tapi ya jarang, tapi kalau dikasih modal dari pemerintah ya pernah, tapi kebanyakan dari LSM buat membantu kita, teman-teman perempuan yang biasanya mendapat perhatian lebih, ya walaupun semua pukul rata mbak…” (Wawancara, 11 April 2012)

Dilihat dari banyaknya SKPD yang sudah dijelaskan di atas, yang masing-masing SKPD tersebut juga mempunyai program masing- masing, ada kalanya pasti ada benturan-benturan antara SKPD satu

commit to user

mengintensifkan komunikasi antar beberapa lembaga tersebut, guna jalan tengah dari permasalahan yang timbul. Seperti yang dikemukakan oleh Koordinator Divisi Layanan, Ibu Sumilir Wijayanti :

“…itu kalau misalnya ketika ada sesuatu hal mungkin sudah tidak ada jalan keluarnya gitu ya, kita akan upayakan untuk lebih mengintensivkan komunikasi, atau mungkin kita melakukan audiensi, kita saling tukar informasi seperti itu, karena belajar dari pengalaman ketika mengawali 40 lembaga ini kan bukan persoalan yang mudah, tapi ketika bergabung terus kita melihat potensi, apabila SOP ada permasalahan di titik-titik tertentu kita mencoba untuk jemput bola kepada SKPD yang bersangkutan…” (Wawancara 6 januari 2012)

Para aparat pembuat kebijakan ternyata harus mengetahui betul permasalahan yang terjadi sehingga mereka dalam proses pembuatan kebijakan dapat memahami dengan benar. Selain itu juga, perlu adanya terjun langsung ke lapangan guna melihat secara langsung para korban ESKA sehingga perlu adanya kebijakan yang harus dibuat dalam menyelesaikan

paling tidak meminimalisasikannya. Seperti yang dikemukakan oleh Kasubbid Pengembangan Perlindungan Anak, Bapak Drs. A. Fahrudin, HS :

“…ada yang menangani masalah tersebut, disini yang paling gethol itu PT.PAS..jadi aparat terjun langsung, seperti rencana aksi kota, rencana aksi kota itu ya bermacam-macam mbak, seperti kita dari tim terjun langsung begitu, kita juga mengadakan acara-acara seperti itu…”

(Wawancara 5 januari 2012)

commit to user

(nama samaran 15 tahun), bahwa : “…kegiatan-kegiatan dari pemerintah saya juga pernah ikut mbak,

seperti pengarahan bersama yang dulu pernah diadakan di pendhapa balaikota mbak, tentang HIV akibat pergaulan bebas dan maraknya eksploitasi mbak…”

(Wawancara, 15 April 2012)

2.2 Sumberdaya yang Digunakan

Setiap kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Kota pasti ada sumberdaya manusia dan sumberdaya non-manusia yang ikut terlibat di dalam pembuatan sebuah kebijakan tersebut. Para sikap aparatur pemerintah di dalam proses pembuatan kebijakan tersebut, ternyata semua mempunyai peran untuk ikut andil di dalam pelaksanaannya, semua ikut terkait dari lembaga, pemangku kepentingan semua ikut dan berbasis system. Seperti yang diungkapkan oleh Koordinator Divisi Layanan, Ibu Sumilir Wijayanti :

“…terlibat, semua ikut terlibat, dalam Perda ini semua lembaga, pemangku kepentingan yang ada di kota Surakarta ini semuanya dilibatkan untuk bisa memberikan sumbangan pemikiran karena ini menjadi PR bersama di tingkat kota, apalagi ini Perdanya lebih pada berbagai system. Perlu keberpihakan, perlu sumbang pemikiran dari semuanya…”

(Wawancara 6 Januari 2012)

Hal senada juga disampaikan oleh Kasubbid Pengembangan Perlindungan Anak, Bapak Drs. A. Fahrudin, HS :

“…ya itu tadi sebagai reading sektor, koordinir, menghimpun, mengawal proses, ya intinya prosesnya yang panjang dari awal

commit to user

mengkoordinasi semua aparat itu semua ada sistem yang mengaturnya…” (Wawancara 5 Januari 2012)

Seperti yang kita ketahui di atas, dukungan dari aparat Pemerintah dalam pelaksanaan Perda tersebut, sikap dari aparat pelaksana mendukung sepenuhnya dalam melaksanakan pendampingan dan pembinaan bagi para korban eksploitasi seksual dan semua aparat pelaksana dari berbagai SKPD ikut turut aktif dan efektif dalam pelaksanaannya. Seperti yang dikemukakan oleh Kasubbid Pengembangan Perlindungan Anak, Bapak Drs. A. Fahrudin, HS :

“…iya iya semua SKPD nya aktif, misalnya dari dinas kesehatan untuk memeriksa, BAPERMAS PP PA dan KB, terus dari dinsosnakertrans, dispendukcapil bagian hukum, ya terutama itu, dispora juga, sama yayasan juga buat membantu atau memantau mereka, dibina juga, dibina dalam arti diberi modal untuk mengeksplor bakatnya mbak, supaya ya tidak masuk lagi ke dalam prostitusi tersebut…” (Wawancara 5 Januari 2012)

Selain sumber daya manusia (aparat pemerintah), terdapat pula sumberdaya non -manusia dan sumber dana yang digunakan dalam pelaksanaan Perda tersebut. Sumber dana yang digunakan ternyata masih terbatas hanya dari APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) saja, khusus eksploitasi tidak ada dana dari lainnya. Seperti yang dikemukakan oleh Kasubbid Pengembangan Perlindungan Anak, Bapak Drs. A. Fahrudin, HS :

“…dana dari sini saja APBD, yang khusus eksploitasi saja, tidak ada dana dari lain-lain, tapi nanti coba saya tanyakan sama

commit to user

ini UNICEF juga masih konsen terhadap masalah eksploitasi seksual disini mbak, mungkin sampai fondasi kita kuat…” (Wawancara 5 Januari 2012)

Sumber dana yang digunakan yang ada di dalam Perda masih sebatas hanya pada APBD, dana dariAPBD pun juga maih sangat sdikit dan dibantu juga kucuran dana dari UNICEF yang masih konsen dan berkontribusi dalam masalah menangani eksploitasi seksual di kota Surakarta. Seperti yang dikemukakan oleh Koordinator Divisi Layanan, Ibu Sumilir Wijayanti :

“…kalau yang di Perda kemarin itu kita di bantu,kalau APBD kan kemampuan kita kecil, maka dari itu kita di support dari UNICEF , UNICEF itu masih konsen untuk membantu kota Surakarta terkait dengan Perda, masih bersedia membantu karena melihat kedepan sepertinya UNICEF juga lebih konsen di Indonesia di wilayah timur, tapi kalau yang disini Alhamdulillah kita masih dapat support dan berharap ini nanti bisa sampai selesai, maksudnya ketika suatu hari nanti UNICEF pergi, fondasi dasar kita sudah ada tinggal nanti diteruskan oleh APBD…” (Wawancara 6 Januari 2012)

Sumberdaya yang digunakan sangatlah beragam, mulai dari sumberdaya manusia dari aparat pemerintah yang melaksanakan pembuatan Perda, bantuan dari stakeholder yang lainnya juga, apresiasi dari masyarakat juga, sumber dana yang digunakan dalam pelaksanaan Perda tersebut, selain itu juga sumberdaya lain non-manusia yang ternyata lkut berperan di dalam proses pelaksanaan, seperti artikel, kondisi sosial budaya masyarakat, budaya informasi, alat di undang-

commit to user

Pengembangan Perlindungan Anak, Bapak Drs. A. Fahrudin, HS : “…yang mendukung selain SDM ya mbak, pendanaan (itu

pasti), kondisi budaya juga, budaya masyarakat, ya termasuk alat komunikasi, humas, radio itu mass media ya itu bisa juga termasuk…” (Wawancara 5 Januari 2012)

Selain yang dikemukakan oleh Kasubbid Pengembangan Perlindungan Anak, Bapak Drs. A. Fahrudin HS di atas, hal lain juga diungkapkan oleh Koordinator Divisi Layanan, Ibu Sumilir Wijayanti :

“…ya tadi, kalo dokumennya kan tadi sudah dilihat, ada naskah akademik, ada MOU, ada SK, kita itu sebenarnya yang potensi luar biasa kasat mata yang tidak ternilai itu komitmen, maksudnya ketika komitmen itu ada, banyak hal yang bisa digerakkan, penjelasannya nanti tinggal di copy saja mbak, semua sudah tercantum disini…” (Wawancara 6 Januari 2012)

Dukungan dari masyarakat ternyata begitu antusias dalam menanggapi pelaksanaan Perda tersebut, bahkan masyarakat ikut berpartisipasi di dalam mendukung pelaksanaan Perda tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh Kasubbid Pengembangan Perlindungan Anak, Bapak Drs. A. Fahrudin, HS :

“…masyarakat ikut workshop memberikan masukan disana, kalo sudah final diajukn ke DPR. Kan ya DPR itu wakil rakyat juga tho…dukungan dari masyarakat??contohnya?? ya pendapat, dari masyarakat itu ditampung dulu terus nanti dibicarakan lagi, ide-ide dalam forum workshop tadi yang dijelaskan di atas, tingkah lakunya harus disesuaikan dengan adanya Perda tersebut, partisipasi terhadap Perda…” (Wawancara 5 Januari 2012)

commit to user

Ibu Sumilir Wijayanti : “…wooww hebat, dalam misi walikota masuk ke dalam kota

layak anak, misi ke 10 beliau itu kan ada implementasi kota layak anak, ketika berbicara ini semua kan tergantung perspektifnya, tidak terlepas juga partisipasi masyarakat, bahkan 80% kontribusi aktif dari masyarakat untuk mendukung Perda ini, dari hal ini bisa jadi tolak ukur, bagaimana capaian partisipasi masyarakat itu juga muncul, gitu, banyak kontribusi aktif malah dari masyarakat karena menyadari ini persoalan bersama…” (Wawancara 6 Januari 2012)

Dalam kaitannya dengan dukungan dari berbagai elemen masyarakat, serta dukungan dari sumber dana dan sumber-sumber non- manusia, banyak sekali sumberdaya yang begitu berperan dalam pelaksanaan Perda tersebut. Bahkan dukungan dari masyarakat juga tidak kalah pentingnya untuk mendukung pelaksanaan Perda tersebut, karena masyarakat juga sadar akan pentingnya Perda tersebut, dengan harapan masalah eksploitasi dapat diselesaikan dengan baik dan tidak menimbulkan keresahan di masyarakat. Istilah dalam masyarakat adalah “Jemput Bola”, jadi masyarakat sendiri yang mengumpulkan massa, lalu mereka meminta dari pihak pemerintah untuk dapat memberikan penyuluhan dan mengisi acara yang mereka buat, seperti penyuluhan. Respon masyarakat ini sudah cukup baik, sehingga mereka menyadari ini sebagai persoalan bersama yang memang perlu penanganan yang serius dari pihak pemerintah pada umumnya yang bekerjasama juga dengan pihak swasta dan masyarakat juga. Masyarakat mengetahui keterbatasan pemerintah, jadi mereka “Jemput Bola”.

commit to user

Dalam proses implementasi setiap kebijakan, tidak dapat maksimal dalam prosesnya apabila tidak terkait dengan beberapa pihak pemangku kepentingan yang sama. Hubungan antar organisasi sangat diperlukan guna mendukung pelaksanaan Perda tersebut. Dukungan dari instansi-instansi lain atau lembaga-lembaga yang bekerjasama dengan Pemerintah ternyata cukup banyak. Baik secara tim dari dinas-dinas pemerintah yang lainnya seperti Dinsos, Satpol PP dll. Serta dari lembaga swasta atau LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), seperti Yayasan KAKAK, Yayasan Sari, ATMA, SPEK-HAM, Sahabat Kapas, YKP, LPK Bina Bakat dll. Banyaknya kerjasama dengan para lembaga- lembaga swasta tersebut, memang diharapkan dapat membantu kinerja pemerintah dalam menangani permasalahan ESKA di kota Surakarta ini.

Kerjasama antar lembaga baik pemerintah maupun swasta dalam beberapa kegiatan yang dilakukan dalam hal Pendampingan dan Pembinaan korban-korban eksploitasi seksual komersial anak, terdapat beberapa cara ataupun output dari kebijakan atau kegiatan atau program yang dilakukan oleh badan-badan pelaksana tersebut. Program-program serta layanan yang digagas oleh pemerintah termuat di dalam SOP (Standar Operasional Prosedur). Nama programnya adalah Fasilitasi Upaya Perlindungan Perempuan Terhadap Tindak Kekerasan, yang sesuai dengan Permendagri. Keseluruhan program tersebut sama,yang melindungi perempuan dan tentunya anak, yang membedakan nantinya

commit to user

Pendampingan dan Pembinaan korban eksploitasi seksual tersebut, karena dalam hal pendampingan dan pembinaan juga berbeda. Dalam hal pendampingan lebih terfokus secara recovery individual, sedangkan untuk pembinaan lebih mengembangkan resources atau kerjasama dalam hal peningkatan atau pemberdayaan masyarakat secara keseluruhan yang ikut membantu pemerintah, tetapi dengan upaya masing-masing dari berbagai pihak. Seperti yang diungkapkan oleh Koordinator Divisi Layanan, Ibu Sumilir Wijayanti :

“…kalau nama programnya itu fasilitasi upaya perlindungan perempuan terhadap tindak kekerasan, di dalamnya ada anak, ini sesuai dengan permendagri yang terkait dengan kebijakan tadi, tidak boleh bertentangan dengan aturan hukum yang berada di atasnya, program itu yang memayungi pelaksanaan implementasi di kota Surakarta…”

(Wawancara 14 februari 2012)

Seperti yang diungkapakan oleh Koordinator Program untuk Bidang Perlindungan Anak dari Yayasan KAKAK (Kepedulian untuk Konsumen Anak), Ibu Rita Hastuti :

“…kalau program memang banyak dari pemerintah mbak, tapi bukan berarti kita tidak punya program sendiri, kita disini juga punya programnya mbak, tapi ya beda tidak sama dengan pemerintah, karena kita dari swasta, pendampingan dan pembinaan yang kita berikan juga nantinya berguna bagi anak- anak korban ESKA, mereka seperti ada tempat curhat, tempat bermain, ya istilahnya kita disini sebagai pendamping mereka…”

(Wawancara 8 Maret 2012)

commit to user

perlindungan perempuan terhadap tindak kekerasan, yang di dalamnya mencakup upaya perlindungan dan pembinaan bagi anak-anak yang menjadi korban eksploitasi. Seperti yang diungkapkan oleh Koordinator Divisi Layanan, Ibu Sumilir Wijayanti :

“…kalau pendampingan itu lebih pada recovery yang bersangkutan kepada individual, kalau pembinaan itu lebih pada bagaimana kita mengembangkan resources yang ada baik dalam kelembagaan maupun terkait dengan potensi yang ada…” (Wawancara 14 Februari 2012)

Seperti yang diungkapkan oleh Diah (nama samaran 15 tahun), bahwa : “…saya memang dulu sempat mendapat pengarahan ketika saya

diajak main-main ke suatu LSM gitu mbak, yang saya tau yayasan KAKAK, saya memang merasa diperhatikan, dilindungi juga, didampingi juga dll mbak…”

(Wawancara, 15 April 2012)

Pendampingan dan pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah masuk ke dalam SOP (Standar Operasional Prosedur) yang di dalamnya mencakup seluruh kegiatan yang dilakukan pemerintah dan hubungan pemerintah dengan lembaga lain yang terkait dengan penanggulangan eksploitasi terhadap anak baik dengan lembaga pemerintah yang lainnya maupun dengan lembaga swasta yang terkait. Kerjasama banyak dilakukan baik dengan pemerintah maupun dengan lembaga luar pemerintah. Seperti yang diungkapakan oleh Koordinator Divisi Layanan, Ibu Sumilir Wijayanti :

commit to user

kecamatan, kalurahan, memberdayakan masyarakat biar bisa turut andil, organisasi yang ada di wilayah yang terkait dengan kita disini, sehingga semua bisa melakukan upaya terkait dengan peran kewenangan masing-masing, tidak cuma SKPD tapi semua lembaga yang bersangkutan, diharapkan layanan yang dibutuhkan oleh para korban tersebut dapat diberikan dengan baik…” (Wawancara 14 Februari 2012)

Dukungan dari masyarakat juga sangat mempengaruhi bagaimana kebijakan ini dapat terimplementasikan dengan baik. Respon masyarakat ternyata cukup bagus, sehingga dapat membantu pemerintah juga. Walaupun mungkin pemahaman masyarakat terbatas tentang hal seperti itu, karena anggapan masyarakat hal tersebut menjadi urusan pribadi atau domerstik. Tapi hal tersebut kini sudah tidak bisa dianggap sepele atau biasa karena ini sudah dilindungi undang-undang. Hal tersebut Seperti yang diungkapkan oleh Koordinator Divisi Layanan, Ibu Sumilir Wijayanti :

“…alhamdulillah sampai sekarang dukungan masyarakat cukup bagus, karena mengingat permasalahan ini sangat dekat di lingkungan masyarakat. Membangun kepedulian dengan masyarakat karena pemahaman mareka kan yang terbatas seperti itu…”

(Wawancara 14 Februari 2012)

Bulan januari tahun kemarin ada 6 laporan dari masyarakat terkait dengan tindak pelanggaran pada anak-anak, salah satunya melapor via telefon. Kebanyakan mereka yang melapor datang sendiri dan di dampingi atau di bantu oleh LSM yang terkait, sedangkan pada bulan November ada 7 orang lagi yang melapor. Setiap aduan yang diterima

commit to user

terkait dengan masalah yang dihadapinya. Masalah yang dihadapi oleh anak tersebut sebisa mungkin tidak akan sampai pada proses pengadilan atau hukum, karena pada dasarnya anak tetap akan dipandang sebagai korban sehingga perlu mendapat pendampingan dan pembinaan dari pemerintah dan lembaga-lembaga yang terkait. Bulan januari yang lalu ada 4 kasus anak yang tidak sampai putus pengadilan, jadi dikembalikan ke keluarga.

Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dengan cara bercermin atau melihat keadaan sekitar tersebut, ternyata memang mendapat respon yang positif dari berbagai lapisan masyarakat. Penanganan yang diberikan oleh pemerintah juga sesuai dengan laporan yang diberikan oleh masyarakat yang melapor. Seperti yang diungkapkan oleh Koordinator Divisi Layanan, Ibu Sumilir Wijayanti :

“…alhamdulillah yang melapor mendapatkan penanganan seperlunya dengan apa yang dia butuhkan, kita menangani yang datang melapor, kalau tidak ada yang lapor dan kita sok-sokan membantu malah kita bisa di lapor balik…”

(Wawancara 14 Februari 2012)

Kerjasama antar lembaga pemerintah, maupun lembaga swasta tertentu tersebut tidak sepenuhnya diatur di dalam Perda, melainkan pemerintah hanya mau bekerjasama dengan LSM yang mempunyai kepentingan dan tujuan yang sama di dalam pelaksanaannya. Dengan banyaknya kerjasama yang dijalin pemerintah dengan lembaga lainnya diharapkan mampu memaksimalkan pelaksanaan Perda tersebut.

commit to user

maupun non-pemerintah. Seperti yang diungkapkan oleh Kasubbid Pengembangan Perlindungan Anak, Bapak Drs. A. Fahrudin, HS :

“…iya, dengan LSM nya ya KAKAK, terus LSM Sari, ATMA, SPEK-HAM, KIPAS (Komite Independen Anak Surakarta) itu yang dari swasta, dari tokoh masyarakat juga ada, dari pemerintah kita meninjau daerah atau studi banding ke pemerintah lainnya, ya pokoknya banyak mbak…”

(Wawancara 5 Januari 2012)

Hal senada juga diungkapkan oleh Koordinator Divisi Layanan, Ibu Sumilir Wijayanti : “…kalau perda tadi kan kita masih finalisasi , terus kalau yang

di perwali kan sudah jelas dimaksud, siapa melakukan apa. Dalam bekerjasama dengan yayasan kita ada yayasan LSM itu banyak sekitar 11 di solo itu ada yang konsen persoalan perempuan, ada yang konsen persoalan anak, misalnya kalo KAKAK itu kan konsennya lebih ke arah pendampingan para korban ke ESKA, kalo ATMA itu konsennya di ABH (Anak Berkebutuhan Khusus), sahabat KAPAS juga di ABH, terus kalo SPEK-HAM itu konsennya terhadap perempuan dll, banyak kita dapat support sebenarnya dalam bekerjasama…” (Wawancara 6 Januari 2012)

Hal senada juga diungkapkan oleh Koordinator Program untuk Bidang Perlindungan Anak dari Yayasan KAKAK (Kepedulian untuk Konsumen Anak), Ibu Rita Hastuti :

“…pemerintah bisanya dengan bapermas, tapi bapermas disini PT PAS ya, kita biasanya koordinasi dengan PT PAS, misalnya untuk kasus ESKA gitu mbak, karena kita juga merupakan salah satu LSM yang sangat konsen di bidang anak yang terlebih- lebih menjadi korban ESKA tersebut, ya porsi kita di pemerintah lebih banyak daripada LSM lain yang sebenarnya juga sejenis menangani permasalahan ini mbak...”

(Wawancara 8 Maret 2012)

commit to user

kegiatan workshop penguatan kapasitas Anggota PT PAS di

kota surakarta :

Sumber : BAPERMAS PP, PA dan KB

Kerjasama atau hubungan dengan organisasi lainnya, seperti yang sudah diatur di dalam Perjanjian Kerjasama antar lembaga yaitu bekerjasama dengan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Surakarta, Dinas Kesehatan Kota Surakarta, Puskesmas se Kota

commit to user

Manusia (SPEKHAM), Advokasi Transformasi Masyarakat (ATMA), Yayasan KAKAK, Social Analysis Research Institute (SARI), Kapas Surakarta, Yayasan Talenta dan masih banyak lagi, ternyata semua tidak sepenuhnya diatur di dalam Perda tersebut, walaupun juga sudah ada dan diatur di dalam MOU yang sifatnya keberlanjutan, akan tetapi dalam memilih partner untuk bekerjasama, pemerintah hanya melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga tersebut yang mempunyai kepentingngan yang sama dan tujuan yang sama dengan pelaksanaan Perda tersebut. Seperti yang dijelaskan oleh Koordinator Divisi Layanan, Ibu Sumilir Wijayanti :

“…sudah, diatur juga di dalamnya, kita masuk ke dalam pasal. MOU itu kan bisa jadi periodik waktunya, tetapi ketika ini masuk ke dalam perda kan, keberlanjutan serta payung hukumnya kan lebih jelas…” (Wawancara 6 Januari 2012)

Ternyata tidak sepenuhnya bahwa kerjasama antar lembaga tersebut diatur di dalam Perda tersebut, karena dalam memilih kerjasama dengan pihak manapun, pemerintah harus memilih yang sesuai dengan kepentingan dari LSM yang saling berhubungan dengan tujuan Perda dari pemerintah tersebut. Hal tersebut diungkapkan oleh Kasubbid Pengembangan Perlindungan Anak, Bapak Drs. A. Fahrudin, HS :

“…kita memilih yang sesuai dengan kepentingan saja, tapi juga sudah diatur juga di RAK (Rencana Aksi Kota), kalau tidak ada kepentingan yang sama nanti kedepannya juga susah…” (Wawancara 5 Januari 2012)

commit to user

pelaksanaan Perda tersebut, ternyata mempunyai tujuan yang sama dalam artian saling menguntungkan satu sama lain dengan tujuan yang sama pula. Seperti yang diungkapkan oleh Kasubbid Pengembangan Perlindungan Anak, Bapak Drs. A. Fahrudin, HS :

“…kerjasama untuk satu tujuan yang sama, ini pihak kita juga baru sosialisasi ke berbagai tempat, terutama ke sekolah- sekolah, tujuan yang sama dengan LSM itu, tujuan untuk melindungi anak, seperti KAKAK itu cocok banget kalau di buat untuk mengatasi masalah ESKA, kiat dari pihak pemerintah juga mengadakan workshop gitu mbak dari beberapa SKPD yang terkait juga, selain yayasan KAKAK juga ada LSM lain yang sejenis mbak, jadi kita semua ini disini bekerjasama, kepentingan yang sama juga…” (Wawancara 5 Januari 2012)

Dampak kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah juga dirasakan oleh Wulan (nama samaran, 17 tahun) anak jalanan di belakang stasiun balapan :

“…aku pernah diajak teman masuk ke yayasan gitu, tapi aku gak mau mbak, lhah aku mikirnya buat apa toh aku juga uda rusak kaya gini tapi tak pikir-pikir ya gak ada salahnya coba, ternyata disana enak juga mbak, aku kayak diperhatiin gitu, terus lama-lama ada kegiatan disana, ada ketrampilan ada dana juga untuk ngembangin ketrampilan yang aku punya, aku bisa jahit mbak, itu juga di kasih modal mbak, jadi intinya aku dikasih modal untuk kedepan lebih baik lagi, enggak kerja kaya begitu lagi mbak…” (Wawancara, 15 April 2012)

commit to user

Kegiatan Workshop Evaluasi Gugus Tugas Penghapusan